Masalah Penduduk Ponorogo
-
Upload
era-b-largis -
Category
Documents
-
view
379 -
download
7
description
Transcript of Masalah Penduduk Ponorogo
TUGAS MASALAH-MASALAH KEPENDUDUKANERA BRILLIANA LARGIS (071012008), KEIZA AYU VRISCILASARI
(071012061)
1
Analisis Kemiskinan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur
Sebuah kabupaten yang terletak di Jawa Timur dan memiliki jarak dengan Surabaya sekitar
200 km arah timur laut ini, sangat terkenal dengan sebutan “Kota Reog”. Disebut sebagai
“Kota Reog” karena merupakan daerah asal kesenian Reog, yakni Kabupaten Ponorogo.
Ponorogo, merupakan sebuah kabupaten yang berbatasan dengan Madiun, Magetan, Nganjuk
di sebelah utara, Pacitan dan Trenggalek di sebelah selatan, Pacitan dan Wonogiri di sebelah
barat, dan Tulungagung dan Trenggalek di sebelah timur. Secara nama, asal nama Ponorogo
berasal dari kata “pramana” yakni daya kekuatan, rahasia hidup, dan kata “raga” berarti
badan, jasmani. Sehingga bila disimpulkan, kata Ponorogo memiliki arti bahwa dibalik badan
manusia, tersimpan suatu rahasia hidup (wadi) berupa olah batin yang mantap dan mapan
dengan pengendalian sifat-sifat amarah, aluwamah, shufiah, dan muthmainah (Topik ANTV
2012). Dalam penelitian ini, akan dibahas lebih jauh mengenai salah satu aspek sosial yakni
kemiskinan. Peneliti akan memaparkan data-data di Kabupaten Ponorogo, kemudian akan
melakukan analisis bagaimana kondisi sosial yang terjadi di Kabupaten Ponorogo, faktor
yang menyebabkan, mengapa bisa terjadi, sampai pada usulan kebijakan atau praktikal.
I. Epistemologi dan Ontologi Konsep Kemiskinan
Sebelum melakukan penelitian mengenai kemiskinan di Kabupaten Ponorogo, perlu
dijabarkan terlebih dahulu mengenai konsep kemiskinan. Departemen Sosial dan Badan Pusat
Statistik menyatakan bahwa untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi
Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan
dibawah garis kemiskinan (Badan Pusat Statistik 2012). Setelah mendefinisikan konsep
kemiskinan, akan didefinisikan pula konsep mengenai Garis Kemiskinan (GK). Garis
Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin
(Badan Pusat Statistik 2012).
Rumus untuk menentukan Garis Kemiskinan (GK) adalah jumlah dari Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM); [GK = GKM + GKNM].
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum
makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi
kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan,
daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk
perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non
makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan
(Badan Pusat Statistik 2012).
Konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan
relatif. David Harry Penny (1990) mendefinisikan kemiskinan absolut dalam kaitannya
dengan suatu sumber-sumber materi, yang di bawahnya tidak ada kemungkinan kehidupan
berlanjut; dengan kata lain hal ini adalah tingkat kelaparan. Sedangkan kemiskinan relatif
adalah perhitungan kemiskinan yang didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan dalam
suatu negara. Dari beberapa teori kemiskinan yang ada, penulis melihat penjelasan Michael
Sherraden (dalam Arif, 2009) bahwa teori kemiskinan dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori yang saling bertentangan. Dua kategori yang saling bertentangan tersebut adalah
teori perilaku individu (behavioral) dan teori struktur sosial. Kemudian juga akan dibahas
teori lain yakni teori budaya miskin (culture poverty) yang dikembangkan oleh Oscar Lewis.
