Masalah Petani Tembakau di Madura

8

Click here to load reader

Transcript of Masalah Petani Tembakau di Madura

Page 1: Masalah Petani Tembakau di Madura

Masalah Petani Tembakau di Madura Akhmad Jayadi, S.E., M.Ec.Dev.

Dalam teori ekonomi mikro, jual-beli tembakau di Madura termasuk contoh pasar oligopsoni, dimana terdapat beberapa pembeli (pabrikan) dan banyak penjual (petani). Akibat penawaran yang lebih besar daripada permintaan, maka reaksi selanjutnya adalah turunnya harga pada titik yang lebih didorong oleh kekuatan pabrikan. Kondisi tersebut semakin parah dengan tidak adanya intervensi harga oleh pemerintah daerah setempat. Fungsi pemerintah sebagai regulator selayaknya memberikan aturan main di pasar guna melindungi pabrikan dan petani dari tindakan saling eksploitasi. Namun dalam praktiknya, pemerintah daerah tidak melakukan tindakan tegas penyeimbangan pasar tembakau.

Masalah ketidakseimbangan pasar yang dihadapi petani tembakau di Madura (khususnya Pamekasan dan Sumenep) terdiri atas dua sisi. Pertama adalah sisi penawaran (supply side), yaitu bagian yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tembakau petani sendiri seperti langkanya pupuk, kurang tersedianya alat, minimnya modal, terbatasnya penyuluhan dan pelatihan, buruknya cuaca, serta masuknya tembakau dari luar Madura. Sisi kedua adalah permintaan (demand side), yaitu bagian yang mempengaruhi harga dan jumlah pembelian seperti mekanisme penetapan harga, kuota, dan mata rantai niaga.

Tuntutan warga untuk penyelesaian masalah-masalah di atas telah lama disuarakan kepada pemerintah, baik melalui forum fasilitasi DPRD, diskusi antar elemen, rekomendasi wartawan, bahkan demonstrasi dan aksi protes warga. Pemerintah daerah merespon tuntutan petani dengan dua bentuk, secara formal legal berupa peraturan daerah (Perda) dan secara informal dalam bentuk himbauan. Penerapan perda dan himbauan tersebut di lapangan umumnya menemui hambatan efektivitas dan pengabaian. Akibatnya sampai saat ini masalah petani tembakau di Madura seperti tidak pernah selesai, selalu berulang setiap tahun.

1. Masalah Supply Side

Kelangkaan Pupuk

Pemupukan adalah salah satu faktor kunci keberhasilan tanaman tembakau. Tembakau Madura membutuhkan setidaknya tiga kali pemupukan, yaitu pada masa sebelum tanam, pada usia 7-10 hari, dan pada usia 20-25 hari, pada tiap-tiap batang tanaman. Jenis pupuk yang direkomendasikan untuk tembakau Madura adalah yang tidak mengandung klor seperti pupuk kandang, ZA, SP 18 dan ZK1.

Setiap musim tanam tembakau dimulai, masalah yang dihadapi petani adalah kelangkaan dan mahalnya harga pupuk bersubsidi2. Pupuk yang biasanya dijual seharga Rp

1 Panduan Teknis Budidaya Tembakau Madura, Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Dinas Kehutanan dan

Perkebunan, 2009 2 http://www.koranmadura.com/2014/07/09/pupuk-tetap-langka-di-sejumlah-kecamatan/ diakses 17 Oktober

2014

Page 2: Masalah Petani Tembakau di Madura

90ribu, pada musim tembakau bisa mencapai Rp 115ribu persak. Untuk mendapatkannyapun petani harus mengantri dengan cara memesan terlebih dahulu 3.

Pihak yang aktif mengatasi masalah ini umumnya adalah DPRD dengan memanggil SKPD terkait dan melakukan sidak ke gudang penyimpanan pupuk. Pemerintah sendiri kurang tanggap melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan pupuk bersubsidi. Pemerintah beralasan bahwa stok pupuk bersubsidi untuk kabupaten Pamekasan memang sedikit dan kurang, sehingga harus didatangkan dari daerah lain yang berakibat pada naiknya harga dari harga normal4.

