MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

15
Prosiding Seminar Nasional Sastra dan Budaya Denpasar, 27-28 Mei 2016 ISBN 978 - 602 - 294 - 107 1 295 MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS Oleh I Putu Gede Suwitha Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fenomena perubahan identitas Masyarakat Bayan di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Masyarakat Bayan dalam periode yang panjang mengalami dinamika identitas untuk mempertahankan eksistensi mereka dari hegomoni pihak luar. Kajian ini ingin mengungkap (1) Bagaimana konstruksi identitas untuk menghadapi hegomoni dan marginalisasi, (2) Bagaimana perjuangan politik (politik identitas) Masyarakat Bayan untuk mempertahankan eksistensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika identitas Masyarakat Bayan merupakan Counter hegomoni dan marginalisasi yang mereka hadapi dalam kurun yang panjang. Mereka melakukan berbagai bentuk perjuangan identitas baik politik, ekonomi, maupun budaya untuk melawan hegomoni yang menyebabkan mereka mengalami marginalisasi. Kata Kunci: Politik (identitas), hegomoni, marginalisasi. 1. PENDAHULUAN Bayan merupakan salah satu desa kuno (tradisional) di Lombok yang menilik perhatian karena praktik kebudayaan masyarakat desa kental dengan tradisi dan adat-istiadat masa lampau yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari- hari sampai kini. Dakwah Islam sudah berkembang di Lombok, namun beberapa desa seperti Bayan, praktik kehidupan pro-Islam, bahkan pra-Hindu masih berlangsung. Upacara-upacara tradisional dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bayan berkisar pada (1) ritus-ritus sekitar hari besar Islam, (20 ritus peralihan (rites of passage) dalam kehidupan manusia dari kelahiran sampai kematian (Ritus yang berhubungan dengan kehidupan pertemuan (Budi Wanti, 2005: 33). Sejak awal abada ke-20, banyak penulis asing maupun pribumi yang mengkaji masyarakat Bayan. Beberapa dapat disebutka: Erde (1901). Graff (1941), Van Baal (1976). Kajian-kajian di atas berkisar apda bidang Antropologi dan tradisi

Transcript of MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Page 1: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya Denpasar, 27-28 Mei 2016

ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1 295

MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Oleh

I Putu Gede Suwitha

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fenomena perubahan identitas

Masyarakat Bayan di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Masyarakat

Bayan dalam periode yang panjang mengalami dinamika identitas untuk

mempertahankan eksistensi mereka dari hegomoni pihak luar. Kajian ini ingin

mengungkap (1) Bagaimana konstruksi identitas untuk menghadapi hegomoni dan

marginalisasi, (2) Bagaimana perjuangan politik (politik identitas) Masyarakat

Bayan untuk mempertahankan eksistensinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika identitas Masyarakat Bayan

merupakan Counter hegomoni dan marginalisasi yang mereka hadapi dalam kurun

yang panjang. Mereka melakukan berbagai bentuk perjuangan identitas baik politik,

ekonomi, maupun budaya untuk melawan hegomoni yang menyebabkan mereka

mengalami marginalisasi.

Kata Kunci: Politik (identitas), hegomoni, marginalisasi.

1. PENDAHULUAN

Bayan merupakan salah satu desa kuno (tradisional) di Lombok yang

menilik perhatian karena praktik kebudayaan masyarakat desa kental dengan

tradisi dan adat-istiadat masa lampau yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-

hari sampai kini. Dakwah Islam sudah berkembang di Lombok, namun beberapa

desa seperti Bayan, praktik kehidupan pro-Islam, bahkan pra-Hindu masih

berlangsung. Upacara-upacara tradisional dalam kehidupan sehari-hari masyarakat

Bayan berkisar pada (1) ritus-ritus sekitar hari besar Islam, (20 ritus peralihan (rites

of passage) dalam kehidupan manusia dari kelahiran sampai kematian (Ritus yang

berhubungan dengan kehidupan pertemuan (Budi Wanti, 2005: 33).

Sejak awal abada ke-20, banyak penulis asing maupun pribumi yang

mengkaji masyarakat Bayan. Beberapa dapat disebutka: Erde (1901). Graff (1941),

Van Baal (1976). Kajian-kajian di atas berkisar apda bidang Antropologi dan tradisi

Page 2: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya

Denpasar, 27-28 Mei 2016

296 ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1

budaya wetu telu. Tulisan ini melihat dari perspektif identitas, khususnya dinamika

(sejarah) identitas.

2. IDENTITAS SELALU BERUBAH

Dalam perspektif budaya, identitas adalah sesuatu yang tidak tetap dan

selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Memimjam teori Madan Salup

(Ardika & Darma Putra, 2004 :330), identitas tidak penuh tetap, tidak utuh, tidak

satu, tetapi fabricated dan contructed, terus digodok dalam proses. Artinya bahwa

identitas itu akan terus berubah, terus dikontruksi dalam proyek tiada henti (an

ougoing project). Selanjutnya, dikatakan identitas itu bersifat pragmentasi dan

kontradiktif.

