Materi pai kelas_7

12
I. PENGERTIAN SHOLAT JAMA' Shalat yang digabungkan, yaitu mengumpulkan dua shalat fardhu yang dilaksanakan dalam satu waktu. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur atau pada waktu Ashar. Shalat Maghrib dan Isya‟ dilaksanakan pada waktu Maghrib atau pada waktu Isya‟. Sedangkan Subuh tetap pada waktunya dan tidak boleh digabungkan dengan shalat lain. Shalat Jama' ini boleh dilaksankan karena bebrapa alasan (halangan) berikut ini : a. Dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat b. Apabila turun hujan lebat c. Karena sakit dan takut d. Jarak yang ditempuh cukup jauh, yakni kurang lebihnya 81 km (begitulah yang disepakati oleh sebagian Imam Madzhab sebagaimana disebutkan dalam kitab AL- Fikih, Ala al Madzhabhib al Arba‟ah, sebagaimana pendapat para ulama madzhab Maliki, Syafi‟i dan Hambali). Tetapi sebagian ulama lagi berpendapat bahwa jarak perjalanan (musafir) itu sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau dua marhalah, yaitu 16 (enam belas) Farsah, sama dengan 138 (seratus tiga puluh delapan) km. Menjama‟ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya, baik musafir atau bukan dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi dilakukan ketika diperlukan saja. (lihat Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/308-310 dan Fiqhus Sunnah 1/316-317). Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa qashar shalat hanya disebabkan oleh safar (bepergian) dan tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak safar. Adapun jama‟ shalat disebabkan adanya keperluan dan uzur. Apabila seseorang membutuhkannya (adanya suatu keperluan) maka dibolehkan baginya melakukan jama‟ shalat dalam suatu perjalanan jarak jauh maupun dekat, demikian pula jama‟ shalat juga disebabkan hujan atau sejenisnya, juga bagi seorang yang sedang sakit atau sejenisnya atau sebab-sebab lainnya karena tujuan dari itu semua adalah mengangkat kesulitan yang dihadapi umatnya.” (Majmu‟ al Fatawa juz XXII hal 293). Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama‟ shalatnya adalah musafir ketika masih dalam perjalanan dan belum sampai di tempat tujuan (HR. Bukhari, Muslim), turunnya hujan (HR. Muslim, Ibnu Majah dll), dan

Transcript of Materi pai kelas_7

Page 1: Materi pai kelas_7

I. PENGERTIAN SHOLAT JAMA'

Shalat yang digabungkan, yaitu mengumpulkan dua shalat fardhu yang

dilaksanakan dalam satu waktu. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada

waktu Dzuhur atau pada waktu Ashar. Shalat Maghrib dan Isya‟ dilaksanakan pada

waktu Maghrib atau pada waktu Isya‟.

Sedangkan Subuh tetap pada waktunya dan tidak boleh digabungkan dengan

shalat lain. Shalat Jama' ini boleh dilaksankan karena bebrapa alasan (halangan)

berikut ini :

a. Dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat

b. Apabila turun hujan lebat

c. Karena sakit dan takut

d. Jarak yang ditempuh cukup jauh, yakni kurang lebihnya 81 km (begitulah yang

disepakati oleh sebagian Imam Madzhab sebagaimana disebutkan dalam kitab AL-

Fikih, Ala al Madzhabhib al Arba‟ah, sebagaimana pendapat para ulama madzhab

Maliki, Syafi‟i dan Hambali).

Tetapi sebagian ulama lagi berpendapat bahwa jarak perjalanan (musafir) itu

sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau dua marhalah, yaitu 16 (enam

belas) Farsah, sama dengan 138 (seratus tiga puluh delapan) km.

