Materi Presentasi ISBD
description
Transcript of Materi Presentasi ISBD
Pengertian NeurosisNeurosis ini merupakan suatu jenis penyakit mental yang lunak, dimana kondisi psikis berada didalam ketakutan dan rasa kecemasan yang kronis, serta tidak ada rang sangan yang spesifik.
Faktor Penyebab NeurosisPenyebab timbulnya neurosis ialah adanya rasa kecemasan,rasa takut terhadap sebuah kegagalan yang ia lakukan secara bertubi-tubi. Kemudian penderita melakukan tekanan-tekanan terhadap emosi negatif yang dia terima akibat kesalahan yang ia perbuat, namun hal itu semua tidak dapat dipastikan berjalan secara lancar. Neurosis ini bisa juga disebabkan dorongan seksual yang tidak puas atau terhambat, sehingga semua penyebab itu menimbulkan konflik batin, ketakutan serta adanya rasa kecemasan.
Tanda-Tanda Neurosis• Reaksi rasa was-was yang selalu diliputikeresahan yang tidak tentu arah atau tidak menentu.• Seringnya mengeluarkan keringat secara berlebihan, terutama dibagian telapak tangan.• Kerusakan parsial atu sebagian dari sifat kepribadian.• Dalam lingkungan masyarakat sering merasa terasingkan (minder), Ia merasa tidak mampu bergaul dengan keadaan disekitarnya.• Takut salah dalam setiap kali mengambil keputusan ataupun sulit melakukan konsentrasi dalam mengambil setiap keputusan.
Cara MengatasiPenderita Neurosis basa ditolong dengan memberikan obat untuk menenangkan dirinya namun itu hanya langkah awal untuk melakukan pencegahan, hal berikutnya yang dilakukan dengan memberikan terapi kejiwaan kepada sipenderita melalui jasa psikiater. Namun tidak lupa diberikan bimbingan untuk melakukan pendekatan kepada sang pencipta dengan membiasakan beribadah.
III. PATOLOGI
Kekosongan eksistensial dan frustasi eksistensial
Keluhan pasien yang umum saat ini adalah bahwa hidup mereka tidak berarti. Frakl menyebut kekosongan eksistensial adalah keadaan dimana orang-orang mengalami kekosongan batin. Tidak ada pegangan untuk membimbing tingkah laku mereka baik secara instik maupun tradisi dalam melakukukan suatu pilihan, akibatnya manusia tidak tau apa yang mereka lakukan atau yang akan dilakukan. ” Kekosongan eksistensial tampak terutama dalam keadaan kebosanan.... dalam kenyataannya kebosanan merupakan masalah yang melebihi penderitaan yang harus dipecahkan yang menyebabkan dan membawa mereka pada psikiatris” (Frankl 1985a h 129)
Frustasi kehendak untuk memaknai merupakan frustsai eksistensial.
”Frustasi ini kadang-kadang kopensasinya nampak dalam kehendak untuk berkuasa, kehendak untuk kenikmatan. Itulah mengapa frustasi eksistensial muncul dalam pemuasan kompensasi seksual. Kita dapat menikmati dalam kondisi demikian libido seksual semakin menjadi dalam kekosongan eksistensial”
Frustasi eksistensial bukan patologi atau patogenic
Tidak semua konflik menupakan neurotik. Penderitaan tidak selalu gejala patologis. Frankl menyangkal dengan tegas bahwa pencarian seseorang akan makna bagi eksistensinya atau bahkan keraguannya, berasal dari dari penyakit....perhatian orang pada nilai kehidupan merupakan kesulitan eksistensial tetapi bukan penyakit mental.
Pencarian makna dapat membawa pada ketegangan. Tapi ketegangan tersebut bukan patologis, ketegangan antara apa yang telah dicapai dan yang harus dipenuhi, ketegangan antara siapakah dia dan harus menjadi apakah dia, ketegangan tersebut tidak harus dihilangkan.
Sifat neurosis dan psikosis
Meskipun konflik eksistensial bukanlah neurosis tapi setiap neurosis memiliki aspek eksistensial. Neurosis ”terletak dalam 4 lapisan dasar yang berbeda dari keberadaan manusia”. (Frankl 1986h 176-177) yaitu fisik, psikologis, sosial dan eksistensial atau spiritual.
Berbicara mengenai neurosis berbeda-beda berkaitan dengan kepentingan 4 dimensi tadi. Fisiologis tidak tidak dapat diobati dengan psikoterapi atau hanya dengan obat apalagi bila sangat besar maka psikoerapi tidak dapat berbuat apa-apa.
Neurosis NoogenicNoetik menunjuk pada dimensi spiritual. “ Neurosis ini tidak terjadi karena dorongan
dan instink melainkan karena masalah eksistensial. Diantara masalah ini frustasi kehendak untuk memaknai memerankan peranan yang besar” (Frankl 1985 a) Gangguan bukan dalam dimensi spiritual tetapi mewujud dalam psiko fisikum. “ Neurosis noogenik adalah penyakit “out of spitit” berasal dari spiritualitas tetapi ia bukan penyakit “dalam spiritual”
Neurosis KolektifMeskipun pada abad kita disebut sebagai abad kecemasan, ini meragukan bahwa
kecemasan lebih lazim dibandingkan waktu yang lainnya. Akan tetapi banyak karakteristik dari orang-orang modern yang mendekati neurosis dan dapat tunjuk sebagai neurosis kolektif.