Stuart Hall (dalam Abdullah, 2009:49) menegaskan bahwa identitas itu

bukan suatu yang given, tetapi sebuah produksi yang tidak pernah final, selalu

dalam proses dan selalu dikontruksi dalam suatu penandaan atau representasi. Oleh

karena itu, seperti juga pendapat Brubahen (dalam Badullah, 2009:253), identitas

tidak penting untuk diperdebatkan sebagai sebuah definisi, tetapi lebih baik kita

posisikan sebagai sebuah konsep analisis untuk mengikat sebuah fenomena.

Dengan kerangka teori di atas, mungkin kita tidak perlu heran mendengar

identitas masyarakat Bayan yang selalu berubah dan dinamis dalam kurun waktu

yang panjang seperti (long dure) meminjam konsep Mac Block dalam bidang

sejarah. Hal ini karena identitas itu fragmentasis bergulir terus dalam proses dan

proses itu sangat terasa dalam Identitas masyarakat Bayan yang kontemporel.

a. Bayan dalam pengaruh Hindu-Majapahit

Sebelum pengaruh Majapahit masuk ke Lombok, khususnya Bayan,

sistem politik di Lombok disebut vedatuan dan Raja bergelar Datu.

Menurut sumber tradisionl (Babad Lombok), sekitar abad ke-13-14 di

Lombok terdapat 3 (tiga) kedatuan yang menonjol dan berpengaruh, yaitu

Selaparang, Pejanggi, dan Bayan. Kedatuan Bayan meliputi wilayah

Lombok Bagian Utara di kaki pegunungan Rinjani bagian utara dan barat.

Page 3: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya Denpasar, 27-28 Mei 2016

ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1 297

Sekarang Bayan termasuk Kabupaten Lombok Utara (KLU), meliputi

meliputi kurang lebih Kecamatan Bayan Sekarang. Agama masyarakat

Bayan adalah agama tradisional yang disebut Boda. Para peneliti sering

tidak memahami, disamakan dengan agama Budah (Gautama). Boda

merupakan agama asli masyarakat Bayan, sebagaimana masyarakat Sasak

pada umumnya. Agama asli ini intinya berpusat pada pemujaan terhadap

roh-roh leluhur (Budiwanti, 2005: 26). Pada awal abad ke-20 orang-orang

Sasak penganut tradisis Moda masih terdapat di Lombok bagian Utara

(Bayan) dan sekitarnya dan di Lombok Bagian Selatan (Pujud) dan

sekitarnya. Bayan dan Pujud merupakan kerajan kecil yang letaknya

terisolir. (Erde. 1901).

Pada tahun 1357, Majapahit melakukan ekspansi ke Lombok

setelah menakklukan Bali tahun 1343. Majapahit tidak perlu lama

menakklukan Lombok, berbeda dengan Bali, Gajah Mada membutuhkan

9 tahun untuk mengalahkan Kerajaan Bali Sri Ratnasula Ratna Bumi

Banten (Sidemen, 2010:35). Selanjutnya, padagang-pedagang Jawab

(Majapahit) mengadakan hbungan dengan Lombok dan pulau-pulau

sebelah timur seperti Maluku, Tomor (Parimartha, 1995:5).

Ekspedisi Majapahit ke Lombok meninggalkan jejak 4 (empat) kerajaan

utama yang saling bersaudara yaitu Kerajaan Bayan di bagian Barat,

kerajaan Selaparang di bagian Timur, Kerajaan Pejanggik di bagian

Selatan, dan Kerajaan Longko di Bagian tengah (Cika, dkk, 2012).

Keempat kerajaan ini masih mengakui sebagai bawahan (Vasal) kerajaan

Majapahit. Setelah Majapahit mengeluh di Lombok, rupanya sistem

pemeirntahan kedatuan sudah berulah menjadi kerajaan. Agama Siwa-

Buda (Hindu) telah mengganti agama Boda yang sebelumnya diawit oleh

masyarakat Sasak. Sejak Majapahit masuk ke Bayan, identitas Jawa Hindu

mulai dikenal seperti Raden dan Denda untuk para bangsawan di Bayan.

Demikian juga nama-nama (Topinim seperti Sumur Majapahit).

