Matanesia e-Magazine edisi 05
-
Upload
catat-hari -
Category
Documents
-
view
270 -
download
0
description
Transcript of Matanesia e-Magazine edisi 05
EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011 l WWW.MATANESIAMAGAZINE.COM
MATANESIA MAGZ
ONGGOBOYOKAMPUNGTADAH HUJAN
PotretPereMPuAnPENyEBERANG JEMBATAN
Motor MAKIN JAUH TINGGALKAN POPULASI
PAnJeBAr SeMAnGAt
yANG TAK KUNJUNG PADAM
KArtoLoSANG LEGENDA HIDUP
PeMiMPiN UMUM HD lAKsoNo
PeMiMPiN reDAKsi MAMUK isMUNToro GrAPHic DesiGN boby NoviArTo P foToGrAfer boby NoviArTo P bUDi irAwAN NUGroHo Tri HAMDANi irfAN MAUlANA fAriD rUsli
AlAMAT reDAKsi wisMA KeDUNGAseM iNDAH e-6 sUrAbAyA, JAwA TiMUr
TelP 031 8712455 eMAil [email protected]
coverKAMPUNG oNGGoboyo, KAb.KeDirifoToGrAfer : boby NoviArTo/MATANesiA
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
Salam redaksi
Kami memang harus berbenah, hijrah dan terus berupaya menjaga semangat bercerita.
Membawa beragam kisah ke hadapan anda, pembaca MatanesiaMagazine. Karena memang sama lelahnya untuk secara penuh bereksplorasi dengan setengah-setengah.
Kami percaya, semua orang punya peluang yang sama untuk bercerita tentang diri dan lingkungannya. Kami juga yakin, ceruk-ceruk kecil di belantara media masih menyisakan harapan.
Edisi ke 5 menjadi semacam jembatan emas menuju cita-cita lebih luas. Maka, kami gunakan sebagai pijakan untuk memberi ruang baca baru agar kisah dan informasi yang kami gali bisa sampai lebih cepat di genggaman anda. MatanesiaMagazine.com adalah wujud ruang baru membaca Indonesia.
Kekeringan yang melanda banyak
wilayah di Indonesia menjadi salah satu menu edisi kali ini. Secara khusus kami mengabarkan kesulitan air bersih di sebuah kampung di Kediri, Jawa Timur. Di Surabaya, markas besar kami, jumlah motor melejit jauh meninggalkan populasi penduduknya. Cerita khas urban lainnya adalah potret pengguna jembatan penyeberangan orang (JPO).
Legenda hidup seni ludruk, Kartolo, kami ikuti kisah kesehariannya. Sementara inspirasi semangat jurnalisme majalah berbahasa Jawa “Panjebar Semangat” membuat kami tak ragu untuk menulis dan memotretnya.
Selamat menjelajah kisah dari kami, yang bersandar pada visi menjadi mata Indonesia.
MAMUK isMUNToroPeMiMPiN reDAKsi
01
Menjadi Mata Indonesia
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
Suatu ketika, di tengah udara desa Watu Agung, Prigen yang sejuk, suara pemain
ludruk yang membawakan parikan (pantun ) menarik perhatian seorang bocah lulusan sekolah rakyat. Sebelumnya, sang bocah malah telah belajar gamelan di paguyuban seni tradisional di desanya.
Sejatinya, pegawai negeri adalah impian sang bocah jika kelak dia bekerja. Melakoni hidup dengan gaji dan tunjangan, serta pensiun di hari tua.
KartoloSang Legenda Hidup
DIBALIK LAYARSaat menunggu waktu untuk
menghibur penonton di ruang artis dalam acara sedekah bumi
di Banyu Urip, Surabaya.
NAsKAH & foTo : irfAN MAUlANA/MATANesiA
02
Jejak Mata
Seperti air, sang bocah mengikuti saja aliran hidupnya. Panggung desa akhirnya lebih mendorong hatinya untuk berkesenian hingga sang bocah tak pernah mengira bahwa kelak namanya melegenda sebagai seniman.
