Mat Kartu Bridge Smstr I 07-08

download Mat Kartu Bridge Smstr I 07-08

of 49

Transcript of Mat Kartu Bridge Smstr I 07-08

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah Rasa takut terhadap pelajaran matematika seringkali menghinggapi

perasaan siswa di Sekolah Dasar. Hal ini antara lain disebabkan oleh penekanan berlebihan pada penghafalan semata, penekanan pada kecepatan berhitung, pengajaran otoriter, kurangnya variasi dalam proses belajar mengajar dan penekanan berlebihan pada prestasi individu. Padahal matematika bisa dan mudah untuk dimengerti, tetapi agar siswa menjadi cermat, teliti dan cepat dalam berhitung siswa harus dilatih secara kontinu. Untuk itu diperlukan kemampuan aritmatika yang optimal. Untuk menjadikan matematika sesuatu yang menarik bagi siswa adalah dengan melibatkan secara intensif kemampuan intelektual siswa dan menantangnya untuk berfikir. Pada dasarnya siswa mampu mencapai tingkat kepandaian yang optimal dalam aritmatika, mampu berfikir secara cepat dan tepat dengan adanya konsentrasi yang tinggi. Dewasa ini ada berbagai pendekatan untuk belajar matematika secara efektif, misalnya metode montazeri dan sempoa. Selain itu ada beberapa alat peraga yang dapat diciptakan untuk meningkatkan kemampuan berhitung matematika. Menurut R. Soedjadi dan Masriyah (dalam Suyitno, 2004 : 52), ciriciri matematika adalah matematika memiliki objek yang abstrak, mendasarkan diri pada kesepakatan-kesepakatan, sepenuhnya menggunakan pola piker deduktif dan dijiwai dengan kebenaran konsisitensi. Jika dilihat dari konsep dan penalaran diatas, sulit bagi siswa SD untuk memahaminya. Oleh karena itu perlu diadakan pemilihan dan penyesuaian materi matematika sehingga dapat diberikan kepada siswa SD.

1

2

Matematika yang tercantum dalam kurikulum SD adalah matematika yang telah dipilih dan disederhanakan dan disesuaikan dengan perkembangan berfikir siswa SD. Mengajarkan matematika kepada siswa SD sesungguhnya tidaklah terlalu sulit. Hal utama untuk menarik minat belajar siswa terhadap matematika adalah menciptakan suasana senang dalam belajar matematika. Salah satu caranya adalah dengan memasukkan materi pelajaran dalam suasana permainan. Keberhasilan dari suatu pembelajaran merupakan tujuan utama seorang guru sebagai pelaksana pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam pembelajaran komponen utamanya adalah guru dan siswa disamping komponen-komponen lain sebagai pendukung. Ditinjau dari komponen guru, maka seorang guru harus mampu membimbing siswa sehingga dapat mengembangkan pengetahuannya sesuai dengan mata pelajaran yang dipelajarinya. Dalam hal ini guru harus menguasai sepenuhnya materi yang diajarkan dengan menggunakan metode yang tepat dan menyenangkan sehingga membantu siswa dalam menguasai pelajaran. Ditinjau dari komponen siswa , keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh kemauan berlatih dan juga konsep-konsep awal yang telah diterima sebelumnya. Pada kenyataannya ketidakberhasilan siswa dalam belajar seringkali diakibatkan karena kemauan berlatih sangat kurang dan minimnya konsep awal yang diterima. Seringkali kita mendengar bahwa matematika dipandang sebagai mata pelajaran yang kurang diminati atau bahkan dihindari oleh sebagian siswa, padahal siswa seharusnya menyadari bahwa kemampuan berfikir logis, rasionalis, kritis, cermat dan efektif yang menjadi ciri matematika sangat dibutuhkan. kelas. Menurut informasi guru kelas II Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02, dalam pelajaran matematika masih banyak siswa yang mengalami kesulitan Karena itu, kreativitas dalam mengajarkan matematika merupakan faktor kunci agar matematika mejadi pelajaran yang menarik di

3

dalam menyelesaikan soal-soal penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. Hal ini bisa dilihat pada pekerjaan siswa (rata-rata hasil ulangan harian) yaitu dibawah 65. Kenyataan diatas menunjukkan bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang tidak mudah dipahami. Rendahnya penguasaan materi matematika dimungkinkan selain kurang jelasnya guru dalam memberikan penjelasan / dalam menerangkan materi pada siswa, dapat juga karena kurangnya alat peraga dalam kegiatan belajar-mengajar dan kurangnya minat siswa karena pembelajarannya yang kurang menarik dan menyenangkan. Permainan kartu bridge bukan lagi permainan yang asing bagi siswa kelas II SD Jambearjo 02. Permainan empat satu, remi dan cangkulan sudah akrab bagi siswa kelas II SD Jambearjo 02. Permainan kartu bridge adalah salah satu permainan yang mengandalkan kemampuan berhitung dan ketelitian. Secara tidak langsung siswa dituntut untuk menguasai fakta dasar penjumlahan bilangan satu angka untuk bisa memainkan permainan kartu bridge. Dengan kartu bridge siswa sudah diperkenalkan dengan angka-angka. Bentuk dari kartu bridge yang menarik membuat siswa merasa senang bermain meskipun secara tidak langsung sudah mempelajari matematika. Permainan kartu bridge juga merangsang kemampuan motorik siswa. Menurut Drajat, bagi seorang anak, kebutuhan belajar biasanya didasari oleh kemauan untuk memuaskan keinginantahuannya dan didorong oleh faktor-faktor yang menyenangkan dari yang diajarinya. Karena hal-hal yang paling penting bagi anak adalah bermain. Maka, pelajaran yang bersifat permainan akan lebih menarik perhatiannya. Menurut Martina Rini S. Tasmin, Dengan bermain, tidak hanya anak akan merasa senang dan bahagia ketika melakukannya, tapi potensi anak juga akan berkembang dan anak akan menjadi pintar lewat sarana permainan. Sedangkan menurut Seto Mulyadi (dalam Reni,2006) jika anak senang dan ada gerakan-gerakan maka kemampuan kognitifnya akan berkembang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dengan bermain, anak akan

4

merasa senang sekaligus anak belajar lewat permainan tersebut sehingga kemampuan kognitifnya akan berkembang. Berdasarkan uraian diatas peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas II Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02 Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang Tahun Pelajaran 2007 / 2008 Pokok Bahasan Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Cacah Dengan Permainan Kartu Bridge . B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dikaji dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1). apakah hasil belajar matematika siswa Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02 kecamatan Tajinan kabupaten Malang tahun pelajaran 2007 / 2008 pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dapat ditingkatkan dengan menggunakan permainan kartu bridge ? 2). apakah keaktifan siswa Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02 kecamatan Tajinan kabupaten Malang tahun pelajaran 2007 / 2008 pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dapat ditingkatkan dengan menggunakan permainan kartu bridge ? C. 1). Tujuan Penelitian mengetahui hasil belajar siswa Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02

Tujuan penelitian ini untuk : kecamatan Tajinan kabupaten Malang tahun pelajaran 2007 / 2008 pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. 2). mengetahui aktivitas siswa Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02 kecamatan Tajinan kabupaten Malang tahun pelajaran 2007 / 2008 pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. D. Manfaat Penelitian

