Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

48
PETUNJUK UMUM PEMBELAJARAN Program pembelajaran disusun dalam bentuk 1 modul. Modul ini terdiri dari 2 bagian yaitu Petunjuk Umum dan Kegiatan Belajar. Kegiatan belajar terdiri dari : kegiatan belajar 1-4, topik, tujuan umum pembelajaran, tujuan khusus pembelajaran, uraian dan contoh, latihan, rangkuman, tes formatif, unpan balik dan tindak lanjut, referensi dan kunci jawaban. Setiap kegiatan belajar di tulis kompetensi dan sub kompetensi, diuraikan petunjuk belajar, kegiatan dan latihan yang akan dilakukan, dan dilengkapi dengan rangkuman. Setelah semua kegiatan dilakukan dan rangkuman telah dibaca, maka mahasiswa dapat mengerjakan tes formatif yang telah disediakan. Mahasiswa harus mengikuti urutan kegiatan yang harus dilakukan. Setelah tes formatif selesai dikerjakan mahasiswa, pekerjaan diperiksa sendiri dengan menggunakan kunci jawaban. Jika memenuhi syarat maka mahasiswa dapat pindah ke kegiatan belajar lain, jika tidak maka mahasiswa mengulangi lagi bagian-bagian yang belum dikuasai.

Transcript of Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

Page 1: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

PETUNJUK UMUM PEMBELAJARAN

Program pembelajaran disusun dalam bentuk 1 modul. Modul ini terdiri dari 2

bagian yaitu Petunjuk Umum dan Kegiatan Belajar. Kegiatan belajar terdiri dari :

kegiatan belajar 1-4, topik, tujuan umum pembelajaran, tujuan khusus pembelajaran,

uraian dan contoh, latihan, rangkuman, tes formatif, unpan balik dan tindak lanjut,

referensi dan kunci jawaban. Setiap kegiatan belajar di tulis kompetensi dan sub

kompetensi, diuraikan petunjuk belajar, kegiatan dan latihan yang akan dilakukan,

dan dilengkapi dengan rangkuman. Setelah semua kegiatan dilakukan dan

rangkuman telah dibaca, maka mahasiswa dapat mengerjakan tes formatif yang telah

disediakan. Mahasiswa harus mengikuti urutan kegiatan yang harus dilakukan.

Setelah tes formatif selesai dikerjakan mahasiswa, pekerjaan diperiksa sendiri dengan

menggunakan kunci jawaban. Jika memenuhi syarat maka mahasiswa dapat pindah

ke kegiatan belajar lain, jika tidak maka mahasiswa mengulangi lagi bagian-bagian

yang belum dikuasai.

Page 2: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

KEGIATAN BELAJAR

A. Kegiatan Belajar 1

PRESIPITASI

1. Tujuan Umum Pembelajaran

Mahasiswa diharapkan dapat memahami dengan benar proses terjadinya presipitasi.

2. Tujuan Khusus Pembelajaran

1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian presipitasi

2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses terjadinya presipitasi

3. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan antara presipitasi orografis, frontal dan

konvektif

4. Mahasiswa dapat menjelaskan bentuk-bentuk presipitasi

5. Mahasiswa dapat menjelaskan cara mengukur presipitasi.

Page 3: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

PRESIPITASI

A. Mekanisme Presipitasi

Presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi

dan terjadi dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah

hujan serta salju di daerah beriklim sedang (C. Asdak).

Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi di

suatu DAS. Terbentuknya ekologi dan tata guna lahan di suatu daerah sebagian besar

ditentukan atau tergantung pada fungsi daur hidrologi dan dengan demikian

presipitasi merupakan kendala sekaligus kesempatan dalam usaha pengelolaan

sumber daya tanah dan air.

Proses terjadinya presipitasi diawali ketika sejumlah uap air di atmosfer

bergerak ketempat yang lebih tinggi oleh adanya tekanan uap air. Uap air bergerak

dari tempat dengan tekanan uap air lebih besar ke tempat dengan tekanan uap air

yang lebih kecil. Uap air yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi tersebut pada

ketinggian tertentu akan mengalami kejenuhan dan apabila hal ini diikuti dengan

terjadinya kondensasi maka uap air tersebut akan berubah bentuk menjadi butiran air

hujan.

Udara di atmosfer mengalami proses pendinginan melalui beberapa cara

antara lain oleh adanya pertemuan antara dua massa udara dengan suhu yang berbeda

atau oleh sentuhan antara massa udara dengan suhu yang berbeda atau sentuhan

antara massa udara dengan obyek atau benda dingin. Secara ringkas dan sederhana,

terjadinya hujan terutama karena adanya perpindahan massa air basah ke tempat yang

lebih tinggi sebagai respon adanya beda tekanan antara dua tempat yang berbeda

ketinggiannya. Di tempat tersebut, karena adanya akumulasi uap air pada suhu yang

rendah maka terjadilah proses kondensasi dan pada gilirannya massa air basah

tersebut jatuh sebagai air hujan. Namun demikian, mekanisme berlangsungnya hujan

melibatkan tiga faktor utama. Dengan kata lain, akan terjadi hujan apabila

berlangsung 3 kejadian sebagai berikut :

Page 4: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

1. kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer

menjadi jenuh.

2. Terjadi kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer.

3. Partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk

kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut (sebagai hujan) karena gaya

gravitasi.

B. Tipe-Tipe Hujan

Bentuk atau tipe presipitasi dapat dibagi berdasarkan atas dasar genetiknya (asal mula

proses presipitasi dan berdasarkan bentuk presipitasi.

Klasifikasi Genetik

Klasifikasi ini didasarkan atas asal mula dari proses terbentuknya sampai terjadi

presipitasi. Proses terjadinya presipitasi ini melalui tahapan-tahapan sampai proses

turunjunya presipitasi. Berdasarkan genetiknya di bedakan atas:

1. Hujan konvektif (convectional storms), tipe hujan ini disebabkan oleh adanya

beda panas yang diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh

lapisan udara diatas permukaan tanah tersebut. Adara yang mengalami

pemanasan dipermukaan tanah naik keatas dan mengalami kondensasi.

Presipitasi konvektif mempunyai cirri berlangsung singkat (jarang melebihi 1

jam) tapi berintensitas sangat tinggi. Presipitasi total bias berjumlah 8-10 cm.

Udara panas

awanawan

Page 5: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

Gambar 3. Pendinginan konvektif

2. Hujan Frontal (frontal/cyclonic storms), tipe hujan yang umumnya disebabkan

oleh bergulungnya dua massa udara yang berbeda suhu dan kelembaban.

