Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

150
Hasil Kerjasama Antara : PUSAT PENELITIAN KELAUTAN LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG dengan BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN TENGAH -2002- Edisi Pertama

description

Hadi, S., N.S. Ningsih, W.S. Pranowo, H. Achmad, A.A. Ramadhan, R.M.D. Fauzie, H. Sunendar, Muliadi, A. Huda, K. Sodikin, H. Ali, R. Cempaka, M. Asparini, A.R. Gusman, D. Berlianty.: Pengumpulan data dan informasi untuk MCMA Propinsi Kalimantan Tengah, Edisi 1, Tahun 2002, Pusat Penelitian Kelautan, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Teknologi Bandung, Desember 2002.

Transcript of Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

Page 1: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

Hasil Kerjasama Antara :

PUSAT PENELITIAN KELAUTAN LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG dengan

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

-2002-

Edisi Pertama

Page 2: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

Pengumpulan Data dan Informasi untuk MCMA Propinsi Kalimantan Tengah

TIM PENYUSUN

Pusat Penelitian Kelautan – LPPM - ITB Safwan Hadi Nining Sari Ningsih Widodo Setiyo Pranowo Hisyam Achmad M. Arief Ramadhan RM. Dikshie Fauzie Haris Sunendar Muliadi Amirul Huda Kinkin Sodikin Hafizh Ali Rinny Cempaka Mardhiatul Asparini Aditya Riadi Gusman Dessy Berlianty

Editor Pengarah : Nining Sari Ningsih Peta : Tim GIS PPK-ITB, BAPPEDA Propinsi Kalimantan Tengah Tata Letak : Hafizh Ali Fotografer : Widodo S. Pranowo, M. Arief Ramadhan Sumber Foto : PPK-ITB, YAYORIN, Situs internet Foto Sampul : Widodo S. Pranowo, Situs Internet, YAYORIN Keterangan Sampul Foto Latar : Jembatan Sungai Kahayan, Kota Palangka Raya, Ibukota Propinsi

Kalimantan Tengah. Foto Kecil (Segi Enam) : Penyu Hijau (http://www.strt.hacettepe.edu.tr); Pantai Ujung

Pandaran di Kabupaten Kotawaringin Timur; Aktivitas di Pelabuhan Sampit; Aktivitas Nelayan di Kuala Pembuang, Kabupaten Kotawaringin Timur.

Foto Kecil (Kiri - Kanan) : Pantai Ujung Pandaran di Kabupaten Kotawaringin Timur; Dermaga rakyat di Ujung Pandaran; Penggergajian Kayu di Pulau Kupang, Kab. Kapuas; Owa-owa (Sumber: YAYORIN).

Dokumen: Pengumpulan Data dan Informasi untuk MCMA Propinsi Kalimantan Tengah Pusat Penelitian Kelautan – LPPM – ITB Bandung - Indonesia Edisi Pertama – Desember 2002 Cetakan Pertama – Desember 2002 Dokumen ini ditujukan untuk memberikan informasi awal mengenai pesisir dan laut di lokasi MCMA Propinsi Kalimantan Tengah. Pada saat penyusunan, terbitan ini menyajikan kajian dasar yang penting mengenai wilayah pesisir dan laut di lokasi MCMA Propinsi Kalimantan Tengah, namun informasi didalamnya mungkin telah mengalami perubahan pada saat pembacaan. Oleh karena itu, kami mohon bantuan anda untuk memberikan data terbaru, koreksi atau informasi lainnya yang berhubungan dengan Dokumen ini. Masukan dan saran dapat disampaikan kepada:

BAPPEDA Propinsi Kalimantan Tengah Jl. Diponegoro No. 60 Telp. +62-536-21715 / 21645 Fax. +62-536-22217 / 29160 Palangka Raya - 73111 Kalimantan Tengah – Indonesia Atau Pusat Penelitian Kelautan – LPPM - ITB Gedung Labtek VI Lantai 4 Jl. Ganesha 10 Telp / Fax. +62-22-2512430 Situs internet: http://www.ppk.itb.ac.id Bandung - 40132 Jawa Barat - Indonesia

Untuk itu kami mengucapkan terima kasih. Tim Penyusun.

Page 3: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

i

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

engelolaan wilayah pesisir secara tepadu sangat tergantung pada tersedianya informasi bio-fisik, sosial ekonomi, budaya, dan kelembagaan yang obyektif, akurat dan

terbaharui. Informasi ini akan lebih mudah dimanfaatkan bila ditampilkan dalam bentuk peta-peta tematik dan teks dskripsi. Mengingat perkembangan dalam

pengelolaan wilayah pesisir dan laut Propinsi Kalimantan Tengah harus dilakukan secara optimal maka perlu disusun suatu Atlas yang dapat mengidentifikaikan potensi dan

isu-isu pengelolaan yang ada di daerah tersebut.

Dalam kaitan ini kegiatan pengumpulan data dan informasi untuk MCMA (Marine and Coastal Management Area) Propinsi Kalimantan Tengah ditujukan untuk memberikan

informasi tentang potensi wilayah pesisir dan laut Propinsi Kalimantan Tengah yang meliputi aspek potensi bio-fisik, kondisi sosial ekonomi, budaya, dan kelembagaan serta isu-

isu yang perlu mendapat perhatian dan pemecahan segera. Atlas ini menyajikan informasi tentang potensi dan permasalahan serta rekomendasi awal perencanaan

pengelolaan wilayah pesisir dan laut sehingga diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai panduan untuk melakukan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan

pelestarian habitat agar tujuan pembangunan yang berkelanjutan dapat dicapai.

Pengumpulan data dan informasi untuk MCMA Propinsi Kalimantan Tengah ini terlaksana atas kerjasama Pusat Penelitian Kelautan – Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Masyarakat Institut Teknologi Bandung dengan Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Propinsi Kalimatan Tengah.

Dokumen ini akan lebih bernilai guna apabila data dan informasi yang terdapat didalamnya terus diperbaharui dan disebarluaskan kepada masyarakat umum. Untuk itu

Dokumen ini dilengkapi dengan CD-ROM basis data dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Atlas Wilayah Pesisir dan Laut Kalimantan Tengah berbasis WEB agar proses

pembaruan data dan informasi dapat dilakukan dengan mudah. Kami mengharapkan masukan dari pembaca demi penyempurnaan perbaikan produksi Dokumen yang

berupa Pengumpulan Data dan Informasi untuk MCMA Propinsi Kalimantan Tengah ini pada waktu mendatang.

Akhirnya kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya dokumen ini mulai dari proses

perencanaan hingga selesainya, dan semoga dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukannya.

Bandung, 20 Desember 2002 Pusat Penelitian Kelautan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Teknologi Bandung Tim Penyusun

P

Page 4: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

ii

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

otensi wilayah pesisir Kalimantan Tengah sebenarnya sudah lama menjadi perhatian masyarakat setempat, kalangan akademisi, dan berbagai instansi terkait baik daerah

maupun pusat, tetapi data dan informasi tersebut belumlah tersaji dalam satu kesatuan yang utuh dan interaktif agar bisa digunakan secara bersama-sama sebagai

gambaran awal dalam langkah untuk mengelola kawasan pesisir Kalimantan Tengah.

Untuk itu, kami menyambut dengan baik atas terselesaikannya Dokumen Laporan tentang Pengumpulan Data dan Informasi untuk MCMA (Marine and Coastal Management

Area) Propinsi Kalimantan Tengah yang merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah dan Pusat Penelitian Kelautan (PPK) dibawah Lembaga

Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung (ITB). Dokumen ini bersifat interaktif karena disertai dijabarkan juga melalui Sistem Informasi Geografis

(SIG), yang direncanakan dapat diakses melalui internet oleh khalayak umum.

Kami sangat berharap agar dokumen ini dapat digunakan sebaik-baiknya oleh masyarakat Kalimantan Tengah, masyarakat lainnya secara luas, kalangan akademisi, dan instansi

terkait untuk lebih mengetahui, mengenal, dan mengelola potensi wilayah pesisir Propinsi Kalimantan Tengah secara lestari dan berkesinambungan.

Waktu yang diberikan dalam proses penyusunan dokumen dan pembangunan Sistem Informasi Geografis ini bisa dikatakan terlalu singkat, tetapi tetap bisa menyajikan data dan

informasi yang banyak membantu kami dalam mendapatkan isu-isu pengelolaan pesisir Kalimantan Tengah. Dan kami sangat mengharapkan kesadaran dan koordinasi antar

instansi terkait dalam memperbaharui data dan informasi wilayah pesisir Kalimantan Tengah ini agar selalu tersaji terbaru dan akurat.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan terselesaikannya dokumen ini. Mudah-mudahan dokumen ini akan

memberikan manfaat bagi pembangunan wilayah pesisir pada khususnya dan pembangunan daerah propinsi Kalimantan Tengah pada umumnya.

Palangka Raya, Desember 2002

Kepala Bappeda Propinsi Kalimantan Tengah

J.J. KOETIN Pembina Utama Madya

NIP.010056908

P

Page 5: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

1iii

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Penyusunan Pengumpulan Data dan Informasi untuk MCMA Propinsi Kalimantan Tengah ini dapat terselesaikan atas dukungan dan partisipasi masyarakat Kalimantan Tengah,

bersama dengan tenaga ahli, Bappeda Propinsi Kalimantan Tengah, dan instansi-instansi terkait lainnya. Dengan tersusunnya buku ini, kami, tim penyusun mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaiannya.

UCAPAN TERIMA KASIH TERUTAMA DISAMPAIKAN KEPADA : PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Drs. J J Koetin (Kepala Bappeda)

Drs. Diarto (Kabag Ekonomi Bappeda)

Drs. Daulay (Bappeda)

Drs. Eteri Hirano, MT (Peminpin Proyek MCRMP)

Drs. Siswohardjo (Ka.Bag. Tata Ruang Bappeda)

Drs. Dirgahayu (Staf Bappeda bag Tata Ruang)

Ir. Multibudhi A Gara, MSc (Balitbangda)

Ir. Kampili, MSc (Balitbangda)

Dr. Toekik B. Toemon, SKM (Kepada Dinas Kesehatan)

Dr. Djono Koesanto, MPH (Kabag Bina Program Dinas Kesehatan)

Ir. Alfred Eddy (Dinas Pertambangan)

Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Tengah

Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Kalimantan Tengah Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah Balai Konservasi Sumber Daya Alam Propinsi Kalimantan Tengah

Dinas Perhubungan Propinsi PEMERINTAH DAERAH TINGKAT II KOTAWARINGIN BARAT

Syarifuddin (Kasubdin Bina Program ,Dinas Kehutanan)

Yulianus (Dinas Pariwisata) Ir. Yoab Andrian Mihing, MM (Kepala Dinas Perikanan)

Suherti Redy. GT (Kepala Balai Taman Nasional Tanjung Putting) Muhamad Yadi dan Juhdi (Staf Dinas Pariwisata)

H. Muh. Yadi (BPS)

Khairil Anwar (Kepala Dinas Pertanian)

H. Said Sulaiman (Staf PPI Kumai)

Dinas Kehutanan Kabupaten Kotawaringin Barat Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kotawaringin Barat

PEMERINTAH DAERAH TINGKAT II KOTAWARINGIN TIMUR

Alpisah, MT (Pimpro MCRMP Kab. Kotawaringin Timur)

Masran Hadi (Staf Bappeda)

Ir. Parlindungan Pakpahan (Kepala Dinas Perikanan)

Abdul Gafar,S.Pi. (staf Dinas Perikanan)

Bartholomeus (staf Dinas Perikanan)

Suardi (staff Dinas Pertambangan) Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Timur Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kotawaringin Timur

PEMERINTAH DAERAH TINGKAT II SERUYAN

Ir. Ridwan (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan)

PEMERINTAH DAERAH TINGKAT II KAPUAS

Wisnu S.Pi (Staf Dinas Perikanan)

Junaedi (staf Dinas Pekerjaan Umum)

Kepala Bappeda Kabupaten Kapuas

PEMERINTAH DAERAH TINGKAT II KATINGAN

Dinas Kelautan dan Perikanan Bappeda Tingkat II Katingan

UNIVERSITAS PALANGKARAYA Ir. Yulius, M.Si (Dekan Fakultas Pertanian)

Ir. F. Robert Iman, M.Si (Ketua Jurusan Perikanan)

Ir. Lilia, M.Si (Sekretaris Jurusan Perikanan) Ir. Elita, MSP (Staf Pengajar Jur. Perikanan)

Ir. Inga Torang, M.Si (Staf Pengajar Jur. Perikanan) Ir. Tarjono Buchar, M.Si (Kepala Laboratorium Jur. Perikanan) Linda Wulandari, S.Pi (Laboran Lab. Jur. Perikanan)

Ir. Andi Hutu (Staf Jur. Perikanan)

Drs. Sufridson Heno, MS (Fakultas Ekonomi)

Drs. Karmen Marpaung, M.Si (Fakultas Ekonomi)

Dra. Sri Wahyutami, M.Si (Ketua UPT Bid. Studi MIPA Lab. Dasar &

Analitik)

Adi Susanto dan Reza (Laboran Lab. Kimia Analitik)

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Ir. H. Darni Subari F, MS (Ketua Pusat Penelitian Lingkungan Hidup) Drs. Murdjani ( Kepala Lab. Kimia Air PPLH) Usman (Laboran Lab. Kimia Air PPLH)

LEMBAGA DAN PERUSAHAAN SWASTA

Ir. Sri Hartono (Official Manager PT. CP. Prima wil. Kalteng) H. Tajuddin Noor (Biro jasa Angkutan Travel Satelit)

Yayasan Orang Utan Indonesia LSM Tingang Jaya

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Rektor Institut Teknologi Bandung

Kepala Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat ITB

Page 6: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

1iv-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

HalKata Pengantar i

Sambutan ii

Ucapan Terima Kasih iii

Daftar Isi iv-1

Daftar Tabel v-1

Daftar Gambar vi-1

Daftar Peta vii

Daftar Lampiran viii

BAB 1 SEKILAS TENTANG KONDISI DAN PERMASALAHAN WILAYAH PESISIR PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

1-1

1.1 Latar Belakang 1-1

1.2 Sekilas Permasalahan di Wilayah Pesisir 1-2

1.3 Propinsi/Kabupaten/Kota 1-2

1.4 Tujuan dan Sasaran 1-2

1.5 Metodologi 1-2

1.5.1 Persiapan 1-3

1.5.2 Survei Instansi 1-3

1.5.3 Survei Lapangan 1-3

1.5.4 Studi Identifikasi, Analisis dan Evaluasi 1-4

1.5.5 Penyusunan Atlas dan Sistem Informasi Geografis

1-4

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2-1

2.1 Sistem Dan Definisi Wilayah Pesisir 2-1

2.2 Karakteristik Bio-Geofisik 2-3

2.3 Karakteristik Sosial Ekonomi Budaya 2-4

BAB 3 LETAK GEOGRAFIS DAN WILAYAH PESISIR 3-1

3.1 Wilayah Pesisir 3-1

3.1.1 Kabupaten Kapuas 3-2

3.1.2 Kabupaten Pulang Pisau 3-2

3.1.3 Kabupaten Kotawaringin Timur 3-3

3.1.4 Kabupaten Seruyan 3-3

3.1.5 Kabupaten Katingan 3-3

3.1.6 Kabupaten Sukamara 3-4

3.1.7 Kabupaten Kotawaringin Barat 3-4

BAB 4 GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI PESISIR 4-1

4.1 Geomorfologi 4-1

4.1.1 Satuan Morfologi 4-1

4.1.2 Pola Pengaliran dan Stadia Daerah 4-3

4.2 Stratigrafi 4-3

4.3 Sumberdaya Geologi 4-6

4.3.1 Sumberdaya Energi 4-6

4.3.2 Sumberdaya Mineral 4-7

Page 7: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

2iv-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

4.4 Bahaya Lingkungan Beraspek Geologi 4-8

4.5 Isu-Isu 4-8

4.5.1 Sedimentasi 4-8

4.5.2 Optimalisasi Gambut 4-9

BAB 5 KONDISI OSEANOGRAFI, KUALITAS PERAIRAN, DAN IKLIM 5-1

5.1 Parameter Hidro-Oseanografi 5-1

5.1.1 Batimetri 5-1

5.1.2 Pola Arus Laut 5-2

5.1.3 Pasang Surut 5-3

5.1.4 Gelombang 5-5

5.1.5 Temperatur Laut 5-7

5.1.6 Kecerahan Perairan 5-7

5.1.7 Padatan Total Tersuspensi (TSS) dan Kekeruhan Perairan

5-9

5.2 Parameter Kimia Perairan 5-9

5.2.1 Salinitas Perairan 5-9

5.2.2 Derajat Keasaman (pH) 5-10

5.2.3 Nitrat 5-10

5.2.4 Fosfat 5-11

5.2.5 Oksigen Terlarut 5-12

5.2.6 Logam Berat 5-14

5.3 Parameter Biologi Perairan 5-15

5.3.1 Kelimpahan dan Keanekaragaman Fitoplankton

5-15

5.3.2 Kelimpahan dan Keanekaragaman Zooplankton

5-18

5.4 Upwelling Sebagai Indikator Perikanan Tangkap 5-20

5.5 Iklim dan Cuaca 5-21

BAB 6 EKOSISTEM PESISIR 6-1

6.1 Ekosistem Perairan 6-1

6.2 Mangrove 6-1

6.3 Padang Lamun 6-3

6.4 Estuaria 6-4

6.5 Flora dan Fauna 6-4

6.6 Penggunaan dan Ancaman Habitat Utama 6-11

6.7 Fungsi dan Manfaat Habitat Utama 6-11

6.8 Isu-Isu 6-13

BAB 7 SUMBERDAYA AIR 7-1

7.1 Kondisi Air Permukaan 7-1

7.1.1 Daerah Aliran Sungai 7-1

7.1.1.1 Kondisi Fisik 7-2

7.1.1.2 Peruntukan Sungai 7-3

7.1.1.3 Degradasi dan Pencemaran 7-4

7.2 Kondisi Air Bawah Permukaan (Air Tanah) 7-4

7.2.1 Degradasi dan Pencemaran 7-5

7.3 Isu-Isu 7-7

BAB 8 KAWASAN KONSERVASI 8-1

8.1 Kawasan Konservasi Pesisir 8-1

8.1.1 Taman Nasional Tanjung Puting 8-1

8.1.2 Taman Wisata Alam Tanjung Penghujan 8-3

8.1.3 Suaka Margasatwa Sungai Lamandau 8-4

8.2 Kawasan Konservasi Non Pesisir 8-4

8.2.1 Cagar Alam Parawen I dan II 8-4

8.2.2 Cagar Alam Bukit Sapat Hawung 8-5

Page 8: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

3iv-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

8.2.3 Cagar Alam Bukit Tangkiling 8-5

8.2.4 Taman Wisata Bukit Tangkiling 8-6

8.2.5 Suaka Margasatwa Arboretum Nyaru Menteng

8-6

8.3 Isu-Isu 8-7

BAB 9 KESESUAIAN DAN ARAHAN PENGEMBANGAN LAHAN DI WILAYAH PESISIR

9-1

9.1 Penggunaan Lahan 9-1

9.2 Arahan dan Kesesuaian Lahan 9-1

9.3 Isu-Isu 9-2

BAB 10 SOSIAL, EKONOMI, BUDAYA WILAYAH PESISIR 10-1

10.1 Wilayah dan Administrasi Kabupaten 10-1

10.1.1 Kabupaten Kapuas 10-1

10.1.2 Kabupaten Pulang Pisau 10-3

10.1.3 Kabupaten Kotawaringin Timur 10-3

10.1.4 Kabupaten Seruyan 10-3

10.1.5 Kabupaten Katingan 10-4

10.1.6 Kabupaten Sukamara 10-4

10.1.7 Kabupaten Kotawaringin Barat 10-4

10.2 Potensi dan Penguasaan Secara Adat Sumberdaya Wilayah Pesisir

10-5

10.3 Keadaan Kependudukan 10-8

10.4 Aksesibilitas 10-11

10.5 Sumber Penghidupan Penduduk di Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah

10-20

10.6 Struktur dan Organisasi Sosial Masyarakat Pesisir 10-28

BAB 11 PERIKANAN DI WILAYAH PESISIR 11-1

11.1 Budidaya Perikanan 11-1

11.2 Budidaya Udang 11-2

11.3 Isu-Isu Usaha Perikanan Budidaya 11-3

11.4 Pentingnya Perikanan Tangkap 11-4

11.5 Sumberdaya Ikan dan Lokasinya 11-4

11.6 Sentra Perikanan dan Sasarannya 11-5

11.7 Teknologi Yang Digunakan 11-5

11.8 Isu-Isu Perikanan Tangkap 11-6

BAB 12 PARIWISATA BAHARI PESISIR 12-1

12.1 Pariwisata 12-1

12.2 Pariwisata Bahari 12-1

12.3 Pariwisata Pesisir 12-3

12.4 Isu-Isu 12-4

BAB 13 ISU PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR 13-1

13.1 Kebersihan 13-1

13.2 Kelembagaan Adminisrasi dan Tata Ruang 13-1

13.3 Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir 13-2

13.4 Pendidikan, Sarana Prasarana, dan Pariwisata 13-2

13.5 Sanitasi dan Kesehatan 13-3

13.6 Kerusakan Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) 13-3

13.7 Pencemaran 13-3

13.8 Bencana Alam 13-4

DAFTAR PUSTAKA DP-1

DAFTAR SINGKATAN & AKRONIM DS-1

DAFTAR ISTILAH DI-1

LAMPIRAN L-1

Page 9: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

v-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

HalTabel 1.1 Penjabaran Sistem Informasi Geografis (SIG) Atlas

Wilayah Pesisir dan Laut Kalimantan Tengah 1-5

Tabel 3.1 Kabupaten di Wilayah Pesisir 3-2

Tabel 4.1 Klasifikasi Gambut 4-10

Tabel 5.1 Kecepatan Arus Hasil Pengukuran di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

5-2

Tabel 5.2 Hasil Peramalan Air Pasang Tertinggi, Air Surut Terendah dan Tunggang Maksimum Pasang Surut di Perairan Pantai Kalimantan Tengah

5-4

Tabel 5.3 Kisaran Tinggi Gelombang dan Arah Datang Gelombang Sea dan Swell di Kalimantan Tengah Pada Musim Timur

5-6

Tabel 5.4 Kisaran Tinggi Gelombang dan Arah Datang Untuk Gelombang Sea dan Swell di Perairan Kalimantan Tengah pada Musim Barat

5-7

Tabel 5.5 Temperatur Air di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

5-8

Tabel 5.6 Kecerahan Air di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

5-8

Tabel 5.7 Kandungan Total Suspensi Terlarut (Total Suspended Solid) dan Kekeruhan di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

5-9

Tabel 5.8 Salinitas Air di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

5-10

Tabel 5.9 Derajat Keasaman (pH) Air di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

5-11

Tabel 5.10 Kandungan Nitrat di Beberapa Lokasi Perairan Pesisir Kalimantan Tengah

5-11

Tabel 5.11 Kandungan Fosfat di Beberapa Lokasi Perairan Pesisir Kalimantan Tengah

5-12

Tabel 5.12 Kandungan Oksigen Terlarut di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

5-13

Tabel 5.13 Kandungan Oksigen yang Digunakan Untuk Proses Biologis (Biological Oxygen Demand) di Beberapa Lokasi Perairan Pesisir Kalimantan Tengah

5-13

Tabel 5.14 Kandungan Oksigen yang Digunakan Untuk Proses Kimiawi (Chemical Oxygen Demand) di Beberapa Lokasi Perairan Pesisir Kalimantan Tengah

5-14

Tabel 5.15 Kandungan Logam Berat Terlarut di Beberapa Lokasi Perairan Pesisir Kalimantan Tengah

5-14

Tabel 5.16 Kelimpahan Fitoplankton di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

5-15

Tabel 5.17 Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Fitoplankton di Perairan Kalimantan Tengah

5-16

Tabel 5.18 Nama Kelas dan Genera Fitoplankton yang Ditemukan di Perairan Pantai Kalimantan Tengah

5-16

Tabel 5.19 Kelimpahan Zooplankton di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

5-18

Tabel 5.20 Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Zooplankton di Perairan Kalimantan Tengah

5-19

Tabel 5.21 Nama Filum dan Genera Zooplankton yang Ditemukan di Perairan Kalimantan Tengah

5-19

Tabel 6.1 Hutan Bakau di Kalimantan Tengah 6-1

Tabel 6.2 Jenis Hutan Bakau di Kalimantan Tengah 6-2

Tabel 6.3 Jenis Lamun yang Ditemukan di Kalimantan Tengah 6-3

Tabel 6.4 Fauna Laut yang Terdapat di Perairan Kalimantan Tengah

6-10

Tabel 7.1 Panjang, Lebar, dan Kedalaman Sungai di Kalimantan Tengah

7-2

Page 10: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

v-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 7.2 Peruntukkan Sungai Untuk Transportasi 7-3

Tabel 7.3 Kualitas Air Sumur Pada Beberapa Tempat di Kalimantan Tengah

7-5

Tabel 10.1 Wilayah Administrasi Pesisir di Propinsi Kalimantan Tengah 10-2

Tabel 10.2 Jenis Penggunaan Lahan Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah

10-7

Tabel 10.3 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Desa-Desa Pesisir Kalimantan Tengah

10-9

Tabel 10.4 Kelompok Etnis Dominan dan Lainnya di Desa-Desa Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah

10-10

Tabel 10.5 Fasilitas Listrik, Telepon, Radio, dan Televisi di Kalimantan Tengah

10-16

Tabel 10.6 Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan di Kalimantan Tengah 10-19

Tabel 10.7 Jenis dan Jumlah Perahu Nelayan di Wilayah Pesisir di Kalimantan Tengah

10-22

Tabel 10.8 Produksi Perikanan di Kawasan Pesisir Kalimantan Tengah Tahun 2001 (Satuan dalam ton)

10-24

Tabel 10.9 Mata Pencaharian Utama dan Tambahan di Desa-Desa Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah

10-26

Tabel 10.10 Kelompok Etnis dan Jenis Pekerjaannya di Desa-Desa Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah

10-27

Tabel 11.1 Pemanfaatan Lahan Tambak 11-1

Tabel 11.2 Potensi Kelompok Sumberdaya Ikan Pada Wilayah Pengelolaan Perikanan dan Penyebaran Jenis-Jenis Ikan

11-5

Tabel 11.3 Produksi dan Tingkat Pemanfaatan Perkelompok Sumberdaya Ikan pada Wilayah III Pengelolaan Perikanan (Pemanfaatan Dalam %)

11-5

Page 11: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

vi-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

HalGambar 1.1 Desa Batanjung Sebagai Salah Satu Sudut Pesisir

Kalimantan Tengah 1-5

Gambar 2.1 Batas-Batas Fisik Wilayah Pesisir Pantai 2-2

Gambar 2.2 Interaksi-Interaksi di Daerah Perairan Pantai (DPP) atau Pesisir

2-4

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kalimantan Tengah 3-1

Gambar 3.2 Kantor Sementara Bupati Kabupaten Pulang Pisau 3-2

Gambar 3.3 Tugu di Kota Sampit, Ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur

3-3

Gambar 3.4 Papan Tanda Batas Antara Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau

3-4

Gambar 4.1 Satuan Morfologi Dataran Pantai di Sei Bakau, Kabupaten Kotawaringin Barat

4-2

Gambar 4.2 Daerah Cekungan di Kalimantan 4-3

Gambar 4.3 Stratigrafi Palangka Raya Kalimantan Tengah 4-5

Gambar 4.4 Stratigrafi Pangkalan Bun Kalimantan Tengah 4-5

Gambar 4.5 Kiri: Singkapan Kaolin di Sampit. Kanan: Singkapan Pasir Kuarsa di Kuala Pembuang

4-8

Gambar 4.6 Batu Kecubung (Kristal Kwarsa) Sebagai Salah Satu Bahan Galian yang Unik di Kabupaten Kotawaringin Barat

4-10

Gambar 4.7 Stratigrafi di Pantai Keraya Kec. Kurnai Kab. Kotawaringin Barat

4-10

Gambar 5.1 Peramalan Pasang Surut di Tanjung Keluang 13-30 Oktober 2002

5-4

Gambar 5.2 Peramalan Pasang Surut di Teluk Sampit 13-30 Oktober 2002

5-4

Gambar 5.3 Pola Sebaran Tinggi Gelombang dan Arah Datang Gelombang pada Musim Timur di Perairan Kalimantan Tengah

5-5

Gambar 5.4 Spektrum 2D Perairan Kalimantan Tengah (3˚0’10’’ LS - 113˚28’48’’BT) pada Musim Timur

5-5

Gambar 5.5 Pola Sebaran Tinggi Gelombang dan Arah Datang Gelombang pada Musim Barat di Perairan Kalimantan Tengah

5-6

Gambar 5.6 Spektrum Perairan Kalimantan Tengah (3˚0’10’’ LS - 113˚28’48’’BT) pada Musim Barat

5-7

Gambar 5.7 Bahan-bahan Kimia Untuk Keperluan Analisa Nitrat dan Fosfat

5-11

Gambar 5.8 Pengambil Sampel Air Untuk Keperluan Analisa Plankton

5-13

Gambar 5.9 Alat Spektrofotometer untuk Menganalisa Nitrat dan Fosfat

5-16

Gambar 5.10 Contoh Organisme Fitoplankton yang Ditemukan di Perairan Kalimantan Tengah

5-17

Gambar 5.11 Mikroskop untuk Melihat Plankton Saat Proses Identifikasi dan Panghitungan Kelimpahan

5-19

Gambar 5.12 Contoh Organisme Zooplankton yang Ditemukan di Perairan Kalimantan Tengah

5-20

Gambar 6.1 Populasi Nipah di Sepanjang Sungai Kapuas 6-2

Gambar 6.2 Pohon Mangrove di Sungai Teras 6-2

Gambar 6.3 Hutan Rawa di Sepanjang Sungai Sekonyer, Kabupaten Kotawaringin Barat

6-4

Gambar 6.4 Bekantan di Taman Nasional Tanjung Puting 6-6

Gambar 6.5 Owa-Owa di Taman Nasional Tanjung Puting 6-7

Page 12: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

vi-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 6.6 Buaya Sapit 6-8

Gambar 6.7 Buaya Muara 6-9

Gambar 6.8 Duyung 6-9

Gambar 6.9 Penyu Hijau 6-9

Gambar 6.10 Kepiting Bakau 6-10

Gambar 6.11 Ubur-Ubur 6-10

Gambar 6.12 Udang Penaeus 6-10

Gambar 6.13 Ikan Lumpur yang Biasa Digunakan Penduduk Setempat Untuk Obat Asma

6-12

Gambar 6.14 Pemanfaatan Daun Nipah Sebagai Atap Rumah 6-13

Gambar 7.1 Aktivitas di Sungai Kahayan 7-3

Gambar 7.2 Kondisi Sumur Rakyat di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat

7-5

Gambar 7.3 Aliran Sungai Tanjung Puting yang Berwarna Coklat Kemerahan karena Struktur Tanah di Dasar dan Sekelilingnya adalah Gambut

7-6

Gambar 7.4 Pencemaran Limbah Rumah Tangga di Sungai Kapuas

7-7

Gambar 7.5 Mahasiswa dari Safier.Studentweb.org sedang Eksperimen Memfilter Air Tanah agar pH-nya Menjadi Netral di Desa Sei Sekonyer, Kab. Kotawaringin Barat

7-7

Gambar 8.1 Pintu Masuk ke Taman Nasional Tanjung Puting 8-1

Gambar 8.2 Yayasan Orang Utan Indonesia yang Bergerak dalam Kegiatan Penelitian dan Konservasi Mengenai Orang Utan dan Hutan Tropik

8-3

Gambar 8.3 Kantor Balai Taman Nasional Tanjung Puting di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat

8-3

Gambar 8.4 Pintu Masuk ke Taman Wisata Alam Tanjung Penghujan

8-7

Gambar 9.1 Lahan Sawah Tadah Hujan Sehabis Masa Panen di Kabupaten Pulang Pisau

9-2

Gambar 9.2 Perkebunan Kelapa Intensif di Desa Sebamban, Kecamatam Mentaya Hilir Selatan, Kab. Kotawaringin Timur

9-2

Gambar 10.1 Kantor Kepala Desa Batanjung, Kabupaten Kapuas

10-2

Gambar 10.2 Kantor Kecamatan Kapuas Kuala yang berlokasi di Desa Lupak Dalam

10-3

Gambar 10.3 Angkutan Barang Melalui Sungai Kapuas 10-12

Gambar 10.4 Transportasi Speed Boat oleh Penduduk Setempat 10-13

Gambar 10.5 Kondisi Jalan di Asam Baru yang Menghubungkan Sampit dan Pangkalan Bun

10-14

Gambar 10.6 Kondisi Perbaikan Jalan yang Menghubungkan Desa Ujungpandaran dan Desa Sei Bakau

10-14

Gambar 10.7 Pelabuhan Perahu Penyeberangan yang Menghubungkan Desa Kuala Pembuang Satu dengan Kota Kuala Pembuang, Kabupaten Seruyan

10-15

Gambar 10.8 Kondisi Jalan di Kalimantan Tengah 10-15

Gambar 10.9 Pelabuhan Taxi Sungai (Speed Boat) di Kab. Kapuas

10-17

Gambar 10.10 Bangunan Sekolah Dasar di Desa Sei Sekonyer, Tanjung Harapan, Kotawaringin Barat

10-17

Gambar 10.11 Salah Satu Tandon Air Bersih Penduduk Desa Lupak Dalam, Kabupaten Kapuas

10-18

Gambar 10.12 Instalasi Sumur Pompa, Menara Penyaring Logam Berat, dan Tandon Air bersih untuk Keperluan Pabrik Es dan Masyarakat Sekitar PPI Kumai, dalam Kondisi Belum Difungsikan Sepenuhnya

10-18

Gambar 10.13 Proses Pembuatan Es di Pabrik Es Kompleks PPI Kumai

10-18

Gambar 10.14 Bahan Baku Minyak Kopra Hasil Kebun-kebun Kelapa Masyarakat di Wilayah Pesisir

10-21

Gambar 10.15 Udang Kupas Kering sebagai Komoditi Unggulan Masyarakat di Desa Kuala Pembuang, Kabupaten Seruyan

10-21

Gambar 10.16 Bahan Baku Terasi Sebagai Pemanfaatan Lain dari Udang-udang Kecil Yang Semula Kurang Ekonomis

10-21

Gambar 11.1 Tambak Tradisional Milik Masyarakat Desa Sungai Pasir (Tanjung Lumpur) Kec. Jelai Kab. Sukamara

11-2

Page 13: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

vi-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 11.2 Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) Permanen Milik PT. Betang Tiara Seluas 40 Hektar

11-2

Gambar 11.3 Kanal Pengairan ke Lahan Pertambakan Baru Untuk Udang di Desai Sei Bakau, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat

11-3

Gambar 11.4 Ikan Laut (Pari, Sirip Hiu) Yang Biasa Ditangkap Nelayan

11-4

Gambar 11.5 Kepiting Rajungan Hasil Tangkapan Nelayan Dengan Menggunakan Jaring Sungkur

11-4

Gambar 11.6 Dermaga Nelayan di Kuala Pembuang 11-6

Gambar 11.7 Suasana di Pelabuhan Nelayan 11-6

Gambar 11.8 Jaring Apung Berbahan Monofilamen yang Digunakan Untuk Operasi Penangkapan Ikan pada Siang Hari

11-7

Gambar 11.9 Nelayan Sedang Memperbaiki Jaring Sungkur atau Serop (bahasa lokal setempat) yang Biasa Digunakan Untuk Menangkap Kepiting Rajungan

11-7

Gambar 11.10 Lempara Dasar Sebagai Alat Tangkap Tradisional Masyarakat Setempat

11-7

Gambar 12.1 Jalan Menuju Kompleks Wisata Bugam Raya (P.Kubu, Teluk Bogam, Keraya) Kabupaten Kotawaringin Barat

12-2

Gambar 12.2 Lokasi Wisata Pantai Kubu di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat

12-2

Gambar 12.3 Peninggalan Kerajaan PRA.KUSUMAYUDHA (Gubah Besar) yang Terletak di Kecamatan Arut Selatan, Kota Pangkalan Bun

12-3

Gambar 12.4 Lokasi Wisata Pantai Teluk Bogam di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat

12-3

Gambar 12.5 Makam Kyai Gedhe Sebagai Tokoh Penyebar Agama Islam yang Terletak di Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat

12-4

Gambar 12.6 Fasilitas di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Keluang (Tanjung Penghujan) yang Kondisinya Tidak Terawat

12-5

Gambar 12.7 Kawasan Wisata Pantai Ujungpandaran yang Kondisinya Memprihatinkan

12-5

Gambar 12.8 Kondisi Jalan di Desa Sei Teras Menuju Desa Cemara Labat yang Terancam Abrasi oleh Kanal-kanal di Kedua Sisi Jalan

12-6

Gambar 12.9 Danau Gatal yang Terletak di Kecamatan Kotawaringin Lama sedang Dalam Tahap Wacana Pengembangan oleh Pemda Kotawaringin Barat

12-6

Gambar 12.10 Pantai Wisata Alam Tanjung Tanjung Keluang (Tanjung Penghujan) Kotawaringin Barat

12-6

Gambar 13.1 Pelabuhan (III) Pulang Pisau 13-4

Gambar A.1 Bagan Kompromi Penetapan Batas Pesisir L-4

Page 14: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

vii

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

PETA Hal 1 Propinsi di Indonesia 3-5

2 Administrasi Kabupaten Propinsi Kalimantan Tengah 3-6

3 Administrasi Kecamatan Propinsi Kalimantan Tengah 3-7

4 Geomorfologi Propinsi Kalimantan Tengah 4-11

5 Kerusakan Pantai Propinsi Kalimantan Tengah 4-12

6 Batimetri Propinsi Kalimantan Tengah 5-23

7 Arus Permukaan dan Potensi Upwelling Propinsi Kalimantan Tengah

5-24

8 Kualitas Air dan Sebaran Plankton Propinsi Kalimantan Tengah 5-25

9 Ekosistem Pesisir Propinsi Kalimantan Tengah 6-14

10 Sumberdaya Air Pesisir Propinsi Kalimantan Tengah 7-8

11 Kawasan Konservasi Pesisir Propinsi Kalimantan Tengah 8-8

12 Arahan dan Kesesuaian Lahan Propinsi Kalimantan Tengah 9-3

13 Administrasi Pesisir Propinsi Kalimantan Tengah 10-29

14 Demografi Pesisir Propinsi Kalimantan Tengah 10-30

15 Sebaran Etnis di Pesisir Kalimantan Tengah 10-31

16 Sarana Transportasi Propinsi Kalimantan Tengah 10-32

17 Administrasi Jaringan Pasar Regional dan Lokal 10-33

18 Potensi Perikanan Propinsi Kalimantan Tengah 11-8

19 Pariwisata Pesisir Propinsi Kalimantan Tengah 12-7

20 Isu Pesisir Propinsi Kalimantan Tengah 13-5

Page 15: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

viii

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

HalBAHAN PERTIMBANGAN UNTUK MENENTUKAN BATAS WILAYAH PESISIR PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

L-1

1 Pendahuluan L-1

1.1 Batas Pesisir Secara Fisik L-2

1.2 Batas Pesisir Secara Ekosistem L-2

1.3 Batas Pesisir Secara Geomorfologi dan Geologi L-3

1.4 Batas Pesisir Secara Administrasi dan Ekonom L-3

1.5 Batas Pesisir Secara Kepentingan Pengelolaan L-3

2 Kompromi Pengambilan Kebijakan Penetapan Batas Pesisir L-4

Page 16: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

1-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

umberdaya wilayah pesisir dan laut Kalimantan Tengah sejauh ini belum

dapat dikelola dengan baik karena adanya keterbatasan data dan

informasi, terutama berkenaan dengan informasi-informasi yang obyektif,

akurat dan terbaharui di wilayah tersebut. Oleh karena itu, salah satu kegiatan

dalam Proyek Pengumpulan Data dan Informasi Untuk MCMA (Marine and

Coastal Management Area) Kalimantan Tengah adalah melakukan kegiatan

Penyusunan Atlas Pesisir dan Laut Kalimantan Tengah.

