MASJID HARAKATUL JANNAH GADOG-BOGOR: SIMBOL … · 2018-01-18 · Harakatul Jannah, bagaimana...
Transcript of MASJID HARAKATUL JANNAH GADOG-BOGOR: SIMBOL … · 2018-01-18 · Harakatul Jannah, bagaimana...
MASJID HARAKATUL JANNAH GADOG-BOGOR:
SIMBOL KARAKTERISTIK KEBUDAYAAN
MINANGKABAU DI RANAH RANTAU
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh
Yulia Kartika
NIM: 1113022000094
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2017 M
iv
ABSTRAK
Tradisi merantau masyarakat Minangkabau mulai intensif berlangsung pada abad
ke-15, dengan berbagai faktor keadaan Minangkabau saat itu semakin
mempermudah pergerakan masyarakatnya ke wilayah di luar daerah Sumatera
Barat. Dalam skripsi ini, penulis menjadikan Masjid Harakatul Jannah di Gadog-
Bogor sebagai instrumen dari keberadaan pamangku adat Minangkabau di rantau,
dengan eksistensinya yang memiliki karakteristik kebudayaan Minangkabau di
Bogor. Penulisan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan perspektif
sejarah, dan ilmu bantu antropologi untuk mengetahui sejarah berdirinya masjid
Harakatul Jannah, bagaimana elemen kebudayaan Minangkabau yang
diaplikasikan pada masjid Harakatul Jannah, dan bagaimana kontribusi masjid
kepada masyarakat. Teknik pengumpulan data skripsi ini dilakukan dengan
observasi dan wawancara pribadi, kepada pendiri masjid, dan penggiat masjid.
Hasil penelitian pada skripsi ini, menunjukkan bahwa karakteristik kebudayaan
Minangkabau yang identik dengan adat, diaplikasikan pada bagian elemen-elemen
Masjid Harakatul Jannah, seperti Gerbang Bundo Kanduang, Hajjah Tower, dan
Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang memiliki filosofi dengan
masyarakat Minangkabau yang beradat. Upaya dalam menghidupkan masjid turut
dilakukan oleh penggiat masjid yang merupakan para perantau dari Minangkabau,
dengan dilangsungkannya beberapa pertemuan sebagai bentuk silaturahmi antar
perantau. Keberadaan santri binaan Masjid Harakatul Jannah, turut memberikan
gambaran atas kebudayaan Minangkabau yang hidup di dalam masjid. Aktivitas
para santri di masjid, khususnya di Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-
Minangkabawi, menunjukkan kemiripan dengan tradisi intelektual Islam yang
telah menempatkan surau pada posisi penting pendidikan Islam pada abad ke 19
di Minangkabau. Walaupun Masjid Harakatul Jannah dikenal dengan kekayaan
arsitektur Eropa dan Timur Tengah yang megah, kebudayaan dengan karakter
Minangkabau telah menjadi ekspresi kebudayaan yang eksklusif pada bagian
elemen masjid maupun pada kegiatan-kegiatan yang berlangsung di Masjid
Harakatul jannah.
Kata kunci: Tradisi Merantau, Masjid Harakatul Jannah, Kebudayaan
Minangkabau
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan
kasih-Nya, semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu menyertai kita dalam segala
upaya. Shalawat serta salam senantiasa kita persembahkan kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat, dan pengikutnya. Rasa syukur
penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Masjid Harakatul Jannah
Gadog-Bogor: Kajian mengenai Karakteristik kebudayaan Minangkabau”.
Meskipun penulis sadar betul atas kekurangan pada skripsi ini, penulis berharap
dapat memberikan gambaran mengenai Masyarakat Minangkabau kontemporer,
khususnya mengenai kontribusi perantau Minangkabau di wilayah Bogor pada
khususnya.
Tidak dapat dipungkiri terdapat orang-orang yang rela meluangkan waktu dan
dukungannya atas penyelesaian skripsi ini, untuk itu penulis tuturkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora.
3. Nurhasan, M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
4. Solikhatus Sa‟diyah, M.Pd. selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam.
5. Dr. Tarmidzy Idris M.A selaku dosen Penasehat Akademik penulis.
6. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan
sabar dan berdedikasi tinggi dalam membimbing penulis selama proses
penulisan skripsi ini.
7. Dr. Jajat Burhanuddin M.A. terimakasih telah memberikan arahan untuk
pertama kalinya kepada penulis atas temuan bangunan masjid di Gadog-
Bogor dengan wawasan sejarah merantau masyarakat Minangkabau.
8. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim M.A. terimakasih atas arahan kepada penulis
serta atas nilai kejujuran yang telah ditanamkan.
vi
9. Dr. Awalia Rahma M.A. terimakasih telah memberikan nasehat dan
arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Khairul Anwar dan Sawiyah Saragih selaku orang tua penulis.
Terimakasih atas cinta, kepercayaan, motivasi dan pengorbanan tiada
pamrih kepada penulis.
11. Hari Rahman dan Ikhsanuddin Muhammad selaku adik-adik penulis yang
telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
12. Khoeria Rosa, Rahmawati Rahayu, Diah Mawardi dan Puji Astuti, selaku
sahabat penulis yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dan doa
13. Mahbub Haikal Muhammad selaku sahabat penulis, terimakasih atas
dukungan dan motivasi yang tidak henti-hentinya.
14. Rekan-rekan Komunitas Anak Panah yang merupakan kawan
seperjuangan di Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam 2013, terimakasih
atas semangat dan dukungan yang selalu menginspirasi penulis.
Ciputat, 2 Desember 2017
Yulia Kartika
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 8
D. Kerangka Tujuan................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 9
F. Kajian Pustakaka Terdahulu ................................................................. 9
G. Kerangka Teori ................................................................................... 11
H. Metode Penelitian ............................................................................... 12
I. Sistematika Penulisan ......................................................................... 15
BAB II KARAKTERISTIK KEBUDAYAAN MINANGKABAU ................. 15
A. Tradisi Merantau ................................................................................. 15
B. Sistem Kekerabatan Minangkabau ..................................................... 17
C. Prototipe Bangunan............................................................................. 19
D. Islam di Minangkabau ........................................................................ 21
BAB III MASJID HARAKATUL JANNAH .................................................... 24
A. Makna Masjid Harakatul Jannah ........................................................ 24
B. Letak Keberadaan Masjid ................................................................... 25
C. Aktifitas di Masjid Harakatul Jannah ................................................. 26
D. Elemen-elemen Masjid ....................................................................... 28
BAB IV KARAKTERISTIK KEBUDAYAAN MINANGKABAU PADA
MASJID AGUNG HARAKATUL JANNAH ................................................... 34
A. Prototipe Bangunan Khas Minangkabau ............................................ 34
viii
B. Pendiri ................................................................................................. 39
C. Respon Masyarakat ............................................................................. 41
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 44
A. Kesimpulan ......................................................................................... 44
B. Saran ................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Terlepas dari Kaba1 mengenai kemenangan kerajaan kecil yang
digambarkan dengan kerbau kecil atas kerajaan besar yang digambarkan dengan
kerbau besar (menang kerbau) Minangkabau merupakan salah satu suku yang
dikenal sangat mempertahankan adat istiadatnya.2 Sepanjang sejarah
Minangkabau, permasalahan kerapkali menyinggung persoalan adat yang telah
menimbulkan dinamika budaya masyarakatnya. Jika ditinjau ke belakang,
Minangkabau memiliki akar historis panjang yang dapat menunjang berbagai
alasan adat istiadat itu selalu dipertahankan.
Tradisi masyarakat Minangkabau yang juga menjadi karakter dari setiap
pemangku adat Minangkabau ialah tradisi merantau.3 Fenomena pergerakan
merantau suku Minangkabau yang kemudian berdiaspora selalu disandingkan
dengan salah satu tradisi yang mencirikan budaya masyarakat Minangkabau.
Keberadaan pemangku adat yang berasal dari Minangkabau pun ramai menempati
wilayah rantauan. Menurut Hasil Sensus Penduduk 2010 Badan Pusat Statistik
terdapat 6.462 713 penduduk suku Minangkabau yang tersebar ke seluruh wilayah
1Kaba merupakan sastra tradisional yang berasal dari Minangkabau yang berbentuk prosa
berirama, kalimatnya terdiri dari tiga sampai lima kata sehingga mudah diucapkan secara berirama
ataupun untuk didendangkan. Biasanya terdiri dari cerita kepahlawanan, percintaan, petualangan
dan juga pelipur lara. 2Adat istiadat merupakan bagian penting masyarakat Minangkabau. Adat bagi masyarakat
Minangkabau merupakan bagian dari martabat setiap pemeluk adat. Hal tersebut tercermin pula
pada peristiwa besar yang melibatkan kaum tuo dan kaum mudo atas kedilemaan dalam
mempertahankan tradisi nenek moyang dengan pembaharuan yang dibawa oleh kaum muda yang
membawa ide-ide pembaharuan sekembalinya dari Mekkah, hal tersebut menjadi titik mula
pecahnya perang Paderi yang kemudian memberikan dinamika atas posisi Agama dan Adat bagi
setiap pemangku adat di Minangkabau. Hingga falsafah Adat bersanding syara‟, syara bersanding
kitabullah lekat pada benak seorang kelahiran Minangkabau. Lihat lebih lengkap di B.J.O
Schrieke. Pergolakan Agama di Sumatera Barat. Sebuah sumbangan Bibliografi. 3Merantau yang merupakan suatu proses orang muda (pemuda-pemudi Minangkabau)
meninggalkan kampung halaman mereka untuk mendapatkan perutungan. Tradisi merantau pada
suku Minangkabau memang merupakan suatu dorongan adat yang mengharuskan pemuda
Minangkabau ke luar dari kampung halamannya demi meraih kehidupan yang lebih baik lagi.
2
Indonesia. Suku Minangkabau mendominasi Provinsi Riau dengan jumlah 676.
948, Provinsi DKI 272. 018 dan Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 241. 169.4
Pada mulanya tradisi merantau dilakukan dalam ruang lingkup wilayah
yang kecil, hanya pada wilayah yang dianggap sebagai wilayah asal suku
Minangkanau yakni Luhak tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Limo pulueh
Koto.5 Wilayah rantauan kemudian meluas bersamaan dengan ramainya aktivitas
perdagangan di Malaka.6 Ketika membahas tradisi merantau masyarakat
Minagkabau, Melayu selalu didekatkan dengan tradisi tersebut. Hal ini
dikarenakan tradisi orang-orang Melayu yang juga memiliki kegiatan menyebar
ke wilayah lain atau yang sering di sebut diaspora. Nagari asli yang didiami
bangsa Melayu disebutkan ada di Kerajaan Palembang, Sumatera Selatan. Dimana
terdapat sungai yang mengalir dari gunung yang bernama Maha-meru dan
bermuara ke sungai Tatang.7 Selanjutnya tradisi merantau dilakukan ke ujung
tenggara Semenanjung Ujong Tanah. Di sana mereka pertama dikenal dengan
sebutan orang de-bawah angin. Tetapi pesisir itu umumnya dikenal sebagai
Tanah Malayo atau Tanah Melayu. Menurut Marsden gunung Maha-meru yang
dimaksud adalah gunung Sungei-pegu di negeri Minangkabau, karena penamaan
Maha-meru tersebut erat dengan tradisi paganisme (penyembahan berhala).8
Idealnya penyebaran orang-orang Minangkabau dilatar belakangi oleh dua
hal. Pertama, keinginan masyarakat Minangkabau untuk mendapatkan kekayaan
tanpa mempergunakan tanah warisan. Terutama dalam tradisi Minangkabau
seorang laki-laki tidak dibenarkan menggunakan tanah warisan untuk
kepentingannya sendiri, kecuali ia ingin mempergunakannya untuk kepentingan
keluarga matrilinealnya.9 Kedua, adanya perselisihan-perselisihan yang
4Penduduk Indonesia Hasil SP2010 (Badan Pusat Statistik-Statistics Indonesia), h. 200.
5Luhak Tanah Datar merupakan luhak yang tertua, terletak di sekitar Batusangkar, Luhak
Agam terletak di tengah yakni disekitar Bukittinggi dan Luhat Limo Puluh Kota terletak di sekitar
Payakumbuh, lihat Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, (Yogjakarta:
Gadjah Mada University Press, 1984), h. 60. 6Gusti Asnan,Tradisi Rantau dan Diaspora: Kasus Minangkabau, Melayu dan Bugis, hal.
4. 7Tempat di identifikasinya sebagai wilayah Palembang.
8William Marsden, Sejarah Sumatera, (Depok: Komunitas Bambu, 2013), h. 388-390.
9Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab seorang mamak (paman) kepada anak-anak
dari saudara perempuannya, karena secara adat seorang mamak tidak hanya bertanggung jawab.
3
menyebabkan orang yang merasa dikalahkan akan meninggalkan kampung
halamannya untuk kemudian menetap di daerah lain.10
Selain itu, tradisi merantau
juga disebabkan oleh adanya paksaan adat. Pemuda Minangkabau diwajibkan
untuk merantau ketika usianya sudah mendekati dewasa, ketika usia mereka telah
mendekati usia 18-30 tahun. Paksaan dari adat ini beralasan karena para pemuda
Minangkabau belum dapat berkontribusi apapun bagi kampung halamannya,
maka mereka diharuskan untuk merantau, untuk mencari pengalaman ilmu
ataupun pekerjaan. Hal ini tercantum pada mamangari (kiasan nasehat) yang
diungkapkan dalam bentuk pantun11
:
Keratau madang di hulu
Berbuah berbunga belum
Merantau bujang dahulu
Di rumah berguna belum
Dahulu masing-masing orang Minangkabau mempunyai kesetian kepada
Nagari mereka sendiri, tidak pada keseluruhan wilayah Minangkabau. Masyarakat
yang berasal dari nagari A yang tinggal di nagari B akan dianggap sebagai orang
asing.12
Merantau memiliki arti migrasi tetapi merantau merupakan tipe khusus,
yang menunjukan pola migrasi dengan konotasi kebudayaan tersendiri, yang tidak
mudah disamakan dengan bahasa lain. Merantau adalah istilah Melayu, Indonesia,
Minangkabau.13
Rantau memiliki arti dataran rendah atau daerah aliran sungai
(pesisir), sedangkan merantau memiliki arti pergi ke rantau, tetapi dari segi
sosiologi, merantau mengandung 6 unsur pokok berikut:14
kepada anak-anaknya saja. Tetapi juga kepada saudara perempuan dan anak-anaknya dari saudara
perempuannya. 10
Koentjaraningrat, Manusia dan kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1995),
h. 249. 11
Gusti Asnan, Tradisi Rantau dan Diaspora: Kasus Minangkabau, Melayu dan Bugis,
h. 3. 12
Yang disebut sebagai nagari biasanya memiliki dua artian utama yakni nagari dan
taratak. Nagari merupakan kediaman utama dan dianggap sebagai pusat bagi sebuah desa.
Sedangkan taratak dianggap sebagai hutan dan ladang. Biasanya pada wilayah yang di sebut
nagari inilah kita dapat temukan bangunan khas Minangkabau berupa Rumah Gadang. 13
Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau,(Yogjakarta: Gadjah Mada
University Press, 1984), h. 2. 14
Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, (Yogjakarta: Gadjah Mada
University Press, 1984), h. 3.
4
1) Meninggalkan kampung halaman
2) Keinginan sendiri
3) Jangka waktu lama atau tidak
4) Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari
pengalaman
5) Biasanya dengan maksud kembali pulang ke kampung halaman
6) Merantau merupakan lembaga sosialyang membudaya.
Selain faktor-faktor di atas, merantau merupakan keberlanjutan dari
beberapa situasi lokal, pada awal abad ke-19. Merantau menjadi dampak dari
adanya beberapa keadaan sosial, seperti perang Paderi yang terjadi antara
masyarakat Minangkabau pada masa kolonial. Perantauan dalam kepelikan situasi
membuat para pejuang Paderi tidak terkecuali kaum adat melakukan perantaun
melalui pola hukum buang. Sutan Alam Bagagarsyah dan sejumlah kerabatnya
dari kaum adat dibuang ke Batavia karena dituduh berkhianat kepada Belanda.
Begitupun yang terjadi pada pemimpin pejuang Paderi, yakni Tuanku Imam
Bonjol. Ia pernah merantau dengan pola hukum buang ke Cianjur, Maluku, dan ke
Manado. Pejuang Paderi lainnya dirantaukan melalui pola hukum buang ke Jawa,
Sulawesi dan juga Maluku.15
Eksistensi orang-orang Minangkabau di perantauan tidak dapat dipungkiri,
walau di rantau kesetiaan akan kampung halaman itu selalu ada. Oleh karena itu,
tidak jarang masyarakat Minangkabau di rantau tetap menunjukkan simbol atau
karakter kebudayaannya. Umumnya keberadaan masyarakat Minangkabau di
wilayah rantauan dapat diidentifikasi dengan mudah, misalnya tersebarnya
restoran masakan Minang di berbagai wilayah, terdapatnya banyak para pedagang
berasal dari Minangkabau yang dapat dikenali melalui ciri bahasa yang
pergunakan sehari-hari, bahkan keberadaan orang-orang yang berasal dari
Minangkabau terlihat menonjol pada aktivitas keagamaan. Pada tahun 1970
sekitar 80% dari 150 khatib yang terdaftar pada Dewan Masjid di Jakarta
15
Gusti Asnan, Tradisi Rantau dan Diaspora: Kasus Minangkabau, Melayu dan Bugis,
h.5.