5

Dengan adanya penelitian tindakan kelas ini memberikan manfaat yang besar bagi: 1. Guru Dengan dilaksanakan penelitian tindakan kelas, guru dapat mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi, termasuk dalam memilih metode dan media yang sesuai dengan tujuan dan materi yang akan diberikan. Sehingga masalah yang dihadapi guru yang berhubungan dengan materi dan siswa dapat diminimalkan. 2. Siswa Dengan adanya penelitian tindakan kelas, siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat diminimalkan, yang selanjutnya hasil belajar siswa akan mengingkat. 3. Sekolah Dari hasil penelitian dapat memberikan masukan bagi kepala sekolah dalam usaha perbaikan proses pembelajaran para guru. Sekolah bisa menambah sarana dan prasarana sehingga mutu pendidikan dapat meningkat. E. 1. 2. Penegasan Istilah Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Secara estimologis, hasil belajar merupakan gabungan kata dari hasil dan belajar. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, hasil dalah sesuatu yag diadakan (dibuat, dijadikan) akibat usaha. Belajar dalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan (tim Penyusun MKDK, 1990:3). Dalam penelitian ini yang dimaksud hasil belajar matematika dalah nilai mata pelajaran matematika yang diperoleh dari ulangan harian di akhir siklus. 3. Penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah Meningkatkan adalah menaikkan taraf (Poerwadarminta, 2002)

6

Pokok bahasan penjumlahan dan pegurangan bilangan cacah kelas II Sekolah Dasar meliputi: a. menuliskan bilangan dua angka dalam bentuk panjang. b. menjumlahkan dua bilangan dengan atau tanpa menyimpan. c. mengurang dua bilangan dengan atau tanpa meminjam. d. memecahkan soal cerita yang mengandung penjumlahan dan pengurangan (Purwantari,2004). 4. Permainan Permainan adalah tindakan atau perbuatan untuk menyenangkan hati atau bersenang-senang dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak (Tim Redaksi, 2002:685). 5. Kartu Bridge Kartu bridge terdiri dari satu perangkat kartu yang berisi 52 lembar, kartu bridge terbagi menjadi empat suit atau jenis kartu yaitu Spade, Heart, Diamond dan Club. Suit Spade dan Club berwarna hitam sedang suit Heart dan Diamond berwarna merah. Masing-masing suit terdiri atas 13 kartu yang dimulai dari As, King, Queen, Jack, 10 sampai dengan 2. Dalam permainan kartu bridge warna pada setiap jenis kartu atau suit tidak berpengaruh pada tingkatan kartu. Nilai kartu disesuaikan dengan angka yang ada pada kartu tersebut. Untuk kartu 2 sampai dengan 10 nilainya sama dengan yang ada di kartu sedangkan kartu Jack, Queen dan King dari tiap jenis kartu bernilai 10 dan kartu As dari tiap jenis kartu bernilai 1. Permainan ini dibedakan berdasarkan pada pokok bahasan yang dipelajari. Permainan ini dirinci sebagai berikut. a). Penjumlahan Untuk operasi penjumlahan aturan permainan yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1). Kartu diacak, kemudian ambil 3 buah kartu dan susun kebawah dengan posisi terbuka.

7

2). Kemudian 3 kartu tersebut nilainya dihitung. Jika nilai kartu berjumlah 10, 20 atau 30 maka 3 kartu tersebut diambil. Jika belum, tambahkan kartu dari tumpukan kartu . Kartu yang diambil dari urutan bawah secara berurutan. 3). Jika sudah berhasil mengambil 3 kartu yang nilainya berjumlah 10, 20 atau 30, siswa yang memegang lembar evaluasi memberikan tanda silang pada lembar evaluasi sesuai dengan nama siswa yang sedang bermain. b). Pengurangan Untuk operasi pengurangan aturan permainan yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1). Kartu diacak, kemudian ambil 2 buah kartu dan susun kebawah dengan posisi terbuka. 2). Kemudian 2 kartu tersebut nilainya dihitung. Jika 2 kartu tersebut, kartu yang nilainya lebih besar dikurangkan dengan kartu yang nilainya lebih kecil hasilnya 3 maka 2 kartu tersebut diambil. Jika belum, tambahkan kartu dari tumpukan kartu . Kartu yang diambil dari urutan bawah secara berurutan. 3). Jika sudah berhasil mengambil 2 kartu , kartu yang nilainya lebih besar dikurangkan dengan kartu yang nilainya lebih kecil hasilnya 3, siswa yang memegang lembar evaluasi memberikan tanda silang pada lembar evaluasi sesuai dengan nama siswa yang sedang bermain.

BAB II LANDASAN TEORI

A.

Belajar Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang definisi belajar,

diantaranya: 1). Menurut Robert M. Gagne dalam bukunya The Conditioning of Learning mengemukakan bahwa: Learning is a change in human disposition or capacity, which persist over a period time, and which is not simply ascribable to process of growth. Belajar adalah perubahan terusmenerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. 2). Menurut Morgan (dalam Anni dkk, 2006:2) belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman. 3). 4). Menurut Slavin ( dalam Anni dkk, 2006:2) belajar merupakan Menurut Adrian, belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam diriya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalaman [Tersedia dalam http://artikel.us/art05-65.html, Mei 2005]. Jadi belajar adalah usaha yang dilakukan secara terus-menerus (kontinu) secara sadar serta berdasarkan pengalaman sehingga terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu. B. Motivasi Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak dari dalam dan didalam subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari arti motif maka motivasi

8

9

dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motivasi yang ada pada setiap orang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). 1. Tekun menghadapi tugas. Ulet menghadapi kesulitan. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah. Lebih senang bekerja mandiri. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (berulang-ulang). Dapat mempertahankan pendapatnya. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau

Ada tiga fungsi motivasi, yaitu : motor yag melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumus tujuannya. 3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mnecapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Sardiman,2001). Menurut Paul B. Diedrich (dalam Sardiman,2001) kegiatan siswa dapat digolongkan sebagai berikut: 1. 2. Visual activities, didalamnya termasuk membaca, memperhatikan: Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, gambar, percobaan dan pekerjaan orang lain. memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. 4. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian, Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket. percakapan, musik, diskusi, pidato.

10

5. 6. 7. 8.