1. Tidak terencana. Tidak ada rencana untuk menyikapi kehidupan hari kehari, jangka panjang.
2. Sikap fatalis terhadap kehidupan.3. Pemikiran kolektif. Manusia inividu tenggelam /meleburkan diri dalam masa. Padahal
ia memiliki kebebasan, tanggungjawab.4. Fanatik, kolektivisme mengabaikan kepribadiannya kalau fanatisme mengabaikan
kepribadian orang lain. Hanya pendapatnya sendiri yang sah. Akhirnya keempat gejala tadi dapat dilacak kebelakang pada ketakutan manusia untuk
bertanggungjawab dan lari dari kebebasannya. Pendidikan dan mental higiene lebih dibutuhkan untuk merawat neurosis kolektif daripada psikoterapi.
NeurosesNoogenic Neurogenetic dan neurosis kolektif termasuk neurosis dalam arti yang lebih
luas. Dalam arti sempit neurosis dimengerti sebagai dimensi psikis manusia. “ Neurosis bukan noetic, bukan penyakit spiritual, bukan penyakit manusia melulu dalam spiritualitasnya. Lebih dari itu neurosis selalu merupakan sakit manusia dalam kesatuan dan keseluruhannya” (Frankl 1956 h 125). Kompleksitas psikologis, konflik dan pengalaman traumatik bagaimanapun juga merupakan perwujudan neurosis daripada sebagai penyebab, yang lebih berhubungan dekat dengan catat perkembangan dalan struktur kepribadian seseorang. Kecemasan merupakan faktor yang umum, meskipun ini bukan penyebab neurosis; bagaimanapun juga kecemasan mengandung lingkaran neurotik. Kecemasan yang mendahului adalah unsur dasar. Suatu symtom ysng cepat berlalu atau kegagalan sementara daalam fungsi menjadi fokus perhatian. Suatu ketakutan kambuhnya gejala bangkit, yang menguatkan gejala itu, mulailah lingkaran neuritik yang mencakup kecemasan pendahuluan. Ada dua tipe kecemasan besar yaitu neurosis kecemasan dan neurosis obsesional.
Kecemasan Neursis melibatkan kesalahan fungsi dari sistem vasomotor, gangguan dari fungsi indokrin, atau unsur yang konstitusional. Pengalaman traumatik merupakan agen yang mengendapkan dengan memfokuskan perhatian pada gejal-gejala, tapi di belakang kecemasan neurotik hádala kecemasan eksistensial. Kecemasan eksistensial ini hádala “Ketakutan akan kematian dan sekaligus ketakutan akan hidup sebagai keseluruhan” (Frankl 1986. h180) Kecemasan eksistensial tadi akibat dari suara hati yang salah terhadap kehidupan yaitu tidak mewujudkan nilai-nilai dalm hidupnya. Ketakutan ini menjadi berfokus pada organ tubuh yang khusus atau menjadi terkonsentrasi pada situasi kongret simbolik dalam bentuk pobia. Pasien yang tenderita ketakutan terhadap tempat yang terbuka mendeskribsikan ketakkutannya ”Merasa seperti menggantung diudara” yang secara tepat menggambarkan situasi spiritual kesuluruhannya, dimana neurosis diekspresikan.( Frankl 1986, h 180). Neurosis, secara eksistensial merupakan cara menunjukkan keberadaan.
Neurosis obsesional , seperti semua neurosis lainnya, terkandung didalamnya factor disposisional, factor konstitusional, juga factor genetik. Bagaimanapun juga ada factor eksistensial juga, yang nampak dalam pilihan dan keputusan individu untuk melanjautkan neurosis obsesional yang berkembang penuh. “ Pasien tidak bertanggungjawab terhadap ide-ide obsesionalnya” tapi “ ia dengan pasti bertanggungjawab terhadap sikapnya tersebut” (Frankl 1986, h 188). Neurotic obsesional tidak dapat menoleransi terhadap ketidakpastian, ketegangan antara apa yang ada dan yang seharusnya. Pandangan dunianya ádalah seratus
persen, atau mencari kemutlakan, suatu usaha untuk ”kepastian mutlak dalam pengertian dan keputusan” (Frankl 1986 h 191).
PsikosisDalam neorosis, baik gejala dan etiologinya merupakan psikologi. Dalam psikosis
melankolia dan sizoprenia etiologinya merupakan fisik dan gejalanya merupakan psikologis.Melankolia atau psikosis endogen juga melibatkan psikogenetik dan faktor
eksistensial atau faktor “pathoplastic”, yang menunjuk pada kebebasan untuk membentuk nasib seseorang dan menentukan sikap mental seseorang terhadap penyakit. Dengan kebebasan sikap mental menuju tanggung jawab. Kecemasan yang tampak dalam melankolia memiliki dasar psikologis, tetapi hal itu tidak menjelaskan tentang kecemasan atau kesalahan, yang disebabkan terutama oleh ketakutan akan kematian dan suara hati serta menghadirkan cara eksistensi atau cara mengalami. “Kecemasan yang serius hanya dapat dipahami …. sebagai kecemasan seorang manusia: sebagai kecemasan eksistensial” (Frankl 1986 h 201), bukan dalam arti psikologis. Meskipun seekor binatang dapat mengalami kecemasan, psikosis manusia melibatkan unsur pokok manusia yaitu eksistensinya, yang mengatasi dan di luar kondisi organik.