Keterbatasan Alat Produksi

Alat-alat yang digunakan selama masa tanam tembakau antara lain adalah traktor, mesin pompa, alat rajang dan sak-sak bambu penjemuran. Petani yang memiliki (atau mampu mengakses) alat-alat tersebut akan menghadapi biaya produksi yang lebih ringan daripada petani yang harus membeli atau menyewa. Sistem kepemilikan secara kelompok dianggap paling membantu petani dalam meringankan biaya produksi, dimana petani hanya membayar uang BBM/listrik penggunaan alat tersebut, misalnya traktor, mesin pompa, dan mesin rajang.

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam membantu petani mengurangi biaya produksi adalah dengan memberikan bantuan alat-alat pertanian kepada kelompok tani (poktan) seperti yang dilakukan Kabupaten Sumenep5. Setiap kelompok tani umumnya beranggota 20-30 petani. Mereka secara bergantian menggunakan alat pertanian selama masa tanam, pemeliharaan, panen dan pasca panen tembakau.

Bantuan peminjaman alat rajang juga diterapkan oleh pabrikan Sampoerna melalui CV IDS selaku pihak yang bertanggungjawab terhadap pembinaan dan pelatihan kelompok tani. Setiap anggota kelompok tani yang terikat kontrak dengan CV IDS mendapat jatah peminjaman alat secara cuma-cuma plus bantuan BBM6. Dengan mengikuti syarat yang ditentukan, petani dapat menjual tembakau kepada pabrikan Sampoerna dengan fasilitas harga minimal Rp 35ribu per kg selama pabrikan belum mencapai kuota yang ditetapkan7.

Keterbatasan Modal Usaha

Menjelang musim tanam tembakau petani membutuhkan banyak modal untuk pembelian bibit, pupuk, pestisida, sewa mesin pompa air, sewa traktor, dan lain-lain. Untuk memenuhinya mereka mencari dana dengan berbagai cara. Ada yang mengambil tabungan,

3 http://www.beritamadura.com/2013/05/komisi-b-mengkawatirkan-ketersediaan-pupuk-pada-musim-tanam-

tembakau.html diakses 17 Oktober 2014 4 http://mediamadura.com/pemerintah-dinilai-lemah-kendalikan-peredaran-pupuk-bersubsidi/ diakses 17 Oktober

2014 5 http://www.sumenep.go.id/?page=detailberita.html&id=8338 diakses 17 Oktober 2014

6 Wawancara dengan Samsuri, ketua Kelompok Tani Dusun Ra’as, Desa Kaduara Barat, Kecamatan Larangan,

Kabupaten Pamekasan, 12 September 2014 7 Wawancara dengan Anton Waluyo, petani tembakau di Desa Artodung, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan,

15 Oktober 2014

Page 3: Masalah Petani Tembakau di Madura

menjual ternak, meminjam kepada kerabat (atau juga rentenir), menggadaikan sepedamotor, atau menjual perhiasan keluarga8.

Selama ini petani mengeluhkan tidak adanya skema bantuan modal dari pemerintah untuk petani tembakau. Berbeda dengan petani tanaman lain (tebu misalnya) yang selain mendapatkan kontrak dengan perusahaan penggilingan tebu, juga mendapat bantuan modal9. Skema lain yang pernah diberikan pemerintah adalah berupa bibit tembakau, seperti bantuan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pamekasan kepada petani berupa bibit yang sesuai lahan tembakau Pamekasan10.

Modal menjadi masalah pelik bagi petani tembakau, karena besar kecilnya keuntungan tembakau mereka ditentukan tidak saja oleh harga pembelian tembakau oleh pabrikan, namun juga besaran modal yang dikeluarkan dalam biaya produksi11. Jika petani terjebak pada rentenir (yang menerapkan bunga tinggi), maka bunga kredit menjadi komponen biaya produksi yang membebani.