Page 4: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya

Denpasar, 27-28 Mei 2016

298 ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1

b. Pengaruh Islam Jawa-diakassar

Identitas Islam mulai dikenal di Bayan setelah Islam mulai masuk ke

Bayan dan diterima oleh penguasa Bayan. Islam sisi ini diperkenalkan oleh

de graff terjadi pada tahun 1506 dan setelahnya dan islamisasi ini melalui

jawa (Graff, 1941:356). Masyarakat Bayan mengekaui menerima Islan

dari Jawa. Pengakuan ini diperkuat dengan koleksi lontar kalimat yang

berbahasa dan bertuliskan huruf Jawi Kuno yang sekarang disimpan dan

dijaga oleh pemangku adat Bayan (Budiwanti, 2005).

Seperti halnya pengaruh Majapahit sebelumnya, masyarakat

Bayan juga menerima Islam yang datang dari Jawa dengan baik. Siapa

yang datang membawa Islam ke Bayan (Lombok). Diperkirakan Sunan

Prapen (dalam banyak sumber disebutkan Suna Prapen). Sunan Prapen

adalah putra Sunan Giri. Salah satu dari sembilan wali yang menyebarkan

Islam di Jawa. Menurut Budiwanti, Pangeran Prapen diperkirakan

mendarat di labuan Calik, pelabuhan Anyar sekarang yang menjadi ibu

kota Kecamatan Bayan. Kalau dilihat dari segi geografis, pelabuhan

Anyar merupakan pelabuhan tua di Lombok yang berhadapan langsung

dengan daerah Bali, Jawa, dan daerah lainnya lewat pelayaran.

Rombongan Sunan Prapen tidak lama di Lombok, syiar Islam

oleh Sunan Prapen di lanjutkan ke Sumbawa, Sumbawa juga merupakan

kerajaan yang beragam Hindu seperti Lombok yang sebelumnya wilayah

Vassal kerajaan Gelgel Bali (Utrect, 1962). Sepeninggal misi Pangeran

Prapen, masyarakat Lombok, khususnya Bayan kembali mempraktikkan

tardisi keagaam yang lama. Tradisi keagamaan lama (Hindu Buda) yang

berpusat pada pemujaan roh leluhur, meskipun mereka juga menerima

Islam (Budiwanti, 2005, 27).

Penyebaran Islam ke timur menenyebutkan Demak sangat

penting dalam konteks islamisasi setelah runtuhnya Majapahit sekitar

tahun 1478. Pada saat Sunan Prapen ke Lombok, utusan Islam juga datang

ke Bali di bawah Ki Moder untuk memperkenalkan Islam kepada Raja Bali

Dalem Waturenggong pada waktu itu. Raja Bali Delem Watu Renggong

Page 5: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya Denpasar, 27-28 Mei 2016

ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1 299

memerintah 1460-1950 (Sidemen, 2010). Utusan Islam ini tidak berhasil

meyakinkan Raja Gelgel (Bali), akan agama yang dibawa ini. Bahkan Raja

Gelgel justru mendatangkan pendeta Hindu-Buda dari Jawa Timur yaitu

Daghyang Nirarta untuk memperkuat agama Hindu di Bali, Lombok, dan

Sumbawa (Utrecht, Sidemen, 2010).

Sebenarnya kekuatan Islam juga muncul dari Timur yaitu dari

Makassar setelah dekade kedua abad ke-17. Islamisasi dari Makassar

lebih gencar, setelah kerajaan Makassar menerima Islam sebagai agama

resmi pada tahun 1605 (Noorduyn, 472 : 15-17). Pada tahun 1624 kerajaan

Gelgel-Bali mengadakan perjanjian dengan kerajaan Makkasar mengenai

pembagian wilayah sebelah timur (Utrech, 1902). Rupanya perjanjian itu

berpengaruh besar di kemudian hari. Isi perjanjian itu membagi pengaruh

di kedua wilayah Lombok dan Sumbawa. Lombok masuk wilayah

pengaruh Bali, sedangkan Sumbawa pengaruh Makassar. Oleh karena

Islam dari Makassar tidak berkembang di Lombok sampai abad ke -19

lagipula kerajaan Makassar sudah jatuh ke tangan VOC tahun 1667. Misi

pemukiman Islam di Lombok, khususnya di Bayan diambil alih Tuan Suhu

sampai saat ini.