1.1. LATAR BELAKANG

Pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang baik membutuhkan suatu program

pengelolaan yang terintegrasi. Program pengelolaan yang terintegrasi dapat

dilaksanakan jika didukung oleh tersedianya informasi-informasi yang obyektif,

akurat dan terbaharui. Penyediaan informasi yang obyektif, akurat dan

terbaharui di wilayah pesisir dan laut Kalimantan Tengah pada saat ini

dirasakan sudah sangat mendesak guna membantu penyusunan kebijakan

dan perencanaan pengelolaan pesisir dan laut secara terintegrasi sehingga

pengelolaannya dapat lebih efektif dan tepat sasaran. Informasi yang obyektif,

akurat dan terbaharui tentang pesisir dan laut dapat diwujudkan dalam

bentuk Atlas.

Pelaksanaan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

dan dikenal dengan istilah “Otonomi Daerah”, dimana titik sentral

pembangunan terletak di kabupaten/kota, akan memacu eksploitasi

sumberdaya alam di kabupaten/kota yang bersangkutan. Eksploitasi

sumberdaya alam yang tidak terkontrol akan menimbulkan gangguan

terhadap kestabilan ekosistem dan merusak lingkungan hidup sekitarnya.

Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah maka

salah satu prioritas pembangunannya adalah mengembangkan beberapa

kawasan andalan di Kalimantan Tengah. Karena kawasan andalan ini memiliki

pantai dan pesisir maka secara langsung maupun tidak langsung

pembangunan dan pengembangan di kawasan andalan ini akan

mempengaruhi terhadap ekosistem dan sumberdaya alam di wilayah pantai,

pesisir dan lautnya.

Mengingat kondisi saat ini dimana pengelolaan kawasan pesisir dan laut

Kalimantan Tengah belum dapat dilaksanakan dengan baik, maka dibutuhkan

suatu Atlas Pesisir dan Laut Kalimantan Tengah yang dapat memberikan

informasi tentang potensi sumberdaya alam, penggunaan lahan, prospek

pengembangan dan pemanfaatan berdasarkan pertimbangan rekayasa dan

sains, konflik pengelolaan, kapasitas kelembagaan, program monitoring,

parameter biofisik kimiawi dan sosekbud, penentuan indikator keberhasilan

program dan umpan balik untuk pola pengelolaan yang berwawasan

lingkungan. Selain itu, bentuk atlas yang diharapkan adalah yang disajikan

secara menarik dengan memanfaatkan teknologi komputer dan sistem

informasi geografis, menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga

dapat menumbuhkan kecintaan masyarakat serta memudahkan

penggunaannya bagi seluruh pihak terkait. Selain itu atlas ini merupakan suatu

bentuk informasi yang terintegrasi antara beberapa aspek fisik, biologi, kimia,

S

Page 17: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

1-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

dan sosial ekonomi yang didalamnya terdapat pula perencanaan yang

melibatkan aspek rekayasa pesisir dan geodesi dalam suatu sistem informasi

geografis (SIG) yang terpadu dan berbasis masyarakat.

1.2. SEKILAS PERMASALAHAN DI WILAYAH PESISIR

Kawasan pesisir merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik gabungan

dari laut dan darat, sehingga fenomena alam yang terjadi sangat kompleks.

Fenomena tersebut secara alamiah mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi,

dan budaya masyarakat pesisir. Berbagai permasalahan akan muncul

berkenaan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat pesisir dengan

masyarakat non-pesisir, pendatang, dan kebijakan pemerintahan pusat dan

daerah yang terus berkembang.

1.3. PROPINSI/KABUPATEN/KOTA

Propinsi Kalimantan Tengah yang mempunyai luas wilayah 153.564 km2 secara

administrasi mempunyai 5 (lima) kabupaten, yaitu Kabupaten Kotawaringin

Timur, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito

Utara, dan Kabupaten Barito Selatan. Pada tahun 2002, sesuai dengan aspirasi

masyarakat yang berkembang maka pemerintah Republik Indonesia melalui

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2002 menetapkan

kabupaten-kabupaten baru di Propinsi Kalimantan Tengah. Kabupaten

Kotawaringin Timur yang mempunyai luas wilayah 50.700 km2, dimekarkan

menjadi Kabupaten Katingan dan Kabupaten Seruyan. Kabupaten

Kotawaringin Barat yang mempunyai luas wilayah 21.000 km2 dimekarkan

menjadi Kabupaten Sukamara dan Kabupaten Lamandau. Kabupaten Kapuas

yang mempunyai luas 38.400 km2, dimekarkan menjadi Kabupaten Gunung

Mas dan Kabupaten Pulang Pisau. Kabupaten Barito Utara yang mempunyai

luas 32.000 Km2 dimekarkan menjadi Kabupaten Murung Raya. Kabupaten

Barito Selatan yang mempunyai luas 12.664 km2 dimekarkan menjadi

Kabupaten Barito Timur.

Secara umum tujuan dari pemekaran kabupaten tersebut adalah dalam

rangka pendistribusian beban tugas dan volume penyelenggaraan

pemerintahan yang bertambah karena pesatnya pertumbuhan penduduk,

sehingga pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan masyarakat dapat

menjadi lebih baik.

1.4. TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan Pengumpulan Data dan Informasi Untuk MCMA (Marine Coastal

Management Area) Kalimantan Tengah adalah untuk menyediakan informasi-

informasi yang obyektif, akurat dan terbaharui tentang sumberdaya pesisir,

dimana kebutuhan akan hal tersebut saat ini dirasakan sudah sangat

mendesak untuk segera dipenuhi guna menjadi bahan pertimbangan bagi

pengambil keputusan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Adapun sasaran

Pengumpulan dan Informasi Untuk MCMA Kalimantan Tengah adalah untuk

menyediakan atlas sumberdaya pesisir guna membantu pengelolaan kawasan

pesisir dan laut di Kalimantan Tengah yang terintegrasi, sehingga diharapkan

dalam pengelolaannya menjadi efektif dan tepat sasaran.

1.5. METODOLOGI

Mengingat ke-kompleks-an faktor-faktor yang mempengaruhi potensi di

wilayah pesisir, maka perlu diterapkan suatu pendekatan yang dapat

menggambarkan potensi wilayah pesisir. Oleh karena itu kegiatan

Pengumpulan Data dan Informasi untuk Penyusunan Atlas Pesisir dan Laut di

Propinsi Kalimantan Tengah disajikan dalam bentuk atlas/peta tematik untuk

menyediakan informasi-informasi yang obyektif, akurat dan terbaharui dengan

tujuan untuk mewujudkan penyusunan pengelolaan kawasan pesisir dan laut

Page 18: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

1-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Kalimantan Tengah yang terintegrasi. Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan

pada prinsipnya dilakukan dengan 6 (enam) tahapan sebagai berikut:

1. Persiapan.

2. Survei Instansi (Studi Literatur dan Pengumpulan Data Sekunder).

3. Survey Lapangan (Pengambilan Data Lapangan Biogeofisik dan Sosial

Ekonomi).

4. Studi Identifikasi, Analisis dan Evaluasi.

5. Pembuatan Atlas dan Sistem Informasi Geografis.

6. Penyusunan Laporan dan Presentasi Pembahasan Laporan.

1.5.1 Persiapan

Pada tahap ini dilakukan persiapan pelaksanaan pekerjaan yang terdiri

dari beberapa kegiatan sebagai berikut :

1. Konsultasi dengan dengan pihak pemberi tugas, dalam hal ini pihak

Bappeda Kalimantan Tengah Bagian Proyek Pengelolaan Pesisir dan

Laut dalam penentuan keluaran dari kegiatan Pengumpulan Data dan

Informasi untuk Penyusunan Atlas Pesisir dan Laut di Propinsi Kalimantan

Tengah.

2. Mengadakan koordinasi intern di antara staf tenaga inti, staf tenaga

ahli, dan personil administrasi.

3. Mengevaluasi kembali rencana-rencana kerja yang telah disusun

sebelumnya.

4. Pengurusan administrasi proyek berupa perijinan dan lain-lain.

5. Mempersiapkan perangkat lunak dan perangkat keras komputer bagi

pelaksanaan pekerjaan.

6. Penyusunan rencana kerja yang dilakukan tim peneliti dan hasilnya

didiskusikan dengan pihak direksi pekerjaan.

1.5.2 Survei Instansi (Studi Literatur dan Pengumpulan Data Sekunder)

Studi literatur diperlukan sebagai dasar teori dan pertimbangan akademik

untuk proses analisis dalam kegiatan Pengumpulan Data dan Informasi untuk

Penyusunan Atlas Pesisir dan Laut di Propinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan

pengumpulan data sekunder dilakukan pada pihak dan instansi terkait dengan

data yang dibutuhkan. Data yang akan dikumpulkan antara lain adalah

sebagai berikut :

• Data hidrologi dan hidroklimatologi, yaitu arah dan kecepatan

angin, curah hujan, penguapan, dll.

• Data hidro-oseanografi yaitu arah dan kecepatan arus, gelombang

upwelling dan pasang surut.

• Data hidrotopografi yaitu batimetri pantai dan topografi pulau.

• Data potensi sumberdaya perikanan laut di Kalimantan Tengah dari

penelitian sebelumnya.

• Data sosial-ekonomi penduduk.

1.5.3 Survei Lapangan (Pengambilan Data Lapangan BioGeofisik & Sosial

Ekonomi)

Survey dilakukan untuk memperoleh gambaran secara visual dan langsung

mengenai kondisi biogeofisik dan sosial ekonomi wilayah kajian yang dijadikan

obyek studi kasus, yaitu Kabupaten Kapuas, Kotawaringin Barat, Kotawaringin

Timur, Pulang Pisau, Seruyan, Katingan, dan Sukamara. Pada kegiatan ini

dilakukan pengumpulan data primer, sosialisasi dan penyempurnaan informasi

baik berupa data lapangan maupun secara visualisasi (foto).

Metoda pengambilan data berupa :

Page 19: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

1-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

1. Pengukuran fisik sederhana untuk survei fisik (tenaga ahli bidang

oseanografi dan geologi kelautan).

2. Pengambilan sampel air laut dan sedimen serta analisis laboratorium

kimia untuk survei bio-ekologi (tenaga ahli bidang ekologi & biologi laut,

bidang lingkungan dan bidang perikanan).

3. Wawancara dan kuisioner untuk survei sosial dan ekonomi (tenaga ahli

sosiologi dan ekonomi).

Survey ini dilaksanakan pada daerah pesisir setiap kabupaten masing-masing

selama 15 hari efektif. Survey diikuti oleh, team leader, ahli biologi bidang

ekologi laut, ahli oseanografi dan rekayasa pantai, ahli geologi tata lingkungan

dan kelautan dan 3 orang tenaga lokal. Berdasarkan hasil kegiatan ini

kemudian akan disusun hasil identifikasi potensi yang ada untuk menyusun

Atlas Pesisir dan Laut Kalimantan Tengah.

1.5.4 Studi Identifikasi, Analisis dan Evaluasi

Studi identifikasi dilakukan untuk :

Mengidentifikasi potensi sumber daya pesisir dan permasalahan yang

ada saat ini dan yang belum tereksplorasi guna pemanfaatan dan

pengelolaan yang berbasis masyarakat.

Identifikasi dari prospek pengembangan dan pemanfaatannya

berdasarkan pertimbangan teknik, sains, ekonomi dan budaya.

Identifikasi kawasan pemanfaatan (eksplorasi), pemulihan (rehabilitasi),

dan perlindungan (konservasi dan preservasi).

Analisis dilakukan terhadap data-data yang diperoleh baik data primer

maupun sekunder yang diperlukan dalam kegiatan ini, yang termasuk

didalamnya menyangkut pula :

Kondisi existing dan potensi sumberdaya alam di estuari, hutan pantai,

pesisir dan laut.

Kapasitas kelembagaan yang menangani permasalahan di pantai dan

laut.

Parameter oseanografi, biofisik, kimiawi, dan sosekbud daerah kajian.

Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran berkaitan dari

kegiatan ini yang didalamnya terkait dengan :

Pemetaan dan zonasi dari informasi biologi.

Pemetaan dan zonasi sumber pencemaran dan kerusakan ekosistem.

Analisis ini dikaitkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Pemerintah Propinsi dan Kabupaten wilayah studi yang dituangkan

dalam bentuk draft peta-peta tematik. Selain itu dalam analisis ini

dilakukan pula kaji silang antara data sekunder dan data primer.

Evaluasi dilakukan untuk penentuan indikator keberhasilan kegiatan dan

umpan balik untuk pola pengelolaan yang berwawasan lingkungan.

• Data-data lainnya yang dianggap penting dan terkait seperti : morfologi

pantai, geologi berupa hidrogeologi dan geologi permukaan dan

tataguna lahan.

• Masterplan Pesisir dan Laut Kalimantan Tengah.

• Peta kawasan Kalimantan Tengah.

1.5.5 Penyusunan Atlas & Sistem Informasi Geografis

Keluaran yang diharapkan dari penyusunan laporan ini berupa Atlas Wilayah

Pesisir dan Laut Kalimantan Tengah dalam suatu pemetaan melalui sistem

informasi geografis (SIG) yang telah diverifikasi dengan data pengamatan

lapangan dan data sekunder dari instansi terkait.

Page 20: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

1-5

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

SIG yang akan diaplikasikan untuk atlas ini berisi semua informasi atlas wilayah

pesisir dan laut di daerah kajian yang disajikan dalam bentuk peta-peta digital

hasil studi identifikasi, analisis dan evaluasi semua aspek yang tercakup dalam

lingkup kegiatan.

Keluaran SIG yang akan dihasilkan ada dua macam, yaitu SIG yang berbasis

komputer PC dimana operasional untuk SIG ini menggunakan bantuan

software Arcview, dan yang lainnya berupa SIG berbasis internet dimana basis

operasionalnya menggunakan jaringan internet sehingga nantinya SIG ini

dapat diakses oleh siapa saja dan dimana saja. Untuk jelasnya mengenai SIG

ini akan diuraikan dalam bentuk Tabel 1.1 berikut ini:

Tabel 1.1 Penjabaran Sistem Informasi Geografis (SIG) Atlas Wilayah Pesisir dan

Laut Kalimantan Tengah

No Produk Keluaran ISI Sistem Operasional

1 CD-ROM SIG versi komputer

Kumpulan data secara utuh dan menyeluruh

Komputer PC; dengan menggunakan bantuan software ArcView

2

CD-ROM SIG versi internet (web portal Bappeda Kalteng).

CD-ROM ini berupa CD installer yang siap diinstallasikan ke suatu web server)

Berupa metadata yang ditampilkan hanya sebagian dan berfungsi sebagai “etalase“ atau “ruang promosi“ saja

Web server pada internet provider, Komputer PC dengan menggunakan bantuan software (map server)

Gambar 1.1 Desa Batanjung Sebagai Salah Satu Sudut Pesisir Kalimantan Tengah

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 21: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

2-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

ndonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 17.508

pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari Timur ke Barat sepanjang

khatulistiwa (suatu jarak hampir seperdelapan keliling dunia) dan 1.760 km dari

Utara ke Selatan. Luas daratan mencapai 1,9 juta km2 dan luas perairan laut

kurang lebih 7,9 juta km2 (Encarta, 1998; Boston, 1996). Negara Indonesia

memiliki kurang lebih 80.000 km garis pantai yang merupakan garis pantai

terpanjang kedua di dunia, setelah Kanada. Garis pantai Indonesia

merupakan parameter yang dominan dalam pembangunan ekonomi wilayah

pesisir.

2.1. SISTEM DAN DEFENISI WILAYAH PESISIR

Secara sederhana wilayah darat-laut dalam konteks ruang disebut wilayah

pesisir (coastal zone, lihat Gambar 2.1). Istilah pantai (beach atau shore)

adalah bagian fisik dari wilayah pesisir yang umumnya berpasir, lepas pantai

(off-shore) adalah bagian laut lepas, dan muka pantai (beach face) adalah

bagian pantai antara titik pasang tertinggi dan titik pasang terendah dari garis

pantai (shoreline).

Pengelolaan wilayah pesisir merupakan kombinasi dari pengelolaan wilayah

darat dan wilayah laut. Di dalam wilayah pesisir terdapat ekosistem mangrove,

terumbu karang, estuari, padang lamun, sumber hayati dan nonhayati, fasilitas-

fasilitas seperti pelabuhan dan pemukiman dan panorama pesisir (Dahuri, dkk.,

1996). Wilayah pesisir ini merupakan wilayah interaksi antara ekosistem darat

dan ekosistem laut yang sangat dinamis dan saling mempengaruhi, serta

sangat rentan terhadap aktivitas manusia di darat (limbah, penggundulan

hutan mangrove, erosi, dsb) maupun di laut (tumpahan minyak, pencemaran

merkuri) serta perubahan iklim global (El Niño/ENSO serta naiknya muka laut)

dan bencana periodik (banjir).

Topik wilayah pesisir menjadi pusat perhatian menyusul turunnya UU No. 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah khususnya dalam pasal 3 dan 10

tentang wilayah laut dan kewenangan daerah di wilayah laut. Menurut pasal-

pasal tersebut kewenangan propinsi di wilayah laut hingga sejauh 12 mil laut

dari garis pantai dan sepertiganya (4 mil laut) untuk Kabupaten/Kota. Namun

terdapat paradoks dalam pengelolaan wilayah pesisir yaitu (Latief dan Hadi,

2001) :

• Di satu sisi terdapat sumberdaya wilayah pesisir yang melimpah dengan

masyarakat lokal yang kaya kearifan tradisional dalam pengelolaan

sumberdaya yang ramah lingkungan.

• Di sisi lain, masyarakat pesisir tersebut justru menempati lapisan paling

bawah dalam strata sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Bersamaan

dengan itu, muncul pula fenomena kerusakan bio-geofisik lingkungan

wilayah pesisir yang memunculkan konflik kepentingan.

I

Page 22: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

2-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 2.1 Batas-batas Fisik Wilayah Pesisir Pantai (Sumber : Latief dan Hadi, 2001)

Definisi daerah perairan pantai dari sudut bidang ilmu oseanografi pantai lebih

jelas/baku (Tomascik,1997, Yanagi,1999) dibandingkan dengan definisi wilayah

pesisir yang masih belum mempunyai definisi yang baku, dimana sangat

bergantung pada karakteristik negara, propinsi atau kabupaten, baik dengan

alasan geomorfologi maupun dengan alasan kepentingan negara atau

daerah itu sendiri (Carl Lundin (World Bank), 1990; Verhagen, 1994; Coastal

Committee of NSW, 1994; Sadacharan, 1994; Dahuri, dkk., 1996; Hinrichson,

1998). Ketidakbakuan ini menjadi potensi konflik jika pendefinisian ini

diterapkan di wilayah pesisir pantai di Indonesia.

Beberapa definisi wilayah pesisir dapat dikemukakan sebagai berikut (Latief

dan Hadi, 2001):

Yanagi (1999) dan Tomascik, dkk (1997) mendefinisikan daerah perairan pantai

(coastal zone) dari sudut bidang ilmu oseanografi pantai adalah daerah

perairan yang berada antara ujung paparan benua dengan kedalaman

perairan sekitar 200 m sampai pantai (land shore). Daerah ini meliputi sekitar

50% dari luas wilayah Indonesia dengan total 3,1 juta km2.

Verhagen (1994) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai suatu daerah yang

terletak diantara batas daratan (inland boundary) yaitu batas yang masih

dipengaruhi oleh proses laut (marine process) dan batas ke arah laut (seaward

boundary) yang didefinisikan sebagai batas yuridiksi suatu negara atau suatu

batasan fisik, seperti batas paparan benua.

The 1994 Draft revised Coastal Policy for New South Wales (Coastal Committee

of NSW) mendefinisikan bahwa batas ke arah daratan adalah satu kilometer

dari tanda muka air tertinggi (high water level, HWL), termasuk di dalamnya

adalah tidal flat, danau, laguna, pulau-pulau serta daratan yang

berhubungan dengannya untuk jarak sejauh 40 meter dari garis pantai. Dan

daerah ini menerus sampai perairan yuridiksi sejauh 3 mil laut ke arah laut

lepas.

Sadacharan (1994) mendefinisikan daerah pesisir pantai di Sri Langka sebagai

daerah dengan batas ke arah darat meliputi daerah rendaman pasut

dengan tinggi 60 cm atau sekitar 300 m dari garis pantai saat dari muka laut

rerata (mean sea level, MSL) dan untuk daerah estuari dan sungai dengan

batas sekitar 2 km ke arah darat, diukur dari garis pantai saat MSL. Selanjutnya

untuk batas ke arah laut adalah 2 km dari garis pantai saat MSL.

Hinrichson (1998) mendefinisikan batas wilayah pesisir ke arah darat adalah 150

km dari garis pantai, sedangkan Carl Lundin (World Bank, 1990) memberi

definisi batas wilayah pesisir ke arah darat adalah 50 km dari garis pantai.

Page 23: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

2-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Keduanya sepakat bahwa ke arah laut menggunakan batas yuridiksi wilayah

negara bagian atau propinsi.

Dahuri, dkk (1996), mengemukakan bahwa terdapat kesepakatan umum di

dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan

dan lautan, dimana :

• Batas wilayah pesisir ke arah darat adalah jarak secara arbiter dari rata-

rata pasang tinggi (mean high tide), yaitu meliputi bagian daratan baik

kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut,

seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin.

• Batas ke arah laut adalah batas yuridiksi wilayah propinsi atau state di

suatu negara, atau secara alamiah mencakup bagian laut yang masih

dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi

dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan

manusia di darat, seperti penggundulan hutan, pertanian dan

pencemaran.

Dari definisi-definisi di atas terlihat bahwa definisi daerah wilayah pantai

(coastal zone) sangat tergantung pada kondisi fisik dan alami suatu daerah.

Standarisasi dari definisi dearah wilayah pantai ini masih perlu didiskusikan

mengingat kompleksitas perairan wilayah Indonesia.

2.2. KARAKTERISTIK BIO-GEOFISIK

Zona pesisir mempunyai arti penting bagi kebidupan di laut dan mendukung

sebagian besar sumberdaya hayati laut di dunia, karenanya lebih penting dari

pada di laut bebas. Lahan basah, laguna, padang lamun, terumbu karang

dan teluk-teluk dangkal merupakan daerah pertumbuhan atau tempat

mencari makan bagi kebanyakan jenis-jenis fauna pesisir dan banyak spesies

oseanis. Zona ini memiliki keragaman hayati tertinggi dari pada di bagian laut

manapun.

Indonesia mempunyai daerah bakau terluas di dunia, hampir 4 juta hektar.

Tanaman bakau di Indonesia, terdiri dari 90 jenis (umumnya tidak berkaitan),

dimana 40 jenis diantaranya berbentuk pohon (Soemodihardjo, 1987 dalam

Sloan,1993). Terdapat kurang lebih 3,8 juta ha hutan bakau, lahan basah dan

sistem pasang surut lainnya di Indonesia (Sloan, 1993). Habitat ini terdapat di

sepanjang pantai yang terlindung dengan gerakan ombak yang minimal,

cenderung terkonsentrasi di Irian Jaya, Sumatera dan Kalimantan.

Terdapat dua belas jenis lamun di Indonesia dan padang lamun terdapat

diseluruh zona pesisir Indonesia (Sloan, 1993). Padang lamun merupakan

sumberdaya yang sangat penting dan produktif yang menyuburkan laut dan

menjadi tempat berteduh dan menyediakan makanan bagi jenis-jenis ikan

dan kerang-kerangan penting dan bemilai tinggi.

Sistem terumbu karang terdapat di sepanjang garis pantai daerah tropis yang

dangkal, pada perairan yang hangat, jernih dan bersih. Terumbu karang

merupakan ekosistem yang paling produktif di dunia. Terumbu karang

berfungsi sebagai pelindung alami, mencegah erosi pantai, menghambat

hantaman gelombang besar dan memberikan kesempatan bagi bakau untuk

berkembang. Menurut studi yang dilakukan oleh LIPI diperkirakan, bahwa di

Indonesia tinggal 7% terumbu karang yang masih asli, 24% kondisi baik, 29%

dalam keadaan sedang dan 40% dalam kondisi rusak atau sama sekali mati

(Illa Djamal,1998).

Sementara itu, secara fisik terdapat berbagai interaksi multidimensi di wilayah

pesisir dengan proses-proses yang saling bergantung sehingga wilayah pesisir

harus ditinjau sebagai suatu sistem. Gambar 2.2 memperlihatkan suatu sistem

wilayah pesisir yang kompleks dimana terjadi interaksi antara parameter-

parameter darat, perairan dangkal, perairan laut dalam, atmosfer serta

Page 24: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

2-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

aktivitas bawah laut, dimana masing-masing parameter merupakan suatu

subsistem yang juga mempunyai proses masing-masing.

Gambar 2.2 Interaksi-Interaksi di Daerah Perairan Pantai (DPP) atau Pesisir

(sumber : Latief dan Hadi, 2001)

Interaksi ini menyebabkan perubahan temporal dan spasial dari dinamika laut

yang kemudian memotori proses adveksi dan dispersi dari substansi kimia dan

biomassa. Parameter fisis atmosfer yaitu angin, temperatur, tekanan udara

serta curah hujan sangat penting dalam proses interaksi laut-atmosfer. Interaksi

tersebut berupa proses pertukaran panas (heat exchange), pertukaran garam

(salt exchange), dan pertukaran momentum (pembentukan arus dan

gelombang).

Selanjutnya parameter oseanografi yang sangat penting adalah temperatur

dan salinitas, yang berkaitan dengan densitas dimana distribusi densitas ini

merupakan salah satu pembangkit arus laut. Pembangkit arus lain yang

dominan adalah angin dan pasang surut laut. Pasang surut laut itu sendiri

ditimbulkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Angin yang berhembus di

permukaan laut juga dapat menimbulkan gelombang laut atau yang dikenal

sebagai ombak.

Parameter fisis darat seperti sedimen serta keberadaan aliran sungai juga

berpengaruh terhadap karakteristik wilayah pesisir. Pertemuan aliran air dari

sungai dan dari laut di muara sungai menimbulkan sistem aliran estuari dan

merupakan suatu eskosistem tersendiri. Daerah pantai yang terendam

mempunyai tipe ekosistem berupa: pantai berbatu, pantai berlempung, hutan

mangrove, salt marshes, hutan rawa berair tawar, rawa gambut, pantai

berpasir, terumbu karang, serta dasar laut yang ditumbuhi rumput laut dan

alga. Sedangkan daerah pantai yang tak terendam, mempunyai ekosistem

berupa sandy backshore dan pantai berbatu tanpa deposit pasir. Wilayah

pesisir juga dapat memperoleh dampak polusi akibat aktivitas manusia dimana

polutan akan menyebar ke laut lepas dengan proses dispersi dan adveksi.

Beberapa substansi mengendap ke dasar laut dan sebagian lainnya dilarikan

keluar ke perairan laut lepas.

2.3. KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI BUDAYA

Dari sekitar 202 juta penduduk Indonesia lebih dari 40 juta orang (19,8%) hidup

dalam jarak 3 km dari laut, kira-kira 140 juta orang (69,3%) hidup dalam jarak 20

km dari laut. Saat ini daerah pesisir Indonesia menghadapi berbagai tingkat

tekanan lingkungan yang makin besar akibat pertumbuhan perkotaan,

pencemaran industri, limbah kota, pariwisata, pengembangan sumberdaya

budidaya pantai, perkapalan dan kegiatan manusia lainnya. Seluruh tingkat

pemerintahan dan seluruh lapisan masyarakat mempunyai tanggung jawab

untuk mengupayakan agar semua kegiatan pengembangan dan konservasi

pesisir dan laut dapat dikendalikan melalui perencanaan yang cermat.

(DPPLH, 1998).

Page 25: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

3-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

3.1 WILAYAH PESISIR

Gambar 3.1. Peta Wilayah Kalimantan Tengah

(Sumber: ATLAS Indonesia dan Dunia, Achmad Chaldun)

Kawasan pesisir dan laut Propinsi Kalimantan Tengah yang menjadi lokasi studi,

secara geografis terletak pada 2˚ 30’ sampai 3˚ 40’ Lintang Selatan (LS) dan

110˚ 45’ sampai dengan 114˚ 45’ Bujur Timur (BT).

Sebelum muncul Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2000,

secara administratif Kalimantan Tengah terdiri atas 5 (lima) kabupaten yaitu :

1. Kabupaten Kapuas.

2. Kabupaten Kotawaringin Barat.

3. Kabupaten Kotawaringin Timur.

4. Kabupaten Barito Utara.

5. Kabupaten Barito Selatan.

Sekarang setelah munculnya Undang-Undang tersebut maka jumlah

kabupaten di Kalimantan Tengah mengalami pemekaran menjadi sebanyak

13 (tiga belas) kabupaten yang meliputi :

1. Kab. Kotawaringin Barat. 8. Kab. Lamandau.

2. Kab. Katingan. 9. Kab. Gunung Mas.

3. Kab. Seruyan. 10. Kab. Murung Raya.

4. Kab. Kotawaringin Timur. 11. Kab. Barito Timur.

5. Kab. Sukamara. 12. Kab. Barito Utara.

6. Kab. Kapuas. 13. Kab. Barito Selatan.

7. Kab. Pulang Pisau.

Page 26: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

3-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Kabupaten-kabupaten yang terletak didaerah pesisir diperlihatkan pada Tabel

3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Kabupaten di wilayah pesisir

No. Nama Kabupaten Ibu Kota 1 Kapuas Kuala Kapuas 2 Pulang Pisau Pulang Pisau 3 Kotawaringin Timur Sampit 4 Seruyan Kuala Pembuang 5 Katingan Kasongan 6 Sukamara Sukamara 7 Kotawaringin Barat Pangkalan Bun

3.1.1 Kabupaten Kapuas

Kabupaten Kapuas mempunyai luas wilayah sebesar 18.599 km2 . Kabupaten

Kapuas mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas dan

Kabupaten Murung Raya.

• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Barito Utara, Kabupaten

Barito Selatan, dan Propinsi Kalimantan Kalimantan Selatan.

• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau dan

Kotamadya Palangka Raya.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Kabupaten Kapuas terdiri atas kecamatan :

1. Kec. Selat. 7. Kec. Basarang.

2. Kec. Kapuas Hilir. 8. Kec. Mantangai.

3. Kec. Kapuas Timur. 9. Kec. Timpah.

4. Kec. Pulau Petak. 10. Kec. Kapuas Tengah.

5. Kec. Kapuas Murung. 11. Kec. Kapuas Kuala.

6. Kec. Kapuas Barat. 12. Kec. Kapuas Hulu.

3.1.2 Kabupaten Pulang Pisau

Kabupaten Pulang Pisau mempunyai luas wilayah sebesar 8997 km2.

Kabupaten Pulang Pisau mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kapuas dan

Kotamadya Palangka Raya.

• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kabupaten Kapuas.

• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kabupaten Katingan.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Kabupaten Pulang Pisau terdiri atas kecamatan :

1. Kec. Banama Tingang. 4. Kec. Maliku.

2. Kec. Kahayan Tengah. 5. Kec. Pandih Batu.

3. Kec. Kahayan Hilir. 6. Kec. Kahayan Kuala.

Gambar 3.2. Kantor Sementara Bupati Kabupaten Pulang Pisau

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 27: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

3-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

3.1.3 Kabupaten Kotawaringin Timur

Kabupaten Kotawaringin Timur mempunyai luas sebesar 16.796 km2.

Kabupaten Kotawaringin Timur mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Katingan.

• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Katingan.

• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Seruyan.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Kabupaten Kotawaringin Timur terdiri atas kecamatan :

1. Kec. Mentaya Hilir Selatan. 6. Kec. Baamang.

2. Kec. Palau Hanaut. 7. Kec. Cempaga.

3. Kec. Mentawa Baru Ketapan. 8. Kec. Parenggean.

4. Kec. Mentaya Hilir Utara. 9. Kec. Mentaya Hulu.

5. Kec. Kota Besi. 10. Kec. Antang Kalang.

Gambar 3.3 Tugu di Kota Sampit, Ibukota Kab. Kotawaringin Timur

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

3.1.4 Kabupaten Seruyan

Kabupaten Seruyan mempunyai luas sebesar 16.404 km2. Kabupaten Seruyan

mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Nangapinoh, Propinsi

Kalimantan Barat.

• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Katingan dan Kabupaten

Kotawaringin Timur.

• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lamandau dan

Kabupaten Kotawaringin Barat.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Kabupaten Seruyan terdiri atas kecamatan :

1. Kecamatan Seruyan Hulu.

2. Kecamatan Seruyan Tengah.

3. Kecamatan Hanau.

4. Kecamatan Danau Sembuluh.

5. Kecamatan Seruyan Hilir.

3.1.5 Kabupaten Katingan

Kabupaten Katingan mempunyai luas wilayah sebesar 17.500 km2. Kabupaten

Katingan mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sintang Propinsi

Kalimantan Barat.

• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas, Kotamadya

Palangka Raya, dan Kabupaten Pulang Pisau.

• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Seruyan dan Kabupaten

Kotawaringin Timur.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Page 28: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

3-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Kabupaten Katingan terdiri atas kecamatan :

1. Kec. Katingan Hulu. 7. Kec. Katingan Hilir.

2. Kec. Marikit. 8. Kec. Tasik Pawayan.

3. Kec. Sanaman Mantikel. 9. Kec. Kamipang.

4. Kec. Katingan Tengah. 10. Kec. Mendawai.

5. Kec. Pulau Malan. 11. Kec. Katingan Kuala.

6. Kec. Tewang Sangalan Garing.

3.1.6 Kabupaten Sukamara

Kabupaten Sukamara mempunyai luas wilayah sebesar 3827 km2. Kabupaten

Sukamara mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lamandau.

• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Barat.

• Sebelah barat berbatasan denganKabupaten Ketapang, Propinsi

Kalimantan Barat.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Kabupaten Sukamara terdiri atas kecamatan :

1. Kecamatan Balairiam.

2. Kecamatan Sukamara.

3. Kecamatan Jelai.

3.1.7 Kabupaten Kotawaringin Barat

Kabupaten Kotawaringin Barat mempunyai luas wilayah sebesar 10.759

km2. Kabupaten Kotawaringin Barat mempunyai batas wilayah sebagai

berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lamandau.

• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Seruyan.

• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lamandau dan

Kabupaten Sukamara.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Kabupaten Kotawaringin Barat terdiri atas kecamatan :

1. Kecamatan Kotawaringin Lama.

2. Kecamatan Arut Selatan.

3. Kecamatan Kumai.

4. Kecamatan Arut Utara.

Gambar 3.4 Papan Tanda Batas Antara Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 29: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

4-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

4.1 GEOMORFOLOGI

4.1.1 Satuan Morfologi

Morfologi daerah pesisir Propinsi Kalimantan Tengah berdasarkan pengamatan

pada kemiringan lereng dan beda tinggi serta batuan penyusunnya dapat

dibedakan menjadi 2 (dua) satuan morfologi yaitu:

a. Satuan perbukitan bergelombang lemah.

b. Satuan dataran.

a. Satuan perbukitan bergelombang lemah.

Satuan perbukitan bergelombang lemah mencakup 10% luas daerah pesisir

yaitu melampar meliputi wilayah pedalaman Kalimantan Tengah. Secara

umum satuan morfologi ini memiliki kemiringan lereng lebih kurang (5-10)% dan

beda tinggi berkisar (5-25) meter. Disusun oleh seri batuan yang terdiri dari

konglomerat, batupasir yang berselingan dengan batulempung. Sebagai

contoh dari satuan morfologi perbukitan bergelombang lemah adalah

morfologi di daerah Pangkalanbun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Erwinta,

dkk., 1994).

b.Satuan dataran.

Satuan dataran mencakup 80% luas daerah pesisir yaitu melampar meliputi

wilayah pantai, sepanjang sungai utama dan rawa Kalimantan Tengah.

Berdasarkan kemiringan, pelamparan dan batuan penyusunnya, maka satuan

dataran dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) satuan dataran, yaitu :

b.1 Satuan dataran pantai

b.2 Satuan dataran rawa

b.3 Satuan dataran sungai

Pertumbuhan satuan dataran ini dikontrol oleh pasang-surut, endapan delta

dan gosong sungai atau sedimentasi sungai oleh karena adanya sungai-sungai

besar yang mengalir di daerah Kalimantan Tengah.

b.1 Satuan dataran pantai

Satuan dataran pantai mencakup daerah lebih kurang 25% luas daerah pesisir

Kalimantan Tengah, melampar di bagian selatan berbatasan dengan Laut

Jawa. Pada umumnya satuan dataran pantai memiliki kemiringan lereng

relatif datar berkisar 2,5 - 3,5 %. Kelandaian pantai tersebut dimungkinkan oleh

proses resedimentasi material berukuran lempung hingga pasir kasar yang

berasal dari sungai yang bermuara di daerah pantai dan material lain yang

berasal dari dasar laut, misalnya koral dan cangkang. Kemiringan pantai yang

relatif lebih besar dijumpai di bagian barat terutama di pantai Tanjung Puting.

Semakin ke arah timur kemiringan pantai ini mengecil. Berdasarkan Peta Fisik

Dasar Wilayah Laut dan Pesisir Propinsi Kalimantan Tengah (Archiegama, 2001)

dinyatakan bahwa pelamparan satuan dataran pantai yang disusun oleh

material yang berasal dari dasar laut berupa pasir, batu, koral dan lumpur

masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Pasir, persebarannya banyak terdapat di luar muara Sungai

Lamandau Teluk Kotawaringin, Tanjung Penghujan, sepanjang pantai

Page 30: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

4-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

di Kabupaten Kotawaringin Timur, Tanjung Sau Kecamatan Kahayan

Kuala Kabupaten Pulang Pisau.

b. Pasir Batu, terdapat di sekitar Sungai Bakau dan di luar Kabupaten

Kapuas.

c. Koral Batu, persebarannya terdapat di Tanjung Bakau Teluk Kumai.

d. Lumpur, persebarannya merata di sekitar Tanjung Puting, pantai di

Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten

Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas.

b.2 Satuan dataran rawa

Satuan dataran rawa mencakup daerah seluas lebih kurang 45% luas daerah

pesisir Kalimantan Tengah, melampar di bagian barat yaitu di muara Sungai

Jelai, Sungai Bila, Sungai Kumai dan Teluk Kotawaringin Kabupaten

Kotawaringin Barat, muara Sungai Pembuang, Sungai Sampit sampai Teluk

Sampit dan Sungai Sebangan beserta anak-anak sungainya hingga Sungai

Kahayan. Adapun kemiringan lereng yang terukur di satuan dataran rawa

lebih kurang (1-2,5)%. Pada musim kemarau akan tersingkap jelas bahwa seri

batuan penyusun satuan dataran rawa terdiri dari gambut, lanau, lempung

dan lumpur. Gambut berwarna coklat hitam, tidak kompak dan kadang

dijumpai sisa-sisa tumbuhan. Lanau, lempung dan lumpur berwarna putih

kecoklatan dan mengandung sisa-sisa organik darat, biasanya ditumbuhi

nipah.

b.3. Satuan dataran sungai

Satuan dataran sungai mencakup daerah seluas lebih kurang 20% luas daerah

pesisir Kalimantan Tengah. Pelamparan satuan morfologi ini biasanya di

sepanjang kelokan dalam sungai-sungai utama, sehingga seri batuan

penyusunnya adalah material hasil endapan sungai yang berupa kerakal,

kerikil, pasir lanau, lempung dan lumpur yang mengandung sisa organik darat.

Kerakal, kerikil dan pasir umumnya tidak kompak terdiri dari komponen batuan,

yaitu batupasir, kwarsa dan batubara. Lanau, lempung dan lumpur dijumpai di

daerah muara sungai, bercampur dengan sisa tumbuhan halus dan di

beberapa tempat dijumpai garis kelurusan yang hampir sejajar dengan alur

sungai. Hal ini merupakan penunjuk adanya pengaruh kegiatan sungai pada

waktu banjir dalam pembentukan satuan dataran sungai, seperti yang

dijumpai di Kotawaringin, Pangkalanbun dan dataran sungai sepanjang muara

Sungai Mendawai. Adapun kemiringan lereng pembentuk relief pada satuan

morfologi ini lebih kurang 3,5 hingga 5 %.

Gambar 4.1 Satuan Morfologi Dataran Pantai di Sei Bakau, Kab. Kotawaringin Barat

(Sumber: PPK-ITB, 2002).

Page 31: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

4-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

4.1.2 Pola Pengaliran dan Stadia Daerah

Sungai di Kalimantan Tengah pada umumnya mengalir ke arah selatan dan

bermuara di Laut Jawa sebagai sungai permanen yaitu jenis sungai yang selalu

berair sepanjang musim dengan debit air yang tidak terlalu mencolok berbeda

antara waktu musim kemarau dengan musim penghujan. Sungai-sungai

utama, misalnya Sungai Jelai, Sungai Arut, Sungai Kumai, Sungai Mendawai,

Sungai Pembuang dan Sungai Kahayan pada umumnya telah mengalami

“meandering” dan mempunyai bentuk penampang lembahnya menyerupai

huruf “U” dan melalui satuan dataran yang luas. Hal ini menunjukkan bahwa

erosi horisontal lebih kuat daripada vertikal. Rangkaian sungai utama dengan

cabang dan anak sungai secara keseluruhan membentuk pola pengaliran

menulang daun (dendritic). Memperhatikan bentuk pola pengaliran tersebut

maka stadia erosi daerah Kalimantan Tengah termasuk dalam golongan stadia

dewasa.

4.2 STRATIGRAFI

Berdasarkan pada pembagian daerah cekungan di Kalimantan oleh BATAN-

Alcomin (1972-1973, lihat Hermanto, dkk., 1994), maka daerah Kalimantan

Tengah sebagian besar termasuk dalam Cekungan Barito dan sebagian yang

lain yaitu bagian barat merupakan bagian timur Paparan Sunda.

Menurut Nila, dkk (1995) dinyatakan bahwa batuan penyusun Cekungan Barito

secara stratigrafis pembentukannya dimulai pada Zaman Trias yang ditandai

dengan pembentukan batuan kwarsit dan batuan gunungapi.

Gambar 4.2. Daerah Cekungan di Kalimantan (BATAN-Alcomin, 1972-1973 lihat Hermanto, dkk., 1994)

Batuan kwarsit dalam keadaan segar berwarna coklat kekuningan dan setelah

mengalami oksidasi akan berubah warnanya menjadi kemerahan.

Berdasarkan kesamaan ciri batuan di lembar Tewah (Sumintadipura, 1976

dalam Nila, dkk., 1995), maka batuan kwarsit diperkirakan berumur Trias.

Batuan Gunungapi terdiri dari breksi volkanik yang berasosiasi dengan basal

dan tuff. Breksi volkanik berwarna abu-abu kehijauan dan sangat kompak

dengan fragmen terdiri dari andesit, basal dan rijang serta kaya akan bijih besi

dan limonit. Sedangkan basal berwarna coklat kemerahan dan pejal. Adapun

tuff berwarna abu-abu kemerahan sebagai abu gunungapi.

Page 32: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

4-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih lanjut oleh Nila, dkk (1995) dinyatakan bahwa pada Zaman Kapur di

Cekungan Barito terjadi pengangkatan yang diikuti dengan intrusi batuan

granit, yang diduga merupakan bagian dari Pegunungan Schwaner.

Pengangkatan berikutnya terjadi pada Kala Eosen atau Oligosen yang disertai

dengan intrusi basal.

Batuan Granit sebagai batuan plutonik tersebut di atas dijumpai di lapangan

berwarna putih kehitaman yang disebabkan oleh adanya kandungan mineral

hornblenda dan biotit. Sedangkan mineral penyusun utama granit tersebut

terdiri dari Orthoklas, kwarsa dan plagioklas.

Batuan Basal diduga mengintrusi batuan granit pada Kala Kapur Atas. Batuan

tersebut dijumpai di lapangan dalam keadaan segar berwarna abu-abu

kehijauan dan dibeberapa tempat diketemukan adanya gejala mineralisasi,

yang ditandai dengan adanya kandungan klorit dan mineral lempung.

Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa Cekungan Barito sejak Kala Trias

merupakan daratan yang akan mengalami penurunan pada Kala Miosen

Tengah sampai Plio-Plistosen, yang dalam hal ini akan membentuk Formasi

Dahor dalam lingkungan paralik dan diakhiri dengan pembentukan endapan

aluvial.

Formasi Dahor merupakan seri batuan yang terdiri dari konglomerat

berselingan dengan batupasir dan batulempung yang diperkirakan

mempunyai ketebalan mencapai 300 meter. Konglomerat yang dijumpai

berwarna coklat kehitaman, agak padat dengan komponen terdiri dari kwarsit

dan basal sebagai fragmen, sedangkan matriknya berukuran pasir. Batupasir

berwarna kekuningan hingga abu-abu, berbutir kasar sampai sedang dan di

beberapa tempat dijumpai struktur sedimen silang-siur. Sedangkan

batulempung dijumpai sebagai sisipan dengan ketebalan bervariasi lebih

kurang (20-60) cm, berwarna abu-abu, kurang kompak, bersifat karbonatan

dan di beberapa tempat dijumpai mengandung sisipan lignit

Aluvium sebagai seri batuan termuda di Cekungan Barito tersusun oleh

gambut, pasir lepas, lempung dan lempung kaolinan. Gambut yang dijumpai

berwarna coklat kehitaman yang diinterpretasikan sebagai endapan rawa.

Pasir lepas berwarna kekuningan dengan ukuran butir kasar sampai halus, tidak

berlapis dan diinterpretasikan sebagai endapan sungai. Sedangkan lempung

berwarna kelabu kecoklatan yang mengandung sisa tumbuhan dan lempung

kaolinan yang berwarna putih diinterpretasikan sebagai endapan pasang-

surut.

Dengan demikian stratigrafi daerah Cekungan Barito dapat diilustrasikan

sebagaimana dengan stratigrafi pada Gambar 4.3 (Nila, dkk., 1995).

Adapun seri batuan penyusun stratigrafi daerah penelitian yang termasuk

bagian timur Paparan Sunda, yaitu meliputi daerah Kuala Jelai, Pangkalanbun,

Pembuang hingga Sembuluh menurut Hermanto, dkk (1994) pembentukannya

dimulai pada Kala Trias.

Lebih lanjut dinyatakan bahwa pada Kala Trias daerah tersebut mengalami

pengangkatan yang disertai dengan kegiatan gunungapi yang menghasilkan

Formasi Kuayan. Namun demikian menurut Emmichoven (1939) dalam

Hermanto, dkk (1994) dinyatakan bahwa orogenesa yang terkuat terjadi pada

Kapur Atas yang disertai dengan intrusi pluton dari Kompleks Granit Mandahan.

Page 33: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

4-5

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 4.3. Stratigrafi Palangkaraya Kalimantan Tengah (Nila, dkk., 1995)

Seri batuan penyusun Formasi Kuayan terdiri dari breksi volkanik, lava, dasit,

riolit, andesit dan tuff yang secara umum dijumpai di daerah penelitian telah

mengalami pelapukan lanjut. Singkapan seri batuan ini dijumpai di daerah

Rantaupulut, Senkilau, Sukamandang dan di hulu-hulu Sungai Bila, Sungai

Lamandau dan Sungai Pembuang.

Kompleks Granit Mandahan terdiri dari granit, granit biotit dan diorit. Satuan

batuan ini mengintrusi batuan gunungapi yang lebih tua yaitu Formasi Kuayan

pada waktu pengangkatan yang terjadi pada Kapur Atas.

Selama Kala Eosen-Oligosen di daerah Paparan Sunda bagian timur ini tidak

terjadi pengendapan karena secara fisiografi merupakan dataran. Pada Kala

Miosen Tengah-Plio-Plistosen terjadi penurunan yang diikuti dengan

pengendapan batuan sebagai Formasi Dahor. Setelah Plio-Plistosen hingga

sekarang daerah tersebut stabil yang ditandai dengan pembentukan

endapan rawa dan aluvium.

Dengan demikian stratigrafi daerah penelitian yang termasuk dalam Paparan

Sunda bagian timur dapat diilustrasikan sebagaimana stratigrafi pada Gambar

4.4 (Hermanto, dkk., 1994)

Gambar 4.4. Stratigrafi Pangkalan Bun Kalimantan Tengah (Hermanto, dkk., 1994)

Masa Zaman Kala Satuan Batuan

Holosen Aluvium

Kwar

ter

Plistosen

Pliosen Formasi Dahor

Miosen

Oligosen Eosen

Keno

zoik

um

Ters

ier

Paleosen

Kapur

Jura

Trias

Kwarsit Mes

ozoi

kum

Perm

Bat.G

unun

g A

pi

Gra

nit

Basa

l Masa Zaman Kala Satuan Batuan

Aluvium Holosen

Endapan Rawa

Kwar

ter

Plisfosen

Formasi Dahor Pliosen

Akhir

Tengah

Mio

sen

Awal

Oligosen Eosen

Keno

zoik

um

Ters

ier

Paleosen

Kapur Jura

Mes

ozoi

kum

Trias

Formasi Kuagan

Gra

nit

Ma

uda

haus

Page 34: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

4-6

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Pada penelitian terhadap endapan aluvium yang dilakukan oleh Erwinta, dkk

(1996) di daerah Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin Barat

dinyatakan bahwa endapan aluvium yang dijumpai di Kabupaten Kapuas

umumnya terdiri dari endapan lempung yang berwarna abu-abu dan coklat

kekuningan. Endapan tersebut menutup lapisan pasir berbutir sedang sampai

halus dengan sisipan lapisan lempung dan lempung pasiran. Adapun aluvium

yang dijumpai di daerah Kabupaten Kotawaringin Barat berupa endapan

pantai dan sungai yang disusun oleh pasir lepas yang berwarna kekuning-

kuningan, abu-abu dan pasir lempungan yang berwarna putih keabu-abuan

yang mempunyai butir sedang sampai kasar. Bentuk butir meruncing sampai

membulat tanggung yang terdiri dari butiran kwarsa dan sedikit lempung.

Endapan pasir ini mempunyai sifat fisik gembur dan porous sehingga

merupakan tempat akumulasi air tanah, Sedangkan endapan aluvium yang

dijumpai di daerah Kasongan menurut Manik, dkk (2000) terdiri dari lanau-

lempung, lanau-lempung kaolinan, pasir halus sedang dan gambut.

4.3 SUMBERDAYA GEOLOGI

Indonesia merupakan negara yang karena sejarah geologi pembentukannya

sangat kaya akan sumberdaya mineral. Secara garis besar dapat dibedakan

antara mineral energi, misalnya minyak dan gas bumi serta batubara dan

mineral non-energi, misalnya emas, perak, tembaga, timah dan sebagainya.

4.3.1 Sumberdaya Energi

Sumberdaya energi yang dikaji berdasarkan aspek geologi adalah energi

yang berasal dari fosil, mineral dan panasbumi atau geothermal. Pada

penelitian yang dilakukan di daerah pesisir Kalimantan Tengah sejauh ini

belum ada data mengenai potensi sumberdaya energi yang dimaksudkan di

atas. Namun demikian mengingat ketebalan batuan sedimen yang dijumpai di

atas batuan dasar serta struktur geologi yang tidak komplek, maka sangat

dimungkinkan dijumpainya jebakan sumberdaya energi fosil yaitu sebagai

minyak bumi. Sedangkan sumberdaya energi fosil lain yang mempunyai

harapan atau dapat dikembangkan adalah batubara dan gambut.

a. Batubara

Batubara di pesisir Kalimantan Tengah dijumpai di Kabupaten

Kotawaringin Timur yaitu pada dua lokasi yaitu anak sungai Cempaga

Kecamatan Cempaga Mulia dan sekitar sungai Mentaya Kecamatan

Kuala Kuayan. Pada kedua lokasi tersebut besarnya cadangan dan jenis

batubaranya masih belum diketahui.

b. Gambut

Cadangan endapan gambut dijumpai hampir di setiap kabupaten di

wilayah Kalimantan Tengah, yaitu di Sukamara Kabupaten Sukamara,

daerah Kahayan Kabupaten Pulang Pisau dan di daerah Palangkaraya

serta Kabupaten Kapuas. Secara umum gambut telah dimanfaatkan

oleh masyarakat, namun hanya sebatas sebagai tanah pertanian,

perkebunan, kehutanan, perikanan dan pemukiman. Padahal gambut

dapat dikelola lebih lanjut menjadi bahan baku sumber energi yang

dapat digunakan di bidang industri ataupun bahan bakar rumah

tangga pengganti kayu bakar. Penelitian gambut di daerah Kahayan

yang dilakukan oleh Alfried, dkk (2000) menunjukkan bahwa dalam

cadangan 99,4991 ha terdapat 378.293,764 ton gambut kering dengan

kalori yang dihasilkan lebih kurang (4450-4880) kal/gr. Dengan demikian

untuk mencapai tujuan sebagai energi pengganti, maka penyebaran

dan besar cadangan serta jenis gambut yang dijumpai di Kalimantan

Tengah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Page 35: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

4-7

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

4.3.2 Sumberdaya Mineral

Bahan galian di Kalimantan Tengah dijumpai di berbagai tempat. Bahan

galian tersebut terdiri dari metal dan non metal yang terdapat sebagai

endapan primer dan endapan sekunder. Berdasarkan pada penyebaran

batuan penyusunnya bahan galian yang dapat ditemui adalah bijih besi,

emas, perak, tembaga, timah hitam, seng, intan, mika, bentonit, kaolin, pasir

kuarsa, batugamping, batuan beku dan bahan galian lainnya. Penyebaran

bahan galian tersebut umumnya tersebar di bagian utara dari wilayah

Kalimantan Tengah. Bahan galian yang dapat ditemui di daerah pesisir

Kalimantan Tengah berupa :

a. Emas

Emas di Kalimantan Tengah dijumpai sebagai endapan primer yang

tersebar di beberapa kabupaten, terutama di daerah sepanjang aliran

sungai. Sedangkan emas sekunder dijumpai sebagai hasil endapan

pada tepi-tepi sungai, terutama di bagian dalam kelokan sungai.

Endapan tersebut dijumpai tersebar hampir pada seluruh kabupaten di

Kalimantan Tengah dan di beberapa tempat telah ditambang oleh

penduduk secara tradisional, seperti yang dijumpai di sepanjang Sungai

Kahayan antara desa Kuala Kurun dengan desa Bawan, sepanjang

Sungai Ringin, Sungai Pandurian, Sungai Punti dan Sungai Sirat. Pada

umumnya penambangan yang dilakukan tanpa izin ini mengambil

endapan aluvial pada tubuh aliran sungai maupun tebing sungai.

b. Kaolin

Endapan kaolin ditemukan di sekitar Teluk Sampit, daerah Rambon,

daerah Tanah Putih, daerah Sitirung, daerah Target, sekitar daerah Parit

dan pada hulu Sungai Cempaga yaitu di sekitar daerah Pundu.

Sedangkan endapan kaolin di Kabupaten Kotawaringin Barat dijumpai

di sekitar Sungai Kumai, di pinggir pantai antara Sungai Kumai dengan

Sungai Kotawaringin dan dijumpai pula pada pinggir pantai sekitar

Sungai Damar dan Sungai Teluk. Endapan-endapan kaolin terebut

merupakan hasil sedimentasi. Pada Kabupaten Kapuas endapan kaolin

dijumpai di sekitar Sungai Mangkutup, Sungai Binjak dan sekitar Sungai

Kapuas.

c. Pasir kwarsa

Pasir kwarsa merupakan bahan galian yang paling luas penyebarannya

di Kalimantan Tengah. Pasir kwarsa yang dijumpai di sekitar Danau

Sembuluh berdasarkan penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian dan

Pengembangan Mineral Bandung (1983) mempunyai kadar SiO2

mencapai 99,8% sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku gelas

dan porselin.

d. Kristal Kwarsa

Kristal kwarsa ditemukan di Danau Kelimpatahan dan Danau Asam di

Kabupaten Kotawaringin Barat. Diperkirakan berasal dari penyusun seri

batuan Gunungapi Kerabat. Memiliki warna bervariasi dari ungu muda

hingga biru tua sehingga oleh penduduk setempat ditambang untuk

diolah secara sederhana menjadi batu permata dengan nama dagang

batu kecubung. Kadang-kadang kristal kwarsa dijumpai di lapangan

berasosiasi dengan mineral sefalerit yang berwarna coklat jernih sampai

coklat dan dapat diolah sebagai batu permata dengan nama dagang

batu kecubung teh.

Page 36: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

4-8

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 4.5 Kiri: Singkapan Kaolin di Sampit. Kanan: Singkapan Pasir Kwarsa di Kuala

Pembuang (Sumber: PPK-ITB, 2002)

4.4 BAHAYA LINGKUNGAN BERASPEK GEOLOGI

Bencana alam yang terdapat di propinsi Kalimantan Tengah pada umumnya

adalah banjir periodik yang terjadi pada musim penghujan dikarenakan

meningkatnya debit air sungai. Banjir yang melanda daerah terbuka yang

disusun oleh tanah laterit, yaitu pelapukan dari andesit, basal dan tras akan

mudah tererosi yang pada gilirannya mengakibatkan pendangkalan di aliran

sungai, terutama di bagian hilir. Hal serupa terjadi juga di daerah yang disusun

oleh satuan batupasir, batupasir lempungan dan batulempung bersisipan

serpih, misalnya di daerah Kabupaten Kotawaringin Timur (Fadjar, dkk., 1983)

yang pada akhirnya akan mempercepat pendangkalan di Teluk Sampit.

Bencana alam berupa tanah longsor kecil kemungkinan terjadi, karena daerah

ini pada umumnya mempunyai kemiringan lereng dan kemiringan perlapisan

batuan yang kecil. Tanah longsor dalam skala kecil terjadi di tempat

penambangan bahan galian golongan C, yang lebih disebabkan oleh karena

dalam melakukan penambangan tidak memperhatikan kestabilan lereng

yang terbentuk. Jenis bencana lainnya adalah erosi lateral abrasi yang

disebabkan oleh kondisi pasang surut dan banjir di sepanjang sungai, misalnya

yang sering terjadi di sungai Katingan (Manik, dkk., 2000).

4.5 ISU-ISU

Permasalahan geologi di daerah pesisir Kalimantan Tengah yang dapat

diinventarisasi dan selalu menarik untuk dijadikan bahan pembahasan adalah :

1. Sedimentasi.

2. Optimalisasi gambut.

4.5.1 Sedimentasi

Laju sedimentasi yang cukup tinggi ditunjukkan dengan munculnya gosong-

gosong di muara sungai utama, misalnya di muara Sungai Jelai, Sungai Sampit,

Sungai Kumai, Sungai Pembuang dan Sungai Kahayan. Menurut keterangan

yang diperoleh dari penduduk setempat dinyatakan bahwa gosong tersebut

semakin berkembang luasnya dari waktu ke waktu. Kenyataan kecepatan laju

sedimentasi tersebut didukung oleh keterangan dari para operator pelayaran

besar yang menyusuri sungai tersebut misalnya PT. PELNI dan PT. Dharma Raya

Samudera yang menyatakan bahwa alur pelayaran semakin sempit sehingga

penetapan rambu pelayaran tidak selalu dapat diikuti. Sebagai contoh

adalah pelayaran dari Kuala Jelai hingga Sukamara di Sungai Jelai, dari

Tanjung Puting hingga Kumai di Sungai Kumai dan pelayaran dari Kuala

Pembuang hingga Sampit di Sungai Sampit memerlukan waktu tempuh yang

sangat panjang karena harus memperhatikan pasang-surut dan mengikuti alur

berdasarkan navigasi alam.

Page 37: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

4-9

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Berdasarkan pengamatan lapangan, maka material sedimen sebagai

penyebab laju sedimentasi yang tinggi diduga berasal dari :

a. Penambangan Emas Tanpa Ijin

b. Penambangan Bahan Galian Golongan C

c. Pembukaan Hutan

a. Penambangan Emas Tanpa Ijin

Lokasi penambangan biasanya berada di daerah hulu sungai. Usaha ini

merupakan usaha penambangan yang menggunakan cara tradisional, yaitu

dengan menyemprot atau menggali susunan batuan di dasar dan di tebing

sungai. Cara ini akan menghasilkan material lepas atau sedimen yang seketika

akan terbawa oleh aliran sungai, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan

sedimentasi di daerah hilir.

b. Penambangan Bahan Galian Golongan C

Bahan galian golongan C yang dimaksud adalah laterit dan kaolin. Tanah

laterit digunakan sebagai bahan pengerasan jalan dan urugan bangunan,

yang sifat dasarnya akan cepat berubah menjadi lempung atau larut

sewaktu terkena air. Pada lokasi penambangan akan terjadi erosi yang di

dalam hal ini terlihat dengan dijumpainya alur atau galur erosi yang cukup

dalam, yaitu berkisar dari 5cm hingga 50 cm (Fadjar, dkk., 1983). Hal yang

serupa terjadi pula di lokasi penambangan kaolin. Kedua penambangan

bahan galian tersebut menjadi sumber sedimen potensial bagi pendangkalan

di daerah pesisir Kalimantan Tengah oleh karena sistem penambangan

terbuka yang dilakukan tanpa mendapat pengarahan dari instansi yang

berwenang.

c. Pembukaan Hutan

Pembukaan hutan yang dimaksud adalah perubahan fungsi hutan setelah

habis Hak Pengusahaan Hutan untuk kepentingan pembuatan areal hutan

tanaman industri. Perubahan fungsi hutan tersebut diawali dengan “land

clearing” yang akan menciptakan kondisi tanah menjadi terbuka. Kondisi akan

menjadi berubah karena adanya pemotongan bukit dan pengurugan lembah,

artinya dalam kondisi ini sangat dimungkinkan berlangsungnya erosi

permukaan yang intensif. Sehingga merupakan sumber sedimen yang

potensial bagi percepatan laju sedimentasi di daerah pesisir Kalimantan

Tengah.

4.5.2 Optimalisasi Gambut

Gambut sebagai anggota seri batuan penyusun terbesar di daerah pesisir

Kalimantan Tengah perlu dikembangkan pemanfaatnya. Hal ini mengingat

bahwa pemanfaatan gambut tidak hanya sebatas sebagai tanah pertanian

atau bahkan sebagai tempat tinggal seperti yang terjadi pada waktu kini,

tetapi gambut dapat juga merupakan sumberdaya energi yang potensial

pengganti minyak bumi. Hal ini berarti bahwa di daerah pesisir Kalimantan

Tengah yang umumnya disusun oleh seri batuan yang mengandung gambut

perlu dilakukan pemetaan gambut, yang menyangkut ketebalan,

pembentukan, kandungan unsur hara dan tingkat kematangannya seperti

diperlihatkan dalam Tabel 4.1, sehingga dapat pula ditentukan peruntukan

lahan yang mengandung gambut.

Page 38: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

4-10

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 4.6 Batu Kecubung (Kristal Kwarsa) Sebagai Salah Satu Bahan Galian yang

Unik di Kabupaten Kotawaringin Barat (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 4.7 Stratigrafi di Pantai Keraya Kec. Kumai Kab. Kotawaringin Barat (Sumber: Dinas Pariwisata Kab. Kotawaringin Barat, 2002)

Tabel 4.1. Klasifikasi Gambut ( Alfred, dkk., 2000)

Dasar Nama

Ketebalan 1. Gambut dangkal 50 – 100 cm

2. Gambut sedang 100 – 200 cm

3. Gambut dalam 200 – 300 cm

4. Gambut sangat dalam > 300 cm

Pengaruh air pada saat pembentukan 1. Gambut pedalaman, terbentuk dibawah pengaruh air hujan atau luapan air sungai (air tanah). Dikenal lagi menjadi Topogenous dan Ombrogenous. Topogenous, gambut beasiasi dengan lempung. Ombrogenous, gambut berasiasi dengan tanggul sungai dicirikan oleh adanya lempung, lanau, dan pasir.

2. Gambut pantai, terbentuk dibawah pengaruh luapan pasang surut air laut.

Kandungan unsur hara 1. Gambut Eutropik, kesuburan tinggi.

2. Gambut Mesotropik, kesuburan sedang.

3. Gambut Oligotropik, Kesuburan rendah.

Tingkat Kematangan 1. Gambut Fibrik, sangat sarang, kandungan serat 2/3 volume, bobot isi < 0,075 gr/cc

2. Gambut Hemik, tingkat dekomposisi belum sempurna, kandungan serat 1/3 – 2/3 volume, bobot isi antara 0m075 – 0,195 gr/cc.

3. Gambut Saprik, terkomposisi sempurna (matang), kandungan serat < 1/3 volume, bobot isi > 0,195 gr/cc

Page 39: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

5.1 PARAMETER HIDRO-OSEANOGRAFI

Parameter hidro-oseanografi penting untuk diketahui karena merupakan

dinamika penggerak transport massa di perairan, dimana massa tersebut bisa

merupakan organisme laut, bahan polutan, ataupun sedimentasi hasil

masukan dari sungai.

Perairan Kalimantan Tengah terdiri dari perairan pantai dan laut. Secara umum

perairan pantainya dipengaruhi oleh sungai-sungai besar yang bermuara di

sepanjang pantai, sedangkan perairan lautnya merupakan bagian dari Laut

Jawa. Laut Jawa berada di jalur sirkulasi arus yang diakibatkan monsun (musim

barat, musim peralihan barat menuju timur, musim timur, musim peralihan timur

menuju barat) yang dimulai dari Laut Cina, Laut Jawa, Laut Flores, dan Laut

Banda. Sedangkan besarnya transpor massa air yang bergerak di Laut Jawa

pada musim barat berkisar 4 – 4,5 juta m3/detik menuju ke arah timur, pada

musim peralihan barat menuju timur sekitar 0,5 juta m3/detik menuju ke arah

timur, pada musim timur sekitar 3 juta m3/detik menuju ke arah barat,

sedangkan pada musim peralihan timur menuju barat sekitar 5 juta m3/detik

menuju ke arah barat (Wyrtki, 1961).

5.1.1 Batimetri

Berdasarkan Peta Fisik Dasar Wilayah Laut dan Pesisir Kalimantan Tengah yang

dikeluarkan oleh Archiegama tahun 2001, diperoleh bahwa perairan laut

Propinsi Kalimantan Tengah secara umum memiliki kondisi batimetri yang relatif

dangkal dengan kedalaman rata-rata kurang dari 30 m. Kedalaman yang

lebih dari 30 m hanya ditemui di bagian barat dari wilayah laut Kalimantan

Tengah, yaitu pada jarak sekitar 75 km ke arah laut dari Kabupaten

Kotawaringin Barat atau pada lintang 3o45’ LS. Sedangkan ke arah timur

wilayah perairan, kedalaman ini berkurang pada garis lintang yang sama.

Di pantai Kecamatan Jelai dan Kecamatan Arut Selatan Kabupaten

Kotawaringin Barat, kedalaman perairan relatif bertambah secara linier ke

arah laut dengan kemiringan pantai sekitar 0,05%. Sedangkan perubahan

kedalaman pantai yang besar terdapat di pantai Tanjung Puting, dimana

kedalaman berubah secara cepat ke arah selatan. Kemiringan pantai Tanjung

Puting ini berkisar 0,14 %.

Kondisi batimetri perairan laut di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur,

Kabupaten Katingan, dan Kabupaten Seruyan relatif lebih dangkal dari kondisi

batimetri di wilayah perairan Kabupaten Kotawaringin Barat. Kondisi batimetri

yang paling dalam hanya terdapat di sekitar 70 km ke arah luar muara sungai

Sampit dengan kedalaman sekitar 25 meter.

Kondisi batimetri di wilayah perairan pantai Kecamatan Kahayan Kuala

Kabupaten Pulang Pisau adalah sangat dangkal. Kondisi batimetrinya pada

jarak sekitar 50 km ke arah laut, kedalamannya hanya sekitar 10 m. Akan tetapi

di daerah Pantai Tanjung Tawas atau di luar muara Sungai Kahayan dan

Page 40: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

muara Sungai Kapuas Murung, kedalaman laut sudah mencapai sekitar 22

m pada jarak sekitar 30 km di luar daerah di atas.

5.1.2 Pola Arus Laut

Berdasarkan survei dan pengukuran arus di beberapa wilayah perairan sungai,

estuari, yang dilakukan pada 14 – 25 Oktober 2002, diperoleh bahwa arus yang

terjadi dominan disebabkan oleh pasang surut dan angin. Hasil pengukuran

dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Kecepatan Arus Hasil Pengukuran di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah (PPK-ITB,2002)

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat Kecepatan Arus (m/detik)

Arah Arus

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

0,783

Menuju ke arah laut

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

0,203

Menuju ke arah laut

3. Lupak dalam (Sungai Kapuas) (03o16’56,3‘’ LS & 114o08’33,2‘’ BT)

0,613

menuju ke arah laut

4. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

0,407

Menuju ke arah laut

5. Percabangan S. Kumai & S. Sekonyer

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

0,847

Masuk dari arah laut

Catatan:

Pengukuran yang dilakukan pada 4 stasiun adalah saat air mengalami surut, kecuali pengukuran yang dilakukan di Percabangan Sungai Kumai dan S. Sekonyer adalah pada saat air pasang.

Perairan Indonesia mempunyai pola arus permukaan yang sangat dipengaruhi

oleh monsun barat daya (Oktober – Maret) dan monsun tenggara (April –

September). Pengaruh kedua monsun ini jelas terlihat di Pantai Kalimantan

Tengah yang tepatnya berada di bagian selatan dari daratan Pulau

Kalimantan.