Drawing activities, misalnya: mengambar, membuat grafik, peta, Motor activities, misalnya: melakukan percobaan, membuat Mental activities, sebagai contoh misalnya: mengingat,

diagram. konstruksi, bermain, berkebun. memecahkan soal, menganalisa, mengambil hubungan. Emotinal activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, tenang, gugup. C. Teori Perkembangan Anak Piaget mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia berkembang menurut empat tahap, dari lahir sampai dewasa.Tahaptahap tersebut beserta urutannya berlaku untuk semua orang, akan tetapi pada usia pada saat seseorang mula memasuki sesuatu tahapan tidak selalu sama untuk setiap orang. Keempat tahapan tersebut meliputi : tahap sensomotorik (instingtif), tahap pra-operasional (intuitif), tahap konkrit operasional (concrete-oparasional stage), tahap formal operasional ( formal operasional stage) (Soeparwoto,2005: 83). 1. Tahap sensomotorik (instingtif) Tahap sensomotorik berlangsung saat manusia lahir hingga berumur 2 tahun. Pada tahap ini pemahaman anak mengenai berbagai hal terutama bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh beserta alat-alat indera. Sebagai contoh pada tahap ini anak tahu bahwa didekatnya ada suatu barang mainan kalau ia menyentuh barang itu. Pada tahap ini ia melihat dan meresapkan apa yang terjadi tetapi belum mempunyai cara untuk mengategorikan pengalaman itu. 2. Tahap pra-operasional ( intuitif ) Tahap pra-operasional berlangsung saat anak berusia 2 tahun sampai 7 tahun. Pada tahap ini, dalam memahami segala sesuatu anak tidak lagi tergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh atau inderanya, dalam

11

arti anak sudah mengunakan pemikirannya dalam berbagai hal. Cara belajar yang memegang peran dalam tahap ini adalah intuisi (gerak hati). Akan tetapi, pada tahap ini pemikiran anak masih bersifat egosentris artinya pemahamannya mengenai berbagai hal masih terpusat pada dirinya sendiri. Pada tahap ini anak berfikir orang lain mempunyai pemikiran dan perasaan seperti yang ia alami. Intuisi membebaskan anak dan semaunya berbicara, tanpa menghiraukan pengalaman konkret dan paksaan dari luar. Piaget menyebut tahapan in sebagai tahap collective monolog . 3. stage) Tahap ini berlangsung kira-kira dari usia 7 tahun sampai 11 tahun. Pada tahap ini , sifat egosentris anak mulai berkurang dan mulai memahami hubungan fungsional. Anak sudah mulai memahami bahwa orang lain mungkin memiliki pikiran atau perasaan yang berbeda dari dirinya. Akan tetapi cara berfikir anak masih konkret belum bisa menangkap yang abstrak. 4. Tahap formal operasional ( formal operasional stage ) Tahap ini berlangsung kira-kira sejak usia 11 tahun keatas. Pada tahap ini anak sudah mampu berfkir secara logis tanpa kehadiran bendabenda konkret. Dengan kata lain anak sudah mampu melakukan abstraksi. Akan tetapi, perkembangan dari tahap konkret ke tahap ini tidak terjadi secara mendadak, ataupun berlangsung sempurna. Tetapi terjadi secara gradual, sehingga bisa terjadi pada tahun-tahun pertama ketika si anak berada pada tahap ini. Kemampuan anak dalam berfikir secara abstrak masih belum berkembang sepenuhnya, sehingga dalam berbagai hal si anak mungkin masih memerlukan bantuan alat peraga. Menurut Brunner bahwa perkembangan seseorang melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, meliputi : Tahap kongkrit operasional ( concrete-operational

12

a. melakukan lingkungan. b. c.

Tahap enaktif, yaitu tahap dimana anak (pelajar) aktivitasaktivitasnya dalam usahanya memahami

Tahap koniktif, yaitu tahap dimana anak (pelajar) melihat Tahap simbolik, yaitu tahap dimana anak (pelajar) sudah

dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika. Komunikasi dilakukan dengan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol semakin dominan (Dekdikbud,1999:8). Menurut Brunner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mencapai tahap perkembangan tertentu, yang penting bahan pengajaran harus ditata dengan baik, maka dapat diberikan kepadanya. Dengan kata lain perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan dalam menyajikan harus sesuai dengan tingkat perkembangannya. Cara belajar yang tepat adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning). D. Pembelajaran matematika Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa (Suyitno,2004:1). Tidak dipungkiri lagi bahwa matematika banyak memiliki kegunaan dan kegunaan matematika tidak hanya tertuju pada peningkatan kemampuan perhitungan campuran kuantitatif saja tetapi juga untuk penataan cara berfikir, khususnya dalam pembentukan kemampuan analisis, membuat sintesis dan evaluasi hingga mampu memecahkan masalah. Tidaklah mengherankan bila dikatakan bahwa matematika berperan ganda, yaitu sebagai ibunya ilmu dan sebagai pelayan. Yang disebut sebagai ibunya ilmu adalah matematika merupakan sumber ilmu dari ilmu yang lain,

13

sedangkan sebagai pelayan adalah matematika banyak digunakan pada ilmu yang lain ( Suherman, 2004 ) Menurut Zoltan P. Diennes (dalam Kasih Handayan,2004:19) ada enam tahap yang berurutan dalam belajar matematika, antara lain: a. Permainan Bebas ( Free Play ) Dalam permainan bebas tahap belajar konsep yang terdiri dari aktivitas yang tidak terstruktur dan tidak terarahkan yang memungkinkan siswa mengadakan eksperimen dan manipulasi benda-benda konkrit dan abstrak dan unsur-unsur konsep yang dipelajari. Pada tahap ini adalah tahap yang terpenting karena pengalaman pertama. b. Permainan yang Menggunakan Aturan ( Games) Pada tahap ini merupakan tahap belajar konsep setelah didalam periode tertentu permainan bebas terlaksana. Siswa mulai meneliti polapola dan keteraturan yang terdapat didalam konsep itu. Siswa memperhatikan aturan-aturan tertentu yang terdapat didalam konsep, aturan-aturan itu ada kalanya berlaku untuk suatu konsep, namun tidak berlaku untuk konsep yang lain. c. Permainan Mencari Kesamaan Sifat ( Searching for Comunalities ) Tahap ini berlangsung setelah siswa memainkan permainan yang disertai aturan yang telah disebutkan diatas. Siswa dibantu untuk dapat melihat kesamaan struktur yang mentranslasikan dari suatu permainan yang lain, sedang sifat-sifat abstrak yang diwujudkan dalam permainan itu tetap tidak berubah dengan translasi. d. Permainan Representasi Dalam permainan reprentasi siswa mencari kesaman sifat dari situasi yang serupa dan mencari gambaran konsep tersebut, tentu saja biasanya menjadi lebih abstrak daripada situasi yang disajikan e. Permainan dengan Simbolisasi Dalam tahap ini permainannya menggunakan simbol-simbol yang merupakan tahap belajar konsep dimana siswa perlu merumuskan

14

representasi dari setiap konsep yang menggunakan simbol matematika atau perumusan verbal yang sesuai. f. Permainan Formalitas Pada tahap permainan ini merupakan tahap belajar konsep akhir. Setelah siswa mempelajari suatu konsep dan struktur matematika yang saling berhubungan, siswa harus mengurutkan sifat-sifat itu untuk dapat merumuskan sifat-sifat baru.