Menjama‟ shalat boleh dilakukan oleh siapa saja yang memerlukannya, baik

musafir atau bukan dan tidak boleh dilakukan terus menerus tanpa udzur, jadi

dilakukan ketika diperlukan saja. (lihat Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/308-310 dan

Fiqhus Sunnah 1/316-317).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa qashar shalat hanya

disebabkan oleh safar (bepergian) dan tidak diperbolehkan bagi orang yang tidak

safar. Adapun jama‟ shalat disebabkan adanya keperluan dan uzur. Apabila seseorang

membutuhkannya (adanya suatu keperluan) maka dibolehkan baginya melakukan

jama‟ shalat dalam suatu perjalanan jarak jauh maupun dekat, demikian pula jama‟

shalat juga disebabkan hujan atau sejenisnya, juga bagi seorang yang sedang sakit

atau sejenisnya atau sebab-sebab lainnya karena tujuan dari itu semua adalah

mengangkat kesulitan yang dihadapi umatnya.” (Majmu‟ al Fatawa juz XXII hal 293).

Termasuk udzur yang membolehkan seseorang untuk menjama‟ shalatnya

adalah musafir ketika masih dalam perjalanan dan belum sampai di tempat

tujuan (HR. Bukhari, Muslim), turunnya hujan (HR. Muslim, Ibnu Majah dll), dan

Page 2: Materi pai kelas_7

orang sakit. (Taudhihul Ahkam, Al Bassam 2/310, Al Wajiz, Abdul Adhim bin

Badawi Al Khalafi 139-141, Fiqhus Sunnah 1/313-317).

Berkata Imam Nawawi Rahimahullah : ”Sebagian Imam (ulama) berpendapat

bahwa seorang yang mukim boleh menjama‟ shalatnya apabila diperlukan asalkan

tidak dijadikan sebagai kebiasaan.” (lihat Syarah Muslim, imam Nawawi 5/219 dan

Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz 141).

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata, bahwasanya Rasulullah

Shalallahu „Alaihi Wassalam menjama‟ antara Dhuhur dengan Ashar dan antara

Maghrib dengan Isya‟ di Madinah tanpa sebab takut dan safar (dalam riwayat lain;

tanpa sebab takut dan hujan). Ketika ditanya hal itu kepada Ibnu Abbas beliau

menjawab : ”Bahwa Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wassalam tidak ingin

memberatkan umatnya.” (HR.Muslim dll. Lihat Sahihul Jami‟ 1070).

Shalat Jama' Dapat Dilaksanakan dengan 2 (dua) Cara :

1. Jama' Taqdim (Jama' yang didahulukan) yaitu menjama' 2 (dua) shalat dan

melaksanakannya pada waktu shalat yang pertama. Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar

dilaksanakan pada waktu Dzuhur atau shalat Maghrib dan Isya‟ dilaksanakan pada waktu

Maghrib.

Syarat Sah Jama' Taqdim :

a. Berniat menjama' shalat kedua pada shalat pertama

b. Mendahulukan shalat pertama, baru disusul shalat kedua

c. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk,

iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting

d. Niat jama' yang dibarengkan dengan Takbiratul Ihram shalat yang pertama, misalnya

Dhuhur.

2. Jama' Ta’khir (Jamak yang diakhirkan), yaitu menjamak 2 (dua) shalat dan

melaksanakannya pada waktu shalat yang kedua. Misalnya, shalat Dzuhur dan Ashar

dilaksanakan pada waktu Ashar atau shalat Maghrib dan shalat Isya‟ dilaksanakan pada

waktu shalat Isya‟.

Syarat Sah Jama' Ta‟khir :

Page 3: Materi pai kelas_7

a. Niat (melafazhkan pada shalat pertama) yaitu : ”Aku ta‟khirkan shalat Dzuhurku diwaktu

Ashar.”

b. Berurutan, artinya tidak diselingi dengan perbuatan atau perkataan lain, kecuali duduk,

iqomat atau sesuatu keperluan yang sangat penting.

Catatan :

Dalam Jama' ta‟khir tidak disyaratkan mendahulukan shalat pertama atau shalat kedua.

Misalnya shalat Dzuhur dan Ashar boleh mendahulukan Ashar baru Dzuhur atau

sebaliknya. Muadz bin Jabal menerangkan bahwasanya Nabi SAW dipeperangan

Tabuk, apabila telah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau kumpulkan antara

Dzuhur dan Ashar dan apabila beliau ta‟khirkan shalat Ashar. Dalam shalat Maghrib begitu

juga, jika terbenam matahari sebelum berangkat, Nabi SAW mengumpulkan Maghrib dengan

Isya‟ jika beliau berangkat sebelum terbenam matahari beliau ta‟khirkan Maghrib sehingga

beliau singgah (berhenti) untuk Isya‟ kemudian beliau menjama'kan antara keduanya.