Untuk mendapatkan gambaran umum pola arus di perairan laut Kalimantan

Tengah, dilakukan simulasi model hidrodinamika tiga dimensi. Hasil simulasi

memperlihatkan pola pergerakan arus rata-rata bulanan yang dibangkitkan

oleh angin. Perubahan arah arus yang dibangkitkan pasang surut terjadi lebih

cepat karena periode pasang surut yang lebih pendek (harian) dibandingkan

dengan periode angin (musiman). Dengan demikian untuk mengetahui pola

arus rata-rata bulanan di perairan Kalimantan Tengah, gaya pembangkit arus

yang ditinjau (sebagai input model) hanya angin. Arus rata-rata bulanan yang

dihasilkan model memperlihatkan arah arus dominan yang terjadi pada bulan

tersebut.

Simulasi pola arus di perairan laut Kalimantan Tengah yang mewakili empat

musim yang berbeda, dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Musim Barat

Musim ini terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Februari.

Pada saat ini angin bertiup dari Barat ke Timur. Pola arus musim ini diwakili

oleh simulasi arus bulan Februari. Pergerakan arus di daerah sekitar

pantai jelas mengarah ke Timur akibat angin Barat, dan arus bergerak ke

arah barat menuju Laut Flores dan sebagian membelok ke arah Selat

Makasar, lihat Peta Arus Permukaan dan Potensi Upwelling Bulan

Februari. Kecepatan arus pada bulan ini berkisar antara 0,02 – 3,0

m/detik.

Page 41: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

2. Musim Peralihan I

Musim ini terjadi pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei. Pada

musim ini mulai terjadi peralihan arah angin yang bergerak dari Timur ke

Barat. Pola arus di musim ini diwakili oleh simulasi arus di bulan Mei. Arah

arus menuju ke Barat walaupun nilainya masih kecil. Kondisi ini

diakibatkan oleh kekuatan angin yang relatif masih lemah, lihat Peta

Arus Permukaan dan Potensi Upwelling Bulan Mei. Kecepatan arus pada

bulan ini berkisar antara 0,01 – 2,6 m/detik.

3. Musim Timur

Musim ini terjadi dari bulan Juni sampai dengan bulan Agustus. Kondisi

angin bertiup dari Timur ke Barat. Pada laporan ini pola arus hasil simulasi

pada musim timur diwakili oleh pola arus pada bulan Agustus. Hasil

simulasi model memperlihatkan bahwa kecepatan arus permukaan di

sekitar pantai lebih kuat dibandingkan arus yang terjadi pada bulan Mei

dengan arah dari Timur ke Barat, lihat Peta Arus Permukaan dan Potensi

Upwelling Bulan Agustus. Kecepatan arus pada bulan ini berkisar antara

0,01 – 2,0 m/detik.

4. Musim Peralihan II

Musim ini terjadi pada bulan September sampai dengan bulan

November. Kondisi angin mulai membelok ke arah Timur atau mulai

terjadi peralihan dari musim timur ke musim barat. Dengan demikian arus

permukaan di sekitar pantai yang pada awalnya bergerak ke Barat

mulai melemah dan kemudian akan membelok ke arah Timur. Proses

perubahan ini akan diikuti oleh pergerakan massa air, lihat Peta Arus

Permukaan dan Potensi Upwelling Bulan November. Kecepatan arus

permukaan pada bulan ini berkisar antara 0,01 – 1 m/detik.

Perubahan pola arus akibat perubahan musim di sepanjang Pantai Selatan

Kalimantan Tengah tersebut jelas terlihat pada daerah di sekitar pantai.

Kemungkinan pola arus akibat perubahan musiman ini secara umum dari

tahun ke tahun adalah tidak berubah, hanya variasi besar kecepatan arusnya

saja yang berbeda.

5.1.3 Pasang Surut

Berdasarkan hasil peramalan pasang surut terhadap beberapa stasiun lokasi di

perairan pantai Kalimantan Tengah, dapat diinformasikan variasi tunggang

pasut. Hasil studi menunjukkan tunggang pasut berkisar antara 47,35 cm di

Tanjung Keluang (Tanjung Penghujan), hingga 321,54 cm di Teluk Sampit.

Secara umum tunggang pasut terendah di perairan pantai bagian barat dan

semakin tinggi ke arah timur (lihat Tabel 5.2).

Perairan Kalimantan Tengah secara umum mempunyai tipe pasang surut

(pasut) campuran cenderung diurnal (mixed tide prevailing diurnal). Pola

kemunculan pasang surut tipe ini adalah dalam 1 hari bisa terjadi 1 kali saat air

pasang dan 1 kali saat air surut, tetapi bisa juga terjadi 2 kali saat air pasang

dan 2 kali saat air surut dengan ketinggian antar puncak yang jauh berbeda

(lihat Gambar 5.1 dan 5.2). Perbedaan elevasi muka laut akibat pasang surut

mampu menggerakan arus, dimana arus pasut yang sangat umum terjadi di

perairan Asia Tenggara yang berkedalaman 25 - 100 meter rata-rata

kecepatannya 18,7 cm/detik untuk tipe pasut semidiurnal, dan 11,6 cm/detik

untuk tipe pasut diurnal (Wyrtki, 1961).

Page 42: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 5.2 Hasil Peramalan Air Pasang Tertinggi, Air Surut Terendah dan Tunggang Maksimum Pasang Surut di Perairan Pantai Kalimantan Tengah (PPK-ITB,2002)

No.

Stasiun

Air Pasang Tertinggi

(cm)

Air Surut Terendah

(cm)

Tunggang Maksimum

(cm)

1. Tanjung Keluang (03º29’30“ LS & 110º40’00“ BT)

+27,81 -19,54 47,35

2. PPI Kuala Pembuang (03º24’27,9“ LS & 112º33’33“ BT)

+98,90 -67,76 166,66

3. Tanjung Buaya (03º29’05“ LS & 112º30’49“ BT)

+97,60 -66,49 164,09

4. Teluk Kotawaringin (03º00’30“ LS & 111º22’20“ BT)

+60,26 -33,42 93,68

5. Pantai Sei Bakau (02º59’19,3“ LS & 111º35’31,4“ BT)

+69,78 -39,27 109,05

6. Pantai Kubu (02º59’00“ LS & 110º45’00“ BT) +76,53 -43,60 120,13

7. Percabangan S. Kumai & S. Sekonyer (02º46’26,8“ LS & 111º42’50,9“ BT)

+75,15 -42,64 117,79

8. Pelabuhan Ujungpandaran (03º09’17,58“ LS & 113º00’33,6“ BT)

+188,79 -132,53 321,32

9. Teluk Sampit (03º00’10“ LS & 113º28’48“ BT) +188,92 -132,62 321,54

10. Teluk Sebangau (03º01’24“ LS & 113º30’30“ BT)

+188,91 -132,62 321,53

11. Pelabuhan Pulang Pisau (02º45’52“ LS & 114º15’1,8“ BT)

+113,66 -103,9 217,56

12. Gosong Rining (03º02’24“ LS & 114º01’17“ BT)

+117,44 -98,87 216,31

13. Batanjung (03º21’19,1“ LS & 114º14’59,1“ BT) +113,67 -103,90 217,57

Catatan: Air pasang terendah dan surut terendah dihitung dari Mean Sea Level (MSL).

Peramalan Pasang Surut di Tanjung Keluang (13 - 30 Oktober 2002)

-30

-20

-10

0

10

20

30

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420

waktu (jam ke-)

elev

asi (

cm)

Gambar 5.1 Peramalan Pasang Surut di Tanjung Keluang 13 – 30 Oktober 2002 (PPK-ITB,2002)

Peramalan Pasang Surut di Teluk Sampit (13 - 30 Oktober 2002)

-150

-100

-50

0

50

100

150

200

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400 420

waktu (jam ke-)

elev

asi (

cm)

Gambar 5.2 Peramalan Pasang Surut di Teluk Sampit 13 – 30 Oktober 2002 (PPK-ITB,2002)

Page 43: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-5

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

5.1.4 Gelombang

Pengaruh monsun (musim barat dan timur) terhadap kondisi gelombang

dengan jelas terlihat di perairan Kalimantan Tengah. Berdasarkan sumbernya,

gelombang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu gelombang swell

(gelombang rambat yang telah keluar dari daerah pembangkitnya, yaitu:

angin) dan sea (gelombang yang berada pada daerah pembangkitnya,

yaitu: angin). Pola umum penjalaran gelombang pada kedua musim tersebut

dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Musim Timur

Pola umum arah penjalaran gelombang laut di perairan Kalimantan Tengah

mengikuti kecenderungan angin musim yang berlaku, yaitu angin musim timur.

Hasil simulasi model menunjukkan bahwa gelombang bergerak bersesuaian

dengan pergerakan angin musim timur, yaitu dari timur menuju barat dengan

kecenderungan untuk bergerak dalam arah tegak lurus pantai ketika

gelombang mendekati pantai, dengan tinggi gelombang perairan dalam

terletak pada kisaran 0.75 – 1 m. Gambar sebaran tinggi gelombang signifikan

dan arah penjalarannya ditunjukkan pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Pola Sebaran Tinggi Gelombang dan Arah Datang Gelombang pada Musim Timur di Perairan Kalimantan Tengah (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Hasil simulasi spektrum gelombang pada lokasi / koordinat (3°0’10” LS -

113°28’48” BT) yang mewakili perairan Kalimantan Tengah, mendukung pola

umum karakteristik tinggi gelombang dan arah penjalarannya seperti yang

telah dipaparkan sebelumnya. Spektrum dua dimensi (2D) Gelombang di

perairan Kalimantan Tengah memberikan informasi tinggi gelombang signifikan

musim timur sebesar 0,74 m, dengan arah rata-rata datang gelombang

sebesar 311° (relatif terhadap utara). Bentuk Spektrum densitas energi

gelombang di perairan Kalimantan Tengah diperlihatkan pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Spektrum 2D Perairan Kalimantan Tengah (3°0’10” LS - 113°28’48” BT)

pada Musim Timur (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Tinjauan lebih lanjut dari spektrum 2D, memberikan informasi perihal signifikansi

gelombang sea maupun gelombang swell terhadap pembentukan

gelombang total yang terjadi pada masing-masing perairan kajian. Di perairan

Kalimantan Tengah, kontribusi gelombang swell cukup signifikan sehingga

menyamai kontribusi gelombang sea. Informasi besar tinggi gelombang dan

Page 44: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-6

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

arah datang, untuk gelombang sea dan swell diberikan pada Tabel 5.3 berikut

ini:

Tabel 5.3 Kisaran Tinggi Gelombang dan Arah Datang untuk Gelombang Sea dan Swell di Kalimantan Tengah pada Musim Timur (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gelombang Swell Gelombang Sea

Hs(m) (Tinggi

Gelombang)

θ (°)

(Arah Gelombang)

Hs(m)

(Tinggi Gelombang)

θ (°)

(Arah Gelombang)

0.51 326 0.55 300

2. Musim Barat

Secara umum, karakteristik gelombang perairan dalam di perairan Kalimantan

Tengah menguat bersesuaian dengan angin musim barat yang cenderung

bertiup lebih kencang dibandingkan dengan musim timur. Tinggi gelombang

signifikan di perairan Kalimantan Tengah berkisar diantara 0,75 – 2 m, dengan

arah penjalaran dari barat ke timur. Gambar sebaran tinggi gelombang

signifikan dan arah penjalarannya di perairan Kalimantan Tengah ditunjukkan

oleh Gambar 5.5.

Gambar 5.5 Pola Sebaran Tinggi Gelombang dan Arah Datang Gelombang pada Musim Barat di Perairan Kalimantan Tengah (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Seperti halnya pada musim timur, hasil simulasi spektrum gelombang pada

musim barat untuk lokasi / koordinat yang mewakili perairan Kalimantan

Tengah mendukung pola umum karakteristik tinggi gelombang dan arah

penjalarannya. Spektrum 2D Gelombang di perairan Kalimantan tengah

memberikan informasi tinggi gelombang signifikan musim barat sebesar 1,11

meter, dengan arah rata-rata datang gelombang sebesar 81° (relatif terhadap

utara). Bentuk Spektrum densitas energi gelombang di perairan Kalimantan

Tengah diperlihatkan pada Gambar 5.6.

Page 45: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-7

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 5.6 Spektrum Perairan Kalimantan Tengah (3°0’10” LS - 113°28’48” BT) pada Musim Barat (Sumber: PPK, 2000)

Pada musim barat peran gelombang swell dan sea cukup berimbang

kontribusinya membentuk gelombang perairan dalam di perairan Kalimantan

Tengah. Informasi besar tinggi gelombang dan arah datang, untuk gelombang

sea dan swell pada musim barat diperlihatkan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Kisaran Tinggi Gelombang dan Arah Datang untuk Gelombang Sea dan Swell di Perairan Kalimantan Tengah pada Musim Barat (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gelombang Swell Gelombang Sea

Hs(m) (Tinggi

Gelombang)

θ (°)

(Arah Gelombang)

Hs(m)

(Tinggi Gelombang)

θ (°)

(Arah Gelombang)

0.73 51 0.84 100

5.1.5 Temperatur Laut

Berdasarkan hasil observasi (Oktober, 2002), dan penelitian yang pernah

dilakukan oleh Denie (2000), temperatur air di perairan Kalimantan Tengah

berkisar 25,1 – 33 ºC (lihat Tabel 5.5). Sedangkan menurut Wyrtki (1961)

temperatur perairan Kalimantan Tengah dan Laut Jawa hanya berkisar 25 – 31

ºC. Jika mengacu kepada SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 tentang

baku mutu air yang direkomendasikan untuk kegiatan budidaya dan

konservasi laut, maka perairan Kalimantan Tengah mempunyai kisaran

temperatur yang cukup baik. Kondisi kisaran temperatur tersebut akan

mendukung kehidupan organisme air, dimana temperatur optimum untuk

fotosistesis tumbuhan air adalah berkisar 25 – 35 ºC (Sheridan dan Ulik, 1976

dalam Denie, 2000).

5.1.6 Kecerahan Perairan

Berdasarkan hasil observasi (Oktober, 2002), dan penelitian yang pernah

dilakukan oleh Denie (2000), kecerahan di perairan Kalimantan Tengah berkisar

40 – 150 centimeter (lihat Tabel 5.6). Jika mengacu kepada SK Menteri KLH No.

Kep-02/MENKLH/1988 tentang baku mutu air yang direkomendasikan untuk

kegiatan budidaya dan konservasi laut, maka perairan Kalimantan Tengah

mempunyai kisaran kecerahan perairan yang cukup jauh dari yang telah

direkomendasikan. Tetapi kondisi kisaran kecerahan perairan tersebut masih

cukup mendukung kehidupan organisme ikan, dimana kecerahan perairan

rata-rata yang optimum dibutuhkan ikan adalah 45 centimeter (Anonim, 1993

dalam Denie, 2000).

Page 46: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-8

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 5.5 Temperatur air di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat Temperatur

Air (ºC)

Sumber Data

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

30,1 Hasil Observasi (Oktober 2002)

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

29,5 Hasil Observasi (Oktober 2002)

3. Lupak dalam (Sungai Kapuas) (03o16’56,3‘’ LS & 114o08’33,2‘’ BT)

29,6 Hasil Observasi (Oktober 2002)

4. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

28,5 Hasil Observasi (Oktober 2002)

5. Sungai Kumai (02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

25,1 Hasil Observasi (Oktober 2002)

6. Pantai Kubu (2o51’28,2‘’ LS & 111o42’04,4‘’ BT)

28 - 33 Denie (2000)

7. Pantai Sei Bakau (02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

31,2 Hasil Observasi (Oktober 2002)

Catatan: Baku mutu temperatur air untuk kegiatan budidaya dan konservasi biota laut

berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 adalah alami.

Tabel 5.6 Kecerahan air di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat Kecerahan

Perairan (centimeter)

Sumber Data

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

50 Hasil Observasi (Oktober 2002)

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

40 Hasil Observasi (Oktober 2002)

3. Lupak dalam (Sungai Kapuas) (03o16’56,3‘’ LS & 114o08’33,2‘’ BT)

50 Hasil Observasi (Oktober 2002)

4. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

50 Hasil Observasi (Oktober 2002)

5. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

150 Hasil Observasi (Oktober 2002)

6. Pantai Kubu

(2o51’28,2‘’ LS & 111o42’04,4‘’ BT)

47,5 – 65,5 Denie (2000)

7. Pantai Sei Bakau

(02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

100 Hasil Observasi (Oktober 2002)

Catatan: Baku mutu kecerahan perairan untuk kegiatan budidaya dan konservasi biota laut

berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 adalah 300 - 1000 centimeter.

Page 47: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-9

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

5.1.7 Padatan Total Tersuspensi (TSS) dan Kekeruhan Perairan

Berdasarkan pengukuran TSS dan Kekeruhan di beberapa lokasi perairan

Kalimantan Tengah, diketahui bahwa kandungannya di sungai dan pantai

berturut-turut berkisar 0,132 – 1,42 mg/l, dan 0 – 227 NTU atau Nephelometric

Turbidity Units (lihat Tabel 5.7).

Tabel 5.7. Kandungan Total Suspensi Terlarut (Total Suspended Solid) dan Kekeruhan di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat TSS

(mg/l) Kekeruhan

(NTU)

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

0,178 130

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

1,42 227

3. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

0,266 110

4. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

0,174 0

5. Pantai Sei Bakau

(02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

0,132 140

Catatan: Baku mutu kandungan TSS perairan berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-

02/MENKLH/1988 adalah < 30 mg/l untuk kegiatan mandi dan renang, < 80 mg/l untuk kegiatan budidaya dan konservasi biota

Baku mutu Kekeruhan perairan berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 adalah < 23 NTU untuk kegiatan mandi dan renang, < 30 NTU untuk kegiatan budidaya dan konservasi biota

Secara umum data-data diatas menunjukkan bahwa kondisi perairan

Kalimantan Tengah mempunyai kandungan material tersuspensi yang belum

melebihi ambang batas yang telah direkomendasikan. Tetapi debit sungai-

sungai yang bermuara ke perairan Kalimantan Tengah adalah besar sehingga

kondisi kekeruhan air tetap menjadi tinggi. Sehingga secara ideal perairan

tersebut memang kurang baik untuk kegiatan mandi, berenang, budidaya,

dan konservasi biota. Tetapi secara fenomena lapangan, belum dijumpai hal-

hal yang merugikan kesehatan masyarakat sebagai efek dari kondisi tersebut.

5.2 PARAMETER KIMIA PERAIRAN

Parameter kimia air penting untuk diketahui karena merupakan komponen

penting dalam habitat bagi organisme, media budidaya, dan berhubungan

dengan aktivitas manusia di sekitarnya.

5.2.1 Salinitas Perairan

Berdasarkan pengukuran salinitas di beberapa lokasi perairan pesisir

Kalimantan Tengah, diketahui bahwa salintas sungai dan pantai berkisar 0 –

0,31 ‰ (lihat Tabel 5.8). Hal ini dimungkinkan oleh surutnya kondisi air pada saat

pengukuran dilakukan, dimana debit air sungai (tawar) lebih kuat menuju ke

arah laut.

Page 48: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-10

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 5.8 Salinitas air di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat Salinitas Air (‰) Sumber Data

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

0,09 Hasil Observasi (Oktober 2002)

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

0,00 Hasil Observasi (Oktober 2002)

3. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

0,22 Hasil Observasi (Oktober 2002)

4. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

0,19 Hasil Observasi (Oktober 2002)

5. Pantai Sei Bakau

(02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

0,31 Hasil Observasi (Oktober 2002)

Catatan: Baku mutu salinitas air untuk kegiatan budidaya dan konservasi biota laut

berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 adalah ± 10 % alami.

Kondisi perairan laut Kalimantan Tengah yang merupakan bagian dari Laut

Jawa mempunyai salinitas rata-rata bulanan sebesar 32,5 ‰, dengan kisaran

tahunan 31,4 – 33,8 ‰. Salinitas pada musim barat (Desember - Februari)

berkisar 31,8 – 32,6 ‰, pada musim peralihan barat menuju timur (Maret - Mei)

berkisar 31,4 – 31,7 ‰, pada musim timur (Juni - Agustus) berkisar 31,9 – 33,3 ‰,

sedangkan pada musim peralihan timur menuju barat (September -

November) berkisar 33,3 – 33,8 ‰ (Wyrtki, 1961).

5.2.2 Derajat Keasaman (pH)

Berdasarkan hasil observasi (Oktober, 2002), dan penelitian yang pernah

dilakukan oleh Denie (2000), derajat keasaman (pH) air di perairan Kalimantan

Tengah berkisar 6,71 – 8,0 (lihat Tabel 5.9), kecuali hasil pengukuran di

Pelabuhan Pulang Pisau yang menunjukan harga pH air sebesar 5,5. Jika

mengacu kepada SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 tentang baku mutu

air yang direkomendasikan untuk kegiatan budidaya dan konservasi, dan baku

mutu yang direkomendasikan untuk budidaya pertambakan oleh BBAP

Jepara, perairan Kalimantan Tengah mempunyai kisaran derajat keasaman

yang cukup baik, kecuali jika sudah memasuki wilayah perairan Pelabuhan

Pulang Pisau (Sungai Kahayan ke arah hulu).

5.2.3 Nitrat

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Denie (2000) kandungan

nitrat di perairan pantai Kubu rata-rata berkisar 3,29 – 3,47 mg/l. Kisaran

tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesuburan perairan Pantai Kubu adalah

sedang (Wardoyo, 1974).

Berdasarkan pengukuran kandungan nitrat dan penelitian sebelumnya di

beberapa lokasi perairan Kalimantan Tengah, diketahui bahwa kandungan

nitrat sungai dan pantai berkisar 0,03 – 3,47 mg/l (lihat Tabel 5.10). Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat kesuburan perairan tersebut adalah bervariasi

dari kondisi yang kurang subur hingga menengah (Wardoyo, 1974).

Kandungan nitrat dan fosfat terlarut di perairan ini sangat dibutuhkan oleh

fitoplankton untuk pertumbuhan. Dan menurut Soeseno (1974) kandungan

nitrat minimum yang mampu mendukung pertumbuhan fitoplankton tersebut

adalah sebesar 4 mg/l. Kisaran kandungan nitrat di perairan Kalimantan

Tengah juga bisa dipertimbangkan untuk kegiatan budidaya pertambakan.

Page 49: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-11

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 5.9 Derajat Keasaman (pH) air di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat Derajat

Keasaman (pH) Air

Sumber Data

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

8 Hasil Observasi (Oktober 2002)

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

5,5 Hasil Observasi (Oktober 2002)

3. Lupak dalam (Sungai Kapuas) (03o16’56,3‘’ LS & 114o08’33,2‘’ BT)

7,5 Hasil Observasi (Oktober 2002)

4. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

8 Hasil Observasi (Oktober 2002)

5. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

7,5 Hasil Observasi (Oktober 2002)

6. Pantai Kubu

(2o51’28,2‘’ LS & 111o42’04,4‘’ BT)

6,71 – 6,99 Denie (2000)

7. Pantai Sei Bakau

(02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

8 Hasil Observasi (Oktober 2002)

Catatan: Baku mutu derajat keasaman (pH) air untuk kegiatan budidaya dan konservasi

biota laut berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 adalah 6 – 9. Baku mutu derajat keasaman (pH) air untuk kegiatan budidaya tambak

berdasarkan penelitian Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Jepara adalah 7,5 – 8,9.

Gambar 5.7 Bahan-bahan Kimia Untuk Keperluan Analisa Nitrat dan Fosfat (Sumber: Supangat, dkk., 2001)

Tabel 5.10 Kandungan Nitrat di Beberapa Lokasi Perairan Peisisir Kalimantan Tengah

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat Nitrat (NO3)

(mg/l) Sumber Data

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

1,446 Hasil Observasi (Oktober 2002)

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

0,03 Hasil Observasi (Oktober 2002)

3. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

1,095 Hasil Observasi (Oktober 2002)

4. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

0,979 Hasil Observasi (Oktober 2002)

5. Pantai Kubu

(2o51’28,2‘’ LS & 111o42’04,4‘’ BT)

3,29 – 3,47 Denie (2000)

6. Pantai Sei Bakau

(02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

1,247 Hasil Observasi (Oktober 2002)

Catatan: Baku mutu kandungan nitrat terlarut untuk kegiatan budidaya tambak

berdasarkan penelitian Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Jepara adalah < 200 mg/l.

5.2.4 Fosfat

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Denie (2000) kandungan

fosfat di perairan pantai Kubu rata-rata berkisar 0,343 – 0,835 mg/l. Kisaran

tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesuburan perairan Pantai Kubu adalah

tinggi, berdasarkan parameter kimia kandungan fosfat (Joshimura dalam

Supangat, dkk., 2001).

Berdasarkan pengukuran kandungan fosfat dan penelitian sebelumnya di

beberapa lokasi perairan pesisir Kalimantan Tengah, diketahui bahwa

kandungan nitrat sungai dan pantai berkisar 0,031 – 0,835 mg/l (lihat Tabel

Page 50: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-12

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

5.11). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesuburan perairan tersebut adalah

bervariasi dari kondisi yang kurang subur hingga tinggi (Joshimura dalam

Supangat, dkk., 2001).

Tabel 5.11 Kandungan Fosfat di Beberapa Lokasi Perairan Pesisir kalimantan Tengah

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat Fosfat (PO4)

(mg/l) Sumber Data

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

0,031 Hasil Observasi (Oktober 2002)

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

0,278 Hasil Observasi (Oktober 2002)

3. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

0,049 Hasil Observasi (Oktober 2002)

4. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

0,039 Hasil Observasi (Oktober 2002)

5. Pantai Kubu

(2o51’28,2‘’ LS & 111o42’04,4‘’ BT)

0,343 – 0,835 Denie (2000)

6. Pantai Sei Bakau

(02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

0,047 Hasil Observasi (Oktober 2002)

Catatan: Baku mutu kandungan fosfat terlarut untuk kegiatan budidaya tambak

berdasarkan penelitian Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Jepara adalah < 0,2 mg/l.

Kandungan nitrat dan fosfat terlarut di perairan ini sangat dibutuhkan oleh

fitoplankton untuk pertumbuhan. Dan menurut Soeseno (1974) kandungan

fosfat minimum yang mampu mendukung pertumbuhan fitoplankton tersebut

adalah sebesar 1 mg/l. Kisaran kandungan fosfat di perairan Kalimantan

Tengah juga bisa dipertimbangkan untuk kegiatan budidaya pertambakan.

5.2.5 Oksigen Terlarut

Berdasarkan hasil observasi (Oktober, 2002), dan penelitian yang pernah

dilakukan oleh Denie (2000), kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen

atau DO) di perairan Kalimantan Tengah berkisar 5,10 – 7,20 mg/l (lihat Tabel

5.12). Jika mengacu kepada SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 tentang

baku mutu air yang direkomendasikan untuk kegiatan budidaya dan

konservasi, dan baku mutu yang direkomendasikan untuk budidaya

pertambakan oleh BBAP Jepara, perairan Kalimantan Tengah mempunyai

kisaran kandungan oksigen yang cukup baik. Tetapi jika kisaran kandungan

oksigen terlarut tersebut dikaitkan dengan kondisi kesuburan perairan, maka

perairan pantai Kalimantan tengah adalah kurang produktif (Banarjea, 1967

dalam Basmi, 1988). Hal ini terjadi kemungkinan karena kandungan

karbondioksida (CO2) yang terlarut dalam air adalah cukup tinggi sehingga

menyebabkan terjadinya proses dekomposisi intensif, dan kurangnya jumlah

populasi fitoplankton yang mengkonsumsi gas CO2 terlarut tersebut (Torang,

1996 dalam Denie, 2000).

Kurang produktifnya perairan pesisir (kandungan oksigen terlarut yang sedikit)

selain disebabkan tingginya kadar CO2, secara lebih nyata diakibatkan oleh

tingginya kandungan BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical

Oxygen Demand). Berdasarkan pengukuran kandungan oksigen yang

digunakan untuk proses biologis (BOD) dan kimiawi (COD) di beberapa lokasi

perairan Kalimantan Tengah, diketahui bahwa kandungan BOD dan COD

sungai dan pantai berturut-turut berkisar 2,50 – 13,90 mg/l (lihat Tabel 5.3 dan

Tabel 5.4). Secara umum kandungan BOD dan COD tersebut masih jauh dari

ambang batas yang ditetapkan untuk kegiatan mandi, berenang, budidaya

perairan, dan konservasi biota.

Tingginya kandungan BOD di perairan tersebut bisa dimaklumi karena hampir

semua wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah daerah pemukiman

Page 51: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-13

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

penduduk yang menghasilkan limbah rumah tangga, dan beberapa lokasi ke

arah hulu dijadikan area budidaya keramba apung yang juga menghasilkan

limbah organik. Sedangkan tingginya COD dimungkinkan karena wilayah

sungai dan rawa yang ada merupakan tanah gambut, dan di beberapa

tanah di sekitar hulu dan jeram sungai mengandung mineral. Dimana areal

bermineral tersebut digunakan untuk kegiatan tambang emas tradisional yang

mencemari air sungai.

Tabel 5.12 Kandungan Oksigen Terlarut di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan

Tengah

No.

Nama Lokasi Perairan & Koordinat

Kandungan Oksigen Terlarut

(mg/l)

Sumber Data

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

5,64 Hasil Observasi (Oktober 2002)

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

5,76 Hasil Observasi (Oktober 2002)

3. Lupak dalam (Sungai Kapuas) (03o16’56,3‘’ LS & 114o08’33,2‘’ BT)

5,14 Hasil Observasi (Oktober 2002)

4. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

5,80 Hasil Observasi (Oktober 2002)

5. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

6,94 Hasil Observasi (Oktober 2002)

6. Pantai Kubu

(2o51’28,2‘’ LS & 111o42’04,4‘’ BT)

5,10 – 7,20 Denie (2000)

7. Pantai Sei Bakau

(02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

6,99 Hasil Observasi (Oktober 2002)

Catatan:

Baku mutu kandungan oksigen terlarut untuk kegiatan budidaya dan konservasi biota berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 adalah > 4 mg/l.

Baku mutu kandungan oksigen terlarut untuk kegiatan budidaya tambak berdasarkan penelitian Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Jepara adalah 4 – 8 mg/l.

Gambar 5.8 Pengambilan Sampel Air Untuk Keperluan Analisa Plankton

(Sumber: PPK-ITB, 2002).

Tabel 5.13 Kandungan Oksigen yang Digunakan untuk Proses Biologis (Biological

Oxygen Demand) di Beberapa Lokasi Perairan Pesisir Kalimantan Tengah

No. Nama Lokasi Peairan & Koordinat BOD

(mg/l) Sumber Data

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

13,90 Hasil Observasi (Oktober 2002)

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

10,81 Hasil Observasi (Oktober 2002)

3. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

4,90 Hasil Observasi (Oktober 2002)

4. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

8,50 Hasil Observasi (Oktober 2002)

5. Pantai Sei Bakau

(02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

2.50 Hasil Observasi (Oktober 2002)

Catatan: Baku mutu kandungan BOD perairan berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-

02/MENKLH/1988 adalah < 40 mg/l untuk kegiatan mandi dan renang, < 45 mg/l untuk kegiatan budidaya, < 80 untuk konservasi biota.

Page 52: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-14

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 5.14 Kandungan Oksigen yang Digunakan untuk Proses Kimiawi (Chemical Oxygen Demand) di Beberapa Lokasi Perairan Pesisir Kalimantan Tengah

No Nama Lokasi Perairan & Koordinat COD

(mg/l) Sumber Data

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

47,17 Hasil Observasi

(Oktober 2002)

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

41,57 Hasil Observasi

(Oktober 2002)

3. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

49,36 Hasil Observasi

(Oktober 2002)

4. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

47,61 Hasil Observasi

(Oktober 2002)

5. Pantai Sei Bakau

(02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

47,61 Hasil Observasi

(Oktober 2002)

Catatan: Baku mutu kandungan COD perairan berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-

02/MENKLH/1988 adalah< 40 mg/l untuk kegiatan mandi dan renang, < 80 mg/l untuk kegiatan budidaya dan konservasi biota

5.2.6 Logam berat

Keberadaan logam berat di perairan sangat penting untuk diperhatikan,

sebab peningkatan konsentrasi logam berat dalam air laut akan diikuti oleh

peningkatan logam berat dalam tubuh ikan dan organisme lainnya, dan

apabila organisme tersebut dikonsumsi oleh manusia maka akan

membahayakan kesehatan. Secara lebih detail hal ini dilihat dari nilai kisaran

kandungan beberapa logam berat di perairan.

Tabel 5.15. Kandungan Logam Berat Terlarut di Beberapa Lokasi Perairan Pesisir Kalimantan Tengah (Sumber: Hasil Observasi, 2002)

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat

Mn (mg/l)

Fe (mg/l)

Pb (mg/l)

Cu (mg/l)

1. Batanjung (Muara Sungai Kapuas) (03o21’19,1‘’ LS & 114o14’59,1‘’ BT)

0,000 0,460 0,173 0,025

2. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

0,007 1,725 0,024 0,009

3. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

0,041 0,917 0,691 0,041

4. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

0,011 1,564 0,931 0,063

5. Pantai Sei Bakau

(02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

0,006 0,840 0,650 0,041

Catatan:

Baku mutu kandungan logam berat di perairan berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 :

untuk kegiatan mandi dan renang: Pb < 0,050; Cu < 1,000. untuk kegiatan budidaya: Pb < 0,060; Cu < 0,010. untuk konservasi biota: Pb < 0,075; Cu < 0,060.

Baku mutu kandungan logam berat untuk sumber air berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 :

untuk keperluan air minum langsung tanpa pengolahan: Fe < 1,000; Mn < 0,500; Pb < 0,100; Cu < 1,000.

untuk bahan baku untuk diolah sebagai air minum: Fe < 5,000; Mn < 0,500; Pb < 0,100; Cu < 1,000.

untuk keperluan pertanian, industri dan listrik tenaga air: Fe < 2,000; Pb < 0,200; Cu < 1,000.

Page 53: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-15

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Secara umum sebenarnya perairan Kalimantan Tengah jika dilihat kandungan

timbal (Pb) dan tembaga (Cu) – nya adalah kurang baik kondisinya untuk

kegiatan mandi, berenang, dan budidaya perikanan. Tetapi untuk kegiatan

konservasi biota perairan masih bisa dipertimbangkan. Sejauh ini masih belum

terdeteksi adanya penyakit-penyakit tertentu efek dari akumulasi kandungan

logam berat (biomagnifikasi) pada biota, dan penduduk setempat.

Sedangkan air di beberapa lokasi sungai (S. Kapuas, S. Kumai, S. Kahayan, dan

S. Seruyan) secara umum untuk keperluan sumber air minum dan rumah

tangga perlu dipertimbangkan untuk diolah terlebih dahulu karena kadar

logam Besi (Fe) terlarut yang cukup tinggi, ditambah lagi kadar logam-logam

lain (Mangan (Mn), Timbal (Pb), Tembaga (Cu) yang menambah kekomplekan

unsur kimia air.

5.3 PARAMETER BIOLOGI PERAIRAN

Parameter biologi perairan penting untuk diketahui karena berhubungan

dengan produktivitas primer yang mendukung aktivitas bagi organisme laut di

alam, dan kegiatan budidaya di daerah pesisir.

5.3.1 KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON

Berdasarkan hasil observasi (Oktober, 2002), dan penelitian yang pernah

dilakukan oleh Noor (2000), kelimpahan fitoplankton di perairan Kalimantan

Tengah berkisar 54 hingga 13980 individu/liter (lihat Tabel 5.16). Jika mengacu

kepada SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 tentang baku mutu air yang

direkomendasikan untuk kegiatan budidaya dan konservasi laut, maka

perairan Kalimantan Tengah mempunyai kisaran kelimpahan fitoplankton yang

sangat jauh dari kategori blooming. Kisaran tersebut lebih cenderung

mengindikasikan perairan yang tingkat kesuburannya rendah atau miskin

(Anonim dalam Wahyono, 2000).

Kisaran indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi fitoplankton di

perairan Kalimantan Tengah berturut-turut adalah 0,878 – 3,205, 0,264 – 0,894,

0,130 – 0,734 (lihat Tabel 5.17). Indeks-indeks tersebut mengindikasikan bahwa

perairan pantai Kalimantan Tengah secara umum mempunyai

keanekaragaman spesies fitoplankton bervariasi dari rendah ke arah cukup

tinggi (indeks keanekaragaman hingga mendekati 3,32), hal ini dibuktikan

dengan tidak adanya dominansi suatu spesies tertentu (0 < indeks dominansi <

1). Adapun macam genera atau spesies fitoplankton yang ditemukan di

perairan Kalimantan Tengah dapat dilihat pada Tabel 5.18.