Kartolo, 65, sang bocah itu masih merangkai kalimat yang jenaka dalam panggung lawak tradisional hingga kini. Pangung kesenian di desanya kemudian membawa Kartolo hijrah ke Surabaya sekitar 1975. Kala itu, Selain di panggung perkampungan, cerita penuh tawa
PUSAT PERHATIANKartolo ketika menuju panggung untuk acara Sedekah bumi di Banyu Urip, Surabaya. Sosoknya terkenal di
semua golongan dan logika jenakannya hadir di segala jaman
PERSIAPANKartolo, Sapari dan Kastini (istrinya) di balik panggung. Membaca ulang naskah sebelum manggung kerap dilakukannya untuk menghindari kesalahan dialog dengan lawan mainnya.
03MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
Kartolo juga bisa dinikmati di RRI Surabaya bersama ikon ludruk lain seperti almarhum Basman dan Sokran.
Perlahan, ribuan jam pentas menetapkan Kartolo sebagai pelawak tersohor di Jawa Timur. Bersama kerabatnya, Sapari dan Kastini,yang juga isterinya, trio pelawak ini punya alasan untuk memasang tarip relatif tinggi untuk ukuran perkampungan. “Saya sekarang lebih banyak tampil di acara-acara kampus atau perusahaan. Karena mereka punya dana yang cukup untuk menghadirkan saya”, katanya. Kartolo mengaku mesti mengisi ide dengan menonton televisi atau membaca koran. “Materi di media massa bisa menjadi bahan untuk dikemas dalam lawakan”, jelasnya.
“Saat paling sibuk sebetulnya ketika saya harus mencari materi lawakan. Harus berbeda dengan lawakan terdahulu”, tutur Kartolo.
Kartolo juga dituntut cair dalam dialog dengan lawan
mainnya. “Saat satu panggung bersama Mahfud MD (Ketua MK) saya juga harus memahami materi lawakan. Begitu juga dengan tokoh lainnya”, imbuh kakek 5 cucu ini.
Bagaimana dengan undangan partai politik? “ Saya takut kalah lucu”,kelakarnya. Untuk ini, Kartolo selalu menolak undangan dari institusi manapun yang berlatar belakang politik.
Jaman telah menghadirkan hal-hal baru. Kartolo pun tak tenggelam dalam pasang surut jaman.Menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan adalah langkah yang ditempuh sang legenda untuk tetap berada di panggung kesenian.
Kejenakaan Kartolo telah melintasi beberapa generasi. Lewat pita kaset, cerita dan pesan sehari-hari disampaikan dengan ringan, mudah dicerna dan membuat tertawa.
Tak kurang dari 95 album kaset lawakan Kartolo yang diterbitkan. Salah satunya saat Kartolo duet
SMASHKartolo masih energik untuk berpeluh keringat di lapangan.
04
MENGANTAR CUCUSenda gurau dengan sesama wali murid mengisi waktunya di sela
menunggu cucu pulang sekolah. Selain aktifitas olahraga, mengantar dan menjemput cucu bersekolah manjadi rutinitasnya sehari-hari.
WAKTU SENGGANGKartolo bersama cucu-cucunya saat di kediamannya, Jl. Kupang Jaya I, Surabaya. Berkumpul bersama cucu adalah suatu hal mem-bahagiakan di kala tidak ada jadwal manggung.
dengan almarhum Markeso, seniman jula-juli keliling di Surabaya.
Panggung kehidupan sejati yang dia lakoni bersama sang istri, Kastini , menjadi simponi keseharian Kartolo yang tinggal di kawasan Barat Surabaya. Mengantar sang cucu ke sekolah,dan menjempuntya adalah kebahagian tersendiri. Gelanggang
bulu tangkis adalah kegemaran lain yang masih dijalani hingga kini. Setidaknya dua kali dalam seminggu Kartolo berpeluh keringat di luar pentas lawak.