Dalam melankolia, dasar fisiologis atau “kekurangan psikofisik dialami manusia dalam bentuk yang unik yaitu sebagai tegangan antara siapa dirinya sekarang dan akan menjadi apa” antara “kebutuhan dan kemungkinan pemenuhannya” (Frankl 1986 h 202). Kekurangan ini dirasakan sebagai ketidakmampuan dan muncul dalam berbagai bentuk, mengakibatkan ketakutan yang muncul dalam: takut tidak mampu memperoleh uang yang cukup, takut tidak mampu mencapai tujuan hidupnya, takut pada “Hari Penghakiman”. Orang melankolik “menjadi buta terhadap nilai-nilai yang melekat dalam dirinya” dan kemudian pada nilai-nilai di luar dirinya; pertama “ia merasa dirinya tidak berharga dan hidupnya tidak berarti” (Frankl 1986 h 204) dan kemudian dunia ini dipandang dengan cara yang sama. Kesalahan yang muncul dari rasa ketidakcukupan individual dan “berasal dari tegangan eksistensial yang intensif dapat mengembang sedemikian rupa sehingga ia merasa kesalahannya tidak dapat dimusnahkan” (Frankl 1986 h 205). Maka, kehidupan dipandang sebagai dimensi kolosal.Dalam sizoprenia, gejala perasaan merupakan bentuk dari ”pengalaman objek yang murni...... orang zizoprenia mengalami dirinya sebagai objek dari pengamatan dan pelaksanaan tujuan dari orang lain” (Frankl 1986 h 208-2009). Orang zizoprenia mengalami dirinya bukan sebagai subjek, tetapi sebagai objek, ia tidak dapat lagi merasakan dirinya sebagai pribadi yang ada secara nyata. (Frankl 1986 h 210). Baik suara hati maupun tanggung jawab dipengaruhi.
Apa Itu Fanatisme?Fanatisme adalah suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau yang negatif, pandangan yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Menurut definisinya, Fanatisme biasanya tidak rasional atau keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi sehingga tidak menerima faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu. Adanya fanatisme dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus memperkuat keadaan individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol perilakunya.
Fanatisme dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat menimbulkan perilaku agresi. Individu yang fanatik akan cenderung kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang terkontrol dan tidak rasional.
Pengertian Fanatisme sendiri dapat disebut sebagai orientasi dan sentimen yang mempengaruhi seseorang dalam : (a) berbuat sesuatu, menempuh sesuatu atau memberi sesuatu, (b) dalam berfikir dan memutuskan, (c) dalam mempersepsi dan memahami sesuatu, dan (d) dalam merasa secara psikologis, seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada di luar dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti faham atau filsafat selain yang mereka yakini.
Ciri-ciri yang jelas dari sifat fanatik adalah ketidakmampuan memahami karakteristik individual orang lain yang berada diluar kelompoknya, benar atau salah. Secara garis besar fanatisme mengambil bentuk : (a) fanatik warna kulit, (b) fanatik etnik/kesukuan, dan (c) fanatik klas sosial. Fanatik Agama sebenarnya bukan bersumber dari agama itu sendiri, tetapi biasanya merupakan kepanjangan dari fanatik etnik atau klas sosial.
Problem psikologis masyarakat modern
Manusia modern yang lebih maju dari masyarakat tradisional idealnya mampu berpikir logis dan mampu menggunakan berbagai tehnologi untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Dengan kecerdasannya manusia modern semestinya lebih bijak dan arif, tetapi dalam kenyataannya banyak manusia modern memiliki problematika akibat dari ketidakseimbangan ini, mereka sangat mudah terserang gangguan-gangguan kejiwaan seperti:
Keterasingan (alienasi)
Manusia modern tidak jarang mengalami keterasingan terhadap dirinya sendiri. Mereka sering kali tidak mampu memahami pribadi dan keinginan hidupnya sendiri. Hal ini disebabkan karena 1) Perubahan sosial yang berlangsung cepat, 2) Hubungan antar manusia sudah menjadi gersang, 3) Lembaga tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional, 4) Masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi heterogen dan, 5) Stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial.
Stress
Stress adalah reaksi atau tanggapan tubuh terhadap berbagai tuntutan atau beban atasnya yang bersifat non spesifik. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan (melampaui kemampuan seseorang) disebut distress. Stess dalam kehidupan merupakan sesuatu yang tak bisa dihindari. Masalahnya adalah bagaimana manusia hidup dengan stess tanpa distress. Pada umumnya jenis stressor psikososial, adalah perkawinan, problem orang tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan, hokum, perkembangan, penyakit fisik, dan faktor keuangan
Depresi
Depresi adalah bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (afektif) yang ditandai dengan perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun dan tidak semangat, perasaan berdosa, bersalah dan penyesalan, konsentrasi dan daya ingat menurun, nafsu makan dan berat badan menurun, Gangguan tidur (insomania atau hipersomania) dan mimpi-mimpi buruk, hilangnya minat semangat, kreativitas dan produktivitas menurun, pikiran kematian dan bunuh diri.