Tabel 5.16 Kelimpahan Fitoplankton di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat Kelimpahan Fitoplankton (individu/liter)

Sumber Data

1. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

11940 - 13980

Hasil Observasi (Oktober

2002)

2. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

472 - 507

Hasil Observasi (Oktober

2002)

3. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

54 - 144

Hasil Observasi (Oktober

2002)

4. Pantai Kubu

(2o51’28,2‘’ LS & 111o42’04,4‘’ BT)

442 - 905

Noor (2000)

5. Pantai Sei Bakau (02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

752 - 217

Hasil Observasi (Oktober

2002)

Catatan: Baku mutu kelimpahan fitoplankton untuk kegiatan budidaya dan konservasi biota

laut berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 adalah tidak blooming. Kelimpahan algae dikategorikan Blooming jika melebihi 15.000.000 individu/liter

(Wetlands, 2000).

Page 54: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-16

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 5.17 Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Fitoplankton di Perairan Kalimantan Tengah (Sumber: Noor, 2000; dan Hasil Observasi, 2002)

INDEKS NO

STASIUN KEANEKARAGAMAN KESERAGAMAN DOMINANSI

1 Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

0,689 – 1,300 - 0,543 - 0,804

2 Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

0,878 - 1,227 0,264 – 0,322 0,697– 0,734

3 Sungai Kumai (02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

2,464 – 3,205 0,821 – 0,894 0,130– 0,224

4 Pantai Kubu (2o51’28,2‘’ LS & 111o42’04,4‘’ BT)

1,038 - 0,479

5 Pantai Sei Bakau (02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

1,422 – 1,927 0,374 – 0,608 0,250– 0,601

Gambar 5.9 Alat Spektrofotometer Untuk Menganalisa Nitrat dan Fosfat (Sumber: Supangat, dkk., 2001)

Tabel 5.18 Nama Kelas dan Genera Fitoplankton yang ditemukan di Perairan Pantai Kalimantan Tengah (Sumber: Noor, 2000; dan Hasil Observasi, 2002)

NO. KELAS GENERA / SPESIES

1. Chlorophyceae Acanthosphaera

Ceratium

Closteriopsis

Coscinodiscus

Cosmarium sp.

Crucigenia tetrapodia

Dactyloccocus

Docidium undulatun

Hydrodiction sp

Gloeocystis gigas

Microspora sp.

Mougetia

Nephrocytium lunatum

Oocystis sp.

Pachyladon sp.

Planktosphaerium gelatinosa

Planktosphaerium sp.

Rhizocolonium

Scenedesmus quadricauda

Schroderia

Sorastrum sp.

Sphaeroplea

Spyrogyra

Ulothrix

Ulvella involvens

Uronema elongatum

Volvox

Page 55: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-17

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

2. Bacillariophyceae Amphipleura dellucida

Asterionella formosa

Biddulphia sp.

Biddulphia laevis

Brebissonia boeckii

Ceratoneis sp.

Chaetoceros sp.

Coscinodiscus ocolus iridis

Coscinodiscus lacustris

Coscinosira sp.

Cyclotella sp.

Cymbella sp.

Frustulia sp.

Gyrosigma sp.

Hydrosera triquetra

Navicula petersenii

Neidium

Opephora sp.

Planktoniella sol

Scoliopleura sp.

Stephanodiscus sp.

Tabelaria

Thalassiottrix nitzshioides

3. Cyanophyta Holopedium sp.

Microsystis

Holopedium irregulare

Microsystis flosaqua

Oscilatoria sp.

Oscilatoria limosa

Oscilatoria princips

Spirulina sp.

Chenosphaera compacta 4. Protozoa

Phacus sp.

5. Diatomae Amphiprora

Bacteriastrum sp.

Liemphora sp.

Nitzachia sp.

Surirella sp.

Thallassiothtix sp.

Menurut Noor (2000) populasi fitoplankton di perairan Pantai Kubu pola

penyebarannya bersifat mengelompok, hal ini ditandai dengan perbedaan

jumlah kelimpahan masing-masing genera pada lapisan perairan bagian

permukaan, tengah, dan mendekati dasar laut. Penyebaran tersebut

dipengaruhi oleh pola arus dan gelombang yang terjadi di perairan pantai

Kubu yang masih merupakan wilayah estuari Sungai Kumai, dimana dinamika

antar lapisan air di estuari tersebut sangat nyata.

Gambar 5.10 Contoh Organisme Fitoplankton yang Ditemukan di perairan Kalimantan Tengah. Searah Jarum Jam dimulai Dari Kiri Atas: Microspora quadratamoena,

Sphaeroplea sp., Volvox, Tabellaria fenestrata (Sumber: Dari Berbagai Sumber, 2002)

Page 56: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-18

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

5.3.2 Kelimpahan dan Keanekaragaman Zooplankton

Berdasarkan hasil observasi (Oktober, 2002), dan penelitian yang pernah

dilakukan oleh Wahyono (2000), kelimpahan zooplankton di perairan

Kalimantan Tengah berkisar 2 hingga 166 individu/liter (lihat Tabel 5.19). Jika

mengacu kepada SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 tentang baku mutu

air yang direkomendasikan untuk kegiatan budidaya dan konservasi laut,

maka perairan Kalimantan Tengah mempunyai kisaran kelimpahan

zooplankton yang sangat jauh dari kondisi blooming.

Kisaran indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi zooplankton

di perairan Kalimantan Tengah berturut-turut adalah 0,041 – 2,287, 0,857 –

0,919, dan 0,232 – 0,9999 (lihat Tabel 5.20). Indeks-indeks tersebut

mengindikasikan bahwa perairan pantai Kalimantan Tengah secara umum

mempunyai keanekaragaman spesies zooplankton yang rendah (indeks

keanekaragaman < 3,32), hal ini dibuktikan dengan adanya dominansi suatu

spesies tertentu (indeks dominansi mendekati 1). Adapun macam filum dan

genera zooplankton yang ditemukan di perairan Kalimanatan Tengah dapat

dilihat pada Tabel 5.21.

Menurut Wahyono (2000) populasi zooplankton di perairan Pantai Kubu pola

penyebarannya bersifat mengelompok, hal ini ditandai dengan nilai indeks

Morisita hasil perhitungan terhadap sampel penelitian yang dilakukan adalah

berkisar 1,190 – 2,081 atau lebih besar dari satu. Secara fenomena alam

pengelompokan tersebut ditandai oleh perbedaan jumlah kelimpahan

masing-masing genera pada lapisan perairan bagian permukaan, tengah,

dan mendekati dasar laut. Di perairan secara alami jarang terjadi pola

penyebaran yang seragam, yang umum adalah pola penyebaran yang acak

atau mengelompok (Soegianto, 1994 dalam Wahyono, 2000). Walaupun

zooplankton mempunyai kemampuan berenang, penyebaran zooplankton

seperti hal-nya dengan penyebaran fitoplankton adalah dipengaruhi oleh pola

arus dan gelombang yang terjadi di perairan Pantai Kubu yang masih

merupakan wilayah estuari Sungai Kumai, dimana dinamika antar lapisan air di

estuari tersebut sangat nyata.

Tabel 5.19 Kelimpahan Zooplankton di Beberapa Lokasi Perairan Kalimantan Tengah

No. Nama Lokasi Perairan & Koordinat Kelimpahan Zooplankton

(individu/liter) Sumber Data

1. Pelabuhan Pulang Pisau (Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

2-4 Hasil Observasi (Oktober 2002)

2. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

18 - 42 HasilObservasi (Oktober 2002)

3. Sungai Kumai

(02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

14 Hasil Observasi (Oktober 2002)

4. Pantai Kubu

(2o51’28,2‘’ LS & 111o42’04,4‘’ BT)

92 - 166 Noor (2000)

5. Pantai Sei Bakau (02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

16 - 22 Hasil Observasi (Oktober 2002)

Catatan: Baku mutu kelimpahan zooplankton untuk kegiatan budidaya dan konservasi biota

laut berdasarkan SK Menteri KLH No. Kep-02/MENKLH/1988 adalah tidak blooming.

Page 57: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-19

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 5.20 Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi Zooplankton di Perairan Kalimantan Tengah (Sumber: Wahyono, 2000; dan Hasil Observasi, 2002)

INDEKS NO.

STASIUN KEANEKARAGAMAN KESERAGAM-

AN DOMINANSI

1 Pelabuhan Pulang Pisau(Sungai Kahayan) (02o45’52,0‘’ LS & 114o15’1,8‘’ BT)

0.041 - 0,9999

2. Kuala Pembuang (Muara Sungai Seruyan) (03o24’27,9‘’ LS & 112o33’33,0‘’ BT)

1,359 – 2,287 0,857 – 0,885 0,232– 0,421

3. Sungai Kumai (02o46’26,8‘’ LS & 111o42’50,9‘’ BT)

1,457 0,919 0,389

4. Pantai Kubu (2o51’28,2‘’ LS & 111o42’04,4‘’ BT)

1,205 – 1,925 - 0,9994–0,9999

5. Pantai Sei Bakau (02o59’19,3‘’ LS & 111o35’31,4‘’ BT)

0,918 - 2,036 0,877 – 0,918 0,279– 0,555

Gambar 5.11 Mikroskop Untuk Melihat Plankton Saat Proses Identifikasi dan Penghitungan Kelimpahan (Sumber: Supangat, dkk., 2001)

Tabel 5.21 Nama Filum dan Genera Zooplankton yang ditemukan di Perairan Kalimantan Tengah (Sumber: Wahyono, 2000; dan Hasil Observasi, 2002)

NO. FILUM FILUM / GENERA

1. Arthropoda Camtocercus

Cheoborus

Chironomus

Diaptomus

Elliptera

Eurycercus

2. Copepoda Cyclops

Laophontidae

Mesocyclops

Microseteilla gracilis

Nauplii

Trapocyclops

3. Nematoda Tylenchus

4. Rotatoria Brachionus

Keratella

Ploesoma

Rotaria

5. Rotifera Hexarthra graziliensis

Polyanthra vulgaris

6. Protozoa Colpoda

Cyttarocylis conica

Euchalanis

Euplotes

Tokophrya

Urostyla

7. Ciliata Nauplius sp.

Page 58: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-20

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 5.12 Contoh Organisme Zooplankton yang Ditemukan di Perairan Kalimantan Tengah. Berturut-turut dari Baris 1 (dari Kiri ke Kanan) Dilanjutkan Baris Berikutnya:

Brachionus sp., Cheuborus sp., Colpoda sp., Diaptomus sp., Euplotes sp., Eurycercus sp., Keratella sp., Ploesoma sp., Rotaria sp., Tokophrya mollis, Urostyla sp.

(Sumber: Dari Berbagai Sumber, 2002)

5.4 UPWELLING SEBAGAI INDIKATOR PERIKANAN TANGKAP

Upwelling adalah gerakan massa air secara vertikal dari lapisan dalam (50 –

200 meter) ke permukaan akibat adanya divergensi (kekosongan massa) di

permukaan. Daerah upwelling merupakan daerah yang subur karena gerakan

massa air dari lapisan dalam banyak membawa zat-zat hara yang diperlukan

untuk pertumbuhan fitoplankton yang pada gilirannya merupakan makanan

zooplankton. Oleh karena itu daerah upwelling merupakan daerah yang kaya

potensi perikanan tangkap. Penentuan daerah upwelling di perairan pantai

Kalimantan Tengah dilakukan melalui simulasi model matematis hidrodinamika

tiga dimensi. Pola upwelling dalam hal ini ditunjukkan oleh kecepatan arus

vertikal (upward velocity). Hasil simulasi model dari pola pergerakan daerah

upwelling di perairan Kalimantan Tengah dapat diuraikan, sebagai berikut:

Bulan Februari (Musim Barat), Bulan Mei (Musim Peralihan I), Bulan Agustus

(Musim Timur), Bulan November (Musim Peralihan II).

1. Februari

Hasil model memperlihatkan bahwa di daerah penelitian (perairan

Pantai Selatan Kalimantan Tengah), terlihat adanya beberapa

daerah upwelling. Daerah upwelling dengan intensitas yang cukup

signifikan terlihat berada di Tanjung Siamok dan Tanjung Buaya, yang

memanjang ke arah selatan (ke Laut Jawa), lihat Peta Arus

Permukaan dan Potensi Upwelling Bulan Februari.

2. Mei

Pada bulan Mei, daerah upwelling berpindah ke barat, di selatan

Teluk Kotawaringin dan Teluk Kumai dengan intensitas yang lemah.

Tetapi di antara Teluk Sampit dan Teluk Sebangan terlihat intensitas

upwelling yang kuat, lihat Peta Arus Permukaan dan Potensi Upwelling

Bulan Mei.

3. Agustus

Dari hasil model terlihat bahwa intensitas daerah upwelling di perairan

sekitar selatan Teluk Kotawaringin dan Teluk Kumai semakin menguat.

Di beberapa daerah lain juga terjadi upwelling, yaitu antara Teluk

Sampit dan Teluk Sebangau, juga di bagian barat dan timur Tanjung

Putting, akan tetapi intensitasnya tidak begitu kuat, lihat Peta Arus

Permukaan dan Potensi Upwelling Bulan Agustus.

4. November

Bulan ini adalah bulan peralihan musim dari monsun tenggara ke

monsun barat laut. Pada bulan ini angin Timur melemah dan diganti

Page 59: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-21

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

dengan mulai menguatnya angin Barat, yang mengakibatkan

transpor massa air kembali bergerak menuju pantai. Proses ini akan

mengurangi intensitas upwelling, sebagaimana terlihat dalam model,

yaitu intensitas upwelling yang lemah hampir di seluruh perairan

Kalimantan Tengah, lihat Peta Arus Permukaan dan Potensi Upwelling

Bulan November.

Dari hasil model tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa upwelling dengan

intensitas kuat di perairan pantai Kalimantan Tengah terjadi pada musim timur,

yang dimulai pada bulan Mei dan kembali melemah pada bulan November.

Pola ini secara umum tidak berubah dari tahun ke tahun, perubahan terjadi

pada besarnya kekuatan (magnitudo) upwelling.

5.5 IKLIM DAN CUACA

Kondisi iklim di wilayah pesisir Kalimantan Tengah tidaklah lepas dari pengaruh

iklim Laut Jawa yang mempunyai laju presipitasi (curah hujan) sebesar 159

cm/tahun dan laju evaporasi (penguapan) sebesar 111 cm/tahun. Kemudian

total kapasitas radiasi sinar matahari yang efektif menyinari Laut Jawa adalah

258 cal/cm2/hari, dan energi yang digunakan untuk evaporasi sebesar 181

cal/cm2/hari (Wyrtki, 1961).

Kalimantan terletak di khatulistiwa dan memiliki iklim tropis dengan suhu relatif

konstan sepanjang tahun, yaitu antara 25˚ - 35˚ C di dataran rendah. Tipe

vegetasinya tidak hanya ditentukan oleh jumlah curah hujan tahunan tetapi

juga oleh distribusi curah hujan sepanjang tahun. Dataran rendah di sepanjang

garis khatulistiwa yang mendapatkan curah hujan minimum 60 mm setiap

bulan dapat mendukung hutan yang selalu hijau (Holdridge, 1967 dalam

MacKinnon, dkk., 2000). Semua bagian Kalimantan terletak pada daerah yang

basah sepanjang tahun.

Pola curah hujan di Indonesia ditentukan oleh dua angin musim. Angin musim

tenggara atau musim kering (Mei – Oktober) dan angin musim barat laut atau

musim basah (November – April). Dari Mei sampai Oktober matahari melintasi

Indocina dan Cina bagian selatan, dan suatu sabuk dengan tekanan rendah

berkembang di atas daratan Asia yang panas. Angin yang membawa hujan

bertiup ke arah utara dari daerah yang bertekanan tinggi di atas Australia dan

Samudera India. Angin ini menyerap kelembaban sambil melintasi lautan yang

luas. Ketika mencapai pulau-pulau di Kawasan Sunda Besar dan daratan Asia,

angin naik ke atas karena harus melintasi jajaran bukit dan gunung. Sambil

naik udara menjadi lebih dingin dan kelembabannya turun menjadi titik-titik

hujan. Hujan musim yang sangat lebat jatuh di atas India dan Cina bagian

selatan dan curah hujan rendah jatuh di di pulau-pulau Dangkalan Sunda,

termasuk Kalimantan (MacKinnon, dkk., 2000).

Dari Oktober sampai Maret matahari melintas bagian selatan garis khatulistiwa.

Asia tengah sangat dingin dan daerah yang panas bertekanan rendah

sekarang berada di bagian selatan Benua Australia. Angin musim bertiup dari

daerah yang bertekanan tinggi di atas Samudera India. Udara dingin ini

bertemu di tempat udara panas, dan pada musim ini hujan yang lebat terjadi

di atas seluruh Dangkalan Sunda, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Pulai Irian

(MacKinnon, dkk., 2000).

Kalimantan hanya memiliki sedikit bulan basah dengan curah hujan kurang

dari 200 mm. Angin musim barat laut (November – April) pada umumnya lebih

basah daripada angin musim tenggara, tetapi beberapa daerah pesisir

menunjukkan pola curah hujan bimodal. Kalimantan dapat dibagi menjadi

lima zona agroklimat. Sebagian besar daerah perbukitan yang tinggi

menerima curah hujan 2000-4000 mm setiap tahun. Sebagian besar daerah

wilayah Kalimantan masuk ke dalam kawasan paling basah (Oldeman, dkk.,

1980 dalam MacKinnon, dkk., 2000). Tidak seperti Sumatera, di Kalimantan tidak

Page 60: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

5-22

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

ada gunung-gunung di daerah pesisir yang mempengaruhi curah hujan,

walaupun beberapa gunung yang pendek mempengaruhi curah hujan lokal,

terutama di Kalimantan bagian timur. Kalimantan Tengah dan Barat adalah

kawasan paling basah, sementara bagian-bagian di pesisir timur jauh lebih

kering.

Angin musim barat laut mencapai Kalimantan Barat pada bulan Agustus-

September dan kemudian musim hujan berlangsung sampai bulan Mei; curah

hujan sangat tinggi terutama pada bulan November dan yang kedua pada

bulan April. Dari bulan Juni sampai Agustus, iklim relatif lebih kering tetapi tidak

ada bulan yang curah hujannya kurang dari 100 mm. Di Kalimantan Tengah

dan Selatan, curah hujan umumnya tinggi di daerah utara daripada di daerah

pesisir. Hal ini terjadi karena pengaruh angin musim tenggara jauh lebih besar

daripada yang terjadi di Kalimantan Barat. Bulan kering terjadi dari bulan Juli

sampai September terutama di daerah-daerah bayang-bayang hujan di

bagian barat pegunungan Meratus, misalnya di Martapura. Namun musim

kemarau di sini masih tidak sekering di Jawa dan Nusa Tenggara (MacKinnon,

dkk., 2000).

Kalimantan Tengah adalah termasuk daerah yang tidak jauh lebih kering

dibandingkan daerah-daerah pesisir di Kalimantan Timur dan bagian timur

Sabah. Hal ini terjadi karena pengaruh angin musim barat laut jauh lebih

lemah karena hampir semua hujan jatuh di pegunungan bagian tengah dari

Kalimantan. Bahkan selama musim penghujan, curah hujan relatif lebih rendah

dan sering kurang dari 200 mm/bulan. Tidak ada musim kemarau yang khusus

karena angin musim tenggara yang melintasi laut terbuka, juga membawa

hujan ke daerah ini (MacKinnon, dkk., 2000).

Walaupun pola iklim Kalimantan secara umum bercirikan curah hujan yang

tinggi, periode kemarau yang pendek sepanjang tahun berperanan penting

dalam kehidupan tumbuhan dan mempengaruhi pola pembungaan dan

pembuahan pada tumbuhan. Hanya kadang-kadang saja musim kemarau

berlangsung agak lama. Pada tahun 1982-1983 di Kalimantan terjadi musim

kemarau yang berkepanjangan, yang terjadi lagi pada tahun 1987 dan 1990.

Musim kemarau yang panjang ini terjadi secara berkala dalam sejarah

Kalimantan, dan mungkin berkaitan dengan osilasi El-Niño di bumi bagian

selatan (Leighton dan Wirawan, 1986 dalam MacKinnon, dkk., 2000). Keadaan

pada musim kemarau dapat berdampak berat pada vegetasi alami. Musim

kemarau panjang yang terjadi tahun 1982-1983 menyebabkan kematian

semua tumbuhan berkayu di beberapa tempat, khususnya hutan-hutan

pegunungan atas yang tanahnya dangkal, dan lima tahun kemudian masih

banyak yang belum pulih kembali. Pada waktu kebakaran yang terjadi pada

tahun 1982-1983, api dan kemarau panjang menghanguskan 3,6 juta hektar

hutan di Kalimantan Timur dan hampir 1 juta hektar hutan di Sabah. Namun

musim kemarau yang berkepanjangan juga berperan penting dalam

membentuk ekosistem hutan di Kalimantan, karena kondisi kering merangsang

terjadinya pembungaan massal dan pembuahan pada jenis-jenis

Dipterocarpaceae (MacKinnon, dkk., 2000).

Page 61: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

6.1 EKOSISTEM PERAIRAN

Ekosisitem pesisir Kalimantan Tengah secara umum terdapat di daerah

estuaria, perairan pantai dan laut dangkal, serta hutan rawa. Dimana

ekosistem perairannya terdiri atas ekosistem mangrove, dan padang lamun.

Kondisi perairannya yang mempunyai tingkat kekeruhan cukup tinggi

mengakibatkan ekosistem terumbu karang tidak dapat hidup di wilayah ini.

Akan tetapi untuk ekosistem mangrove (bakau dan nipah) dan hutan rawa

sangat subur dan berfungsi sebagai habitat yang baik bagi beberapa fauna

khas di wilayah ini.

6.2 MANGROVE

Hutan mangrove adalah nama kolektif untuk vegetasi pohon yang menempati

pantai berlumpur di dalam wilayah pasang surut, dari tingkat air pasang

tertinggi sampai tingkat air surut terendah. Ekosistem mangrove dapat

dibedakan dalam tiga tipe utama, bentuk pantai/delta, bentuk muara

sungai/laguna, dan bentuk pulau. Ketiga tipe tersebut terwakili di Kalimantan

secara umum, terutama di Kalimantan Tengah.

Ada tiga tipe akar yang biasa dijumpai pada hutan Mangrove yaitu akar lutut,

akar nafas, dan akar tunjang. Jenis hutan mangrove (bakau) yang ditemukan

di kesisir Kalimantan Tengah dapat dilihat pada Tabel 6.2. Secara tidak

langsung atau tidak langsung, hutan mangrove melindungi dan menyediakan

makanan bagi berbagai komunitas binatang, termasuk burung-burung pantai

dan banyak organisme laut. Hutan mangrove mempunyai fauna yang kaya

akan udang-udangan yang besar dan moluska, juga merupakan tempat yang

penting untuk memijah dan pembibitan bagi udang dan banyak jenis ikan

pelagis bernilai komersial penting.

Dilihat dari sebarannya, hutan mangrove wilayah pesisir dan laut Kalimantan

Tengah terdapat di Kabupaten Kapuas, di Kabupaten Kotawaringin Timur, dan

Kabupaten Kotawaringin Barat. Luas hutan mangrove yang ada di Propinsi

Kalimantan Tengah diperkirakan seluas kurang lebih 346.540 ha tersebar di

sepanjang pantainya (Sumber: diolah dari berbagai sumber). Sedangkan data

pada tahun 2000, memperlihatkan adanya tekanan terhadap hutan

mangrove (lihat Tabel 6.1). Kawasan tersebut tersebut ada yang dikelola oleh

pemilik HPH (Hak pengguna Hutan), dan oleh masyarakat pesisir guna

pembukaan tambak. Tetapi pada umumnya pembukaan tambak dilakukan

pada hutan mangrove di bagian darat yang telah hilang fungsinya sebagai

pelindung pantai dari aberasi (baca lebih lanjut di Sub-bab 6.7 Fungsi dan

Manfaat Habitat Utama, bagian Flora, alinea ke-7).

Tabel 6.1 Hutan Bakau di Kalimantan Tengah (Sumber: MacKinnon, dkk., 2000)

Hutan Bakau dan Nipah Hutan Bakau saja

Luas Asal

(ha)

Sisa (ha) Dilindungi (ha) Diusulkan (ha) Sisa (ha) HPH (ha)

950.000 750.000 1.000 170.000 266.800 143.000

Page 62: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 6.2 Jenis Hutan Bakau di Kalimantan Tengah (Sumber: MacKinnon, dkk., 2000) Suku Jenis

Jenis Khusus di Hutan Mangrove

Avicennia alba

A.marina

Avicenniaceae

A.officinalis.

Lumnitzera littorea Cmbretaceae

L.racemosa

Euphorbiaceae Excoecaria agallocha

Flacourtiaceae Scolopia macrophylla

Xylocarpus grantum Meliaceae

X.moluccensis

Myrsinaceae Aegiceras corniculatum

Mystaceae Osbornia octodonta

Palmae Nypa fruticans

Bruguiera cylindrica

B.gymnorrhiza

B.sexangula

Ceriops decandra

C.tagal

Rhizopora apiculata

R.mucronata

Rhizophoraceae

R.stylosa

Rubiaceae Scyphiphora hydrophyllacea

Rutaceae Paramignya angulata

Sonneratia alba

S.caseolaris

Sonnerataceae

S.ovata

Sterculiaceae Heritiera littoralis

Jenis Bukan Khusus Hutan Mangrove

Apocynaceae Cerbera manghas

Barringtonia acutangula Lecythidaceae

B.racemosa

Thespesia populnea Malvaceae

Hibiscus tiliaceus

Palmae Oncosperma tigillarium

Tiliaceae Brownlowia argentata

Gambar 6.1 Populasi Nipah di Sepanjang Sungai Kapuas (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 6.2 Pohon Mangrove di Sungai Teras (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 63: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

6.3 PADANG LAMUN

Istilah rumput laut dalam bahasa Indonesia mengacu secara kolektif baik

kepada tumbuhan laut yang berbunga (lamun) yang hidup di bawah

permukaan air, maupun kepada ganggang bentos makroskopik (rumput laut).

Tetapi secara ekologis, padang lamun disebut sebagai ilalang laut (sea grass),

sedangkan rumput laut disebut sebagai ganggang atau alga laut (Sea

weeds). Padang lamun didominasi oleh lamun, walaupun di antara tumbuhan

ini dapat pula ditemukan ganggang laut, termasuk ganggang hijau (green

algae). Lamun tumbuh pada substrat berpasir di perairan dangkal yang

mendapat penyinaran cukup baik.

Produktivitas padang lamun cukup tinggi, sebagai contoh produktivitas bersih

lamun Thalassodendron ciliatum di lepas pantai Sulawesi adalah 16,4 ton/ha

(Whitten, dkk., 1987), angka ini lebih tinggi daripada produktivitas kebanyakan

hutan dataran rendah lainnya. Rumput laut dan ganggang yang hidup

sebagai epifit pada lamun merupakan persediaan senggutan bagi duyung,

penyu, jenis-jenis ikan tertentu, dan beberapa jenis landak laut yang

mempunyai bakter-bakteri pencerna selulosa. Hanya 5% lamun dikonsumsi

secara langsung, sisanya memasuki rantai makanan di lepas pantai sebagai

bahan yang mengalami penguraian, yang menjadi makanan binatang-

binatang pemakan detritus (MacKinnon, dkk., 2000).

Banyak ikan dan invertebrata pada stadium dewasa dan muda menghabiskan

sebagian waktu dari daur hidupnya di padang lamun, untuk mencari makan

atau berlindung. Jenis-jenis komersial dan jenis-jenis yang dimakan penduduk

mencakup ikan baronang, ikan biji nangka emas, dan belanak, invertebrata

yang dapat dimakan misalnya kepiting, udang, kerang, dan teripang.

Beberapa di antara ganggang laut yang umum terdapat di padang lamun

juga dapat dimakan. Padang lamun juga merupakan tempat penangkapan

ikan yang populer di Indonesia karena biasanya terdapat di pantai yang

dangkal, dan kadang-kadang mudah dicapai (MacKinnon, dkk., 2000).

Padang lamun juga memiliki berberapa fungsi lainnya, termasuk pemantapan

cadangan pasir lepas pantai dan pengangkutan pasir karbonat secara teratur

ke dalam sistem pantai yang dinamis di dekat pantai. Padang ini juga

merupakan sumber ganggang laut yang mempunyai nilai komersial dan

menguntungkan, terutama untuk budidaya ganggang laut. Sebagai ekosistem

di perairan dangkal yang mendapat penyinaran cukup baik, ekosistem ini

sangat rawan terhadap kerusakan akibat peningkatan sedimentasi,

pengerukan, dan pencemaran panas dan bahan kimia, serta eksploitasi yang

berlebihan. Padang lamun potensial tersebar di sepanjang perairan pantai

Kalimantan Tengah.

Tabel 6.3 Jenis Lamun Yang Ditemukan di Kalimantan Tengah

(Sumber: MacKinnon, dkk., 2000) Suku Jenis

Halodule uninervis

H.pinifolia

Potamogetonaceae

Cymodocea rotundata

Enhalus acoroides

Thalassia hemprichii

Helophila ovalis

H.decipiens

H.spnulosa

Hydrocharitaceae

H.beccarii

Page 64: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

6.4 ESTUARIA

Estuaria adalah daerah litoral yang agak tertutup (teluk) di pantai, tempat

sungai bermuara dan air tawar dari sungai bercampur dengan air asin dari

laut, biasanya berkaitan dengan pertemuan perairan sungai dengan air laut.

Produktivitas alami estuaria dan lautan dangkal sekitar pantai di Kalimantan

menunjang perikanan pantai yang sangat kaya. Sungai-sungai besar di

Kalimantan secara terus menerus membawa endapan, mineral, dan zat-zat

hara ke dalam estuaria, memperbaharui bahan-bahan yang hilang untuk

memelihara produktivitas yang tinggi. Produktivitas estuaria lebih dari dua kali

yang didapatkan kebanyakan ekosistem darat dan dua puluh kali lebih besar

daripada di samudera terbuka (Knox dan Miyabara, 1984). Produktivitas tinggi

ini menjadikan zona pesisir sebagai sumber zat hara untuk perikanan komersial

yang kaya di Kalimantan, baik di dekat pantai maupun jauh ke laut. Muara

sungai merupakan sebagian dari daerah-daerah penangkapan ikan yang

paling berharga di Indonesia selain sebagai tempat pembibitan yang penting

untuk larva dan anak-anak ikan bersirip serta kerang-kerangan.

6.5 FLORA DAN FAUNA

Dengan posisi geografis dan tipe topografi, daerah estuaria dan hutan rawa di

pesisir Kalimantan Tengah memiliki berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang

hidup subur. Berbagai jenis vegetasi komersial dan buah-buahan, merupakan

kekayaan alam yang memiliki daya tarik sendiri khususnya bagi wisatawan.

Jenis vegetasi tersebut antara lain: kayu lanan, ulin, meranti, ramin, gaharu

buaya, blangiran durian, rambutan, cempedak, dan sebagainya (sumber:

diolah dari berbagai sumber).

Sedangkan berbagai jenis margasatwa (fauna) yang hidup di kawasan

tersebut (terutama di Kabupaten Kotawaringin Barat) diantaranya adalah

Orangutan, Owa-Owa Klasi, Banteng, Rusa, Kijang, Beruang Madu, berbagai

jenis Ular, Burung Beo, Cocak Rowo, Bekantan, Buaya, dan sebagainya

(sumber: diolah dari berbagai sumber).

FLORA

Beberapa tipe vegetasi dapat dikenal, tapi pada umumnya membaur dengan

tipe lainnya, sehingga sulit untuk dengan cepat menentukan tipe-tipe vegetasi.

• Hutan Dipterocarpus Tanah Kering

Tipe hutan ini merupakan tipe yang paling umum di Taman Nasional

Tanjung Puting dan mencakup 40% - 50% dari keseluruhan kawasan.

Tajuk pohon dapat mencapai ketinggian 30 – 40 meter. Pohon-pohon

berukuran besar jarang dijumpai namun regenerasi terdapat di hampir

seluruh area. Jenis pohon yang terdapat antara lain : Shorea spp,

Myristica, Castanapsis, Lithonopsis, Xylopta, Campnosperma, dan

Koompassia. Ulin (Eusideroxylon zwargen) terdapat di pinggir tipe hutan

ini, dan di beberapa tempat terutama di bagian timur taman nasional.

Gambar 6.3 Hutan Rawa di Sepanjang Sungai Sekonyer, Kab. Kotawaringin Barat

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 65: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-5

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

• Hutan Rawa Campuran Perifer

Kurang lebih 20% dari kawasan Taman Nasional Tanjung Puting

diklasifikasikan sebagai hutan rawa campuran perifer. Pada tipe hutan ini

terdapat banyak sekali jenis pohon dan merupakan hutan rawa yang

paling kaya di daerah tropika, Terdapat 2 sub-tipe yang dominan dari

hutan rawa ini. Yang dibedakan dengan terdapat/tidak terdapatnya

ramin (Gonystylus bancanus).

• Rawa Gambut

Tanah gambut dataran rendah menunjang kehadiran formasi hutan

yang khas dengan flora yang agak terbatas.

Rawa gambut ramin hampir terdapat di seluruh pinggiran kawasan

Taman Nasional Tanjung Puting, dan sebagian besar sudah rusak karena

ditebang pohon raminnya. Di samping pohon ramin, rawa gambut ini

dicirikan dengan kehadiran Dyera, Tetramerista, Palaquium,

Campnosperma, Gauna, Mesua, Dactylocladus, dan Alstonia. Hutan

rawa gambut merupakan habitat yang penting bagi bekantan.

Bekantan dapat ditemukan dengan mudah di Taman Nasional Tanjung

Puting, bahkan di kawasan hutan rawa yang sudah di balak.

• Hutan Rawa Transisional

Salah satu tipe hutan rawa yang penting yang dicirikan oleh tumbuhnya

Castanopsis, Casuarina sumatrana, Schima, Tetramerista, Durio

acutifolius, Eugenia, dan jenis merant yang disebut Damar Batu.

Disamping itu juga terdapat banyak rotan, pandan, dan liana.

• Hutan Kerangas

Suatu tipe hutan dengan pohon-pohon yang berukuran pole (pancang)

yang tumbuh diatas pasir putih. Di Taman Nasional Tanjung Puting, tipe

hutan ini menutup 5-10% kawasannya. Jenis-jenis pohon yang terdapat

pada tipe ini antara lain : Dacrydium, Eugenia, Lithocarpus conocarpus,

Castanopsis, Hopea, Schima¸dan Melaleuca. Pada umumnya keliling

batang pohon ini tidak lebih dari 2 meter dan tajuk tidak lebih dari 20

meter.

FAUNA

Orangutan (Pongo pygmaeus) merupakan satwa yang unik dan khas yang

hidup hanya di pulau Kalimantan dan pulau Sumatera. Perbedaan antara

Orangutan Kalimantan dan Sumatera dapat dilihat dari warna dan ukuran

bulunya. Orangutan Kalimantan berwarna merah kehitaman dan bulunya

kurang lebat, sedangkan Orangutan Sumatera mempunyai bulu agak merah

dan bulunya agak lebat dan panjang. Keberadaan Orangutan Kalimantan di

Taman Nasional Tanjung Puting sangat menonjol dan mendapat perlakuan

khusus. Populasinya sekarang diperkirakan sekitar 2000 ekor, hidup di dalam

kawasan hutan. Meskipun Orangutan sering berkeliaran di hutan sekunder atau

lapangan terbuka, kesinambungan hidupnya sangat erat terkait dengan

keberadaan hutan hujan tropis primer. Di Taman Nasional Tanjung Puting,

orangutan memanfaatkan lebih dari 400 jenis makanan, kurang lebih 200 jenis

adalah buah-buahan. Meskipun populasi Orangutan yang berkembang biak

menempati areal yang kecil, secara individu orangutan menempati home

range yang luas. Betina-betina dewasa mendiami hutan hujan tropis seluas 5-6

km secara tumpang tindih atau mungkin lebih lus lagi. Oleh karena itu,

gugusan-gugusan hutan hujan tropis yang utuh (tidak terganggu) sangat

penting bagi kelangsungan hidup Orangutan. Disamping itu, Orangutan

adalah satwa yang cukup besar dan lamban, sehingga rapuh terhadap

predasi manusia. Oleh karena itu perlindungan yang ketat merupakan hal

yang sangat vital bagi mereka.