E. 1.

Permainan Kartu Bridge Penjumlahan a). Prinsip Permainan Warna pada setiap jenis kartu atau suit tidak berpengaruh pada tingkatan kartu. Nilai kartu disesuaikan dengan angka yang ada pada kartu tersebut. Untuk kartu 2 sampai dengan 10 nilainya sama dengan yang ada di kartu sedangkan kartu Jack, Queen dan King dari tiap jenis kartu bernilai 10 dan kartu As dari tiap jenis kartu bernilai 1. b). Cara Bermain Permainan ini dilakukan secara berkelompok dan jumlah siswa setiap kelompok disesuaikan dengan kondisi siswa dalam kelas. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : 1). Mula-mula siswa dibagi dalam 9 kelompok. 2). Guru membagikan 1 set kartu bridge dan lembar evaluasi pada masing-masing kelompok. 3). Guru kemudian menjelaskan prinsip permainan. 4). Siswa melakukan hompimpa. 5). Siswa yang menang, melakukan permainan terlebih dahulu dan siswa yang mendapat giliran berikutnya yang mengisi lembar evaluasi. 6). Kartu diacak, kemudian siswa mengambil 3 buah kartu dan susun ke bawah dengan posisi terbuka.

15

7). Kemudian 3 kartu tersebut dihitung. Jika berjumlah 10, 20 atau 30 maka 3 kartu tersebut diambil. Jika belum, tambahan kartu dari tumpukan kartu. Kartu yang diambil dari urutan bawah ke atas secara berurutan.

8). Jika sudah berhasil mengambil 3 buah kartu yang berjumlah 10, 20 atau 30, siswa yang bertugas mengisi lembar evaluasi memberi tanda silang pada lembar evaluasi permainan sesuai dengan nama siswa yang sedang bermain.

16

9). Siswa melakukan terus-menerus sampai waktu yang ditentukan habis (setiap siswa 10 menit) 10). Setelah siswa selesai dilanjutkan dengan siswa yang lain. 11). Setelah bermain beberapa tahap, guru sebagai pengamat dan penilai, mengevaluasi lembar pengamatan kemudian mengumumkan kelompok mana yang paling cepat selesai dan paling baik hasilnya.

2.

Pengurangan a). Prinsip Permainan Warna pada setiap jens kartu atau suit tidak berpengaruh pada tingkatan kartu. Nilai kartu disesuaikan dengan angka yang ada pada kartu tersebut. Untuk kartu 2 sampai dengan 10 nilainya sama dengan yang ada di kartu sedangkan kartu Jack, Queen dan King dari tiap jenis kartu bernilai 10 dan kartu As dari tiap jenis kartu bernilai 1. b). Cara Bermain Permainan ini dilakukan secara berkelompok dan jumlah siswa pada setiap kelompok disesuaikan dengan kondisi siswa dalam kelas. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : 1). Mula-mula siswa dibagi dalam 9 kelompok. 2). Guru membagikan 1 set kartu bridge dan lembar evaluasi pada masing-masing kelompok. 3). Guru kemudian menjelaskan prinsip permainan. 4). Siswa melakukan hompimpa 5). Siswa yang menang, melakukan permainan terlebih dahulu dan siswa yang mendapat giliran berikutnya yang mengisi lembar evaluasi. 6). Kartu diacak, kemudian siswa mengambil 2 buah kartu dan susun ke bawah dengan posisi terbuka.

17

7). Kemudian dihitung. Jika 2 buah kartu tersebut, kartu yang nilainya lebih besar dikurangkan dengan kartu yang nilainya lebih kecil hasilnya 3 maka 2 kartu tersebut diambil. Jika belum, tambahan kartu dari tumpukan kartu. Kartu yang diambil dari urutan bawah ke atas secara berurutan.

8). Jika sudah berhasil mengambil 2 buah kartu, kartu yang nilainya lebh besar dikurangkan dengan kartu yang nilainya lebih kecil hasilnya 3, maka siswa yang bertugas mengisi lembar evaluasi

18

memberi tanda silang pada lembar evaluasi permainan sesuai dengan nama siswa yang sedang bermain. 9). Siswa melakukan terus-menerus sampai waktu yang ditentukan habis (setiap siswa 10 menit). 10). Setelah siswa selesai dilanjutkan dengan siswa yang lain. 11). Setelah bermain beberapa tahap, guru sebagai pengamat dan penilai, mengevaluasi lembar pengamatan kemudian mengumumkan kelompok mana yang paling cepat selesai dan paling baik hasilnya. F. 1. Materi Penjumlahan dan Pengurangan Penjumlahan a). Nilai tempat Misal: 1). bilangan 12 terdiri atas 1 puluhan dan 2 satuan. Sehingga dapat ditulis 12 = 10 + 2 2). bilangan 123 terdiri atas 1 ratusan, 2 puluhan dan 3 satuan. Sehingga dapat ditulis 123 = 100 + 20 + 3 b). Penjumlahan susun panjang Penjumlahan dapat dikerjakan dengan cara susun panjang. Misal: Pada pokok bahasan penjumlahan meliputi:

Jadi, 11 + 12 = 23 c). Penjumlahan susun pendek Penjumlahan dapat pula dikerjakan dengan cara susun pendek. Penjumlahan dilakukan sesuai dengan nilai tempat. Misal : penjumlahan satuan 1 + 2 = 3

19

penjumlahan puluhan 1 + 1 = 2

Jadi, 11 + 12 = 23. d). Penjumlahan dengan teknik menyimpan. Misal : 25 + 17 = 1) Cara 1

2) Cara 2

3) Cara 3

e). Soal cerita yang mengandung penjumlahan Misal : Adi mempunyai 10 buah apel. Diberi lagi oleh Ari 8 buah. Berapakah apel Adi sekarang ? Penyelesaian: Diketahui : 10 buah apel

20

8 buah apel Ditanya Dijawab 2. : jumlah apel seluruhnya : 10 + 8 = 18.

Jadi, jumlah apel Adi ada 18 buah Pengurangan a). Pengurangan susun panjang Pengurangan dapat dikerjakan dengan cara susun panjang. Misal : 26 = 20 + 6 12 = 10 + 2 14 = 10 + 4 Jadi, 26 12 = 14. b). Pengurangan susun pendek. Pengurangan dapat pula dikerjakan dengan cara susun panjang. Pengurangan dilakukan sesuai dengan nilai tempat. Misal : 26 12 14 Jadi, 26 12 = 14 c). Pengurangan dengan teknik meminjam Misal : 32 13 = ... 1). Cara 1 pengurangan satuan 62=4 pengurangan puluhan 2 1 = 1

2) Cara 2

21

3) Cara 3

d). Soal cerita yang mengandung pengurangan. Misal : Ibu membeli mangga 24 buah. Mangga itu busuk 7 buah. Berapakah mangga ibu yang masih baik ? Penyelesaian : Diketahui : mangga yang dibeli 24 buah mangga busuk 7 buah Ditanya Dijawab : mangga yang masih baik : 24 7 = 17

Jadi, mangga ibu yang masih baik ada 17 buah. G. Kerangka Berfikir Matematika yang bersifat abstrak agar mudah dipahami oleh siswa, maka guru harus memahami dengan baik cara menyampaikan konsep abstrak tersebut kepada siswa. Dalam hal ini alat peraga dapat menjembatani konsep matematika yang abstrak agar lebih mudah dipahami oleh siswa. Dalam pembelajaran matematika perlu adanya pembelajaran yang menyenangkan. Bagi seorang anak, kebutuhan belajar biasanya didasari

22

kemauan untuk memuaskan keingintahuannya dan didorong oleh faktor-faktor yang menyenangkan yang diajarinya. Karena hal yang penting bagi anak adalah bermain. Maka pelajaran yang bersifat permainan akan lebih menarik perhatian anak. Dengan melakukan permainan, anak tidak akan hanya merasa senang dan bahagia ketika melakukannya tetapi kemampuan kognitifnya juga akan berkembang. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan matematika, penggunaan alat peraga harus dilaksanakan secara tepat dan disesuaikan dengan materi yang diajarkan. Dengan mengunakan metode dan strategi yang tepat serta ditunjang dengan penggunaan alat peraga yang tepat pula sehingga dapat menarik minat belajar siswa, sehingga guru lebih mudah menanamkan konsep yang diajarkan. Untuk meningkatkan kemampuan berhitung siswa pada operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah di kelas II SD Jambearjo 02 dapat dilakukan dengan menggunakan permainan kartu bridge. H. Hipotesis Tindakan Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan permainan kartu bridge dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02 kecamatan Tajinan kabupaten Malang tahun pelajaran 2007 / 2008 pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah.