5
merupakan orang-orang Minangkabau. Popularitas mereka sebagai khatib
memang tidak dapat dipungkiri, karena merupakan realisasi dari salah satu tradisi
orang Minangkabau di kampung halaman yakni berdiskusi, dari rutinitas tersebut
orang Minangkabau dikenal memiliki kepandaian berpidato di depan
masyarakat.16
Ciri-ciri tersebut dapat memberikan gambaran umum tentang
keberadaan orang-orang Minangkabau di perantauan. Selain itu, karakteristik dari
kebudayaan Minangkabau dapat diidentifikasi dari keberadaan sebuah bangunan.
Misalnya atap gonjong17
pada bangunan tertentu. Karakteristik kebudayaan
Minangkabau yang diaplikasikan pada sebuah bangunan menunjukkan bahwa
terdapat ciri yang sengaja ditunjukkan. Pada bagian bangunan tertentu, prototipe
bangunan sengaja ditunjukkan untuk menggambarkan kepribadian pemilik
bangunan misalnya, atau sebagai upaya penjelasan dari kehadiran bangunan
terebut.
Di Gadog, Megamendung, Bogor-Jawa Barat terdapat Masjid Harakatul
Jannah yang memiliki karakteristik kebudayaan Minangkabau. Masjid tersebut
berdiri atas gagasan Syahrul Efendi. Ia lahir pada 17 November 1957 di
Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia merupakan seorang birokrat yang pernah
menjabat sebagai Walikota Jakarta Selatan sebelum digantikan oleh wakilnya
pada November 2011. Kemudian Ia diangkat menjadi Deputi Gubernur DKI
Jakarta Bidang Pengendalian Kependudukan dan Pemukiman. Keberadaan Masjid
Harakul Jannah mengandung makna yang visioner, Syahrul Effendi berharap
Masjid Harakatul Jannah dapat menjadi sebuah peradaban dunia, khususnya di
wilayah Bogor, karena dalam sejarahnya hingga saat ini masjid memiliki posisi
vital, sebagai pusat ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya.18
Keberadaan sebuah masjid di ranah Minangkabau sendiri merupakan
keharusan yang dipenuhi dari keberadan nagari-nagari di Minangkabau. Masjid
16
Mochtar Naim,Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, (Yogjakarta: Gadjah Mada
University Press, 1984), h. 126. 17
Ciri khas kebudayaan Minangkabau yang dapat diamati secara fisik ialah adanya atap
gonjong yang memiliki kedua sisi-sisi kanandan kiri yang runcing seperti tanduk kerbau, yang
biasa diaplikasikan pada rumah tradisional Minangkabau. 18
Indahnya Masjid Harakatul Jannah Bogor. Republika.co.id
https://www.google.com/amp/m.republika.co.id/amp_version/nx6v3v301 diakses pada 30
Juni 2016 pukul 21:22 WIB.
6
dan balai adat di sebuah nagari menjadi simbol pengakuan atas nagari tersebut.
Keberadaan balai adat, menjadi sebuah lembaga kebudayaan dan masjid menjadi
lembaga dari keagamaan, di mana kedua lembaga ini merupakan tanda dari
hadirnya tokoh yang sangat berpengaruh yakni alim ulama dan ninik mamak.19
Posisi dari alim-ulama dan ninik-mamak20
dinilai sangat menentukan agama dapat
terus beriringan menjadi jiwa bersama elemen-elemen budaya masyarakat
Minangkabau, kedua tokoh inilah yang berperan akan hal itu.
Keberadaan masjid di Indonesia tidak lepas dari pengaruh kultur budaya
tertentu, etnis, atau bahkan pemikiran keagamaan yang dibawa. Contohnya
keberadaan masjid Muhammadiyah Kottabarat, masjid yang mulai didirikan pada
awal masa kehadiran Muhammadiyah di Solo merupakan salah satu yang
menunjukkan karakter masjid yang sesuai dengan pemikiran keagamaan
Muhammadiyah. Pada kriteria da‟i masjid Muhammadiyah Kottabarat
mengharuskan pen-da‟i harus memiliki kesamaan perjuangan dan pemikiran
Muhammadiyah.21
Selain itu, kajian mengenai kebudayaan yang menitik beratkan
pada aspek fisik pada bangunan masjid telah dilakukan oleh Tawalinuddin Haris
mengenai pengaruh budaya luar pada ornamen masjid di Indonesia.22
Ciri khas
atap dengan tumpang segi tiga merupakan pengaruh Cina dan juga India, serta
bagian atap masjid yang berbentuk kubah merupakan pengaruh dari Eropa.
Hidupnya nuansa suatu budaya tidak hanya dapat diamati secara fisik, atau secara
arsitektur pada bangunan masjid. Tetapi dapat pula diamati dari cara penggiat
masjid dalam menghidupkan masjid melalui aktivitas agama dan kebudayaan
yang melibatkan penggiat masjid. Misalnya, aktivitas pada Masjid Jami Pekojan-
Semarang. Eksistensi masjid Jami Pekojan yang ditetapkan menjadi salah satu
Bangunan Cagar Budaya pada 1992, merupakan masjid yang dibangun oleh
pedagang dari Gujarat, India dan Pakistan yang mulai menetap di Petolongan,
19
Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1989), h. 292. 20
Alim-ulama sebagai pemimpin rohaniah masyarakat Minangkabau dan ninik-mamak
sebagai pemimpin adat. 21
Ridwan al-Makkasary dan Ahmad Gaus AF. Benih-benih Islam Radikal di Masjid:
Study Kasus Jakarta dan Solo,(Jakarta: CSRS, 2010), h. 106-107. 22
Tawalinuddin Haris, Masjid-masjid Bersejarah di Jakarta (Jakarta: Erlangga, 2010), h.
12.
7
Semarang.23
Saat memasuki bulan Ramadhan, masjid yang didirikan oleh
pedagang India tersebut rutin membagikan bubur khas India untuk para
pengunjung masjid. Tradisi ini telah berlangsung sangat lama, dari hal ini
menunjukkan bahwa kebudayaan tertentu dihidupkan sebagai aktivitas, dengan
tujuan memunculkan karakteristik dari masjid tersebut.24
Pada skripsi ini penulis ingin memaparkan fenomena tradisi merantau
masyarakat Minangkabau, ketika kebudayaan asal mendapat pengakuan yang
sangat eksklusif dari pemangku adat, hingga terdapat pemangku adat tertentu
yang tetap memunculkan identitas kebudayaannya di wilayah perantauan.
Keberadaan sebuah bangunan masjid dapat menggambarkan kondisi umat Islam
di wilayah tersebut, dan juga dapat memberikan gambaran mengenai kebudayaan
masyarakat di sekitar masjid. Pada kasus ini, Masjid Harakatul Jannah muncul
sebagai bangunan keagamaan dengan karakteristik yang berbeda di wilayah
Bogor, dengan memperlihatkan karakteristik Minangkabau pada bangunan
masjid. Kegiatan dalam upaya menghidupkan masjid tidak terlepas dari keberadan
orang-orang Minangkabau sebagai penggiat masjid.
B. Identifikasi Masalah
Kebudayaan Minangkabau menunjukkan karakter yang tidak dapat
pisahkan dengan adat dan Islam. Bertahannya kebudayaan Minangkabau di ranah
Minangkabau tentu akan sangat mudah untuk dilaksanakan. Tetapi bagaimana jika
yang terjadi adalah upaya mempertahankan kebudayaan Minangkabau terjadi di
wilayah dengan kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, penulis
mengidentifikasi sejumlah masalah yang dapat berpotensi untuk dijadikan kajian
terkait karakteristik budaya Minangkabau di tanah rantau, di antaranya :
1. Gadog, Bogor menjadi wilayah penelitian yang dianggap sebagai wilayah
rantauan para pemangku adat Minangkabau.
23
http://travel.kompas.com/read/2016/06/15/040700327/menengok.sisa-
sisa.peninggalan.salah.satu.masjid.tertua.di.semarang diakses pada 29 Juni 2017 pukul 13:34. 24
https://m.detik.com/news/berita-Jawa-tengah/d-3516459/bubur-india-menu-tajil-khas-
masjid-pekojan-Semarang diakses pada 30 Juni 2017 pukul 22:06 WIB.
8
2. Adanya karakteristik yang muncul mewakili kebudayaan lain di wilayah
Bogor
3. Kesetiaan para pemangku adat terhadap adat Minangkabau
4. Kebudayaan Minangkabau menempati ruang yang eksklusif bagi
pemangku adatnya di perantauan.
5. Adanya akulturasi kebudayaan Minangkabau dengan kebudayaan setempat
6. Agama dan budaya menjadi wujud kebudayaan sebagai identitas budaya
orang Minangkabau di perantauan
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah tersebut, maka penulis perlu
membatasi pembahasan dalam penelitian ini, agar pembahasan tidak melebar
sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang maksimal. Oleh sebab itu,
pembahasan penelitian di fokuskan pada masjid Harakatu Jannah yang berada di
Gadog, Bogor yang muncul dengan karakteristik budaya Minangkabau, Serta
dinamika yang terjadi pada masjid Harakatul Jannah.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka rumusan pertanyaan dalam
penelitian ini di antaranya :
1. Bagaimana karakteristik kebudayaan Minangkabau?
2. Bagaimana sejarah berdirinya Masjid Harakaul Jannah?
3. Bagaimana karakteristik kebudayaan Minangkabau pada Masjid Harakatul
Jannah?
D. Kerangka Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik budaya Minangkabau
2. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Masjid Harakatul Jannah
3. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik budaya Minangkabau pada
masjid Harakatul Jannah
9
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan literatur skripsi mengenai pembahasan sejarah Minangkabau
bagi Jurusan
2. Memberikan literatur pembahasan mengenai Minangkabau bagi Fakultas
Adab dan Humaniora dan UIN Syarif Hidayatullah
3. Memberikan kontribusi berupa kajian keIslaman bagi Kementerian
Agama
4. Memberikan kontribusi berupa khazanah penelitian bagi Dinas Pendidikan
F. Kajian Pustakaka Terdahulu
Sepanjang penulis ketahui, ada banyak literatur yang membahas mengenai
kebudayaan Minangkabau baik berbentuk buku, jurnal, dan karya akademisi
lainnya. oleh karena itu, penulis mencari literatur yang otoritatif yang
berhubungan dengan tema pembahasan skripsi ini. Walau belum ditemukan
literatur yang menjelaskan keberadaan masyarakat Minangkabau di perantauan,
dengan bukti konkrit sebagai identitas pemangku adat di perantauan, setidaknya
ada dua buku yang penulis jadikan rujukan, yang pertama karya Mochtar Naim
yang berudul “Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau” dalam
pembahasannya Naim menjelaskan bahwa pergerakan migrasi masyarakat
Minangkabau ke luar wilayah menunjukkan adanya pola khusus yang didasari
atas kebudayaan Minangkabau, yakni merantau. Dilihat dari persentase yang
dijabarkannya menunjukkan bahwa kedatangan suku Minangkabau ke berbagai
wilayah, telah memberikan dampak sosial, ekonomi dan juga budaya bagi
masyarakat luas.25
Perantau dari Minangkabau tidak hanya mengisi sektor
ekonomi (perdagangan) saja sebagai pola merantaunya, tetapi telah menjadikan
bidang pendidikan, dan syiar Islam sebagai motivasi rantau.26
Kedua, karya Hamka, “Islam dan Adat Minangkabau” yang menjelaskan
mengenai kebudayaan Minangkabau yang telah disesuaikan dengan kehadiran
Islam. Khususnya ketika dinamika adat dan agama yang terjadi di Minangkabau
25
Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, (Yogjakarta: Gadjah Mada
University Press, 1984), h. 130. 26
Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 164.
10
yang telah menempatkan para kaum muda berperan penting dalam proses
pembaharuan Islam di Minangkabau. Tradisi-tradisi Minangkabau yang
bertentangan dengan Islam mulai diberantas. Hamka juga menelaskan tokoh-
tokoh yang kemudian muncul sebagai para pemuka pembaharuan Islam, seperti
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi.27
Ketiga, karya B. J. O. Schrieke yang berjudul “Pergolakan Agama di
Sumatera Barat: Sebuah Sumbangan Bibliografi” dalam pembahasannya,
Schrieke menjelaskan mengenai dinamika yang terjadi pada pergolakan agama di
Sumatera Barat yang ditandai dengan terjadinya perang Paderi. Ketegangan ini
telah menimbulkan hilangnya toleransi bagi kehidupan beragama dan beradat di
Sumatera Barat. Menurut Schrieke ketegangan ini juga mengakibatkan munculnya
masjid-masjid baru di bawah pimpinan imam dari golongan yang berlainan.
Ketegangan yang terjadi antara adat dan agama semakin mengarahkan masyarakat
Minangkabau atas keterkaitan keduanya. Pergolakan yang panjang telah
membentuk adat yang dikoreksi dengan pembaharuan Islam yang dibawa oleh
kaum muda di Minangkabau.28
Keempat, Karya Tsuyoshi Kato yang berjudul “Adat Minangkabau dan
Merantau dalam Perspektif Sejarah” dalam pembahasannya, Kato memaparkan
dinamika tradisi merantau masyarakat Minangkabau, telah menempatkan tradisi
dan adat masyarakat Minangkabau menjadi bagian penting dari para pemangku
adatnya. Para perantau yang terikat dengan adat Minangkabau di kampung
halaman tetap menunjukkan perhatiaannya kepada kampung halaman, misalnya
terdapat para perantau di kota yang tetap menyalurkan pundi-pundi untuk
kepentingan bersama di nagari, dengan membangun masjid, klinik, sekolah dan
lain-lain.29
27
Hamka. Islam dan Adat Minangkabau., (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984 ), h, 35. 28
B. J. O. Schrieke, Pergolakan Agama di Sumatera Barat: Sebuah Sumbangan
Bibliografi, (Bhratara), h. 12. 29
Tsuyoshi Kato, Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah,(Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), h.247.
11
G. Kerangka Teori
Bertahannya suatu budaya di wilayah kebudayaan tersebut lahir, memiliki
potensi yang besar untuk tetap bertahan walau dalam kungkungan zaman. Namun
bagaimana jika kebudaayan tertentu dituntut untuk bertahan di wilayah yang
memiliki kebudayaan yang berbeda? Semestinya kebudayaan yang berlainan
tidak dapat muncul dengan mendapatkan pengakuan yang kuat dari wilayah yang
memiliki kebudayaan yang jelas berbeda. Tapi bagaimana jika yang terjadi adalah
suatu kebudayaan yang berlainan, yang sejatinya bukanlah bagian dari
kebudayaan lokal dapat menunjukkan eksistensinya? Berbaur dan berkontribusi
bagi masyarakat di wilayah tersebut. Hal itu menggambarkan bahwa tradisi atau
kebudayaan tersebut mendapatkan ruang yang eksklusif bagi setiap pemangku
adat, sehingga dapat menunjukkan hal yang menjadi karakteristik kebudayaan di
tengah-tengah masyarakat yang berbeda.
Dalam Cultural Identity and Diaspora, Stuart Hall menjelaskan identitas
tidaklah hanya didasarkan pada bukti arkeologi, tetapi mengenai penggambaran
masa lalu, di mana identitas budaya dilihat sebagai suatu kesatuan atas
kepemilikan bersama atau merupakan sebuah ciri khusus yang terdapat dalam diri
seseorang yang memiliki kesamaan sejarah. Kemudian ciri khusus tersebut
mencerminkan kesamaan atas sejarah dan kode-kode budaya yang membentuk
sekelompok orang yang kemudian menjadi satu.30
Oleh karena itulah walau
buadaya itu ditempatkan di wilayah yang berbeda tetapi dengan keberadaan
masing-masing pemangku adat dapat menunjukkan kepemilikan bersama atas
budaya tersebut. Tepatnya dalam kasus ini, di mana pun keberadaan orang
Minangkabau kebudayaan luhurnya akan tetap muncul sebagai ekspresi yang
natural, dan menempati ruang yang eksklusif pada pemangku adatnya. Ketika
masing-masing dari individu maupun kelompok, dipersatukan dengan nilai-nilai
luhur dari kebudayaan Minangkabau di kampung halaman, begitu pula ketika
individu atau kelompok dari etnis Minangkabau berada di tanah rantauan. Teori
30
Stuart Hall, Cultural Identity and Diaspora, dalam karya Kathryn Woodward, Identity
and Differen. SAGE Publications, 1999, h. 52.
12
ini dirasa sangat tepat untuk menggambarkan keselarasan kebudayaan
Minangkabau pada tiap-tiap masyarakat.
Pada kasus ini, penulis akan menghubungkan teori ini dengan keberadaan
Masjid Harakatul Jannah yang memperlihatkan keselarasan agama dan juga
budaya Minangkabau. Selain itu, dalam konteks tradisi rantau kebudayaan
Minangkabau Mochtar Naim31
berpendapat bahwa merantau sama dengan halnya
migrasi, akan tetapi konsep merantau merupakan tipe khusus dengan konotasi
budaya tertentu, di mana merantau merupakan istilah yang digunakan oleh
masyarakat Melayu sejak dulu dan begitu juga dengan Minangkabau.