Kartolo memang tak dialiri darah kesenimanan oleh sang ayah yang buruh tenun dan sang ibu yang penjual pracangan. Namun panggung
lawak yang tak pernah dicita-citakan terlanjur memberikan segalanya bagi Kartolo. Kesejahteraan dan ketenaran. “ Saya tidak akan berhenti berkesenian sepanjang masih ada penggemar yang mengundang”, ucapnya.
“ yu Painten Kleleken jendelo, cekap semanten parikan kula”. MI
05MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
MOTOR MAKIN JAUH TINGGALKAN POPULASI
PADATKepadatan kendaraan di jalan raya
Wonokromo yang sering terjadi pada jam berangkat kerja dan jam pulang kerja.
NAsKAH & foTo: NUGroHo TriHAMDANi/MATANesiA
06
Jejak Mata
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
ANTRIAntrian kendaraan sepeda motor yang masuk pintu gerbang suramadu pada
musim mudik lebaran.
SEPIMudahnya mendapatkan kendaraan
sepeda motor mengakibatkan sepinya penumpang angkutan umum.
Polisi yang berdiri di ujung jembatan layang lantas memberi tanda bagi motor untuk melewati jembatan. Kemacetan sedikit terurai meski ribuan kendaraan yang didominasi motor terus merangsek sepanjang jalan Wonokromo.
Surabaya dikepung jutaan motor setiap harinya saat penglaju dari Sidoarjo dan Mojokerto turut menambah sesak jalanan. Kepadatan tidak saja di tengah kota. Sidoarjo,kota tedekat Surabaya juga
Sekitar jam 16.15. Laju motor kembali pelan saat mendekati jembatan layang Wonokromo, Surabaya.
Ribuan motor menjejali seluruh badan jalan. Di sela-sela mobil, sering terlihat pengendara motor berusaha mencuri kecepatan, menembus kecepatan meski tak lama terhenti lagi oleh kepadatan.
07
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
MELESATSejumlah sepeda motor yang memacu kencang kendaraan
pada jam pulang kerja di jalan Ahmad yani, Surabaya.
PASOKAN BARUBongkar muat sepeda motor sebuah dealer di kawasan Basuki Rahmat, Surabaya.
tak kalah sesak oleh kendaraan bermotor. Roda dua dipastikan akan menjejali kawasan Buduran, Gedangan hingga Surabaya di jam sibuk.
Motor masih menjadi pilihan utama bagi warga kelas menengah ke bawah. Mesin beroda dua ini sangat mudah ditemui di kota-kota besar di Indonesia. Jalanan tak bertambah panjang dan
lebarnya, namun jumlah motor terus bertambah tiap tahunnya. Menurut catatan Satlantas Polrestabes Surabaya pada 2011 jumlah sepeda motor di Surabaya mencapai 4.363.061 unit, melampaui jumlah penduduk Surabaya tahun 2010 sebanyak 2.929.528 jiwa (Dinas Kependudukan Surabaya).
Kemudahan memperoleh kredit mo-
tor setidaknya menjadi satu diantara penyumbang melonjaknya jumlah motor. Siapa saja, asal punya KTP dan slip gaji bisa membawa pulang motor dengan uang muka tiga ratusan ribu. Jika sebuah keluarga kelas menengah memiliki dua anak saja yang telah dewasa, maka setidaknya tedapat dua motor dalam satu keluarga.
08
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
BONGKAR MUATTruk pengangkut sepeda motor yang setiap harinya mengirim 17 sampai 24 sepeda motor.
Resiko kecelakaan memang lebih besar saat mengendarai motor. Namun kebutuhan angkutan yang praktis dan murah mengalahkan bayang-bayang suram di jalan. “ Naik motor tentu lebih murah. Untuk BBM seharga 10 ribu saya bisa memakai motor untuk dua hari “, tutur Budi, karyawan swasta yang tinggal di pinggiran kota Surabaya. Jika harus naik angkot, setidaknya dia harus merogoh kantong kurang lebih 15 ribu sehari.