Hujan frontal dapat dibedakan menjadi hujan frontal dingin dan hangat. Hujan

frontal dingin biasanya mempunyai kemiringan permukaan frontal yang besar

dan menyebabkan gerakan massa udara ketempat yang lebih tinggi, lebih

cepat sehingga bentuk hujan yang dihasilkan adalah hujan lebat dalam waktu

yang singkat. Sebaiknya pada hujan frontal hangat, kemiringan permukaan

frontal tidak terlalu besar sehingga gerakan massa udara ketempat yang lebih

tinggi dapat dilakukan dengan perlahan-lahan. Hujan yang dihasilkannya

adalah hujan yang tidak terlalu lebat dan berlangung dalam waktu yang lama.

permukaah terputus

timur

hujan

udara dingin

permukaan terputus

panas

muka dingin muka panas

Gambar 2. Pendinginan frontal

3. Hujan Orografik (Orographic storms), jenis hujan yang umumnya terjadi

didaerah pegunungan, yaitu ketika massa udara bergerak ketempat yang lebih

tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi proses

awan

Page 6: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

kondensasi. Sebagian besar presipitasi jatuh pada sisi lereng arah datangnya

angina. Sedangkan sisi lereng akan menerima hujan yang lebih sedikit, karena

sebagian jatuh pada lereng yang searah dengan datangnya massa udara.

Daerah sisi lereng yang menerima hujan sedikit disebut daerah bayangan

hujan.

Arah angin turun

Arah angin naik

Udara panas

Gunung

Laut

Gambar 3. Orografik

Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsoon yang ditimbulkan oleh

adanya sel tekanan (udara) tinggi dan sel tekanan (udara) rendah di daratan Asia dan

Australia secara bergantian. Dalam bulan desember, januari dan februari, dibelahan

bumi utara terjadi musim dingin, akibatnya tedapat sel tekanan tinggi di daratan Asia.

Sementara di belahan bumi selatan pada waktu itu berlangsung musim panas,

sehingga terdapat sel tekanan tinggi di daratan Australia. Karena adanya perbedaan

tekanan udara di kedua daratan tersebut maka pada periode desember, januari dan

februari bertiup angin dari sel takanan tinggi di Asia menuju sel takanan rendah di

Australia. Angin ini sering disebut Monsun Barat. Pada bulan juni, juli, agustus,

sebaliknya terdapat sel takanan rendah di daratan Asia dan sel takanan tinggi di

Page 7: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

daratan Australia yang mengakibatkan timbulnya Monsun Timur atau Monsun

Tenggara.

Dalam peiode transisi antara Monsun Barat dan Monsun Timur (maret, april,

mei) dan transisi antara Monsun Barat dan Monsun Timur (september, oktober,

november) pada umunya arah angin berubah-ubah dan kecepatan angin biasanya

berkurang. Periode transisi ini biasanya disebut Musim Pancaroba.

C. Faktor yang Mempengaruhi Hujan

Salah satu fungsi utama kelembaban udara adalah sebagai pelindung

permukaan bumi. Kelembaban udara dapat menurunkan suhu dengan cara menyerap

atau memantulkan sekurang-kurangnya setengah radiasi matahari gelombang pendek

yang menuju ke permukaan bumi. Ia juga membantu menahan keluarnya radiasi

matahari gelombang panjang dari permukaan bumi pada waktu siang dan malam hari.

Sejalan dengan meningkatnya suhu udara, meningkat pula kapasitas udara

dalam menampung uap air. Sebaliknya, ketika udara bertambah dingin, gumpalan

awan menjadi bertambah besar dan pada gilirannya akan jatuh sebagai air hujan.

Dalam mempelajari besarnya kandungan air di dalam udara, dikenal dua unsur

kelembaban udara. Kelembaban spesifik dan kelembaban absolut. Kelembaban

spesifik adalah banyaknya uap air (dalam gram) yang terdapat di dalam 1 kg udara

basah (gr/kg). Sedangkan kelembaban absolut adalah perbandingan massa uap air

dengan volume udara total (gr/m3).

Perbedaan kedua jenis kelembaban tersebut adalah bahwa pada kelembaban

spesifik perubahan tekanan udara tidak akan mempengaruhi besar kecilnya

kelembaban. Sebaliknya pada kelembaban absolut perubahan tekanan udara akan

memberikan pengaruh pada angka kelembaban di tempat tersebut. Kerapatan udara

kering pada permukaan laut biasanya sekitar 1,28 gr/m3. sedang kelembaban absolut

pada permukaan laut umumnya kurang dari 0,005 gr/m3. Dengan demikian lapisan

atmosfer mengandung air kurang dari 0,5%.

Page 8: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

Energi Matahari

Seperti telah disebutkan di muka bahwa energi matahari adalah “mesin” yang

mempertahankan berlangsungnya daur hidrologi. Ia juga bersifat mempengaruhi

terjadinya perubahan iklim. Pada umumnya besarnya energi matahari mencapai

permukaan bumi adalah 0,5 langley/menit. Namun demikian, besarnya energi

matahari bersih yang diterima permukaan bumi bervariasi tergantung pada letak

geografis dan kondisi permukaan bumi. Permukaan bumi bersalju sebagai contoh,

mampu merefleksikan 80% dari radiasi matahari. Sementara permukaan bumi dengan

jenis tanah berwarna gelap dapat menyerap 90% (Wanielista, 1990). Adanya

perbedaan keadaan geografis tersebut mendorong terjadinya gerakan udara di

atmosfer, dan dengan demikian, juga berfungsi dalam penyebaran energi matahari.

Energi matahari bersifat memproduksi gerakan massa udara di atmosfer dan di atas

lautan. Energi ini merupakan sumber tenaga untuk terjadinya proses evaporasi dan

transpirasi. Evaporasi berlangsung pada permukaan badan perairan sedangkan

transpirasi adalah kehilangan air dari dalam vegetasi. Energi matahari mendorong

terjadinya daur hidrologi melalui proses radiasi. Sementara penyebaran kembali

energi matahari dilakukan melalui proses konduksi dari daratan dan konveksi yang

berlangsung di dalam badan air dan atmosfer.

Konduksi adalah suatu proses transportasi udara antara dua lapisan (udara)

yang berdekatan apabila suhu kedua lapisan tersebut berbeda. Untuk konduktifitas

termal. Besarnya laju pindah panas adalah sebagai berikut (Rosemberg et al. 1985)

qx = KT {(ΔT)/x)

qx = laju pindah persatuan luas (cal/cm2-dt)

KT = angka tetapan konduktivitas termal pada kedudukan konstan

(cal/cm2-dt)

ΔT = beda suhu (0C)

X = jarak (cm)

Page 9: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

Angin

Angin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan atmosfer atau udara nisbi

terhadap permukaan bumi. Parameter tentang angin yang biasanya dikaji adalah arah

dan kecepatan angin. Kecepatan angin penting karena dapat menentukan besarnya

kehilangan air melalui proses evapotranspirasi dan mempengaruhi kejadian-kejadian

hujan. Untuk terjadinya hujan diperlukan adanya gerakan udara lembab yang

berlangsung terus-menerus. Dalam hal ini, gerakan udara (angin”) berfungsi sebagai

tenaga penggerak terjadinya gerakan udara lembab tersebut. Peralatan yang

digunakan untuk menentukan besarnya kecepatan angin dinamakan anemometer.

Apabila dunia tidak berputar pada porosnya. Pola angin yang terjadi semata-

mata ditentukan oleh siklus termal. Angin akan bertiup ke arah katulistiwa sebagai

udara hangat dan udara yang mempunyai berat lebih ringan akan naik ke atas dan

digantikan oleh udara padat yang lebih dingin. Oleh adanya perputaran bumi pada

porosnya massa udara (frontal) akan bergerak dari barat ke timur. Energi matahari

dan rotasi bumi saling berkaitan dalam sirkulasi termal. Apabila ada dua massa udara

dengan dua suhu yang berbeda bertemu, maka akan terjadi hujan di batas antara dua

massa udara tersebut.