Salah satu jenis depresi yang sering dialami seseorang adalah Post Power Syndrome (Sindrom Purna Kuasa). Dunia modern yang penuh persaingan hidup menuntut manusia untuk bekerja keras, karena selain mendapatkan ganjaran materiil berupa uang dan fasilitas lainnya bekerja juga memberikan penghargaan, status sosial dan prestise yang sangat berarti bagi kehidupan seseorang. Kebiasaan menikmati kesenangan tersebut menyebabkan orang mudah terkena depresi bila kehilangan sesuatu yang dimiliki dan menyebabkan ketidakseimbangan mental emosional.
Frustasi
Salah satu keadaan dimana satu kebutuhan tidak bisa terpenuhi dan tujuan tidak bisa tercapai sehingga orang kecewa dan mengalami halangan dalam usahanya untuk mencapai tujuan, maka frustasi dapat mengakibatkan berbagai bentuk tingkah laku aktif. Namun sebaliknya frustasi dapat memunculkan satu perjuangan dan usaha baru yang menguntungkan kehidupan batin seseorang.
Kecemasan
Stres, kecemasan dan depresi mempunyai hubungan serta. Seseorang yang mengalami stres dapat diartikan orang itu memperlihatkan keluhan-keluhan fisik, depresi dan kecemasan.
Sementara depresi murni jarang terjadi, tetapi selalu diikuti dengan komponen kecemasan yang menyertainya.
Perasaan cemas yang diderita manusia modern, bersumber dari hilangnya makna hidup (the meaning of life) yang merupakan motivasi utama dalam menjalani hidup ini. Kecenderungan kehidupan yang dijalani berdasarkan tuntutan orang lain (trend), bukan dari diri sendiri. Kehidupan yang demikian menjadikan seseorang dilanda kecemasan karena ada konflik dalam diri. Kecemasan menurut Freud berkembang dari konflik antara id, ego dan super ego yang memaksa seseorang melakukan sesuatu.
Neurosis
Kehidupan modern yang ditandai dengan kemajuan dalam bidang transportasi komunikasi juga arus urbanisasi mengakibatkan disintegrasi personal yang lebih parah dari sekedar stres, depresi, tetapi neurosis-neurosis adalah bentuk gangguan fungsional pada sistem syaraf, mencakup pola disintegrasi sebagian kepribadian.
Psikosis
Seseorang yang menderita psikosis sering mengalami ketakutan hebat, mengamuk dan juga melakukan usaha-usaha bunuh diri. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menyebut penderita psikosis ini sebagai orang gila.
Degradasi Moral
Sebagai akibat lebih jauh dari dangkalnya iman dan pola hidup materlalistic sebagaimana telah disebutkan di atas, maka manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Jika hal ini terjadi, maka terjadilah kerusakan akhlak dalam segala bidang, baik ekonomi, politik, sosial dan lain sebagainya.
FENOMENA MASYARAKAT MODERN DAN PROBLEMATIKANYA
Dewasa ini umat manusia hidup pada zaman modern yang ditandai oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia
mendapatkan berbagai kemudahan dan kesenangan hidup, karena hampir semua kebutuhan
hidup mereka terutama yang bersifat lahiriah dapat dipenuhi dengan bantuan mesin dan
robot. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi transportasi dan
komunikasi telah mengantarkan manusia memasuki era globalisasi, suatu era di mana
manusia mampu melakukan hubungan antar bangsa sejagat dalam berbagai segi kehidupan
secara lebih luas, lebih mudah, dan lebih cepat.
Berkat kemajuan teknologi transportasi, kontak langsung antar bangsa semakin sering
terjadi sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran pikiran, gagasan serta saling
mempengaruhi yang pada gilirannya dapat mengubah pola pikir dan tingkah laku masing-
masing. Demikian juga, berkat kemajuan teknologi komunikasi dunia terasa kecil dan
menjadi transparan. Semua kejadian di suatu negara dalam waktu yang sama dapat diketahui
oleh manusia sejagat. Hampir tidak ada rahasia suatu negara atau masyarakat yang tidak
diketahui oleh negara atau masyarakat lain. Untuk menghadiri seminar internasional, orang
tidak harus pergi meninggalkan negaranya masing-masing. Untuk belanja berbagai keperluan
sehari-hari, orang tidak perlu keluar rumah dan membayar uang kontan. Begitu canggihnya
sistem perdagangan dan pembayaran, orang dapat bepergian kemana saja dan membeli apa
saja tanpa membawa uang tunai, tetapi cukup dengan membawa bank card. Perkembangan
teknologi yang sangat pesat sejak dasawarsa 70-an telah menimbulkan revolusi informasi
yang melanda semua bangsa, baik di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang
tanpa menghiraukan apakah masyarakatnya sudah siap menerima perubahan yang sedemikian
cepat atau tidak.
Dewasa ini arus globalisasi semakin terasa. Perkembangan dunia internasional baik
dalam bidang ekonomi, politik maupun sosial budaya secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia. Arus globalisasi, baik positif maupun negatif
telah menembus batas-batas negara, bahkan menembus dinding-dinding rumah tangga kita.
