Masyarakat Bebas Bising Agar tidak Stres karena Suara filesoal ‘selera’. Ada yang suka...

1
Pop Komunitas | 37 JUMAT, 30 JULI 2010 | MEDIA INDONESIA K EBISINGAN seakan menja- di hal yang bisa dipastikan selalu dinikmati penduduk Jakarta setiap hari. Mulai dari rentetan klakson di jalan raya sam- pai dentum musik di mal. “Bukan hanya efek ketulian. Yang membuat saya ngeri ialah fenome- na makin sulitnya orang mengontrol emosi. Coba lihat saja pengguna jalan raya mudah marah-marah. Suami yang pulang dari kantor mudah mem- bentak istri dan anaknya, banyaknya perceraian, dan berbagai peningkat- an kejahatan ternyata punya kaitan dengan kebisingan,” ungkap Attieq SS Listyowati di Jakarta, Rabu (28/7). Rentetan kerusakan kebisingan yang semakin meresahkan tersebut diakui Attieq sebagai motivasi utama pem- bentukan gerakan masyarakat bebas bising (MBB). Suara-suara perusak ke- hidupan di berbagai tempat, menurut koordinator gerakan ini, harus mulai segera dihentikan. Kelewat bising Pakar akustik dari Institut Teknologi Bandung, Soegijanto, mengatakan ber- bagai penggunaan perangkat pengeras suara di ruang-ruang publik baik mal, tempat rekreasi keluarga, tempat- tempat ibadah, bandara, terminal bus, dan kereta api turut pula tidak meng- indahkan ambang batas kebisingan. Penataan akustik dari bangunan juga tidak memenuhi syarat. Belum lagi berbagai kegiatan kon- struksi di kawasan-kawasan permuki- man, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain serta kegiatan industri ternyata banyak yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku. Idealnya, ambang ba- tas yang diperkenankan hanya 70 dB (desibel). Namun, kebisingan di jalan raya kota-kota besar Indonesia telah mencapai 80 dB. “Bahkan kebisingan mal-mal dan fasilitas rekreasi keluarga telah mencapai 90-97 dB,” sahutnya. Anggota MBB lainnya, David Ima- nuel Sihombing, memaparkan angka gangguan pendengaran telah men- capai 16,8 % dari jumlah penduduk Indonesia. “Data statistik menunjukkan 10,7% anggota masyarakat yang melaku- kan aktivitas di sekitar jalan raya di Jakarta, baik itu pedagang kaki lima, polisi lalu lintas, tukang parkir, tukang koran, dan lain-lain sudah mengalami gangguan pendengaran akibat bising,” ungkapnya. Ironisnya, akibat pengetahuan yang minim, para penderita yang memang kebanyakan berasal dari masyarakat kelas bawah tersebut tidak menanggap serius sakit telinga yang diderita. Ba- nyak yang menganggap hal itu sebagai efek penuaan biasa. “Ketidaksadaran masyarakat dan pe- merintah ini yang ingin kami sentuh,” timpalnya. David mencontohkan belum adanya peraturan yang secara khusus meng- atur bagaimana perlindungan pekerja pabrik dan pekerja konstruksi bangu- nan. “Padahal justru yang paling ba- nyak kena ketulian adalah pekerja usia produktif, 30-46 tahun. Sebanyak 61,8 % mengalami gangguan pendengaran akibat bising,” imbuhnya. Ahli THT yang juga penggagas gerak an ini, Bulantrisna Djelantik, mengatakan usaha pembentukan masyarakat bebas bising bukan ber- arti menciptakan masyarakat sunyi senyap tanpa suara. Justru gerakan ini menginginkan sebuah masyarakat yang dipenuhi suara yang nyaman di telinga. “Apa indikasinya? Kalau pada suatu tempat kita tak bisa lagi bersuara seperti biasa dan normal, harus teriak, ini bukti sudah terlalu bising. Karenanya, gerakan MBB juga sedang mencari dan mendorong format ge- dung yang nyaman bagi