Masuknya Islam Ke Sumatera
-
Upload
radeniqrafia -
Category
Documents
-
view
12 -
download
1
description
Transcript of Masuknya Islam Ke Sumatera
Nama : Raden Iqrafia Ashna
NPM : 1406529834
Kelas : MPK Agama Kelas K
SEJARAH MASUK DAN BERKEMBANGNYA
ISLAM DI SUMATERA
Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak
ditemukan sampai dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis
adalah bangunan-bangunan masjid, makam, ataupun lainnya. Hal ini memberikan
kesimpulan bahwa pada abad 1—4 H merupakan fase pertama proses kedatangan
Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para
pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal ini dapat
diketahui berdasarkan sumber-sumber asing.
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah
mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke-7 M. Sehingga,
kita dapat berasumsi, mungkin dalam kurun waktu abad 1—4 H terdapat hubungan
pernikahan antara para pedagang atau masyarakat muslim asing dengan penduduk
setempat sehingga menjadikan mereka masuk Islam baik sebagai istri ataupun
keluarganya.
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia
khususnya Sumatera, baru ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan
ditemukannya makam seorang wanita bernama Tuhar Amisuri di Barus, dan makam
Malik as Shaleh yang ditemukan di Meunahasah Beringin kabupaten Aceh Utara
pada abad ke– 13. M.
A. KEADAAN MASYARAKAT SUMATRA SEBELUM MASUKNYA ISLAM
Sumatera Utara memiiki letak geografis yang strategis. Hal ini membuat
Sumatera Utara menjadi pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan
saudagar-saudagar muslim Arab dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada
masa dahulu. Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat
setempat telah menganut agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang
menyebutkan bahwasanya Sultan Malik As-Shaleh, Sultan Samudera Pasai
pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya diIslamkan oleh Syekh
Ismael. Sama halnya dengan Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki
letak geografis yang strategis. Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan
merupakan pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada
masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak saudagar-saudagar muslim yang
singgah ke pelabuhan ini.
Sebelum masuknya Islam, Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya
yang bercorak Buddha. Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar biasa.
Karena kerajaannya bercorak Buddha, maka secara tidak langsung sebagian besar
masyarakatnya menganut Agama Buddha. Letak yang strategis menyebabkan
interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau harus dihadapi. Hal ini
membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang masuk ke Sriwijaya
dan mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya.
Termasuk masuknya Islam. Bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang
terkenal akan sikap tidak menutup diri, dan sangat menghormati perbedaan
keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan besar ajaran agama yang
berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang membuat Islam dapat masuk
dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan khususnya dan Pulau Sumatera
umumnya.
B. MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI SUMATERA UTARA
Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perniagaan yang terpenting di
Nusantara pada abad ke- 7 M. Sehingga Sumatera Utara menjadi salah satu tempat
berkumpul dan singgahnya para saudagar-saudagar Arab Islam. Dengan demikian
dakwah Islamiyah berpeluang untuk bergerak dan berkembang dengan cepat di
kawasan ini. Hal ini berdasarkan catatan tua Cina yang menyebutkan adanya
sebuah kerajaan di utara Sumatera namanya Ta Shi telah membuat hubungan
diplomatik dengan kerajaan Cina. Ta Shi menurut istilah Cina adalah istilah yang
diberikan kepada orang-orang Islam. Dan letaknya kerajaan Ta Shi itu lima hari
berlayar dari Chop’o (bagian yang lebih lebar dari malaka) di seberang selat
Malaka. Ini menunjukkan Ta Shi dalam catatan tua Cina itu ialah Ta Shi Sumatera
Utara, bukan Ta Shi Arab. Karena, Ta Shi Arab tidak mungkin di capai dalam
waktu lima hari.
Islam semakin berkembang di Sumatera Utara setelah semakin ramai
pedagang – pedagang muslim yang datang ke Nusantara, karena Laut Merah telah
menjadi Laut Islam sejak armada rome dihancurkan oleh armada muslim di Laut
Iskandariyah. Disamping itu , terdapat satu factor besar yang menyebabkan para
pedagang Islam Arab memilih Sumatera Utara pada akhir abad ke- 7 M. Yaitu
karena terhalangnya pelayaran mereka melalui Selat Malaka karena disekat oleh
tentara laut/Sriwijaya kerajaan Budha sebagai pembalasan atas serangan tentara
Islam atas kerajaan Hindu di Sind. Maka terpaksalah mereka melalui Sumatera
utara dengan pesisir barat Sumatera kemudian masuk selat Sunda melalui
Singapura menuju Kantun, Cina.
KERAJAAN PERLAK
Kata Perlak berasal dari nama pohon kayu besar yaitu “Kayei Peureulak”
(Kayu Perlak). Kayu ini sangat baik digunakan untuk bahan dasar pembuatan perahu
kapal, sehingga banyak dibeli oleh perusahaan-perusahaan perahu kapal. Dan di
Perlak banyak tumbuh jenis pepohonan ini, sehingga disebut negeri Perlak (Perlak).