HUKUM MENJAMA’ SHOLAT JUM’AT DENGAN ASHAR

Tidak diperbolehkan menjama‟ antara shalat Jum‟at dengan shalat Ashar dengan alasan

apapun baik musafir, orang sakit, turun hujan atau ada keperluan lain. Walaupun dia adalah

orang yang diperbolehkan menjama‟ antara Dhuhur dengan Ashar.

Hal ini disebabkan tidak adanya dalil tentang menjama‟ antara Jum‟at dan Ashar, dan yang

ada adalah menjama‟ antara Dhuhur dan Ashar dan antara Maghrib dan Isya‟. Jum‟at tidak

bisa diqiyaskan dengan Dhuhur karena sangat banyak perbedaan antara keduanya. Ibadah

harus dengan dasar dan dalil, apabila ada yang mengatakan boleh maka silahkan dia

menyebutkan dasar dan dalilnya dan dia tidak akan mendapatkannya karena tidak ada satu

dalilpun dalam hal ini.

Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wassalam bersabda : “Barangsiapa membuat perkara baru

dalam urusan kami ini (dalam agama) yang bukan dari padanya (tidak berdasar) maka

tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain : “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah kami

(tidak ada ajarannya) maka amalannya tertolak.” (HR.Muslim).

Page 4: Materi pai kelas_7

Jadi kembali pada hukum asal, yaitu wajib mendirikan shalat pada waktunya masing-masing

kecuali apabila ada dalil yang membolehkan untuk menjama‟ dengan shalat lain.(Lihat

Majmu‟ Fatawa Syaihk Utsaimin 15/369-378).

HUKUM MUSAFIR SHALAT DIBELAKANG MUKIM

Shalat berjama‟ah adalah wajib bagi orang mukim ataupun musafir, apabila seorang musafir

shalat dibelakang imam yang mukim maka dia mengikuti shalat imam tersebut yaitu 4

raka‟at, namun apabila ia shalat bersama-sama musafir maka shalatnya di qashar (dua

raka‟at). Hal ini didasarkan atas riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma.

Berkata Musa bin Salamah : Suatu ketika kami di Makkah (musafir) bersama Ibnu Abbas,

lalu aku bertanya :”Kami melakukan shalat 4 raka‟at apabila bersama kamu (penduduk

Makkah), dan apabila kami kembali ke tempat kami (bersama-sama musafir) maka kami

shalat dua raka‟at?” Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma menjawab: “Itu adalah sunnahnya

Abul Qasim (Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wassalam).” (Riwayat Imam Ahmad dengan

sanad shahih. Lihat Irwa‟ul Ghalil no 571 dan Tamamul Minnah, Syaikh AL ALbani 317).

HUKUM MUSAFIR MENJADI IMAM MUKIM

Apabila musafir dijadikan sebagai imam orang-orang mukim dan dia meng-qashar shalatnya

maka hendaklah orang-orang yang mukim meneruskan shalat mereka sampai selesai (4

raka‟at), namun agar tidak terjadi kebingungan hendaklah imam yang musafir memberi tahu

makmumnya bahwa dia shalat qashar dan hendaklah mereka (makmum yang mukim)

meneruskan shalat mereka sendiri-sendiri dan tidak mengikuti salam setelah dia (imam)

salam dari dua raka‟at. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wassalam

ketika berada di Makkah (musafir) dan menjadi imam penduduk Makkah, beliau Shalallahu

„Alaihi Wassalam berkata : “Sempurnakanlah shalatmu (4 raka‟at) wahai penduduk Makkah!

Karena kami adalah musafir.” (HR. Abu Dawud). Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wassalam

shalat dua-dua (qashar) dan mereka meneruskan sampai empat raka‟at setelah beliau

salam. (lihat Al Majmu Syarah Muhadzdzab 4/178 dan Majmu‟ Fatawa Syaikh Utsaimin

15/269).