Pertama, teori yang memfokuskan pada tingkah laku individu merupakan teori tentang
pilihan, harapan, sikap, motivasi dan kapital manusia (human capital). Teori ini memiliki
asumsi bahwa manusia bebas mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dengan tersedianya
pilihan-pilihan sumber daya yang ada. Teori perilaku individu meyakini bahwa sikap individu
yang tidak produktif telah mengakibatkan lahirnya kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan
dihasilkan dari bagaimana manusia berperilaku terhadap sumber-sumber maupun pilihan
yang tersedia. Bila produktivitas meningkat, maka manusia akan jauh dari kemiskinan, begitu
juga sebaliknya.
Kedua, teori struktural bertolak belakang dengan teori perilaku memandang bahwa
hambatan-hambatan struktural yang sistematik telah menciptakan ketidaksamaan dalam
kesempatan atau pilihan, sehingga timbul pula aspek berkelanjutan “penindasan” terhadap
kelompok miskin oleh kelompok kapitalis. Variabel-variabel yang terdapat pada teori
TUGAS MASALAH-MASALAH KEPENDUDUKANERA BRILLIANA LARGIS (071012008), KEIZA AYU VRISCILASARI
(071012061)
3
struktural ini terfokus pada topik seperti ras, gender atau ketidaksinambungan geografis
dalam kaitannya atau dalam ketidakterkaitannya dengan ras. Jadi, dalam teori ini melihat
bahwa struktur yang menyebabkan masyarakat menjadi miskin, bukan karena usaha atau
perilaku individu. Dengan sederhana, teori perilaku individu mengarah dari dalam ke luar,
sedangkan teori struktural mengarah dari luar ke dalam.
Setelah memahami kedua teori tersebut, terdapat teori kemiskinan yang lain yakni Teori
Budaya Miskin (Culture of Poverty) yang dikembangkan oleh Oscar Lewis. Teori ini
mengkaitkan relasi variabel-variabel dalam sosial, ekonomi, dan psikologi. Ia mengatakan
bahwa Teori Budaya Miskin lahir dari konsep-konsep yang dibawa oleh masyarakat industri,
sehingga berikut adalah karakteristik yang menyebabkan masyarakat dikategorikan sebagai
masyarakat miskin:
“….Some of the characteristics of that are: wage labor and production for
profit, a high rate of unemployment; underemployment for unskilled labor;
low wages; a failure to provide social, political, economic organization for
the low income population; bilateral kinship system; the values of the
dominant class stressing the accumulation of wealth and property, the
possibility of upward mobility, and thrift; and blaming the poor for personal
inadequacy” (Lewis 1966 dalam Gajdosikienë 2004).
Sehingga dalam teori ini, kemiskinan sangat erat dengan aspek-aspek ekonomi. Masyarakat
yang hidup di bawah kondisi-kondisi tersebut merupakan masyarakat yang memiliki budaya
kemiskinan. Ketika manusia tidak mampu bersaing, tidak mampu berpartisipasi atau
terintegrasi dalam institusi yang lebih besar akan menyebabkan mereka mengalami
kemiskinan.
II. Data Indikator Kependudukan (Tahun 2011 - 2012) dan Jumlah Penduduk (Tahun
2012)
TUGAS MASALAH-MASALAH KEPENDUDUKANERA BRILLIANA LARGIS (071012008), KEIZA AYU VRISCILASARI
(071012061)
5
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Ponorogo
TUGAS MASALAH-MASALAH KEPENDUDUKANERA BRILLIANA LARGIS (071012008), KEIZA AYU VRISCILASARI
(071012061)
7
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Ponorogo
III. Data Indikator Kemiskinan dan Statistik Pendidikan
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Ponorogo
IV. Faktor – Faktor yang Melatarbelakangi Kemiskinan
IV. 1. Geografis
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Ponorogo
Secara Geografis Kabupaten Ponorogo, dibagi menjadi 2 Sub-area yaitu daerah dataran tinggi
yaitu kecamatan Ngrayun, Sooko, Pulung, Ngebel dan sisanya merupakan dataran rendah.
Adanya perbedaan topografi ini yang kemudian mempengaruhi penyebaran penduduk.