23

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02

Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang. Subyek dari penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas II SD Jambearjo 02 yang berjumlah 16 siswa dan peneliti. B. Variabel Penelitian Variabel penelitian tindakan kelas ini adalah hasil belajar siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02 pada pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. C. Rencana Tindakan Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing dua kali pertemuan dalam setiap siklus. Konsep pokok penelitian tindakan menurut Kurt Lewin (dalam Dekdikbud,1999) terdapat empat tahap rencana tindakan, meliputi: perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Rincian prosedur tindakan adalah sebagai berikut. Siklus I Secara terperinci prosedur penelitian tindakan kelas untuk siklus pertama diuraikan sebagai berikut. 1. Perencanaan a). Merancang rencana pembelajaran siklus I dengan pokok bahasan penjumlahan bilangan cacah. Kegiatan dalam tahap ini meliputi hal-hal berikut :

23

25

b). Membuat Lembar Kerja Siswa, Lembar Evaluasi Permainan dan Lembar Tugas Kelompok. c). Menyiapkan kartu bridge. d). Membuat lembar observasi guru dan lembar aktivitas siswa. e). Membentuk kelompok. f). Menyusun alat evaluasi tes siklus I. 2. Pelaksanaan pembelajaran yang dirancang pada tahap perencanaan Rencana

dilaksanakan sepenuhnya pada tahap ini. Secara garis besar kegiatannya mencakup hal-hal sebagai berikut : a). Membuka pelajaran. b). Guru memberikan apersepsi. c). Guru melakukan tanya-jawab tentang menuliskan bilangan dua angka dalam bentuk panjang. d). Guru melakukan tanya-jawab tentang menjumlahkan dua bilangan tanpa menyimpan. e). Guru memperagakan permainan dengan menggunakan kartu bridge. f). Guru menyuruh siswa melakukan permainan kartu bridge berpedoman pada Lembar Kerja Siswa (setiap siswa bermain selama 10 menit). g). Guru memberikan reward kepada kelompok yang mendapat nilai paling banyak berdasarkan lembar evaluasi permainan. h). Guru mengumpulkan kembali kartu bridge. i). Guru melakukan tanya-jawab tentang bagaimana memecahkan soal cerita yang mengandung penjumlahan. j). Guru memberikan soal latihan. k). Guru bersama siswa membahas soal latihan. l). Siswa dibantu membuat kesimpulan. m). Melaksanakan tes siklus I n). Menutup pelajaran

26

3.

Pengamatan

Dalam tahap ini dilakukan pengamatan atau perhatian oleh guru secara partisipasif tentang jalannya proses pembelajaran. 4. Refleksi

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh maka diadakan refleksi dari tindakan yang telah dilakukan sehingga peneliti dapat merefleksikan diri tentang berhasil tidaknya apa yang telah dilakukan dalam siklus I. Hasil dari siklus I digunakan untuk menentukan tindakan pada siklus II. Siklus II Secara terperinci prosedur penelitian tindakan kelas untuk siklus II diuraikan sebagai berikut: 1. Perencanaan Berdasarkan refleksi siklus I baik yang berkaitan dengan guru, siswa ataupun perangkat, maka diadakan perencanaan ulang terutama mengidentifikasi masalah. Masalah pokok yang dihadapi dikaji dalam refleksi I, kemudian dievaluasi untuk mendapatkan informasi pada bagian yang menjadi kelemahan sehingga pada siklus II dapat direncanakan yang lebih baik lagi. Dalam siklus II pokok bahasan yang diajarkan adalah pengurangan bilangan cacah. a). Merancang rencana pembelajaran siklus II dengan pokok bahasan pengurangan bilangan cacah. b). Membuat Lembar Kerja Siswa, Lembar Evaluasi Permainan dan Lembar Tugas Kelompok. c). Menyiapkan kartu bridge. d). Membentuk kelompok. e). Menyusun alat evaluasi tes siklus II. 2. Pelaksanaan Setelah perencanaan ulang diambil, pelaksanaan dilaksanakan pada siklus II. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan ini,

27

sama dengan tindakan pada siklus I. Secara garis besar kegiatannya mencakup hal-hal sebagai berikut. a). Membuka pelajaran. b). Guru memberikan apersepsi. c). Guru melakukan tanya-jawab tentang menuliskan bilangan dua angka dalam bentuk panjang. d). Guru melakukan tanya-jawab tentang mengurangkan dua bilangan tanpa meminjam. e). Guru memperagakan permainan dengan menggunakan kartu bridge. f). Guru menyuruh siswa melakukan permainan kartu bridge berpedoman pada Lembar Kerja Siswa (setiap siswa bermain selama 10 menit). g). Guru memberikan reward kepada kelompok yang mendapat nilai paling banyak berdasarkan lembar evaluasi permainan. h). Guru mengumpulkan kembali kartu bridge. i). Guru melakukan tanya-jawab tentang bagaimana memecahkan soal cerita yang mengandung pengurangan. j). Guru memberikan soal latihan. k). Guru bersama siswa membahas soal latihan. l). Siswa dibantu membuat kesimpulan. m). Melaksanakan tes siklus II. n). Menutup pelajaran. 3. Pengamatan Selama pembelajaran berlangsung, peneliti diamati oleh guru pengamat dengan menggunakan lembar observasi. Adapun poin untuk lembar pengamatan guru menyangkut tentang hal-hal yang berkenaan dengan proses pembelajaran di kelas. Selain itu peneliti sendiri juga melakukan pengamatan terhadap perilaku siswa selama pembelajaran guna mengetahui keaktifan siswa. Pengamatan terhadap siswa ini juga dilakukan berdasarkan lembar observasi .

28

4.

Refleksi Peneliti bersama pengamat menganalisa semua tindakan kelas pada

siklus II sebagaimana yang telah dilakukan pada siklus I. Selanjutnya peneliti mengadakan refleksi apakah melalui permainan kartu bridge dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02 Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang tahun pelajaran 2007 / 2008 pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. D. 1). Indikator Keberhasilan Hasil belajar matematika siswa SDN Jambearjo 02 Kecamatan

Penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila: Tajinan Kabupaten Malang pada pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah nilai rata-ratanya 65 dan ketuntasan kelas ( banyaknya siswa yang mendapat nilai 65) sekurang-kurangnya 85 % dari jumlah siswa (Mulyasa, 2003: 99). 2). Berdasarkan lembar pengamatan siswa maka keaktifan siswa meningkat.