Pengkhususan ini dikaitkan dengan keberadaan orang Minangkabau yang sampai
saat ini masih terus berlangsung pada pemangku adatnya secara individu maupun
kelompok. Sehingga merantau sebagai tradisi Minangkabau, membentuk pola-
pola yang khas, yang mencirikan keberadaan masyarakat Minangkabau di wilayah
rantau.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan
perspektif sejarah-antropologi yang melihat keragaman kebudayaan. Metode
penelitian kualitatif digunakan untuk mengkaji suatu permasalahan yang
kompleks, dinamis, dan penuh akan makna pada situasi sosial.32
Studi ini
mengambil kasus Masjid Harakatul Jannah yang memiliki karakteristik
kebudayaan Minangkabau yang berada di Gadog, Bogor.
1. Jenis data
Dalam penelitian ini jenis data yang akan digunakan adalah lisan, tulisan,
dan dokumentasi yang berkaitan dengan masjid Harakatul Jannah.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber data yang
dihasilkan dari:
31
Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 2. 32
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 145.
13
1. Observasi
Penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan cara observasi langsung ke
masjid Harakatul Jannah, dengan melihat aktivitas para penggiat masjid dan juga
peranan masjid terhadap masyarakat sekitar
2. Wawancara
Upaya untuk menggali data yang diperoleh dilakukan ke pada beberapa
narasumber, antara lain: Pendiri masjid, Ketua DKM masjid, anggota perwakilan
dari lembaga-lembaga terkait yakni MUI (Majelis Ulama Islam Kabupaten
Bogor), Kementerian Agama Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung.
3. Dokumentasi
Adapun untuk melengkapi data-data terkait, penulis juga menyertakan data
berupa dokumentasi masjid, kegiatan di masjid, dan kegiatan yang melibatkan
para penggiat masjid.
4. Dan beberapa literatur sebagai sumber sekunder
Penulis juga melakukan kajian literatur sebagai data untuk menganalisa
hasil temuan di Masjid Harakatul Jannah
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang paling utama adalah
dengan melakukan observasi participant.33
Dengan melakukan observasi langsung
ke masjid Harakatul Jannah dan melakukan wawancara dengan pendiri masjid
Harakatul Jannah, Penggiat masjid Harakatul Jannah, dan masyarakat sekitar
masjid Harakatul Jannah.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada metode penelitian kualitatif dilakukan bersamaan
dengan saat pengumpulan data.34
Yakni dengan melakukan analisis wilayah,
kemudian analisis terhadap objek penelitian, lalu menganalisi data dengan
melakukan analisis komponensial dengan tujuan menjelaskan masalah yang
menjadi objek penelitian.
33
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 147. 34
Sugiono. Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta: 2014) hal 14.
14
5. Jadwal Penelitian
N
Kegiatan
Bulan
Tahun 2017
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
1
1.
Penyusunan
Proposal
2
2.
Diskusi
Proposal
3.
Memasuki
Lapangan
Observasi
4.
Observasi
Participant
5
5.
Analisi
Komponensial
15
I. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan skripsi ini terbagi menjadi lima bab, adapun susunan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I Berisikan pendahuluan yang terdiri dari penjabaran singkat
permasalahan yang menjadi fokus kajian, identifikasi
Masalah,batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian,.metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori,
serta sistematika penulisan.
Bab II Berisikan penjabaran mengenai kebudayaan Minangkabau,
mengenai awalmula tradisi merantau masyarakat
Minangkabau,.karakteristik kebudayaan Minangkabau mencakup
Prototipebangunan, sistem kekerabatan, dan Islam di Minangkabau.
Bab III Berisikan penjabaran mengenai fokus kajian pada skripsi ini, yaitu
Masjid Harakatul Jannah. Bagaimana latar belakang
dibangunnya.masjid Harakatul Jannah, letak keberadaan masjid,
elemen-.elemen.masjid, aktivitas keagamaan, dan para penggiat
masjid.
Bab VI Berisikan penjelasan mengenai karakteristik
kebudayaan.Minangkabau yang terdapat pada elemen masjid
ataupun kegiatan.para penggiat masjid. Serta respon masyarakat
Bogor atas.hadirnya masjid Harakatul Jannah.
16
Bab V Berisikan penutup yang terdiri atas kesimpulan yang
merupakan.jawaban dari pertanyaan inti dalam skripsi ini, dan
saran-saran.yang menjadi masukan untuk perbaikan penelitian
berikutnya.
15
BAB II
KARAKTERISTIK KEBUDAYAAN MINANGKABAU
A. Tradisi Merantau
Keberadaan Luhak Nan Tigo (Luhak Tanah datar, Luhak Agam, dan
Luhak Lima Puluh Kota) dinilai sebagai wilayah awal bermulanya kebudayaan
Minangkabau.35
Ketiga Luhak Nan Tigo inilah yang menjadi titik awal persebaran
suku Minangkabau ke wilayah rantau Pesisir dan rantau Timur.36
Koentjaraningrat
menjelaskan bahwa kedua daerah ini memiliki pertentangan mengenai wilayah
asal Minangkabau, dengan adanya anggapan bahwa orang yang tinggal di wilayah
pasisie (pesisir) Sumatera Barat sama halnya dengan orang yang tinggal di
wilayah darek(darat), dengan sendirinya telah menjelaskan bahwa memang dari
darek (darat) pemangku budaya Minangkabau berasal dan berkembang.37
Namun
menurut Naim, rantau Timur yang terdiri dari daerah hiliran sungai-sungai besar
yakni Rokan, Siak, Tapung, Kampar, Indragiri (Kuantan), dan Batang Hari sangat
berpotensi menjadi wilayah rantau yang lebih dulu berkembang. Pertama, karena
mudahnya jalur transportasi melalui air yang mempermudah pengangkutan bahan-
bahan domestik yang dijual atau barang yang didatangkan dari wilayah lain untuk
ditukarkan dengan barang-barang domestik yang berada di Minangkabau. Kedua,
adanya kebutuhan hubungan dagang dengan wilayah lain untuk menjual dan
menukar hasil merica, emas, kapur barus dan lain-lain.38
Hal ini digambarkan pula
oleh Tome Pires, bahwa Minangkabau telah diberkahi raja-raja dengan Sumber
Daya Alam berupa emas, dan jenis logam lainnya yang saat itu menjadi
komoditas yang penting dalam perniagaan.39
Ketiga, adanya kerajaan-kerajaan
35
Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau,h. 61. 36
Rantau pesisir merupakan wilayah dataran rendah pantai Barat yang terdiri dari
Bengkulu, Muko-muko, hingga sampai ke perbatasan Mandailing. Oleh karena itu antara
Minangkabau dan Mandailing sering dijumpai kesamaan bahasa dan budaya, karena bahasa
Minagkabau dan Mandailing menjadi bahasa yang digunakan masyarakat, lali budaya
Minangkabau dan Mandailing saling berhubungan karena menjadi wilayah rantauan bersama. 37
Koentjaraningrat, Manusia dan kebudayaan di Indonesia, h. 248. 38
Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 62. 39
Tome Pires. Suma Oriental: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina dan Buku Francisco
Rodrigues,(Yogjakarta: Ombak, 2014), h. 231.
16
yang telah melakukan hubungan diplomasi dengan wilayah lain sebelum kerajaan
Pagaruyung di Minangkabau.40
Perluasan wilayah rantau suku Minangkabau terlihat ekstensif ketika
ramainya aktivitas perdagangan di Selat Malaka pada abad ke 15 dan 16. Peran
dari pedagang Minangkabau sebagai penghasil emas dan lada menjadi daya tarik
bagi pendatang mancanegara saat itu. Selain emas berbagai produk lainnya seperti
merica, lilin, madu, kapur barus, cendana dan lain-lain yang merupakan hasil
hutan dari Minangkabau juga turut memenuhi kebutuhan para pendatang dan
pedagang dari Timur dan Barat.41
Aktivitas perdagangan yang menjadikan Malaka
sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara menjadi faktor dari meluasnya
wilayah rantau suku Minangkabau hingga ke Malaka.
Awalnya keharusan mendatangi Malaka dikarenakan adanya aktivitas
perdagangan, namun hal itu mulai beralih dengan adanya motivasi rantau
masyarakat Minangkabau. Kedatangan masyarakat Minangkabau yang sementara
karena diharuskan melakukan perdagangan dengan skala waktu yang sering
mendorong pedagang dari Minangkabau bermukim sementara di Malaka hingga
kemudian menetap. Tanda-tanda keberadaan masyarakat Minangkabau di Malaka
disebut telah terjadi pada abad ke 15. Seperti yang dikutip oleh Naim, bahwa
Winstedt telah melihat tanda-tanda dari kedatangan suku Minangkabau di Malaka
pada abad ke 15 dan semakin ramai menempati wilayah pedalaman Malaka pada
abad ke 16 dan 17.42
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Koentjaraningrat, bahwa
perluasan wilayah rantau suku Minangkabau tidak hanya terjadi di Sumatera,
namun hingga ke Malaya. Tepatnya di daerah Negeri Sembilan menjadi wilayah
yang didiami oleh suku Minangkabau pada abad ke 15.43
40
Sebagaimana yang dikutip oleh Naim, kerajaan-kerajaan yang menjalin diplomasi
adalah Kerajaan Melayu Tua di Muara Tembesi dan Kerajaan Shrivijaya Tua di Muara Sabak pada
abad ke 6 Mdan 7 M.Kerajaan ShrivijayaTua di Muara Sabak pertengahan abad ke 7 sampai awal
abad ke 8 M. Shrivijaya Palembang yang menganut Budha Mahayana dari akhir abad ke 7 hingga
awal abad ke 11 M. Kesultanan Kuntu beraliran Syiah di Kampar pada abad ke 14.
KerajaanMelayu atau Kerajaan Darmashraya di Jambi yang menganut Budha Tantrayana pada
abad ke 12 M hingga abad ke 14 M, hingga pusat kerajaan dipindahkan ke Pagaruyung oleh
Adityawarman. 41
Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 66-67. 42
Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 69. 43
Koentjaraningrat. Manusia dan kebudayaan di Indonesia, h. 249.
17
Perkembangan merantau suku Minangkabau mulai menunjukan perubahan
pada pola pemangku adatnya saat ranah Minangkabau diduduki oleh Belanda
pada tahun 1840. Periode ini, menandai arah merantau suku Minangkabau masih
tetap menjadikan wilayah Kota sebagai tujuan, tetapi dengan adanya upaya
mempertahankan keanggotaan mereka di nagari masing-masing, dengan
mengikuti organisasi daerah asal mereka dengan pola masing-masing nagari.44
Banyak dari masing-masing organisasi di rantau membangun sarana keagamaan
yang mereka sebut dengan surau dagang yang memiliki fungsi sebagai tempat
ibadah dan tempat untuk dilakukannya musyawarah adat.45
Selain itu, dengan
kedudukan Belanda di Minangkabau turut mempermudah perluasan wilayah
rantau ke luar daerah Sumatera, dengan dibukanya jalur kereta api pertama pada
tahun 1887 yang menghubungkan Sawah Lunto dengan pelabuhan Teluk Bayur
sebagai daerah penghasil batubara yang mashyur mempermudah orang-orang
yang berada di pedalaman mendatangi kota, mulai saat itu peningkatan penduduk
mulai terjadi di kota Padang.46
Pengadaan transportasi darat ini jelas telah
mempermudah masyarakat untuk mendatangi wilayah-wilayah kota, dan
mendorong aktivitas merantau dengan skala yang lebih besar dan wilayah yang
lebih jauh.
B. Sistem Kekerabatan Minangkabau
Masyarakat Minangkabau memiliki keunikan pada sistem kekerabatannya,
jika hampir seluruh wilayah Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis
keturunan ayah, masyarakat Minangkabau memiliki sistem kekerabatan dengan
menarik garis keturunan berdasarkan seorang Ibu, atau yang disebut dengan
sistem kekerabatan matrilineal.47
Kekerabatan matrilineal yang ada di
44
Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 78. 45
Penamaan surau dagang biasanya merupakan surau yang dibangun oleh kelompok atau
organisasi masyarakat Minangkabau. Misalnya surau dagang Imam Bonjol di Batam, surau
dagang Avenue di Selangor. Pada fungsinya surau dagang tetap menjadi tempat bagi masyarakat
untuk beribadah dan sebagai wadah bagi masyarakat untuk bermusyawarah. 46
Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 78-79. 47
Seperti yang berlaku di Sumatera Utara, penerimaan atas sebuah marga ialah
berdasarkan atas penamaan marga dari seorang Ayah, dan akan terputus ketika mendapatkan
keturunan seorang perempuan. Sebab marga tersebut tidak dapat diturunkan lagi ke pada generasi
18
Minangkabau ini diikat dengan satu kesukuan yang ditarik dari garis keturunan
perempuan. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa orang-orang
Minangkabau bukanlah matrilineal, tapi matriarchat yaitu kekuasaan ada di tangan
perempuan. Alasannya adalah dalam masyarakat Minangkabau perempuan
mempunyai kekuasaan dalam keluarga, seperti menguasai harta pusaka, sebagai
pelanjut keturunan dan biasanya para perempuan Minangkabau selalu didengar
dalam berbagai persoalan keluarga.48
Sistem kekerabatan matrilineal didasarkan
pada garis keturunan ibu, ibu dari ibu (nenek), dan bersambung dari nenek ke
nenek dan seterusnya. Ikatan matrilineal dengan ruang yang lebih kecil disebut
dengan Paruik,49
merekalah yang kemudian dibenarkan oleh adat untuk
menempati rumah gadang.50
Tetapi pada beberapa kasus menunjukkan tidak adanya jabatan yang
dipegang oleh perempuan di Minangkabau, semua dipegang oleh laki-laki. Rumah
gadang dikepalai oleh tungganai, suku dikepalai oleh penghulu, dan nagari
dikepalai oleh penghulu pucuk. Sedangkan Minangkabau dalam skala besar
dikepalai oleh tiga orang “yang di tinggikan seranting, didahulukan selangkah”
(premus inter pares), yaitu raja yang Tiga Sila (Raja Alam, Raja Adat dan Raja
Ibadat).51
Sedangkan kekuasaan yang dikuasai oleh perempuan Minangkabau
tidak lain hanya sekedar pelanjut garis keturunana saja. Kedudukan perempuan
hanya dalam arti sempit, dalam rumah gadang saja. Ketika rumah gadang telah
selesai dibangun oleh mamak kepala waris, maka rumah itu bukan untuknya,
melainkan untuk saudara perempuaanya beserta suami dan anak-anak mereka.52
berikutnya dari seorang Ibu. Sedangkan pada kasus Minangkabau, garis keturunan yang diakui
oleh adat terletak pada garis keturunan ibu yang juga akan menurunkan marga kepada
keturunannya. 48
Yaswirman.Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 117. 49
Paruik terdiri dari semua anak-anak dari satu ibu, anak-anak dari saudara ibu yang
perempuan. 50
Elizabeth E Graves. Asal-usul Elite Minangkabau Modern Respon terhadap Kolonial
Belanda XIX/XX, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 12. 51
Yaswirman.Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, h. 118. 52
Sistem matrilineal yang telah berlangsung merupakan penyesuaian dari keadaan
masyrakat Minangkabau saat itu, dimana keterlibatan aktiv para laki-laki atas tradisi merantau
mengaharuskan perempuan Minangkabau untuk mengurus berbagai hal dikampung halaman,
terutama persoalan rumah gadang. Lihat lebih lengkap, Sastri Sunarti Suara-suara Islam dalam
19
Pelembagaan kekerabatan matrilineal Minangkabau bermula dari rumah
gadang yang memiliki satu ibu kandung sebagai orang pertama yang membangun
kehidupan kekeluargaan di dalamnya. Jika selanjutnya banyak keturunan yang
dihasilkan, maka mereka boleh mendirikan rumah di sekitar rumah gadang
dengan sebutan gaduang (gedung) bukan rumah gadang. Namun jika ada hal-hal
yang harus di musyawarahkan maka hal itu harus di lakukan di rumah gadang,
bukan di gaduang. Dari sinilah muncul istilah satu keturunan ibu dan muncul
istilah satu suku. Jika jumlah keluarga sudah semakin banyak karena
berkembangnya keberadaan suku dan penghulu yang baru, maka dari keturunan
satu nenek itu boleh membangun rumah gadang.53
Jadi yang di maksud dengan
pelembagaan sistem matrilineal adalah: Ia yang tinggal se-rumah sebagai
kesatuan yang paling rendah, se-jurai sebagai kesatuan yang lebih tinggi dari
serumah jika perkembangan terus terjadi, se-perut sebagai kesatuan yang
menempati rumah gadang, lalu se-suku sebagai kesatuan yang paling tinggi.