Penduduk banyak kemudian yang terpusat di daerah dataran rendah, sedangkan daerah
dataran tinggi mempunyai jumlah penduduk yang cenderung sedikit. Geografi yang
mempengaruhi tingkat penyebaran penduduk yang cenderung lebih padat pada dataran
rendah, disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah karena faktor kesuburan tanah
dari daerah dataran rendah di Ponorogo sehingga dapat dimanfaatkan oleh penduduknya
untuk bertani. Selain itu juga faktor iklim dataran rendah yang cenderung lebih stabil, tidak
terlalu panas ataupun dingin sehingga lebih sesuai untuk tempat tinggal.
TUGAS MASALAH-MASALAH KEPENDUDUKANERA BRILLIANA LARGIS (071012008), KEIZA AYU VRISCILASARI
(071012061)
9
Daerah dataran rendah juga lebih mudah memperoleh sumber air, dimana di Ponorogo ini
terdapat 16 sungai, sepanjang 4-58 km yang kemudian digunakan penduduk sebagai sumber
irigasi lahan pertanian, sebanyak 872,57 hektar (2012), dataran rendah juga kebih mudah
dalam hal akses perhubungan komunikasi dan transportasi. Oleh karena itu Kepadatan
penduduk pada 2012 sebanyak 625 jiwa/km2 terpusat di Ponorogo, karena merupakan pusat
pemerintahan sekaligus perekonomian. Tingkat kepadatan penduduk menggambarkan kondisi
dan kemampuan daerah tersebut menampung sejumlah penduduk sesaui dengan kapsitasnya,
dimana jika tingkat kepadatan yang tinggi akan menimbulkan masalah kependudukan. Hal ini
berhubungan erat dengan daya dukung wilayah tersebut seperti ketersediaan sumber daya
alam, pangan, lapangan kerja, dan juga infrastruktur sosial.
Kepadatan penduduk menunjukkan daerah tersebut mempunyai nilai kekayaan atau
penghasilan dan nilai harga tanah yang tinggi. Hal ini kemudian dapat berujung pada
meningkatnya kemiskinan dengan banyaknya perumahan kumuh dan pemukiman liar yang
muncul. Tekanan penduduk di daerah tertentu karena tidak meratanya penyebaran penduduk
menyebabkan overpopulasi, dan berdampak pada kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan,
meningkatnya kriminalitas, dan tidak meratanya distribusi pendapatan perdaerah. Hal ini
sejalan dengan teori Malthus tentang hubungan antara pertumbuhan populai dan kemiskinan
yang dikarenakan adanya kelangkaan ketersediaan bahan pangan. Walaupun secara statiski
tingkat kepadatan penduduk dan penyebaran penduduk tidak mempunyai korelasi secara
langsung dengan kemiskinan, akan tetapi keduanya berdampak pada faktor-faktor yang dapat
menjadi penyebab dari kemiskinan itu sendiri.
IV. 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran
Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Ponorogo
TUGAS MASALAH-MASALAH KEPENDUDUKANERA BRILLIANA LARGIS (071012008), KEIZA AYU VRISCILASARI
(071012061)
11
Jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo termasuk besar jika dibandingkan dengan satuan
wilayah pembangunan (SWP) Madiun dan sekitarnya dan mempunyai porsi 2,25 % dari
penduduk jawa timur. Dengan jumlah penduduk kurang lebih 857.623 jiwa, laju
pertumbuhannya pada 2011-2012 sebesar 0,12 % kabupaten Ponorogo masih memiliki laju
pertumbuhan lebih tinggi dari Ngawi dan Magetan, akan tetapi lebih rendah dari penduduk
jawa timur 0,72 % . Jumlah penduduk di Kabupaten Ponorogo pada satu dekade terakhir
mengalami peningkatan dari tahun 2000-2010 sebanyak 1,64 % dengan sex ratio 98,96%
pada tahun 2000 menjadi 99,98% pada 2010. Dimana hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan masyarakat berjenis kelamin Perempuan lebih lambat daripada laki laki. Pada
tahun 2012 jumlah Sex Ratio-nya adalah 99,44% dengan jumlah laki-laki lebih sedikit yaitu
427.614 jiwa dan penduduk perempuan 430.009 jiwa. Mayoritas penduduk adalah usia
produktif (15-64 tahun) 67,92 %, usia muda (0-14) 21,33%, dan sisanya adalah penduduk
usia tua (65 +). Besarnya Dependency ratio adalah 47.23 dimana berarti setiap 100 penduduk
produktif menanggung 47 penduduk yang tidak produktif. TPAK (Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja) pada tahun 2012 sebanyak 494.714 jiwa atau 73.41 % dari Angkatan
kerja. TPAK laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan yang dilihat dari lebih besarnya
jumlah TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) pada penduduk Perempuan daripada laki-laki.