c. Pengaruh Hindu Gelgel-Karangasem

Kerajaan Gelgel (Bali) mulai berekspansi ke Lombok dan Bayan setelah

Islam masuk ke Lombok pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong

(1460-15500. Ekspansi kerajaan Gelgel mendapat perlawanan kerajaan

Selaparang. Pada tahun 1540 (Sidemen, 2010) Gelgel mengirim utusan ke

Lombok yang di pimpin oleh seorang Pendeta Hindu Buda, Danghyang

Nirartha. Nirartha yang sudah belajar Islam di Jawa memasukkan paham

baru ke Lombok berupa sinkretisme Hindu-Islam. Di Lombok Nirartha

mendapat gelar Pangeran Sangupati (Agung,1991:75). Ajaran Sinksetisme

Nirartha dapat mempengaruhi beberapa kerajaan di Lombok yang belum

lama memeluk Islam (Lukman, 2004:19-23), termasuk mempengaruhi

kerajaan Bayan. ‘

Page 6: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya

Denpasar, 27-28 Mei 2016

300 ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1

Rupanya kontak-kontak antara Lombok dengan kekuatan-kekuatan luar

(asing) seperti Majapahit, Islam, Hindu Makassar menyebabkan kerajaan

Bayan dan kerajaan-kerajaan lainnya kehilangan hegomoninya. Mereka

kembali kedalam kehidupan tradisional dan terisolir dengan kepercayaan

yang disebut Wetu telu. Mereka percaya kepada Nabi Muhammad sebagai

junjungannya, mengakui Islam sebagai Agama, tetapi tetap

mempraktekkan ajaran-ajaran di luar Islam. Oleh masyarakat luar (umum)

mereka dikatakan penganut ajaran Sinkretif Wetu Telu dan sering disebut

Waktu Tilu sebagai lawan dari Islam yang umum disebut waktu lima.

Kerajaan gelgel di bawah Waturenggong mempunyai pengalaman

menerima utusan dari “mekah” (Demak). Yaitu Ki Moder dan berialog

dengan utusan tersebut. Raja Gelgel ingin mengamankan kekuasaannya

atas Lombok., sehingga ia mengirim utusan ke Lombok yaitu Danghyang

Nirartha yang datang setelah Sunan Prapen dapat mengislamkan Lombok.

Nirartha yang belajar Islam di Jawa membawa konsep baru dalam interaksi

antara Hindu dan Islam di Lombok yang melahirkan Sinkretisme seperti

disebutkan di atas.

Tidak selesai sampai di Lombok, karena kekuasaan Gelgel juga sampai di

Sumbawa, sehingga Nirartha juga pergi ke Sumbawa atas perintah Raja

Gelgel untuk memperkuat tiang-tiang agama Hindu di Sumbawa. Formula

Sinkretisme sangat mujarab, sehingga tidak pernah terjadi kontak fisik

(perang), tidak seperti di Jawa ketika Majapahit mengalami disintegsi,

banyak terjadi peperangan. Sampai saat ini di Bali dan Lombok di jumpai

jejak-jejak yang menunjukkan sinkretisme antara Hindu dan Islam.

Mungkin konsep ini apabila dilihat dari sudut kekinian, dianggap tidak

benar, tetapi pada zamannya dapat diterima.

d. Identitas Kontemporer Bayan

Muncul pemahaman yang baru tentang identitas Bayan

kontemporer dalam konteks munculnya dua pengaruh besar yang muncul

belakangan ini. Pertama, ideologi Islam puritan yang muncul

menghegemoni dalam bidang ideologi dan politik. Kedua, munculnya

Page 7: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya Denpasar, 27-28 Mei 2016

ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1 301

ideologi pariwisata yang mengakibatkan nilai-nilai adat Bayan mengalami

komodifikasi, nilai Bayan dipergunakan sebagai daya tarik bagi

wisatawan. Kedua ancaman ini melahirkan identitas baru kontemporer

seperti yang dikatakan oleh Eriksen, suatu komunitas atau kelompok akan

bangkit, ketika kelompok itu merasa terancam (Maunati, 2004).

Meminjam pendapav Castelles (dalam Buchari, 2014:23),

bentukan identitas seperti di Bayan ini merupakan bentukan resisten dan

identitas proyek (project identity). Identitas resisten (resistance identity)

yaitu sebuah proses pembentukan identitas oleh aktor-aktor sosial yang di

dalam kondisi tertekan dengan adanya dominasi dan stereotype oleh pihak-

pihak lain sehingga membentuk resistensi dan pemunculan identitas yang

berbeda dari pihak yang mendominasi, dengan tujuan keberlangsungan

hidup kelompoknya. Identitas proyek, yaitu suatu identitas dimana aktor-

aktor sosial membentuk suatu identitas baru yang dapat menentukan posisi

bam dalam masyarakat sekaligus secara keseluruhan, seperti membangun

pariwisata.

Politik identitas tercermin secara aktual dalam dinamika nilai-nilai

lokal yang secara intrinsik merupakan sumber daya sosial yang melekat

dalam system nilai kemasyarakatan Bayan sekaligus merupakan sosok

kultural yang menjadi dinamika pokok perkembangannya. Dalam

masyarakat lokal Bayan sosok kultural tersebut berdimensi politik,

ekonomi, sosial, tidak berkembang secara sehat dan wajar karena tidak

diberi ruang gerak yang memadai pada zaman orde baru karena sistem

demokrasi tidak berjalan. Pemerintahan yang sentralistik mengakibatkan

matinya dinamika eksperimen masyarakat lokal Bayan.