pendengaran. Gedung-gedung di Jakarta sudah harus mulai memperhatikan faktor akustik yang baik. “Masyarakat bebas bising di masa depan akan cari contoh-contoh gedung yang nyaman. Kita mau menga- rah ke prinsip akustik yang baik diter- apkan, termasuk dalam pertunjukan musik dan teater,” tandasnya. Lingkaran komunitas Sejak resmi diluncurkan pada 22 Januari 2010, sudah banyak tokoh ma- syarakat yang bergabung. Berbagai ko- munitas yang bergabung di gerakan ini memiliki inisiatif yang mengagumkan untuk mengampanyekan antibising. “Terkadang sifatnya agak spontanitas. Kalau misalnya THT Komunitas FKUI- RSCM sedang mengadakan bakti sosial di sebuah daerah dan mereka minta ada kampanye, biasanya teman-teman MBB langsung siap bergerak. Atau sebaliknya, kalau Garuda Youth Com- munity ingin mengadakan seminar yang ada pemeriksaan THT gratis, nanti saya upayakan menyediakan dokter dan peralatannya secara gratis,” tutur Attieq. (*/M-4) [email protected] Berbagai suara bervolume tinggi sudah seperti kewajaran di Jakarta. Kebisingan itu berefek pada kerusakan fisik dan jiwa. Vini Mariyane Rosya Testimoni BISING: Kebisingan di jalan raya kota-kota besar di Indonesia telah mencapai 80 dB. MI/SUMARYANTO “KEBISINGAN sebagai po- lusi tidak ada yang peduli. Orang mengira itu cuma soal ‘selera’. Ada yang suka keramaian, ada yang senangnya yang tenang. Padahal yang namanya ‘bising’ itu terkait dengan telinga kita yang punya keterbatasan alami. Orang mengira telinga itu hanya untuk mende- ngar. Telinga juga pemasok energi yang diperlukan otak agar berfungsi. Otak butuh sekitar 3 juta rangsangan pembangkit energi setiap detik. Maka itu, untuk berfungsi sebagaimana mestinya, otak harus dirangsang tiap hari sedikitnya selama 4,5 jam. Lebih dari separuhnya diterima dari pendengaran, sisanya dari indra lain. Ini yang tidak diketahui masyarakat. (*/M-4) Slamet Abdul Sjukur Komponis DOK. PRIBADI “SAYA sudah mulai terlibat sejak MBB melakukan rapat kerja pertama bulan Januari. Di sana berkumpul para ahli mulai dari THT, tata kota, akustik untuk membahasa persoalan kebisingan. Ternyata ada keterhu- bungan antara kebisingan dan penurunan kualitas hidup. Yang paling tam- pak adalah saat seseorang selama 4 jam berada di lingkungan bising, maka ia akan mudah marah, stres, dan emosional. Gerakan MBB ini menjadi penting karena masyarakat umum tidak sadar kebisingan yang mereka terima setiap harinya memengaruhi pen- dengaran, sedikit demi sedikit. Efeknya memang tidak langsung terasa. Biasanya kalau sudah benar-benar tuli dan rusak total, baru sadar. (*/M-4) Dimas Fuady Humas Dewan Kesenian Jakarta DOK. PRIBADI “SETELAH saya perhati- kan, ada fakta yang meng- usik pikiran saya. Bahwa ternyata hanya sedikit di antara kita yang menya- dari betapa telah rusaknya sistem pendengaran kita akibat kebisingan yang semakin parah, terutama di ruang-ruang publik di seluruh Tanah Air. Ini benar-benar mere- sahkan. Saya sendiri mera- sakan benar kemampuan dengar saya telah meredup dari waktu ke waktu akibat kebisingan. Gerakan Masyarakat Bebas Bising bagi saya penting un- tuk membawa sebuah kesadaran yang mendalam bahwa perang terhadap kebisingan harus dilakukan sepanjang waktu dan tak mengenal kata berhenti. (*/M-4) MI/SUSANTO Ahmad Syafii Maarif Tokoh masyarakatt Komunitas Masyarakat Bebas Bising DOK. MBB Masyarakat Bebas Bising Agar tidak Stres karena Suara