Hal ini disebabkan karena penduduk perempuan yang berada pada usia kerja tidak berada
pada angkatan kerja yang aktif berpartisipasi karena mayoritas mengurus rumah tangga
(60,9%). Mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian 51.78%, kemudian pada
perdagangan, rumah makan dan hotel 17.34 %, jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan
11.83 %.
Indikator dari TPAK mempunyai fungsi untuk mengetahui besar dan komposisi dari sumber
daya manusia dari suatu daerah dan juga berguna bagi proyeksi ketersediaan tenaga kerja di
masa depan. Dimana dalam kasus Kabupaten Ponorogo, jumlah komposisi berdasarkan umur
bisa dikatakan cukup seimbang terlihat dari bentuk piramida umurnya. Hal ini kemudian
dapat menunjukkan bahwa penduduk tua dan penduduk mudanya cenderung seimbang,
dengan angka ketergantungan yang cukup besar. Rasio ketergantungan memiliki dampak
langsung terhadap pendapatan per kapita, kemiskinan dan jumlah pekerja miskin (working
poor adalah mereka yang berada di angkatan kerja, mempunyai pekerjaan akan tetapi
pekerjaannya tidak memadai untuk keluar dari kemiskinan), simpanan dan investasi, serta
sumber daya manusia. Rasio ketergantungan yang tinggi menunjukkan bahwa tiap
masyarakat yang bekerja harus menanggung sejumlah orang, sehingga membutuhkan
penghasilan yang lebih besar untuk keluar dari kemiskinan.
V. Faktor Lain Yang mempengaruhi Kemiskinan berdasarkan Cycle of Poverty Theory .
Menurut teori “Cycle of Poverty” dari Oscar Lewis, kemiskinan mempunyai suatu siklus
dimana orang-orang yang miskin cenderung terjebak dan sulit untuk keluar dari kemiskinan,
dan akan berada dalam kemiskinan hingga generasi selanjutnya. Hal ini disebabkan karena
terbatasnya akses terhadap pendidikan secara jangka panjang dan juga tidak ada jaminan
finansial. Faktor yang mempengaruhi adalah kurangnya atau lemahnya tingkat pendidikan
mereka, yang dikarenakan mereka tidak mempunyai kapabilitas untuk mengakses pendidikan
ataupun pendidikan bukan merupakan concern utama yaitu bertahan hidup. Hal ini kemudian
TUGAS MASALAH-MASALAH KEPENDUDUKANERA BRILLIANA LARGIS (071012008), KEIZA AYU VRISCILASARI
(071012061)
13
berdampak pada adanya generasi yang kurang tersalurkan potensi sumber daya manusianya,
yang kemudian menghasilkan tenaga kerja yang mempunyai kualitas rendah atau unskilled
labour. Hal ini kemudian berdampak pada rendahnya produktifitas daerah dan tidak adanya
kemajuan dalam kesejahteraan masayarakat miskin. Yang kedua adalah rendahnya tingkat
kesehatan, yang diukur dari ketersediaan dan aksesbilitas dari sarana dan prasarana
kesehatan. Sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan membuat masyarakat miskin kesulitan
untuk mendapatkan layanan kesehatan, dan lebih cenderung rentan terhadap penyakit, gizi
yang buruk, yang akan berdampak pada motivasi bekerja, produktifitas sehingga
menyebabkan kurangnya pendapatan dan menyebabkan kemiskinan berlanjut. Yang ketiga
adalah rendahnya tingkat tabungan atau investasi masyarakat yang dapat disebabkan karena
tidak cukupnya penghasilan untuk ditabung. Rendahnya tingkat tabungan pada masyarakat
kemudian juga berujung pada rendahnya tingkat ketersediaan modal bagi industri yang
kemudian juga berdampak pada rendahnya permintaan akan tenaga kerja yang ada, sehingga
menimbulkan banyaknya tenga kerja yang tidak terserap oleh lapangan pekerjaan sehingga
menimbulkan kemiskinan.