Kebutuhan Pendampingan dan Kemitraan

Hampir semua pabrikan besar (seperti Sampoerna, Gudang Garam dan Djarum) menjalin kemitraan dengan petani, namun dalam data Dishutbun Pemkab Pamekasan hanya kemitraan Sampoerna yang memiliki jumlah petani binaan dan lahan dengan data yang jelas. Selain masalah pelaporan, hal ini juga terkait kontinyuitas dan konsistensi pabrikan dalam mendampingi petani. Sampoerna selama ini dipandang sebagai pabrikan yang serius, tidak mengingkari kontrak serta menguntungkan petani12.

Kemitraan tersebut berbentuk dua macam, yaitu kemitraan penuh dan tidak penuh. Dalam kemitraan penuh pengusaha terlibat secara langsung, termasuk teknik budidaya dan teknik pemeliharaan selama musim tanam hingga panen. Adapun dalam kemitraan tidak penuh pabrikan hanya memberi bantuan modal (misalnya pupuk atau lainnya) namun tidak ada bimbingan langsung berupa penyuluhan. Pabrikan hanya mengharuskan petani menjual tembakaunya kepada mereka13.

Walaupun petani sudah lama memiliki pengetahuan tentang budidaya tembakau, namun tidak sedikit dari mereka yang mengabaikan standar kualitas tembakau yang baik yang dibutuhkan pabrikan, misalnya teknik budidaya, usia tanam, dan pemupukan. Perilaku ini dipicu

8 Lihat Akhmad Jayadi & Taufik Arbiansyah, “Sengsara di Timur Jawa : Kisah Ketidakberdayaan para Petani

Tembakau Sumenep, Pamekasan dan Jember Menghadapi Tata Niaga Tembakau yang Memiskinkan”, Yayasan Indonesia Sehat, Jakarta, 2012 hal 18, atau lihat http://portalmadura.com/harga-stabil-petani-tembakau-jual-perhiasan-untuk-tambahan-modal/12551/ (diakses 17 Oktober 2014) 9 http://m.beritajatim.com/politik_pemerintahan/212017/sejumlah_petani_tembakau_berharap_pemda_

pamekasan_adil.html#.VECcAyKUe3s diakses 17 Oktober 2014 10

http://surabaya.bisnis.com/m/read/20140616/10/72286/petani-di-pamekasan-dapat-bantuan-bibit-tembakau 11

Lihat juga Akhmad Jayadi, “Paradoks Kehidupan Petani Tembakau Madura dan Upaya Pemberdayaannya”, Makalah Dipresentasikan pada FGD Pertanian Tembakau, Marzuki Usman Office, 24 April 2014. 12

Wawancara dengan Anton Waluyo, 2014 13

http://www.antaranews.com/berita/315900/petani-dan-pengusaha-tembakau-madura-jalin-kemitraan

Page 4: Masalah Petani Tembakau di Madura

oleh hasrat ingin panen lebih awal di saat harga tembakau sedang tinggi14. Untuk membantu petani mendapatkan hasil yang baik, Dishutbun Pamekasan menurunkan tenaga penyuluh ke semua kecamatan di Pamekasan15.

Anomali Cuaca

Tembakau membutuhkan sinar matahari yang cukup, sehingga harus ditanam di tempat terbuka. Penyiramannya memiliki frekuensi yang berbeda-beda sesuai umur tanaman. Pada 20 hari pertama disiram tiap hari, sedang pada seminggu terakhir disiram tiap tiga hari16. Hujan sangat tidak diharapkan pada minggu-minggu terakhir. Sekali saja hujan lebat di minggu akhir sebelum masa petik dapat menggagalkan seluruh panen. Tembakau yang terkena hujan menjadi berbintik-bintik dan mengandung banyak nikotin, dan hampir tidak ada pasar yang menghendakinya17.