Jika kita tidak siap menghadapinya, dapat dipastikan arus globalisasi dapat menimbulkan
malapetaka. Karena melalui teknologi komunikasi seperti radio, televisi, video, internet, dan
yang lain, sangat memungkinkan terjadinya penyebaran nilai-nilai baru yang dapat
menggoyahkan nilai-nilai yang selama ini dianggap baku, termasuk nilai-nilai agama.
Demkian juga melalui teknologi komunikasi, kebiasaan-kebiasaan buruk suatu masyarakat
seperti penyalahgunaan narkoba, alat kontrasepsi, minuman keras, dan pergaulan bebas akan
berdampak negatif terhadap masyarakat Indonesia.
Ditinjau dari aspek sejarah, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mengantarkan manusia menuju zaman modern dan era globalisasi pada saat sekarang ini,
bermula dari revolusi ilmu pengetahuan pada akhir abd XV Masehi, yang ditandai oleh
kemenangan rasionalisme dan empirisme terhadap dogmatisme agama di Barat. Perpaduan
rasionalisme dan empirisme dalam satu paket epistemologi, telah melahirkan apa yang
disebut dengan metode ilmiah. Dengan metode ilmiah, kebenaran pengetahuan hanya diukur
dengan kerangka pemikiran yang koheren dan logis serta dapat dibuktikan melalui pengujian
secara empirik. Dengan kata lain, suatu pengetahuan baru diakui kebenarannya secara ilmiah
jika secara logika bersifat koheren (runtut) dengan kebenaran sebelumnya dan didukung oleh
fakta empirik.
Kepercayaan yang berlebih-lebihan terhadap kebenaran rasionalisme dan empirisme
sebagai metode ilmiah, menyebabkan masyarakat Barat kurang apresiatif terhadap
pengetahuan yang berada di luar lingkup pengujian metode ilmiah, termasuk di dalamnya
pengetahuan dan nilai-nilai religius. Inilah ciri-ciri modernisme, yaitu memisahkan
pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan yang bersumber dari nilai-nilai religius. Hal ini
dapat dimengerti karena sejak awal kelahirannya, modernisme memang merupakan suatu
bentuk “pembangkangan” terhadap tradisi Kristen yang mengungkung pemikiran manusia.
Sebagaimana dikatakan Arnold Toynbee, bahwa modernisme semula muncul di Barat ketika
berterima kasih bukan kepada Tuhan, melainkan kepada diri mereka sendiri karena mereka
telah berhasil mengatasi kungkungan Kristen Abad Pertengahan.
Akibat penggunaan akal yang terlalu berlebihan dengan mengesampingkan dimensi
spiritual dan nilai-nilai agama, maka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
menimbulkan persoalan serius bagi kehidupan manusia di zaman modern. Antara lain adalah:
Pertama, hilangnya orientasi hidup yang bermakna dan pegangan moral yang kokoh.
Pada umumnya, masyarakat industri maju (modern) tidak tahu lagi untuk apa mereka
dihidupkan, sebagaimana mereka juga tidak tahu bahwa sesudah mati mereka akan
dibangkitkan kembali untuk dimintai pertanggungjawaban dan menerima balasan dari amal
perbuatan mereka di alam dunia. Mereka tidak lagi mengenal Allah SWT sebagaimana
mereka juga tidak mau tahu tentang ajaran-ajaran agama yang mengatur kehidupan mereka.
Tujuan hidup mereka hanya terbatas pada pencapaian sasaran-sasaran yang bersifat material
dan duniawi. Yang terpenting bagi mereka adalah bekerja, mencari uang, dan bersenang-
senang. Mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur, yang ada dalam benak mereka
adalah bekerja dan mencari uang, tidak peduli apakah pekerjaan tersebut halal atau haram.
Sesudah itu mereka mencari kesenangan-kesenangan untuk memperturutkan hawa nafsunya
dengan berjudi, mengunjungi diskotik, bar, nightclub, mengkonsumsi minuman keras,
berzina, dan sebagainya. Akibatnya, di balik gemerlapnya kemajuan hal-hal bersifat materi
yang sangat memukau, masyarakat modern menghadapi gejala yang dinamakan the agony of
modernization (adzab atau kesengsaraan yang disebabkan oleh modernisasi). Gejala the
agony of modernization yang merupakan ketegangan psikososial, dapat dibuktikan dengan
semakin meningkatnya angka-angka kriminalitas yang disertai dengan tindak kekerasan,
perkosaan, pembunuhan, judi, penyalahgunaan obat/ narkotika/ minuman keras, kenakalan
remaja, promiskuitas, prostitusi, bunuh diri, gangguan jiwa, dan lain sebagainya. Hal ini
bukan hanya dialami oleh masyarakat di negara-negara maju seperti Amerika, Jepang dan
negara-negara Eropa, tetapi juga telah menimpa sebahagian masyarakat Indonesia.
Kedua, terjadinya pergeseran tata nilai dari tatanan kehidupan yang bertumpu pada
nilai-nilai spiritual beralih pada pola hidup materialistic, hedonistic, bahkan sekularistik.