Pengertian se-kaum (satu kaum) berkaitan dengan kepemilikan harta secara
bersama (pusaka). Se-kaum ini bisa terjadi bila se-rumah sudah memiliki harta
pusaka, begitu juga berlaku untuk se-perut. Peran perempuan dalam sistem
kekerabatan Minangkabau merupakan suatu keistimewaan yang menjadi sumber
energi bagi kemampuan adat Minangkabau untuk tetap beriringan dikehidupan
masyarakat Minangkabau.54
C. Prototipe Bangunan
Setiap daerah yang berbudaya di Indonesia dikenali dengan berbagai
atribut kekhasan budaya dari daerah masing-masing. Hal itu dapat dilihat dari
adanya bahasa, tradisi, dan juga agama. Selain itu, yang sangat kuat dalam
menggambarkan keberadaan wujud dari kebudayaan tersebut adalah prototipe
bangunan atau karakter khusus sebuah arsitektur bangunan. Protoptipe bangunan
Surat Kabar dan Majalah Terbitan Awal abad 20 di Minangkabau. Al-Turas Vol. XXI No. 2, Juli
2015 53
Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Jakarta: Rajawali Pers 2013), h. 120. 54
Firdaus Efendi, The Power of Minangkabau, (Jakarta: Nuansa Madani, 2012), h. 68.
20
Minangkabau dapat diamati dari keberadaan rumah gadang yang muncul sebagai
rumah atau bagunan tradisional suku Minangkabau. Pada tahun 1879 eksistensi
rumah gadang sebagai bangunan tradisional Minangkabau mengalami krisis
akibat terjadinya kebakaran besar-besaran, sehingga banyak bangunan rumah
gadang musnah di Koto Gadang.55
Rumah adat Minangkabau atau yang lebih terkenal dengan rumah gadang ini
merupakan rumah-rumah panggung dengan ukuran bangunan yang memanjang
dan besar sesuai dengan namanya „rumah gadang - rumah besar‟. Sebuah rumah
gadang biasanya memiliki bagian-bagian ruangan dengan bilangan yang ganjil,
mulai dari tiga, tujuh sampai tujuh belas bagian ruangan. Secara melebar rumah
gadang dibagi kepada dua didieh. Satu didieh digunakan untuk biliek (ruang tidur)
dengan di batasi dengan empat dinding. Didieh kedua merupakan bagian terbuka,
di situlah tempat di terimanya tamu dan diadakan pesta-pesta. Terkadang dari
sebuah rumah gadang juga terdapat anjueng (bagian yang di tambah di ujungnya).
Pada bagian anjueng ini di tinggikan bangunannya karena di pandang juga
sebagai sebuah tempat kehormatan. Dan biasanya rumah gadang yang terdapat
anjueng di dalamnya merupakan ciri bahwa pemilik rumah itu adalah penduduk
asli dari desa tersebut.56
Bangunan rumah gadang di topang dengan tonggak-tonggak besar yang
terbuat dari kayu yang terbilang sangat banyak. Ketinggian tonggak-tonggak itu di
sesuaikan dengan tinggi sebuah rumah gadang dan di setiap didieh yang ada pada
rumah gadang itu di batasi oleh empat tonggak kayu. Di bagian tengah antara atap
dan lantai terdapat pagu, sejenis loteng yang digunakan untuk menyimpan barang-
barang yang sekiranya jarang digunakan. Dan atap dari rumah gadang ini terbuat
dari ijuk yang berbetuk gonjong (dengan atap yang kedua sisi permukaannya
runcing ke atas).57
55
Azizah Etek, dkk. Koto Gadang Masa Kolonial, (Yogjakarta: LkiS Yogjakarta, 2007),
h. 9. 56
Koentjaraningrat.Manusia dan kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1995), h.
250. 57
Alfred Russel Wallace. Sejarah Nusantara The Malay Archipelago (Yogyakarta:
Indoliterasi, 2015), h. 200-201.
21
D. Islam di Minangkabau
Di Minangkabau terdapat perjuangan yang terus menerus terjadi antara
adat dan agama. Keistimewaan adat pada sisi masyarakat Minangkabau yang telah
memiliki akar historis yang lebih jauh mengakibatkan sulitnya kategori-kategori
adat tertentu dapat diperbaharui semenjak kedatangan Islam. Misalnya pada
konflik kelembagaan masyarakat, mengenai tanggung jawab seorang laki-laki
terhadap keluarganya yang sekaligus memiliki tanggung jawab bagi anak-anak
dari saudara perempuannya. Kedatangan Islam membawa kedudukan adat tersebut
menemui aspek baru.58
Walaupun doktrin Islam tidak dijadikan pengganti atas
praktek lokal di Minangkabau, tetapi Islam telah menempati kategori adat
tertinggi. Al-Quran, Hadist dan hukum alam Minangkabau dipandang sebagai
prinsip abadi yang membimbing aktivitas keagamaan dan sosial masyarakat
Minangkabau, hingga masyarakat Minangkabau dikenali dengan identitas agama
Islam yang kuat pada masing-masing pemangku adat Minangkabau.59
Perkembangan Islam di Minangkabau dibawa oleh dua tokoh termasyur
yang akhirnya mengenalkan pembaharuan yang saat itu dirasa sangat penting
kehadirannya ditengah ketatnya adat yang selalu jadi peraturan yang mutlak.
Kedua tokoh tersebut adalah Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif Al-
Minangkabawi dan Syekh Ahmad Thaher Jalaluddin Al-Azhari Al-Falaki. Dari
kedua tokoh ini pula bermunculan murid-murid yang menjadi penggagas
pemantapan pembaharuan di Minangkabau pada abad ke-20 setelah kepulangan
mereka dari Mekkah.
1. Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi
Ahmad Khatib bin Abdullatif, bin Abdurrahman, bin Imam Abdullah bin
Tuanku Abdul Aziz dilahirkan di Ampat Angkat pada 6 Zulhijjah 1276 Hijriah,
Ayahnya Tuanku Abdullatif adalah seorang khatib di nagari, oleh sebab itulah
terdapat penamaan “khatib” pada namanya, dan Ibunya bernama Limbak Urai
binti Tuanku Nan Rancak. Di usianya yang masih muda, yakni pada umur 11
58
Taufik Abdullah.Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau,
Indonesia, No. 2 (Oct, 1966), h. 3. 59
Taufik Abdullah. “Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau, h. l10.
22
tahun Ahmad Khatib telah dibawa ayahnya untuk belajar ilmu agama ke Mekkah
pada tahun 1876.60
Ahmad Khatib membawa ajaran ortodoksi yang memiliki
kesamaan dengan ortodoksi kaum Padri, terutama mengenai keberadaan tarekat di
Minangkabau.61
Beliau semakin dikenali ketika mulai diangkat sebagai Imam dan
Khatib di Masjidil Haram. Pengaruh mertuanya dalam Istana Masjidil Haram
mempermudah Syekh Ahmad Khatib untuk mengajar di Masjidil Haram, hal
inilah yang kemudian mempertemukan Syekh Ahmad Khatib dengan para
muridnya yang berdatangan dari tanah air. Diantara murid-murid Syekh Ahmad
Khatib yang kembali ke Indonesia adalah :62
1) Syekh Muhammad Jamil Jambek, Bukittinggi
2) Syekh Muhammad Thayib Umar, Tanjung dungayang
3) Syekh Abdullah Ahmad, Padang
4) Syekh Abdul Karim Amrullah, Maninjau, Padang Pandang, Maninjau dan
akhirnya wafat di Jakarta.
Syekh Ahmad Khatib menjadi guru yang sangat berpengaruh dalam misi
pembaharuan di Minangkabau. Melalui murid-muridnya Ia menitik beratkan pada
persoalan pembaharuan Islam. Umumnya mereka menolak aliran tarekat
syattariyah ataupun aliran tarekat Naqsyabandiyah yang lebih ortodoks yang
berkembang pada abad ke-19 di Minangkabau, yang mereka anjurkan hanyalah
ajaran Islam menurut Al-Quran dan Sunnah Rasul, yang berarti bukan hukum adat
yang menjadi pedoman masyarakat Minangkabau dalam praktik pembagian harta
pusaka dalam masyarakat matrilineal Minangkabau.63
2. Syekh Thaher Jalaluddin Al-Azhari Al-Falaki
Syekh Thaher Jalaluddin dilahirkan di Ampat Angkat pada 4 Ramadhan
1286 Hijriah. Ibunya yang bernama Gandam Urai yang tidak lain adalah adik dari
Ibu Ahmad Khatib. Pada usia yang masih muda syekh Thater sudah diantarkan ke
Mekkah untuk belajar ilmu agama. Setelah 15 tahun di Mekkah Ia melanjutkan
60
Hamka. Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 159. 61
Azyumardi Azra, Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan
Modernisasi,(Jakarta: Kencana, 2017), h. 89. 62
Hamka. Islam dan Adat Minangkabau, h. 163. 63
Hamka. Islam dan Adat Minangkabau, h. 169.
23
pendidikannya di Mesir, di sanalah Ia mendapatkan kejelasan atas kemampuan
dirinya terhadap ilmu agama, hal yang paling Ia kuasai adalah ilmu Falak. Setelah
tiga ahun lamanya Syekh Thaher Jalaludin mengenyam pendidikan di Mesir, Ia
kembali lagi ke Mekkah dan turut membantu Ahmad Khatib mengajar hingga
kembali ke tanah air.64
Islam di Minangkabau telah memasuki fase yang kompleks terlebih lagi
gerakan Paderi telah meredakan pergolakan yang melibatkan Belanda. Keharusan
untuk menjaga agama Islam pun diupayakan oleh keluarga regent, diharuskannya
diantara mereka untuk memperdalam pengetahuan agama. Hal inilah yang
dilakukan oleh keturunan Tuanku Nan Tuo, disaat Tuanku Samik (nenek Syekh
Thaher Jalaludin menjadi regent pertama di Luhak Agam, Ia juga menjadi seorang
ulama yang arif).65
Bersamaan dengan terjadinya pembaharuan Islam masyarakat
Minangkabau, beberapa ritual keagamaan atau upacara-upacara adat yang sempat
menjadi tradisi masyarakat Minagkabau mulai dihilangkan. Diantara upacara itu
adalah, upacara tabuik, upacara kitan dan katam mengaji Quran, dan upacara
mendoakan seorang yang sudah meninggal dunia.66
Menurut Kaba Cindua Mato
kehadiran Islam di Minangkabau telah mengahantarkan masyarakatnya kepada
ketentuan-ketentuan hidup dalam upaya memaknai hidup dengan arif, tidak hanya
menjelaskan rangkaian cara-cara peribadatan, tetapi bagaimana kemudian Islam
sebagai agama mampu menjadi ruh masyarakat Minangkabau hingga dapat
mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.67
64
Hamka. Islam dan Adat Minangkabau, h. 169. 65
Hamka. Islam dan Adat Minangkabau, h. 157. 66
Koentjaraningrat. Manusia dan kebudayaan di Indonesia, h. 262. 67
Penyesuaian adat dengan Islam menunjukan adanya kebenaran atas makna
„keseimbangan dalam hidup‟ kehadiran agama yang kemudian melengkapi kehadiran adat dan
alam sebagai peraturan yang dianggap mutlak telah menghantarkan masyarakat Minangkabau
hidup dengan aspek yang baru. Hingga kemudian „adat bersendi syarak (hukum Islam), syarak
bersendi adat‟ menjadi keputusan yang diakui oleh kaum adat. Lihat Taufik Abdullah, Some Notes
on The Kaba Tjindua Mato: An Example of Minangkabau Traditional Literature, Indonesia, No 9
(April 1970)
24
BAB III
MASJID HARAKATUL JANNAH
A. Makna Masjid Harakatul Jannah
Kata Masjid berasal dari bahasa Arab yaitu sajada yang artinya tempat
bersujud, hal ini merujuk kepada tempat ibadah bagi umat Muslim. Sebenarnya
arti dari tempat bersujud atau tempat untuk beribadah tidak dipersempit ruangnya,
mengingat setiap jengkal tanah di bumi ini dapat dijadikan tempat beribadah bagi
umat Muslim. Namun untuk mengkhususkan ruang tertentu agar menjadi tempat
ibadah ditandai dengan adanya batasan-batasan yang terwujud dengan sebuah
bangunan. Maka dari itu spesifikasi dari bentuk rumah ibadah selalu berwujud
fisik atau berupa bangunan.68
Keberadaan masjid dibeberapa wilayah tidak lain menandai bagaimana
perkembangan Islam di wilayah tersebut. Jika ditarik jauh kebelakang,
perkembangan masjid di Timur Tengah mulai terjadi paska Rasulullah SAW
wafat. Dimana pendirian masjid menjadi salah satu hal yang penting dilakukan
bagi pemimpin yang baru menjabat di suatu wilayah, dengan begitu ketika
wilayah kekuasaan Islam semakin luas akan ada banyak masjid yang juga akan
dibangun. Hal ini pula yang menjadi wujud berkembangnya pembangunan masjid
di Indonesia. Pembangunan masjid secara sukarela disetiap desa muslim mulai
populer pada periode awal kedatangan Islam, yakni pada abad ke 13-16 di
Indonesia.69
Selain itu, keberadaan dari sebuah hadist yang menyebutkan bahwa
jika kita membangun masjid di dunia, maka akan dibangun rumah di surga. Hadist
ini pula yang kemudian mendorong banyak umat Muslim untuk membangun
sebuah masjid, maka pembangunan masjid ramai di bangun oleh individu atau
kelompok tertentu.70
68
Soekmono.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, (Yogjakarta: Kanisius: 1973),
h. 75. 69
Amelia Fauzia, Filantropi Islam: Sejarah dan Kontestasi Masyarakat Sipil dan Negara
di Indonesia,(Yogjakarta: Gading Publishing, 2016), h. 96. 70
Amelia Fauzia, dkk. Masjid dan Pembangunan Perdamaian (Jakarta: Center for the
Study of Religion and Culture UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:2011) h 26
25
Hal ini pula yang memprakarsai dibangunnya Masjid Agung Harakatul
Jannah di Gadog-Bogor. Bermula dari pesan Ibunda Datuk Syahrul Effendi untuk
membangun sebuah masjid yang megah dan Indah, kemudian terealisasilah
Masjid Agung Harakatul Jannah pada tahun 2003 dan diresmikan pada tahun
2013.71
Penamaan masjid Harakatul Jannah yang memiliki arti “Gerakan Surga”
atau jalan menuju surga memiliki filosofi yang ditarik dari adanya komunitas
rantau yang memiliki fokus pada keadaan sosial masyarakat, yakni GeSOR
(Gerakan Sosial Orang Rantau).72
GeSOR (Gerakan Sosial Orang Rantau) yang
anggotanya terdiri dari alumni asal Minangkabau dari Universitas-universitas di
Jakarta saat itu merasa perlu adanya wadah yang dapat mempertemukan mereka
dengan motivasi ingin beribadah. Kegiatan-kegiatan GeSOR (Gerakan Sosial
Orang Rantau) terus berupaya untuk memberikan kontribusinya bagi masyarakat.
Khususnya mengenai bencana alam, pendidikan, dan permasalahan sosial lainnya.
GeSOR (Gerakan Sosial Orang Rantau) pula memberikan bantuannya untuk
pembangunan beberapa masjid di Jawa dan Sumatera. Yakni pembangunan pada
masjid Al-Muchtar di Panarukan Subang, masjid Al-Ikhlas di Cigalontang dan
Sodang Ilir Tasik Malaya-Jawa Barat, dan juga membangun kembali masjid yang
terkena bencana alam hingga runtuh akibat gempa bumi pada tahun 2010 di
Simpang Haru-Padang, Punggung Ladiang dan Kurai Taji Padang Pariaman-
Sumatera Barat.73
B. Letak Keberadaan Masjid
Menurut Hasil Sensus Penduduk 2010 Badan Pusat Statistik terdapat
41.763 592 penduduk Muslim dalam spesifikasi jumlah penduduk menurut
wilayah dan Agama yang dianut di Jawa Barat.74
Masyarakat Muslim yang
mendominasi di wilayah Jawa Barat tentu melatarbelakangi tumbuhnya sarana
dan prasarana keagamaan, masjid misalnya. Khususnya di Kabupaten Bogor
71
Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15
September 2017 72
Tim DKM. Profil Singkat Masjid Harakatul Jannah: Refleksi Peradaban Dunia Islam 73
Tim DKM. Profil Singkat Masjid Harakatul Jannah: Refleksi Peradaban Dunia Islam 74
Penduduk Indonesia Hasil SP2010 (Badan Pusat Statistik-Statistik Indonesia), h. 166.
26
setidaknya tercatat 2.188 bangunan masjid yang terdata pada Kementerian Agama
Kabupaten Bogor.75
Hal tersebutlah yang menandai semakin memadainya wadah
bagi masyarakat Muslim untuk melakukan aktivitas seputar keagamaan dan syiar
Islam lainnya. Diantara masjid yang ada pada wilayah Kabupaten Bogor, Masjid
Harakatul Jannah pula memberikan warna atas tumbuhnya atmosfer religius di
gerbang kota wisata tersebut.76
Mengingat lokasi didirikannya Masjid Agung
Harakatul Jannah terbilang sangat trategis, yakni di tepi jalan raya Ciawi yang
menuju Puncak. Tentu ini memudahkan para jama‟ah yang sedang melakukan
perjalanan untuk kemudian beristirahat dan menunaikan sholat di masjid.
Keberadaan masjid di pintu gerbang wisata inilah yang membuat ramainya
jamaah yang berdatangan dari mana saja. Terlebih lagi untuk waktu sholat Jum‟at,
tidak heran jamaah lebih banyak dari biasanya. Simpang tiga Gadog merupakan
titik pertemuan arus lalulintas dari Jakarta, Bogor dan juga Puncak. Lokasi tanah
seluas 1,1 hektar ini menjadi bidang atas berdirinya Masjid Agung Harakatul
Jannah.