Transcript of Masyarakat Bebas Bising Agar tidak Stres karena Suara filesoal ‘selera’. Ada yang suka...

Page 1: Masyarakat Bebas Bising Agar tidak Stres karena Suara filesoal ‘selera’. Ada yang suka keramaian, ada yang ... mulai dari THT, tata kota, akustik untuk membahasa persoalan kebisingan.

Pop Komunitas | 37JUMAT, 30 JULI 2010 | MEDIA INDONESIA

KEBISINGAN seakan menja-di hal yang bisa dipastikan selalu dinikmati penduduk Jakarta setiap hari. Mulai

dari rentetan klakson di jalan raya sam-pai dentum musik di mal.

“Bukan hanya efek ketulian. Yang membuat saya ngeri ialah fenome-na makin sulitnya orang mengontrol emosi. Coba lihat saja pengguna jalan raya mudah marah-marah. Suami yang pulang dari kantor mudah mem-bentak istri dan anaknya, banyaknya perceraian, dan berbagai peningkat-an kejahatan ternyata punya kaitan dengan kebisingan,” ungkap Attieq SS Listyowati di Jakarta, Rabu (28/7).

Rentetan kerusakan kebisingan yang semakin meresahkan tersebut diakui Attieq sebagai motivasi utama pem-bentukan gerakan masyarakat bebas bising (MBB). Suara-suara perusak ke-hidupan di berbagai tempat, menurut koordinator gerakan ini, harus mulai segera dihentikan.

Kelewat bisingPakar akustik dari Institut Teknologi

Bandung, Soegijanto, mengatakan ber-bagai penggunaan perangkat pengeras suara di ruang-ruang publik baik mal,

tempat rekreasi keluarga, tempat-tempat ibadah, bandara, terminal bus, dan kereta api turut pula tidak meng-indahkan ambang batas kebisingan. Penataan akustik dari bangunan juga tidak memenuhi syarat.

Belum lagi berbagai kegiatan kon-struksi di kawasan-kawasan permuki-man, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain serta kegiatan industri ternyata banyak yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku. Idealnya, ambang ba-tas yang diperkenankan hanya 70 dB (desibel). Namun, kebisingan di jalan raya kota-kota besar Indonesia telah mencapai 80 dB. “Bahkan kebisingan mal-mal dan fasilitas rekreasi keluarga telah mencapai 90-97 dB,” sahutnya.

Anggota MBB lainnya, David Ima-

nuel Sihombing, memaparkan angka gangguan pendengaran telah men-capai 16,8 % dari jumlah penduduk Indonesia.

“Data statistik menunjukkan 10,7% anggota masyarakat yang melaku-kan aktivitas di sekitar jalan raya di Jakarta, baik itu pedagang kaki lima, polisi lalu lintas, tukang parkir, tukang koran, dan lain-lain sudah mengalami gangguan pendengaran akibat bising,” ungkapnya.

Ironisnya, akibat pengetahuan yang minim, para penderita yang memang kebanyakan berasal dari masyarakat kelas bawah tersebut tidak menanggap serius sakit telinga yang diderita. Ba-nyak yang menganggap hal itu sebagai efek penuaan biasa.

“Ketidaksadaran masyarakat dan pe-merintah ini yang ingin kami sentuh,” timpalnya.

David mencontohkan belum adanya peraturan yang secara khusus meng-atur bagaimana perlindungan pekerja pabrik dan pekerja konstruksi bangu-nan. “Padahal justru yang paling ba-nyak kena ketulian adalah pekerja usia produktif, 30-46 tahun. Sebanyak 61,8 % mengalami gangguan pendengaran akibat bising,” imbuhnya.

Ahli THT yang juga penggagas gerak an ini, Bulantrisna Djelantik, mengatakan usaha pembentukan masyarakat bebas bising bukan ber-arti menciptakan masyarakat sunyi senyap tanpa suara. Justru gerakan ini menginginkan sebuah masyarakat

yang dipenuhi suara yang nyaman di telinga. “Apa indikasinya? Kalau pada suatu tempat kita tak bisa lagi bersuara seperti biasa dan normal, harus teriak, ini bukti sudah terlalu bising.