Apabila imam yang musafir tersebut khawatir membingungkan makmumnya dan dia shalat 4

raka‟at (tidak meng-qashar) maka tidaklah mengapa karena hukum qashar adalah sunnah

mu‟akkadah dan bukan wajib. (lihat Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah bin Abdir Rahman

Al Bassam 2/294-295).

Page 5: Materi pai kelas_7

HUKUM SHALAT JUM’AT BAGI MUSAFIR

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada shalat jum‟at bagi musafir, namun apabila

musafir tersebut tinggal disuatu daerah yang diadakan shalat Jum‟at maka wajib atasnya

untuk mengikuti shalat Jum‟at bersama mereka. Ini adalah pendapat imam Malik, imam

Syafi‟i, Ats Tsauriy, Ishaq, Abu Tsaur, dll. (lihat AL Mughni, Ibnu Qudamah 3/216, Al

Majmu‟ Syar Muhadzdzab, Imam Nawawi 4/247-248, lihat pula Majmu‟ Fatawa Syaikh

Utsaimin 15/370).

Dalilnya adalah bahwasanya Nabi Muhammad SAW apabila safar (bepergian) tidak shalat

jum‟at dalam safarnya, juga ketika haji wada‟, beliau SAW tidak melaksanakan shalat Jum‟at

dan menggantinya dengan shalat Dhuhur yang dijama‟ dengan Ashar. (lihat Hajjatun Nabi

SAW Kama Rawaaha Anhu Jabir, karya Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani hal

73). Demikian pula para Khulafaur Rasyidin (4 khalifah) Radhiallahu Anhum dan para

sahabat lainnya serta orang-orang yang setelah mereka, apabila safar tidak shalat Jum‟at dan

menggantinya dengan Dhuhur. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

Dari Al Hasan Al Basri, dari Abdur Rahman bin Samurah berkata : “Aku tinggal bersama dia

(Al Hasan Al Basri) di Kabul selama dua tahun meng-qashar shalat dan tidak shalat Jum‟at.”

Sahabat Anas Radhiallahu Anhu tinggal di Naisabur selama satu atau dua tahun, beliau tidak

melaksanakan shalat Jum‟at.

Ibnul Mundzir Rahimahullahu menyebutkan bahwa ini adalah Ijma‟ (kesepakatan para

ulama) yang berdasar hadist shahih dalam hal ini sehingga tidak diperbolehkan

menyelisihinya. (lihat Al Mughni, Ibnu Qudamah 3/216).

II. PENGERTIAN SHOLAT QASHAR

Shalat yang diringkas, yaitu shalat fardhu yang 4 (empat) rakat (Dzuhur, Ashar dan Isya‟)

dijadikan 2 (dua) rakaat, masing-masing dilaksanakan tetap pada waktunya. Sebagaimana

menjamak shalat, meng-qashar shalat hukumnya sunnah. Dan ini

merupakan rushah (keringanan) dari Allah SWT bagi orang-orang yang memenuhi

persyaratan tertentu.

Page 6: Materi pai kelas_7

Syarat Meng-qashar :

1. Bepergian yang bukan untuk tujuan maksiat

2. Jauh perjalanan minimal 88,5 km

3. Shalat yang di-qashar adalah ada' (bukan qadla') yang empat rakaat.

4. Tidak boleh bermakmum pada orang yang shalat sempurna (tidak di-qashar).

Perhatikan Hadist Nabi SAW :

”Rasulullah SAW tidak bepergian, melainkan mengerjakan shalat dua raka‟at saja sehingga

beliau kembali dari perjalanannya dan bahwasanya beliau telah bermukim di Mekkah di masa

Fathul Mekkah selama delapan belas malam, beliau mengerjakan shalat dengan para

Jama‟ah dua raka‟at kecuali shalat Maghrib. Kemudian bersabda Rasulullah SAW : ”Wahai

penduduk Mekkah, bershalatlah kamu sekalian dua raka‟at lagi, kami adalah orang-orang

yang dalam perjalanan.” (HR. Abu Daud).