C. Aktifitas di Masjid Harakatul Jannah
Upaya menghidupkan masjid pada Masjid Agung Harakatul Jannah terus
dilakukan oleh penggiat masjid yang terhimpun pada DKM masjid. Tidak sebatas
itu, upaya demi upaya dalam menghidupkan masjid pun melibatkan masyarakat
disekitar wilayah Masjid Agung Harakatul Jannah berada. Beberapa upaya
menghidupkan masjid tersebut terangkum dalam beberapa aktivitas keagamaan,
diantaranya:77
1. Majelis Ta‟lim
Majelis Ta‟lim Ibu-ibu rutin dilakukan pada Jum‟at pagi, yang diikuti oleh
masyarakat sekitar masjid Harakatul Jannah. Penyampaian dakwah pada Majelis
Ta‟lim Ibu-ibu telah ditetapkan dengan tema yang sistematis oleh pihak DKM.
75
Bahrul Ulum, Kasi Kementerian Agama Kabubaten Bogor. Wawancara Pribadi pada
12 September 2017 76
Irvan, Sekertaris Komisi Organisasi dan Hubungan Luar Negeri MUI Kabupaten Bogor.
Wawancara Pribadi pada 12 September 2017 77
Hasil Observasi Penulis dan Wawancara Pribadi dengan Agus Mulyana, Ketua DKM
Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Pada 22 September 2017
27
Akan tetapi, hal ini digantikan dengan penentuan tema dakwah yang berorientasi
pada pembahasan-pembahasan terkini, yang sedang dihadapi oleh masyarakat.
Karena hal tersebut dinilai mempermudah memasuki pemahaman masyarakat
sebagai jama‟ah untuk menerima dan mengamalkannya pada kehidupan sehari-
hari.
Beberapa agenda Majelis Ta‟lim pun kadangkala diisi oleh para
mahasiswa dari Pendidikan Kader Ulama (PKU) Majelis Ulama Indonesia Kab.
Bogor. Melihat kekayaan khazanah keIslaman mahasiswa dari Pendidikan Kader
Ulama (PKU) ini sangat membantu pengurus masjid dalam menyampaikan
dakwah kepada jama‟ah. Hal ini dianggap sangat penting mengingat betapa
signifikannya peran dari ulama dalam hal ini adalah kader ulama untuk
memberikan wawasan mengenai pembelajaran keIslaman, khususnya dalam
mengahadapi isu keagamaan yang kerap kali dialami oleh msayarakat.
2. Istighasah
Kegiatan bulanan yang juga dilakukan di Masjid Agung Harakatul Jannah
adalah Istighasah. Kegiatan ini sudah berlangsung sejak diresmikannya masjid
Agung Harakatul Jannah, terhitung rutin dilaksanakan sedari lima tahun lalu
hingga saat ini. Istighasah diadakan pada Sabtu malam setiap awal bulan, hanya
saja jika waktu tersebut bersamaan dengan diperingatinya hari besar umat Muslim
seperti hari raya Idul Fitri atau hari raya Idul Adha agenda ini tidak dilaksanakan.
Pelaksanaan Istighasah bersama ini turut menghadirkan elemen-elemen
masyarakat yang juga sangat penting dalam melengkapi kegiatan-kegiatan yang
diadakan atas kebijakan DKM dan segenap pengurus masjid lainnya, kehadiran
dari para Kyai, Habib, Santri dari Pesantren binaan Masjid, dan tentu masyarakat
sekitar Masjid Agung Harakatul Jannah.
3. Doa Khatam al-Quran
Kegiatan Doa Khatam Quran ini dilaksanakan rutin setiap Jumat malam,
tepatnya setelah sholat Magrib hingga menjelang Isya. Diantara kegiatan ini
adalah pembacaan bersama doa khatamul Quran, sekaligus pengetesan para santri
dari Rumah Tahfizh Masjid Harakatul Jannah. Pengetesan hafalan tersebut
diawali oleh salah satu pengurus atau bahkan keseluruhan pengurus yang saat itu
28
menghadiri agenda Doa Khatam al-Quran, dengan melafadzkan satu atau dua ayat
dari Surah, kemudian santri yang sudah terjadwal untuk diuji hafalannya akan
melanjutkan ayat tersebut. Dengan didampingi para pengurus masjid yang
berkapasitas untuk menguji hafalan para santri, santri dan para pengurus yang
datang saat itu turut menyimak pembacaan al-Quran. Jika waktu lebih senggang
biasanya ada pemberian ceramah dari perwakilan DKM atau pengurus masjid.
Kegiatan ini pula yang sering diikut sertai oleh Datuk Syahrul Effendi sebagai
pendiri masjid Harakatul Jannah, tidak jarang beliau memantau sendiri berbagai
kegiatan di masjid yang melibatkan santri dari Rumah Tahfizh Masjid Harakatul
Jannah.
D. Elemen-elemen Masjid
Frishman menyebutkan secara umum elemen-elemen yang kerap kali ada
pada sebuah masjid yang ditandai dengan adanya demarkasi ruang, pintu masuk,
menara, mihrab, mimbar, makam, dan juga kolam wudhu. Demarkasi ruang
merupakan bagian masjid yang memiliki atap atau bagian yang juga terbuka.
Ruangan yang beratap yakni ruang sholat yang biasanya diapit dengan tembok
juga disanggah dengan beberapa tiang, tergantung seberapa luas ruangan
tersebut.78
Selain itu keberadaan Mihrab, mimbar, kolam wudhu dan makam juga
sering ditemui pada bangunan sebuah masjid. Hanya saja, elemen makam tidak
selalu ada pada ruang lingkup masjid. Terutama pada masjid-masjid yang baru
dibangun di perkotaan atau desa misalnya. Masjid dengan adanya kompleks
pemakaman biasanya dapat dijumpai pada kasus masjid-masjid kuno. Seperti
masjid Angke dan lain-lain di wilayah Jakarta. Biasanya letak kompleks makam
letaknya tidak jauh dari masjid, bisa disisi masjid, atau di belakang pekarangan
masjid. Makam-makam yang terdapat pada wilayah masjid kuno biasanya
merupakan makam tokoh-tokoh tertentu, yang pada sebagian masyarakat
mengkultuskan atau mensucikan makam tersebut. Maka tidak heran jika dalam
beberapa kasus dijumpai makam dengan perawatan khusus, atau penandaan
78
TawalinuddinHaris.Masjid-masjid Bersejarah di Jakarta (Jakarta: Erlangga: 2010),h.
13.
29
khusus. Bagi makam yang terbilang keramat, biasanya dibuatkan bangunan kecil
yang disebut cungkub atau kubba sebagai tempat makam tersebut. Bahkan tidak
jarang pada beberapa makam di beri alas kelambu di atasnya.79
Beberapa elemen-elemen tersebut terdapat pula pada Masjid Harakatul
Jannah, yang menjadi pelengkap struktur bangunan masjid yang kaya akan
filosofi keIslamannya. Beberapa elemen tersebut ialah:
1. Kubah
Masjid Harakatul Jannah memiliki satu kubah utama, enam kubah yang
berukuran sedang dan beberapa kubah kecil yang terdapat pada sisi masjid.
Rancangan bentuk kubah pada masjid Agung Harakatul Jannah terisnpirasi dari
kubah Taj Mahal, India. Kubah masjid yang berbentuk menyerupai bawang
dengan sisi bawah silender, tetapi pada kubah masjid Agung Harakatul Jannah
terbuat dari tembaga. Selain itu terdapat pula ornamen bintang sudut delapan yang
menggambarkan kesempurnaan Islam (Syumul Islam) yang juga dilengkapi
dengan bintang kecil dan dikelilingi 12 bintang lain di dalamnya. Pada bagian atas
kubah terdapat penutup yang berbentuk bunga teratai dengan tiang yang
menopang simbol bulan sabit dan bintang.80
2. Pilar
Umum adanya pada bagian masjid terdapat tiang-tiang atau pilar yang
melengkapi struktur bangunan masjid. Terlihat pula pada masjid Agung Harakatul
Jannah, dimana terdapat banyak pilar dibagian sisi-sisi masjid dengan arsitektur
Eropa berasal dari corak Ghotic yang banyak dipakai pada bangunan klasik atau
Romawi Kuno, dengan diaplikasikannya pilar yang berhimpitan antara dua pilar
yang tinggi dengan dua pilar yang lebih pendek. Keberadaan pilar-pilar tersebut
merupakan gambaran atas kejayaan Islam yang sampai ke benua Eropa.Selain itu
sebagai Sandaran dari empat pilar tersebut, terdapat bangunan segi empat dengan
sentuhan arsitektur Arab.Bentuk dari bangunan persegi empat berwarna hitam
79
Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III, (Yogjakarta: Kanisius:
1973), h. 80. 80
Tim DKM. Profil Singkat Masjid Harakatul Jannah: Refleksi Peradaban Dunia Islam,
h. 22.
30
tersebut menyerupai Ka‟bah. Bagian ini dilapisi granit hitam dengan dua garis
berwara cokelat kuning dan garis warna putih disisi atas dan bawah yang
menghimpit garis kuning tersebut. 81
3. Jendela
Letak geografis dari keberadaan masjid Agung Harakatul Jannah sangat
menguntungkan, karena lokasinya yang mulai memasuki kawasan dataran tinggi
dengan suhu atau udara yang terbilang sejuk. Jadi tidak diperlukannya pentilasi
udara atau daun jendela dengan ukuran yang besar. Oleh karena itu, jendela pada
bagian masjid bernuansakan prototipe khas Melayu yakni sebagaimana jendela-
jendela yang digunakan di wilayah Melayu (dengan ukuran jendela yang kecil).
Selain itu, penggunaan daun jendela dengan kekhasan Melayu sarat akan
penyebaran Islam yang sampai ke tanah Melayu atau Sumatera.
4. Pintu
Daun Pintu pada setiap pintu utama masjid Agung Harakatul Jannah
terbuat dari ukiran jati yang sangat detail, dengan pilihan kayu Jati yang
berkualitas. Pintu-pintu tersebut dibuat lebih lebar dan tinggi sebagaimana pintu
biasanya, melihat masjid Agung Harakatul Jannah dibangun dengan megah
keberadaan daun pintu yang lebar dan tinggi turut melengkapi kemegahan
tersebut. Pada setiap pintu dibuat tarikan yang berbentuk silenderdengan ukuran
yang juga besar, yang terbuat dari tembaga berukir.
5. Plafon
Plafon masjid di lantai satu pun diisi dengan ornament ukiran jati, di
bagian tengah terdapat persegi yang terbuat dari kayu jati yang lengkap dengan
ukiran yang detail. Persegi tersebut membingkai ukiran berbentuk bintang delapan
sebagai simbol keagungan Islam. Ukiran jati tersebut sempat dikerjakan
berulangkali karena pada awal pembuatannya terdapat kesalahan pada motif
ukiran kayu jati tersebut. Persis di tengah ukiran bintang delapan, terdapat lampu
kristal import yang melengkapi tata ruang pada masjid Agung Harakatul Jannah.
81
Tim DKM. Profil Singkat Masjid Harakatul Jannah: Refleksi Peradaban Dunia Islam,
h.24.
31
6. Mihrab
Mihrab pada masjid Agung Harakatul Jannah dibuat seleras dengan
ornamen interior langit-langit masjid, yakni dengan ukiran-ukiran jati.
Pengkhususan ukiran jati ada dibagian Mihrab masjid, dimana motif ukiran-ukiran
jati dibuat menyerupai dengan motif ukiran Sunan Kudus. Pada bagian-bagian
kayu jati yang berukir pada Pintu, Plafon dan Mihrab dibuat langsung dibagian-
bagian masjid tersebut. Dengan mendatangkan bahan dari Jepara dan pekerja yang
sudah diakui pengalamannya demi mutu hasil yang tinggi dan detail. Sehingga
proses pembuatan ukiran demi ukiran ini menghabiskan waktu kurang lebih tiga
tahun.
7. Tangga
Masjid Agung Harakatul Jannah terdiri atas dua lantai, yakni lantai satu
dipergunakan sebagai Aula masjid, dimana kegiatan masjid seperti Majelis ta‟lim
dilaksanakan di lantai satu.Sewaktu-waktu jika jama‟ah padat, lantai satu juga
digunakan sebagai ruang sholat. Terlebih lagi jika waktu sholat Jum‟at, lalu lantai
dua dijadikan sebagai ruang utama untuk sholat berjamah. Oleh karena itu
diperlukan tangga yang menjadi penghubung antara lantai satu dengan lantai dua.
Tangga tersebut dibuat setengah melingkar pada bagian kiri dan kanan ruang
masjid, yang terinspirasi dari arsitektur India. Bahan utama tangga tersebut
terbuat dari mar-mar, pagar tangganya terbuat dari besi tempa, dengan dilengkapi
pegangan yang terbuat dari kayu jati. Pembuatan tangga ini terinspirsi dari
arsitektur bangunan kuno di India.
8. Lantai
Bahan-bahan yang digunakan pada bangunan masjid Agung Harakatul
Jannah memang terlihat sangat dipilih kualitasnya, terutama untuk bagian lantai.
Lantai masjid dibuat dari mar-mar dari Itali dan Sulawesi, khusus pada bagian
tengah lantai masjid terlihat pola anyaman. Pola anyaman tersebut berupa garis
yang dibuat bertemu dengan pola anyaman garis yang lain. Hal tersebut memiliki
makna bahwa umat muslim yang satu dengan muslim yang lain dari berbagai
wilayah di Indonesia merupakan kesatuan yang diikat dengan ukhuwah
32
Islamiyah.82
Bagian garis yang berwarna hitam terbuat dari granit, dan sisinya
dibuat garis-garis sebagai pembatas shaf saat sholat berjamaah.
9. Tempat Wudhu
Pada bagian Timur masjid tersedia pula tempat untuk berwudhu yang
terpisah dari ruang masjid. Persisnya di bawah plaza yang disertai tangga khusus
untuk menuju ruang utama masjid.Ruang wudhu tersebut dilengkapi pula dengan
rak penitipan alas kaki. Namun sekarang ini telah ditambahkan pula ruang
berwudhu di halaman masjid yang bertepatan di sisi kiri tempat berwudhu yang
pertama kali dibangun.
10. Ruang Khatib dan Imam
Pada bagian Selatan masjid pada lantai dua tersedia pula ruangan khusus
untuk tamu, khususnya untuk imam dan juga khatib.Ruangan tersebut berada tepat
di bawah kubah yang ditopang dengan 12 pilar. Biasanya sebelum dan sesudah
sholat Jumat Imam dan Khatib beristirahat di ruangan tersebut.
11. Pondok
Dalam upaya menghidupkan masjid pihak DKM beserta pengurus lainnya
melibatkan masyarakat sekitar, tidak hanya itu kontribusi masjid dengan
masyarakat dan sebaliknya merupakan sinergi yang dirasa perlu dalam menambah
fungsi dari keberadaan masjid. Oleh karena itu, pengurus masjid Agung Harakatul
Jannah memilih beberapa putra dari masyarakat sekitar masjid untuk menerima
beasiswa sekolah dalam Rumah Tahfiz Harakatul Jannah. Hingga saat ini ada
enam orang santri yang disiapkan untuk menghafal Al-Qur‟an 30 Juz. Pondok
yang dinamakan Dangau Sarasah tersebut menjadi tempat tinggal bagi santri-
santri, disana para santri melakukan aktivitas sehari-hari seperti pendalaman al-
Quran yang di pandu oleh Ustad yang berkapasitas akan penghafalan Al-quran
dan juga bahasa Arab.
82
Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15
September 2017
33
12. Dekorasi
Pada umumnya pendirian sebuah masjid tidak lepas dari ornamen-
oranamen yang khas.Seperti adanya ukiran-ukiran atau lukisan-lukisan berupa
ayat dari Al-Quran, atau tak jarang pula lafadz Asmaul Husna.Tidak jarang
eloknya lukisan-lukisan ayat Al-Quran pada bangunan sebuah masjid
mengundang kekaguman tersendiri bagi jamaah yang melihatnya. Pada masjid
Agung Harakatul Jannah interior semacam itu sangat diperhatikan. Interior masjid
yang penuh akan dekorasi kaligrafi terdapat pada persegi empat yang membingkai
bawah kubah. Masing-masing dari sisi persegi tersebut bertuliskan ayat Al-quran
yang berbeda. Bagian depan sisi persegi empat di bawah kubah bertuliskan
kaligrafi Ayat Al-Quran Surah at-Taubat: 18
“Artinya: yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-
orangyang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk”
Pada sisi kanan dicantumkan QS. Al-Ankabut:45
“Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan ke padamu, yaitu Al Kitab
(Al-Qur‟an) dandirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”
Selanjutnya pada sisi kiri dicantumkan QS. At-Taubat:108
“Artinya: Janganlah kamu bersembahyang dlam masjid itu selama-
lamanya. Sesungguhnya masjid yang dididrikan atas dasar takwa (masjid Quba),
sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di
dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai
orang-orang yang bersih”
Dan pada bagian belakang dicantumkan QS. Al-Jumah: 9
“Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui.”
