Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran ....

55
1 A. Judul Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif – kolaboratif dengan model pembelajaran kontekstual. B. Latar Belakang Masalah “Pendidikan” merupakan satu kata yang sudah tidak asing lagi, bukan hanya bagi kalangan orang-orang yang secara langsung berkecimpung di dunia pendidikan saja akan tetapi bagi masyarakat awam pula. Pendidikan termasuk salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, setiap manusia memerlukan pendidikan karena pendidikan pulalah yang menjadi salah satu faktor yang dapat membedakan manusia dari makhluk lainnya. Berkaitan dengan hal ini, U. Tirtarahardja, dan La Sulo, (2005:1) menyatakan bahwa “Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia.” Dan

Transcript of Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran ....

Page 1: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

1

A. Judul

Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif – kolaboratif dengan model pembelajaran kontekstual.

B. Latar Belakang Masalah

“Pendidikan” merupakan satu kata yang sudah tidak asing lagi, bukan

hanya bagi kalangan orang-orang yang secara langsung berkecimpung di dunia

pendidikan saja akan tetapi bagi masyarakat awam pula. Pendidikan termasuk

salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, setiap manusia

memerlukan pendidikan karena pendidikan pulalah yang menjadi salah satu faktor

yang dapat membedakan manusia dari makhluk lainnya. Berkaitan dengan hal ini,

U. Tirtarahardja, dan La Sulo, (2005:1) menyatakan bahwa “Sasaran pendidikan

adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuh

kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan

benih kemungkinan untuk menjadi manusia.” Dan menurut Sujana (dalam Ujang,

2006:82) ‘Pendidikan merupakan suatu upaya manusia untuk memanusiakan

manusia’. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan hal

yang sangat essensial bagi kehidupan manusia.

Pendidikan terdiri dari dua jenis yaitu pendidikan formal dan pendidikan

non formal. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2005 tentang standar Nasional Pendidikan, tepatnya pada pasal 1 dinyatakan

bahwa “…Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

Page 2: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

2

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal

adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara

terstruktur dan berjenjang…”.

Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal mempunyai

tanggung jawab untuk mendidik siswa. Untuk itu sekolah menyelenggarakan

kegiatan belajar mengajar sebagai realisasi tujuan pendidikan yang telah

ditetapkan. Berbagai mata pelajaran pun diajarkan di sekolah, salah satunya

adalah mata pelajaran matematika. “Matematika bahkan merupakan mata

pelajaran yang telah diberikan sejak Sekolah Dasar (SD) dengan tujuan untuk

membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,

kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.” (Hernawati, 2007:13).

Kemudian berkaitan dengan pembelajaran matematika di sekolah,

Ruseffendi (dalam Sudrajat, 2004:2) menyatakan bahwa ‘guru hendaknya dapat

menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat membentuk pribadi siswa sehingga

mempunyai keterampilan yang baik dalam bekerja sama, mempunyai keberanian

dan keterandalan dalam berkompetisi disamping mempunyai kemampuan

matematika.’

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa siswa belajar secara

pasif, hanya menerima informasi dari guru.

Oleh karena itu, guru harus pandai-pandai memilih dan menerapakan

model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa secara positif dan edukatif

sehingga siswa dapat berperan aktif dalam belajar.

Page 3: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

3

Salah satu upaya agar siswa aktif belajar dan dapat berprestasi yaitu

dengan cara menerapkan moel pembelajaran bermakna yang berpusat pada siswa

(student centered) diantaranya model pembelajaran kontukstual dan model

pembelajaran kooperatif-kolaboratif.

Ada beberapa paham,teori atau pendapat yang menjadi acuan

pembelajaran matematika yang kontekstual. Pada dasarnya pembelajaran

matematika yang kontekstual mengacu pada konstruktivisme. Slavi (1997 : 269)

menyatakan bahwa belajaran menerut konstruktivisme adalah siswa sendiri yang

harus aktif menemukan dan mentransfer atau membangun pengetahuan yang akan

menjadi miliknya. Dalam prose situ siswa mengecek dan menyesuaikan

penetahuan baru yang dipelajari dengan pengetahuan atau kerangka berpikir yang

telah mereka miliki. Konstruktivisme beranggapan bahwa mengajar bukan

merupakn kegiatan memindahkan atau menstransfer pengetahuan dari guru ke

siswa. Peran guru dalam mengajar lebih sebagai mediator dan fasilitator. Soprano

(2001 :10 – 11) menyatakan pada intinya peranan fasilitator oleh guru itu dapat

dijabarkan dalam beberapa tugas,yaitu menyediakan pengalaman belajar yang

memungkinkan siswa mengambil tanggu jawab dalam kegiatan pembelajaran;

menyadiakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsa keingintahuan

siswa dan membantu siswa dalam mengekspresikan gagasan-gagasannya dan

mengkomunikasikan ide ilmiahnya; menyediakan sarana yang merangsang

berpikir siswa secara produktif; menyediakan kesempatan dan pengalaman yang

paling mendukung belajar siswa,termasuk menyamangati siswa; memonitor,

mengevaluasi dan menunjukan pemikiran siswa relevan (dapat jalan) atau tidak

Page 4: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

4

dan dapat digunakan atau tidak untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan

dengan yang dipelajari.