Buruknya kualitas tembakau, rendahnya jumlah panen, dan kerugian petani disebabkan oleh faktor cuaca. Kekurangan air akibat keringnya sumber air di sawah18 atau kelebihan air menyebabkan gagal panen19. Target pembelian yang ditetapkan pabrikan di Pamekasan yang tiap tahunnya mencapai 20 ribu-an ton tidak tercapai20.

Ketika produksi tembakau lebih rendah dari target konsumsi, hukum pasar akan menarik harga ke atas. Setiap terjadi gagal panen, petani berharap pabrikan membeli tembakau petani dengan harga yang pantas (tinggi). Anomali cuaca di satu sisi merugikan petani, namun di sisi lain menguntungkan sebagian kecil lainnya.

Masuknya Tembakau Luar Madura

Kurangnya produksi tembakau memicu pedagang mendatangkan tembakau dari luar Madura seperti Paiton dan Bojonegoro. Tembakau tersebut dijadikan bahan campuran tembakau rajang Madura untuk dijual ke pabrikan. Pedagang akan untung besar jika tembakau campuran ini tidak diketahui pihak pabrikan, karena biaya produksinya lebih murah. Namun pada beberapa kasus, fenomena tembakau campuran ini menciptakan stigma negatif pabrikan atas para pedagang, yang pada akhirnya menurunkan harga tembakau Madura secara keseluruhan di pasaran21.

14

Lihat Akhmad Jayadi “Pilihan Dilematis Petani Madura”, Makalah Dipresentasikan pada Seminar Nasional Pertanian Tembakau, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jakarta, 8 Januari 2014 15 http://www.iyaa.com/finance/berita/umum/3292140_2115.html diakses 17 Oktober 2014 16

Lihat Panduan Teknis Budidaya Tembakau, 2009 hal 26 17

Lihat Huub de Jonge, “Madura Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam”, KITLV-LIPI-Gramedia, 1989, hal 160. 18

http://www.lensaindonesia.com/2012/07/21/belasan-hektar-tanaman-tembakau-pamekasan-gagal-panen.html diakses 17 Oktober 2014 19

http://skalanews.com/berita/detail/156487/Cuaca-Anomali-Produksi-Tembakau-Pamekasan-Anjlok diakses 17 Oktober 2014 20

http://regional.kompas.com/read/2013/09/19/1045520/.Rekor.Baru.Pamekasan.Kekurangan.Tembakau.20.000. Ton diakses 17 Oktober 2014 21

http://radarmadura.co.id/2014/09/petani-tetap-tembakau-waswas/ diakses 17 Oktober 2014

Page 5: Masalah Petani Tembakau di Madura

Dalam skala nasional jika produksi tembakau rendah, industri rokok akan mengimpor tembakau dari luar negeri. Isu masuknya tembakau luar menjadi dasar protes petani atas rendahnya harga beli tembakau di dalam negeri22. Petani berharap pemerintah membuat kebijakan tegas untuk melindungi kesejahteraan petani. Salah satu upaya Pemerintah Pamekasan dalam melindungi petani adalah dengan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2008 tentang Penatausahaan Tembakau Madura.

Di lain pihak, bagi para produsen rokok berskala kecil (dengan tenaga kerja antara 20-30 orang) masuknya tembakau luar membawa keuntungan karena meringankan biaya produksi rokok. Abdul Rahman misalnya, pemilik perusahaan rokok lokal mengaku mendatangkan tembakau dari Paiton untuk merk rokoknya. Alasannya dengan harga eceran Rp 5.000 per bungkus, biaya produksi menggunakan tembakau lokal Pamekasan terlalu besar23.

2. Masalah Demand Side

Kuota Pembelian Pabrikan

Tiap pabrikan menetapkan estimasi kuota pembelian tiap tahunnya dengan mendasarkan hitungan pada realisasi pembelian tahun sebelumnya. Tahun 2014 target kuota pembelian seluruh pabrikan di Pamekasan adalah 24 ribu ton dengan kuantitas yang berbeda antar pabrikan24. Kalkulasi dari pabrikan diinformasikan kepada pemerintah (dalam hal ini dinas perindustrian dan perdagangan/Disperindag) untuk dilanjutkan kepada petani. Petani dengan pertimbangan modal, ekspektasi cuaca dan harga akan memutuskan apakah mereka menanam atau tidak, serta seberapa banyak menanam.