Tingkat pendidikan di Kabupaten Ponorogo bisa dibilang relatif tinggi. Hal ini dicerminkan
dengan Angka kelahiran kasar pada 2012, 14. 32 % yang mengalami penurunan dari 14.43%
pada 2011, yang disebabkan adanya program KB yang berkesinambungan yang menunjukkan
peningkatan tingkat pendidikan penduduk. Selain itu, pada tahun 2012, sarana pendidikan
tingkat dasar sebanyak 602 sekolah (negeri dan swasta) rata-rata menampung 113 murid,
Tingkat SLTP 286 murid, tingkat SLTA/SMK 396 murid. Berdasarkan rasio guru pertingkat
pendidikan makan beban guru disetiap tingkat pendidikan hampir sama yaitu 1 guru
menangani 11 murid. Sedangkan angka buta huruf usia 15 keatas pada 2012 sebanyak 9.4%,
mengalami penurunan dibanding sebelumnya 12.68 %. Angka partisipasi Sekolah 2012
relatif stabil, pada kategori umur 7-12 tahun APS sebanyak 98.84%, 13-15 tahun 97.55%, 16-
18 tahun 65.72%. Hal ini menunjukkan tingkat Partisipasi sekolah yang cukup tinggi di
Kabupaten Ponorogo, akan tetapi bisa dikatakan bahwa rata-rata terjadi penurunan tiap
jenjang pendidikan terutama dari tingkat SLTP ke SLTA, yang berarti banyak penduduk yang
kemudian tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dan menghasilkan tenga kerja
yang low-skilled labour.
Sedangkan Jumlah sarana kesehatan pada 2012 dari jumlah rumah sakit yang beroperasi
sebanyak 6 Unit, Puskesmas 31 Unit, 57 unit puskesmas pembantu, 46 puskesmas keliling.
Jumlah tenaga medis 2012 sebanyak 140 orang, paramedis 1409 orang, sehingga 1 tenaga
medis untuk 6126 penduduk, 1 orang tenaga paramedis untuk 609 penduduk. Angka harapan
hidup di Kabupaten Ponorogo pada 2012 adalah 70.48 tahun. Indeks Pembangunan Manusia
yang dihitung melalui Angka Harapan Hidup, pencapaian pendidikan dan paritas daya beli,
yang merepresentasikan kesempatan warga masyarakat untuk mengakses hasil dari proses
pembangunan daerah. Tingkat IPM kabupaten Ponorogo Tahun 2012 mengalami peningkatan
menjadi 71.52 yang masih berada dibawah rata-rata Jawa Timur 72.54. Karena faktor-faktor
geografis, komposisi tenga kerja, kualitas sumber daya manusia maka bisa dikatakan jumlah
kemiskinan dikabupaten Ponorogo masih cukup tinggi walaupun mengalami penurunan dari
tahun ke tahun, yang pada 2012 sebanyak 11.70% atau sekitar 100,4 jiwa. Garis kemiskinan
kabupaten Ponorogo pada tahun 2012 sebsar 229.337 rupiah/kapita perbulannya, meningkat
dari tahun sebelumnya karena adanya pengaruh kenaikan harga kebutuhan pokok
masyarakat.Walaupun Lebih rendah dari beberapa Kabupaten lain seperti Pacitan, Madiun
dan Ngawi akan tetapi secara absolut jumlah penduduk miskinnya masih tinggi.