Produksi motor tiada henti. Sementara populasi penduduk, makin ketinggalan! MI
09MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
OnggoboyoKampung
Tadah HujanNAsKAH & foTo: boby NoviArTo/MATANesiA
TANDON AIR.Pada musim hujan, warga biasa
mengalirkan air dari atap rumah ke tandon dari besi untuk persediaan.
10
Siang itu kampung Onggoboyo, Desa Babadan, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri
terlihat cukup lengang. Lokasinya yang berada di tengah perkebunan tebu membuat kampung ini tenggelam dari keramaian. Tidak ada lalu lalang kendaraan, hanya ada sesekali warga melintas di jalanan yang berpasir. Pemukiman ini sudah ada sejak jaman kolonial dan merupakan tempat tinggal bagi para pekerja perkebunan tebu.
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
Jejak Mata
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
11
MENUNGGU DROPPING AIRIbu-ibu menanti datangnya dropping air bersih dari
PG Ngadirejo, Sumber Lumbu di selasar masjid. (atas)
MELEPAS LELAHJaenah (80 tahun), melepas lelah usai bekerja di kebun dipintu rumahnya.
Selain berkebun, tidak ada kegiatan lain selain menunggu datangnya mobil pengangkut air, meski tidak ada jadwal pasti. (kanan)
Jumlah penduduk Onggoboyo sekitar 84 orang yang tersebar di 14 rumah. Selain berkebun dan berternak, mereka bekerja di perkebunan tebu yang masuk dalam wilayah kerja pabrik tebu Ngadirejo, Sumber Lumbu, Kediri.
Tidak banyak aktivitas yang dilakukan oleh warga di siang hari, selain karena se-bagian besar kaum laki-laki masih di kebun, panas matahari yang cukup terik membuat
banyak warga yang memilih untuk tinggal di dalam rumah.
Jaenah, 80, adalah satu di antara warga Onggoboyo yang telah tinggal di pemukiman ini beberapa tahun. Siang itu,terik matahari mengantarnya beristirahat di dekat pintu rumahnya usai melepas lelah.
“ Saya menempati pemukiman sejak bersama almarhum suami yang bekerja di kebun tebu. Saya merasa kerasan di sini
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
12
PERSIAPANIbu Jaenah membawa timba dan selang untuk persia-pan menyambut datangnya mobil yang membawa air bersih. (atas)
BERBAGI AIRSambil menunggu datangnya dropping air bersih, se-orang ibu membagikan air bersih yang tersisa miliknya kepada rekan yang membutuhkan. (kiri)
karena rumah yang saya tempati tak jauh dari kebun tempat saya bekerja”, tutur Jaenah.
Kondisi tanah yang kering dan berpasir membuat kawasan ini tak terjamah sumber air. Sumber mata air terdekat berjarak 7 km di luar kampung. Kondisi ini membuat warga
Onggoboyo hidup dalam kekurangan air sepanjang tahun.
Warga tak menyerah pada alam. Untuk mendapatkan air warga mengalirkan air hujan dan menampungnya dalam tandon. Tahun ini, tandon-tandon hanya teronggok kering tanpa air hujan.
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
13
KEPALA KAMPUNGWagiyar (47 tahun), sudah dua tahun ini beliau diberi tugas oleh PG
Ngadirejo, Sumber Lumbu sebagai kepala kampung Onggoboyo.Tugas utama Wagiyar adalah menjaga keamanan area perkebunan tebu di
wilayah tersebut. (atas)
PULANG SEKOLAH.Seorang siswi sekolah dasar melintas di jalan kampung
Onggoboyo. Pada siang hari, suasana kampung cenderung lengang, karena sebagian besar warganya
masih bekerja di areal perkebunan tebu. (kanan)
Untuk kebutuhan air sehari-hari warga menggantungkan pasokan air dari pabrik gula Ngadirejo wilayah Sumber Lumbu. Dalam seminggu mereka mendapatkan kucuran air bersih sebanyak 4 kali. Di tengah desa, warga terlihat bercengkrama di selasar masjid untuk menunggu datangnya pasokan air dari pabrik tebu.