34
BAB IV
KARAKTERISTIK KEBUDAYAAN MINANGKABAU
PADA MASJID AGUNG HARAKATUL JANNAH
A. Prototipe Bangunan Khas Minangkabau
Prototipe bangunan masjid memiliki banyak tema arsitektur, mengutip dari
Tawalinuddin Haris menurut Martin Frishman terdapat beberapa tipe atau gaya
regional arsitektur pada bangunan masjid diberbagai wilayah.83
Pertama, gaya
regional hypostyle yakni arsitektur masjid yang ditandai dengan penggunaan atap
masjid yang rata/kabah. Tipe hypostyle seperti ini biasanya tersebar di wilayah
Jazirah Arab, Spanyol, dan Afrika. Kedua, ruang lorong yang menyerupai
bangunan masjid yang identik dengan adanya lorong panjang pada bagian masjid.
Tipe yang kedua ini dapat ditemui di Sahara Barat dan Afrika. Ketiga, tata ruang
empat iwan. Ciri masjid dengan tipe tata ruag empat iwan ini terdapat di Iran dan
Asia Tengah. Keempat, tipe bangunan masjid yang ditandai dengan ada kubah
lebih dari satu dengan adanya halaman masjid yang luas. Tipe bangunan masjid
seperti ini dapat ditemui di India. Kelima, tipe bagunan masjid dengan ruang
tengah yang luas serta kubah yang masif yang dominan mengikuti gaya
Utsmaniyah. Masjid dengan gaya tersebut dapat ditemui di Anatolia, Turki.
Keenam, tipe bangunan masjid yang dikelilingi dengan tembok yang kadang
disertai juga dengan pavilion dan taman. Tipe bangunan masjid seperti ini dapat
ditemui di Cina. Ketujuh, tipe bangunan masjid dengan bangunan utamanya
berupa atap piramida atau atap tumpang. Tipe bangunan ini tersebar di wilayah
Asia Tenggara.84
Mengutip dari Tawalinuddin Haris, Frishman juga mengemukakan proses
perubahan atau perkembangan pada bangunan masjid dari masa ke masa. Pertama,
masjid dengan hypostyle hall, yang memiliki halaman luas dengan tiang-tiang
yang menopang bangunan utama masjid. Kedua, Gaya regional yang merupakan
dampak akan adanya pengaruh geografis keberadaan sebuah bangunan masjid.
Ketiga, gaya bangunan masjid dengan atap tumpang tindih yang juga
83
Tawalinuddin Haris. Masjid-masjid Bersejarah di Jakarta, h. 12. 84
Lihat rujukan Jurnal. Tawalinuddin Haris jurnal suhuf, h. 283.
35
berakulturasi dengan gaya bangunan masjid yang menerapkan ornamen atas
pengaruh geografis.85
Sebelumnya pembangunan masjid memang tidak tertera aturan mengenai
bagaimana sebuah masjid harus dibangun, ini pula yang mendorong tumbuhnya
masjid dengan gaya atau arsitektur yang beragam dengan mengupayakan
keIndahan masjid dan dengan harapan filosofi-filosofi dari setiap sisi bagian
masjid tersampaikan pesannya kepada jama‟ah.86
Adaptasi bangunan masjid
terhadap nilai lokal semakin mendorong tumbuhnya masjid dengan karakter yang
beragam. Hingga para ahlipun memandang ciri atau karakter pada bangunan
masjid di Indonesia tidak hanya dominan dengan budaya Jazirah Arab tetapi juga
kuat pengaruh arsitektur Cina, India dan Jawa, yang menandai penerimaan muatan
lokal dalam ajaran Islam sebagai wujud keberhasilan Islam yang beradaptasi
dengan kebudayaan lokal.87
Prototipe bangunan pada Masjid Agung Harakatul Jannah memperlihatkan
adanya proses penggambaran akulturasi dan karakter yang kaya, yang terinspirasi
dari kejayaan Islam yang sampai keberbagai wilayah. Bangunan dengan gaya
Timur Tengah, Eropa, India, Cina, Jawa dan Melayu pun dikolaborasikan menjadi
elemen-elemen dari Masjid Agung Harakatul Jannah dengan filosofi tertentu, agar
pesan pendiri dari tiap sudut masjid dapat tersampaikan kepada jama‟ah.88
Selain
gaya arsitektur tersebut, ada beberapa elemen masjid yang sangat menggambarkan
karakteristik kebudayaan Minangkabau, Elemen-elemen tersebut diantaranya:
1. Gerbang Bundo Kanduang
Pada masjid Agung Harakatul Jannah sentuhan arsitektur khas
Minangkabau sangat terlihat pada gerbang utama masjid, karena berlokasi tepat
ditepi jalan utama arsitektur gerbang tersebut kerap mengundang ketertarikan
pelalulintas. Gerbang utama masjid memiliki atap dengan bentuk runcing di sisi
kanan dan kirinya, dengan pengaplikasian atap gonjong khas Minangkabau pada
85
Lihat Rujukan Jurnal. STawalinuddin Haris jurnal suhuf, h. 282. 86
Tawalinuddin Haris. Masjid-masjid Bersejarah di Jakarta (Jakarta: Erlangga: 2010),
h. 12 87
Amelia Fauzia, dkk. Masjid dan Pembangunan Perdamaian, h. 27. 88
Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15
September 2017.
36
pintu gerbang. Atap gonjong yang menyerupai tanduk-tanduk kerbau teraplikasi
dengan unik pada gerbang tersebut dengan warna kuning keemasan yang sarat
akan kekhasan Melayu.89
Selain itu, filosofi dari berdirinya gerbang megah tersebut dianalogikan
Datuk Syahrul Effendi sebagai bagian dari kebudayaan Minangkabau. Beliau
menuturkan bahwa sebagai orang Minang tidak melupakan “adat bersanding
sarak, sarak bersanding kitabullah.” Sebagai orang Minangkabau yang beradat
tentu tidak dapat lepas dari tuntunan kitabullah (al-Quran dan hadist). Datuk
Syahrul Effendi pun menggambarkan keberadan gerbang utama tersebut sebagai
gambaran adat, sebagaimana orang Minang yang beradat. Lalu ketika memasuki
gerbang akan bertemu dengan Syara dan Kitabullah yakni masjid.90
Bagian bangunan yang memiliki arsitektur berupa atap runcing atau atap
gonjang akan sangat mudah kita temui pada elemen-elemen masjid yang berdiri di
ranah Minangkabau, yang dapat dijelaskan bahwa ekspresi dari bangunan masjid
di Minangkabau menyaratkan kolaborasi lokalitas atas pengaruh geografi. Seperti
misalnya masjid raya Minangkabau yang berada di Padang, bangunan masjid
menerapkan gaya arsitektur khas Minagkabau dengan sentuhan yang lebih
modern.91
2. Hajjah Tower
Hajjah Tower atau Harakatul Jannah Tower merupakan elemen masjid yang
memperlihatkan nilai kebudayaan Minangkabau. Elemen tersebut berdiri di sisi
kanan masjid dengan visual menyerupai jam gadang sebagaimana di Fort de Kock
atau yang dikenal dengan Minangkabau sekarang ini.92
Datuk Syahrul Effendi
menuturkan bahwa Hajjah Tower yang dilengkapi dengan jam di sisi-sisi puncak
tower tersebut mengisyaratkan dua hal. Pertama, memuliakan ibu dan perempuan.
Mengingat bahwa dibangunnya masjid Harakatul Jannah merupakan amanat dari
89
Tsuyoshi Kato. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), h. 39. 90
Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15
September 2017 91
NN Alimin. Masjid Raya Sumatera Barat sebagai Simbol Persatuan Muslim di
Sumatera Barat. INVENSI: VOL. 1 NO. 1. JUNI 2016 92
S Sukawi. Jam Kota, Bukan Sekedar Elemen Estesis Kota. Jurnal Nasional, 2007.
37
Ibunda Datuk Syahrul Effendi, permintaan mulia tersebut menjadi alasan yang
sangat mendasar dibangunnya masjid Harakatul Jannah yang indah, dengan tujuan
memuliakan seorang Ibu, Hajjah Tower pun dibangun lebih tinggi dari elemen
masjid lainnya. Kedua, Hajjah Tower dinilai sebagai mercusuar yang
mengingatkan akan adanya waktu. Datuk Syahrul Effendi pun menambahkan
“betapa cepat hidup ini, kita harus mengetahui arah hidup kita ini.”93
Selain itu,
adanya filososofi memuliakan kedudukan seorang Ibu, dapat kita hubungkan
dengan sistem kekerabatan matrilineal di Minangkabau yang masih di junjung.
Pada bagian bawah Hajjah Tower terdapat ruangan yang nantinya akan
dijadikan Internasional Islamic Center. Pembangunan ruangan tersebut belum
rampung sempurna, dan secara lembaga belum dilegalkan. Akan tetapi masjid
Harakatul Jannah beberapa kali aktif dalam pertemuan yang melibatkan ulama-
ulama besar. Seperti kedatangan Syekh Muhammad Fadhil Al-Jailani Al-Hasani
Al-Husaini dari Turki, dan para Ulama Afganistan ke masjid Harakatul Jannah,
dalam pertemuan tersebut kyai-kyai disekitar masjid pun dilibatkan untuk
melakukan dialog secara langsung dengan para ulama. Keterlibatan masjid secara
meluas pun ditandai dengan adanya keterlibatan masjid dengan konfrensi-
konfrensi Internasional. Beberapa kali Agus Mulyadi selaku Ketua DKM Masjid
Harakatul Jannah melakukan pertemuan sebagai perwakilan dari masjid ke
berbagai negara. Pertama, pertemuan tersebut berlangsung di Swis tepatnya di
Istana Peles. Kedua, pertemuan di Philiphina dalam rangkaian acara yang
membahas mengenai perdamaian. Ketiga, pertemuan yang berlangsung di Jepang.
Kehadiran perwakilan masjid Harakatul Jannah di Jepang merupakan kegiatan
dalam memenuhi undangan dari Profesor Takeshi Kumura yang sebelumnya
pernah melakukan pertemuan di masjid Harakatul Jannah. Selain itu pertemuan di
Jepang dilakukan sebagai ajang berdialog dengan Majelis Ulama Jepang,
membicarakan mengenai keperluan Jepang atas pendakwah-pendawah dari
93
Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15
September 2017.
38
Indonesia. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan di beberapa negara tersebut
mendukung keberadaan Internasional Islamic Center nantinya.94
3. Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi merupakan bangunan
masjid yang berada persis di samping Hajjah Tower. Elemen masjid ini dinamai
sebagai Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minagkabawi, penamaan tersebut
merupakan tanda penghormatan kepada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi,
Mengingat peranan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dalam proses
pembaharuan Islam di Minangkabau.95
Adapun aktivitas yang dilakukan di majelis Syekh Ahmad Khatib Al-
Minangkabawi merupakan kegiatan yang melibatkan santri dan pengurus masjid
Harakatul Jannah. Setelah dilaksanakannya sholat Magrib setiap hari Jum‟at,
semua santri, pengurus masjid, Imam sholat pada hari itu dan juga sering kali
dihadiri oleh Datuk Syahrul berkumpul untuk melangsungkan agenda mingguan
di Majlis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Adapun agenda yang
dilakukan setiap Jum‟at malam ialah dilakukannya ujian kepada santri mengenai
hafalan Al-Qur‟an, dengan urutan proses pengujian yang sudah terjadwal.
Beberapa diantara pengurus atau bahkan semua pengurus yang datang saat itu
menguji hafalan para santri. 96
Aktivitas ini memiliki kemiripan dengan aktivitas intelektual keagamaan di
Minangkabau. Pada masyarakat Minangkabau setiap anak laki-laki tidak
dibenarkan bagi mereka untuk bermalam dirumah ibunya, tetapi mereka
diharuskan untuk bermalam di surau.97
Keharusan para laki-laki Minangkabau
94
Agus Mulyana, Ketua DKM Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada
22 Septemeber 2017. 95
Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15
September 2017. 96
Agus Mulyana, Ketua DKM Masjid Harakatul Jannah-Bogor.Wawancara Pribadi pada
22 Septemeber 2017. 97
Secara linguistik surau memiliki arti tempat, atau tempat ibadah. Surau merupakan
bangunan kecil yang diperuntukan dalam proses penyembahan nenek moyang, karena alasan
tersebut biasanya surau dibangun ditempat-tempat yang tinggi di pedesaan. Hingga kedatangan
Islam di Minangkabau surau mengalami pembaharuan, fungsinya sebagai tempat penyembahan
nenek moyang kuno beralih menjadi tempat untuk ibadah umat muslim, bahkan tradisi intelektual
Islam Minangkabau telah menempatkan surau pada posisi yang vital. Oleh karena itu,
pembangunan surau tidak lagi di wilayah-wilayh yang tinggi, tetapi dibangun di desa yang dekat
39
untuk bermalam di surau bertujuan agar dapat memaksimalkan proses belajar
agama.98
Aktivitas santri binaan masjid Harakatul Jannah memang difokuskan
untuk belajar agama, khususnya penghafalan Al-Quran dan juga pembelajaran
untuk dapat menggunakan bahasa Arab dengan baik. Keterlibatan para santri
dalam aktivitas di masjid harakatul Jannah memperlihatkan adanya aktivitas yang
berbeda pada masjid-masjid pada umumnya. Masjid Harakatul Jannah secara
fungsional tidak hanya memiliki peranan untuk sarana peribadatan, tetapi juga
sebagai wadah pembelajaran keagamaan.
B. Pendiri
Masjid Harakatul Jannah yang digagas oleh Datuk Syahrul Effendi
merupakan masjid yang didanai oleh beliau, yang juga dibantu dengan adanya
donatur yang turut menyokong dalam proses pembangunan masjid. Setidaknya
tercatat terdapat 88 donatur yang turut membantu pembiayaan pembangunan
masjid Harakatul Jannah.99
1. H. Syahrul Effendi, Sh,Mm 51. M. Agus Sumbardono
2. Ir. Hj. Astati Syahrul Effendi 52. Indrianto
3. Ir. H. Wiryatmoko 53. Eko Baruno
4. Aziz Mahdar 54. Hari Sasongko
5. Tesar Ottodinata Effendi, Sh, Lim 55. Ir. H. Suyatmin Rachmat
6. Bayu Adiyaksa Effendi, Eng, Mte 56. Putu
7. Dicky Adam Effendi 57. Amin Cakra
8. Jody Fadilah Effendi 58. Suharsono
9. Ardya Syam, Se, Mm 59. Hari Yanto Badjuri
10. H.M. Syawal, Sh, Mm 60. Agusman Badaruddin
11. H. Riyanto, Se, Mse 61. Abdul Fikar Fajar, Sh,
dengan warga. Lihat, Azyumardi Azra, Surau: Pendidikan Islam tradisional dalam Transisi dan
Modernisasi,(Jakarta: Kencana,2017), h. 23 98
Erni Hastuti, dkk, Kearifan Lokal Sosial Budaya Masyarakat Minangkabau, Proceding
PESAT, vol. 5 (Oktober 2013), h. 4 99
Tim DKM. Profil Singkat Masjid Harakatul Jannah Refleksi Peradaban Dunia h 42
40
12. Drs. H. Hari Sandjoyo 62. Pafinaldi, Sh
13. Krisna 63.Ir. H. Asrizal
14. Ichwan/Rusnadi 64.Eddy Suryapriatna W
15. Iwan Jumhari 65.Hartadi
16. Amir Bahar 66. Abdul Gani
17. Samido 67. Hj. Ramna
18. Darum 68. Ir. Ery Baskoro
19. Martin 68. Martono
20. Fahmi 70. Tauhid
21. H. Mustafa Kamal 71. Budhy Bpm
22. Pristono 72. Syarif Mustofa
23. M. Agus Sumbardono 73. Bank DKI
24. Indrianto 74. Arfan Akatilie
25. Eko Baruno 75. Hj. Syamsiar
26. Hari Sasongko 76. Khairil. A
27. Ir. H. Suyatmin Rachmat 77. Nawawi
28. Putu 78. Delang Arfianto
29. Amin Cakra 79. Martono
30. Suharsono 80. Ibnu
31. Hari Yanto Badjuri 81. Ichsanuddin Noorsy
32. Agusman Badaruddin 82. Juariyah
33. Abdul Fikar Fajar, Sh, Mh 83. Widiantoro
34. Pafinaldi, Sh 84. Agus Subandono
35. Hartadi 85. Pt. Bina Karya Bina
36. Abdul Gan i 86. Joko
37. Hj. Ramna 87. Ir. Nizarman .A
38. Ir. Ery Baskoro 88. Handoko S.P
39. Martono 89. Ir. Hj. Widyaningrum
40. Tauhid 90. H. Rojak
41. Budhy Bpm 91. Ir. H. Yayat Hidayat M.T
42. Syarif Mustofa 92. Baziz DKI
41
43. Wisnu
44. Arsyad
45. Budi
46. Andi Wahab
47. Sauchi Yahya
48. Harsono
49. Drs. H. Paryanto
50. Dispenda
Selain itu, Keberadaan para donatur dari beberapa perantau yang berasal
dari Minangkabau kerapkali melangsungkan kegiatan silaturahmi di masjid
Agung Harakatul Jannah, yang juga diikuti oleh angkota DKM masjid. Acara
silaturahmi tersebut memang dilakukan dengan waktu yang insidentil saja,
biasanya pertemuan tersebut diisi dengan diskusi-diskusi keagamaan. Oleh sebab
itu, forum ini juga terbuka untuk penggiat masjid lainnya. Terlepas dari hal
tersebut, perkumpulan orang Minangkabau pada hal ini merupakan penggambaran
kuatnya rasa persaudaraan sebagai pemangku adat Minangkabau di tanah rantau.