TUGAS MASALAH-MASALAH KEPENDUDUKANERA BRILLIANA LARGIS (071012008), KEIZA AYU VRISCILASARI
(071012061)
15
VI. Kebijakan dan Solusi.
Permasalahan kemiskinan di Kabupaten Ponorogo pada dasarnya disebabkan oleh faktor
geografis yaitu tidak meratanya distribusi penduduk dan kepadatan penduduk pada area
tertentu, tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi, tingkat angka ketergantungan
tinggi, pengangguran perempuannya relatif tinggi, serta banyaknya low-skilled labour karena
tingkat pendidikan lanjutan rendah. Untuk mengurangi kepadatan penduduk dan menciptakan
lapangan kerja,menurut Henry George (1879) pemerintah daerah dapat menetapkan pajak
atas kepemilikan lahan pertanian sehingga pemilik pertanian kemudian terpaksa menjual
bagian dari kepemilikan tanah pertaniannya ke pihak lain sehingga tidak terjadi monopoli dan
terbatasnya akses sumber daya alam yaitu lahan. Selain itu, hasil dari pajak lahan kemudian
dapat digunakan untuk membuka lapangan pekerjaan baru sehingga terjadi pemerataan
pendapatan. Selain itu, pemerintah juga dapat meningkatkan sumber daya alam yang terdapat
didaerah dataran tinggi di Ponorogo sebagai sektor baru seperti perkebunan, pariwisata atau
sektor lain sehingga menarik penduduk untuk tinggal dan mencari pekerjaan disana, sehingga
distribusi populasi dapat merata dan juga optimalnya pemanfaatan potensi yang ada.
Pemerintah juga dapat memperbaiki infrastruktur publik di daerah yang kurang berkembang
sehingga tingkat aksesbilitasnya meningkat yang juga dapat meningkatkan potensi
pertumbuhan industri baru seperti Program Inpres Desa Tertinggal atau IDT.
Masalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi di Kabupaten Ponorogo sebenarnya
bukan merupakan faktor yang terlalu krusial dalam tingkat kemiskinan, yang menjadi
masalah adalah ketika pertumbuhan penduduk ini tidak diikuti dengan peningkatan lapangan
kerja atau kualitas manusianya. Sehingga yang harus dilakukan adalah memperbaiki kualitas
sumber daya manusianya dan juga peningkatan lapangan kerja. Peningkatan sumber daya
manusia di Kabupaten Ponorogo dapat dilakukan dengan memperbaiki tingkat pendidikan
lanjutan jenjang SLTA, sehingga penduduk usia rendah yang menjadi sumber potensi tenaga
kerja masa depan lebih tertarik untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi dan memperbaiki
Skill mereka, daripada langsung menjadi tenaga kerja yang low-skilled. Hal ini dapat
dilakukan dengan banyak memberikan beasiswa, memberikan kemudahan akses pendidikan,
memberikan program seperti Program Gerakan Orang Tua Asuh (GN-OTA), atau
memperbanyak sekolah sekolah dengan keahlian khusus seperti SMK, STM ataupun sekolah
ahli khusus yang lain. Selain itu pemerintah juga dapat memberikan program pendidikan
seperti wajib belajar 9 tahun dan mengadakan pelatihan-pelatihan seperti Balai Latihan Kerja
(BLK) sehingga tenaga kerja memiliki keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan
kerja, melakukan program padat karya, memberikan penyuluhan dan informasi mengenai
lapangan pekerjaan yang ada serta memberikan pendidikan tentang kewiraswastaan. Selain
itu untuk mengurangi angka ketergantungan, pemerintah bisa memanfaatkan penduduk usia
tua yang jumlahnya cukup tinggi di Kabupaten Ponorogo untuk menjadi salah satu target
pendidikan dan pemberian informasi. Jika kemudian tingkat Partisipasi angkatan kerja
meningkat kemudian akan menurunkan tingkan angka ketergantungan sehingga memudahkan
para pekerja untuk lepas dari kemiskinan.