Sedangkan Cara Melaksanakan Shalat Qashar :

1. Niat shalat qashar ketika takbiratul ihram.

2. Mengerjakan shalat yang empat rakaat dilaksanakan dua rakaat kemudian salam.

Firman Allah SWT :

”Bila kamu mengadakan perjalanan dimuka bumi, tidaklah kamu berdosa jika kamu

memendekkan shalat...” (QS. An-Nisa: 101).

Nabi SAW bersabda :

”Dari Ibnu Abbas R.A. ia berkata : ”Shalat itu difardhu-kan atau diwajibkan atas lidah

Nabimu didalam hadlar (mukim) empat rakaat, didalam safar (perjalanan) dua rakaat dan

didalam khauf (keadaan takut/perang) satu rakaat.” (HR. Muslim).

JARAK DIPERBOLEHKAN MENG-QASHAR SHOLAT

Qashar hanya boleh dilakukan oleh Musafir baik safar dekat atau safar jauh, karena

tidak ada dalil yang membatasi jarak tertentu dalam hal ini, jadi seseorang yang bepergian

boleh melakukan qashar apabila bepergiannya bisa disebut safar menurut pengertian

umumnya. sebagian ulama memberikan batasan dengan safar yang lebih dari 80 km agar

tidak terjadi kebingungan dan tidak rancu, namun pendapat ini tidak berdasarkan dalil shahih

yang jelas. (lihat Al Muhalla, Ibnu Hazm 21/5, Zaadul Ma‟ad, Ibnul Qayyim 1/481, Fiqhua

Page 7: Materi pai kelas_7

Sunnah, Sayyid Sabiq 1/307-308, As Shalah, Prof. Dr. Abdullah Ath Thayyar 160-161, Al

Wajiz, Abdul Adhim Al Khalafi 138).

Apabila terjadi kerancuan dan kebingungan dalam menentukan jarak atau batasan

diperbolehkannya meng-qashar shalat maka tidak mengapa kita mengikuti pendapat yang

menentukan jarak dan batasan tersebut-yaitu sekitar 80 atau 90 Km, karena pendapat ini juga

merupakan pendapat para Imam dan Ulama yang layak ber-ijtihad. (lihat Majmu‟ Fatawa

Syaikh Utsaimin 15/265).

Seorang musafir diperbolehkan meng-qashar shalatnya apabila telah meninggalkan kampung

halamannya sampai dia pulang kembali ke rumahnya. (Al Wajiz, Abdul „Adhim Al Khalafi

138).

Berkata Ibnu Mundzir : “Aku tidak mengetahui (satu dalil-pun) bahwa Rasulullah Shalallahu

„Alaihi Wassalam meng-qashar dalam safarnya melainkan setelah keluar (meninggalkan)

kota Madinah.”

Berkata Anas Radhiallahu „Anhu : “Aku shalat bersama Rasulullah Shalallahu „Alaihi

Wassalam di kota Madinah 4 raka‟at dan di Dzul Hulaifah (luar kota Madinah) dua

raka‟at.” (HR. Bukhari, Muslim dll).

III. SYARAT DAN KETENTUAN SHOLAT JAMAK QOSHOR

Salah satu rukhsah/keringanan yang Allah berikan kepada umat muslim adalah

adanya kebolehan mengqashar (meringkas) shalat yang terdiri dari empat rakaat menjadi dua

rakaat serta menjamak shalat dalam dua waktu dikerjkan dalam satu waktu.

Beberapa Ketentuan Sholat Qashar :

1. Kebolehan qashar shalat hanya berlaku bagi musafir/orang dalam perjalanan yang jarak

perjalanan yang ditempuh dipastikan mencapai 2 marhalah; 16 parsakh atau 48 mil.