29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. 1.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Siklus I Hasil Penelitian Siklus I Dari pelaksanaan siklus I, diperoleh berbagai data yaitu data hasil belajar siswa, data hasil observasi kinerja guru, dan data hasil observasi aktivitas siswa da hasil permainan kartu bridge. a). Hasil Belajar Siswa Setelah dilakukan analisis data hasil tes siklus 1 dengan pokok bahasan penjumlahan diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 67.19, siswa yang tuntas sebanyak 9 anak (56.25%), siswa yang tidak tuntas sebanyak 7 anak (43.75%) dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 55. Hasil dari tes akhir sikus I, perinciaannya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.1 Tabel Hasil Tes Siklus I Nilai 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 >55 Jumlah Siswa 3 1 4 1 6 1 Kategori Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas -

Berdasarkan data keseluruhan hasil belajar siklus I tersebut dapat dibuat grafik sebagai berikut.

28

31

Grafik 4.1 Hasil Siklus I10 8 6 4 2 0 1st Qtr 3 1 9 7 Sisw a Tuntas Sisw a Tidak Tuntas Nilai Tertinggi Nilai Terendah

b). Hasil Observasi Kinerja Guru Pengamatan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2. Indikator Kinerja Guru pada Siklus I No 1 Indikato r 1 2 3 4 5 2 6 7 8 9 10 11 Penilaian Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Arti Guru mampu mengkondisikan kelas Guru memunculkan motivasi/ keingintahuan siswa tentang materi yang dipelajari Memberikan gambaran tentang materi yang akan dipelajari Memberi appersepsi Mengatur waktu untuk membuka pelajaran Membentuk kelompok Mengkondisilan siswa agar siap dengan alat peraga dan sarana yang lain Memberikan contoh permainan dengan tepat Mendampingi/membantu siswa saat permainan sedang berlangsung Menjawab pertanyaan siswa dengan tepat Memberikan penguatan pada siswa yang berhasil

32

12 3 13 14

Sangat Baik Baik Sangat Baik

Melakukan Tanya jawab dengan siswa dalam memecahkan soal cerita yang mengandung penjumlahan Memberikan kesimpulan Melakukan evaluasi

Dari hasil diatas diperoleh skor akhir kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran sebesar 80,57, yang termasuk dalam criteria baik dengan skor terendah 75 dan skor tertinggi 90. c). Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pengamatan aktivitas siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3. Prosentase Aktifitas Siswa pada Siklus I No 1 2 3 4 5 6 7 Nilai/Prosentase 4 (100%) 4 (100%) 3 (74.29%) 3 (88.57%) 3 (68.57%) 3 (71.43%) 2 (42.86%) Arti Seluruh siswa telah duduk pada kelompok masing-masing Seluruh siswa telah siap dengan kartu bridge dan sarana lain Siswa tenang pada waktu guru menjelaskan sementara yang asyik bermain sendiri Hanya sebagian siswa yang aktif bertanya Siswa menjawab pertanyaan guru (termasuk angkat tangan saat guru bertanya) Siswa sudah menguasai permainan Siswa yang mampu menyelesaikan permainan tepat pada waktu yang telah ditentukan Hanya sebagian siswa yang sedang tidak sedang bermain mau untuk memperhatikan dengan seksama permainan yang sedang berlangsung Siswa sudah aktif dalam melaksanakan tugas kelompok Siswa dapat bekerjasama dan berhubungan dengan siswa lain

8

3 (54.29%)

9 10

4 (77.15%) 3 (74.29%)

33

Dari hasil diatas skor total aktivitas siswa dalam pembelajaran sebesar 80, yang termasuk kriteria baik dengan skor terendah 2 dan skor tertinggi 4. d). Evaluasi Permainan Berdasarkan lembar evaluasi permainan dapat diperoleh nilai dari permainan setiap kelompok. Kelompok 4 memperoleh nilai tertinggi dengan total nilai sebanyak 16 . Nilai tertinggi yang diperoleh siswa dengan jumlah nilai 5 yang berhasil diraih oleh 6 siswa dari jumlah total 16 siswa. Sedangkan nilai terendah yang diperoleh siswa dengan jumlah nilai 1 yang diraih oleh 1 siswa. 2. Pembahasan Siklus I Siklus I merupakan pembelajaran dengan materi penjumlahan. Hasil penelitian pada siklus I dapat dijelaskan sebagai berikut. a). Hasil Belajar Dari grafik 4.1 diperoleh rata-rata hasil belajar siswa sebesar 67.19. Dengam standar ketuntasan belajar klasikal sebesar 65 diperoleh prosentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 56.25% atau sebanyak 9 anak tuntas belajar dengan mendapatkan nilai 65. Dengan demikian hasil belajar belum mencapai indikator keberhasilan, oleh karena itu diadakan upaya perbaikan pada siklus II dengan memotivasi pada siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Hal ini didukung pernyataan yang dikemukakan oleh Hamalik (2001), bahwa motivasi menentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan dalam belajar. b). Aktivitas Siswa Pada siklus 1, dari lembar observasi menunjukkan aktifitas belajar siswa. Seperti meningkatnya antusias dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, karena dorongan dan pemberian motivasi oleh guru. Untuk kerja kelompokpun menunjukkan aktivitas, seperti diskusi dan tanya jawab antar teman dalam kelompok, serta memberi pendapat tentang hasil yang diperoleh. Namun ini belum menunjukkan

34

aktivitas yang dilaksanakan siswa optimal sesuai yang diharapkan sehingga perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil lembar observasi aktivitas siswa, skor keaktifan siswa 80, termasuk dalam kriteria baik. Meskipun demikian masih perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan siswa masih kurang percaya diri dalam melaksanakan permainan, dan masih canggung untuk bekerja dalam kelompok. Selain itu pengawasan tingkah laku siswa dalam melakukan diskusi kelompok masih kurang, terlihat masih adanya siswa yang bermain dan mengganggu teman sehingga tidak memperhatikan penjelasan guru.. Belum optimalnya aktivitas dalam pembelajaran tersebut perlu adanya perbaikan dengan memberikan dorongan motivasi kepada siswa untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakan permainan, menyatukan pendapat, tidak boleh mengganggu teman serta melakukan diskusi secara aktif dan memberi pujian bagi siswa yang bertanya dan menjawab pertanyaan. Guru harus mampu memberi perhatian serta motivasi terhadap kegiatan siswa dalam kelompoknya. Permasalahan ini akan diupayakan perbaikan pada siklus II. c). Aktivitas Guru Kegiatan inti yang dilakukan guru meliputi mengorientasi siswa dalam pembelajaran, khususnya saat permainan sedang berlangsung dalam hal ini guru memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan. Siswa dalam kelompoknya melakukan kegiatan dengan bimbingan guru, namun demikian bimbingan guru masih belum merata pada setiap kelompok. Guru lebih banyak memberikan bimbingan kepada kelompok yang aktif bertanya, sedangkan kelompok yang cenderung pasif hanya mendapat bimbingan guru secara sekilas. Kemampuan guru dalam memberikan apersepsi masih kurang sehingga siswa kurang memahami materi yang akan dipelajari. Pada kegiatan penutup guru membimbing siswa dalam menarik kesimpulan. Namun dalam menarik kesimpulan kebanyakan masih