Selain kontruktivisme, pembelajaran matematika yang kontekstual juga

mengacu pada teori belajar bermakna yang tergolong pada aliran psokologi

belajar kognitif. Ausubel (dalam dahar, 1989 :110-112) menyatakan bahwa

belajar dapat dikatagorikan dalam dua dimensi yaitu berhubungan dengan cara

pengetahuan(informasi, materi pelajaran) disajikan kepada siswa dan cara

mengaitkan pengetahuan itu pada stuktur kognitif siswa yang telah ada atau

dimiliki siswa. Menurut ausubel bermakna adalah suatu proses mengaitkan

pengetahuan baru pada pengetahuan relevan yang telah terdapat dalam stuktur

kognitif siswa.

Model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya yaitu model

pembelajaran kooperatif-kolaboratif. Suderajat (2004) menyatakan bahwa

pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang berbasis komunitas. Karena

siswa dapat belajar lebih baik dan lebih banyak apabila mereka berinteraksi

dengan sesame temannya. Kompetisi antar siswa akan memperlambat belajara

mereka, sebaliknya kerjasama kelompok akan mempercepat belajar mereka.

Pola belajar kelompok dengan cara kerjasama (cooperative) antar siswa,

selain dapat mendorong tumbuhnya gagasan yang lebih bermutu

gunameningkatkan kreatifitas siswa, juga merupakan nilai sosial bangsa yang

perlu dipertahankan.

Page 5: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

5

Pembelajaran kooperatif-kolaboratif sangat baik untuk membentuk sikap

pertanggungjawaban sosial, dan mengurangi sifat ke”aku”an, serta memotivasi

belajar dan merningkatkan pengembangan kreativitas individu.

Jika banyak peneliti yang meneliti perbedaan salah satu model

pembelajaran di atas dengan model pembelajaran kontekstual, maka penulis

berkeinginan untuk meneliti apakah ada perbedaan prestasi siswa yang

menggunakan model pembelajaran kontkstual dengan model pembelajaran

kooperatif-kolaboratif.

Melalui penelitian ini, diharapkan para pengajar (guru) lebih tahu dan

paham metode mana kiranya yang lebih baik digunakan untuk meningkatkan

keaktifan belajar siswa dan meningkatkan pertasi belajar siswa, tetapi tidak

menutup kemungkinnan kedua metode belajar ini digunakan secara bersamaan

sehingga hasilnyalebih efektif.

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis mengadakan penelitian

tentang “perbandingan prestasi belajar matematika siwa yang menggunakan

model pembelajaran kooperatif-kolaboratif dengan yang menggunakan model

kontekstual”.

Page 6: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

6

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka

penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

“Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa antara siswa yang

menggunakan model pembelajaran kooperatif-kolaboratif dengan siswa yang

menggunakan model pembelajaran kontekstual?”

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa antara

siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif-kolaboratif dengan

siswa yang menggunakan model pembelajaran kontekstual.

E. Hipotesis

Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis “terdapat perbedaan

prestasi belajar siswa antara siswa yang menggunakan model pembelajaran

kooperatif-kolaboratif dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran

kontekstual”

Page 7: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

7

F. Tinjauan Pustaka

1. Prestasi Belajar

Jika kita membicarakan mengenai belajar, tentu saja kita tidak akan

terlepas dari bagaimana hasil belajar itu sendiri, dan jika kita membicarakan

mengenai hasil belajar maka kita tidak akan pula terlepas dari membicarakan

bagaimana prestasi belajar. Apalagi jika hal ini dibahas dalam konteks belajar di

lingkungan pendidikan terutama di sekolah.

Untuk mengetahui hasil belajar para peserta didiknya, maka guru akan

mengukur hasil belajar para peserta didiknya tersebut dengan melakukan penilaian

terhadap hasil belajar mereka misalnya melalui tes, dapat berupa tes pada setiap

akhir pembelajaran, setelah selesai membahas satu pokok bahasan atau bab, atau

pula dapat berupa tes pada setiap akhir semester atau yang lebih dikenal dengan

sebutan Ujian Akhir Semester (UAS). Kemudian setelah penilaian terhadap hasil

belajar ini selesai barulah dapat dilihat sejauh mana prestasi para peserta didik

tersebut. Bagaimana pula prestasi belajar para peserta didik ini jika dibandingkan

dengan peserta didik yang lain.

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan prestasi belajar? Bagaimana

pengertian prestasi belajar menurut para ahli? Serta bagaimana pengertian prestasi

belajar matematika?

“Istilah prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu dari kata “prestatie”,

dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha” (A. Muhamad :

2008). Kemudian M. Syah (dalam A. Muhamad:2008) menjelaskan bahwa

‘Prestasi belajar merupakan taraf keberhasilan murid atau santri dalam

Page 8: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

8

mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren dinyatakan dalam

bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran

tertentu.’ Sedangkan menurut A. Muhamad (2008):

Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu.

Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 787) “Prestasi

belajar artinya penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan

oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang

diberikan oleh guru”. Lalu Menurut V. Altaria, “Prestasi belajar bisa diartikan

sebagai keberhasilan dalam belajar.” Dan Menurut Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan (dalam E. M Ni’mah, 2007 : 24) mengartikan prestasi belajar sebagai

‘Hasil yang telah diperoleh oleh siswa dalam mengikuti program pengajaran pada

waktu tertentu dalam bentuk nilai.’

Seperti halnya pengertian belajar, memang pengertian mengenai prestasi

belajar pun beraneka ragam. Namun demikian, dari beberapa pendapat yang

diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar

siswa setelah mempelajari dan memahami materi pelajaran tertentu dalam waktu

tertentu yang dapat dinyatakan dalam bentuk skor setelah sebelumnya diukur

terlebih dahulu melalui suatu tes hasil belajar. Adapun prestasi belajar ini dapat

Page 9: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

9

menunjukkan sejauh mana penguasaan keberhasilan siswa terhadap materi

pelajaran tersebut. Dengan catatan pelaksanaan tes hasil belajar dilakukan sejujur

mungkin artinya siswa mengerjakan semua soal-soal dalam tes atas dasar

mengandalkan kemampuan dirinya sendiri atau tidak dibantu oleh orang lain.

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor

intern dan faktor ekstern.

Faktor intern merupakan faktor-faktor yang berasal atau bersumber dari peserta didik itu sendiri, sedangkan faktor ekstern merupakan faktor yang berasal atau bersumber dari luar peserta didik. Faktor intern meliputi prasyarat belajar, yakni pengetahuan yang sudah dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti pelajaran berikutnya, keterampilan belajar yang dimiliki oleh siswa yang meliputi cara-cara yang berkaitan dengan mengikuti mata pelajaran, mengerjakan tugas, membaca buku, belajar kelompok mempersiapkan ujian, menindaklanjuti hasil ujian dan mencari sumber belajar, kondisi pribadi siswa yang meliputi kesehatan, kecerdasan, sikap, cita-cita, dan hubungannya dengan orang lain. Faktor ekstern antara lain meliputi proses belajar mengajar, sarana belajar yang dimiliki, lingkungan belajar, dan kondisi sosial ekonomi keluarga (Usman, 1995: 12).

Kemudian dalam hubungannya dengan matematika prestasi belajar

matematika dapat diartikan sebagai tingkat penguasaan terhadap mata pelajaran

matematika yang dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar

matematika dalam waktu tertentu sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan dapat

dinyatakan dalam bentuk skor. Selain prestasi yang dicapai oleh siswa merupakan

gambaran hasil belajar siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam

Page 10: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

10

kurun waktu tertentu, hal ini juga merupakan interaksi antara beberapa faktor

yang mempengaruhi hasil prestasi belajar siswa tersebut.

2. Model Pembelajaran Kooperatif-kolaboratif dan Model Pembelajaran

kontekstual.

Menurut R. Widodo (2009) model pembelajaran dapat diartikan sebagai

“Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu

dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam

merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar”. Sedangkan menurut

A. Suyitno (dalam Hernawati, 2007:22) ‘Model pembelajaran adalah suatu pola

atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diterapkan agar tujuan atau

kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat dicapai dengan

lebih efektif dan efisien’.

Menurut Nn (2008) Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus

yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode pembelajaran, yaitu :

1. Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai3. Langkah-langkah mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran

dapat dilaksanakan secara optimal.4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat

dicapai.

Dalam pelaksanaannya di lapangan, model pembelajaran banyak jenisnya

beberapa diantaranya adalah model pembelajaran konvensional, model

pembelajaran berbasis pemecahan masalah, dan model pembelajaran kooperatif.

Page 11: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

11

Masing-masing model pembelajaran tersebut tentu saja memiliki kelebihan

sekaligus kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, hal tersebut dapat diatasi

dengan cara menerapkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi

yang diajarkan, maka dengan demikian pencapaian tujuan pembelajaran pun

diharapkan dapat diperoleh secara maksimal.

Adapun dalam konteks ini yang akan dibahas hanya dua jenis model

pembelajaran saja yakni model pembelajaran kooperatif-kolaboratif dan model

pembelajaran kontekstual.

2.1 Model Pembelajaran Kooperatif-Kolaboratif

Motivasi yang mendasari model pembelajaran kooperatif-kolaboratif

dalam kegiatan belajar menurut sudrajat (2004:114), yaitu:

1. Mereka yang belajar dengan tujuan kompetensi dengan temannya untuk menjadi yang terbaik.

2. Mereka yang belajara secara perorangan (individual) untuk mencapai tujuan mereka, tanpa menaruh perhatian pada temannya.

3. Mereka yang belajar dengan kerja sama, karena mereka yang memiliki keinginan yang sama.

Kooperatif-kolaboratif dirancang untuk memfasilitasi tercapainya tujuan

pembelajaran melalui kerjasama dalam kelompok karena filsafat kolaborasi

merupakan interaksi dan gaya hidup personal yang setiap individu bertanggung

terhadap tindakan-tindakannya, termasuk pembelajaran dan menghargai

kemampuan kontribusi sejawatnya.

Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan

untuk membina dan mengembangkan sikap sosial siswa (anak didik). Hal ini

didasari bahwa anak didik adalah sejenis mahluk homo socius, seperti

Page 12: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

12

diungkapkan Djamarah dan Zain (2002), yaitu “mahluk yang berkecenderungan

hidup bersama”. Sudrajat (2004 : 122) menyatakan bahwa :

Pembelajaran kooperatif-kolaboratif sangat baik untuk membentuk sikap bertanggung jawab sosial, dan mengurangi sifat ke”aku”an yang tinggi, disamping meningkatkan motivasi belajar dan pengembangan kreativitas individu. Melalui pembelajaran kooperatif-kolaboratif, siswa mampu mengkontruksi konep-konsep kunci keilmuan untuk dimiliki dan dikuasainya, dalam upaya memiliki kemampuan dasar keilmuan.

Slavin (1995 : 71) menyatakan bahwa : “pembelajaran kooperatif adalah

suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari tiga sampai lima

orang, dengan stuktur kelompok heterogen”.

Hal senada juga disampaikan oleh parker (dalam Heriyanto, 2000: 18)

bahwa : “Pembelajaran kooperatif adalah lingkungan pembelajaran kelas dimana

siswa bekerja bersama-sama dalam kelompok kecil yang heterogen”. Johnson dan

Johnson (dalam sudrajat 2004 :120) menyatakan, “Cooperativ-colaborativ

learning mendorong timbulnya ide baru solusi terhadap permasalahan dan higher

level reasoning, akhirnya menghasilkan perolehan yang lebih tinggi dan

produtivitas tinggi pula”.

Johnson dan Johnson (dalam lie 2004) menyatakan bahwa yang termasuk

dalam stuktur pembelajaran kooperatif ada lima unsure yaitu :

1. Saling ketergantunganpositif,2. Tanggung jawab individual,3. Interaksi personal,4. Keahlian kerja bersama, dan5. Proses kelompok.

Page 13: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

13

Sedangkan Goleman (2003 :324) menyatakan bahwa :

Kooperetif-kolaboratif atau bekerja bersama orang lain menuju sasaran bersama dimana siswa yang mempunyai kecakapan ini dapat :

1. Mengembangkan pemusatan perhatian kepada tugas dengan perhatian kepada hubungan.

2. Kolaborasi, berbagai rencana, informasi, dan suber daya.3. Mempromosikan iklim kerja sama yang bersahabat.4. Mendeteksi dan menimbulkan peluang-peluang untuk kolaborasi.

Dari pernyataan-pernyataan diatas, dapat penulis simpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif-kolaboratif merupakan suatu model pembelajaran

gunamengaktifkan siswa dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa

kelompok kecil beranggotakan tiga sampai lima orang siswa dengan kemampuan

heterogen, mereka diberi tugas penyelesaian masalah (soal) matematika dengan

dikerjakan dalam satu tim yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama

selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Pola pembelajaran kooperatif-kolaboratif menurut Sudrajat (2004)

memiliki beberapa elemen, yaitu :

1. Saling ketergantungan yang positif ( positive independence)

Pembelajaran kooperatif-kolaboratif akan berhasil bila dalam

kelompok belajara mereka terdapat rasa saling percaya satu sama lain, mereka

harus memantapkan tekad “Sink or swimm together”,tenggelam atau beranang

bersama.

Ada dua pertanggung jawaban kelompok dalam proses belajar bersama

yaitu mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok, dan menjamin

semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan.

Page 14: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

14

Ada beberapa cara untuk membangun saling ketergantungan positif,

yaitu :

a. Menembuhkan perasaan siswa bahwa dirinya berada dalam kelompok,

pencapai tujuan terjadi bila semua anggota kelompok mencapai tujuan.

b. Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan perolehan,

hadiah (rewarad) yang sama bila kelompok mereka berhasil tujuan.

c. Mengatur agar sikap siswa kelompok hanya mendapaykan sebagian dari

keseluruhan tugas kelompok, mereka dapat dinyatakan menyalesaikan

tugas sebelum mereka menyatukan perolehan mereka menjadi satu

kesatuan tugas yang utuh.

d. Setiap siswa diberi tugas dengan tugas-tugas atau peran yang saling

mendukung, saling melengkapi, da saling terkait dengan siswa yang lain

dalam kelompok, peran-peran tersebut sangat penting bagi proses

pembelajaran yang bermutu (high quality learning).

2. Interaksi yang saling mendorong (face to face promotive interation)

Interaksi promotif terjadi bila setiap siswa saling memberi dorongan

atau motivasi satu sama lain, dan saling memfasilitasi kegiatan atau saling

member bantuan sama lain untuk memenuhi tugas keseluruhan dalam upaya

mencapai tujuan kelompok.

3. Pertanggung jawaban individual (personal responsilibity)

Pertanggung jawaban individual adalah kunci untuk menjamin semua

anggota diperkuat oleh kegiatan belajaran bersama, jadi setelah mengikuti

kegiatan belajar bersama, anggota-anggota kelompok harus dapat

Page 15: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

15

menyelesaikan tugas yang sama. Dari hasil pemberian tugas tersebut guru

dapat mengukur berapa besar kontribusi setiap pada kelompok.