Orang Bayan menganggap mereka berbeda dengan orang Sasak,

selanjutnya perbedaan identitas Bayan dan Sasak direproduksi dalam

perebutan kekuasaan, baik bidang politik rnaupun ekonomi. Demikian

juga narasi kerajaan tradisional Bayan yang pernah berkuasa dan Bayan

dianggap pusat dunia dikonstruksi oleh aktor-aktor sebagai kekerasan

simbolik (symbolic power) yang terus-menerus direproduksi, agar aktor

Page 8: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya

Denpasar, 27-28 Mei 2016

302 ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1

dapat memperkokoh keuntungan politik maupun ekonofni. Ini akan

menjadi akumulasi modal, modal ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik.

Dalam konteks politik lokal, agama sering dijadikan alat legitemasi

dan justifikasi oleh sebagian elite untuk kepentingan politiknya. Hal ini

tentu saja berdampak pada distorsinya fungsi agama yang mestinya

sebagai alat praktik sosial bergeser menjadi residu yang dapat merusak

harmoni masyarakat. Substansi nilai agama lebih penting daripada

simbolisasi yang dibungkus agama, tetapi praktik bertentangan dengan

agama, ideologi yang berbasis agama sifatnya sangat hegemonik.

Politik identitas kontemporer Bayan bertumbpu pada tiga kekuatan

yaitu agama, etnis, dan adat (budaya). Poiitik identitas ini menjadi babak

baru dalam kebangkitan Bayan dalam mempersatukan dan

mengkonstruksi harapan dan keinginan masyarakat Bayan. Sosok Raden

Sugeri berhasil mempersatukan dan mengkonstruksi harapan dan

keinginan masyarakat Bayan untuk merebut kekuasaan politik, khususnya

DPRD. Berdasarkan peristiwa politik terpilihnya warga Bayan menjadi

anggota DPRD, di mana warga Bayan berangkat dari keterpurukan

menunjukkan adanya faktor penyebab yang signifikan yaitu di masa lalu

terjadi peminggiran dan marginalisasi yang masih dialami oleh warga

Bayan.

Pada mulanya politik (praktis) tidak banyak diminati oleh warga

Bayan. Mereka melakukan aktivitas sehari-hari dan kegiatan meneruskan

petuah-petuah leluhur dalam mempertahankan adat istiadat dan

budayanya. Adanya aktifitas-aktifitas yang mempengaruhi masyarakat

seperti penyuluhan agama dianggap sebagai suatu hal yang tidak banyak

mempengaruhi kehidupan dan perkembangan masyarakat. Sehingga

masuknya beberapa partai politik yang berasal dari luar dianggap sebagai

suatu hal yang kurang menguntungkan. Pada realitanya ketika terjadi

pencalegan, justru tidak banyak mendapat dukungan.

Demokrasi langsung yang berupa pemilihan langsung di Indonesia

merupakan terobosan yang luar biasa dalam menunjukkan kesungguhan

Page 9: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya Denpasar, 27-28 Mei 2016

ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1 303

demokrasi pada setiap segmen kehidupan. Hal ini menunjukkan pada

masyarakat Bayan yang selama ini tidak pernah tampil secara bermakna

dalam pentas perpolitikan di daerahnya. Maka dengan pemilihan langsung,

tokoh politik Bayan sekarang ada yang duduk dalam DPRD Kabupaten

Lombok Utara. Mereka dapat tampil sebagai kekuatan baru dalam peta

perpolitikan di daerah seperti umumnya di daerah suku / etnis lainnya.

Demokrasi merupakan pengaturan kelembagaan untuk mencapai

keputusan politik, tempat individu-individu melalui perjuangannya

memperebutkan suara rakyat pemilih memperoleh kekuasaan.

Memungkinkan kompetisi yang fair untuk memperebutkan jabatan DRPD

dengan jabatan lain di pemerintahan. Dalam hal ini terpilihnya Raden

Sugeri, mantan Kepala Desa Bayan sebagai anggota DPRD Lombok

Utara, secara terang menunjukkan adanya politik identitas.

Sejak kemenangan Raden Sugeri sebagai anggota DRPD Lombok

Utara, ini menunjukkan rangkaian munculnya kekuatan Bayan dalam

perpolitikan di Lombok Utara. Sejak era reformasi bergulir 1998, orang

Bayan dapat mempersatukan anggota-anggotanya untuk mencapai puncak

dalam pemilihan anggota DRPD.