Kekurangan air telah menjadi bagian
kampung Onggoboyo. Sementara menurut catatan sebanyak 2.477 keluarga di enam kecamatan di Kediri juga kesulitan mendapatkan pasokan air bersih karena kekeringan.
Tak hanya Kediri, beberapa wilayah di Jawa Timur seperti Lamongan, Bojonegoro , Madiun, Lumajang, Trenggalek dan Pacitan juga mengalami kekeringan. MI
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
14MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
Mariah, 37, menenteng tas plastik penuh sayur dan ikan di kedua tangannya saat melintas di jembatan Wonokromo. Sesaat dia berhenti, menghela nafas
di ujung turunan jembatan. “ Capek, membawa kulakan yang banyak hari ini”, tuturnya.
Potret PerempuanPenyeberang
JembatanMariah, 37, Wiraswasta
NAsKAH & foTo: bUDi irAwAN/MATANesiA
Jejak Mata
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
Secara khusus, fotografer Matanesia memotret dan mewawancarai penyeberang perempuan di jembatan penyeberangan orang (JPO) IAIN Sunan Ampel (jalan A yani),
JPO jalan Tunjungan dan JPO jalan Wonokromo. Keselamatan, Gangguan kejahatan dan kenyamanan jembatan menjadi hal yang kerap disampaikan penyeberang perempuan.
Perempuan menjadi subyek pemotretan dan wawancara dengan pertimbangan sebagai kaum yang rentan kejahatan dibanding pria.
Sebagai gambaran studi yang dilakukan Chairul Muhammad Rizal
Mardiyah, 40, Karyawan
15
Susan, 57, Usahawan
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
16
(2009) tentang penggunaa jembatan penyeberangan mencatat bahwa faktor keselamatan menjadi faktor utama untuk penggunaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO). Dengan prosentase 60 persen untuk faktor
keselamatan dan 40 persen untuk kemudahan.
Kecemasan akan kondisi jembatan dirasakan Susan, 57,pengusaha. Dirinya khawatir akan kekuatan jembatan besi di jalan Tunjungan
yang terdapat beberapa lubang kecil. “Saya harus kerap melihat ke lantai jembatan untuk menghindari lubang meskipun kecil”, jelas Susan.
Kekhawatiran pengguna jembatan sebenarnya telah dijawab
Wulan, 21, Room maid Budi, 43, Karyawan
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
17
oleh pemerintah kota Surabaya dengan menempatkan CCTV di 8 JPO dari 18 JPO yang ada di Surabaya. Dua jembatan yang didatangai Matanesia (JPO jalan Tunjungan dan Wonokromo) memang terpasang
CCTV. Sementara di JPO jalan A yani, tidak terlihat CCTV yang terpasang.
Dari kunjungan acak secara waktu di ketiga JPO, perempuan terlihat lebih banyak yang menggunakan fasilitas kota ini. Jembatan
Penyeberangan Orang (JPO) sejatinya memempermudah dan menjamin keselematan pejalan kaki, meski banyak JPO yang juga difungsikan sebagai medium reklame dan mengurangi rasa aman. MI
Dina, 22, KaryawanEla, 43, Penjual kopi
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
18MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
EKSISMajalah Panjebar Semangat yang dipajang di salah satu
kios majalah di kawasan Tugu Pahlawan Surabaya.
Di kios tersebut majalah Panjebar Semangat terjual
hampir 80 eksemplar setiap minggunya.
Panjebar Semangat yang Tak Kunjung Padam
NAsKAH & foTo: fAriD rUsli/MATANesiA
Jejak Mata
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
19
LENGANG.Ruang redaksi Panjebar Semangat, informasi dan
semangat diolah disini. (Atas)
DWI BAHASAPetunjuk atau panduan dengan menggunakan
huruf Jawa dan Indonesia ditempel di salah satu pintu kantor Panjebar Semangat. Hampir semua
pentunjuk di pintu kantor Panjebar Semangat menggunakan huruf bahasa Jawa dan Indonesia.