Dalam satu hari, kecepatan dan arah angin dapat berubah-rubah. Perubahan

ini seringkali disebabkan oleh adanya beda suhu antara daratan dan lautan. Angin

umumnya bertiup dari bidang permukaan lebih dingin ke bidang permukaan yang

lebih hangat. Pada siang hari di bulan kemarau arah angin cenderung bertiup dari

lautan ke arah daratan yang lebih hangat. Pegunungan juga mempunyai pengaruh

terhadap perubahan arah angin oleh adanya proses pemanasan di salah satu sisi

pegunungan tersebut dan dengan demikian akan menyebabkan beda suhu antara satu

punggung gunung dengan lainnya. Adanya beda suhu tersebut menyebabkan

terjadinya perubahan arah angin. Proses kehilangan panas oleh adanya padang pasir

daerah beraspal dan daerah dengan banyak bangunan juga dapat menyebabkan

terjadinya perubahan arah angin. Antara dua tempat yang tekanan atmosfernya

berbeda ada gaya yang arahnya dan tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan

Page 10: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

rendah. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa arah horizontal gerak atmosfer

terhadap permukaan bumi disebabkan oleh satu atau gabungan dari gaya gradient

tekanan gaya Coriolis dan gaya gesekan. Penjelasan lebih terinci tentang sifat dan

mekanisme gaya-gaya penggerak atmosfer tersebut dapat dilihat, antara lain dalam

buku “Metereologi” oleh Prawirowardoyo (1996).

Suhu Udara

Suhu mempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan transpirasi.

Suhu juga dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memperkirakan dan

menjelaskan kejadian dan penyebaran air di muka bumi. Dengan demikian, adalah

penting untuk mengetahui bagaimana cara menentukan besarnya suhu udara.

Pengukuran besarnya suhu memerlukan pertimbangan-pertimbangan sirkulasi

udara dan bentuk-bentuk permukaan alat ukur suhu udara tersebut. Satuan untuk suhu

umumnya diekspresikan dalam derajat Celsius (0C) dan Fahrenheit (0F) atau dalam

skala-skala absolut. Suhu harian rata-rata diwujudkan dalam bentuk interval dari data

suhu yang dikumpulkan. Untuk mendapatkan angka suhu harian rata-rata rumus

berikut ini dapat dimanfaatkan.

Tave = suhu harian rata-rata (0C)

Ti = suhu udara per jam (0C)

D. Pengukuran Presipitasi

Tujuan utama setiap metode pengukuran presipitasi adalah untuk

mendapatkan contoh yang benar-benar mewakili curah hujan di seluruh kawasan

tempat pengukuran dilakukan WMO (World Meteorological Office), 1997. Karena

itu di dalam memasang suatu penakar presipitasi haruslah dijamin bahwa :

1. Percikan tetesan hujan ke dalam dan ke luar penampung harus di cegah

2. Kehilangan air dari reservoir oleh penguapan haruslah seminimal mungkin

Page 11: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

3. Jika ada, salju haruslah melebur

Tentunya, pemajanan penakar hujan adalah sangat penting untuk pengukuran

yang benar-benar mewakili. Beberapa persyaratan disajikan di bawah:

1. Untuk memperkecil pengaruh turbelensi angin (Larson dan Peck, 1974),

tinggi penakar harus dipertahankan seminimal mungkin. Sebaliknya, penakar

hujan harus ditetapkan cukup tinggi, agar tidak tertutup oleh salju. Penakar

hujan setinggi tanah harus dilindungi dari gangguan hewan. Untuk

perbandingan pengukuran semua penakar hujan dalam suatu jaringan haruslah

ditempatkan pada tinggi yang sama.

2. Bilamana mungkin, mulut penakar haruslah parallel dengan permukaan tanah.

Pada daerah yang berbukit, dimana penakar kerap kali harus ditempatkan di

atas bukit, ketelitian tangkapan penakar yang baku dapat ditingkatkan dengan

memiringkannya tegak lurus permukaan tanah (lihat Storey dan Hamilton,

1943) atau dengan menggunakan penakar hujan stereo (Storey dan Hamilton,

1943 dan Sevruk, 1974). Namun, lokasi pada suatu kemiringan lereng

umumnya harus dihindari.

3. Suatu lokasi yang terlindung dari kekuatan penuh angin harus dipilih. Akan

tetapi, abyek di sekitarnya tidak boleh lebih dekat dengan penakar yang

melebihi suatu jarak yang sama dengan “n” kali (pada umumnya n = 4; di Itali

n = 10 dan di negeri Belanda n = 2) tinggi penakar hujan. Suatu cara alternatif

adalah dengan membangun pariasi angin di sekitar penakar.

Pemilihan suatu tipe penakar hujan tertentu dan lokasinya di suatu tempat

tergantung pada beberapa faktor diantaranya:

1. Dapat dipercaya (ketelitian pengukuran)

2. Tipe data yang diperlukan (menit, harian dan lain-lain)

3. Tipe presipitasi yang akan diukur (adanya salju, tebalnya salju)

4. Dapat diperbandingkan dengan penakar hujan lain yang ada

5. Biaya instalasi dan perawatannya

6. Intensitas perawatan

Page 12: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

7. Mudahnya perawatan (deteksi kebocoran)

8. Gangguan oleh hewan atau manusia

Sesudah suatu tipe penakar hujan dipilih, maka langkah selanjutnya adalah

memutuskan jumlah minimum penakar yang dibutuhkan untuk suatu kawasan.

Pengajuan ini tergantung pada maksud tujuan penelitian, posisi geografis kawasan

tersebut (aspek iklim mikro seperti pengaruh orografi), dan urbanisasi kawasan

tersebut (Gray, 1973).

E. Perhitungan Presipitasi

Para pakar hidrologi dalam melaksanakan pekerjaannya seringkali

memerlukan informasi besarnya volume presipitasi rata-rata untuk suatu daerah

tangkapan air atau daerah aliran sungai. Untuk mendapatkan data curah hujan yang

dapat mewakili daerah tangkapan air tersebut diperlukan alat penakar hujan dalam

jumlah yang cukup. Dengan semakin banyaknya alat-alat penakar hujan yang

dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya variasi hujan di tempat

tersebut dan juga besarnya presipitasi rata-rata yang akan menunjukkan besarnya

presipitasi yang terjadi di daerah tersebut.

Sistem jaringan kerja dari sejumlah alat penakar hujan akan mewakili

sejumlah titik-titik pengamatan besarnya atau ketebalan curah hujan di daerah

tersebut. Dalam menentukan besarnya presipitasi (rata-rata) di suatu daerah aliran

sungai dengan memanfaatkan system jaringan kerja dari alat-alat penakar hujan

(bagaimanapun baiknya pengaturan sample yang dilakukan), tetap saja akan terjadi

kesalahan yang berkaitan dengan sifat acak alamiah dari kejadian-kejadian hujan

(Wiesner, 1970). Ketelitian hasil pengukuran presipitasi akan tergantung pada

veriabilitas spasial curah hujan. Dengan demikian diperlukan lebih banyak lagi alat-

alat penakar hujan, terutama di daerah dengan kemiringan lereng besar dan daerah-

daerah yang banyak menerima tipe curah hujan lebat (thunderstorm) dibandingkan

tipe curah hujan frontal (Hutchinson, 1970; Browning, 1987).