C. Respon Masyarakat
Masjid Harakatul Jannah kerapkali mengundang ketertarikan masyarakat
karena kekayaan arsitekturnya. Respon yang beragam pun datang dari masyarakat
mengenai keberadaan masjid Harakatul Jannah di Bogor.
1. MUI Kabupaten Bogor
Pihak MUI menyambut baik atas didirikannya masjid Harakatul Jannah, hal
tersebut merupakan tanda bahwa masih terdapat individu atau kelompok yang
aktif dalam bersyiar melalui pembangunan masjid. Terlebih lagi lokasi strategis
masjid Harakatul Jannah di pintu gerbang wisata membuat masjid menjadi icon
tersendiri.
Penilain atas arsitektur masjid yang nampak jelas akan kebudayaan Minang
pun sudah banyak diketahui masyarakat, ditambah lagi dengan backround
kampung halaman pendirinya. Karakter masjid Harakatul Jannah tersebut
dianggap sebagai penggambaran Islam di Indonesia, yang didukung juga dengan
42
keberadaan elemen-elemen masjid yang mengadopsi kebudayaan Jawa, Cina, dan
juga Melayu yang menandai bahwa Islam sudah masuk ke dalam Budaya
Indonesia. Terlebih lagi penggambaran budaya dalam bangunan masjid Harakatul
Jannah didominasi oleh nilai-nilai Islam yang tinggi. Yakni pedoman orang
Minang mengenai adat bersanding syarak-syarak bersanding kitabullah, hal
tersebutlah yang nantinya mendorong lahirnya para ulama. Mengenai akulturasi
yang sangat ditunjukkan dari bangunan masjid Harakatul Jannah, pihak MUI
menilai hal tersebut sebagai wujud yang baik dengan memperlihatkan kolaborasi
antara Islam dengan kebudayaan di Indonesia. Selepas itu tidak mencederai nilai-
nilai Islam, justru keberadaan masjid seperti masjid Harakatul Jannah menjadi
gambaran adanya masjid Nusantara, yang berarti representasi bahwa Islam
Indonesia (dalam pembangunan masjid) tidak selalu berkiblat pada arsitektur atau
prototipe bangunan masjid di Saudi. Selain itu untuk kegiatan di masjid, MUI
Kabupaten Bogor pun kerap kali melakukan kegiatan bersama dengan seperti
mengisi Majlis Ta‟lim Ibu-ibu, dan kegiatan dakwah lainnya yang melibatkan
mahasiswa-mahasiswa dari Pendidikan Kader Ulama (PKU).100
2. Kementerian Agama Kabupaten Bogor
Kementerian Agama Kabupaten Bogor menilai keberadaan Masjid
Harakatul Jannah sebagai masjid yang sangat trategis di Kabupaten Bogor, dilihat
dari letak keberadaan masjid di tepi jalan raya semakin mempermudah
dilakukannya syiar Islam bukan hanya kepada jamaah sekitar Gadog tetapi juga
jamaah dari berbagai wilayah. Performnya yang sarat akan kebudayaan Minang
sudah terdengar ke banyak masyarakat di Bogor, termasuk mengenai pembiayaan
pembangunan masjid yang kabarnya merupakan dana dari para pengusaha
Minang. Maka dari itu, arsitektur masjid memperlihatkan karakter budaya Minang
dinilai sebagai ekspresi dari pendiri dan donatur atas perjuangan mendirikan
masjid Harakatul Jannah. Mengenai akultrasi budaya Indonesia dan Islam yang
terlihat pada masjid Harakatul Jannah, Kementerian Agama Kabupaten Bogor
merasa hal tersebut tidak masalah, selagi dalam aktivitas atau ajaran-ajaran di
100
Irvan, Sekertaris Komisi Organisasi dan Hubungan Luar Negeri. Wawancara Pribadi
pada 12 September 2017.
43
dalam masjid tidak mengajarkan aliran-aliran yang menyimpang. Kekhawatiran
mengenai hal tersebut sangat mendasar mengingat banyaknya keberagaman suku,
dan agama penduduk Kabupaten Bogor. Berkenaan dengan aktifitas masjid
Harakatul Jannah Kementerian Agama Kabupaten Bogor berpendapat bahwa
kegiatan dalam upaya penyampaian dakwah pada agenda mingguan seperti
majelis ta‟lim ibu-ibu, dan khutbah-khutbah Jumat disampaikan dengan baik oleh
pengurus masjid. Misalnya khatib ketika sholat Jumat yang terjadwal bergantian
menjadikan penyampaian dakwah yang tematik dan beragam. Kegiatan di hari-
hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha kerapkali atifitas masjid
semakin padat.101
3. Kecematan Megamendung
Pihak Kecamatan Megamendung menilai bahwa kehadiran masjid Harakatul
Jannah di Gadog sangat memberi warna bagi masyarakat Megamendung,
khususnya gadog, sukamahi, dan Ciawi. Termasuk kepada jamaah dari berbagai
wilayah yang seringkali sangat membutuhkan keberadaan masjid-masjid di daerah
transit, khususnya pada waktu Sholat Juma‟t. Mengenai arsitektur masjid pihak
Kecamatan Megamendung menganggap tidak adanya masalah dengan akulturasi
pada masjid, karena di Bogor khususnya di Megamendung memang terdapat
suku-suku dari luar kebudayaan masyarakat Bogor. Bahkan keberadaan
paguyuban Ambon, Batak dan lainnya diakui oleh Kecamatan Megamendung.
Justru dengan adanya masjid Harakatul Jannah semakin menambah khasanah
kebudayaan masyarakat. Kegiatan yang kerapkali dilakukan di masjid diketahui
melibatkan ulama-ulama dari MUI, Muzaki, Mustahiq dan kyai-kyai atau uztad-
uztad di sekitar daerah wilayah masjid yang menandai keterbukaan masjid
terhadap aktifitas sosial-keagamaan masyarakat Bogor khususnya.102
101
Bahrul Ulum , KASI Kementerian Agama Kab. Bogor. Wawancara Pribadi pada 12
September 2017. 102
Ade Chaidir ,KASI P.K.M. Wawancar Pribadi pada 22 September 2017.
44
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karakteristik kebudayaan Minangkabau pada Masjid Harakatul Jannah
dapat diidentifikasi melalui beberapa simbol yang terlihat secara fisik pada bagian
elemen masjid dan pada keberadaan para penggiat masjid dalam upaya
menghidupkan masjid Harakatul Jannah, kekhasan karakter tersebut diantaranya:
1. Terdapat elemen-elemen yang menggambarkan karakter budaya
Minangkabau pada bagian-bagian masjid Harakatul Jannah. Pertama, pada
bagian gerbang utama diaplikasikannya arsitektur Minang dengan gaya
gonjong di sisi kanan dan kiri atap gerbang utama. Kedua, adanya menara
yang serupa dengan bentuk bangunan Jam Gadang di Minangkabau,
elemen ini dinamakan sebagai Hajjah Tower yang mengisyaratkan
mengenai memuliakan seorang Ibu sebagaimana sistem keturunan
Minangkabau yang diambil dari garis Ibu (matrilineal). Ketiga, adanya
bangunan khusus yang diberi nama sebagai Majelis Syekh Ahmad Khatib
Al-Minangkabawi.
2. Penggambaran atas kekhasan karakter budaya Minangkabau tidak sebatas
tergambar pada bagian fisik atau secara arsitektur masjid saja, namun
penggambaran atas budaya Minang nampak pula pada aktivitas penggiat
masjid. Pertama, perkumpulan perantau yang berasal dari Minangkabau
yang kerap kali dilakukan di Masjid Harakatul Jannah, dimana sebagaian
besar dari perantau Minangkabau tersebut telah berkontribusi atas proses
pembangunan Masjid Harakatul Jannah. Adanya keberadaan para santri
binaan Masjid Harakatul Jannah di Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-
Minangkabawi yang memiliki kemiripan dengan tradisi intelektual Islam
yang telah menjadikan surau pada posisi vital pendidikan Islam di
Minangkabau.
45
B. Saran
Penulis menyadari kekurangan atas penulisan skripsi ini, untuk penulisan
selanjutnya penulisan kajian agama dan kebudayaan yang lebih komprehensif
sangat penting tidak hanya bagi civitas akademika saja, tetapi guna membuka
wawasan masyarakat atas gejala-gejala yang terjadi di wilayah sekitar, dengan
posisi vital agama dan adat sebagai manifestasi dari kebaikan budi dalam
berkehidupan sosial. Nampaknya kajian mengenai filantropi Islam pun dapat
menjadi persoalan menarik mengingat masing-masing dari berbagai etnis yang
melakukan kegiatan merantau begitu aktif dalam kegiatan tersebut di wilayah
rantauan.
46
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
al-Makassary, Ridwan, Ahmad Gaus AF (Editor). Benih-benih Islam Radikal di
Masjid: Studi Kasus Jakarta dan Solo. Jakarta: CSRC, 2010.
Azra, Azyumardi. Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi
Modernisasi (Jakarta: Kencana, 2017).
Efendi, Firdaus. The Power of Minangkabau. Jakarta: Nuansa Madani, 2012.
Etek, Azizah. Koto Gadang Masa Kolonial. Yogyakarta: LkiS, 2007.
Fauzia, Amelia, dkk. Masjid dan Pembangunan Perdamaian.Jakarta: Center for
the Study of Religion Islam and Culture Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011.
_____________Filantropi Islam: Sejarah dan Kontestasi Masyarakat Sipil dan
Negara di Indonesia. Yogyakarta: Gading Publishing, 2016.
Gazalba, Sidi. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam.Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1989.
Graves, Elizabeth E. Asal Usul Elite Minangkabau Modern: Respon Terhadap
Kolonial Belanda Abad XIX/XX. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.
Hamka. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
Haris, Tawalinuddin. Masid-masjid bersejarah di Jakarta. Jakarta: Erlangga,
2010.
Kato, Tsuyoshi. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah
Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Koentjaraningrat.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.Jakarta: Djambatan,
1945.
Marsden, William. Sejarah Sumatera.Depok: Komunitas Bambu, 2013.
Naim, Mochtar. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1984.
Penduduk Indonesia Hasil SP2010 (Badan Pusat Statistik-Statistics Indonesia)
Pires, Tome. Suma Oriental: Perjalanan Dari Laut Merah Ke Cina dan Buku
Francisco Rodrigues. Yogyakarta: Ombak, 2014.
Reid, Anthony. Sematera Tempo Doeloe. Depok: Komunitas Bambu, 2014.
Shrieke, BJO. Pergolakan Agama di Sumatera Barat: Sebuah Sumbangan
Bibliografi.
Sugiono.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfa Beta: 2014.
47
Soekmono.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III. Yogjakarta: Kanisius,
1973.
Wallace, Alfred Russel. Sejarah Nusantara: The Malay Archipelago. Yogyakarta:
Indoliterasi, 2015.
Woodward, Kathryn. Identity and Differen.London:SAGE Publications, 1999.
Yaswirman.Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau. Jakarta: Rajawali Press,
2013.
Jurnal:
Abdullah, Taufik. Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau.
Indonesia, No. 2, 1966
______________.Some Notes on the Kaba Tjionduo Mato: An Example of
Minangkabau Traditional Literature.Indonesia, No. 9, 1970
Alimin, NN. Masjid Raya Sumatera Barat sebagai Simbol Persatuan di Sumatera
Barat. Jurnal INVENSI: Vol 1. No 1. Juni 2016
Asnan, Gusti. Tradisi Rantau dan Diaspora Kasus Minangkabau Melayu dan
Bugis.
Hastuti, Erni. Kearifan Lokal Sosial Budaya Masyarakat Minangkabau,
Proceding PESAT, vol 5 (Oktober 2013)
Haris, Tawalinuddin. Masjid-masjid di Dunia Melayu Nusantara.Suhuf, Vol.
3,No 2, 2010
Sunarti, Sastri. Suara-suara Islam dalam Surat Kabar dan Majalah Terbitan Awal
Abad 20 di Minangkabau. Al-Turas Vol. XXI No. 2, Juli 2015
Artikel:
Indahnya Masjid Harakatul Jannah Bogor. Republika.co.id
https://www.google.com/amp/m.republika.co.id/amp_version/nx6v3v301 diakses
pada 30 Juni 2016 pukul 21:22 WIB
http://travel.kompas.com/read/2016/06/15/040700327/menengok.sisa-
sisa.peninggalan.salah.satu.masjid.tertua.di.semarang diakses pada 29 Juni 2017
pukul 13:34
https://m.detik.com/news/berita-Jawa-tengah/d-3516459/bubur-india-menu-tajil-
khas-masjid-pekojan-Semarang diakses pada 30 Juni 2017 pukul 22:06 WIB
48
Wawancara:
Irvan, Sekertaris Komisi Organisasi dan Hubungan Luar Negeri MUI Kabupaten
Bogor. Wawancara Pribadi pada 12 September 2017
Bahrul Ulum , KASI Kementerian Agama Kab. Bogor. Wawancara Pribadi pada
12 September 2017.
Ade Chaidir ,KASI P.K.M. Wawancara Pribadi pada 22 September 2017.
Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi
pada 15 September 2017.
Agus Mulyana, Ketua DKM Masjid Harakatul Jannah-Bogor.Wawancara Pribadi
pada 22 Septemeber 2017.
49
LAMPIRAN-LAMPIRAN
(Gambar 1: Pengurus DKM Masjid Agung Harakatul Jannah menjadi narasumber
tentang ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN yang menjadi inti visi misi Masjid Agung
Harakatul Jannah dalam acara ASIA PACIFIC LIFE MATTERS COURSE yang dihadiri
oleh utusan dari enam Negara; Indonesia, India, Vietnam, Timor Leste, Iraq dan
Afghansitan)
(gambar 2: Menghadiri Acara INTERFAITH dI PILIPINA)
50
(gambar 3: kegiatan International Interfaith Peace Conference)
(gambar 4: Kegiatan Istighasah Bulanan)
51
(gambar 5: kegiatan Dakwah di Masjid Harakatul Jannah yang turut
mengundang para ulama)
(gambar 6: Kunjungan Ulama Afganistan)
52
(gambar 7: Masjid Harakatul Jannah tampak dari sisi kanan)
(gambar 8: Masjid Harakatul Jannah tampak depan)
53
(gambar 9: Masjid Harakatul Jannah tampak dari sisi kiri)
(gambar 10: Masjid Harakatu Jannah tampak belakang)
54
(gambar 11: Gerbang Bundo Kanduang)
(gambar 12: Hajjah Tower)
55
(gambar 13: Masjid Harakatu Jannah tampak dalam)
(gambar 14: Bangunan Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi)
56
(gambar 15: Rapat Majelis Ulama Indonesia dan Jepang di Jepang)
(gambar 16: Konferensi Religious Leaders di Astana)
57
Transkip Wawancara
Narasumber :Irvan –MUI Kabupaten Bogor
Tanggal : 12 September 2017
Waktu : 13:23 WIB
Penulis :“Baik Pak, pertanyaan ini dimulai dari hal umum masjid
Harakatul Jannah.dengan keberadaan masjid tersebut bagaimana
respon dari MUI Kab Bogor?
Narasumber :“Iya pertama kalau respon kita tentu sangat gembira ya, ada masjid
semegah..itu di Kabupaten Bogor. Terlebih juga masjid itu
dibangun oleh putra-putra.bangsa bukan bantuan dari luar. Ya kita
cukup berbangga hati karena.banyak juga sampai saat ini orang-
orang yang masih ingin syiar dengan.melalui mendirikan masjid
Allah. Terutama di daerah padat seperti di Gadog. Karena semua
orang yang ke Puncak atau ke Bandung, kalau lewat.dari Puncak
itu pasti tau masjid itu. Akhirnya itu menjadi icon tersendiri. Jadi
kita cukup mengapresiasi dan kita juga beberapa kali memang ada
.pertemuan dengan pengurus, begitu.”
Penulis :“Jika dilihat sendiri Pak, mengenai kehadiran masjid Harakatul
Jannah ini.menyiratkan adanya energi antara agama dan
kebudayaan yang dibawaoleh pemilik atau yang mendirikan masjid
begitu Pak, dan itu bisa kita katakan kebudayaan Minangkabau
begitu, respon MUI Kab. Bogor dengan hal itu.bagaimanakah Pak?
Karena dilihat juga, ya tadi seperti yang Bapak katakan bahwa
pembangunan masjid itu disokong oleh orang-orang
Minangkabau,.yang notabennya mereka adalah perantau di Bogor,
tetapi dapat menonjolkan.karakteristik kebudayaan Minangkabau di
wilayah rantauan begitu?”
Naeasumber :mendirikan masjid khas minang kita protes,nggak. Itu salah satu
budaya indonesia juga,dan apa,budaya di dalam bangunan itu ya
minang,yang di dominasi oleh nilai-nilai islam yang tinggi. Apa sih
58
istilahnya itu,adat bersanding syarak ,syarak brsanding kitabullah.