Sejak lama, bahkan sejak zaman kerajaan, masyarakat Bayan

hilang dan konstelasi politik di Lombok terutama sejak Majapahit ekspansi

1357. Di berbagai era kepemimpinan orang Sasak, orang Bayan tidak

dianggap sebagai orang Sasak kebanyakan, seakan-akan tidak memiliki

hak yang sama. Pada masa orde baru di mana berbagai program

pembangunan sangat gencar dilaksanakan, orang Bayan yang umumnya

berada di pedalaman, sebagaimana kelompok pedalaman yang lain belum

tersentuh oleh program-program pembangunan yang ada. Program dan

kebijakan pembangunan cenderung dilakukan di wilayah perkotaan. Maka

secara otomatis lebih banyak dinikmati oleh orang-orang perkotaan,

sedangkan di wilayah pedalaman seperti Bayan kehidupan ekonomi yang

masih tertinggal jauh, sulit mengalami kemajuan. Bahkan masyarakat

Page 10: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya

Denpasar, 27-28 Mei 2016

304 ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1

Bayan sendiri tampak tertinggal dengan masyarakat lainnya. Keberadaan

mereka tak lebih sebagai penonton dan bukan aktor pembangunan.

Demikian pula tidak ada tokoh penting yang berasal dari Bayan,

baik seorang pengusaha merupakan tokoh masyarakat, begitu pula dalam

pos-pos pemerintahan lainnya, Dalam bidang akademis, representasi

mahasiswa dan pengajar sangat kecil dibandingkan Sasak lainnya.

Kenyataan selama berpulah-puiuhan tahun lamanya kelompok masyarakat

Bayan justru termarjinal di berbagai arena.

Pada masa orde baru, pemerintahan dan tokoh-tokoh Islam waktu

lima melarang kegiatan Islam Wetu Telu. Setelah reformasi, ritual-ritual

itu kembali meningkat. Kegiatan ritual tetap dilakukan di tempat-tempat

yang dianggap keramat seperti di kuburan, pedewak dan kemaliq.

Demikian juga mengaturkan sesajen di makam. Kepercayaan terhadap roh

leluhur yang mempunyai fungsi-fungsi tertentu di masyarakat tetap

dipertahankan. Perlawanan masyarakat Bayan menunjukkan identitas

dengan menjunjung nilai-nilai lokal atau kearifan lokai sebagai penanda

identitas yang selalu mengacu pada suatu pendekatan yang berbasis nilai-

nilai lokal Wisdom, di mana suatu penanda identitas bagi kelangsungan

hidup sebuah kelompok identitas maupun aliran kepereayaan (Abdullah,

2008:8). Perlawanan dengan identitas untuk mengkritisi pemerintah

karena pemerintah sering memperdebatkan nilai-nilai lokal masyarakat

Bayan Wetu Telu, yang dengan kepentingan-kepentingan tertentu

termasuk dengan berbagai pihak pengambil kebijakan, sehingga rentan

dengan kepentingan politik pihak-pihak tertentu, yang akhirnya fungsi

kearifan lokal tidak lagi sebagai perekat damai. Hal senada juga dikatakan

oleh Haba (2007:11), bahwa kearifan lokal merupakan bagian dari

konstruksi budaya. Menurut Haba salah satu signifikasi dan fungsi

kearifan lokal adalah sebuah penanda komunitas.

Islam Wetu Telu Bayan sangat menonjolkan adat sebagai identitas

kolektif seperti yang dikatakan oleh Haba. Menurut beberapa tokoh

masyarakat Bayan antara adat dan agama tidak bisa dipisahkan satu sama

Page 11: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya Denpasar, 27-28 Mei 2016

ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1 305

lain. Dengan tidak memiliki adat akan tidak memiliki aturan, sehingga

agama pun tidak bisa dipisahkan dengan adat. Dengan demikian, bilamana

masyarakat yang melanggar adat selalu diberikan sanksi-sanksi sosial

sesuai dengan kesepakatan adat yang berlaku. Bagi masyarakat Bayan,

kewajiban yang harus dijalankan oleh masyarakat adalah berperilaku dan

bermoral yang baik, berpikir yang suci serta taat kepada ajaran leluhur dan

menghargai orang lain (FGD).

Politik identitas yang lain adalah perjuangan pelestarian warisan

budaya adat Bayan, sehingga merangsang dan mendorong masyarakat

menggali, menemukan, dan mempertahankan warisan leluhur. Gerakan ini

juga bagian dari gerakan perlawanan Dewi Anjani. Gerakan Dewi Anjani

yaitu gerakan yang dibentuk dengan tujuan untuk mempertahankan

kepercayaan, certa adat istiadat dan budaya yang diturunkan dari nenek

moyang mereka untuk meningkatkan integritas antara penganut Wetu

Telu. Gerakan ini sesungguhnya merupakan gerakan counter hegemoni

atau perlawanan suku Sasak Bayan dari pengaruh pihak luar yang seolah-

olah menurut mereka akan memangkas serta menghilangkan adat istiadat

Wetu Telu. Terkait dengan adanya pariwisata mernerlukan sejumlah

budaya yang unik dan orisinil, maka budaya Bayan perlu mendapat ruang

(space) bagi masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Spillane (1999:138),

serta menemukan berbudaya Indonesia, kebudayaan asli. Dalam hal ini

kebudayaan Bayan tidak ada duanya di dunia.