Diluar faktor kualitas tembakau itu sendiri, faktor lain yang mempengaruhi turunnya harga pembelian tembakau oleh pabrikan adalah terpenuhinya target kuota pembelian. Di saat target konsumsi tembakau pabrikan lebih kecil dari produksi tembakau petani, maka harga tembakau akan turun akibat over-supply. Hal ini umumnya terjadi ketika pabrikan mengurangi jumlah pembelian daripada tahun sebelumnya, seperti yang terjadi pada tahun 2010 di Pamekasan25.

Tahun 2014 penjualan tembakau di Pamekasan secara umum lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Harga berkisar antara Rp 25 ribu - 44 ribu per kg26. Hal ini terjadi karena karena penawaran lebih kecil dari permintaan. Total tembakau yang terbeli hanya 80 persen

22

http://surabaya.bisnis.com/read/20140824/10/73944/ini-harapan-petani-tembakau-pamekasan-kepada-jokowi diakses 17 Oktober 2014 23

Wawancara pribadi di Pamekasan, 12 September 2014 24

http://surabaya.bisnis.com/m/read/20140809/10/73606/rencana-pembelian-tembakau-oleh-industri-di-pamekasan-meningkat 25

http://www.tempo.co/read/news/2010/05/26/090250517/Petani-Tembakau-Pamekasan-Terjepit diakses 17 Oktober 2014 26

http://www.rri.co.id/post/berita/102873/ekonomi/harga_tembakau_madura_di_pamekasan_mencapai_ puncaknya.html diakses 18 Oktober 2014

Page 6: Masalah Petani Tembakau di Madura

dari kebutuhan27. Kondisi baik ini biasanya memicu petani untuk menanam tembakau pada tahun depan. Jika tahun depan kondisi cuaca baik, dan pabrikan membeli tembakau lebih kecil dari tahun ini, maka kecenderungan yang terjadi adalah turunnya harga tembakau. Demikian pula sebaliknya.

Mekanisme Penetapan Harga

Petani menghadapi harga yang ditetapkan pabrikan secara sepihak. Walaupun dalam teori ekonomi hanya di pasar persaingan sempurna-lah penjual menjadi price taker, namun dalam praktek jual beli tembakau, petani juga tidak berdaya. Petani hanya punya dua pilihan, terima atau tinggalkan, namun kebanyakan petani menerima saja harga tersebut, walaupun di bawah biaya produksi minimal atau Break Event Point (BEP).

Pemerintah Pamekasan berupaya melindungi petani melalui himbauan tentang harga pembelian minimal di atas BEP, namun himbauan ini tidak efektif karena tidak memiliki daya eksekusi. Jikapun pabrikan tidak mematuhi himbauan ini maka pemerintah pamekasan tidak dapat memberikan sanksi28. Ancaman pencabutan izin bagi gudang yang membeli tembakau di bawah BEP (yang di Pemekasan tahun 2012 sebesar Rp 26 ribu per kg) hanya menjadi berita di media29.

Tingginya power pabrikan semakin diperparah oleh sikap pemerintah yang tidak mau bertindak sebagai regulator harga. Contohnya adalah pernyataan Kabid Perdagangan Disperindag Sumenep bahwa tembakau tidak termasuk barang tataniaga atau termasuk barang bebas, sehingga harganya ditentukan berdasarkan kualitas dan kebutuhan pabrik rokok30. Atas dasar itu maka logis jika selama lebih dari sepuluh tahun terakhir31 di Pamekasan dan Sumenep petani menjadi korban permainan harga pihak pabrikan32.