Page 13: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

Secara umum, ketelitian hasil pengukuran presipitasi akan meningkat dengan

meningkatnya jumlah alat penakar hujan yang digunakan. Tetapi, tingkat kerapatan

alat penakar hujan yang tinggi seringkali sulit mengaturnya di lapangan, disamping

mahal biayanya. Cara penyelesaian yang merupakan kompromi antara keterbatasan

jumlah alat penakar hujan yang digunakan dengan hasil ketelitian tetap memadai

adalah dengan membuat klasifikasi antara lain: klasifikasi tentang karakteristik

topografi seperti ketinggian tempat, kemiringan lereng, dll. Sebagai contoh, apabila

pengukuran besarnya presipitasi di suatu daerah dimaksudkan untuk penelitian air

larian, maka strategi penempatan alat penakar hujan lebih diprioritaskan pada tempat-

tempat yang dianggap sebagai sumber air larian. Dengan pendekatan yang sama hal

tersebut dilakukan untuk pengukuran curah hujan untuk penelitian erosi atau

sedimentasi. Dengan cara penempatan alat penakar hujan yang disesuaikan dengan

keperluan pengukuran, maka jumlah alat penakar hujan diperlukan di lapangan dapat

dikurangi tanpa mengorbankan tingkat ketelitian yang diinginkan.

Untuk menghitung curah hujan harian, bulanan, dan tahunan di suatu sub-

DAS/DAS, umumnya digunakan dua cara perhitungan, yaitu :

(1) Rata-rata aritmatik

(2) Teknik poligon (thiessen poligon)

Prosedur perhitungan curah hujan tahunan rata-rata cara Aritmatik

Prosedur perhitungan curah hujan tahunan rata-rata metoda aritmatik mengacu

pada lokiasi dan jumlah stasiun penakar hujan di sub-DAS Citarik, Jawa Barat.

Stasiun penakar hujan Curah hujan tahunan (mm)

1. Ujung berung 1545,5

2. Selacau 1728,9

3. Tanjung sari 2158,6

4. Derwati 1521,1

5. Bajong salam 1816,8

6. Ciparay 2087,8

Page 14: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

7. Cicalengka 1607,8

8. Cipaku/paseh 1927,5

Curah hujan tahunan rata-rata sub-DAS Citarik adalah:

(1545,5 + 1728,9 + 2158,6 + …….+1927,5)/8 =1799,3 mm.

Catatan:

Alat-alat penakar hujan sebaiknya berada dalam daerah tangkapan air

yang diamati, namun demikian, alat penakar di luar daerah tangkapan air

dapat dimanfaatkan sepanjang mewakili atau berada tidak jauh dari daerah

pengamatan.

Teknik rata-rata aritmatik dapat memberikan hasil pengukuran curah

hujan yg memadai apabila: 1) lokasi alat penakar hujan di daerah

tangkapan air penyebaran merata, dan 2) daerah kajian relative seragam,

terutama dalam hal ketinggian sehingga variasi curah hujan tidak terlalu

besar.

Prosedur perhitungan curah hujan-rata-rata cara Poligon (Thiessen Poligon)

Teknik poligon dilakukan dengan cara menghubungkan satu alat penakar

hujan dengan lainnya menggunakan garis lurus. Pada peta daerah tangkapan air untuk

masing-masing alat penakar hujan, daerah tersebut dibagi menjadi beberapa poligon

(jarak garis pembagi dua penakar hujan yang berdekatan lebih sama).

Hasil pengukuran pada setiap alat penakar hujan terlebih dahulu diberi bobot

(weighing) dengan menggunakan bagian-bagian wilayah dari total daerah tangkapan

air yang diwakili oleh alat penakar hujan masing-masing lokasi, kemudian

dijumlahkan. Daerah poligon, a1, untuk masing-masing alat penakar hujan dihitung

dengan menggunakan planimeter atau menggunakan teknik dot grid. Curah hujan

tahunan rata-rata di daerah tersebut diperoleh dari persamaan di bawah ini.

(R1 a1 / A) + (R2 a2 / A) + …… + (Ra aa / A) (26)

R1, R2 …… Ra adalah curah hunan untuk masing-masing alat penakar

hujan (mm).

a1, a2 ……. aa adalah luas untuk masing-masing daerah poligon (ha).

Page 15: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

A adalah luas total daerah tangkapan air (ha).

Cara perhitungan curah hujan tahunan rata-rata sub-DAS Citarik

menggunakan 8 alat penakar hujan yang terdiri atas 5 penakar curah hujan di dalam

wilayah sub DAS Citarik dan 3 alat penakar hujan lainnya berada di luar sub-DAS

Citarik.

Bilangan pecahan a1/A disebut angka tetapan Thiessen. Sekali tetapan ini

ditentukan, maka besarnya curah hujan daerah yang bersangkutan dapat ditentukan

dengan cepat berdasarkan data pengamatan dari masing-masing alat penakar hujan

yang digunakan. Seandainya oleh suatu hal ada data hilang dari satu lokasi

pengamatan, jalan termudah yang dapat ditempuh untuk mengatasi hal terseut adalah

dengan memperkirakan data yang hilang tersebut dan tetap menggunakan angka

tetapan yang sama. Contoh perhitungan curah hujan menggunakan metoda poligon

dapat dilihat pada Tabel 2.1

Stasiun Penakar Hujan

Curah Hujan (mm)

(1)

Luas Poligon

(ha) (2)

Persentase1

dari luas total (%) (3)

Weighed2

Faktor

(4)

Weighed3

Curah Hujan (mm)

Ujung BerungSelacu Tanjung SariDerwatiBojong SalamSiparayCicalengkaCipaku/Paseh

1545,51728,92158,61521,11816,82087,81607,81927,5

7863,88036,32201,24691,09430,02972,5

12033,84123,8

15,315,64,39,1

18,45,8

23,48,0

0,1530,1560,0430.0910,1840,0580,2340,080

236,5269,792,8

138,4334,3121,1376,2154,2

Total 14394,0 51352,4 100,0 1723,2

Catatan :1l (2)/(51352,4) l x 1002(3)/1003(1) x (4)

Page 16: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa besarnya curah hujan tahunan rata-rata

menurut metoda poligon adalah 1723,2 masing-masing, sedikit lebih kecil dari pada

angka curah hujan rata-rata yang diperoleh dengan metode aritmatik (1799,3 mm).

Dari cara perhitungannya, dapat dikatakan bahwa metoda poligon menghasilkan

angka curah hujan tahunan rata-rata yang lebih akurat.