Hasil penelitian tentang kehidupan masyarakat industri Barat telah menggoreskan catatan-
catatan yang antara lain adalah sebagai berikut:
“Proyek-proyek industri selalu menghasilkan kemudahan-kemudahan dan kenikmatan-kenikmatan. Akan tetapi manusia harus menempatkan diri sebagai bagian dari mesin yang didesain secara rasional menurut hukum fisika. Mereka lebih banyak bergaul dengan mesin-mesin. Dalam pekerjaan seperti ini mereka merasa tidak memerlukan agama sehingga menjadi agnostic, bahkan atheistic. Konsekwensinya, pandangan hidup mereka menjadi sekuler.
Pergeseran tata nilai sebagaimana yang dialami masyarakat industri Barat tersebut, kini
mulai terasa pada sebagian masyarakat Indonesia. Antara lain tercermin pada hal-hal sebagai
berikut:
1. Semakin berkembangnya pandangan dan orientasi hidup materialistic. Akibatnya, terjadilah
pergeseran pola hidup dari pola hidup sederhana dan produktif kepada pol hidup mewah dan
konsumtif untuk mengejar kepuasan hedonistic sesaat. Untuk memenuhi nafsunya terhadap
materi, sebagian bangsa Indonesia tidak segan-segan melakukan praktek Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN)
2. Semakin mencainya nilai-nilai agama, kaidah-kaidah sosial dan susila. Orang tidak lagi
merasa takut berbuat dosa dan melanggar hokum sehingga dengan tanp beban melakukan
berbagai kejahatan (crime) seperti pembunuhan dan perkosaan, penodongan dan
penjambretan, pencurian dan perampokan, perjudian, perkelahian antar pelajar, tawuran antar
warga masyarakat dan sebagainya. Mereka juga tidak merasa malu melakukan perzinahan
dan kumpul kebo (free sex), menenggak minuman keras (alcoholism), penyalahgunaan
narkotika dan obat-obatan terlarang (drug abuse) dan berbagai perbuatan maksiat lainnya.
Bahkan yang lebih menyedihkan, mereka merasa bangga dalam melakukan berbagai
perbuatan maksiat tersebut. Akibatnya, banyak di antara anak-anak Indonesia yang menjadi
korban narkoba dan melakukan praktek aborsi, serta tidak sedikit di antara mereka yang
terserang virus HIV/ AIDS.
3. Semakin berkembangnya sikap serba boleh dalam masyarakat (permissive society) sehingga
mereka cenderung membiarkan terjadinya berbagai pelanggaran hokum agama dan norma-
norma susila. Mereka mulai meragukan lembaga perkawinan dan cenderung untuk memilih
hidup bersama tanpa nikah.
4. Semakin berkembangnya sikap individualis bahkan egois, karena dengan alat-alat elektronik
mereka merasa bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Akibatnya, hubungan kekeluargaan dan
persahabatan yang semula erat dan kuat, kini cenderung menjadi longgar dan rapuh. Struktur
keluarga yang semula extended family cenderung kea rah nuclear family bahkan sampai
kepada single parent family.
Ketiga, timbulnya perasaan terasing (alienasi), frustasi, dan kehampaan eksistensi.
Akibat dari hilangnya orientasi hidup yang bermakna karena hanya berorientasi pada dunia
materi, maka manusia modern banyak mengalami keterasingan diri (self alienation), frustasi,
dan kehampan eksistensi. Sebagaimana dikatakan oleh Alvin Toffler, bahwa di antara gejala-
gejala negatif yang muncul di kalangan masyarakat industri maju (modern) adalah timbulnya
rasa kesepian, hilangnya struktur masyarakat yang kokoh, dan ambruknya makna yang
berlaku. Pengertian alienasi sebagaimana dijelaskan Eric Fromm, seorang ahli psikoanalisis
adalah sebagai berikut:
“Alienasi yang kita temukan dalam masyarakat modern adalah hamper total; ia meliputi hubungan manusia dengan pekerjaannya, ke benda-benda yang ia konsumsi, ke negara, ke sesamanya, dan ke dirinya sendiri. Manusia telah menciptakan suatu dunia dari barang-barang buatan manusia yang tidak pernah ada sebelumnya. Ia telah membangun permesinan
sosial yang ruwet untuk mengatur permesinan teknis yang ia bangun. Namun seluruh kreasinya itu tegak di atas dan mengatasi dirinya sendiri. Semakin kuat dn besar kekuatan yang ia lepaskan, semakin ia merasa dirinya tak berdaya sebagai manusia. Ia menghadapi dirinya sendiri dengan kekuatan dirinya yang dikandung dalam benda-benda yang ia ciptakan, yang terasing dari dirinya sendiri. Ia telah dikuasai oleh kreasinya sendiri, dan telah kehilangan kekuasaan terhadap dirinya sendiri. Ia telah membuat sebuah patung anak sapi emas dan berkata “Inilah dewamu yang membawa kamu keluar dari Mesir”.
Alienasi yang menimpa masyarakat modern telah menimbulkan rasa kesepian yang
mencekam sehingga mereka merindukan perkawanan yang akrab dan hangat serta
mendambakan penjelasan tentang apa tujuan hidup dan akan kemana sesudah manusia
meninggal dunia. Dalam keadaan demikian, maka orang-orang modern yang merasa kesepian
mulai tertarik kepada kultus-kultus, yaitu bentuk-bentuk gerakan spiritual (dan keagamaan)
yang menawarkan persahabatan sejati dan kehidupan bersama yang akrab dan hangat.