(Kanan)
Ruang redaksi di bilangan Bubutan Surabaya itu tampak lengang. Hanya terdapat
seorang awak redaksi yang tengah memeriksa tulisan di sudut ruangan. Awak redaksi lainnya sebagian beristirahat dan pulang.
Sementara di ruang pracetak masih terlihat kesibukan petugas yang mencetak plat majalah. Kukuh Setyo Wibowo, 35, awak redaksi yang tersisa sore itu masih bersemangat mengerjakan tugasnya sebagai wartawan majalah berbahasa Jawa
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
PEMIMPIN REDAKSIDrs. Moechtar, (kanan) salah satu pengurus media Panjebar Semangat. Bapak lima orang anak ini sampai saat ini masih semangat memeriksa
artikel yang siap cetak meskipun sudah lanjut usia.
SETIAKukuh Setyo Wibowo, staf redaksi termuda.
sejak tahun 1998 silam. “ Saya merasa terpanggil untuk berbuat banyak terhadap majalah ini. Bukan saja untuk memenuhi hasrat ideal, namun juga turut menjaga eksistensinya”, tutur Kukuh, membuka perbincangan.
Kukuh, staf termuda di redaksi
“Panjebar Semangat” (PS) ini percaya jika majalah berbahasa jawa ini akan tetap bertahan selama masih ada penutur bahasa Jawa. “ Lagipula majalah ini menjadi salah satu majalah yang masih menjaga kultur Jawa secara utuh”, imbuhnya.
Di tengah gemuruh konvergensi
media, majalah mingguan Panjebar Semangat terus bertahan di arus jaman. PS Sempat berhenti menebar informasi pada Agresi Militer I (1947) dan Agresi Militer II (1948) selama 2,5 tahun.
Dengan oplah tak kurang dari 25 ribu eksemplar, majalah ini tersebar
20
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
PENGECEKAN ULANGSeorang karyawan melakukan pengecekan ulang sebelum proses selanjutnya, hampir semua mesin yang digunakan masih menggunakan mesin yang lama. (Atas)
MESIN CETAKMenemani penerbitan sejak awal. (Kiri)
di tanah Jawa, Lampung maupun di negeri seberang seperti Belanda, Suriname dan Malaysia.
Panjebar Semangat sejatinya memang digunakan sebagai pembakar semangat pergerakan rakyat yang kala itu sebagian besar hanya bisa berbahasa Jawa. Gerakan kebangsaan secara rutin ditulis
dalam rubrik khusus di majalah ini .Kini, gempita semangat itu
masih berdenyut. Majalah Panjebar Semangat yang digagas Dr Soetomo pada 69 tahun silam masih memiliki awak redaksi, penutur bahasa Jawa dan pembaca setia yang turut menebar semangat dan budaya tanah air. MI
21
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
SIBUKMajalah siap disebar setiap akhir pekan.
CARA LAMASemua proses penjilidan menggunakan
tenaga manusia.
22
MAtAneSIA MAGZ l EDISI 5 l OKTOBER - NOPEMBER 2011
Pigura
Imajinasi Arsitektur dalam Pameran Foto
Jelang akhir tahun ini, CCCL Surabaya kembali membawa pameran arsitektur kontemporer ”Extra-Muros, architecture
de l’enchantement” (Extra-Muros, Arsitektur Mempesona). Pameran bermaksud membagi pengetahuan terbaru mengenai arsitektur Prancis kepada publik Surabaya, baik ahli yang berkaitan dengan bidang arsitektur, maupun masyarakat umum.
Melalui foto-foto karya Philippe Ruault (baca : filip ruo), publik dapat menyaksikan perkembangan terkini karya para arsitek Prancis saat ini mulai 20 September (pukul 18.30) hingga 4 Oktober di Galeri CCCL (hari dan jam kerja).
Pameran « Extra-Muros » merupakan proyek yang digagas oleh Cité de l’architecture et du patrimoine (museum arsitektur di Paris) dan menyuguhkan 40 mahakarya serta bangunan-bangunan yang menjadi simbol arsitektur Prancis kontemporer. MI
23
foTo: bUDi irAwAN/MATANesiA