Page 66: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-6

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Beruk (Macca nemestriana)

Monyet yang berukuran cukup besar ini jarang dijumpai di Taman Nasional

Tanjung Puting. Mereka hidup dalam kelompok atau gerombolan dengan

jumlah individu berkisar 10-30 ekor per kelompok, serta mendiami home range

yang sangat luas yang mungkin lebih dari 50 km luasnya. Di areal atau

kawasan yang berbatasan dengan tanah pertanian, beruk dapat menjadi

hama yang sangat ganas dan merugikan. Meskipun monyet ini kadang-

kadang berkeliaran meninggalkan hutan hujan primer, areal hutan yang luas

sangat penting bagi kelangsungan hidup mereka untuk jangka panjang.

Penyu Hijau (Chelonia mydas)

Penyu hijau diketahui bersarang di propinsi Kalimantan Tengah. Meskipun

penyu adalah hewan yang dilindungi pemerintah Indonesia, tetap terdapat

perdagangan penyu dan telur penyu yang memiliki penyu, baik untuk

konsumsi dalam negeri dan luar negeri. Penyu hijau diketahui bersarang di

sekitar wilayah Kumai.

Bekantan (Nasalis larvatus)

Bekantan yang juga disebut kera Belanda merupakan primata endemik

Kalimantan, hidup atau dapat dijumpai hanya di pulau Kalimantan serta Pulau

Laut yang letaknya sangat dekat dengan Pulau Kalimantan. Di Taman Nasional

Tanjung Puting, bekantan hidup terbatas pada habitat rawa gambut dan

hutan tanah kering di tepian. Pada siang hari, bekantan mencari makan

sampai sejauh 1,5 km dari sungai, namun sore hari mereka berada pada

beragam pepohonan di tepi sungai dan bermalam disitu sampai pagi hari.

Bekantan biasanya hidup berkelompok-kelompok terdiri atas 2-23 ekor per

kelompok yang setiap kelompok memiliki seekor jantan yang nampak dari ciri

khasnya yaitu berbadan serta berhidung besar. Diperkirakan kawasan Taman

Nasional Tanjung Puting didiami 1000 – 2000 ekor bekantan. Bekantan adalah

primata pemakan dedaunan dan buah-buahan, memakan daun-daun muda

dan biji buah-buahan yang belum masak dalam porsi yang sangat banyak.

Meskipun saat ini bekantan masih banyak tersebar dan mudah dijumpai di

Kalimantan, jenis ini sangat tergantung pada lahan basah yang berhutan,

yang terancam keberadaannya, terutama yang berada di luar kawasan

Taman Nasional Tanjung Puting.

Gambar 6.4 Bekantan di Taman Nasional Tanjung Puting (Sumber: Yayorin, 2002).

Kelasi atau Lutung Merah (Presbytis rubicunda)

Seperti halnya bekantan, Kelasi juga endemik di pulau Kalimantan. Bersama-

sama dengan bekantan pula, Kelasi adalah salah satu lutung yang

penyebarannya mencakup seluruh pulau. Meskipun demikian, tidak seperti

bekantan, Kelasi mendiami daerah pedalaman dan kelompok-kelompoknya

agak mendominasi hutan Dipterocarpus tanah kering dan habitat rawa

Page 67: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-7

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

gambut. Jumlah anggota kelompok Kelasi bervariasi dari 3 sampai 10 ekor dan

dengan luas home range dari 35 sampai 99 hektar. Makanan mereka sangat

bervariasi terdiri atas buah-buahan serta daun-daunan.

Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Habitat dari kera ekor panjang (monyet) di Taman Nasional Tanjung Puting

terbatas pada hutan rawa gambut dan hutan hujan kering yang berada

ditepian atau sepanjang sungai-sungai besar serta hutan nipah-bakau

sepanjang pantai. Di habitat hutan rawa gambut dan hutan tanah kering

mereka makan buah-buahan, sedangkan di daerah pantai mereka memakan

juga kepiting atau ketam dan binatang pantai yang kecil lainnya. Satwa yang

mudah beradaptasi ini hidup secara bergerombol dengan pasukan monyet

jantan dan betina berjumlah sekitar 12-30 ekor per kelompok.

Lutung (Presbytis cristata)

Lutung kadang-kadang terlihat di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, di

sekitar Tanjung Harapan dan Pondok Tanggui. Jenis primata ini merupakan

jenis yang hidup di dekat/sepanjang sungai dan hutan sekunder. Meskipun

lutung ada di Tanjung Puting, namun mereka jarang dapat dijumpai.

Owa-Owa (Hylobates muellery)

Sub jenis Owa-owa Kalimantan hidup di Taman Nasional Tanjung Puting.

Secara keseluruhan, sifat adaptasi dari kerabat Owa-owa adalah sangat khas

dan hampir sama sekali tidak menyerupai sifat adaptasi monyet atau kera

lainnya. Dimanapun Owa-owa dijumpai, mereka secara eksklusif arboreal,

mempunyai teritori di tempat yang tinggi, serta hidup dalam kelompok-

kelompok keluarga yang kecil terdiri atas jantan dewasa, betina dewasa, dan

anak-anak yang masih bergantung pada induknya. Kepadatan populasi Owa-

owa di dalam hutan hujan tropis adalah rendah dengan rata-rata luas daerah

teritori 45 hektar dan variasi jumlah anggota kelompok berkisar antara 2-4

individu per-kelompok. Di samping sifat-sifatnya yang khas yaitu pemakan

buah-buahan, arboreal, memiliki daerah teritori serta hidup terbatas pada

hutan primer, Owa-owa juga sangat rapuh terhadap rusaknya habitat

terutama karena tidak mungkin meninggalkan areal tempat

tinggal/habitatnya sampai areal tersebut benar-benar rusak.

Gambar 6.5 Owa-owa di Taman Nasional Tanjung Puting (Sumber: Yayorin, 2002)

Burung Sindanglawe (Ciconia stormil)

Burung Sindanglawe termasuk jenis burung yang paling penting di Taman

Nasioanal Tanjung Puting, termasuk salah satu dari 20 jenis burung bangau

yang paling langka di dunia serta dimasukkan dalam kategori terancam

punah oleh IUCN. Dikenal sebagai burung soliter di hutan primer dan rawa-

rawa. Sindanglawe sering terlihat sendirian maupun berkelompok, di tepian

Page 68: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-8

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

sungai-sungai yang banyak terdapat di dalam kawasan. Dibanding dengan

kawasan konservasi lainnya di Indonesia yang terdapat jenis burung ini, Taman

Nasional Tanjung Puting termasuk yang memiliki densitas paling besar. Sifat

ekologis jenis burung ini sangat mirip dengan bangau hitam yang sering

memadati hutan-hutan primer di Eurasia dan daerah jelajah jenis ini sympatric

dengan wooly-necked stork yang tampaknya lebih berafiliasi dengan daerah-

daerah terbuka. Tidak banyak diketahui mengenai makanan Sindanglawe ini,

namun dikatakan bahwa katak dan cacing termasuk dalam daftar menunya.

Di luar Kalimantan dan Sumatera, jenis burung ini diketahui ada di Malaysia

dan Thailand. Estimasi terakhir dari jumlah populasi jenis burung ini di Indonesia

menunjukkan angka 300.

Burung Rangkong (Buceros sp)

Jenis burung Rangkong termasuk dalam satwa yang dilindungi, yang

bentuknya sangat khas, dengan bentuk kepala yang kelihatan membawa

mahkota. Di pulau Kalimantan Burung Rangkong ini disebut juga dengan

Enggang yang keberadaannya sedikit diistimewakan oleh penduduk

pedalaman Kalimantan (Suku Dayak) yaitu melalui acara-acara adat yang

tidak sedikit menggunakan burung Rangkong tersebut. Burung Rangkong

sering terlihat hinggap di pohon-pohon yang tinggi di kawasan Taman Nasional

Tanjung Puting dan kebanyakan jenis burung ini berpasang-pasangan.

Burung Raja Udang Paruh Bangau (Pelargopsis capensis)

Jenis burung Raja Udang Paruh Bangau juga merupakan jenis burung yang

dilindungi yang keberadaannya sudah jarang dijumpai di luar pulau

Kalimantan. Di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting burung Raja Udang ini

seringkali terlihat pada siang hari dan sore hari melintasi Sungai Sekonyer dan

terkadang terlihat seakan berlomba dengan klotok yang melewati Sungai

Sekonyer, dan biasanya hanya terbang sendirian untuk mencari makan.

Buaya Sapit (Tomistoma schlegelli)

Dari berbagai jenis reptil yang hidup disungai-sungai di dalam kawasan Taman

Nasional Tanjung Puting beberapa diantaranya adalah jenis Buaya Sapit dan

Buaya Muara. Buaya Sapit ini sering terlihat di danau dekat camp Leakey

sepanjang sungai Sekonyer Simpang Kanan untuk menghangatkan diri

ataupun menunggu mangsanya. Di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting

warna dari kulit Buaya Sapit ini hitam seperti warna sungainya dan mempunyai

moncong kepala agak panjang.

Gambar 6.6 Buaya Sapit (Sumber: http:// www.sommerlad.de/kroko-pic/ ralfi05.jpg)

Page 69: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-9

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Buaya Muara (Crocodylus porosus)

Seperti halnya Buaya Sapit, di Taman Nasional Tanjung Puting juga ada jenis

Buaya Muara. Jenis buaya muara ini mempunyai kulit hitam dan di atas kepala

sampai ekornya berwarna kekuning-kuningan serta kepala lebih pendek dari

Buaya Sapit.

Gambar 6.7 Buaya Muara (Sumber: http://www.flmnh.ufl.edu/natsci/herpetology/ act-

plan/cporo.htm)

Duyung (Dugong dugong)

Duyung adalah mamalia laut pemakan tumbuhan. Duyung diketahui

berhabitat di seluruh pesisir Kalimatan Tengah (Atlas Sumberdaya Kelautan -

Bakosurtanal, 1998; MacKinnon, dkk., 2000).

Gambar 6.8 Duyung (http://www.zogold.net/herveybay/ art/dugong.jpg)

Gambar 6.9 Penyu Hijau (http://www.strt.hacettepe.edu.tr/images/

biyolojisi/celonia.jpg)

Page 70: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-10

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Ikan dan Udang

Species Ikan, Udang, Kepiting, dan Cumi yang biasa ditemukan di perairan

Kalimantan Tengah disajikan pada Tabel 6.4.

Tabel 6.4 Fauna Laut Yang Terdapat di Perairan Kalimantan Tengah (Sumber: diolah dari berbagai sumber)

NO. FAUNA NAMA LOKAL NAMA LATIN 1. Ikan (pisces) Tongkol

Katsuwonus pelamis Puput Putih Tunus abause Bandeng

Albula vulves Bawal Hitam Formito pipay Pari Tlygam pepae Kakap Evinephalus paurina Layaran Isthopanus sp Belanak Pugi chepalus

2. Udang (Crustacea) Udang Putih Penaeus indicus Udang Windu Penaeus monodon

3. Kepiting Rajungan Portunus velagius 4. Cumi (Chepalopoda) Cumi Loligo vulgaris 5. Penyu Penyu Hijau Chelonia mydas 6. Ubur-ubur Ubur-ubur Jelly fish

Gambar 6.10 Kepiting Bakau (http://www.brisbane-stories.powerup.com.au/

.../mudcr_4.htm)

Gambar 6.11 Ubur-Ubur (http://www.artzine-journal.com/3rd_Issue/ Images/)

Gambar 6.12 Udang Penaeus (http://www.inh.co.jp/~penaeusj/ monodon.html)

Page 71: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-11

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

6.6 PENGGUNAAN DAN ANCAMAN HABITAT UTAMA

Pemanfaatan sumber daya kelautan masih sangat kecil dibanding dengan

potensi yang tersedia. Pemanfaatan potensi yang sudah berjalan adalah

penangkapan ikan dari alam. Usaha budidaya seperti tambak masih dalam

tahap permulaan dalam skala kecil. Sedangkan budidaya lainnya seperti

budidaya rumput laut belum dikenal masyarakat.

Dilihat dari potensi, hasil penelitian UNLAM tahun 1985, menyimpulkan potensi-

potensi pengembangan budidaya air payau (tambak) di Kabupaten

Kotawaringin Timur seluas 16.056 ha. Di Kabupaten Kapuas dan Kotawaringin

Barat potensi tanah untuk pengembangan budidaya perikanan di pesisir ke

arah laut juga sangat potensial.

6.7 FUNGSI DAN MANFAAT HABITAT UTAMA

Flora

Hutan bakau sering dianggap sebagai lahan liar yang kecil nilainya atau sama

sekali tidak bernilai, sampai hutan itu dikembangkan, yaitu dikonversikan untuk

kegunaan lain. Pendekatan ini tidak melihat nilai-nilai alam yang dimiliki oleh

ekosistem hutan bakau. Memang hutan bakau dan muara sungai barangkali

merupakan dua ekosistem pesisir yang paling berharga di Kalimantan, dilihat

dari segi keuntungan yang diberikan kepada masyarakat. Kepentingan hutan

bakau sebagai sumber daya terletak pada hasil-hasil yang dapat diperoleh

(baik secara tradisional dan komersial), dan dari jasa yang diberikan cuma-

cuma oleh hutan bakau seperti perlindungan pantai dan pengendalian erosi.

Hutan bakau menyediakan bermacam-macam kayu bangunan dengan

berbagai mutu. Sebagai kayu bangunan, kayu yang berasal dari hutan bakau

sering bermutu rendah, tetapi bayur laut, terungtung, dan miri menghasilkan

kayu bermutu tinggi. Tengar dan bogen menghasilkan kayu yang sangat awet,

ideal untuk tiang dan tiang pancang yang digunakan sebagai bahan

bangunan di pemukiman-pemukiman di daerah pesisir.

Sejak tahun 1960-an hutan bakau di Indonesia semakin banyak dimanfaatkan

sebagai sumber kayu cacah dan pulp. Sebagian besar hutan bakau di

Kalimantan sekarang ini mengalami penebangan komersial untuk kayu cacah,

tetapi di beberapa daerah pohon-pohon juga ditebang untuk pembuatan

pulp.

Banyak masyarakat pesisir di Kalimantan mengambil hasil-hasil hutan bakau

untuk keperluan rumah tangga dan dijual ke pasar setempat. Hasil-hasil

komersial dan tradisional dari hutan bakau berkisar dari bahan bangunan,

kayu bakar, bahan untuk penangkapan ikan, atap dari nipah, arang, obat-

obatan, sampai ikan, kembang gula, dan madu.

Bila nilai hasil hutan bakau yang dapat dipasarkan dapat dinyatakan dalam

rupiah, nilai jasa cuma-cuma yang diberikan hutan bakau lebih sulit diukur

jumlahnya dan sering terabaikan. Detritus yang berasal dari ekosistem hutan

bakau merupakan pangkal rantai makanan, dan banyak perikanan pantai

dan dekat pantai yang tergantung pada detritus.

Sumber daya hutan bakau hanya dapat diperbarui bila proses-proses ekologi

yang menentukan ekosistem dapat dipertahankan. Kesehatan dan regenerasi

alami hutan bakau bergantung pada tiga faktor utama: ketersediaan air tawar

dan air asin dalam jumlah dan keseimbangan yang cukup; pasokan hara yang

cukup; dan substrat yang mantap. Modifikasi salah satu atau lebih faktor kritis

ini dapat merusak atau meniadakan kemampuan sumber daya ini untuk

dapat diperbarui.

Hutan bakau dapat dikelola untuk mempertahankan produktivitas alaminya

atau dapat pula dikonversi ke dalam bentuk-bentuk tata guna lahan lainnya

Page 72: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-12

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

seperti budidaya perairan, pertanian, produksi garam, rencana-rencana

pembangunan. Dari sudut pandang ekologi, untuk menentukan berbagai

pilihan cara pengelolaan, semua rencana untuk mengubah sumber daya

hutan bakau harus memperhatikan nilai jangka panjang.Daerah hutan bakau

pada umumnya tidak sesuai untuk pertanian. Namun beberapa hutan bakau

telah dibuka untuk budidaya tanaman pertanian di sekitar daerah

pemukiman, di tepi pantai atau oleh transmigran yang bermukim di lahan

rawa daerah pasang surut untuk memperluas lahan garapannya.

Budidaya perikanan mungkin dapat memberikan keuntungan yang lebih besar

daripada pertanian. Budidaya perikanan dapat menyediakan sumber protein

murah untuk konsumsi dalam negeri, kesempatan kerja untuk penduduk yang

sedang berkembang dan merupakan penghasil devisa yang penting yang

diperoleh dari penjualan komoditas ekspor.

Fauna

Di sebagian besar pesisir Kalimantan, sungai-sungai besar mengalir ke laut

yang dangkal di Dangkalan Sunda, yang perairannya terlalu berlumpur atau

terlalu tawar untuk pertumbuhan binatang karang, sehingga tidak terdapat

karang, atau karang yang ada tidak berkembang dengan baik. Padahal

terumbu karang sebenarnya mampu menambah kontribusi untuk daerah

penangkapan ikan dan hasil laut lainnya, serta berpotensi untuk pariwisata.

Pemanfaatan fauna pesisir yang penting bagi masyarakat pesisir Kalimantan

Tengah adalah potensi perikanan (biota), yaitu perikanan tangkap laut dan

estuaria, baik yang bernilai ekonomis lokal dan regional maupun yang hanya

dimanfaatkan secara terbatas. Pemanfaatan terbatas biota air contohnya

adalah ikan lumpur atau Boleopthalmus boddarti (ukuran panjang sekitar 13

cm, diameter sekitar 2,5 cm) yang bisa digunakan oleh masyarakat setempat

(seperti di Desa Ujung Pandaran, Kab. Kotawaringin Timur) untuk pengobatan

asma secara tradisional (lihat Gambar 6.13). Populasi buaya juga bisa

mendapatkan tekanan oleh manusia, yaitu diburu untuk diambil kulitnya

sebagai bahan kerajinan komersial tinggi, dan tangkurnya sebagai aprodhisiak

(obat kuat). Sedangkan fauna khas penghuni hutan rawa pesisir seperti orang

utan, bekantan, burung rangkong, dan sebagainya merupakan daya tarik

untuk wisatawan.

Gambar 6.13 Ikan Lumpur yang Biasa Digunakan Penduduk Setempat Untuk Obat Asma (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 73: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

6-13

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

6.8 ISU-ISU

Terjadinya deforestasi di daerah hulu dan sekitar daerah aliran sungai (DAS)

bisa mengakibatkan banjir sungai yang membawa debit air dan lumpur yang

besar menyebabkan punahnya beberapa jenis flora dan fauna, kerusakan

hutan mangrove dan kerusakan ekosistem estuaria dan delta. Tetapi bisa juga

hasil sedimentasi yang terjadi daerah teluk atau perairan dangkal yang

terlindung gelombang akan menambah luas substrat tumbuhnya hutan

mangrove (bakau). Terjadinya abrasi dan sedimentasi di beberapa lokasi

pantai Kalimantan Tengah juga mempengaruhi ekosistem pesisir. Secara

khusus abrasi pantai terjadi di Sungai Bakau dan Pantai Kubu di Kabupaten

Kotawaringin Barat, kemudian di Pantai Ujung Pandaran di Kabupaten

Kotawaringin Timur, dan di Kuala Jelai di Kabupaten Seruyan.

Sedimentasi secara khusus terjadi di Dermaga Rakyat Ujung Pandaran hingga

Lampuyang (Teluk Sampit), kemudian sedimentasi juga terjadi di Teluk

Sebangau, Tanjung Malatayur, Daerah Kiapak (Kabupaten Pulang Pisau),

Daerah Cemara Labat, dan Daerah Pelampai (Kabupaten Kapuas). Dimana

berdasarkan hasil observasi (PPK-ITB,2002) di sekitar Dermaga Rakyat Ujung

Pandaran hingga Lampuyang (Teluk Sampit), sedimentasi tersebut

mengakibatkan pendangkalan dan menambah luasan hutan mangrove yang

ada.

Gambar 6.14. Pemanfaatan Daun Nipah Sebagai Atap Rumah

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 74: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

7-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

ir beserta sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang

mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa, baik secara langsung

maupun tidak langsung sehingga di samping dikuasai oleh negara dan

digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat secara adil dan

merata, maka pemanfaatannya harus ditujukan kepada kepentingan dan

kesejahteraan rakyat agar kebutuhan masyarakat akan air dimaksud

tercukupi. Oleh karena itu haruslah dilindungi dan dijaga kelestariannya.

Kondisi sumberdaya air di pesisir Kalimantan Tengah sangat dipengaruhi oleh 3

(tiga) aspek utama dalam suatu siklus hidrologi yaitu faktor air hujan

(hidrometeorologi), air permukaan dan air tanah (hidrogeologi). Ketiga aspek

ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi.

7.1 KONDISI AIR PERMUKAAN

Air permukaan adalah semua air yang ditemukan di permukaan tanah, seperti

air sungai, air rawa, tambak, danau dan lain-lain. Di Propinsi Kalimantan

Tengah, sumberdaya air permukaan terutama adalah sungai dan rawa.

Secara umum kondisi fisik air sungai berwarna coklat. Terdapat juga sungai-

sungai yang airnya berwarna coklat bercampur hitam, kaya akan zat hara dan

endapan akibat campuran anak sungainya dengan gambut. Debit air pada

musim penghujan sangat besar hingga sering menimbulkan banjir, sedangkan

pada musim kemarau berkurang terutama pada sungai-sungai kecil.

7.1.1 Daerah Aliran Sungai

Propinsi Kalimantan Tengah memiliki banyak aliran sungai. Sungai-sungai

utama di samping sungai-sungai kecil adalah Sungai Jelai, Sungai Arut, Sungai

Lamandau, Sungai Kumai, Sungai Seruyan, Sungai Mentaya, Sungai Katingan,

Sungai Sebangau, Sungai Kahayan, Sungai Kapuas dan Sungai Barito. Semua

aliran sungai tersebut membentang dari utara ke selatan dan bermuara di Laut

Jawa. Dalam pengelolaannya, sungai-sungai ini kemudian dijadikan sebagai

DAS-DAS utama di Kalimantan Tengah.

Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu hamparan

wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit)

yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta

mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet).

Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan

wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada

dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam di suatu

DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum

dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk

menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata

sepanjang tahun (Marwah,2001).

DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik

serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat

A

Page 75: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

7-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Ekosistem DAS,

terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena

mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS.

Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, oleh karenanya

perencanaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam

suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur

hidrologi. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan atau pembuatan

bangunan konservasi yang dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan

dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air dan

transport sedimen serta material terlarut lainnya atau non-point pollution.

Adanya bentuk keterkaitan daerah hulu – hilir seperti tersebut di atas maka

kondisi suatu DAS dapat digunakan sebagai satuan unit perencanaan

sumberdaya alam termasuk pembangunan pertanian berkelanjutan.

Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan

konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya

hutan, tanah, dan air. Dalam dekade terakhir ini permintaan akan sumberdaya

tersebut meningkat sangat tajam yang pada kondisi tertentu menimbulkan

dampak negatif bagi pembangunan pertanian berkelanjutan. Meningkatnya

kebutuhan terutama dalam konteks kepentingan pemenuhan kebutuhan

penduduk yang sangat besar, sangat berdampak kepada pola tekanan

terhadap sumberdaya hutan, tanah, dan air yang berbeda dari satu tempat

ke tempat yang lain (Marwah, 2001). Karakeristik sungai-sungai di Kalimantan

Tengah disajikan pada Tabel 7.1.

Tabel 7.1 Panjang, Lebar, dan Kedalaman Sungai di Kalimantan Tengah (Sumber: Kalimantan Tengah Dalam Angka 2000)

No Nama Sungai Panjang Sungai (km)

Lebar Rata-rata (m)

Kedalaman Rata-rata

(m)

Luas DAS (ha)

1 Sungai Jelai 200 100 5 321.300

2 Sungai Arut 250 100 4

3 Sungai Lamandau 300 200 6 1.139.800

4 Sungai Kumai 175 300 6 403.200

5 Sungai Seruyan 350 300 5 2.793.500

6 Sungai Mentaya 400 400 6 1.669.500

7 Sungai Katingan 650 300 6 1.704.300

8 Sungai Sebangau 200 100 5 596.700

9 Sungai Kahayan 600 500 7 1.787.400

10 Sungai Kapuas 600 500 6 1.681.920

11 Sungai Barito 900 650 8 4.282.280

7.1.1.1 Kondisi Fisik

Sungai Kotawaringin merupakan pertemuan dua sungai yang cukup besar

yaitu sungai Arut dan sungai Lamandau, yang membuat anak-anak sungai

lebih dari 130 buah. Daerah alirannya di Kabupaten Kotawaringin Barat. Debit

air sewaktu-waktu dapat melebihi daya tampung dan sering menimbulkan

banjir.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Jelai sebagian berada di Kalimantan Barat. Anak

Sungai Jelai yang terdapat di daerah ini lebih dari 40 buah sungai, dan Sungai

Kumai mempunyai anak sungai sekitar 30 buah. Panjang perairan pantai di

tiga wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat, Sukamara dan Lamandau sebesar

231 km, cukup luas untuk pengembangan Perikanan Laut.

Page 76: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

7-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Sungai Seruyan terletak di Kabupaten Seruyan dengan luas Daerah Aliran

Sungai sekitar 11.625,00 km2. Debit air normal sekitar 436,80 m3/detik. Perkiraan

persediaan air 13.774,930 x 106 m3/tahun.

Sungai Mentaya merupakan salah satu urat nadi vital Kotawaringin Timur,

terutama Sampit. Sebab, semua kebutuhan bahan pokok pedalaman

Kalimantan Tengah harus dipasok dari Sampit melalui sungai itu. Setelah itu,

baru kemudian didistribusikan ke kota Palangkaraya dengan jalan darat atau

lewat sungai ke daerah pedalaman. Luas DAS Mentaya sekitar 13.283,00 km2

dengan debit normal rata-rata sekitar 521,40 m3/detik. Perkiraan persediaan air

16.430,260 x 106 m3/tahun.

Sungai Katingan memiliki luas DAS sekitar 21.576,00 km2 dengan panjang sekitar

650 km. Lebar rata-rata 50 m. Debit normal sekitar 984,93 m3/detik dan

perkiraan persediaan air 31.070,750 x 106 ton (Profil Sub Dinas Pengairan Dinas

PU Kab. Kotim, 2002).

7.1.1.2 Peruntukkan Sungai

Sungai merupakan sumberdaya alam yang dipergunakan untuk berbagai

keperluan antara lain sebagai bahan baku air minum, pertanian, perikanan

dan usaha perkotaan. Di Propinsi Kalimantan Tengah, sungai memiliki peran

yang sangat penting dalam roda pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Sebagian besar kegiatan ekonomi masyarakat terletak di sepanjang aliran

sungai tersebut misalnya usaha pertanian, perikanan, pemukiman dan pusat-

pusat perkotaan. Hingga saat ini sungai masih merupakan jalur transportasi

utama yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lain (lihat Tabel

7.2).

Tabel 7.2 Peruntukkan Sungai Untuk Transportasi (Sumber: Kalimantan Tengah Dalam Angka 2000)

No Nama Sungai Dapat Dilayari (km) Lokasi

1 Sungai Jelai 150 Kobar

2 Sungai Arut 190 Kobar/Kotim

3 Sungai Lamandau 250 Kobar

4 Sungai Kumai 100 Kobar

5 Sungai Seruyan 300 Kotim

6 Sungai Mentaya 270 Kotim

7 Sungai Katingan 520 Kotim

8 Sungai Sebangau 150 Kotim

9 Sungai Kahayan 500 Kps.P.Raya

10 Sungai Kapuas 420 Kapuas

11 Sungai Barito 700 Barut/Sel

Gambar 7.1 Aktivitas di Sungai Kahayan (Sumber: PPK ITB, 2002)

Page 77: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

7-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

7.1.1.3 Degradasi dan Pencemaran

Pencemaran air adalah suatu masalah kronis yang makin lama semakin parah.

Lemahnya kepedulian masyarakat akan lingkungannya merupakan faktor

utama terjadinya kerusakan lingkungan yang semakin tak terkendali. Secara

umum masalah yang dialami oleh sungai-sungai di Propinsi Kalimantan Tengah

adalah terjadinya pendangkalan sungai akibat sedimentasi dan erosi. Di

samping itu pencemaran sungai oleh limbah mercuri juga merupakan masalah

yang sangat memprihatinkan dewasa ini.

Adanya kegiatan pembabatan hutan serta perubahan pemanfaatan hutan

di hulu dan di hilir mengakibatkan merosotnya kualitas air di sungai.

Menyusutnya pasokan air pada beberapa sungai besar di Kalimantan Tengah

menjadi fenomena yang mengerikan. Beberapa sungai di Kalimantan Tengah

mengalami pendangkalan akibat semakin minimnya debit air pada saat

kemarau serta ditambah lagi dengan erosi dan sedimentasi.

Penghancuran hutan alam serta perubahan tata guna lahan hutan seperti

pengalihan fungsi hutan menjadi daerah perkebunan atau daerah aktifitas

ilegal logging atau penebangan liar adalah faktor dominan yang

menyebabkan terjadinya krisis air hingga bencana banjir serta tanah longsor.

Erosi dan sedimentasi terjadi akibat berkurangnya hutan di daerah hulu badan

sungai karena pembukaan hutan.

Masalah krisis air juga diakibatkan oleh maraknya aktifitas pertambangan, baik

skala kecil maupun skala besar, yang telah mengakibatkan pembukaan hutan,

perubahan morfologi sungai, dan penurunan kualitas lingkungan hidup dan

sungai akibat pencemaran oleh bahan-bahan kimia. Maraknya

pertambangan skala kecil seperti penambangan emas tanpa izin oleh

masyarakat merupakan salah satu penyebab utama pencemaran sungai

meningkat. Menurut catatan dari BPLHD Propinsi Kalimantan Tengah bahwa

kondisi pencemaran di Sungai Kahayan sudah mencapai batas ambang

aman yang akan mengancam kehidupan masyarakat (Kompas, 6 maret

2001).

7.2 KONDISI AIR BAWAH PERMUKAAN (AIR TANAH)

Air tanah (groundwater) adalah bagian dari air yang ada di bawah

permukaan tanah (sub-surface water), yakni hanya berada di zona jenuh

(zone of saturation). Penyebaran vertikal air bawah permukaan dapat dibagi

menjadi zona tak-jenuh (zone of aeration) dan jenuh. Zona tak-jenuh terdiri

dari ruang antara yang sebagian terisi oleh air dan sebagian terisi oleh udara,

sementara ruang antara pada zona jenuh seluruhnya terisi oleh air (Sooetrisno,

1999)

Sumberdaya air tanah dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

• Air tanah bebas

• Air tanah tertekan

Air tanah bebas, adalah air yang tersimpan dalam suatu lapisan pembawa air

tanpa lapisan kedap air di lapisan atasnya. Lapisan pembawa air ialah pasir,

pasir kerikilan, pasir lanauan dan pasir lempungan. Air dari jenis akuifer ini

dapat ditemukan pada sumur gali/penduduk dengan kedalaman rata-rata

kurang dari 15 meter. Kapasitas air tanah bebas tergantung pada air hujan

sehingga keberadaannya sangat berkurang pada musim kemarau. Kualitas air

tanah bebas secara umum cukup baik murah persyaratan sebagai air minum

(Erwinta, dkk., 1994). Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh tim

penyelidikan dan pemetaan hidrogeologi di Kabupaten Kotawaringin Barat

pada tahun 1994, terhadap tatanan air tanah bebas memiliki kondisi yang

Page 78: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

7-5

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

cukup baik. Secara umum kualitas air tanah bebas di beberapa tempat di

pesisir Kalimantan Tengah disajikan pada Tabel 7.3.

Tabel 7.3 Kualitas Air Sumur Pada Beberapa Tempat di Kalimantan Tengah (Sumber: Erwinta, dkk., 1994; Taruna, dkk., 1995, Erwinta, dkk., 1996)

No Tempat Turbidity (mg/l)

Temperatur (oC)

D.O (mg/l)

Konduktifitas (ms/cm)

pH

1 PangkalanBun Kab.

KotaWaringin Barat

0,0 – 0,3 27 - 31 0,1– 7,8 0,00 – 0,4 5,2 – 6,8

2 Sampit,

Kotawaringin Timur

1,04 – 3,22 27,7 – 30,7 1,4– 5,6 0,0 – 1,1 4,6 – 6,9

3 Kuala Kapuas, Kab.

Kapuas

1,08 27 23 - 29 0,07 – 1,60 7

Gambar 7.2 Kondisi Sumur Rakyat di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin

Barat (Sumber: PPK ITB, 2002)

Kualitas air tanah bebas di daerah dataran terutama daerah dataran pantai

sangat bervariasi tergantung dari jaraknya dari garis pantai. Di daerah di

sekitar garis pantai air umumnya terasa payau hingga asin sehingga

penggunaannya terbatas. Air tanah bebas di daerah perbukitan mutu

airtanah cukup baik dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari hanya

kendalanya muka airtanah setempat cukup dalam.

Berdasarkan peta geologi lembar Pangkalan Bun skala 1:250.000 terbitan P3G

Bandung 1991. Pada bagian bawah disusun oleh formasi Kuayan yang terdiri

dari breksi Gunung Api, lava dasistik, riolit, andesit dan tufa. Formasi ini berumur

pra tersier. Di bagian atasnya ditutupi oleh formasi Dahor yang terdiri dari

konglomerat dan perselingan batu pasir, batu lempung dengan sisipan lignit.

Selanjutnya di atas formasi Dahor diendapkan endapan rawa yang terdiri dari

gambut, lempung dan lanau bersisipan pasir. Dilihat dari sifat batuan

penyusunnya maka di daerah ini batuannya cukup baik sebagai aquifer. Dari

peta hidrologi Kalimantan Tengah skala 1:2.500.000 Geologi Tata lingkungan

1983 terlihat bahwa litologi yang ada di daerah Pangkalan Bun dan sekitarnya

terdiri dari pasir lepas atau setengah padu (kerikil, pasir, lanau, lempung) di

mana potensinya sedang sampai tinggi. Dari kedua peta tersebut dapat

disimpulkan bahwa secara umum keadaan air tanah di Pangkalan Bun dan

sekitarnya cukup baik dan potensial (Erwinta, dkk., 1994).

7.2.1 Degradasi dan Pencemaran

Air tanah sejak terbentuk di daerah imbuh dan mengalir ke daerah luahnya,

melalui ruang antara dari batuan penyusun akuifer. Dalam perjalanan tersebut

airtanah melarutkan mineral batuan serta dipengaruhi oleh kondisi

lingkungannya. Oleh sebab itu, mutu airtanah dari satu tempat ke tempat lain

Page 79: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

7-6

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

sangat beragam tergantung pada jenis batuan, di mana air tanah tersebut

meresap, mengalir, dan berakumulasi, serta kondisi lingkungan.

Mutu air tanah dinyatakan menurut sifat fisik, kandungan unsur kimia, ataupun

bakteriologi. Persyaratan mutu air tanah telah dibakukan berdasarkan

penggunaannya, seperti mutu air untuk air minum, air irigasi, maupun industri.

Beberapa unsur utama (major constituents) kandungan air tanah - 1,0 hingga

1000 mg/l - adalah sodium, kalsium, magnesium, bikarbonat, sulfat, dan

khlorida. Kandungan khlorida yang tinggi merupakan indikasi adanya

pencemaran bersumber dari air limbah atau intrusi air laut. Sementara

kandungan nitrat sebagai unsur sekunder (secondary constituents) - 0,01

hingga 10 mg/l - bersumber dari limbah manusia (anthropogenous), tanaman,

maupun pupuk buatan (Soetrisno, 1999).

Sejauh ini kondisi pencemaran kondisi air bawah tanah secara umum di

Propinsi Kalimantan Tengah belum ditemukan. Meskipun kondisi airnya terasa

payau, namun kualitas air tanah tersebut masih lebih baik dibandingkan

dengan air sungai. Diketahui bahwa DAS Kahayan mengandung merkuri 0,007

– 0,014 mg/l, DAS Barito mengandung mercuri sekitar 0,006 mg/l . Kisaran angka

tersebut telah melebihi angka toleransi kandungan merkuri yang diizinkan oleh

MenKLH RI yaitu sebesar 0,001 mg/l (Kompas, 6 Maret 2002).

Gambar 7.3 Aliran Sungai Tanjung Puting yang Berwarna Coklat Kemerahan Karena Struktur Tanah di Dasar dan Sekelilingnya Adalah Gambut (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 80: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

7-7

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

7.3 Isu-isu

1. Cepatnya proses pendangkalan sungai-sungai di Kalimantan Tengah

merupakan masalah yang rumit untuk ditangani. Eksploitasi hutan secara

besar-besaran di hulu dapat mengakibatkan erosi dan banjir. Hal ini

cukup memberi konstribusi terhadap pendangkalan sungai.