35

dilakukan oleh guru, sehingga siswa belum terbiasa berpikir sendiri. Secara umum pada siklus I ini guru masih mendominasi pembelajaran. Skor total aktivitas guru pada siklus I cukup baik yaitu sebesar 80,57 yang termasuk dalam kriteria baik dan persiapan guru sudah cukup baik. Namun hal ini perlu ditingkatkan lagi pada siklus II dengan perbaikan-perbaikan seperti pemeratan bimbingan pada setiap kelompok, serta memberi kesempatan pada siswa untuk terbiasa berpikir sendiri. d). Permainan Kartu Bridge Masih sedikitnya siswa yang dapat menyelesaikan permainan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, salah satu sebabnya adalah masih lambannya siswa dalam perhitungan penjumlahan. Sehingga sering ada 3 buah kartu yang sudah berjumlah 10, 20 atau 30 tidak diambil oleh siswa sehingga berpengaruh pada nilai permainan siswa. Kadang siswa juga lupa dengan nilai dari tiap kartu sehingga masih sering bertanya kepada guru. Dengan demikian dari hasil observasi dan refleksi siklus I dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa belum memenuhi indikator keberhasilan. Hal ini akan diperbaiki pada pembelajaran siklus II dengan memberikan pengarahan terutama saat permainan sedang berlangsung, motivasi agar siswa melakukan diskusi secara aktif saat mengerjakan tugas kelompok, bekerja sama dengan kelompoknya, berani bertanya, serta menjawab pertanyaan. B. 1. Hasil Penelitian dan Pembahasan Siklus II Hasil Penelitian Siklus II Dari pelaksanaan siklus II, diperoleh berbagai data yaitu data hasil belajar siswa, data hasil observasi kinerja guru, data hasil observasi aktivitas siswa dan hasil permainan kartu bridge. a). Hasil Belajar Siswa

36

Setelah dilakukan analisis data hasil tes siklus II dengan pokok bahasan pengurangan, diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 77.19, siswa yang tuntas sebanyak 14 anak (87.50%), siswa yang tidak tuntas sebanyak 2 anak (12.50%) dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 60. Hasil tes akhir siklus II dapat di lihat pada tabel berikut. Tabel 4.4 Hasil Tes Siklus II Nilai 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 >55 Jumlah Siswa 1 2 3 3 1 2 2 2 Kategori Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Belum Tuntas -

Berdasarkan data keseluruhan hasil belajar siklus II tersebut dapat dibuat grafik sebagai berikut. Grafik 4.2 Hasil Siklus II14 12 10 8 6 4 2 0 2 1 2 14 Sisw a Tuntas Sisw a Tidak Tuntas Nilai Tertinggi Nilai Terendah

1st Qtr

b). Hasil Observasi Kinerja Guru Pengamatan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.

37

Tabel 4.5. Indikator Kinerja Guru pada Siklus II No 1 Indikato r 1 2 3 4 5 2 6 7 8 9 10 11 12 3 13 14 Penilaian Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Arti Guru mampu mengkondisikan kelas Guru memunculkan motivasi/ keingintahuan siswa tentang materi yang dipelajari Memberikan gambaran tentang materi yang akan dipelajari Memberi appersepsi Mengatur waktu untuk membuka pelajaran Membentuk kelompok Mengkondisilan siswa agar siap dengan alat peraga dan sarana yang lain Memberikan contoh permainan dengan tepat Mendampingi/membantu siswa saat permainan sedang berlangsung Menjawab pertanyaan siswa dengan tepat Memberikan penguatan pada siswa yang berhasil Melakukan Tanya jawab dengan siswa dalam memecahkan soal cerita yang mengandung penjumlahan Memberikan kesimpulan Melakukan evaluasi

Dari hasil diatas diperoleh nilai akhir kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran sebesar 83,21 yang termasuk dalam kriteria sangat baik dengan skor terendah 80 dan skor tertinggi 90. c). Hasil Observasi Aktivitas Siswa Pengamatan aktivitas siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.

38

Tabel 4.6. Prosentase Aktifitas Siswa pada Siklus II No 1 2 3 4 5 6 7 Nilai/Prosentase 4 (100%) 4 (100%) 4 (85.71%) 3 (88.57%) 4 (71.43%) 4 (80%) 4 (85.71%) Arti Seluruh siswa telah duduk pada kelompok masing-masing Seluruh siswa telah siap dengan kartu bridge dan sarana lain Siswa tenang pada waktu guru menjelaskan sementara yang asyik bermain sendiri Hanya sebagian siswa yang aktif bertanya Siswa menjawab pertanyaan guru (termasuk angkat tangan saat guru bertanya) Siswa sudah menguasai permainan Siswa yang mampu menyelesaikan permainan tepat pada waktu yang telah ditentukan Hanya sebagian siswa yang sedang tidak sedang bermain mau untuk memperhatikan dengan seksama permainan yang sedang berlangsung Siswa sudah aktif dalam melaksanakan tugas kelompok Siswa dapat bekerjasama dan berhubungan dengan siswa lain

8

3 (74.29%)

9 10

4 (77.15%) 4 (85.71%)

Dari hasil diatas total nilai aktivitas siswa dalam pembelajaran sebesar 95 yang termasuk dalam kriteria sangat baik dengan skor terendah 3 dan skor tertinggi 4. d). Permainan Kartu Bridge Berdasarkan lembar evaluasi permainan dapat diperoleh nilai dari permainan setiap kelompok. Kelompok 2 dan Kelompok 4 memperoleh nilai tertinggi dengan total nilai sebanyak 17. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa dengan jumlah nilai 5 yang berhasil diraih oleh 10 siswa dari jumlah total 16 siswa. Sedangkan nilai

39

terendah yang diperoleh siswa dengan jumlah nilai 2 yang diraih oleh 2 siswa. 2. Pembahasan Siklus II Siklus II merupakan pembelajaran dengan materi pengurangan. Hasil penelitian siklus II dapat dijelaskan sebagai berikut. a). Hasil Belajar Dari hasil tes pada siklus II terdapat peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari grafik 4.2 diperoleh rata-rata hasil tes yang diberikan kepada siswa pada siklus II adalah sebesar 77.19. Ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 87.50% atau sebanyak 14 siswa memperoleh nilai 65 . Dengan demikian hasil belajar pada siklus II ini sudah sesuai dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan, sehingga tidak perlu dilakukan siklus selanjutnya. b). Aktivitas Guru Pencapaian hasil belajar siswa yang diharapkan seperti yang ditetapkan dalam indikator keberhasilan tidak lepas dari peran guru dalam proses pembelajaran. Mengingat guru merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Berdasar hasil lembar aktivitas guru pada siklus II, dapat diketahui bahwa guru sudah dapat mengkondisikan kelas dengan lebih baik. Kemampuan guru seperti memunculkan motivasi, memberikan apersepsi, membentuk kelompok, mendampingi ssiwa saat bermain, menjawab pertanyaaan siswa dan membantu siswa membuat kesimpulan sudah meningkat ditandai dengan tingginya nilai akhir hasil observasi pada siklus II sebesar 83,21 yang termasuk dalam kriteria sangat baik. Pada siklus II ini guru memberikan penghargaan snack kepada siswa yang sudah berhasil memperoleh nilai paling tinggi dalam permainan. Guru juga sudah memotivasi siswa untuk menyelesaikan permainan dengan cepat dan memperoleh nilai yang maksimal.