Kehangatan dan perhatian yang tiba-tiba antar sesame anggota kultus ini sedemikian kuatnya
memberi rasa kebaikan kepada mereka sehingga seringkali mereka bersedia untuk
memutuskan hubungan dengan keluarga dan teman-teman lama mereka, serta untuk
mendermakan penghasilannya kepada kultus. Kadang-kadang mereka menerima narkotika
dan bahkan seks sebagai imbalannya. Seperti yang dilakukan oleh sekte Children of God (di
Amerika) beberapa waktu lalu yang melakukan pesta seks di antara sesama anggota.
Kultus bukan sekedar perkumpulan, karena ia juga menawarkan struktur yang banyak
dibutuhkan di samping menyodorkan ketentuan-ketentuan yang ketat pada tingkah laku.
Mereka menuntut dan menciptakan disiplin yang sangat kuat, pengorganisasian yang sangat
ketat, absolutistik, dan dengan sendirinya kurang toleran kepada kelompok lain. Bahkan
sebagian bertindak begitu jauh sehingga memaksakan disiplin melalui penyiksaan, kerja
paksa, dan bentuk-bentuk kurungan serta penjara yang mereka buat untuk diri mereka sendiri.
Lebih dari itu, tidak jarang mereka melakukan bunuh diri bersama, seperti yang dilakukan
oleh sekitar 235 anggota sekte Pemujaan Hari Kiamat (sekte Pemulihan 10 Perintah Tuhan)
di bawah pimpinan Joseph Kibwetere di sebuah gereja di Kanungu, distrik Rukingire yang
terletak sekitar 320 kilometer Baratdaya Kempala, ibukota negara Uganda pada hari Jum’at
17 Maret 2000 dengan cara melakukan bakar diri. Pimpinan sekte ini menyatakan, bahwa
dunia akan berakhir pada 31 Desember 1999, tapi pada akhirnya mengubah pernyataannya
tersebut menjadi akhir tahun 2000. Sebelum melakukan bakar diri, para anggota sekte
menjual seluruh harta bendanya di pusat perdagangan Kanungu sebagai persiapan kematian
mereka.
Kultus biasanya berpusat pada ketokohan seorang pribadi yang menarik, berdaya pikat
retorik yang memukau dn dengan sederhana namun penuh keteguhan menjanjikan
keselamatan dan kebahagiaan. Contoh gerakan kultus yang paling sering disebut adalah
Unification Church, Divine Light Mission, Hare Krishna, The Way, People’s Temple,
Tahweh ben Yahweh, New Age, Aryan Nation, Christian Identity, The Order, Scientology,
Jehovah Witnesses, Children of God, Gerakan Bhagwan Shri Rajneesh dan lain-lain.
Semuanya di Amerika, namun hal serupa dan yang analog dengan itu juga muncul di mana-
mana, termasuk akhir-akhir ini di Indonesia.
Di antara aliran-aliran atau sekte-sekte di Indonesia yang memiliki kemiripan dengan
kultus yang berkembang di Amerika adalah Aliran Islam Jamaah yang kemudian berubah
menjadi Lemkari dan kini berubah lagi menjadi Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia
(LDII). Aliran ini mengklaim bahwa satu-satunya jamaah umat Islam yang benar adalah
jamaah Islam Jamaah. Amir yang diakui hanyalah Nur Hasan Al-Ubaidah Lubis, pendiri dan
pemimpin Islam Jamaah. Orang-orang Islam yang tidak tergabung dalam kelompok Islam
Jamaah adalah kafir. Sebagai konsekwensi logis dari doktrin tersebut, maka para anggota
kelompok ini bersikap eksklusif. Mereka mempunyai faham, bahwa orang Islam di luar Islam
Jamaah adalah najis dan kelak akan masuk neraka, Karen hanya merekalah yang akan masuk
surga. Para anggota Islam Jamaah tidak boleh shalat berjamaah dan menikah kecuali dengan
sesama anggota. Berhubung aliran ini telah menyimpang jauh dari ajaran Islam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits serta menimbulkan keresahan masyarakat, maka
Kejaksaan Agung melalui Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. 089/DA/10/1971 tertanggal
29 Oktober 1971 telah melarang Gerakan Darul Hadits (Islam Jamaah) di seluruh Indonesia.
Kemudian pada tanggal 20 Agustus 1979 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi DKI
Jakarta mengeluarkan fatwa bahwa Islam Jamaah adalah aliran sesat.
Demikian juga Aliran Tariqat Al-Arqam (Daarul Arqam) yang didirikan oleh Abuya
Syeh Ashari Muhammad di Kuala Lumpur Malaysia pada tahun 1968. Aliran ini mempunyai
faham, bahwa guru besar mereka almarhum Syeh Muhammad Suhaimi pernah bertemu
langsung dengan Rasulullah SAW. di dalam Ka’bah dalam keadaan sadar, bukan mimpi.