2. Pencemaran limbah merkuri semakin tidak terkendali. Terdapatnya

kegiatan penambangan di daerah hulu merupakan penyebab utama

tercemarnya sungai di daerah Kalimantan Tengah.

3. Pencemaran badan sungai oleh limbah rumah tangga juga menambah

turunnya kualitas air sungai di daerah Kalimantan Tengah.

Gambar 7.4 Pencemaran Limbah Rumah Tangga di Sungai Kapuas

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 7. 5 Mahasiswa dari Safier.Studentweb.org Sedang Eksperimen Mem-filter Air

Tanah Agar pH-nya Menjadi Netral di Desa Sei Sekonyer, Kab. Kotawaringin Barat (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 81: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

8-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Propinsi Kalimantan Tengah memliki 2 (dua) taman nasional yaitu Taman

Nasional Tanjung Puting, dan Taman Nasional Bukit Baka – Bukit Raya. Selain itu

terdapat kawasan cagar alam dengan total luasannya mencapai 514.261 ha,

yang terbagi menjadi 6 kawasan cagar alam, yaitu :

1. Cagar alam Prarawen I dan II di Kabupaten Barito Utara seluas 6000 ha.

2. Cagar alam Bukit Tangkiling di kotamadya Palangka Raya seluas 2061

ha.

3. Cagar alam Bukit Sapat Hawung di Kabupaten Barito Utara seluas

239.000 ha.

4. Cagar alam Marang Tangkiling seluas 5000 ha.

5. Cagar alam Bukit Bakitap seluas 261.000 ha di Kabupaten Barito Utara.

6. Cagar alam air terjun Malau Besar di Kabupaten Barito Utara seluas 1200

ha.

Suaka margasatwa di Kalimantan Tengah total luasannya lebih dari 10000 ha,

yang terbagi menjadi Suaka margasatwa Sungai Lamandau, dan Arboretum

Nyaru Menteng. Tiga Taman wisata alam terdapat di propinsi Kalimantan

Tengah yaitu Taman Wisata Bukit Tangkiling 533 ha, Taman Wisata Air Terjun

Poran seluas 6400 ha, Taman Wisata Tanjung Keluang seluas 2000 ha.

8.1 KAWASAN KONSERVASI PESISIR

8.1.1 Taman Nasional Tanjung Puting

Taman Nasional Tanjung Puting berada di dalam dua wilayah administrasi

pemerintahan, yaitu Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan,

dengan total luas kawasannya 415.040 ha. Secara administratif pemerintahan,

kawasan Taman Nasional Tanjung Puting terletak di dalam wilayah daerah

tingkat II Kabupaten Kotawaringin Barat dan daerah tingkat II Kabupaten

Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Gambar 8.1 Pintu Masuk Ke Taman Nasional Tanjung Puting (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Menurut letak geografis kawasan Taman Nasional Tanjung Puting terletak

antara 111˚50’ - 112˚15’ BT, dan 2˚35’ - 2˚20’ LS, dengan luas 415.040 ha.

Page 82: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

8-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Kawasannya mencakup sebagian besar semenanjung aluvial yang berawa-

rawa diantara Teluk Kumai sampai Sungai Seruyan dan dibatasi oleh Sungai

Sekonyer, batas buatan yang berjarak antara 5 – 10 km dari Sungai Seruyan di

bagian timur serta dengan batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan perkebunan PT Wana Sawit Subur

Lestari.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Jawa.

• Sebelah Timur berbatasan dengan PT Bina Smaktha.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Kumai.

Berdasarkan klasifikasi tipe iklim Schmidt and Ferguson Taman Nasional Tanjung

Puting termasuk iklim tipe A (dari bulan ke bulan beriklim basah atau Humid)

dengan Q=0-14% (intensitas bulan kering yang sedikit), dimana kelembaban

udara di musim hujan bervariasi antara 55%-98%, sedangkan curah hujan rata-

rata 2400 mm dengan hujan rata-rata 100 hari. Maka kawasan Taman Nasional

Tanjung Puting juga dikatakan memiliki iklim ekuatorial (tropis) karena suhu

udara dan curah hujan-nya yang tinggi. Pengaruh angin barat daya sangat

kecil pada sebagian besar waktu, namun kadang-kadang juga sangat

dirasakan. Suhu udara maksimum bervariasi dari 31˚C - 33˚C dan suhu minimum

bervariasi dari 18˚C - 21˚C, dimana suhu yang lebih dingin terjadi bersamaan

dengan musim kemarau. Meskipun demikian, iklim di Taman Nasional Tanjung

Puting tidak dapat dikatakan Monsun (Monsoon).

Secara umum, topografi Taman Nasional Tanjung Puting adalah datar sampai

bergelombang dengan ketinggian 0 sampai 11 meter dari permukaan laut. Di

bagian utara terdapat beberapa punggung pegunungan yang rendah dan

bergelombang serta umumnya mengarah ke selatan, akan tetapi disebelah

selatan dari Sungai Sekonyer tidak terdapat pegunungan atau bukit. Anak-

anak sungai telah terbentuk karena terjadinya luapan air sungai pada waktu

musim hujan.

Tanjung Puting, seperti halnya kebanyakan daerah rawa-rawa dataran pantai

Kalimantan, secara relatif berumur geologis muda dan daerah berawa-rawa

datar yang meluas ke pedalaman sekitar 5 – 20 km dari pantai, mungkin hanya

berumur beberapa ratus sampai beberapa ribu tahun saja. Sebagian besar

sedimen tanah/lumpur adalah aluvial muda.

Pada umumnya tanah di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting adalah

kurang subur, tercuci berat, serta kurang berkembang. Semua tanah bersifat

sangat asam dengan kisaran pH antara 3,8 – 5,0. Tanah-tanah sekitar anak-

anak sungai dicirikan oleh suatu lapisan “top-soil” yang berwarna abu-abu

kecoklatan serta suatu lapisan “sub-soil” yang lengket yang juga berwarna

abu-abu kecoklatan. Daerah pedalaman (daerah hulu), tanahnya memiliki

kandungan unsur organik yang lebih tinggi dan formasi gambut tersebar luas di

banyak tempat dengan ketebalan sampai 2 meter.

Kawasan taman nasional ini memiliki tujuh daerah aliran sungai (DAS) yaitu

Sekonyer, Buluh Kecil, Buluh Besar, Pembuang, Perlu, dan DAS Segintung. Selain

itu di dalam kawasan terdapat banyak anak sungai-anak sungai yang airnya

berwarna hitam. Aliran sungai-sungai ini pelan dan di beberapa tempat

terpengaruh oleh adanya pasang surut. Banjir sering terjadi dan beberapa

danau sering terbentuk di daerah hulu sungai pada musim hujan, dan 60%

kawasan taman nasional tergenang air paling tidak selama 4 bulan setiap

tahunnya.

Pengelolaan Taman Nasional Tanjung Puting pada saat ini dilakukan oleh Balai

Taman Nasional Tanjung Puting, yang merupakan Unit Pelaksana Teknis

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Taman

Page 83: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

8-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Nasional Tanjung Puting mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan

kawasan Taman Nasional dalam konservasi sumber daya hayati dan

ekosistemnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kegiatan pengelolaan yang dilakukan secara umum bertujuan untuk :

• Perlindungan sistem penyangga kehidupan.

• Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta

ekosistemnya.

• Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Gambar 8.2 Yayasan Orang Utan Indonesia yang Bergerak dalam Kegiatan Penelitian dan Konservasi Mengenai Orang Utan, dan Hutan Tropik (Sumber:

PPK-ITB, 2002)

Gambar 8.3 Kantor Balai Taman Nasional Tanjung Puting di Pangkalan Bun,

Kab. Kotawaringin Barat (Sumber: PPK-ITB, 2002)

8.1.2 Taman Wisata Alam Tanjung Penghujan

Kawasan yang dulunya dikenal sebagai Taman Wisata Tanjung Keluang ini

berada di 111˚45’’-111˚42’ BT dan 3˚42’-3˚55’ LS, sedangkan untuk administrasi

pemerintahan berada di Desa Kubu, Kecamatan Kumai, Kabupaten

Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan Tengah.

Kawasan Taman Wisata Alam Tanjung Penghujan yang terbentuk oleh

hamparan pasir putih bersih dengan laut yang tenang, serta adanya

tumbuhan cemara khas pantai merupakan panorama yang indah. Keindahan

panorama alam pasir yang ditunjang oleh keberadaan jenis flora dan fauna

yang khas.

Vegetasi yang menonjol di kawasan Taman Nasional Alam Tanjung Penghujan

adalah Cemara Laut (Casuarina sp) dan Bakau (Rhizophora sp). Sedangkan

Page 84: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

8-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

satwa liar yang dapat dijumpai didalam kawasan ini antara lain : Musang Air

(Cycnogale sp), Burung Elang (Henicopersis novaeguineae), dan Burung Raja

Udang (Anhinga sp).

Taman Wisata Alam Tanjung Penghujan dapat ditempuh dari Palangka Raya

ke Pankalan Bun sekitar 12 jam, sedangkan dari Pangkalan Bun ke lokasi sekitar

30 menit.

8.1.3 Suaka Margasatwa Sungai Lamandau

Kawasan ini terletak diantara 111˚11’8,48’’ - 111˚30’13,04’’ BT dan 2˚33’24,2’’-

2˚53’42,53’’ LS. Sedangkan secara administrasi pemerintahan Suaka

Margasatwa Sungai Lamandau ini berada di Wilayah Kelurahan Mendawai,

Desa Babual Baboti, Desa Tanjung Putri, Desai Natai Sedawak, Desa Karta

Mulya, Desa Tempayung, Desa Saka Bulin, Desa Kinjil, Kecamatan Arut Selatan,

Kecamatan Kotawaringin Lama, dan Kabupaten Sukamara, Propinsi

Kalimantan Tengah.

Kawasan hutan Suaka Margasatwa Sungai Lamandau ini merupakan tipe dari

ekosistem hutan rawa air tawar dan tipe hutan dataran rendah. Vegetasi yang

mendominasi terdiri dari Ramin (Gonystilus bancanus), Meranti (Shorea sp),

Jejambu (Eugenia sp), Cemara (Cassuarina sp), Ulin (Eusideroxylon zwageri),

Kempas (Koopasia malaccensis), dan berbagai jenis tumbuhan yang

merupakan makanan Orangutan seperti Ketiau, Bakunyit, Bentan Merang, dan

Banitan.

Sedangkan satwa yang berada didalam kawasan Suaka Margasatwa Sungai

Lamandau adalah : Orangutan (Pongo pygmaeus), Bekantan (Nsalis larvatus),

Owa-owa (Hylobates muellri), Rusa (Cervus sp), Kancil (Tragulus javanicus),

Beruang Madu (Helarctos malayanus), Burung Raja Udang (Anhinga sp),

Burung Rangkong (Buceros sp), Burung Cucak rowo (Pygnonotus zeylanicus).

Untuk menuju suaka margasatwa ini harus menempuh perjalanan selama 12

jam dengan bus dari Palangka Raya ke Pangkalan Bun, dari Pangkalan Bun ke

lokasi sekitar 60 menit dengan speed boat.

Obyek yang paling menarik di dalam kawasan ini adalah menyusuri sungai

dengan kendaraan air sambil menikmati pemandangan alam dan berbagai

satwa primata di kanan kiri sungai, disamping itu dapat dilihat berbagai

macam burung migran di Danau Burung pada bulan Juli-September.

8.2 KAWASAN KONSERVASI NON PESISIR

8.2.1 Cagar Alam Parawen I Dan II

Kawasan cagar alam Parawen I dan II terletak antara 114˚44’ - 114˚50’ BT

sampai dengan 0˚37’ - 1˚02’ LS sedangkan untuk administrasi pemerintahan

termasuk kedalam wilayah Desa Lemo I dan II dan Desa Pendreh, Kecamatan

Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara, Propinsi Kalimantan Tengah.

Cagar Alam Pararawen I dan II merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan

hujan tropika pegunungan yang didominasi oleh tegakan bersuku

Dipterocapaceae, tetapi terdapat juga jenis lain seperti Geronggang

(Cratoxylon arborescens), Tembesu (Fagreac sororea), Biawan (Edersia

spectabilis), Pelawan (Tristina Obovata), Laban (Vitex pubescens), Ulin

(Eusideroxylon zwegeri), Madang Batu (Letsi sp). Sedangkan jenis-jenis satwa

yang terpenting adalah Owa-owa (Hylobates muelleri), Beruang Madu

(Helarctos malayanus), Rusa (Cervus sp), Kancil (Tragulus javanicus), Kijang

(Muntiacus muntjak), Bangkui (Presbytis rubicunda).

Kawasan Cagar Alam Pararawen I dan II dapat ditempuh melalui jalur udara

Palangka Rayua – Muara Teweh kurang lebih 45 menit dilanjutkan dengan

kendaraan air kurang lebih 30 menit, dan melalui darat kurang lebih 20 menit.

Page 85: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

8-5

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Fasilitas yang terdapat di Cagar Alam Pararawen I dan II adalah pondok kerja

di Desa Pararawen dan pos jaga di Desa Pendreh, sedangkan jalan setapak

dalam kawasan sepanjang kurang lebih 10 km dan menara pengawas. Diluar

kawasan terdapat kantor Sub Seksi Wilayah Barito Utara berjarak kurang lebih

20 km dan untuk penginapan terdekat berjarak kurang lebih 20 km dari Muara

Teweh.

8.2.2 Cagar Alam Bukit Sapat Hawung

Kawasan Cagar Alam Bukit Sapat Hawung terletak antara 114˚0’ - 115˚02’ BT

sampai dengan 0˚25’-0˚50’ LS, sedangkan secara administrasi pemerintahan

Cagar Alam Bukti Sapat Hawung berada di wilayah Desa Karamu, Desa

Tumbang Jojang, Desa Tumbang Pupus, Desa Tumbang Tujang, Desa Takajung,

dan Desa Tumbang Mulut, Kabupaten Barito Utara, Kecamatan Sumber Barito,

Propinsi Kalimantan Tengah.

Kawasan hutan Cagar Alam Sapat Hawung termasuk tipe ekosistem hutan

hujan tropika pegunungan laut.

Topografi kawasan Cagar Alam Sapat Hawung bervariasi dari agak curam,

curam, dan sangat curam yang terdiri atas pegunungan yang berbatu-batu

dengan ketinggian antara 500 meter – 1500 meter dari permukaan laut.

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson Cagar Alam Bukit Sapat Hawung

termasuk dalam iklim tipe A, dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 26,4˚

C - 27˚ C, sedangkan kelembaban antara 84,6% - 85,5%.

Kawasan Cagar Alam Sapat Hawung ditumbuhi oleh jenis tumbuhan Meranti

(Shorea sp), Bangkirai (Shorea spp), Agathis (Agathis borneensis), Tengkawang

(Shorea spp), Keruing (Dipterocarpus sp), Nyatoh (Callophyllum pulcherriumj

wall), Kempas (Koompassia malacensis maing), Ulin (Eusideroxylon zwageri),

dan kawasan ini dihuni oleh beberapa jenis anggrek hutan famili Orchidceac.

Sedangkan jenis satwa yang terpenting di kawasan ini adalah Owa-owa

(Hylobates Muelleri), Beruang Madu (Helarctos Malayanus), Macan Dahan

(Neofelis neulosa), Rusa (Cervus sp), Kancil (Tragulus javanicus), Kijang

(Muntiacus muntjak), Biawak Kalimantan (Varanus bornensis), Burung

Rangkong (Buceros sp).

Untuk mencapai kawasan Cagar Alam ini dari Palangka Raya dapat ditempuh

dengan menggunakan udara dan darat menuju Muara Teweh, dari Muara

Teweh selanjutnya menuju ke Puruk Cahu dengan waktu 4 jam. Dari Puruk

Cahu ke lokasi menggunakan kendaraan air seperti klotok atau speed boat

dengan jarak tempuh 85 km. Fasilitas yang terdapat di sekitar Cagar alam ini

adalah penginapan yang tersedia di Teluk Jolo yang dapat ditempuh dengan

speed boat kurang lebih 200 km melalui sungai.

8.2.3 Cagar Alam Bukit Tangkiling

Kawasan ini terletak diantara 113˚0’ - 113˚02’ BT sampai 1˚45’ - 2˚00’ LS,

sedangkan secara administrasi pemerintahan berada di wilayah Desa

Tangkiling dan Desa Banturung, Kecamatan Bukit Batu, Kotamadya Palangka

Raya, Propinsi Kalimantan Tengah.

Sebagian besar Cagar Alam Bukit Tangkiling termasuk tipe ekosistem hutan

hujan tropika dataran rendah/hutan rawa. Di dalamnya terdapat berbagai

jenis tumbuhan hutan hujan tropika dataran rendah, seperti Pelawan (Tristania

obovata), Meranti (Shorea sp), Tengkawang (Shorea sp), Geronggang

(Cratoxylon arborescens), dan lain-lain.

Page 86: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

8-6

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Sedangkan satwa yang berada di kawasan Cagar Alam Bukit Tangkiling

adalah Rusa (Cervus sp), Buaya Sapit (Tomistoma schlenegelli), Burung Tekukur

(Streptillia chinensis), Cucak rowo (Pycnonotus zeylanicus), dan lain-lain. Jarak

tempuh ke Cagar Alam Bukit Tangkiling tidak jauh dari Ibukota Propinsi

Kalimantan Tengah, Palangka Raya yaitu dapat ditempuh dalam waktu 30

menit.

8.2.4 Taman Wisata Bukit Tangkiling

Kawasan Taman Wisata Bukit Tangkiling tidak berbeda jauh dengan Cagar

Alam Bukit Tangkiling dikarenakan kedua kawasan itu saling berbatasan.

Taman Wisata Bukit Tangkiling berada diantara 113˚0’-113˚02 BT sampai 1˚45’-

2˚00’ KS, sedangkan secara administrasi pemerintahan Taman Wisata Bukit

Tangkiling berada di wilayah Desa Tangkiling dan Desa Banturung, Kecamatan

Bukit Batu, Kotamadya Palangka Raya, Propinsi Kalimantan Tengah. Sebagian

besar taman wisata ini termasuk dalam ekosistem hutan hujan tropika dataran

rendah/hutan rawa. Didalamnya terdapat berbagai jenis tumbuhan hutan

hujan tropika dataran rendah seperti Pelawan (Tristania obovata), Meranti

(Shorea sp), Tengkawang (Shorea sp), Geronggang (Cratoxylon arborescens),

dan lain-lain. Sedangkan untuk satwa di kawasan ini terdapat : Buaya Sapit

(Tomistoma schlenegelli), Burung Tekukur (Streptillia chinensis), Burung Cucak

Rowo (Pycnonotus zeylanicus), dan lain-lain.

8.2.5 Suaka Margasatwa Arboretum Nyaru Menteng

Arboretum Nyaru Menteng adalah kawasan pelestarian plasma nutfah

ekosistem hutan rawa di Propinsi Kalimantan Tengah. Nama Nyaru Menteng

berasal dari bahasa Dayak yang berarti gagah berani. Kawasan ini terletak di

sebelah timur jalan raya Tjilik Riwut km 28 dari kota Palangka Raya menuju

Sampit.

Secara administratif pemerintahan, kawasan ini berada pada Kelurahan

Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya. Arboretum Nyaru

Menteng termasuk dalam tipe hutan tropika dataran rendah, dengan kondisi

tanah berawa dan bergambut. Jenis tanah terdiri dari alluvial, organosol, pasir

kuarsa, dengan drainase tergenang.

Jenis tumbuh-tumbuhan yang teridentifikasi adalah : Ramin (Gonistylus

bancanus), Meranti Rawa (Shorea sp), Mahang (Macaranga maingayi),

Geronggang (Cratoxylon arborescens), Kempas (Koompas malacensis),

Rengas (Gluta rengas), Balangeran (Shorea balangeran). Pohon yang

tergolong langka di Arboretum Nyaru Menteng adalah Terentang

(Camnospermum sp), Mentibu (Dactylocladus stenostachys), Bintangur

(Callophyllum sp), Jelutung (Dyera costaluta), Agathis (Agathis borneensis),

Bangkirai (Hopea sp), Gelam Tikus (Melaleuca lecadndron), Jambu-jambuan

(Eugenia sp), dan Tumih (Combretocarpus rotundotus).

Disamping jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami, di kawasan ini

telah ditanam pula jenis-jenis yang berasal dari luar kawasan yaitu Alau

(Dacridium sp), Galam (Eucalyptus sp), Nangka (Arthocarpus heterophylus),

Jambu Mente (Anacardium occidentate), Rambutan (Nephelium lappaceum),

Saga (Adenathera microsperma), Akasia (Acacia auliculiformis), Sungkai

(Peronema canescens), Cempedak (Arthocarpus cempedak), Durian (Durio

zibethinus), dan Cemara (Casuarina sp).

Sedangkan jenis satwa yang dapat dijumpai antara lain Kera Ekor Panjang

(Macaca sp), Biawak (Varanus sp), Burung Cucak Rowo (Pycnonotus

zeylanicus), dan sesekali dijumpai Orangutan liar (Pongo Pygmaeus), dan Owa-

owa (Hylobates muellerii).

Page 87: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

8-7

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

8.3 ISU-ISU

Taman Nasional Tanjung Puting merupakan taman nasional dengan ekosistem

yang khas, merupakan warisan dunia yang perlu dilestarikan, dan saat ini

terjadi penebangan ilegal yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem

taman nasional ini.

Pembinaan tentang pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat yang

bermukim didalam kawasan konservasi kurang mendapat perhatian dari

pemerintah setempat, karena dikhawatirkan akan menimbulkan konflik. Konflik

tersebut berupa perambahan areal konservasi oleh masyarakat setempat.

Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah dalam rencana tata ruang wilayahnya

tahun 2000, telah menyiapkan zonasi untuk : cagar alam, hutan lindung, taman

nasional, taman wisata, konservasi ekosistem air hitam, konservasi flora fauna,

konservasi hidrologi, konservasi gambut tebal, konservasi mangrove, suaka

margasatwa, dan perlindungan pelestarian hutan. Dimana yang menjadi titik

fokus zona konservasi mangrove adalah di pesisir Kab. Pulang Pisau, dan Kab.

Kapuas.

Gambar 8.4 Pintu Masuk ke Taman Wisata Alam Tanjung Penghujan

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 88: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

9-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

9.1 PENGGUNAAN LAHAN

Perkebunan, pengembangan perkembunan terutama kelapa cukup potensial

untuk dikembangkan, kondisi ini dapat dilihat dimana tanaman kelapa ini

sudah dikembangkan oleh masyarakat di pesisir pantai hampir di semua

Kabupaten, Sukamara, Kotawaringin Barat, Seruyan, Kotawaringin Timur,

Katingan, Pulang Pisau, dan Kapuas.

Daerah pesisir pantai yang cocok dan potensial untuk dikembangkan

tanaman kelapa adalah daerah yang tanahnya alluvial berlumpur (sedikit

berpasir). Potensi kebun kelapa di wilayah pesisir pantai kurang lebih 33.214 ha

dengan produksi kurang lebih 31.585 ton/tahun, dimana dalam hal ini areal

perkebunan kelapa termasuk ke dalam hutan produksi.

Pertanian Tanaman Pangan, pada wilayah pesisir juga cocok untuk

pengembangan padi dan palawija, ini dapat dilihat di wilayah pesisir

Kabupaten Seruyan, Kotawaringin Timur, Katingan, Pulang Pisau, dan Kapuas.

Potensi yang ada adalah seluas 25.990 ha dengan produksi 54.682 ton/tahun.

Kehutanan, di wilayah pesisir pantai Kabupaten Kotawaringin Barat dan

Seruyan terdapat Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP). Selain hutan TNTP

terdapat pula hutan mangrove/hutan payau. Hutan mangrove ini mempunyai

peranan penting baik sebagai suatu sumber daya maupun sebagai sumber

ekosistem yang khas di wilayah pesisir, dan merupakan ekosistem spesifik yang

sangat besar peran dan fungsinya dalam melindungi dan menunjang

kelestarian sumber daya lainnya di wilayah pesisir pantai dan perairan laut.

9.2 ARAHAN DAN KESESUAIAN LAHAN

Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah di dalam rencana tata ruang

wilayahnya (tahun 2000) telah menyusun zonasi sebagai arahan dalam

pengembangan lahan. Arahan tersebut terbagi menjadi zonasi kawasan

lindung dan kawasan budidaya. Zonasi kawasan lindung terdiri dari: cagar

alam, hutan lindung, taman nasional, taman wisata, konservasi (ekosistem air

hitam, flora fauna, hidrologi, gambut tebal, mangrove), suaka margasatwa,

perlindungan pelestarian hutan. Sedangkan zonasi kawasan budidaya

meliputi: Hutan (produksi, pendidikan dan penelitian, produksi terbatas,

tanaman industri), dan kawasan (handil rakyat, pengembangan produkasi,

permukiman dan penggunaan lainnya, transmigrasi), lihat Peta Kesesuaian &

Arahan Pengembangan Lahan Propinsi Kalimantan Tengah.

Berdasarkan arahan tersebut kemudian dilihat kesesuain dengan

pengembangan yang dilakukan oleh kabupaten-kabupaten yang ada.

Adapun disini diambil contoh tinjauan terhadap 3 kabupaten di wilayah pesisir

Kalimantan Tengah.

Kabupaten Katingan

Sekitar 21% lahan di wilayah pengembangannya sesuai untuk dikembangkan

sebagai lahan perkebunan (Kecamatan Katingan Hilir hingga Kecamatan

Katingan Hulu), dan sekitar 7% lahan dapat juga digunakan sebagai lahan

Page 89: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

9-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

basah dan lahan kering (Kecamatan Katingan Hilir, Tewang Sanggalang

Garing, dan Pulau Manan).

Kabupaten Kotawaringin Timur

Lebih sesuai untuk dikembangkan bagi kegiatan non pertanian (pemukiman,

industri maupun perdagangan). Hanya sekitar 2% lahan yang sesuai untuk

pengembangan perkebunan (Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir

Utara, dan Baamang) maupun pertanian lahan basah dan lahan kering

(Kecamatan Mentaya Hilir Selatan dan Baamang).

Gambar 9.1. Lahan Sawah Tadah Hujan Sehabis Masa Panen di Kabupaten Pulang

Pisau (Sumber: PPK-ITB, 2002).

Kabupaten Seruyan

Sebesar 30% dari luas lahan yang berpotensi untuk dikembangkan cocok untuk

kegiatan perkebunan. Diantara lahan yang sesuai untuk perkebunan tersebut

terdapat juga lahan yang sesuai dengan pertanian basah dan lahan kering,

yaitu seluas 5% dari luas lahan yang berpotensi dikembangkan. Sementara

wilayah pengembangan lainnya dapat dikembangkan menjadi pemukiman,

industri, perdagangan, dan lain-lain.

Gambar 9.2 Perkebunan Kelapa Intensif di Desa Sebamban, Kec. Mentaya Hilir

Selatan, Kab. Kotawaringin Timur (Sumber: PPK-ITB, 2002)

9.3 ISU-ISU

Terjadinya deforestasi mengakibatkan menurunnya kualitas lahan untuk

ditanami. Lahan yang sangat datar menyebabkan adanya daerah-daerah

yang tergenang secara periodik maupun selalu tergenang. Sebagian areal

pesisir pantai sangat cocok dikembangkan sebagai areal perkebunan,

khususnya kelapa. Perkebunan kelapa yang ada hanya dikembangkan oleh

rakyat, umur kelapa umumnya sudah tua (diatas 30 tahun), jarak tanam

beragam dan pemeliharaan tidak teratur. Ada kecenderungan untuk

membuka hutan bakau/mangrove untuk areal pertambakan, hutan bakau ini

sangat peka terhadap pencemaran.

Page 90: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

10.1 WILAYAH DAN ADMINISTRASI KABUPATEN

Propinsi Kalimantan Tengah mencakup wilayah seluas 153.828 km2 dengan luas

wilayah pesisir sebesar 100.403 km2 atau sebesar 65,27 % dari total wilayah

propinsi. Wilayah pesisir ini terdiri dari atas 4.863 km2 wilayah darat dan 95.540

km2 lautan. Panjang pantai wilayah pesisir ini mencapai 737 km (MacKinnon,

dkk., 2000).

Sebelum diterbitkannya UU No. 5 Tahun 2002 Tentang Pembentukan

Kabupaten Baru di Propinsi Kalteng, wilayah pesisir ini terbagi tiga menjadi

wilayah administrasi kabupaten, yaitu: Kabupaten Kapuas, Kabupaten

Kotawaringin Timur dan Kabupaten Kotawaringin Barat. Namun, sejak

diterbitkannya UU tersebut, wilayah pesisir sepanjang 737 km tersebut, dipilah-

pilah menjadi tujuh wilayah administrasi kabupaten, yaitu: Kabupaten Kapuas,

yang merupakan kabupaten induk; Kabupaten Pulang Pisau yang merupakan

pemekaran dari kabupaten Kapuas. Kabupaten Kotawaringin Timur yang

merupakan kabupaten induk, dipecah ke dalam tiga kabupaten, yaitu:

Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Seruyan dan Kabupaten Katingan.

Terakhir, Kabupaten Kotawaringin Barat yang dipecah menjadi dua, yaitu

Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara.

Batas wilayah administrasi masing-masing kabupaten di daratan ditandai oleh

Daerah Aliran Sungai (DAS) atau aliran sugai tertentu. Sedang di daerah pesisir,

batas wilayah administrasi ini, meskipun mudah ditandai batas ini tidak

mempengaruhi pembagian wilayah secara sosial, khususnya ditentukan oleh

jaringan aktivitas pemasaran hasil produksi dan pemasaran produk

sumberdaya lokal dan atau pemasaran produk luar ke wilayah pesisir.

Berdasarkan pola jaringan pemasaran tersebut, wilayah Propinsi Kalteng ini,

pada dasarnya terbelah ke dalam tiga kutub pusat pasar dengan jaringannya

dari pusat tersebut ke wilayah sekitar dan pedalaman, yaitu pusat pemasaran

Kuala Kapuas, Sampit dan Pangkalan Bun/Kumai. Ketiga pusat tersebut

merupakan batas-batas sosial yang menyatukan seluruh wilayah pesisir ke

dalam tiga kutub pengelompokan yang membelah administrasi secara

horisontal. Artinya aktivitas sosial ekonomi penduduk wilayah pesisir ini, tidak

terbatasi oleh batas-batas administrasi desanya, kecamatannya dan bahkan

kabupatennya. Tetapi membentuk jaringan dari dan ke pusat dan sub pusat ke

tiga kutub tersebut secara berjenjang.

Secara administratif seluruh wilayah pesisir mencakup 30 desa yang terbagi ke

dalam 9 kecamatan, seperti disajikan dalam Tabel 10.1.

10.1.1 Kabupaten Kapuas

Kabupaten Kapuas terletak di daerah khatulistiwa, yaitu antara 0˚8’48’’ sampai

dengan 3˚23’00’’ Lintang Selatan (LS) dan 113˚2’36’’ Bujur Timur (BT). Luas

Kabupaten Kapuas adalah 34.800 km2 atau 22,63% dari luas Propinsi

Kalimantan Tengah yang terbagi atas dua kawasan besar yaitu kawasan

pasang surut (bagian selatan) yang merupakan potensi pertanian tanaman

Page 91: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

pangan dan kawasan non pasang surut (umumnya dibagian utara) yang

merupakan potensi lahan pertanian perkebunan. Bila dirinci luas wilayah

tersebut terdiri atas:

• Kawasan hutan belantara : 2.780.183 ha.

• Kawasan pemukiman : 3.553 ha.

• Sungai, Danau, dan Rawa : 584.280 ha.

• Daerah pertanian : 132.264 ha.

Kecamatan yang langsung berada di wilayah pesisir adalah Kecamatan

Kapuas Kuala. Kecamatan Kapuas Kuala mempunyai luas 427 km2 terdiri atas

10 desa/kelurahan, yaitu :

1. Batanjung. 6. Tamban Baru Selatan.

2. Cemara Labat. 7. Tamban Baru.

3. Palampai. 8. Tamban Baru Tenggara.

4. Sei Teras. 9. Bandar Raya.

5. Lupak Dalam. 10. Warna Sari.

Gambar 10.1 Kantor Kepala Desa Batanjung, Kabupaten Kapuas (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Tabel 10.1 Wilayah Administrasi Pesisir di Propinsi Kalimantan Tengah (Sumber: diolah dari Kabupaten dan Kecamatan Dalam Angka, 2001)

No Kabupaten Kecamatan Desa 1 Kapuas - Kapuas Kuala

1. Cemara Labat 2. Pelampay 3. Betanjung

2 Pulang Pisau - Kahayan Kuala

1. Kiapak 2. Cemantan 3. Sei Rungan 4. Paduran Sebangau

a. Mentaya Hilir Selatan

1. Lempuyang 2. Ujung Pandaran 3 Kotawaringin

Timur b. Pulau Hanaut 1. Bapinang Hilir Laut 4 Seruyan - Seruyan Hilir

1. Kuala Pembuang II 2. Sei Bakau

5 Katingan - Katingan Kuala 1. Pegatan Hilir 6 Sukamara - Jelai 1. Kuala Jelai

2. Pulau Nibung 3. Sei Cabang Barat 4. Sungai Damar 5. Sei Pasir 6. Sungai Raja 7. Sei Baru 8. Sungai Tabuk 9. Sungai Bundung

- Kumai 1. Sei Cabang Timur 2. Teluk Pulai 3. Kubu 4. Sungai Bakau 5. Teluk Bogam 6. Keraya 7. Sungai Bedaun

7 Kotawaringin Barat

- Arut Selatan 1. Tanjung Putri

Page 92: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 10.2 Kantor Kecamatan Kapuas Kuala yang berlokasi di Desa Lupak Dalam

(Sumber: PPK-ITB, 2002).

10.1.2 Kabupaten Pulang Pisau

Kecamatan yang berada di wilayah pesisir adalah kecamatan Kahayan

Kuala. Kecamatan Kahayan Kuala mempunyai luas wilayah sebesar 4956

km2. Kecamatan Kahayan Kuala terdiri atas Desa/Kelurahan :

1. Cemantan. 7. Bahaur Hilir.

2. Papuyu II Sei Pudak. 8. Bahaur Tengah.

3. Kiapak. 9. Bahaur Hulu.

4. Papuyu II Sei Barunai 10. Sebangau.

5. Papuyu I Sei Pasanan 11. Sebangau Permai.

6. Sei Rungun

10.1.3 KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

Kecamatan yang terletak di wilayah pesisir adalah Kecamatan Mentaya Hilir

Selatan dan Kecamatan Pulau Hanaut. Kecamatan Mentaya Hilir Selatan

mempunyai luas wilayah sebesar 928 km2 , terdiri atas kelurahan/desa :

1. Ujung Pandaran. 7. Samuda Kecil

2. Lampuyang. 8. Samuda Kota

3. Basawang. 9. Basirin Hilir

4. Parebok. 10. Jaya Kelapa

5. Sebamban. 11. Basirin Hulu

6. Samuda Besar. 12. Jaya Karet

Kecamatan Pulau Hanaut mempunyai luas wilayah sebesar 619 km2, terdiri atas

kelurahan/desa :

1. Satiruk. 4. Bapinang Hulu.

2. Bapinang Hilir Laut. 5. Makarti Jaya.

3. Bapinang Hilir. 6. Rawa Sari.

10.1.4 KABUPATEN SERUYAN

Kecamatan yang berada diwilayah pesisir adalah kecamatan Seruyan Hilir.

Kecamatan Seruyan Hilir mempunyai luas wilayah sebesar 6087 km2 dengan

ibu kota Kuala Pembuang. Kecamatan Seruyan Hilir terdiri atas kelurahan/

desa :

1. Sungai Perlu. 9. Jahitan.

2. Kuala Pembuang II. 10. Baung.

3. Sungai Bakau. 11. Kartika Bhakti.

4. Pematang Panjang. 12. Halimung Jaya.

5. Kuala Pembuang I. 13. Bangun Harja.

6. Pematang Limau. 14. Mekar Indah.

Page 93: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

7. Tanjung Rangas. 15. Tanggul Harapan.

8. Muara Dua.

10.1.5 KABUPATEN KATINGAN

Kecamatan yang terletak diwilayah pesisir adalah kecamatan Katingan Kuala

dan Mendawai. Kecamatan Katingan Kuala mempunyai luas wilayah 1440

km2, terdiri atas kelurahan/desa :

1. Pegatan Hilir. 6. Setia Mulia

2. Pegatan Hulu. 7. Bangun Jaya

3. Kampung Keramat. 8. Jaya Makmur

4. Kampung Tengah. 9. Subur Indah

5. Kampung Baru. 10. Singgam Raya

Kecamatan Mendawai mempunyai luas wilayah 1826 km2, terdiri atas

kelurahan/desa :

1. Teluk Sebulu. 5. Tewang Kampung.

2. Mendawai. 6. Perigi.

3. Mekar Tani. 7. Tumbang Bulan.

4. Kampung Melayu.

10.1.6 KABUPATEN SUKAMARA

Kecamatan yang terletak di wilayah pesisir adalah kecamatan Jelai.