Teknik poligon termasuk memadai guna menentukan curah hujan suatu

daerah, namun demikian hasil yang baik akan ditentukan daerah pengamatan ia tidak

cocok penakar hujan yang tinggi (Shaw, 1985). Teknik ketiga dalam pengukuran

curah hujan adalah teknik isohet (isohyet). Teknik ini dipandang paling baik, tapi

bersifat subyektif dan tergantung pada keahlian, pengalaman, dan pengetahuan

pemakai terhadap sifat curah hujan di daerah setempat.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa cara isohet lebih teliti cara

perhitungannya memerlukan banyak waktu karena garis isohet yang baru perlu

ditentukan untuk setiap curah hujan. Metoda isohet terutama berguna untuk

mempelajari pengaruh curah hujan terhadap perilaku aliran air sungai terutama di

daerah dengan tipe curah hujan omografik. Pada beberapa kasus, besarnya curah

hujan di suatu tempat dapat diperkirakan dari ketinggian tempat tersebut. Hal ini

terutama lazim terjadi di daerah dengan tipe curah hujan orografik. Di daerah ini,

interval garis kontur dapat digunakan untuk membantu memperkirakan posisi garis-

garis dengan curah hujan yang sama besarnya (isohet). Setelah penentuan garis

isohet, kemudian dapat dihitung besarnya curah hujan rata-rata untuk masing-masing

fraksi isohet, dan dengan demikian, dapat diperkirakan besarnya curah hujan rata-rata

untuk seluruh DAS. Tampak bahwa teknik isohet mempunyai persyaratan yang lebih

rumit dibandingkan metoda aritmatik atau poligon, oleh karenanya, apabila

persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka metoda aritmatik, dan terutama metoda

poligon lebih diutamakan.

Ketepatan dalam memperkirakan besarnya curah hujan rata-rata untuk suatu

daerah tergantung pada kerapatan jaringan stasiun pencatat hujan dan tipe serta

ukuran hujan. Di daerah gurun dengan badai hujan local (localized thunderstorms),

Page 17: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

sangat sulit untuk menentukan besarnya curah hujan rata-rata di tempat tersebut

dibandingkan dengan daerah dengan curah hujan yang bersifat siklon (cyclonic

storms). Jaringan alat pencatat hujan yang terletak terpencar tidak mewakili daerah

pengamatan cenderung menghasilkan jumlah dan intensitas hujan lebih kecil dari

yang seharusnya. Hal yang sama terjadi juga pada pengambilan data hujan untuk

waktu yang terlalu singkat. Apabila data hujan yang kurang memadai ini dipakai

sebagai data dasar perancangan program konservasi tanah dan air serta pembuatan

bangunan konservasi kainnya, maka rancangan yang dihasilkan juga menjadi lebih

kecil dari pada angka yang seharusnya (underestimate).

2.2.4 Intensitas dan Lama Waktu Hujan

Intensitas hujan adalah jumlah hujan persatuan waktu. Untuk mendapatkan

nilai intensitas hujan disuatu tempat maka alat penakar hujan yang digunakan harus

mampu mencatat besarnya volume hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan

sampai hujan tersebut berhenti. Dalam hal ini, alat penakar hujan yang dapat

dimanfaatkan adalah alat penakar hujan otomatis. Alat penakar hujan standar juga

asal waktu selama hujan tersebut berlangsung diketahui (dapat dilakukan dengan

menandai waktu berlangsungnya dan berakhirnya hujan dengan jam dinding

misalnya.)

Intensitas hujan atau ketebalan hujan persatuan waktu lazimya dilaporkan

dalam satuan millimeter per jam. Stasiun pengukur Cuaca Otomatis dilengkapi

dengan alat penakar hujan yang dapat mencatat data intensitas hujan secara continu.

Data intensitas hujan tersebut umumya dalam bentuk tabular atau grafik (hytograph).

Cara lain untuk menentukan besarnya intensitas curah hujan adalah dengan

menggunakan teknik interval waktu yang berbeda. Intensitas dari grafik curah hujan

yang dihasilkan secara otomatis (harian atau bulanan). Dan intensitas hujan biasanya

dimanfaatkan untuk perhitungan-perhitungan perkiraan besarnya erosi, debit puncak

(banjir), perencanaan drainase, dan bangunan air lainnya. Data intensitas hujan

(kejadian hujan tunggal) juga dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya

Page 18: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan perubahan tataguna lahan dalam skala besar

terhadap kemungkinan perubahan karakteristik hidrologi. Para pakar geomorfologi

memerlukan data intensitas hujan karena proses pembentukan tanah dari bahan induk

(batuan) berlangsung pada saat terjadinya hujan dengan intensitas tertentu setiap

tahun.

Lama waktu hujan adalah lama waktu berlangsungnya hujan, dalam hal ini

dapat mewakili total curah hujan dalam periode hujan yang singkat dari curah hujan

yang relatif seragam. Cara untuk menentukan besarnya intensitas hujan adalah

dengan memanfaatkan data pengukuran hujan yang dihasilkan oleh alat penakar

hujan.

Selain intensitas dan lama waktu hujan, informasi tentang kecepatan jatuhnya

hujan juga penting untuk diketahui. Kecepatan curah hujan dapat diartikan sebagai

kecepatan jatuhnya air hujan dan dalam hal ini dipengaruhi oleh besarnya intensitas

hujan. Informasi tentang kecepatan air hujan untuk mencapai permukaan tanah adalah

penting dalam proses erosi dan sedimentasi. Kecepatan tergantung pada bentuk dan

ukuran diameter air hujan. Ketika kecepatan menjadi kecil dengan kecepatan jatuh

lebih lambat. Ukuran diameter, kecepatan jatuhnya air, dan intensitas hujan

berhubungan suatu dengan lamanya.

Dengan memahami keterkaitan hubungan antara ukuran diameter, kecepatan

jatuhnya butiran-butiran air hujan dan intensitas hujan, misalnya terjadinya erosi,

terutama erosi percikan, dapat lebih dimengerti, dan dengan demikian, dapat

diupayakan tindakan pencegahan yang memadai.

2.3 Analisis Data Presitasi

Ada beberapa aspek data presitasi yang menjadi perhatian khusus para ahli

hidrologi. Data presipitasi yang umum menjadi kajian adalah :

- Jumlah hujan tahunan total untuk luas wilayah tertentu

- Variasi hujan musiman dan tahunan serta realibilitas hujan musiman

Page 19: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

- Perkiraan besarnya curah hujan (presitasi) rata-rata untuk luas wilayah

tertentu atau menentukan pola spasial dan perubahan kejadian hujan tunggal

- Frekuensi kejadian hujan untuk besaran yang berbeda dan untuk mempelajari

karakteristik statisti data presitasi

- Perkiraan besarnya kejadian hujan terbesar untuk suatu wilayah tertentu. Hal

terakhir inilah dalam bidang hidrologi sering dikenal dengan istilah

kemungkinan presipitasi maksimum (probable maximum precipitation, PMP).

Kemungkinan presitasi maksimum (PMP) secara teoritis dapat didefenisikan

sebagai “ketebalan hujan maksimum untuk lama waktu tertentu yang secara fisik

mungkin terjadi dengan suatu wilayah aliran dalam kurun waktu tertentu” (American

Metereological Society, 1959). Kata “kemungkinan” dimaksudkan untuk menekankan

bahwa karena di proses fisik yang berlangsung di atmosfer kurang begitu dimengerti

dan adanya keterbatasan data iklim maka menjadi tidak mungkin untuk menentukan

besarnya presitasi maksimum dengan ketelitian yang tinggi. Namun demikian, hal ini

tidak dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat tertentu dari probabilitas statistika

atau periode ulang.