Dalam menentukan berapa kadar 2 marhalah terjadi perbedaan pendapat yang tajam

dikalangan para ulama. Sebagian kalangan berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 138,24

km (ini berdasarkan analisa atas pendapat bahwa 1 mil 6.000 zira` san satu zira` 48 cm)

Page 8: Materi pai kelas_7

Pendapat lain berkesimpulan bahwa 2 marhalah adalah 86,4 km, pendapat ini berdasarkan

kepada pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Abdil Bar bahwa kadar 1 mil adalah 3.500 zira`. 1

Zira` 48 cm. Selain itu ada juga beberapa pandangan yang lain.

Shafar/perjalanan yang dibolehkan qashar shalat adalah

Safar/perjalanan yang hukumnya mubah, sedangkan safar dengan tujuan untuk berbuat

maksiat (ma`shiah bis safr) misalnya perjalanan dengan tujuan merampok, berjudi dll)

tidak dibolehkan untuk mengqashar shalat. Baru dikatakan safar maksiat (ma`shiah bis

safr) bila tujuan dari perjalanannya memang untuk berbuat maksiat, sedangkan bila tujuan

dasar perjalanannya adalah hal yang mubah namun dalam perjalanan ia melakukan

maksiat (ma`shiat fis safr) maka safar yang demikian tidak dinamakan safar maksiat

sehingga tetap berlaku baginya rukhsah qashar shalat dan rukhsah yag lain selama dalam

perjalanan tersebut.

Perjalanannya tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga seorang yang

berjalan tanpa arah tujuan yang jelas tidak dibolehkan qashar shalat.

Perjalanan tersebut memiliki maksud yang saheh dalam agama seperti berniaga dll.

2. Telah melewati batasan daerahnya. Sedangkan apabila ia belum keluar dari kampungnya

sendiri maka tidak dibolehkan baginya untuk jamak.

3. Mengetahui boleh qashar

Seseorang yang melaksanakan qashar shalat sedangkan ia tidak mengetahui hal tersebut

boleh maka shalatnya tidak sah.

Ketiga ketentuan diatas juga berlaku pada jamak shalat dalam safar/perjalanan.

4. Shalat yang boleh diqashar hanya shalat 4 rakaat yang wajib pada asalnya. Adapun shalat

sunat atau shalat yang wajib dengan sebab nazar tidak boleh diqashar. Sedangkan shalat luput

boleh diqashar bila shalat tersebut tertinggal dalam safar/perjalanan yang membolehkan

qashar, sedangkan shalat yang luput sebelum safar bila diqadha dalam masa safar maka tidak

boleh diqashar. Demikian juga sebaliknya shalat yang luput dalam masa safar bila diqadha

dalam masa telah habis safar maka tidak boleh diqashar.[1]

Page 9: Materi pai kelas_7

5. Wajib berniat qashar ketika takbiratul ihram. Contoh lafadh niatnya adalah:

اصلى فرض الظهر مقصورة

“saya shalat fardhu dhuhur yang diqasharkan”

Bila ia berniat qashar setelah takbiratul iharam maka tidak dibolehkan untuk qashar shalat.

6. Tidak mengikuti orang yang mengerjakan shalat secara sempurna (4 rakaat) walaupun

hanya sebentar. Bila ia sempat mengikuti imam yang mengerjkan shalat secara sempurna

maka shalatnya mesti dilakukan secara sempurna pula (4 rakaat).

7. Tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan niatnya mengqashar shalat, misalnya

timbul niat dalam hatinya untuk mengerjkan shalat secara sempurna( 4 rakaat) atau timbul

keragu-raguan dalam hatinya setelah ia berniat qashar apakah sebaiknya ia mengerjakan

shalat secara sempurna atau ia qashar saja. Bila timbul hal demikian maka shalatnya wajib

disempurnakan (4 rakaat). Demikian juga wajib mengerjakan shalat secara sempurna bila

timbul karagu-raguan dalam hatinya tentang niatnya apakah qashar ataupun shalat sempurna,

walaupun dalam waktu cepat ia segera teringat bahwa niatnya adalah qashar.

8. Selama dalam shalat ia harus masih berstatus sebagai musafir.

Apabila dalam shalatnya hilang statusnya sebagai musafir misalnya karena kendaraan yang ia

tumpangi telah sampai ke daerah tujuannya, atau ia berniat bermukim didaerah tersebut maka

shalatnya tersebut wajib disempurnakan.