Ekspresi lainnya adalah identitas pakaian adat. Kebetulan budaya

adat Bayan telah ditetapkan sebagai pakaian adat daerah Nusa Tenggara

Barat. Bahkan pada tanggal 18 Agustus 2009 pakaian adat Bayan ikut

ambil bagian dalam perlombaan adat Nusantara di Jakarta. Meskipun tidak

semua wakil dari NTB adalah utusan dari Bayan, tetapi identitas Bayan

sudah mulai tampil dalam skala nasional. Karena kebanggaan terhadap

pakaian adat Bayan sekarang tiap warga Bayan yang diundang dalam

berbagai kegiatan formal maupun informal selalu menggunakan pakaian

Page 12: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya

Denpasar, 27-28 Mei 2016

306 ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1

adatnya. Pakaian adat Bayan mencerminkan jati diri dan harga diri sebagai

masyarakat yang berbudaya.

Selanjutnya pendekatan ekonomi pariwisata bagi masyarakat

Bayan mulai dilakukan seperti yang terjadi di Kalimantan Timur yang

dikemukakan oleh Maunati (2004:231). Menurut Maunati, Kebudayaan

Dayak mulai "dijual" sebagai daya tarik pariwisata untuk meningkatkan

kesejahteraan. Masyarakat Bayan sudah lama menggalakkan pariwisata,

bahkan sekarang mendirikan kantor informasi pariwisata di Desa Bayan.

Masjid kuno Bayan Beleq banyak didatangi wisatawan, apalagi pada saat-

saat upacara besar seperti Maulud Nabi, wisatawan tumpah ruah di Desa

Bayan. Kain tenun khas Bayan sudah mulai merambah pasar modern.

Demikian juga obyek-obyek wisata mulai dikunjungi seperti makam,

hutan adat, sudah mengalami komodifikasi.

Kepariwisataan telah menyebabkan menguatnya ke-Bayanan baru

dan bangkitnya kembali kebudayaan tradisi Bayan. Pembentukan dan

manipulasi identitas ini (identitas proyek) merupakan tindakan yang

kompleks dan bagian dari tindakan politik. Sementara sejak zaman

kerajaan. jaman kolonial, orde baru, label sebagai daerah terbelakang

menjadikan Bayan semakin terpinggirkan selama ratusan tahun.

Masyarakat Bayan memerlukan peningkatan terhadap

pemberdayaan mereka secara politik agar mereka memiliki kemampuan

untuk merekonstruksi ulang budayanya sendiri dan lembaga adat

memperoleh pengakuan. Sudah banyak tanah adat diambil paksa oleh

pemerintah untuk kepentingan ekonomi dan yang lain, identitas mereka

dimanipulasi.

Mempertahankan identitas juga bagian dari semangat masyarakat

lokal dalam aras multikulturalisme mempertahankan identitas sangat

penting, mengingat jika mereka kehilangan identitas, berarti mereka akan

mati secara sosio kultural. Kondisi ini akan menimbulkan frustasi sosial

yang akut, sehingga setiap etnik, dimana pun mereka berada mereka selalu

menumbuh kembangkan identitasnya (Suseno, 2000 : 6).

Page 13: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya Denpasar, 27-28 Mei 2016

ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1 307

Dalam prinsip multikultur (Watson, 2000 ; 110) mengatakan

bahwa semua manusia seharusnya dapat menerima perbedaan dan

kesetaraan. Prinsip dasar multikultur yaitu cultural liberty yaitu dalam.

kebebasan manusia dalam hidup untuk memilih pilihan-pilihan yang

dimiliki. Selanjutnya multikultur merupakan cermin lokalitas masyarakat

yang memiliki keragaman budaya. Multikultur mengakui keragaman

budaya (pluralisme budaya). Pluralisme budaya bukan suatu yang "given"

tetapi merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai komunitas.

Multikultur merupakan keniscayaan sekaligus menjadi model kemajuan

bangsa, ia haras menjadi bagian penting dari wawasan pembangunan.

Pembangunan kebangsaan yang mendasarkan pada suatu pendekatan

Kalau menyimak perjuangan atau perjalanan sejarah penuh dengan

gejolak-gejolak menyebabkan masyarakat Bayan tertutup. Sejarah Bayan

adalah sejarah perlawanan dari Majapahit, Bali, Islam, bahkan Sasak.

Mereka mempunyai ciri khas tersendiri dan mempunyai system bahasa

sendiri yang berbeda dengan masyarakat Sasak. Dalam kerangka dinamika

budaya menghadapi keterpinggiran dan hegemoni, masyarakat Bayan

mengadakan perlawanan dengan komodiflkasi, pariwisata, dan kekuatan

politik.