Selain tidak efektinya kebijakan floor price di lapangan, ketidakberdayaan petani juga tampak dari subjektivitas pabrikan dalam menetapkan parameter kualitas tembakau seperti keharuman (aroma) dan kelengketan (pegangan) dan warna33. Grader, petugas yang menilai kualitas tembakau yang masuk ke pabrikan atau gudang, memiliki otoritas menentukan harga

27

http://radarmadura.co.id/2014/10/hasil-evaluasi-disperindag-dan-dishutbun-gudang-kekurangan-tembakau/ diakses 17 Oktober 2014 28

http://www.maduraterkini.com/berita-pamekasan/pabrikan-berpotensi-mainkan-harga-tembakau.html/2 diakses 16 Oktober 2014 29

http://skalanews.com/news/detail/119879/2/bupati-pamekasan-ancam-cabut-izin-gudang-pabrikan-rokok-.html diakses 17 Oktober 2014 30

http://www.tempo.co/read/news/2014/08/08/090598160/Pemerintah-Diminta-Atur-Harga-Tembakau diakses 30 Agustus 2014 31

http://www.antaranews.com/berita/115682/perlawanan-dengan-akal-akalan-petani-tembakau-madura diakses 17 Oktober 2014 32

http://www.maduraterkini.com/berita-pamekasan/pabrikan-berpotensi-mainkan-harga-tembakau.html diakses 25 Agustus 2014 33

Lihat Akhmad Jayadi & Taufik Arbiansyah, “Sengsara di Timur Jawa”, 2012 hal 25, atau Akhmad Jayadi, “Pilihan Dilematis Petani Madura”, 2014

Page 7: Masalah Petani Tembakau di Madura

tembakau yang akan dibeli. Grader adalah orang kepercayaan pabrikan (jika tidak pemilik gudang sendiri) yang sangat berpengalaman34.

Mata Rantai Niaga

Dalam alur jual-beli tembakau, ada mata rantai yang cukup panjang dan signifkan dalam menentukan harga akhir. Pabrikan tidak membeli tembakau langsung dari petani, melainkan melalui kuasa pembelian atau gudang tengkulak besar kepercayaan pabrikan. Di bawah gudang tengkulak ada pedagang yang lebih kecil lagi, yaitu bandul atau perantara. Adakalanya bandul memiliki akses langsung ke pabrikan35.

Posisi bandul memang membantu petani dalam memasukkan tembakaunya ke gudang atau pabrikan, namun tidak jarang dari mereka juga merugikan, terutama dalam timbangan dan harga. Bandul mengurangi berat tembakau (umumnya 5 kg) dari angka yang ditunjukkan timbangan, dan menghitungnya sebagai biaya transportasi36, namun petani menganggap biaya tersebut terlalu besar karena diterapkan pada tiap bal (umumnya seberat 40-50 kg) tembakau.

Tidak sedikit bandul yang membebankan kerugian (penjualan tembakau mereka di gudang atau pabrikan) kepada petani37. Uang tembakau yang dijanjikan akan dibayar di akhir tidak dibayar penuh, atau bahkan tidak dibayar samasekali. Ulah nakal bandul seperti di atas membuat kepercayaan petani menurun. Para petani memberi ‘cap merah’ dan menolak bertransaksi dengan bandul bermasalah tersebut pada tahun berikutnya38.

Di level gudang petani atau bandul juga menghadapi tengkulak yang mengambil sampel tembakau yang (bagi petani atau bandul dirasa) terlalu besar (banyak, sekitar 1 kg). Upaya Pemerintah Pamekasan melindungi petani dari pengambilan sampel (contoh) secara berlebihan tertera dalam Pasal 17 ayat 3 Perda Nomor 6 tahun 2008 yang berbunyi “Pengambilan contoh dilakukan oleh pembeli paling banyak 1 kg (satu kilogram) setiap kemasan39. Sedangkan Pemerintah Sumenep dalam Pasal 9 Perda Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelian dan Pengusahaan Tembakau juga menyatakan bahwa “Pengambilan sampel atau contoh dilakukan oleh pembeli secara baik dan benar dengan ketentuan sebesar 1 (satu) kilogram per bal”40 tembakau.