Kemudian untuk masalah pengangguran wanita dikarenakan banyaknya mereka yang
menjadi dan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga, dapat dikurangi dengan program-
program pemerintah yang mendukung dimanfaatkannya potensi mereka sebagai tenaga kerja.
Hal ini dapat dilakukan melalui pembentukan komunitas-komunitas seperti PKK, atau
komunitas lain yang tidak membutuhkan full-time employment dari kaum perempuan. Selain
itu juga, pemerintah dapat memberikan subsidi dan meningkatkan keberadaan industri kecil
atau home industry dikalangan masyarakat, serta memberikan pelatihan dan pendidikan
tentang keuntungan bekerja ataupun berwiraswasta kemereka. Selain itu yang sudah
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Ponorogo adalah dengan penyuluhan tentang program
KB dan pendidikan kesehatan karena dianggap pentingnya perempuan dalam peningkatan
pembangunan juga perlu terus ditingkatkan.
TUGAS MASALAH-MASALAH KEPENDUDUKANERA BRILLIANA LARGIS (071012008), KEIZA AYU VRISCILASARI
(071012061)
17
Selain itu masalah ketersediaan bantuan atau modal bagi usaha di Kabupaten Ponorogo,
pemerintah dapat melakukan program-program bantuan modaldan memudahkan adanya
pinjaman resmi kepada rakyat. Pemberian kredit untuk para petani dan pengasuh kecil berupa
‘Kredit Usaha Kecil’ atau KUK, Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Program Kawasan
Terpadu (PKT). Selain pemerintah, badan usaha lain juga dapat membantu dalam masalah
kekurangan modal seperti bank, koperasi, BUMN seperti PLN dan lain-lain. Yang paling
penting adalah dalam penangan masalah kemiskinan ini tidak dapat dilakukan secara sepihak
hanya oleh pemerintah walaupun memang pemerintah memegang peranan yang cukup besar,
akan tetapi harus dilakukan dengan rakyat atau tenaga kerja sebagai objek dan subjek dari
kebijakan yang ada, didukung juga dengan badan-badan lain yang ada.
REFERENSI :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo, 2013. [online]. dalam
http://ponorogokab.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=5 (diakses pada 7 Desember
2013).
Gajdosikienë, Indre. 2004. “Oscar Lewis’ Culture of Poverty: Critique and Further
Development”, Kultūros Sociologija 1. dalam www.ku.lt/wp-content/2004_nr_01_88
96.pdf (diakses pada 7 Desember 2013).
Lewis, Oscar. 1966. La Vida: a Puerto Rican Family in the Culture of Poverty. New York:
Random House.
Topik ANTV. 2012. TOPIK ANTV: Mengunjungi Makam Pendiri Ponorogo. [video]. dalam
http://www.youtube.com/watch?v=hOn5RKf_E1E&list=UUyS7qRvL0N
SPyPya7M46L1w&index=8&feature=plcp (diakses pada 7 Desember 2013).
Miller, Michael Matheson. 2007. “Population And Poverty” [online] diakses dalam
(http://www.acton.org/pub/commentary/2007/05/30/population-and-poverty) pada 7
Desember 2013
BPS Kabupaten Ponorogo, 2012. “Statistik Daerah Ponorogo 2012” [online] diakses
dalam (http://ponorogokab.bps.go.id/?hal=publikasi_detil&id=5) pada 7 Desember
2013
Thinkquest.org, 2009. “poverty cycle” [online] diakses dalam
(http://library.thinkquest.org/25009/causes/causes.cycle.html) pada 7 desember 2013
Bryant, Lee. 2011. “Oscar Lewis” [online] diakses pada
(http://www.historylearningsite.co.uk/oscar_lewis.htm) pada 7 desember 2013
George, Henry Jr. 1873. “Progress and Poverty” [Online] diakses dalam
(http://www.henrygeorge.org/pchp36.htm) pada 7 Desember 2013