Karenanya, gerakan MBB juga sedang mencari dan mendorong format ge-dung yang nyaman bagi pendengaran. Gedung-gedung di Jakarta sudah harus mulai memperhatikan faktor akustik yang baik. “Masyarakat bebas bising di masa depan akan cari contoh-contoh gedung yang nyaman. Kita mau menga-rah ke prinsip akustik yang baik diter-apkan, termasuk dalam pertunjukan musik dan teater,” tandasnya.

Lingkaran komunitasSejak resmi diluncurkan pada 22

Januari 2010, sudah banyak tokoh ma-syarakat yang bergabung. Berbagai ko-munitas yang bergabung di gerakan ini memiliki inisiatif yang mengagumkan untuk mengampanyekan antibising. “Terkadang sifatnya agak spontanitas. Kalau misalnya THT Komunitas FKUI-RSCM sedang mengadakan bakti sosial di sebuah daerah dan mereka minta ada kampanye, biasanya teman-teman MBB langsung siap bergerak. Atau sebaliknya, kalau Garuda Youth Com-munity ingin mengadakan seminar yang ada pemeriksaan THT gratis, nanti saya upayakan menyediakan dokter dan peralatannya secara gratis,” tutur Attieq. (*/M-4)

[email protected]

Berbagai suara bervolume tinggi sudah seperti kewajaran di Jakarta. Kebisingan itu berefek pada kerusakan fisik dan jiwa.

Vini Mariyane Rosya

Testimoni

BISING: Kebisingan di jalan raya kota-kota besar di Indonesia telah mencapai 80 dB. MI/SUMARYANTO

“KEBISINGAN sebagai po-lusi tidak ada yang peduli. Orang mengira itu cuma soal ‘selera’. Ada yang suka keramaian, ada yang senangnya yang tenang. Padahal yang namanya ‘bising’ itu terkait dengan telinga kita yang punya ke terbatasan alami.

Orang mengira telinga itu hanya untuk mende-ngar. Telinga juga pemasok energi yang diperlukan otak agar berfungsi.

Otak butuh sekitar 3 juta rangsangan pembangkit energi setiap detik. Maka itu, untuk berfungsi sebagaimana mestinya, otak harus dirangsang tiap hari sedikitnya selama 4,5 jam. Lebih dari separuhnya diterima dari pendengaran, sisanya dari indra lain. Ini yang tidak diketahui masyarakat. (*/M-4)

Slamet Abdul SjukurKomponis

DOK. PRIBADI

“SAYA sudah mulai terlibat sejak MBB melakukan rapat kerja pertama bulan Januari. Di sana berkumpul para ahli mulai dari THT, tata kota, akustik untuk membahasa persoalan kebisingan.

Ternyata ada keterhu-bung an antara kebisingan dan penurunan kualitas hidup. Yang paling tam-pak adalah saat seseorang selama 4 jam berada di lingkungan bising, maka ia akan mudah marah, stres, dan emosional.

Gerakan MBB ini menjadi penting karena masyarakat umum tidak sadar kebisingan yang mereka terima setiap harinya memengaruhi pen-dengaran, sedikit demi sedikit. Efeknya memang tidak langsung terasa. Biasanya kalau sudah benar-benar tuli dan rusak total, baru sadar. (*/M-4)

Dimas Fuady Humas Dewan Kesenian Jakarta

DOK. PRIBADI

“SETELAH saya perhati-kan, ada fakta yang me ng-usik pikiran saya. Bahwa ternyata hanya sedikit di antara kita yang menya-dari betapa telah rusaknya sistem pendengaran kita akibat kebisingan yang semakin parah, terutama di ruang-ruang pu blik di seluruh Tanah Air.

Ini benar-benar mere-sahkan. Saya sendiri mera-sakan benar kemampuan dengar saya telah meredup dari waktu ke waktu akibat

kebisingan.Gerakan Masyarakat Bebas Bising bagi saya penting un-

tuk membawa sebuah kesadaran yang mendalam bahwa perang terhadap kebisingan harus dilakukan sepanjang waktu dan tak mengenal kata berhenti. (*/M-4)

MI/SUSANTO

Ahmad Syafii MaarifTokoh masyarakatt

Komunitas Masyarakat Bebas BisingDOK. MBB

Masyarakat Bebas Bising

Agar tidak Stres karena Suara