Persaingan Antar Pabrikan

Dalam pasar oligopsoni yang normal, beberapa pembeli bersaing secara serentak dalam waktu yang sama memperebutkan barang dari banyak penjual. Namun dalam perdagangan

34

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/berkat-jasa-hidung-mereka-terpilih-daun-tembakau-prima-1 diakses 17 Oktober 2014 35

Lihat Akhmad Jayadi & Taufik Arbiansyah, “Sengsara di Timur Jawa”, 2012 hal 14 36

http://rrisumenep.com/penyiar/reporter/1646-panen-tembakau-tinggal-5-persen.html diakses 17 Oktober 2014 37

Radar Madura, 12 Juli 2000, “Harga Tembakau Rusak Akibat Ulah Bandul Yang Rugi”, lihat di http://zkarnain.tripod.com/PMKAS-86.HTM 38

Wawancara dengan Anton Waluyo, 15 Oktober 2014 39

http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/KAB_PAMEKASAN_6_2008.pdf diakses 18 Oktober 2014 40

http://www.maduraterkini.com/berita-sumenep/pengambilan-sampel-tembakau-hanya-1-kilogram.html diakses 17 Oktober 2014

Page 8: Masalah Petani Tembakau di Madura

tembakau di Pamekasan dan Sumenep antar pembeli tidak bersaing serentak, melainkan sendirian dalam satu waktu. Akibatnya, terjadi monopsoni secara bergantian antar waktu. Misalnya di Pamekasan pada 2013 lalu, hanya ada satu pabrikan yang buka (siap membeli) tembakau pada awal musim beli (akhir musim panen)41. Fenomena ini terjadi sejak sepuluh tahun terakhir42, dan tidak hanya di Madura namun juga di daerah lain seperti Bojonegoro43.

Harga bergerak naik jika terjadi persaingan kesediaan pembeli untuk membayar (willingness to pay). Namun jika tidak ada persaingan, harga lamban bergerak mengikuti kualitas-kuantitas produk penjual, dan selera pembeli (yang tunggal). Setidaknya demikian gambaran tidak kompetitifnya pasar tembakau di Madura yang tidak menguntungkan banyak penjual (petani). Pemerintah tidak melakukan pengaturan tataniaga, kecuali hanya memantau dan mengawasi pembelian di gudang44.

Hingga saat ini tidak ada perda (baik Pamekasan maupun Sumenep) yang mewajibkan semua pabrikan untuk melakukan pembelian di waktu yang bersamaan. Dalam pasal 15 Perda Kabupaten Sumenep Nomor 6 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelian Dan Pengusahaan Tembakau memang tercantum kalimat “..dan pembeli berhak pula membeli tembakau madura dari pihak manapun serta wajib menciptakan iklim pasar yang sehat, jujur dan transparan”45, namun tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang persaingan yang sehat. Demikian juga Pasal 11 ayat 1 dan 2 Perda Kabupaten Pamekasan Nomor 6 tahun 2012 tentang Penatausahaan Tembakau Madura hanya mewajibkan pihak pabrikan untuk melapor kepada pemerintah tentang jadwal pembukaan dan penutupan pembelian46.

41

http://www.maduraterkini.com/berita-pamekasan/pabrik-belum-buka-bandul-tak-berani-beli-tembakau.html diakses 18 Oktober 2014 42

Lihat Akhmad Jayadi dan Taufik Arbiansyah “Sengsara di Timur Jawa”, 2012 hal 23 atau Akhmad Jayadi, “Pilihan Dilematis Petani Madura” 2012 43

http://blokbojonegoro.com/read/article/20140803/pabrikan-tembakau-diharap-buka-semua.html diakses 18 Oktober 2014 44

http://beritajatim.com/ekonomi/215452/gudang_tembakau_buka_pembelian,_dishutbun_turunkan_tim_ pemantau.html#.VEG4SyKUe3s diakses 18 Oktober 2014 45

http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/KAB_SUMENEP_6_2012.pdf 46

http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/KAB_PAMEKASAN_6_2008.pdf