Page 14: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya

Denpasar, 27-28 Mei 2016

308 ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1

3. TINJAUAN AKHIR

Islam waktu telu, kemudian berubah menjadi Metu Telu adalah Islam yang

kental dengan pengaruh tradisi lokal, identik dengan Islam abangan yang dikenal

pada masyarakat Jawa menurut teriminologi Cliffard Geertz (Geertz, 1984). Islam

waktu telu merupakan strategi kontra hegomoni untuk mempertahankan diri dari

berbagai pengaruh luar, dengan berlindung pada kekuatan adat. Agam Islam yang

dianut adalah agama Islam yang dipraktekkan meskipun tidak sesuai dengan konsep

puritahisme dalam Islam.

Tradisi Metu Telu adalah sejenis konsep trinitas dalam tradisi beberapa

agama yang ada. Metu telu menurut para tokoh Bayan sekarang selalu dihubungkan

dengan makhluk hidup yang mengalami perkembangan dalam kehidupan berupa

tiga model reproduksi.

Tiga model tersebut adalah menitik yaitu berkembang melalui tunas, biji,

benih induk tambah. Menteluk atau bertelur untuk binatang dan jenis unggas

(baling), yang ketiga menganak (melalurkan) induk manusia dan binatang

menyusui.

Sejarah keberadaan masyarakat Bayann sesungguhnya merupakan

perjuangan untuk menegakkan identitas. Sebagai kelompok inmaritas mereka

dituntut mampu berintegrasi. Mereka berjuang gempuran kegiatan pulitansial

agama kelompok mainstream waktu telu.

Page 15: MASYARAKAT BAYAN DALAM DINAMIKA IDENTITAS

Prosiding

Seminar Nasional Sastra dan Budaya Denpasar, 27-28 Mei 2016

ISBN 978 - 602 - 294 - 107 – 1 309

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Adonis, Tito. 1989. Suku Terasing di Bayan Daerah Propinsi Nusa Tenggara

Barat. Jakarta : Depdikbud.

Babad Lombok. Puri Karangasem (Bali)

Budiwanti, Erni. 2000. Islam Sasak : Wetu Telu Versus Waktu Lima. Yogyakarta :

L.Kis.

Budiwanti, Erni. 2005. "Islam dalam Konteks Budaya Lokal : Studi Kasus di Bayan,

Lombok Barat". Masyarakat Indonesia, No. 2. Jakarta : Lipi.

Buchari. Sri Astuti. 2014. Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas. Jakarta :

Yayasan Obor. Sfr The^§pglH3f The Aii(^Mia^a.a^BBPEQweg

Cika, I Wayan. 2012. Ritual Maulid Adat Masyarakat Bayan, Lombok Utara, NTB.

Laporan Penelitian Denpasar : BPNP - Unud.

Eerde, J.C. Van 1901. "Aanteekeningen Over de Bodha's Van Lombok" dalam TBG,

43.

Eriksen, Thomas Hyland. 1993. Ethnicity and Nationalism Anthropological

Perspectives. London : Pluto Press.

Graaf, H.J. de 1941. "Lombok in de 17c eeuw", dalam Djawa, 21, 6.

Haba, John. 2007. Refitalisasi Kearifan Lokal : Studi Resolusi Konflik di

Kalimantan Barat, Maluku dan Poso. Jakarta.

Lukman, H. Lalu. 2004. Sejarah, Masyarakat, Budaya Lombok. Mataram : Propinsi

NTB. Maunati, Y, 2004. Identitas Dayak : Komodifikasi dan Politik

Kebudayaan. Yogyakarta : LKIS.

Parimartha, I Gde. 1995. Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara 1815 - 1915.

Disertasi Universitas Amsterdam, belum diterbitkan.

Sidemen, Ida Bagus. 2010. Dari Wilatikta ke Swecapura : Perjalanan. Seorang

Aktor Religius. Deupasar: Tunas Jaya.

Suseno, Magnis. 2000. Kuasa Hukum dan Moral. Jakarta : Gramedia.

Spillane, James. J. 1999. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya.

Yogyakarta : Kamisius.

Utrecht, E. 1962. Sedjarah Hukum Internasional di Bali dan Lombok. Djakarta :

Sumur Bandung.

Van Baal J. 1976. Pesta Alip di Bayan, Jakarta ; Bhratara.

Watson, Conrad William. 2000. Mulciculturalism Open. Buchingham University

Press.

Wirata, I Wayan. 2009. Hegemoni dan Resistensi Wetu Telu Suku Sasak di

Kecamatan Bayan Lombok Utara. Disertasi yang Belum diterbitkan,

Unud.