Ada beberapa teknik untuk memperkirakan besarnya PMP. Weisner (1970),

berdasarkan kajian literatur yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa pada

prinsipnya ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperkirakan besarnya

PMP. Pertama, dengan cara maksimisasi dan transposisi kejadian-kejadian hujan

(atau model kejadian hujan) dan kedua, dengan cara analisis statistika untuk data

kejadian hujan ekterm. Teknik maksimisasi melibatkan perkiraan batas maksimum

konsentrasi kelembaban di udara yang mengalir ke dalam atmosfer di atas suatu DAS.

Pada batas maksimum tersebut, hembusan angin akan membawa serta udara lembab

ke atmosfer di atas DAS yang bersangkutan dan batas maksimum fraksi dari aliran

uap air yang akan menjadi air hujan. Perkiraan besarnya PMP di daerah dengan tipe

hujan orografik terbatas biasanya dilakukan dengan cara maksimisasi dan transposisi

kejadian hujan yang sesungguhnya. Sementara di daerah dengan pengaruh hujan

Page 20: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

orografik kuat, kejadian hujan yang dihasilkan dari simulasi model lebih banyak

dimanfaatkan untuk prosedur maksimisasi untuk kejadian hujan jangka panjang yang

meliputi wilayah yang luas (Weisner, 1970).

Dari hasil analisis curah hujan maksimum tahunan yang berasal dari ribuan

stasiun penakar hujan. Herhfield (1965) mengajukan rumus umum untuk analisis data

curah hujan ekstrem yang dikembangkan oleh Chow (1951) dalam Ward dan

Robinson (1990). Rumus umum tersebut berusaha mengkaitkan antara besarnya PMP

untuk lama waktu hujan tersebut terhadap nilai tengah (X) dan standar deviasi (s)

untuk data hujan terbesar tahunan seperti tersebut di bawah ini :

PMP = X + Ks

Besarnyan parameter K biasanya ditentukan 15, namun demikian, di lapangan

besarnya factor tersebut umumnya bervariasi dari satu tempat ke tempat lain

bergantung pada nilai tengah data hujan maksimum tahunan (X) dan lama waktu

hujan. Teknik ini mempunyai keuntungan dalam hal mudah pemakaiannya dan

didasarkan pada pencatatan data hujan di lapangan. Sedang kekurangannya adalah

seperti halnya analisis statistika lainnya, teknik perkiran PMP dengan cara ini

memerlukan data curah hujan yang berjangka panjang, dan besarnya parameter K

juga ditentukan oleh factor lain selain nilai tengah data hujan maksimum tahunan dan

lama waktu hujan.

Jumlah Presipitasi Total

Jumlah curah hujan total (m3) untuk luas wilayah tertentu adalah ketebalan air

hujan (m) di suatu titik pengamatan dikalikan luas wilayah yang menjadi kajian (m2).

Namun demikian, seringkali wilayah yang menjadi kajian terlalu luas, dan oleh

karenanya, meningkatkan variasi hujan spasial di daerah tersebut. Dalam kasus

seperti ini, cara pengukuran jumlah curah hujan total yang paling memadai adalah

cara isohet (pembuatan garis-garis yang dibentuk oleh titik-titik dengan curah hujan

yang kurang lebih sama). Kemudian, luas wilayah antara dua garis isohet tersebut

dihitung besarnya dengan menggunakan planimeter untuk kemudian dikalikan

Page 21: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

dengan besarnya curah hujan rata-rata di antara dua garis isohet tersebut. Teknik

perhitungan curah hujan total dengan menggunakan cara isohet menguntungkan

karena memungkinkan dipertimbangkannya bentuk bentang lahan dan tipe hujan

yang terjadi sehingga dapat menunjukkan besarnya curah hujan total secara lebih

relistis. Kekurangan cara perhitungan ini lebih merupakan banyaknya waktu yang

diperlukan untuk membuat garis-garis isohet serta menghitung luas antara dia garis

isohet.

Cara lain yang dapat dimanfaatkan untuk menghitung besarnya curah hujan

total serta dianggap lebih mudah dilakukan adalah cara thiessen polygons. Dengan

cara ini, pembuatan gambar polygon hanya dilakukan sekali saja, sementara

perubahan data hujan per titik dapat diproses secara cepat tanpa perlu menghitung

lagi luas per bagian poligon. Metoda poligon adalah cara perhitungan besarnya curah

hujan dengan cara merancang daerah yang akan ditentukan besarnya curah hujan

secara geometric dan dalam hal ini tidak perlu mempertimbangkan bentang lahan atau

tofografi di daerah kajian.

Veriabilitas Presitasi

Veriabilitas curah hujan umumnya dibedakan menjadi veriabilitas yang

berdimensi ruang (spatial) dan waktu (temporal). Tidak sperti yang lazim dijumpai di

daerah beriklim sedang (temperature climate), variabilitas hujan di daerah tropis jauh

lebih besar. Secara umum besarnya curah hujan bervariasi menurut ketinggian tempat

sebagai akibat pengaruh orografik.

Besarnya curah hujan yang turun di daerah tropis umumnya bervariasi dari

tahun ke tahun dan bahkan dari musim ke musim dalam kurun waktu satu tahun.

Dengan adanya variasi besarnya hujan tersebut maka diperlukan data hujan dalam

jangka panjang untuk dapat memperkirakan besarnya nilai tengah curah hujan dan

besarnya frekuensi hujan, yaitu ketika satu besaran hujan tertentu akan datang lagi

pada periode waktu tertentu. Besarnya kejadian hujan berulang (recurrence interval)

Page 22: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

dalam satu serial data pengamatan curah hujan dapat ditentukan dengan rumus

berikut :

T = (n + 1)/m

T = kejadian hujan berulang untuk m pengamatan data hujan

n = jumlah total pengamatan kejadian hujan

m = nomor peringkat untuk pengamatan kejadian hujan tertentu

Prosedur yang harus dilakukan adalah dengan cara menyusun data hujan

(berdasarkan besarnya) secara menurun (decreasing order). Data hujan yang terbesar

diberi nomor peringkat 1 (m=1) dan data hujan terbesar kedua diberi peringkat 2,

demikian seterusnya. Penentuan nomor peringkat ini terus dilakukan sampai setengah

dari jumlah kejadian hujan berulang telah ditentukan. Nilai-nilai yang telah

ditentukan tersebut kemudian diplotkan dengan urutan meningkat (increasing order),

data hujan yang terkecil diberi nomor peringkat m = 1, dan data hujan terkecil kedua

diberi nomor peringkat m = 2 demikian seterusnya. Seluruh data pengamatan tersebut

kemudian diplotkan di atas kertas grafik semi-logaritmik dengan data curah hujan

sebagai ordinat (y) dan nilai kejadian hujan berulang sebagai absis (X). akhirnya,

kurva kejadian hujan berulang sebagai cara menarik garis yang melewati titik-titik

kejadian hujan berulang yang telah di plotkan di atas kertas grafik tersebut di atas.

Untuk memberikan gambaran proses pembuatan kurva kejadian hujan berulang.