Shalat Jamak

Ada dua macam shalat jamak, jamak taqdim dan jamak ta`khir. Jamak taqdim adalah

mengerjakan kedua shalat dalam waktu pertama, misalnya shalat ashar dikerjakan dalam

waktu dhuhur, atau shalat isya dikerjakan dalam waktu maghrib. Sedangkan Jamak ta`khir

adalah sebaliknya yaitu mengerjakan kedua shalat yang dijamak dalam waktu kedua,

misalnya shalat dhuhur dikerjakan bersamaan dengan Ashar dalam waktu Ashar dan shalat

maghrib dikerjakan bersamaan dengan Isya dalam waktu Isya.

Dari beberapa syarat dan ketentuan shalat jamak ada ketentuan umum yang berlaku bagi

jamak taqdim dan takhir dan ada pula beberapa ketentuan khusus bagi jamak taqdim saja atau

bagi jamak takhir saja.

Ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku umum baik kepada jamak takhir dan kepada jamak

taqdim adalah:

Page 10: Materi pai kelas_7

1. Jamak bagi musafir dibolehkan apabila jarak perjalanannya mencapai dua marhalah

dengan ketentuan sebagaimana pada pembahasan masalah qashar shalat (ketentuan

no. 1, no. 2 dan no. 3 pada qashar juga berlaku pada jamak)

2. Shalat yang boleh dijamak adalah shalat dhuhur dengan ashar dan shalat maghrib

dengan Isya, kedua shalat tersebut juga boleh diqashar beserta jamak.

Adapun Beberapa Ketentuan Khusus Bagi Jamak Taqdim :

1. Niat jamak pada shalat pertama.Dalam shalat jamak taqdim, misalnya mengerjakan

shalat dhuhur bersama ashar, ketika dalam shalat dhuhur wajib meniatkan bahwa

shalat ashar dijamak dengan shalat dhuhur. Niat ini tidak diwajibkan harus dalam

takbiratul ihram, tetapi boleh kapan saja selama masih dalam shalat bahkan boleh

bersamaan dengan salam shalat dhuhur tersebut.

2. Tertib, dalam mengerjakan shalat jamak taqdim harus terlebih dahulu dikerjakan

shalat yang awal, misalnya dalam jamak dhuhur dengan Ashar harus terlebih dahulu

dikerjakan dhuhur.

3. Masih berstatus sebagai musafir hingga memulai shalat yang kedua

4. Meyakini sah shalat yang pertama.

5. Beriringan, antara kedua shalat tersebut harus dikerjakan secara beriringan. Kadar

yang menjadi pemisah antara dua shalat tersebut adalah minimal kadar dua rakaat

shalat yang ringan. Bila setelah shalat pertama diselangi waktu yang lebih dari kadar

dua rakaat shalat ringan maka tidak dibolehkan lagi untuk menjamak shalat tersebut

tetapi shalat kedua harus dikerjakan pada waktunya yang asli.

Bila ingin melaksakan shalat sunat rawatib maka terlebih dahulu shalat sunat qabliah dhuhur

(misalnya menjamak maghrib dengan Isya) selanjutnya shalat fardhu Maghrib dan Isya

kemudian shalat sunat ba`diyah Maghrib kemudian Qabliah Isya dan Ba`diyah Isya.

Ketentuan Khusus pada Jamak Ta'khir :

1. Niat jamak takhir dalam waktu shalat yang pertama. Dalam jamak takhir ketika kita

amsih berada dalam waktu shalat pertama kita harus mengkasadkan bahwa shalat

waktu tersebut akan kita jamak ke waktu selanjutnya. Batasan waktu shalat pertama

yang dibolehkan untuk diqasadkan jamak adalah selama masih ada waktu kadar satu

rakaat shalat.

Page 11: Materi pai kelas_7

2. Masih berstatus sebagai musafir hingga akhir shalat yang kedua.

Pada jamak takhir tidak disyaratkan harus tertib (boleh mengerjakan shalat dhuhur dulu atau

ashar dulu pada masalah menjamak dhuhur dalam waktu ashar) serta tidak wajib

beriringan/wila`, sehingga setelah mengerjakan shalat pertama boleh saja diselangi beberapa

waktu kemudian baru shalat yang kedua.