Perlak merupakan salah satu pelabuhan perdagangan yang maju dan aman pada abad
ke- 8 M. sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang muslim.
Dengan demikian, secara tidak langsung berkembanglah masyarakat Islam di daerah
ini. Factor utamanya yaitu karena sebab pernikahan antara saudagar-saudagar muslim
dengan perempuan-perempuan pribumi. Sehingga menyebabkan lahir keturunan-
keturunan yang beragama Islam. Hal ini semakin berkembang sehingga berdirinya
kerajaan Islam Perlak yaitu pada hari selasa bulan muharram tahun 225 H (840 M).
dan sultannya yang pertama adalah Syed Maulana Abdul Aziz Shah yang bergelar
Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah. Kemudian Bandar Perlak diganti
namanya menjadi Bandar Khalifah.
Islam terus berkembang di Perlak, dan hal ini terlihat jelas pada abad ke – 13
M. pada abad ini, perkembangan Islam di Perlak melebihi dari daerah-daerah lain di
Sumatera. Hal ini bersumber pada riwayat Marco Polo yang tiba di Sumatera pada
tahun 1292 M. Ia mengatakan bahwa pada saat iu di Sumatera terbagi dalam delapan
kerajaan, yang semuanya menyembah berhala kecuali satu, itu kerajaan Perlak.
Kerajaan Perlak terus berdiri hingga akhirnya bergabung dalam kerajaan Islam
Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Dzahir (1289
– 1326 M)
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
Raja pertamanya adalah Sultan Malik as Shaleh. Beliau adalah keturunan dari
Raja Islam Perlak, yaitu Makhdum Sultan Malik Ibrahim Syah Joan (365 – 402
H/976 – 1012 M). Ada beberapa hal yang masih simpang siur mengenai Sultan Malik
as Shaleh. Ada yang menyebutkan beliau memeluk agama Hindu yang kemudian
diIslamkan oleh Syekh Ismail. Ada pula yang menyebutkan bahwa beliau sudah
memeluk agama Islam sejak awal.
Sebelum bernama Samudra Pasai, kerajaan ini bernama kerajaan Samudra
saja. Kerajaan Samudra merupakan kerajaan yang makmur dan kaya. Juga memiliki
angkatan tentara laut dan darat yang teratur. Kerajaan Samudra semakin bertambah
maju, yang kemudian dikenal dengan nama “Samudera Pasai”, yaitu setelah
dibangunnya Bandar Pasai pada masa pemerintahan Raja Muhammad.
Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dengan Kerajaan Perlak sangatlah baik.
Dan hal ini makin dipererat dengan menikahnya Sultan Malik as Shaleh dengan putri
raja Perlak. Puncak kejayaan kerajaan Samudra Pasai yaitu pada masa pemerintahan
Sultan Al Malik Al Zahir (1326—1349/757—750 H).
KERAJAAN ACEH
Kerajaan ini berdiri pada abad ke- 13 M. Pada awalnya Aceh merupakan
daerah taklukan kerajaan Pidir. Namun berkat jasa Sultan Ali Mughiyat Syah, Aceh
akhirnya mampu melepaskan diri dan berdaulat penuh menjadi Kerajaan. Atas jasa
beliau, akhirnya Sultan Mghiyat Syah dinobatkan menjadi Raja pertama. Kerajaan
Aceh mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607—1638 M).
C. MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI SUMATERA SELATAN
Palembang adalah kota yang memiliki letak geografis yang sangat strategis.
Sejak masa kuno, Palembang menjadi tempat singgah para pedagang yang
berlayar di selat Malaka, baik yang akan pergi ke negeri Cina dan daerah Asia
Timur lainnya maupun yang akan melewati jalur barat ke India dan negeri
Arab serta terus melewati jalur barat ke India dan negeri Arab serta terus ke
Eropa. Dan selain pedagang, para peziarah pun banyak menggunakan jalur ini.
Persinggahan ini yang memungkinkan terjadinya agama Islam mulai masuk ke
Palembang (Sriwijaya pada waktu itu) atau ke Sumatera Selatan.