Dengan prosedur yang kurang lebih sama, dapat dibuat kurva debit banjir berulang

tahunan, kurva aliran debit kecil berulang tahunan, dan karakteristik hidrologi

lainnya, terutama yang mempunyai veriabilitas cukup besar.

Presipitasi rata-rata daerah tangkapan air

Dalam studi pengembangan sumberdaya air, misalnya studi tentang neraca air,

diperlukan data atau informasi tentang besarnya presipitasi rata-rata di suatu DAS.

Adanya variabilitas spasial curah hujan di suatu tempat mengharuskan penempatan

alat penakar hujan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh perkiraan besarnya

presipitasi rata-rata di daerah kajian yang lebih realistic. Cara yang paling sederhana

Page 23: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

adalah dengan melakukan perhitungan rata-rata aritmatik dari data presitasi yang

diperoleh dari seluruh alat penakar hujan yang digunakan. Cara ini barangkali

dianggap cukup memadai sepanjang digunakan di daerah yang relatif landai dengan

variasi curah hujan yang tidak terlalu besar serta penyebaran alat penakar hujan yang

diusahakan seragam. Keadaan seperti tersebut di atas seringkali tidak banyak

dijumpai sehingga diperlukan cara lain yang lebih memadai.

Metoda prakiraan presipitasi daerah tangkapan hujan yang dianggap lebih

memadai dibandingkan dengan metoda rata-rata aritmatik adalah metoda poligon

(thiessen polygon). Metoda ini telah digunakan secara luas karena dianggap dapat

memberikan data presitasi yang lebih akurat karena pada metoda poligon, setiap

bagian wilayah tangkapan hujan diwakili secara proporsional oleh satu alat penakar

hujan. Besarnya presitasi rata-rata untuk suatu daerah tangkapan merupakan hasil

rata-rata data hujan dari seluruh bagian daerah tangkapan yang diwakili oleh satu data

hujan penakar hujan. Dengan metoda yang bersifat geometric ini, kemungkinan

adanya penurunan ketelitian data curah hujan yang diakibatkan oleh adanya variasi

(spasial) hujan dan sebaran alat penakar hujan dapat dikurangi.

2.4 Data Pengamatan Yang Hilang

Data presitasi seringkali ditemukan dalam keadaan terputus atau tidak

bersambung. Hal ini dapat disebabkan oleh karena alat pencatat hujan tidak berfungsi

untuk periode waktu tertentu atau karena satu dan lain hal stasiun pengamat hujan di

tempat tersebut ditutup untuk sementara waktu. Tidak tercatatnya data hujan pada

saat-saat seperti tersebut di atas dapat dilengkapi dengan memanfaatkan data hujan

dari tempat lain yang berdekatan (masih termasuk dalam satu system jaringan

pengukuran curah hujan). Dengan kata lain, data hujan di tempat tersebut

diperkirakan besarnya dengan menggunakan data hujan dari tempat lain yang

berdekatan tersebut. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memperkirakan

besarnya data presitasin yang tidak terukur pada periode waktu tertentu. Kedua cara

yang dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan curah hujan dari tiga alat penakar

Page 24: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

hujan yang terletak di sekitar data yang hilang tersebut. Lokasi ketiga alat penakar

hujan yang akan digunakan sebagai masukan data haruslah tidak terlalu berjauhan

dan kurang lebih tersebar merata di antara alat penakar hujan yang akan diprakirakan

besarnya. Kedua cara tersebut masing-masing menggunakan masukan data curah

hujan rata-rata tahunan dari ketiga stasiun penakar hujan.

Apabila besarnya perbedan antara curah hujan rata-rata tahunan dari masing-

masing ketiga stasiun penakar hujan tersebut dan curah hujan rata-rata tahunan alat

penakar hujan yang akan diprakirakan kurang dari 10%, maka metoda prakiraan yang

dapat dimanfaatkan adalah sebagai berikut (Wanielista, 1990; Dunne dan Leopold,

1978).

2.5 Konsistensi Data Presitasi

Bagian awal dari cara pengukuran curah hujan telah membicarakan tentang

bentuk-bentuk kesalahan dalam melakukan pengukuran curah hujan. Pemindahan alat

penakar hujan, tertutupnya alat penakar hujan oleh vegetasi atau bentuk penghalang

lainnya dapat mengakibatkan perubahan data curah hujan yang tercatat. Agar data

curah hujan yang kita kumpulkan atau data curah hujan yang tidak konsisten, maka

data curah hujan tersebut perlu “disesuikan” (adjustment) untuk menghilangkan

pengaruh perubahan lokasi alat ukur atau gangguan lainnnya terhadap konsistensi

data hujan yang dihasilkan. Untuk melakukan hal tersebut, maka dapat digunakan

analisis kurva ganda (double mass analysis).

Untuk mengetahui tingkat konsistensi data curah hujan di stasiun A, langkah

pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan curah hujan yang homogen dari

beberapa stasiun pencatat curah hujan di sekitar stasiun A. kemudian curah hujan

total dari keseluruhan stasiun di sekitar lokasi stasiun A tersebut dicari harga rata-rata

tahunannya. Nilai akumulasi rata-rata curah hujan dari stasiun-stasiun tersebut

kemudian diplotkan terhadap akumulasi curah hujan rata-rata tahunan dari stasiun A.

Page 25: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

2.6 Analisis Hubungan Intensitas Durasi Frekuensi Hujan

Dalam rancangan keteknikan, adalah tidak ekonomis merencanakan struktur

desain untuk menghadapi kejadian-kejadian klimatis yang ekstrem (kejadian hujan

terbesar, banjir besar) dengan menempatkannya pada prioritas dan investasi yang

rendah. Para perencana keteknikan air umumnya berusaha mengantisipasi kejadian-

kejadian klimatik ekstrem yang mungkin terjadi tersebut dan mempertimbangkannya

dalam struktur desain yang dibuatnya. Dalam bidang geomorfologi, kejadian hujan

yang sangat besar dapat menjadi penyebab terjadinya tanah longsor atau bentuk

gerakan tanah lainnya. Akan tetapi, pada umumnya, kejadian hujan dengan besaran

yang lebih ringan dirasakan lebih sering terjadi, dan dengan demikian, para spakar

geomorfologi tersebut lebih tertarik dan memberi perhatian lebih pada besaran dan

frekuensi terjadinya kejadian-kejadian hujan tertentu di daerah tersebut. Setelah

berlangsungnya kejadian hujan yang mengakibatkan terjadinya erosi berat di ladang-

ladang pertanian, kerusakan atau perubahan alur-alur sungai, dan kerusakan-

kerusakan lain yang diakibatkan oleh besarnya aliran air dan erosi, yang harus

dilakukan untuk mencegah agar peristiwa tersebut tidak terjadi lagi adalah dengan

mempelajari frekuensi terjadinya kejadian hujan dengan besaran kurang lebih sama

dengan kejadian hujan yang menimbulkan kerusakan tersebut. Apabila kejadian hujan

dengan besaran seperti tersebut dia atas hanya terjadi rata-rata sekali dalam lima ratus

tahun, maka adalah tidak realistis untuk mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk

menanggulangi kejadian yang jarang sekali terjadi tersebut. Oleh karenanya, para

pakar konservasi tanah dan air, pakar geomorfologi dan pakar teknik sipil (basah)

lebih tertarik untuk melakukan analisis frekuensi kejadian klimatik yang ekstrem

pada intensitas dan lama waktu yang berbeda. Untuk memudahkan pemahaman,

tujuan tentang intensitas, lama waktu (durasi) dan frekuensi sebaiknya dilakukan

untuk curah hujan yang diperoleh dari satu stasiun penakar hujan. Perhitungan angka

rata-rata untuk skala DAS misalnya dapat dilakukan kemudian.