4. Keterampilan interaksi sosial

Tidak semua siswa memiliki keterampilan interaksi sosial seperti

saling mengenal dan saling mempercayai, mampu berkomunikasi secara

akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, serta

mampu menyelesaikan konflik secara kontruktivisme. Perhatian guru terhadap

interaksi social ini akan meningkatkan p[erolehan belajar mereka.

5. Pemprosesan kelompok (group prosessing)

Pemprosesan kelompok dapat didefinisikan dari tahapan kegiatan

kelompok dan kegiatan anggota kelompok. Siapakah diantara anggota

kelompok yang sangat membantu dan siapkah yang tidak membantu.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan efektifitas anggota dalam memberikan

kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

Sudrajat (2004 : 115) menyatakan bahwa model pembelajaran

kooperatif-kolaboratif terdiri dari beberapa pendekatan, yaitu :

1. Student Team Learning, kelompok belajar siswa.2. Learning Together, belajar bersama.3. Group Investigation, kelompok penelitian.4. Structural Approach, pendekatan structural.5. Complex Instruction, pembelajaran yang kompleks.6. Collaborative Approach, pendekatan kooperatif-kolaboratif.

Page 16: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

16

Keenam pendekatan tersebut, memiliki atribut pembelajaran yang

sama, yaitu :

1. Penugasan yang sama bagi semua anggota kelompok, dengan kegiatan

yang sesuai untuk kerja sama kelompok.

2. Kelompok belajar dengan jumlah kecil yaitu diantara tiga sampai lima

orang.

3. Adanya perilaku kerja sama (Cooperative Behavior).

4. Adanya saling ketergantungan antar mereka (Interdependence)

5. Adanya pertanggu jawaban individual (Individual Accountability and

Responsibility).

Kegiatan pembelajaran kooperatif-kolaboratif berserta komponen dan

pola pembelajaran yang telah disampaikan diatas disajikan dalam bentuk

skema sebagai berikut :

2.2 Model Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan

yang secara luwes dapat diterapkan dari suatu permasalahan kepermasalahan lain

dan dari satu konteks ke konteks lainnya. Pembelajaran kontekstual dapat

dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan

menunjukan kondisi alamiah dari pengetahuan melalui hubungan didalam dan

diluar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan

pengalaman lebih relevanan berarti bagi siswa mengembangkan pengetahuan

yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup.

Page 17: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

17

Pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan membantu menciptakan ruang

kelas yang didalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat

yang pasif tetapi mereka bertanggung jawab terhadap belajarnya sehingga

perolehan belajarnya akan lebih bermakna.

Menurut arti kata kontekstual berasal dari bahasa inggris yaitu contextual yang

berarti tergantung, tercakup atau juga termasuk dan teaching berarti mengajar

sedangkan learning artinya ilmu pengetahuan, dan secara keseluruhan CTL berarti

pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks dimana siswa itu berada.

CTL disebut model pembelajaran kontekstual karena konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

masyarakat.

“Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari – hari (konteks pribadi, sosial , dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan / keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi sendiri secara aktif pemahamannya” (Bondono, 2008:1).

“Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka” (Sanjaya, 2007:253).

Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami, pertama CTL

menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya

Page 18: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

18

proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses

belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima

pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.

Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi

yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab

dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,

bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional, akan tetapi

materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak

akan mudah dilupakan.

Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,

artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang

dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai

perilakunya dalam kehidupan sehari – hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL

bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal

mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses

pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kontekstual/CTL.

1) Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang

sudah ada (activating knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak

terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian

pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang

memiliki keterkaitan satu sama lain.

Page 19: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

19

2) Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan

menambah pengetahuan baru (acquairing knowledge). Pengetahuan baru itu

diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan

mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan

yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini,

misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan

yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu

dikembangkan.

4) Memperhatikan pengetahuan dan pengalaman (applying knowl-edge), artinya

pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan

dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan

pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan

dan penyempurnaan strategi.

Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang

dimiliki siswa tersebut oleh Bobbi Deperter (1992) dinamakan sebagai unsur

modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual,

tipe auditorial, dan kinestetis. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat,

artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indra

penglihatan. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat

pendengarannya, sedangkan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara

bergerak, bekerja, dan menyentuh.

Page 20: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

20

Dalam pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar

dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap

belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan

sehingga proses pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak,

yang menurut Paulo Freire sebagai sistem penindasan.

Sehubungan dengan itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi

setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL:

1) Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang

sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh

tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya.

2) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal – hal yang baru dan

penuh tantangan.

3) Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan

antara hal – hal yang baru dengan hal – hal yang sudah diketahui.

4) Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada

(asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan

demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu

melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.

Page 21: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

21

CTL sebagai suatu model pembelajaran memiliki 7 asas. Asas – asas ini yang

melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran CTL. Ketujuh asas ini adalah :

1) Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru.

Filsafat konstruktivisme yang mulai di gagas oleh Mark Baldawin dan

dikembangkan dan diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan

itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu

sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.

2) Inkuiri

Asas kedua dalam pelaksanaan pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya,

proses pembelajaran didasarkan pada pencairan dan penemuan melalui proses

berpikir secara sistematis.

Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu :

(1). Merumuskan masalah

(2). Mengajukan hipotesis

(3). Mengumpulkan data

(4). Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan

(5). Membuat kesimpulan

3) Bertanya

Bertanya pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu,

Page 22: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

22

sedangkan menjawab pertanyaan mencermikan kemampuan seseorang dalam

berfikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan

informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan

sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyan –

pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan

setiap materi yang dipelajarinya.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat

berguna untuk :

(1). Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi

pelajaran.

(2). Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.

(3). Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu

(4). Memfokuskan siswa pada suatu sesuatu yang diinginkan

(5). Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar dalam CTL meyarankan agar hasil pembelajaran

diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan

dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam

lingkungan yang terjadi secara alamiah.

5) Pemodelan (Modeling)

Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran dengan

meragakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.

Page 23: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

23

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang

dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian – kejadian atau peristiwa

pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar

itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan

menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.

7) Penilaian Nyata (authentic Assessment)

Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan

informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini

diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar – benar belajar atau tidak,

apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap

perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.

Page 24: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

24

G. Metode Penelitian

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah prestasi

belajar siswa sebagai variabel terikat, sedangkan model pembelajaran kontekstual

model pembelajaran kooperatif-kolaboratif sebagai variabel bebas.

2. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini sampel terdiri dari dua kelompok yang akan diambil

secara acak (random). Adapun sampel yang dimaksud adalah yang pertama

kelompok yang dijadikan sebagai kelompok eksperimen yaitu yang diberikan

model pembelajaran kooperatif-kolaboratif sedangkan kelompok yang kedua

adalah kelompok kontrol yang diberikan model pembelajaran kontekstual.

Sebelum pembelajaran dilaksanakan, kedua kelompok masing-masing

diberikan tes awal (pre test). Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan

awal siswa di kedua kelas tersebut, apakah kemampuan awal kelas kontrol dan

kelas eksperimen sama ataukah berbeda. Kemudian, setelah kemampuan awal

kedua kelas diketahui, baru proses pembelajaran dimulai. Untuk kelas eksperimen

diberikan model pembelajaran kooperatif-kolaboratif sedangkan untuk kelas

kontrol diberikan model pembelajaran kontekstual. Setelah pelaksanaan

pembelajaran seluruhnya dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat,

maka langkah selanjutnya adalah melakukan tes akhir (post test). Hal ini

dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa

Page 25: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

25

antara kelas eksperimen yang diberikan model pembelajaran three step interview

dengan kelas kontrol yang diberikan model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan uraian di atas maka desain penelitian ini menurut Arikunto

(dalam Sudrajat: 2004) dapat digambarkan sebaai berikut:

E O1 X O2

R

K O1 O2

Keterangan:

E = Kelas Eksperimen

K = Kelas Kontrol

X = Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Three Step Interview

O1 = Tes Awal

O1 = Tes akhir

R = Pemilihan Kelompok Secara Random

3. Definisi Operasional

Prestasi belajar siswa merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam

memahami suatu materi tertentu setelah mempelajari materi tersebut. Prestasi

belajar dapat dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh setelah melakukan tes

hasil belajar. Tes hasil belajar ini dapat benar-benar menunjukkan prestasi siswa

Page 26: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

26

jika dilakukan dengan jujur, artinya siswa mengisi soal-soal tes tanpa bantuan dari

orang lain akan tetapi hanya mengandalkan kemampuannya sendiri.

Kemudian model pembelajaran kontekstual adalah suatu model

pembelajaran yang berpusat pada guru, artinya guru lebih aktif menjelaskan

sedangkan murid hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan guru tersebut.

Model pembelajaran ini biasanya sering menggunakan metode ekspositori

ataupun ceramah. Adapun model pembelajaran three step interview adalah suatu

model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Kagan, dalam

pembelajaran ini terdapat tiga langkah wawancara yang dilakukan oleh siswa,

yaitu 1. siswa pertama sebagai pewawancara mewawancarai siswa kedua sebagai

narasumber, 2. bertukar peran, 3. bergabung dengan satu pasangan lain dan saling

berbagi mengenai hasil wawancara mereka.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang akan digunakan

adalah tes. Adapun tes yang akan digunakan merupakan tes berupa essay.

Menurut Nana Sudjana (2001:35):

tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk medapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan),atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Sungguhpun emikian, dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris.

Page 27: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

27

Adapun soal tes yang diberikan baik untuk tes awal maupun untuk tes

akhir adalah sama. Sebelum soal ini diberikan kepada siswa sebelumnya soal ini

akan dikonsultasikan dahulu dengan dosen pembimbing, kemudian diuji dahulu

validitas, reliabilitas, daya pembeda serta indeks kesukaran soal baik secara

keseluruhan maupun untuk tiap butir soal.

“Validitas adalah ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai

sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai” (Sudjana, 2001: 12).