Dalam pertemuan tersebut, Rasulullah SAW. memberikan tuntunan hidup, mengajarkan
bacaan-bacaan aurad (dzikir) dan tata cara membacanya kepada Syeh Suhaimi yang
kemudian dibukukan dalam sebuah buku yang diberi judul “Aurad Muhammadiah”. Buku
tersebut juga berisi cerita-cerita tentang peristiwa-peristiwa aneh yang dialami oleh Syeh
Suhaimi yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang wali Allah yang memiliki karamah
(keramat). Seperti cerita sewaktu Syeh Suhaimi berlindung di dalam gua, tiba-tiba ada suara
yang memanggil-manggil “Hai Muhammad bangunlah”; ketika Syeh Suhaimi berada di
tengah laut pernah ditolong oleh ikan besar; Syeh Suhaimi juga bisa berada dalam dua tempat
(Singapura dan Mekkah) dalam waktu yang bersamaan, dan sebagainya.
Para pengikut aliran ini jug meyakini, bahwa Syeh Suhaimi yang lahir di Kecamatan
Sudagaran Wonosobo Jawa Tengah pada tahun 1259 H/ 1838 M, dan secara dlahir telah
wafat pada tahun 1925 M adalah Imam Mahdi yang sedang gaib dan akan muncul kembali.
Mereka juga meyakini, bahwa pemimpin mereka Abuya Ashari Muhammad adalah orang
suci sehingga dapat melakukan komunikasi langsung dengan Nabi Muhammad SAW.
Menurut Mahatir Muhammad, para pengikut Abuya Ashari Muhammad mirip dengan para
pengikut Branch Davidian pimpinan David Koresh di Waco Amerika Serikat. Dengan alasan
bahwa Al-Arqam telah melakukan penyimpangan aqidah, maka pda tanggal 5 Agustus 1995,
pemerintah Malaysia mengeluarkan keputusan tentang pelarangan (pengharaman) gerakan
Daarul Arqam atau Al-Arqam. Hal ini diikuti oleh kesepakatan para Menteri Agama se-
ASEAN yang mengadakan pertemuan di Langkawi Malaysia pada tanggal 5-6 Agustus 1995
untuk merumuskan sikap pelarangan bersama terhadap Al-Arqam. Aliran ini telah
berkembang di seluruh ASEAN, bahkan menyebar ke berbagai kawasan seperti Pakistan,
Kazaktan, dan Azerbaijan, Cina, Amerika, dan Eropa.
Di kalangan masyarakat Islam Indonesia, kedua aliran tersebut dinilai sebagai aliran
sempalan karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bersikap eksklusif dan merasa hanya kelompoknya saja yang paling benar, sehingga
menganggap kelompok lain salah dan tersesat.
2. Menerapkan disiplin yang sangat ketat dan kesetiaan yang mutlak kepada pemimpin
kelompok atau aliran
3. Mengkultuskan pimpinan atau imam
4. Membuat lembaga pernikahan sendiri dan melecehkan lembaga pernikahan resmi
5. Anti kemapanan, baik terhadap pemerintah yang sah maupun terhadap organisasi-organisasi
Islam yang ada
Keempat, terjadinya perubahan sosial yang sangat drastis di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:
1. Meningkatnya kebutuhan hidup. Kalau pada masyarakat agraris tradisional, manusia sudah
merasa cukup apabila telah tercukupi kebutuhan primernya seperti sandang, pangan, dan
papan, maka pada masyarakat modern, kebutuhan primer tersebut berubah menjadi prestise
yang bersifat sekunder. Akibatnya, kehidupan orang-orang modern lebih banyak digunakan
untuk mengejar materi dan prestise. Segala upay akan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhannya tadi sehingga terkadang harus melanggar norma-norma yang ada seperti
korupsi, kolusi, dan manipulasi dengan mengorbankan orang lain. Semua ini akan membawa
mereka kepada hidup seperti mesin yang tidak mengenal istirahat. Akibat lebih lanjut adalah
timbulnya kegelisahan (anxiety) yang tidak jelas ujung pangkalnya sehingga menghilangkan
rasa bahagia dalam hidup.
2. Timbulnya rasa individualis dan egois. Karena kebutuhn sekunder meningkat, maka
berkembanglah rasa asing dn terlepas dari ikatan sosial. Orang lebih memikirkan diri sendiri
dari pada orang lain. Urusan orang lain tidak lagi menjadi perhatiannya sehingga mereka
akan merasa kesepian dalam hidup ini. Semua hubungn dengan orang lain didasarkan pada
kepentingan, bahkan motif profit (motif keuntungan), bukan hubungan persaudaraan yang
didasarkan pada rasa kasih sayang dan saling mencintai. Seperti hubungn bawahan dengan
atasan, dosen dengan mahasiswa dan sebagainya.
3. Persaingan dalam hidup. Berangkat dari danya kebutuhan yang meningkat, yang membawa
manusia modern kepada sikap mementingkan diri sendiri, maka terjadilah persaingan dalam
hidup. Persaingan itu didorong oleh prestise yang tinggi sehingga terjadilah hal-hal yang
tidak sehat, seperti memfitnah orang lain, menjatuhkn teman atau menyengsarakannya,
bahkan menjerumuskannya ke penjara dan membunuhnya semata-mata untuk meraih
keuntungan pribadi. Akibatnya, kehidupan sosial menjadi berantakan dan persahabatan
berubah menjadi permusuhan.