Jadi dari sana pula banyak lahir para ulama ini,apa terus di
apresiasikan begitu untuk ininya,untuk bangunan masjid.Ya,terus
kita secara akademi merespon akulturasi dalam bentuk apapun.
Selepas itu tidak memang mencederai nila-nilai islam. Jika ada
masjid misalkan,kalau ada patung tidak ini.. Terus gaya minang
dan simbol-simbol tertentu yang dibawa,mungkin itu juga kalau di
gambarkan banyak juga. Bangunan khas minang. Dalam
menyatukan kubah,mimbarnya ukiran kayu khas jawa,bagus juga.
Ini sekaligus jadi ciri khas masjid nusantara sebenarnya. Artinya
yang representasi bahwa islam indonesia juga punya gaya khas
masjidnya yang tidak melulu berkiblat seperti saudi,dan gaya-gaya
masjidnya.
Penulis :Jika seputar kegiatan di mesjid begitu pak,seperti majelis ta‟lim
ibu-ibu dan beberapa kegiatan yang melibatkan santri yang di didik
oleh masjid. Kira-kira apakah masih ada catatan catatan penting
yang bisa di kembangkan?
Narasumber :Iya,petama saya pernah juga mengisi di sana,da masjid
ta‟lim.Jamaahnya masih kurang banyak karena mungkin masjid
baru ya. Biasanya notabennya di daerah situ,itu majelis ta‟lim ibu-
ibu khususnya di masjid besar biasanya banyak begitukan. Ya
catatannya yang itu aja barang kali. Piarnya masih belum
maksimal. Syiar bahwa ada pengajian ibu-ibu,rata-rata jum‟at pagi.
Barangkali berbarengan. Apalagi di situkan jauh dari masyarakat.
Jadi kalau mau kesitu harus naik angkot/naik motor. Catatannya
itu,dan santri saya belum pernah bersentuhan langsung.
Penulis :Untuk harapan kedepannya begitu pak. Barang kali MUI memiliki
harapan untuk masjid Harakatul jannah,karena dilihat keberadaan
masjid di tengah ibu kota itu menjadi hal yang vital sekali buat
masyarakat Bogor khususnya. Kita berharap masjid di situ bukan
hanya tempat ibadah mafdoh,lebih dari itu,harus bisa
59
mempersatukan kelompok-kelompok,mempersatukan syiar
sinopsisnya yang ada di masyarakat,jadi disitu melting spotnya.
Ghiroh titik leburnya harusnya di mesjid. Jadi mesjid percontohan
kabupaten Bogor,dari sisi managemennya,dari sisi
imarohnya,ta‟limnya,ya.. seperti kalau di jogja ada masjid jago
karyan. Kalau kita tigkat jawa barat,Harakatul jannah itu mirip-
mirip,itulah jadi perbedaan. Masyarakan itu memang nggak
setegah-setengah. Dan saya dengar beberapa pihak masjid itu
bilang bahwa membuat Islamic Center Harakatul Jannah Indonesia.
Itu bagus karena jika ada tamu dari luar,seperti di Afganistan
dialog disana. Kita bawa tamu kenegaraan ,biasanya jika ada di sini
kita bawa juga ke masjid,biar mereka tau,masjid kita Indonesia
itu,ini.
60
Transkip Wawancara
Narasumber :Bahrul Ulum –Kementerian Agama Kabupaten Bogor
Tanggal :12 September 2017
Waktu :14:12 WIB
Penulis :“Bagaimana respon dari kementerian Agama terhadap hadirnya
.masjid Harakataul Jannah di Bogor?”
Narasumber :“Ya, baik terimakasih. Masjid Harakatul Jannah merupakan
salah.satu masjid yang ada di kabupaten Bogor, dititik keramaian
dipenghujung jalan arah puncak. Sungguh merupakan suatu hal
yang..strategis, dimana masjid merupakan sarana dan prasaran
Islam sehingga kegiatan dakwah akan lebih semarak lagi
diberbagai masjid.termasuk masjid Harakatul Jannah. Dan kalau
kita lihat posisi masjid .itu sangat strategis, kenapa? karena
masjidnya sangat besar sekali dan .konon kabarnya itu adalah dari
iuaran para pengusaha Minangkabau .yang ingin membangun
masjid di Kabupaten Bogor. Saya kira positif.sekali, mudah-
mudahan dengan adanya masjid Harakatul Jannah ini semakin
menambah semangat dakwah bagaimana menyampaikan pesan-
pesan agama kepada umat melalui masjid, saya kira begitu”.
Penulis :“Lalu bagaimana respon Kementerian Agama terhadap masjid
Harakatul Jannah yang muncul kepermukaan menggambarkan
kebudayaan tertentu begitu Pak, kebudayaan
Minangkabau.Sedangkan secara geografis masjid ini berada di
Bogor begitu?”
Narasumber : “Ya, menarik sekali untuk dibicarkan. Masjid ini secara fisik
berbeda .dengan masjid yang lain. Karena taggongnya saja,
performnya saja...masjid itu menggambarkan kebudayaan Minang.
Ternyata setelah .diusut-usut ini berdirinya masjid ini, hasil
61
perjuangan para pengusaha..Minang secara kolektif. Mengenai fisik
bangunan itu mencerminkan .kebudayaan Minang, mencerminkan
dalam rangka, sebagai ciri dari .mereka, bahwa inilah wujud dari
perjungan mereka, mendirikan .masjid besar. Tidak masalah
sepanjang hal ini erat mengenai .kebudayaan yang ada di
Indonesia. Masjid ini tidak diajarkan tentang.aliran-aliran yang
tidak dibenarkan”.
Penulis : “Lalu seputar kegitan masjid begitu Pak, Apakah ada catatan
penting dari Kementerian Agama?”
Narasumber :”Ya, kegiatan-kegiatan yang menjadi salah satu catatan kita.
Selama ini kami lihat sudah aktif menyampaikan dakwah lewat
majlis ta‟lim.Ibu-ibu yang sudah terjadwal, khutbah-khutbah
Jumat itupun kita .lihat jamaah yang sangat membeludak. Ya kita
lihat, masjid transit begitu, dimana tidak punya jamaah tetap tapi
memiliki jamaah yang.datang dari berbagai arah. Untuk isi khutbah
Jumatnya pun menarik, karena memiliki banyak imam sholat
sehingga tidak terkesan monoton dalam penyampaikan ceramah
Jumat.”
Penulis :“Lalu harapan kedepannya untuk masjid HarakatulJannah dari
.Kementerian Agama?
Narasumber :“Kami berharap masjid ini kedepannya dalam kegiatatamilnya
terus diisi, tentu dengan tidak menonjolkan paham-paham yang
berbeda dari kebanyakan paham yang ada di Indonesia. Kita
berharap masjid ..ini eksistensinya maju terus, berkembang terus.
Mampu menyajikan.materi-materi dakwah yang menarik hingga
jamaah terus meningkat.
62
Transkip Wawancara
Narasumber :Datuk Syahrul Effendi-Pendiri Masjid Harakatul Jannah
Tanggal :15 September 2017
Waktu :13:23 WIB
Penulis :”Baik Pak, untuk pertama kalinya masjid ini bisa tergagas,
kemudiandibangun dilatar belakangi oleh apa begitu Pak?
Narasumber :“Ya, pertama ada amanah dari ibu, kalau bisa mendirikan
masjid.karena masjid berfungsi sebagai pusat ibadah, sebagai aspek
.pendidikan, aspek sosial, dan juga berfungsi sebagai aspek
ekonomi. Sehingga kedepan bagaimana membangun masjid yang
memiliki potensi ekonomi yang dapat hidup dengan sumber
ekonominya. Pendirian masjid ini pula didukung oleh keluarga,
terutama istri..Jika kita harus mengeluarkan uang istripun harus
setuju. Kemudian.juga dukungan para sahabat, kita memiliki
kesamaan visi dalam.membangun masjid yang memiliki kesamaan
dengan makna dari .masjid Harakatul Jannah yakni jalan menuju
surga. Dengan berbagai usaha, kita yakini membangun masjid di
wilayah yang strategis. Sekaligus masjid ini dibangun sebagai
lambang dari.peradaban Islam, dan memiliki ciri arsitektur sendiri.
Karena sebagai orang Minang tidak melupakan adat bersanding
syarak, syarak bersanding kitabullah. Sepanjang yang
diperbolehkan oleh kitabullah apapun dengan adat diperbolehkan,
adat tidak boleh bertentangan dengan kitabullah. Kita lihat ketika
orang mulai masuk .ke wilayah masjid Harakatul Jannah lambang
filosofi tadi, gerbang.itu melambangkan adat, orang Minang itu
beradat. Nah ketika dia masuk kedalam gerbangnya itu masuk
kedalam syarak dan kitabullah, yakni masjid. Dan masjid sendiri
masih ada lagi pendalamannya. Maka dari itu kami buat sarana
prasaran di majelis .Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi untuk
dilakukannya.pendalaman agama, tempat para ulama bertahfidz
63
dan sebagainya..Kemudian masjid ini sendiri melambangkan Islam
yang mengadopsi.story Islam sendiri (arsitektur) kita visualkan
kedalam kejayaan .Islam dengan keberadaaan 4 pilar keagungan
yang menggambarkan.Islam telah berjaya hingga ke Eropa. Ada
sentuhan tajmahal, jurai-jurai pengaruh islam smpai ke negeri Cina.
Jendelanya kecil-kecil yang menandai Islam sampai ke Melayu, di
Sumatera itu jendelanya.kecil. Kejayaan Iskandar Zulkarnain,
sehingga Islam berjaya ke India. Makanya di dalam ada tangga itu
menggambarkan hal itu. .Desain arsitektur lantainya merupakan
filosofi ukhwah Islamiyah. Warna hiatam dan cokelat bersartu
dalam penggmbaran umat Islam .dari mana saja merupakan
saudara. Jadi masjid ini dirancang bukan.hanya sekedar
membangun masjid saja, tetapi penuh dengan .filosofinya. Pojok-
pojok masjid ini menandai Islam itu sampai ke.Rusia, Kazahtan,
samapai ke Jawa oleh sebab itu ada ukiran-ukiran Sunan
Kudus,.daun pintu dari Jepara. Kemudian masjid ini pun kita harap
kedepan dapat menjadi mercu suar peradaban Islam oleh karena itu
kita juga bangun Hajjah Tower, ada dua filosofi yang disampaikan
dalam .elemen ini. Pertama harakatul Jannah, kedua, memuliakan
ibu dan wanita, kenapa kita ambil jam? Kita mnarin ke dalam pesan
yang terkandung pada surat Al-Ashr‟, begitu cepat hidup ini, kita
harus.tahu mau diarahkan kemana tujuan hidup kita.
64
Transkip Wawancara
Narasumber :Ade Chaidir ,KASI P.K.M. Kecamatan Megamendung
Tanggak : 22 September 2017
Waktu : 10:22 WIB
Penulis :“Bagaimana respon dari Kecamatan Megamendung atas hadirnya
masjid.HarakatulJjannah begitu Pak?
Narasumber :“Baik, masjid Harakatul Jannah memang sangat memberi warna
bagi masyarakat Megamendung, khususnya bagi warga Gadog dan
sekitarnya, Sukamahi, Ciawi. Memberi kontribusi yang bagus
kepada ..orang-orang yang melintasi jalur puncak. Terutama bagi
masyarakat .yang di dalam perjalanan untuk ransit dan sholat,
terbilang .banyaknya jamaah masjid Harakatul Jannah apalagi jika
waktu sholat Jumat.
Penulis :“Selanjutnya mengenai arsitektur masjid begitu Pak, dan dilihat
dari.backround pendirian masjid disokong oleh orang-orang
Minang. Respon dari Kecamatan Megamendung lagi-lagi melihat
sinergi antara agama dan kebudayaan Minangkabau di Bogor?”
Narasumber :“Respon dari kami positif, kita tidak begitu heran, artinya yang
namanya Bogor itu sudah banyak suku. Bahkan ada organisasi-
organisai tertentu seperti dari Ambon, Batak. Artinya disini
juga.menambahkan warna di wilayah kita. Ketua dari MUI
Kabupaten Bogor pun menjadi salah satu ustad disana, jadi
pengajar disitu. Tidak ada kesan negatif, apalagi melihat pihak
masjid yang begitu .merangkul masyarakat dengan melibatkan para
muzaki mustahik.dari warga dalam acara-acara tertentu.
65
Penulis :“Bagaimana harapan dari pihak Kecamatan untuk masjid
Hrakatul.Jannah kedepannya bgtu Pak? Karena bagaimanapun,
dalam upaya.menjadikan masjid agar memiliki kontribusi baik
kepada masyarakat .harus ada upaya-upaya yang dilakukan begitu”.
Narasumber :“Pada saat ini sudah cukup baik, sinerginya dengan kita. Hanya
saja masyarakat setempat masih ada sedikit rasa segan. Karena
melihat masjid memiliki gerbang yang juga di awasi oleh security,
sebagian masyarakat menilai hal itu sangat selektif. Mugkin
kedepannya pihak pengurus masjid dapat melakukan ajakan kepada
warga secara .intensif lagi”.
66
Transkip Wawancara
Narasumber :Agus Mulyana-DKM Masjid Harakatul Jannah
Tanggal : 22 September 2017
Waktu: : 14:13 WIB
Penulis :”Baik, untuk kegiatan di masjid Harakatul Jannah begitu Pak, dari
.kegiatan rutin bulanan, mingguan dan harian. Kegiatan apa saja
yang telah direncanakan oleh pihak DKM masjid untuk
melangsungkannya.bersama masyarakat?”
Narasumber :”Bismillahirrahmaanirrahiim.. baik, kegiatan di masjid
rutinitasnya seperti halnya kegiatan di masjid-masjid yang lain,
hanya ada beberapa titik kegiatan yang kita khususkan. Pertama,
Majlis Ta‟lim Harakatul Jannah, alhamdulillah sejauh ini telah
memiliki jamaah tidak kurang dari seratus orang, dan kadang kala
terdapat jamaah gabungn dari majlis ta‟lim sekitar. Fokus bahasan
dalam majlis talim, pernah kita buat tematis, tapi hal tersebut
berjalan tidak lama. Kelihatannya para kyai atau ustad lebih leluasa
dengan melihat kondisi yang dihadapi masyarakat misalnya, atau
tentang permasalaha keseharian. Seperti ibadah, dari permaslahan
ibu-ibu, dan itu lebih mengena. Sedangkan untuk narasumber kita
sediakan ustad yang sekaligus mengisi sebagai khotib pada sholat
Jumat. Kedua, setiap malam Sabtu, ba‟da magrib. Majlis khatmil
quran, di hadiri oleh para pengurus masjid, imam, muadzin dan
para santri. Dimana sekaligus dilangsungkannya pengujian hafalan
quran kepada para santri. Kegiatan harian dari santri-santri sedari
pagi sampai malam ya rutinitasnya tahfidz dan pendalaman bahasa
arab. Dengan target mereka sudah menghafal 30 juz dan menguasai
bahas Arab dengan baik. ketiga, kegiatan istighasah sudah lima
tahun ini alhamdulillah setiap bulan selalu mengadakan istighasah.
67
Penulis :”kemudian untuk kegiatan perkumpulan orang-orang Minang
yang.kabarnya pada beberapa waktu sempat dilaksanakan di
masjid.bagaimana ya Pak?
Narasumber :”Pengurus DKM memang didominasi oleh orang-orang yang
berasal dari Minangkabau yang juga telah menjadi donatur masjid
Harakatul Jannah, sekitar 90% dari jumlah pengurus masjid
Harakatul Jannah. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang
kerapkali melibatkan perantau dari Minangkabau sering juga di
laksanakan di masjid. Tapi, pelaksanaan itupun kadang terbuka,
karena perkumpulan.tersebut membahas ilmu keagamaan tidak
jarang forum itu dibuka .secara umum, tidak hanya untuk orang-
orang Minang saja.
Penulis :”Jika mengenai proses pembangunan awal masjid ini pak,
terdapatnya beberapa elemen masjid yang tidak pada umumnya
untuk di wilayah Bogor, karena memiliki arsitektur gonjong atau
elemen yang .menyerupai jam gadang begitu. Apa respon
masyarakat yang ....diketahui oleh pengurus masjid untuk pertama
kalinya akan hal tersebut?
Narasumber :”ya, anggapan yang mempertanyakan seperti apa masjid ini
dibangun.memang sempat terdengar oleh pihak DKM, walaupun
tidak secara.langsung. Kekhawatiran masyarakat atas berlainannya
praktek peribadatan dimasjid ini nanti tepatnya. Namun hal tersebut
kami.baca dengan baik, oleh karena itu pihak masjid melakukan
pedekatan .kepada tokoh-tokoh masyarakat, dan merangkul MUI
Kab. Bogor dalam upaya proses pengenalan masjid ke pada masjid.
Lambat laun kepercayaan masyarakat pun berhasil kita dapatkan,
terlebih lagi .keterbukaan masjid Harakatul Jannah terhadap
beberapa budaya-keagamaan di Bogor, yang mencerminkan atas
68
perkataan bijak orang Minang, “dimana bumi itu dipijak, disitu
langit di junjung”.