Pengalaman yang diperoleh dari daerah tropis menunjukkan bahwa curah

hujan sangat intensif, umumnya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat

Page 26: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

sedangkan presipitasi yang berlangsung cukup lama, pada umumnya tidak terlalu

deras. Dalam hal ini, hubungan yang bersifat kebalikan antara intensitas, lama waktu

dan frekuensi perlu di kuantifisir.

Data dasar yang diperlukan untuk perhitungan atau analisis hubungan

intensitas-durasi-frekuensi hujan yang terdiri atas kejadian hujan terbesar yang terjadi

setiap tahun (misalnya curah hujan terbesar selama lima menit atau enam jam dalam

kurun waktu satu tahun). Pengaturan atau pengelompokan seperti ini dinamakan

serial hujan maksimum tahunan (annual maksimum series). Sama halnya dengan

kurva normal, adalah mungkin untuk menarik garis linear untuk sebaran angka-angka

ekstrem pada kertas probabilitas khusus yang disebut kertas Gumbel atau kertas

angka ekstrem. Untuk menunjukkan permasalahan rancang bangun dalam kaitannya

dengan besarnya curah hujan misalnya, biasanya perhatian lebih banyak ditujukan

kepada besarnya kementakan (probabilitas) untuk berlangsungnya kejadian (hujan)

yang lebih besar daripada besaran kejadian tertentu.

Frekuensi kejadian-kejadian hidrologi dapat dijelaskan dengan menggunakan

besarnya angka periode ulang. Ekstrapolasi dengan menggunakan kurva hubungan

intensitas-durasi-frekuensis curah hujan seringkali dilakukan dengan analisis data

hidrologi. Tingkat kesalahan akibat ekstrapolasi ini cukup besar apabila kurva

hubungan tersebut dimanfaatkan untuk memprakirakan besarnya suatu kejadian hujan

atau banjir dengan periode ulang lebih besar daripada jumlah data (tahun) yang

digunakan untuk analisis.

Penyebaran frekuensi angka ekstrem Gumbel bukanlah satu-satunya cara

untuk memprakirakan besarnya kejadian-kejadian hujan atau banjir besar. Akan

tetapi, metoda tersebut merupakan teknik yang paling banyak digunakan dan

dianggap memadai untuk pemakaian di berbagai belahan dunia. Konsep periode

ulang seperti tersebut seharusnya tidak boleh diartikan bahwa suatu kejadian atau

banjir besar dengan periode ulang dua puluh tahun misalnya, akan berlangsung sekali

dua puluh tahun. Melainkan, apabila kejadian ekstrem tersebut terjadi tahun ini, maka

besarnya kementakan atau probabilitas bahwa kejadian tersebut akan terjadi lagi

Page 27: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

tahun depan adalah 0,05 (5%). Dengan demikian, besarnya periode ulang

menunjukkan interval tahun rata-rata berlangsungnya kejadian ekstrem dalam kurun

waktu (tahun) yang sangat panjang. Adalah hal yang mungkin bahwa kejadian hujan

(ekstrem) lima-menit dengan periode ulang dua puluh tahun akan berlangsung dalam

kurun waktu dua tahun berturut-turut atau tidak terjadi sama-sekali dalam rentang

waktu tiga puluh tahun atau lebih.

Apabila besarnya probabilitas untuk terjadinya kejadian hujan ekstrem (sama

dengan atau lebih besar daripada X) tahun depan adalah p, maka besarnya

probalbilitas untuk tidak terjadinya ekstrem tersebut tahun depan adalah (1-p).

Sedangkan besarnya probabilitas bahwa kejadian tersebut tidak akan terjadi pada dua

tahun mendatang adalah (1-p)2 dan besarnya probabilitas bahwa tidak akan ada

kejadian ekstrem tersebut pada n tahun yang akan datang (1-p)n. dengan demikian

besarnya kemungkinan untuk berlangsungnya kejadian hujan banjir besar ≥ X pada N

tahun yang akan datang

Kesimpulan

Udara di atmosfer mengalami proses pendinginan melalui beberapa cara

antara lain oleh adanya pertemuan antara dua massa udara dengan suhu yang berbeda

atau oleh sentuhan antara massa udara dengan suhu yang berbeda atau sentuhan

antara massa udara dengan obyek atau benda dingin. Secara ringkas dan sederhana,

terjadinya hujan terutama karena adanya perpindahan massa air basah ke tempat yang

lebih tinggi sebagai respon adanya beda tekanan antara dua tempat yang berbeda

ketinggiannya. Di tempat tersebut, karena adanya akumulasi uap air pada suhu yang

rendah maka terjadilah proses kondensasi dan pada gilirannya massa air basah

tersebut jatuh sebagai air hujan. Namun demikian, mekanisme berlangsungnya hujan

melibatkan tiga faktor utama. Dengan kata lain, akan terjadi hujan apabila

berlangsung 3 kejadian sebagai berikut :

4. kenaikan massa uap air ketempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer

menjadi jenuh.

Page 28: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

5. Terjadi kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer.

6. Partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk

kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut (sebagai hujan) karena gaya

gravitasi.

Soal-Soal

1. Jelaskan pengertian presipitasi?

2. Jelaskan proses terjadinya presipitasi?

3. Mengapa presipitasi sangat beragam baik menurut ruang maupun waktu?

4. Sebutkan dan jelaskan presipitasi yang terjadi secara vertical ?

5. Sebutkan dan jelaskan 4 unsur yang mencirikan presipitasi yang jatuh pada suatu

wilayah?

6. Jelaskan syarat-syarat memasang alat penakar curah hujan?

7. Sebutkan dan jelaskan alat-alat pengukur presipitasi menurut seyhan?

8. Jelaskan hubungan antara presipitasi yang terjadi di suatu wilayah dengan kondisi

topografi ?

9. Jelaskan cara menentukan rata-rata curah hujan daerah dengan metode aritmetik

dan polygon thiessen?

Page 29: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

DAFTAR PUSTAKA

Asdak C, 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

D, Darmakusumah 1999. Pengelolaan Sumber Daya Air. Fakultas Geografi UGM Yogyakarta.

Seyhan E, 1995. Dasar-Dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Soewarno, 1991. Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai. Nova Bandung.

Sostrodarsono, S & Kensaku Takeda, 1985. Hidrologi Untuk Pengairan. PT Prima Karsa Utama. Jakarta

Wilson, E. M. 1993. Hidrologi Teknik. Penerbit ITB Bandung

M.K : Hidrologi Dasar

Page 30: Materi Hujan Bagian Kedua Mata Kuliah Hidrologi

PRESIPITASI

Disusun oleh :

1. ADRIANI

2. MUH. NURMAN

3. A. ADRIANI

4. BASRI

5. YUSRIANI

JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS MATAMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR2005