Referensi :

Fathul Mu`in dan Hasyiah I`anatuth Thalibin jilid 2 hal 98-104 Cet. Tohaputra

Tanwir Qulub hal 172-175 cet. Hidayah

Sayyid Bakry Syatha, Hasyiah I`anatuth Thalibin, jilid 2 hal 99 Cet. Toha putra

SAMPAI KAPAN MUSAFIR BOLEH MENJAMAK QASHAR SHALAT

Para ulama berbeda pendapat tentang batasan waktu sampai kapan seseorang dikatakan

sebagai musafir dan diperbolehkan meng-qashar (meringkas) shalat. Jumhur (sebagian besar)

ulama yang termasuk didalamnya imam empat : Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hambali

Rahimahumullah berpendapat bahwa ada batasan waktu tertentu.

Al-Malikiyah & Al-Syafiiyah (3 Hari)

Dalil yang digunakan ialah apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahih-nya

bahwa Nabi saw menjadikan bagi para Muhajirin 3 hari untuk rukhshoh setelah mereka

menunaikan hajinya.

رِل ِل َه مَه ُم َه َه ٍث َه ْل َه الصَّص َهرِل ِل َه َّص َه هَه اِل لْل ُم لِل

"Untuk para muhajirin itu bermukim 3 hari di Mekkah setelah Shodr (menunaikan manasik)"

(HR Muslim)

Imam Syafi'i dalam kitabnya Al-Umm (1/215) menjelaskan maksud hadits ini, beliau

katakan:

"mukimnya Muhajir di Mekkah itu 3 hari batasnya (sebagai musafir), maka jika melebihi itu,

ia telah bermukim di Mekkah (jadi mukim yang tidak bisa dapat rukhshoh)"

Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam fathul-Baari (7/267) mengatakan bahwa istinbath

hukum dari hadits Nabi tersebut adalah bahwa seorang musafir jika berniat singgah/tinggal di

kota tujuan kurang dari 3 hari, ia masih berstatus sebagai musafir yang boleh jama' dan

qashar sholat. Akan tetapi jika melebihi itu, tidak lagi disebut sebagai musafir.

Page 12: Materi pai kelas_7

IV. NIAT DAN TATA CARA SHOLAT JAMA’ QHASAR

Adakalanya kita mengadakan perjalanan jauh atau berpergian yang membutuhkan waktu

perjalanan yang panjang, misalnya naik pesawat terbang, kapal laut, karyawisata,

mengunjungi kakek dan nenek di kampung halaman atau keperluan lainnya. Hal itu

menyebabkan kita sering menjumpai kesulitan untuk melakukan ibadah sholat. Padahal

sholat merupakan kewajiban umat Islam yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan

apapun juga. Kasih sayang Allah SWT kepada umat Islam sedemikian besar dengan cara

memberikan rukhsah dalam melaksanakan sholat dengan cara jamak dan qasar dengan syarat-

syarat tertentu. Apa sajakah itu? Mari kita pelajari materi berikut ini.

Orang yang sedang bepergian itu dibolehkan memendekkan shalat atau meringkas shalat

yang jumlah shalatnya empat raka‟at menjadi dua raka‟at (shalat qashar). Dibolehkan pula

mengumpulkan shalat dalam satu waktu, shalat Dhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan

Isya‟ (shalat jama‟). Sedangkan shalat Subuh tidak bisa diqoshor maupun dijama‟ tapi untuk

shalat Maghrib bisa dijama‟ dan tidak bisa diqoshor.

Men-jama' shalat ada 2. Bila dilakukan waktu shalat yang awal (misalnya Dhuhur dan Ashar

dilakukan pada waktu Dhuhur), maka dinamakan jama' takdim dan bila dilakukan pada waktu

yang kedua (seperti Dhuhur dan Ashar dilakukan pada waktu ashar) maka disebut jama'

ta'khir.