Ada sebuah catatan sejarah Cina yang ditulis oleh It’sing, ketika ia berlayar ke
India dan akan kembali ke negeri Cina dan tertahan di Palembang. Kemudian ia
membuat catatan tentang kota dan penduduknya. Ada dua tempat di tepi selat
Malaka pada permulaan abad ke– 7 M yang menjadi tempat singgah para musafir
yang beragama Islam dan diterima dengan baik oleh penguasa setempat yang
belum beragama Islam yaitu Palembang dan Keddah. Dengan demikian dapat
disimpulkan, pada permulaan abad ke- 7 M di Palembang sudah ada masyarakat
Islam yang oleh penguasa setempat (pada waktu itu Raja Sriwijaya) telah diterima
dengan baik dan dapat menjalankan ibadah menurut agama Islam. Selain itu, ada
sumber yang menyebutkan bahwa telah ada hubungan yang erat antara
perdagangan yang diselenggarakan oleh kekhalifahan di Timur Tengah dengan
Sriwijaya. Yaitu dengan mempertimbangkan sejarah T’ang yang memberitakan
adanya utusan raja Ta-che (sebutan untuk Arab) ke Kalingga pada 674 M,
dapatlah dipastikan bahwa di Sumatera Selatan pun telah terjadi proses awal
Islamisasi. Apalagi T’ang menyebutkan telah adanya kampong Arab muslim di
pantai Barat Sumatera.
Sesuai dengan keterangan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia tidak
mengadakan invasi militer dan agama, tetapi hanya melaui jalan perdagangan.
System penyebaran Islam yang tidak kenal misionaris dan tidak adanya system
pemaksaan melalui perang, melinkan hanya melaui perdagangan saja
memungkinkan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan penyebaran agama Budha, dapat
menerima kehadiran Islam di wilayahnya.
Berdasarkan sejarah, Sriwijaya terkenal memiliki kekuatan maritim yang
tangguh. Walaupun ada yang meragukan hal tersebut karena melihat kondisi
maritime bangsa Indonesia sekarang. Oleh karena itu, tidak menutup
kemungkinan putra pribumi ikut berlayar bersama para pedagang Islam ke pusat
agama Islam yaitu mekkah. Dan tidak menutup kemungkinan pula, putera
pribumi mengadakan ekspedisi ke timur tengah untuk memperdalam keilmuan
agama Islam. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa bangsa Indonesia tidak serta
merta menunggu para pedagang Islam baik itu dari bangsa Arab ataupun
sekitarnya untuk mencari tambahan pengetahuannya tentang ajaran agama Islam.
KESULTANAN PALEMBANG
Pada waktu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, di
daerah ini ditempatkan seorang Adipati bernama Ario Damar. (14—15 H/1447 M).
Pada awalnya ia beragama Hindu, lalu kemudian memeluk Islam. Hal ini
menunjukkan bahwasanya pada waktu itu, Islam sudah dominant di Palembang.
Pada suatu hari, Ario Damar mendapat hadiah salah seorang selir dari Prabu
Kertabumi, yang bernama Putri Campa yang sedang hamil tua. Yang kemudian lahir
dari rahimnya seorang anak yang bernama Raden Patah.
Pada tahun 1473, raden Patah bersama adiknya Raden Kusen (Ario Dillah),
menghadap Prabu Kertabumi. Mereka mendapat kepercayaan untuk membangun desa
Bintoro, yang nantinya berkembang dengan pesat dan menjadi kerajaan Islam Demak
yang pada akhirnya menghancurkan Majapahit.
Pada tahun 1528, Demak di serang oleh kerajaan Pajang dan mengalami
kekalahan. Para pembesar kerajaan dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan
bermigrasi ke Palembang yang kemudian mendirikan kerajaan Islam Palembang
Pada akhirnya kesultanan Palembang hilang karena dihapus status kesultanannya oleh
colonial Belanda
Daftar Pustaka
Ans, Azky. “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera”.
http://azkyanz.blogspot.com/2011/05/sejarah-masuk-dan-berkembangnya-
islam.html (26 Februari 2015)
Kesimpulan
Apabila tulisan Suryadinegara adalah tulisan yang mendekati keotentkian
sebuah penelitian, itu artinya proses penyearan ajaran islam tidak hanya berakar dari
para pendatang atau para pedagang. Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara
masuknya islam disumatra-selatan tidak ubahnya seperti terjadi pada wilayah
Indonesia lainnya, dilakukan oleh putra Indonesia dan tidak berjalan pasif. Dengan
pengertian bangsa Indonesia tidak menunggu kedatangan bangsa Arab semata dengan
upayanya mencari tambahan pengetahuan tentang agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama islam selain dilakukan oleh
bangsa arab, pedagang utusan kholifah Umayah (661-750) dan kholifah Abbasiyah
(750-1268), juga perdagangan dari Sriwijaya berlayar ketimur tengah. Hal yang
demikian ini tidak bertentangan, sekalipun Sriwijaya sebagai pusat pengembangan
ajaran budha, tetapi, karena watak Indonesia yang mempunyai kesanggupan yang
tinggi dalam menghormati perbedaan agama, maka, di wilayah kerajaan Sriwijaya di
izinkan masuknya agama islam melalui jalur perdagangan. Factor yang terakhir inilah
yang memungkinkan Sriwijaya menempuh Sistem pintu terbuka dalam menghadapi
kenyataan masuknya agama islam.