Untuk menentukan koefisien validitas ada 3 macam cara yaitu:

a) korelasi product moment menggunakan simpangan

b) Korelasi product moment menggunakan angka kasar (raw score)

c) Korelasi metode rank (rank method correlations)

Untuk menentukan validitas, baik validitas soal maupun validitas tiap butir

soal dalam penelitian ini akan menggunakan cara angka kasar (raw score). Rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut :

r xy=n∑ xy−(∑ x )(∑ y )

√(n∑ x2−(∑ x )2 )(n∑ y2−(∑ y )2 )

Kriteria validitas :

0,80 < rxy ≤ 1,00 : validitas sangat baik

0,60 < rxy ≤ 0,80 : validitas baik

0,40 < rxy ≤ 0,60 : validitas sedang

Page 28: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

28

0,20 < rxy ≤ 0,40 : validitas kurang

0,00 < rxy ≤ 0,20 : validitas sangat kurang

rxy ≤ 0,00 : tidak valid

“Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut

dalam menilai apa ang dinilainya. Artinya kapanpun alat penilaian tersebut

digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama” (Sudjana, 2001: 16).

Untuk mengukur reliabilitas soal maka yang akan digunakan adalah

rumus alpha, yaitu:

r11=( nn−1 )(1−

∑ si2

s2t )

Keterangan:

n = banyaknya butir soal

si2 = jumlah variansi skor setiap item

st2 = variansi total

Kriteria reliabilitas :

0,80 < r11 ≤ 1,00 : reliabilitas sangat tinggi

0,60 < r11 ≤ 0,80 : reliabilitas tinggi

0,40 < r11 ≤ 0,60 : reliabilitas sedang

Page 29: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

29

0,20 < r11 ≤ 0,40 : reliabilitas rendah

r11 ≤ 0,20 : reliabilitas sangat rendah

Daya Pembeda (DP) butir soal adalah “seberapa jauh kemampuan butir

soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang dapat menjawab butir soal

tersebut dengan benar dengan siswa yang menjawab butir soal tersebut tapi

jawabannya salah” (Moersetyo: 2009).

Rumus yang digunakan adalah :

DP=

JBA−JBBJSA atau DP=

JBA−JBBJSB

Keterangan:

JBA = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal benar

JBB = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal benar

JSA = Jumlah siswa kelompok atas

JSB = Jumlah siswa kelompok bawah

Kriteria:

0,70 < DP ≤ 1,00 : sangat baik

0,60 < DP ≤ 0,70 : baik

0,40 < DP ≤ 0,60 : cukup

0,20 < DP ≤ 0,40 : jelek

Page 30: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

30

DP ≤ 0,20 : sangat jelek

Untuk mengukur Indeks Kesukaran (IK) digunakan rumus:

IK=

JBA+JBBJSA+JSB atau IK=

JBA+JBB2JSA atau IK=

JBA+JBB2 JSB

Kriteria:

IK = 1 : sangat mudah

0,70 < IK ≤ 1,00 : mudah

0,30 < IK ≤ 0,70 : sedang

0,00 < IK ≤ 0,30 : sukar

IK ≤ 0,00 : terlalu sukar

Adapun untuk menguji validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya

pembeda soal, dilakukan dengan memberikan soal ini untuk dikerjakan oleh kelas

lain yang sudah mempelajari materi pelajaran yang akan diberikan kepada kelas

kontrol dan eksperimen. Jika soal yang dibuat telah memenuhi kriteria soal yang

baik maka soal baru dapat diujikan kepada kelas kontrol maupun kelas

eksperimen.

Page 31: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

31

5. Teknik Analisis Data

Dalam penganalisisan data yang diperoleh dari penelitian yang telah

dilakukan, maka pertama adalah menguji normalitas data hasil pretest. Pengujian

normalitas data ini diperlukan untuk menentukan jenis statistik apa yang nantinya

akan dipakai untuk menguji hipotesis apakah kemampuan awal siswa kelas

kontrol sama dengan kemampuan awal siswa kelas eksperimen. Untuk menguji

normalitas data baik untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol dalam

penelitian ini menggunakan uji chi kuadrat. Hal ini dilakukan karena data hasil

penelitian akan disajikan dalam bentuk data interval.

Setelah dilakukan pengujian, jika baik data untuk kelas kontrol maupun

kelas eksperimen sama-sama normal maka langkah selanjutnya adalah dengan

menerapkan uji statistik parametrik Karena dalam penelitian ini data merupakan

sampel independent, yaitu “sampel yang bebas atau tidak saling mempengaruhi

diartikan sebagai dua buah sampel dengan subjek yang berbeda, mengalami dua

perlakuan atau pengukuran yang berbeda, seperti subjek A mendapat perlakuan I

dan subjek B mendapat perlakuan II. (R. Sundayana, 2009:36)” maka uji statistik

parametrik yang selanjutnya dilakukan adalah uji t independent. Namun, jika

salah satu data atau keduanya tidak berdistribusi normal maka langkah pengujian

berikutnya adalah pengujian dengan menggunakan statistik non parametrik dalam

hal ini dengan menggunakan uji Mann Whitney. Baik Uji Mann Whitney maupun

uji t independent bertujuan untuk menguji hipotesis yaitu apakah kemamuan awal

siswa kelas kontrol sama dengan kemampuan awal siswa kelas eksperimen?

