Masjid Agung Demak

download Masjid Agung Demak

of 17

Transcript of Masjid Agung Demak

PowerPoint Presentation

MASJID AGUNG DEMAKDEMAK.JAWA TENGAH

MASJID AGUNG DEMAK

JENIS ARSITEKTUR:MASJIDGAYA ARSITEKTUR:TAJUG TUMPANG TIGATAHUN PEMBANGUNAN:1479

LOKASI:DEMAK-JAWA TENGAHINDONESIA

Gaya Arsitektur:TAJUK TIGA TINGKATTipe tajuk merupakan salah satu tipe pada Arsitektur(klasik) Jawa.

Tajuk ditampilkan pada masjid/ tempat ibadah

Ciri Khas:Atap berbentuk limas/piramid tanpa bubungan.

Masjid demak memiliki atap limas bertumpuk tiga tingkat.

Keterangan:A: R. Sholat Utama:Bangunan indukB: SerambiC: MaksuraD: MimbarE: MihrabF: Pintu MasukG:Ruang TerbukaBagian-bagianDENAHAGEFBDC

Kearifan Lokal:HIRARKI ORGANISASI RUANGkemungkinan bentuk dan hirarki peruangan masjid Jawa diadopsi oleh organisasi ruang Dalem yang ada dalam khasanah arsitektur rumah tradisional Jawa.

Kearifan Lokal:KARAKTER MASJID JAWAG.F. Pijper 1947

1.) Denah Bujur Sangkar2.) Tidak terdapat kolong lantai6.)Memiliki Ruang terbukaPinyu masuk sebelah timur5.) Terdapat Serambi3.) Atap tumpang tiga tumpuk mengerucut

4.) Ruang tambahan sebelah barat, mihrab.Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang utama tersebut konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas Masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Masjid Agung Demak menggunakan atap bersusun tiga berbentuk segitiga sama kaki, konon setiap bagian mengandung makna yang tersirat dari bentuk-bentuk yang terwujud. Seperti pada arsitektur Jawa pada umumnya termasuk masjid-masjid di Jawa atapnya bersusun tiga. Bagian ke tiga atau puncak berbentuk piramidal tersebut disangga oleh empat tiang utama yang terbuat dari kayu jati atau soko guru yang sangat besar.

Di Masjid ini juga terdapat Pintu Bledeg, mengandung candra sengkala, yang dapat dibaca Naga Mulat Salira Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Demikian halnya dengan lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dan bagian yang lain, diharapkan mengingatkan setiap manusia akan adanya rukun Islam yang lima yakni syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Sedang enam jendelanya melambangkan rukum iman yakni percaya kepada Allah SWT, percaya kepada rasul-rasulNya, percaya kepada kitabNya, percaya kepada malaikatNya, percaya akan datangnya kiamat dan qada qadar.

Masjid Agung Demak luas keseluruhannya berukuran 24 x 24 meter persegi, serambi berukuran 31 X 15 meter dengan panjang keliling 35 X 2,35 meter, tatak rambat ukuran 25 X 3 meter dan ruang bedug berukuran 3,5 X 2,5 meter. Keseluruhan bangunan ditopang 128 soko, empat di antaranya soko guru yang menjadi penyangga utama bangunan masjid. Jumlah tiang penyangga masjid 50 buah, sebanyak 28 penyangga serambi dan 34 tiang penyangga tatak rambat, sedang tiang keliling sebanyak 16 buah. Bentuk bangunan itu lebih banyak memanfaatkan bahan dari kayu yang banyak ditemukan di sekitarnya.Hampir seluruh bangunan mulai dari atap (genting), kerangka konstruksi, balok loteng, geladag, soko guru, dan lainlain terbuat dari kayu jati ukuran besar.

Ragam HiasSeni ukir yang berkembang ketika itu menjadi bagian dari masyarakatnya sehingga masjid memanfaatkan berbagai karya ukir yang khas untuk menambah keindahan masjid dengan interiornya. Tanpa mengurangi hakikat yang melekat dengan keberadaan masjid, seni ukir menjadi bagian dari kehidupan masyarakat muslim sebagaimana kaligrafi yang memanfaatkan huruf-huruf indah sebagai cabang ilmu yang berkembang di seluruh dunia Islam. Ornamen Masjid cukup banyak, berupa keramik dengan lukisan flora dan fauna, kebanyakan berupa burung, bunga, daun dan dahan. Dapat dipastikan ini adalah pengaruh Cina, mengingat dalam sejarahnya tidak sedikit pendatang dari Cina bermukim di Demak, termasuk Cek Ko-Po yang adiknya atau anaknya menjadi salah seorang pendiri kerajaan Demak, yaitu Sultan Trenggana.Masjid Demak terletak dalam tata ruang yang tidak terlalu berbeda dengan masjid Tuban dan Banten. Kabupaten letaknya agak berbeda dengan di Banten, berada di utara-agak ke barat sedikit, namun tetap dalam posisi segitiga dengan masjid dan alun-alun, diperjelas dengan sumbu jalan. Alun-alun selain berfungsi menyatu dengan masjid sebagai halaman, juga berfungsi sosial, budaya dan religi (Syncretism) Islam. Antara lain alun-alun digunakan untuk upacara grebeg, adat, pesta rakyat dan pemerintah yang dikaitkan dengan tradisi setiap Syawal dan Idul Adha. Di sekeliling masjid terdapat Kauman, permukiman orang-orang muslim menjadi elemen ke empat, pasar dan pecinan di utara menjadi elemen ke enam dan ke tujuh. Di selatan alun-alun saat ini ada lingkungan diberi nama Kampung Sitinggil. Nama ini kemungkinan diambil dari nama bagian dari keraton yang sudah ada sejak jaman Majapahit, hingga jaman Islam, tempat di mana raja atau sultan duduk berdialog dengan rakyat.

MihrabGambar ini memperlihatkan mihrab atau tempat pengimaman, dimana di dalamnya trerdapat hiasan seperti gambar bulus merupakan prasasti yang diartikan sebagai Condro Sengkolo maksudnya Sariro Sunyi Kiblating Gusti, ada yang menginterpretasikan, kepalanya menunjukkan angka 1, kakinya 4, badan 0 dan ekor 1, lambang dari tahun didirikannya tahun Saka 1401 atau 1479 Masehi. Jadi, selain memperindah ruang an juga memberi makna kapan masjid agung didirikan. Hiasan ini termasuk menonjol dibanding ragam hiasan yang lain, dan mempunyai daya tarik tersendiri Hiasan berupa bulus ini berunsurkan budaya Jawa, sebab dalam Bahasa Jawa kata bulus dapat diartikan secara jarwa dasa yakni mlebu alus, yang dimaksud bahwa setiap orang yang masuk ke dalam masjid hendaknya berjiwa halus, melepaskan kesombongan, dan membuang jauh-jauh sifat-sifat keras atau kasar. Di depan Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk kotbah, konon benda arkeologi itu disebut Damper Kencono warisan dari Majapahit. Pada dinding tembok Mihrab juga terdapat ornament Illahiyah, Keramik Annam dari Campa, Logo Surya Majapahit.