40

c). Aktivitas Siswa Pada siklus II aktivitas siswa lebih meningkat lagi dibandingkan dengan siklus I. Ditandai dengan perolehan skor total hasil observasi yang tinggi yaitu 95 yang termasuk dalam criteria sangat baik. Hal ini menunjukkan siswa yang melakukan aktivitas belajar lebih banyak dibandingkan dengan siklus I. Ini berarti siswa lebih menguasai permainan dan berhasil dalm menciptakan kondisi kelas yang kondusif. Siswa juga telah bekerja sama dengan kelompoknya secara baik, walaupun dalam permainan kartu bridge nilai yang tertinggi nasih didominasi siswa pandai. Tetapi siswa yang pandai di sini sudah mau membantu siswa yang lain. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lie (2002: 42) yang menyatakan bahwa pembagian kelompok secara heterogen memberikan kesempatan untuk saling mendukung, meningkatkan relasi dan interaksi serta memudahkan pengelolaan kelas, karena dengan adanya siswa yang berkemampuan akademis yang tinggi guru mendapatkan asisten untuk kelompok. Oleh karena itu belajar kelompok sangat diperlukan agar diperoleh hasil belajar yang lebih baik. d). Permainan Kartu Bridge Sebagian besar siswa sudah dapat menyelesaikan permainan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Hal ini karena disebabkan oleh siswa yang sudah memahami permainan dengan baik dan sudah terbiasa berhitung secara cepat dan benar. Siswa yang memperoleh nilai tinggi pun meningkat menjadi 10 siswa. Dari pembahasan silklus I dan II diatas menunjukkan bahwa indikator keberhasilan tercapai, sehingga hipotesis penelitian ini dapat diterima yang berarti ada peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02 pada pokok bahasan

41

penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah dengan permainan kertu bridge.

BAB V PENUTUP

A.

Kesimpulan Dari seluruh pelaksanaan kegiatan tindakan kelas di kelas II Sekolah

Dasar Negeri Jambearjo 02 kecamatan Tajinan kabupaten Malang dapat disimpulkan sebagai berikut : 1). Penggunaan permainan kartu bridge pada proses pembelajaran matematika siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02 Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang tahun pelajaran 2007 / 2008 dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. 2). Hasil dari siklus I adalah nilai rata-rata 67.19 dan ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 56.25 %. Jadi, hasil dari siklus I belum memenuhi indikator keberhasilan. Hasil dari siklus II adalah nilai rata-rata 77.18 dan ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 87.50 %. Hasil dari siklus II ini jelas telah melampaui kriteria ketuntasan belajar yang mensyaratkan rata-rata hasil tes minimal 65 dengan prosentase ketuntasan 85 %. Dengan demikian maka penelitian tidak perlu dilanjutkan ke siklus III. 3). Penggunaan permainan kartu bridge dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dan juga menumbuhkembangkan kerjasama antar siswa dalam kelompok. B. Saran Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan penelitian tindakan kelas di kelas II Sekolah Dasar Negeri Jambearjo 02 kecamatan Tajinan kabupaten Malang maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut :

39

43

1).

Guru hendaknya dapat berperan sebagai motivator dan fasilitator

serta dapat mengembangkan kreatifitas dan meningkatkan peran siswa dalam pembelajaran. 2). Guru dapat menggunakan permainan kartu bridge dengan cara permainan yang berbeda dalam pembelajaran dikelas pada pokok bahasan perkalian dan pembagian. 3). 4). Guru harus menguasai permainan kartu bridge yang akan Meskipun penelitian tindakan kelas ini hanya sampai 2 siklus dan digunakan dalam pembelajaran. sudah mencapai hipotesis tindakan, namun guru hendaknya terus mengadakan penelitian selanjutnya agar hasil belajar siswa meningkat.

44

DAFTAR PUSTAKA

Adrian. 2004. Metode Mengajar Berdasarkan Tipologi Siswa. Tersedia: http:// artikel.us/art05-65.html [Mei 2005] Ani, C.T. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press Drajat. 2005. Anak Suka Matematika. Tersedia: http://www.pikiranrakyat. com/cetak/2005/1205/30/1103.htm [13 maret 2007] Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan. Jakarta:Depdikbud. Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas. Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Handayani, Kasih. 2004. Pemanfaatan Alat Peraga Kubus Pecahan untuk Meningkatkan Kemampuan Berhitung Pecahan Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Panggung 09 Jepara Tahun Pelajaran 2003/2004. Skripsi Icha. 2004. Belajar Matematika, Siapa Takut ?. Tersedia: www.pikiranrakyat. com/cetak/0804/19/1104.htm [Mei 2005] http:/ http://

Kazoeru. 2004. Manfaat Belajar Aritmatika. Tersedia: Kazoeru_fantastic.bzhosting.com/halz.htm#Sejarah [Mei 2005]

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Gramedia Widiasarana. Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Remaja Rosdakarya: Bandung. Poerwadarminta, WJS. 2002. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Purwantari, Teguh dkk. 2004. Hitunganku, Matematika 2 untuk Sekolah Dasar Kelas 2. Jakarta: Bumi Aksara. Reni. 2006. Kemampuan Bermain Anak. Tersedia: http:// agusset.wordpress.com/2006/06/30/kemampuan-bermain-anak [13 Maret 2007]

46

Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: IKIP Semarang Press

Soeparwoto, dkk. 2003. Psikologi Perkembangan. Semarang:UPT UNNES PRESS. Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (edisi revisi). Bandung : UPI Suharsono. 2003. Membelajarkan Anak dengan Cinta. Jakarta: Insaniasi Press. Suyitno, Amin. 2004. Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Hand Out Perkuliahan Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES. Tasmin, Martina Rini S. 2002. Belajar Lebih Penting Daripada Bermain ?. Tersedia: http://www.e-psikologi.com/anak/250402.htm [13 Maret 2007] .2002. Misteri Kartu Bridge. Tersedia: http:// www.indomedia.com/intisari/2002/briket_usutasal.htm [ Mei2005]

48

LAMPIRAN

HASIL BELAJAR SISWA PADA SIKLUS 1 DAN 2 SDN JAMBEARJO 02 KELAS II TAHUN AJARAN 2007/2008 No. Nama Siswa Siklus 1 Siklus 2 1 Rudi 60 70 2 Agus 60 60 3 Alfan 65 80 4 Dinar 60 75 5 Eky 70 85 6 Veninda 80 95 7 Indah 80 90 8 Indra Adi S. 70 85 9 Indriani 80 90 10 Adi 60 70 11 Dian 75 80 12 Ilham 60 65 13 Maskur 55 60 14 Taqwa 60 65 15 Yeni 70 85 16 Arvie 70 80 Rata-rata 67.19 77.19