Page 32: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

32

Namun sebelum menguji dengan uji t harus diuji dahulu homogenitas variansinya,

jika data berdistribusi normal dan kedua variansi homogen maka dilanjutkan

dengan uji t tapi jika data berdistribusi normal dan kedua variansi tidak homogen

maka dilanjutkan dengan uji t’.

Jika kemampuan awal siswa kelas kontrol ternyata tidak sama dengan

kemampuan awal siswa kelas eksperimen, maka harus dilakukan uji Gain setelah

hasil post test diperoleh. Gain adalah selisih antara nilai post test dengan pretest.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

a) tentukan gain kelas eksperimen

b) tentukan gain kelas kontrol.

c) buat distribusi frekuensi gain masing-maing kelas. Kemudian uji

normalitasnya.

d) jika ternyata keduanya berdistribusi normal, maka dilanjutkan

dengan tes homogenitas.

e) jika kedua variansinya homogen dilanjutkan dengan uji t.

f) jika salah satu atau kedua distribusi tersebut tidak normal, maka

digunakan statistik nonparametrik, yaitu: Mann Whitney.

g) jika kedua distribusi tersebut normal tapi tidak homogin, maka

dilanjutkan dengan tes t’.

Kemudian setelah diketahui kemampuan awal siswa kedua kelas, maka

apabila proses pembelajaran telah selesai dilakukan dan hasil postest telah

diperoleh, selanjutnya untuk menguji hasil postest juga dilakukan hal yang sama.

Page 33: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

33

Adapun hipotesis yang diuji pada hasil postest yaitu hipotesis yang diajukan

penulis pada penelitian ini.

6. Rumus Yang Akan Digunakan

6.1 Rumus Chi Kuadrat

Langkah-langkah uji chi kuadrat adalah sebagai berikut :

a) Menetukan nilai rata-rata dan simpangan bakunya.

b) Mengurutkan data dari yang terkecil ke yang terbesar.

c) Mengubah data diskrit (data mentah) menjadi data interval dengan cara:

membuat tabel normalitas data sebagai berikut:

d) Menetukan nilai chi kuadrat hitung.

χ2=∑ ( fi−Ei )2

Ei

e) Menentukan nilai chikuadrat tabel: χ2tabel= χ

2(1−α )(k−3 )dengan k=

banyaknya kelas interval.

f) Krtiteria pengujian: jika χhitung2 < χ tabel

2 maka data beristribusi normal.

Keterangan:

fi = frekuensi (banyaknya data)

Ei = (luas Zi) x (∑ fi )

Page 34: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

34

6.2 Rumus Uji Homogenitas

Langkah-langkah uji homogenitas :

a) menentukan nilai Fhitung dengan rumus :

Fhitung =var ians besarvarians kecil

=(simpangan baku besar )2

( simpangan baku kecil )2

b) menetukan nilai F tabel dengan rumus :

F tabel=Fα (dk n varian besar-1/ dk n varian kecil-1)

c) Kriteria Uji

Jika Fhitung < Ftabel dengan maka varians homogen.

6.3 Rumus Uji t

Langkah-langkah uji t:

a) Merumuskan hipotesis, baik Ho maupun Ha.

b) Menghitung nilai thitung

=x1

−x2

Sgab√ n1+n2

n1n2

Sgabungan=√( n1−1 )s12+(n2−1 )s2

2

n1+n2−2

c) Menentukan nilai ttabel = tα(dk=n1+n2−2)

Page 35: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

35

d) Kriteria pengujian hipotesis:

Jika : - ttabel ≤ thitung ≤ ttabel maka Ho diterima.

6.4 Rumus Uji t’

Langkah-langkah uji t’:

a) Merumuskan hipotesis, baik Ho maupun Ha.

b) Menghitung nilai t’hitung

=x1

−x2

√ s12

n1+

s22

n2

c) Kriteria pengujian hipotesis −

w1 t 1+w2 t2

w1+w2< t '<

w1 t1+w2 t2

w1+w2 , dengan

w1=s1

2

n1 ; w2=

s22

n2 ; t1=tα(n1 -1 ) ; t2=tα(n2 -1)

6.5 Rumus Uji Mann Whitney

Langkah-langkah uji t’:

a) Merumuskan hipotesis, baik Ho maupun Ha.

b) Menghitung nilai U dan U ' . Adapun rumus nilai U dan U ' adalah:

Page 36: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

36

U =n1 n2+n1(n1+1)2

−R1

danU '=(n1 )(n2 )−U

keterangan:

n1 = jumlah data kelompok pertama

n2 = jumlah data kelompok kedua

R = jumlah ranking kelompok

c) Menghitung rata-rata nilai kedua kelompok dengan rumus

μU=12(n1 )(n2 )

d)Menentukan nilai T, dengan rumus ∑T=∑ t3−t

12 , t adalah jumlah nilai yang

sama.

e)Menghitung deviasi standar gabungan, dengan rumus:

δ=√( n1 n2

N ( N−1))( N3−N12

−∑ T )f) menghitung transformasi Z dengan rumus:

Z=U−μδ , dengan U yang digunakan adalah yang paling kecil diantara U dan

U ' .

Page 37: Web viewJudul. Perbandingan perstasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran . kooperatif – kolaboratif. dengan model pembelajaran. kontekstual

37