Kecamatan Jelai mempunyai luas wilayah sebesar 1566 km2, terdiri atas

kelurahan/desa :

1. Kuala Jelai. 6. Sungai Damar.

2. Pulau Nibung. 7. Sungai Labuk.

3. Sungai Baru. 8. Sungai Cabang Barat.

4. Sungai Bundung. 9. Sungai Pasir.

5. Sungai Raja.

10.1.7 KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

Kecamatan yang berada di wilayah pesisir adalah kecamatan Arut Selatan

dan Kumai. Kecamatan Arut Selatan mempunyai luas wilayah 2400 km2,

terdiri atas kelurahan/desa :

1. Tanjung Putri. 10. Baru

2. Kumpai Batu Bawah. 11. Raja Seberang

3. Kumpai Batu Atas. 12. Rangda

4. Pasir Panjang. 13. Sulung Kenambui

5. Mendawai. 14. Runtu

6. Mendawai Seberang. 15. Umpang

7. Raja. 16. Natai Raya

8. Sidorejo. 17. Medang Sari

9. Madurejo.

Kecamatan Kumai mempunyai luas wilayah sebesar 4456 km2, terdiri atas

kelurahan/desa :

1. Sungai Cabang. 17. Amin Jaya.

2. Teluk Pulai. 18. Karang Mulya.

3. Sungai Sekonyer. 19. Arga Mulya.

4. Kubu. 20. Marga Mulya.

5. Sungai Bakau. 21. Kebon Agung.

6. Teluk Bogam. 22. Sidomulyo.

7. Keraya. 23. Pangkalan Tiga.

8. Sebuai. 24. Pandu Sanjaya.

9. Sengai Kapitan. 25. Makarti Jaya.

10. Kumai Hilir. 26. Lada Mandala Jaya.

11. Batu Belaman. 27. Pangkalan Banteng.

12. Sungai Tendang. 28. Sumber Agung.

13. Candi. 29. Purbasari.

Page 94: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-5

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

14. Kumai Hulu. 30. Sungai Rangit Jaya.

15. Sungai Bedaun. 31. Bumi Harjo.

16. Mulya Jadi.

10.2 POTENSI DAN PENGUASAAN SECARA ADAT SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR

Potensi sumberdaya wilayah pesisir secara garis besar dapat dibagi ke dalam

dua kelompok, yaitu sumberdaya pesisir ‘daratan’ dan sumberdaya lautan,

namun pada umumnya penduduk setempat atau desa/kampung, membatasi

wilayah laut desa/kampungnya secara adat, yaitu: dengan memperhitungkan

jangkauan kemampuan perahu motor tempel 12 pk (satuan tenaga

kuda/horse power), kurang lebih 12 mil dari pantai. Pembatasan/pembentukan

wilayah adat ini, menentukan hak penduduk lokal untuk melakukan eksploitasi

sumberdaya ikan di dalamnya; dan sekaligus ‘membatasi’ orang luar (bukan

penduduk desanya) untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan di wilayah itu.

Namun demikian, di kalangan penduduk yang letak pemukimannya berhimpit

dengan wilayah kampung/desa tetangga, pembatasan tersebut tidak terlalu

dipersoalkan oleh warga masyarakat keduabelah kampung/desa yang

bersebelahan. Pembatasan wilayah tangkapan secara adat tersebut,

sekaligus membatasi teknologi di dalam mengeksploitasi sumberdaya di

dalamnya.

Sumberdaya utama di lautan adalah ikan laut yang hidup bebas di lautan dan

ikan yang hidup di karang. Di wilayah pesisir Propinsi Kalimantan Tengah

sepanjang 737 km, terdapat komunitas-komunitas udang dan ikan di berbagai

lokasi, seperti disajikan pada Peta Potensi Perikanan. Meskipun pengambilan

berbagai jenis ikan dilakukan dengan teknik tradisional, yaitu menangkap

dengan alat khusus, sejenis sungkur dan atau jaring kantong. Hingga kini

penduduk tidak menggunakan alat peledak untuk menangkap berbagai jenis

ikan. Faktor yang mempengaruhi tidak dipergunakannya teknologi yang

merusak tersebut, adalah pertama karena masih relatif rendahnya permintaan

pasar terhadap berbagai jenis ikan. Kedua, kesadaran penduduk untuk tidak

menggunakan cara penangkapan tersebut, karena merusak ‘rumah’ (habitat)

ikannya, sehingga akhirnya akan merugikan mereka sendiri. Ketiga, adanya

pembatasan wilayah adat, telah membantu penduduk setempat untuk

mengelola wilayah sumberdaya penghidupan mereka.

Di wilayah ‘daratan’, jenis sumberdaya wilayah pesisir terdiri atas berbagai

macam, yaitu lahan daratan, persawahan rawa pasang surut, rawa, tambak,

danau di tengah rawa, sungai, dan hutan bakau. Luas dari masing-masing

potensi sumberdaya disajikan pada Tabel 10.2. Lahan daratan yang berupa

lahan kering di wilayah pesisir pada umumnya dijadikan kebun pohon kelapa.

Hampir di setiap desa-desa pesisir terlihat kebun-kebun kelapa yang cukup

luas.

Tabel 10.2 menunjukkan bahwa sumberdaya utama di wilayah pesisir adalah

laut, sungai, hutan bakau, dan rawa. Artinya di seluruh wilayah pesisir di

propinsi Kalimantan Tengah, akan selalu dijumpai ketiga jenis sumberdaya

tersebut. Sumberdaya lain yang juga ditemukan di seluruh wilayah pesisir

adalah tanah darat, baik berupa kebun atau pekarangan rumah, sawah

pasang surut, dan hutan. Tiga jenis sumberdaya pesisir, yaitu sungai, laut dan

hutan bakau, pada umumnya merupakan sumberdaya milik bersama

(common property). Artinya, semua orang dapat mengeksploitasi sumberdaya

di mana saja dan kapan saja. Akan tetapi, terhadap sumberdaya bersama

tersebut, penduduk menerapkan tata aturan adat tentang siapa yang boleh

mengusahakan dan siapa yang tidak dibenarkan untuk mengeksploitasinya.

Tata aturan adat yang berlaku umum di seluruh wilayah pesisir adalah hak

untuk mengeksploitasi, tetapi tidak menguasai apalagi memiliki. Secara adat

hak untuk mengeksploitasi diutamakan bagi warga desa/kampung. Warga

Page 95: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-6

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

desa/kampung lain, meskipun tidak dilarang secara tegas; namun, secara

adat mereka dianggap kurang pantas untuk mengeksploitasi sumberdaya

bersama tersebut di luar area/wilayah kampung/desanya.

Untuk mengendalikan eksploitasi sumberdaya laut secara berlebihan, baik oleh

warga desa/kampung sendiri atau pun orang luar, selain pembatasan adat

tersebut di atas; umumnya penduduk menerapkan pembatasan jenis

peralatan untuk penangkapan ikan di wilayah perairan adat atau perairan

laut sejauh 12 mil dari pantai. Pada masa lampau, pelanggaran atas

ketentuan adat, biasanya diselesaikan dengan pengusiran. Namun, pada saat

ini, sejak reformasi, pelanggaran terhadap ketentuan adat, dapat

menimbulkan ketegangan yang memuncak pada perselisihan fisik. Akhir-akhir

ini, penerapan ketentuan adat tersebut, diberlakukan secara ketat terhadap

orang luar desa. Terkecuali mereka yang memililiki ikatan hubungan

kekerabatan dengan salah seorang warga desa/kampung tetangganya.

Meskipun demikian, yang bersangkutan biasanya memohon ijin kepada

pamong desa atau tokoh masyarakat melalui anggota kerabatnya itu.

Berbeda dengan sumberdaya bersama, hak penguasaan dan pemilikan

sumberdaya lahan, hutan dan rawa yang terdapat di sekitar desa/kampung,

di wilayah pesisir relatif lebih jelas. Artinya individu secara tegas dibenarkan

untuk menguasai atau memiliki sumberdaya tertentu, baik yang didapatkan

dari peninggalan nenek moyang/leluhurnya atau mengusahakan/membuka

sendiri di wilayah-wilayah hutan dan rawa yang belum dikuasai oleh orang lain

secara adat.

Secara umum terdapat dua jenis penguasaan dan pemilikan secara adat,

yaitu pertama hak adat bagi warga desa/kampung, seperti halnya berlaku

pada sumberdaya bersama disebutkan di atas. Maksudnya, hanya warga

desa/kampung sekitar yang memperoleh hak untuk menguasai dan atau

memiliki sumberdaya yang terdapat di sekitar desa/kampungnya. Warga

desa/kampung lain tidak dibenarkan untuk memiliki, kecuali yang

bersangkutan mempunyai hubungan kerabat dengan salah seorang warga

desa/kampung setempat, atau karena yang bersangkutan mendapatkannya

melalui warisan atau membeli dari warga desa/kampung tersebut. Seorang

anggota kerabat yang dihubungkan karena ikatan perkawinan, hanya

memiliki hak untuk menguasai, tetapi tidak memiliki. Namun demikian,

penguasaan sumberdaya tersebut dapat diwariskan pada anak-anaknya.

Karena hak seorang anak dari keluarga perkawinan perempuan lokal dengan

laki-laki luar desa/kampung, secara adat juga diperhitungkan melalui garis

keluarga ibunya.

Di seluruh wilayah pesisir, penduduk kurang memperhatikan berapa luas

penguasaan atau pemilikan sumberdayanya. Umumnya mereka menguasai

luas sumberdaya tertentu, sesuai dengan kebutuhan subsistennya atau

kemampuan tenaga kerja yang dimilikinya. Peluang untuk melakukan

perluasan penguasaan sumberdaya, sejalan dengan kebutuhan subsisten,

relatif masih terbuka. Hal ini karena kepadatan penduduk relatif masih rendah,

serta kurang berkembangnya ekonomi pasar di wilayah ini. Sehingga upaya-

upaya oleh individu untuk memperluas pemilikannya, relatif tidak menimbulkan

ketidakpuasaan dari anggota masyarakat yang lain.

Page 96: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-7

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 10.2 Jenis Penggunaan Lahan Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah (Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber)

Kecamatan / Luas Lahan (ha) No Penggunaan

Lahan Kapuas Kuala Kahayan Kuala Mentaya Hilir Selatan Pulau Hanaut Seruyan Hilir Katingan Kuala Jelai Kumai Arut Selatan

1 Sawah 15.729,0 106.643,0 3.829,4 3.940,0 1.067,0 2.943,0 606,0 84,8 18,4

2 Lahan Kering 12.459,0 111.170,0 11.065,0 938,0 7.092,5 2.924,0 483,0 15.155,5

3 Pekarangan 303,0 2.903,0 931,5 1.475,0 399,0 3.553,0

4 Lainnya 14.209,0 274.884,0 12.164,0 10.000,0 425,0 140.875,0

5 Hutan 76.974,1 43.383,0 73.414,8 21.827,0 68.460,5

Jumlah 42.700,0 495.600,0 92.800,0 61.900,0 608.700,0 144.000,0 160.000,0 445.600,0 240.000,0

Page 97: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-8

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

10.3 KEADAAN KEPENDUDUKAN

Jumlah penduduk di sepanjang wilayah pesisir adalah 48.066 jiwa tersebar

tidak merata di 30 desa, seperti disajikan pada Tabel 10.3. Pada tabel tersebut

terlihat bahwa jumlah penduduk terbesar terdapat di Desa Pegatan Hilir,

kemudian menyusul Desa Batanjung. Besar atau kecilnya jumlah penduduk di

masing-masing desa wilayah pesisir, tampaknya dipengaruhi oleh aksesibilitas

desa tersebut dengan sub-pusat atau pusat perdagangan. Melalui pusat-pusat

ini lah penduduk lokal berhubungan dengan dunia luar. Namun demikian,

keterbukaannnya dengan dunia luar, tidak menjamin atau menyebabkan

meningkatnya kondisi kehidupan mereka. Karena aktivitas perdagangan

dengan pengusaha luar cenderung berlangsung secara tidak seimbang,

seperti akan diuraikan di bagian lain.

Kepadatan penduduk di desa-desa di wilayah pesisir relatif masih rendah

(Tabel 10.3.). Rendahnya tingkat kepadatan penduduk, terbatasnya teknologi

dan modal, dan keterisolasian mereka dengan ekonomi atau livelihood

menyebabkan mereka masih dalam keadaan bergelut dengan pemenuhan

kebutuhan sendiri (subsisten).

Dilihat dari kelompok etnisnya, penduduk di sepanjang daerah pesisir terdiri

atas berbagai macam kelompok etnis yang mendiami perkampungan secara

mengelompok, tetapi tidak seluruhnya dari satu kelompok etnis tertentu saja.

Pada umumnya di suatu kampung terdapat kelompok etnis dominan dengan

kelompok etnis lain yang hidup berbaur dalam satu wilayah pemukiman.

Gambaran umum kelompok etnis dominan di desa-desa sepanjang wilayah

pesisir, seperti disajikan pada Tabel 10.4.

Pada umumnya kelompok-kelompok etnis Banjar, Bugis, Jawa, Madura, Sunda

yang menetap di wilayah ini telah bermukim kurang lebih sejak tiga generasi

yang lalu, Ini artinya sebagian besar penduduk kampung merupakan

kelompok penduduk yang lahir dan dibesarkan di kampung tersebut. Sebagai

individu yang lahir dan dibesarkan di kampung tersebut, pada umumnya

mereka merasa atau menganggap dirinya sebagai penduduk ‘asli’ setempat.

Bahasa sehari-hari yang dipergunakan dalam pergaulan antar etnis

mempergunakan bahasa Banjar. Pada umumnya kelompok etnis minoritas

mampu menguasai bahasa dari kelompok etnis dominan. Sebaliknya,

kelompok etnis dominan kurang menguasai bahasa dari kelompok etnis lain,

kecuali bahasa Banjar.

Peristiwa kerusuhan antar etnis yang pernah terjadi di Kalimantan Tengah

membuat penduduk etnis Madura keluar (migrasi) dari daerah pesisir. Hal ini

terjadi terutama di kecamatan Kapuas Kuala dan Kahayan Kuala. Sedangkan

di daerah pesisir lainnya tidak terjadi migrasi etnis tersebut, karena penduduk

lokal di daerah itu relatif membaur dengan baik.

Di Kabupaten Kotawaringin Timur, suku Dayak Ngaju tersebar didaerah yang

cukup luas, sehingga sebagian besar mudah mengadakan kontak dengan

dunia luar. Mereka yang berdiam di tepi pantai atau muara sungai akan lebih

banyak menerima pengaruh budaya luar dibanding yang tinggal di hulu

sungai. Kelompok kebudayaan di sebelah hilir yang banyak menerima

pengaruh dari luar. Di daerah ini juga didiami oleh suku daerah lain dengan

perbandingan yang tidak jauh berbeda dengan banyaknya suka Dayak Ngaju

sendiri, misalnya suku Banjar, Jawa, Madura, Sunda, Batak, dan lain-lain.

Page 98: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-9

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 10.3 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan PendudukDesa-Desa Pesisir Kalimantan Tengah (Sumber: Diolah Dari Kabupaten dan Kecamatan Dalam Angka Tahun 2001)

Kabupaten Kecamatan Desa Jml. Penduduk (Jiwa)

Jumlah KK

Rata-Rata Jumlah

Anggota RT

Luas wilayah (km2)

Kepadatan Penduduk

(Jiwa/km2)

1.Batanjung 3.643 962 4 87,5 42 2.Cemara Labat 1.849 489 4 50,0 37 Kapuas Kuala

3.Palampai 560 162 3 27,5 20 1. Kapuas

Sub.Total : 6.052 1.613 4 165,0 37 1.Cemantan 869 216 4 352,0 2 2.Kiapak 617 162 4 84,0 7 3.Sei Rungun 1.180 273 4 127,0 9

Kahayan Kuala

4.P.Sebangau 5.980 1.503 4 3.124,5 2 2.Pulang Pisau

Sub.Total : 8.646 2.154 4 3.687,5 2 1.Ujung Pandaran 802 184 4 282,0 3 Mentaya

Hilir Selatan 2.Lampuyang 2.216 447 5 79,0 28 Pulau Hanaut 3.Bapinang Hilir Laut 4.824 1.198 4 307,0 16

3.Kotawaringin Timur

Sub.Total : 7.842 1.829 5 668,0 12 1.Kuala Pembuang II 7.540 2.052 4 88.0 86 Seruyan Hilir 2.Sei Bakau 525 92 6 133,0 4

4. Seruyan

Sub.Total : 8.065 2.144 5 221,0 36 Katingan Kuala 1.Pegatan Hilir 4.795 1.540 3 337,0 14 5. Katingan

Sub.Total : 4.795 1.540 3 337,0 14 1.Kuala Jelai 2.612 645 5 34,0 77 2.Pulau Nibung 842 199 4 230,0 4 3.Sungai Baru 175 31 6 237,0 1 4.Sungai Bundung 137 31 4 269,0 1 5.Sungai Raja 197 45 3 26,0 8 6.Sungai Damar 737 142 5 96,0 8 7.Sungai Tabuk 617 130 5 323,0 2 8.Sungai Cabang Barat 1.741 354 5 98,0 18

Jelai

9.Sungai Pasir 1.410 285 5 287,0 5

6. Sukamara

Sub.Total : 4.702 956 5 1.600,0 3 1.Sei Cabang Timur 756 155 5 333,0 2 2.Teluk Pulai 598 96 6 478,0 1 3.Kubu 1.912 381 5 122,0 16 4.Sungai Bakau 1.013 251 4 111,0 9 5.Teluk Bogam 738 187 4 82,0 9 6.Keraya 663 112 6 78,0 9

Kumai

7.Sungai Bedaun 732 303 3 403,0 2

7. Kotawaringin Barat

Arut Selatan 1. Tanjung Putri 1.552 530 3 19,0 82 Sub.Total : 7.964 1.860 4 1.293,0 6

TOTAL : 48.066 12.096 4 7.972 6

Page 99: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-10

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 10.4. Kelompok Etnis Dominan dan Lainnya Di Desa-Desa Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah

(Sumber: Diolah Dari Kabupaten dan Kecamatan Dalam Angka Tahun 2001, Observasi Dan Wawancara)

Etnis Kabupaten Kecamatan Desa Dominan Lainnya

1. Kapuas Kapuas Kuala -Batanjung -Cemara Labat -Palampai

- Banjar - Banjar - Banjar

- Jawa, Dayak, Bugis - Jawa, Sunda - Jawa, Sunda

2.Pulang Pisau Kahayan Kuala

-Cemantan -Kiapak -Sei Rungun

- Banjar - Banjar - Banjar

-Bugis, Jawa, Dayak -Bugis, Jawa, Dayak -Bugis, Jawa, Dayak

3.Kotawaringin Timur

Mentaya Hilir Selatan Pulau Hanaut

-Ujung Pandaran -Lampuyang - Bapinang Hilir Laut

- Banjar - Banjar - Banjar

- Bugis, Madura, Jawa - Bugis, Madura, Jawa - Jawa dan Bugis

4. Seruyan Seruyan Hilir

-Kuala Pembuang II -Sei Bakau

- Banjar - Banjar

- Madura, Mendawai, Jawa, Bugis - Bugis, Jawa, Madura

5. Katingan Katingan kuala -Pegatan Hilir -Banjar - Bugis, Jawa.

6. Sukamara Jelai

-Kuala Jelai -Pulau Nibung -Sungai Baru -Sungai Bundung -Sungai Raja -Sungai Damar -Sungai Tabuk -Sungai Cabang Barat -Sungai Pasir

- Mendawai - Mendawai - Mendawai - Mendawai - Mendawai - Mendawai - Mendawai - Mendawai - Mendawai

-Bugis, Banjar, Jawa, Madura -Bugis, Banjar, Jawa, Madura -Bugis, Banjar, Jawa, Madura -Bugis, Banjar, Jawa, Madura -Bugis, Banjar, Jawa, Madura -Bugis, Banjar, Jawa, Madura -Bugis, Banjar, Jawa, Madura -Bugis, Banjar, Jawa, Madura -Bugis, Banjar, Jawa, Madura

7. Kotawaringin Barat

Kumai

Arut Selatan

-Sei Cabang Timur -Teluk Pulai -Kubu -Sungai Bakau -Teluk Bogam -Keraya -Tanjung Putri

- Mendawai - Bugis - Mendawai - Mendawai - Bugis - Bugis - Mendawai

- Bugis, Madura, Jawa - Mendawai, Banjar, Jawa -Banjar, Bugis, Madura, Jawa - Bugis, Banjar, Sunda - Mendawai, Banjar, Jawa - Mendawai, Banjar, Madura -Bugis, Banjar, Madura, Jawa

Page 100: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-11

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

10.4 AKSESIBILITAS

Daerah pesisir pada umumnya dapat dijangkau dengan transportasi laut,

sungai, dan darat. Sarana perhubungan yang menghubungkan antar desa di

wilayah pesisir paling banyak menggunakan transportasi sungai dan laut.

Selanjutnya sarana perhubungan yang menghubungkan daerah pesisir ke

kota-kota kecamatan dan kabupaten dapat menggunakan transportasi

sungai/laut dan transportasi darat (khususnya penduduk di pesisir Kecamatan

Kumai, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan dan Kecamatan Seruyan Hilir).

Perhubungan Laut

Di seluruh wilayah pesisir di Propinsi Kalimantan Tengah perhubungan laut

merupakan jalur transportasi utama yang menghubungkan desa-desa pesisir di

daerah ini. Pada umumnya jalur perhubungan laut menghubungkan desa-

desa pesisir antar kecamatan, antar kabupaten dan antar daerah pesisir

dengan kota-kota di luar Propinsi Kalteng, seperti ke Pontianak, Banjarmasin

dan Pulau Jawa (Semarang dan Surabaya). Jalur perhubungan laut

dipusatkan di pelabuhan-pelabuhan sungai. Pelabuhan-pelabuhan tersebut

juga merupakan pusat perekonomian bagi daerah-daerah di sekitarnya.

Sehingga jika penduduk pesisir akan bepergian ke luar daerah harus menuju

pelabuhan tersebut dahulu.

Alat transportasi yang digunakan pada perhubungan laut ini pada umumnya

adalah perahu kelotok milik pribadi, sedangkan angkutan umum yang ada

adalah speedboat, longboat dan kapal-kapal penumpang yang beroperasi

secara reguler. Umumnya pelabuhan-pelabuhan lokal berada jauh ke dalam

sungai yang ada di daerah ini. Jarak antara daerah pesisir dengan pelabuhan-

pelabuhan rata-rata 50 – 150 km.

Propinsi Kalimantan Tengah memiliki 10 (sepuluh) pelabuhan utama yang

semuanya dikategorikan sebagai pelabuhan sungai yaitu Pelabuhan Kereng

Bengkirai, Sampit, Pulang Pisau, Kuala Kapuas, Pangkalan Bun, Kumai,

Sukamara, Samuda, Kuala Pembuang, dan Pagatan Mendawai. Sebagian

besar, barang yang dibongkar untuk pelayaran luar negeri berlangsung di

Pelabuhan Pulang Pisau. Demikian juga untuk bongkar barang pelayaran

dalam negeri sekitar 28% (193.777 ton) berlangsung di Pelabuhan Pulang Pisau.

Kemudian diikuti oleh pelabuhan Sampit (175.803 ton atau 26%), Pelabuhan

Kumai dan Pangkalan Bun masing-masing sekitar 18%. Untuk pelayaran rakyat,

urutan volume barang yang dibongkar berada di Pelabuhan Kumai (40%),

diikuti dengan pelabuhan Samuda (18%) dan Pelabuhan Sukamara (16%).

Pemuatan barang pelayaran luar negeri sebagian besar berlangsung di

Pelabuhan Pangkalan Bun (sekitar 71% atau 273.317 ton), kemudian diikuti oleh

Pelabuhan Sampit (sekitar 19% atau 72.661 ton). Untuk pelayaran dalam negeri

sekitar 39% berlangsung di Pelabuhan Sampit, kemudian diikuti Pelabuhan

Pegatan Mendawai (13%) dan Pelabuhan Kuala Pembuang (13%). Untuk

pelayaran rakyat, sekitar 48% barang dimuat melalui Pelabuhan Kumai,

kemudian diikuti oleh Pelabuhan Palangka Raya (23%) dan Pelabuhan

Pegatan Mendawai (15%). Dengan demikian terlihat peranan pelabuhan yang

ada di Propinsi Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut :

1. Pelabuhan Pangkalan Bun mempunyai peranan penting sebagai

pelabuhan ekspor untuk produk-produk hasil kehutanan di Propinsi

Kalimantan Tengah.

2. Pelabuhan Kumai merupakan pelabuhan yang penting untuk kegiatan

bongkar muat barang bagi pelayaran rakyat.

3. Pelabuhan Sampit mempunyai peranan penting untuk bongkar muat

barang untuk pelayaran dalam negeri. Sedangkan untuk pelayaran luar

negeri, peranannya masih dibawah Pelabuhan Pulang Pisau dan

Pelabuhan Pangkalan Bun.

Page 101: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-12

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

4. Pelabuhan Samuda mempunyai peranan yang cukup penting untuk

jenis pelayaran rakyat, namun baru terbatas pada pemasukan barang.

Konstruksi dermaga Pangkalan Bun terbuat dari kayu dengan kondisi baik.

Sedangkan dermaga Kumai terbuat dari Beton dengan kondisi baik. Untuk

dermaga Pangkalan Bun perlu diupayakan peningkatan jenis konstruksi

pelabuhan untuk melayani kegiatan bongkar-muat barang bagi pelayaran

ekspor. Konstruksi dermaga Samuda terbuat dari kayu dengan kondisi kurang

baik. Sedangkan dermaga Sampit terbuat dari beton dengan kondisi baik.

Untuk dermaga Samuda perlu dilakukan upaya perbaikan/rehabilitasi

secepatnya mungkin untuk melayani kegiatan bongkar barang bagi

pelayaran rakyat.

Gambar 10.3 Angkutan Barang Melalui Sungai Kapuas (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Perhubungan laut dan sungai merupakan jalur transportasi utama yang

menghubungkan kota-kota besar sampai desa-desa di seluruh wilayah pesisir

Propinsi Kalimantan Tengah. Pada umumnya pelabuhan-pelabuhan di propinsi

ini berada di sungai-sungai besar. Pelabuhan-pelabuhan tersebut juga

merupakan pusat perekonomian bagi daerah-daerah di sekitarnya.

Perhubungan Sungai

Pelabuhan air Kabupaten Kapuas berada di Kota Kuala Kapuas. Untuk menuju

daerah pesisir digunakan angkutan sungai yang disebut taksi air dengan

kapasitas penumpang antara 20 – 50 orang. Selain itu, juga terdapat

speedboat dan kelotok yang mampu mengangkut penumpang sebanyak 15

orang.

Jalur perhubungan sungai merupakan lalu lintas utama bagi penduduk di

wilayah pesisir untuk berhubungan dengan desa-desa tetangga, baik untuk

perhubungan lokal dan regional seperti antar desa dan kecamatan. Bagi

penduduk di daerah pesisir yang akan melakukan perjalanan antar

kabupaten, atau ke kota-kota besar lainnya di luar propinsi Kalimantan

Tengah, terlebih dahulu penduduk harus menuju ke pelabuhan-pelabuhan

yang terdapat di kota Kabupaten. Oleh karena pelabuhan kapal-kapal

penumpang hanya ada di dalam sungai.

Arti penting pelabuhan-pelabuhan tersebut adalah merupakan pusat

perekonomian regional bagi daerah-daerah sekitarnya. Pasar di kota-kota

kabupaten ini menyediakan berbagai macam keperluan rumah tangga. Jenis-

jenis barang yang dijual daerah ini mulai kebutuhan sembako, alat-alat rumah

tangga, alat-alat elektronik, meubel, toko emas, rumah makan, dan

penginapan. Di pelabuhan terdapat pula biro-biro perjalanan laut dan darat.

Fasilitas penginapan di daerah ini berupa losmen dan hotel.

Page 102: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-13

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 10.4 Transportasi Speed Boat oleh Penduduk Setempat

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

Perhubungan Darat

Akses perhubungan darat di wilayah pesisir yang menghubungkan desa-desa

pesisir, hanya terdapat di Kecamatan Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat

dan Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kecamatan Seruyan Hilir Kabupaten

Kotawaringin Timur. Di wilayah ini jalan darat relatif sudah cukup baik. Jalan

darat di daerah tersebut merupakan jalan penghubung antar desa-desa

pesisir. Sedangkan di wilayah pesisir lainnya jalan darat belum dibangun. Di

beberapa tempat seperti Kecamatan Kapuas Kuala dan Kecamatan Jelai

sudah ada jalan darat berupa jalan tanah dan bergelombang, tetapi hanya

bisa dilalui oleh kendaraan bermotor roda dua. Angkutan umum menuju

daerah pesisir di kedua kecamatan adalah angkutan yang biasa disebut

penduduk di daerah ini dengan ‘taksi’. Angkutan umum tersebut biasanya

beroperasi antara jam 07.00 sampai dengan jam 15.00 WIB.

Selanjutnya penduduk wilayah pesisir yang ingin bepergian ke daerah

perkotaan, harus menggunakan transportasi laut dan sungai. Kemudian untuk

menuju kota-kota seperti Palangka Raya, Sampit, Kuala Kapuas, dan

Pangkalan Bun mempergunakan angkutan umum Bus.

Jalan darat di Kabupaten Kotawaringin Timur sudah dapat mencapai desa-

desa pesisir walaupun kondisi jalan masih berupa aspal kasar dan tanah keras.

Di daerah ini dilakukan pembangunan jalan, karena daerah ini diproyeksikan

sebagai kawasan pariwisata pantai. Untuk mencapai daerah ini terdapat

angkutan umum taksi dari kota Sampit.

Sampai bulan September 1999, panjang jalan di Propinsi Kalimantan Tengah,

menurut statusnya, mencapai 554.323,68 km yang terdiri atas :

Jalan nasional : 1.737,570 km (0,30%).

Jalan propinsi : 523,510 km (0,09%).

Jalan Kabupaten : 551,971 km (99,61%).

Jalan nasional mencakup jalan lintas Kalimantan poros selatan yang

menghubungkan batas Kalimantan Barat-Kudangan-Simpang Runtu-Sampit-

Palngka Raya-Kuala Kapuas-batas Kalimantan Selatan dan Palangka Raya-

Tumbang Talaken-Tewah-Muara Teweh-Ampah-batas Kalimantan Selatan, dan

Muara Teweh-Benangin-batas Kalimantan Timur.

Page 103: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-14

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 10.5 Kondisi Jalan di Asam Baru yang menghubungkan Sampit dan

Pangkalan Bun (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 10.6 Kondisi Perbaikan Jalan yang Menghubungkan Desa Ujungpandaran

dan Desa Sei Bakau (Sumber: PPK-ITB,2002)

Pada masa mendatang, jalan propinsi yang akan ditingkatkan statusnya

menjadi jalan nasional adalah :

• Ruas Jalan Palangka Raya-Buntok-Ampah sepanjang 251,25 Km.

• Ruas Sampit-Samuda-Ujung Pandaran sepanjang 87,80 Km.

• Ruas Pangkalan Lima-Kumai sepanjang 12,0 Km.

Pada tahun 1998, JICA bekerjaama dengan Bappenas menyusun studi

perencanaan regional menyeluruh untuk Kalimantan Tengah-Barat. Studi ini

mengusulkan dan sekaligus merencanakan rute jalan di kawasan tengah dan

hulu untuk mengembangkan koridor pembangunan dataran tinggi dengan

tujuan : untuk menghubungkan daerah aliran sungai (DAS) yang berdekatan di

bagian tengah untuk meningkatakan integrasi ekonomi di dataran tinggi.

Jalan-jalan tersebut akan menjadi jalan utama untuk mengangkut hasil-hasil

pertanian, terutama TBS kelapa sawit dari perkebunan ke pabrik CPO. Untuk

mengangkut CPO dari pabrik-pabrik CPO ke industri hilir produksi yang

berlokasi di Kumai.

Pembangunan jalan-jalan tersebut diperlukan karena masih kurang

berkembangnya daerah ini oleh kekuatan luar. Rute jalan yang diusulkan

adalah dari Nanga Bulik-Pungkut-Tumbang Sangai-Tumbang Samba-

Rabambang, dan selanjutnya menuju ke Teweh – batas Kalimantan Timur.

Usulan JICA dan Bappenas yang telah diadopsi oleh Pemerintahan Daerah

Kalimantan Tengah untuk rencana pengembangan wilayah pada masa

mendatang jelas mengubah rencana struktur jaringan jalan yang tertuang

dalam RTRWP. Sebagai antisipasi terhadap kecenderungan perubahan ini

maka direncanakan pembangunan jalan kabupaten yang menghubungkan

Tumbang Senamang dan Tumbang Manjul dengan Tumbang Sangai. Jalan

poros pada koridor pembangunan dataran tinggi membutuhkan standar jalan

yang tinggi karena akan digunakan oleh truk berat yang membawa hasil

pertanian, termasuk CPO ke industri di Kumai.

Page 104: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-15

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 10.7 Pelabuhan Perahu Penyeberangan yang menghubungkan Desa Kuala Pembuang Satu dengan Kota Kuala Pembuang, Kabupaten Seruyan

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

Akses perhubungan darat yang sudah ada untuk menghubungkan Kota

Palangka Raya dengan wilayah pesisir terutama adalah jalan-jalan yang

menuju daerah desa-desa pesisir di Kecamatan Mentaya Hilir Selatan

Kotawaringin Timur dan desa-desa pesisir di Kecamatan Kumai Kabupaten

Kotawaringin Barat. Sedangkan untuk menuju wilayah pesisir di lima kabupaten

lainnya hanya dapat dicapai dengan melalui transportasi sungai dan laut.

Pada umumnya jalan darat menuju daerah pesisir hanya sampai di kota

kabupaten atau kota kecamatan yang terdekat dengan daerah tersebut

(lihat Gambar 10.8 dan Peta Sarana Transportasi Propinsi Kalimantan Tengah).

Gambar 10.8 Kondisi Jalan Di Kalimantan Tengah (Sumber: Dinas PU Propinsi Kalimantan tengah, 2002)

Jaringan Listrik dan Sarana Komunikasi

Fasilitas jaringan listrik di daerah pesisir umumnya hanya dimiliki sebagian kecil

penduduk. Sumber listrik yang dipergunakan umumnya berupa generator milik

pribadi yang disambungkan ke beberapa tetangganya. Fasilitas listrik ini sudah

dinikmati penduduk sejak pertengahan tahun 1980-an. Penduduk yang

memiliki generator listrik, umumnya berasal dari kalangan ekonomi tergolong

cukup mampu.

Fasilitas listrik PLN di wilayah pesisir, hanya terdapat di Kecamatan Kumai

Kabupaten Kotawaringin Barat. Fasilitas listrik mulai dinikmati penduduk daerah

ini sekitar awal tahun 1990-an. Hampir sebagian besar desa-desa pesisir di

kecamatan ini sudah menikmat fasilitas listrik.

Page 105: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-16

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 10.5 Fasilitas Listrik, Telepon, Radio, dan Televisi di Kalimantan Tengah

(Sumber: Diolah dari Kabupaten Dalam Angka dan Kecamatan Dalam Angka, 2001)

Kabupaten Kecamatan Desa Radio (buah)

TV (buah) Telepon Listrik

1. Kapuas Kapuas Kuala -Batanjung -Cemara Labat -Palampai

273 236 164

36 24 34

- - -

30% 40% 20%

2.Pulang Pisau

Kahayan Kuala -Cemantan -Kiapak -Sei Rungun

3.Kotawaringin Timur

Mentaya Hilir Selatan -Ujung Pandaran -Lampuyang

21 39

6 15

- -

30% 20%

4. Seruyan Seruyan Hilir -Kuala Pembuang II

-Sei Bakau

210 65

45 20

- -

40% 30%

5. Katingan Katingan Kuala -Pegatan Hilir 320 25 - 6. Sukamara Jelai -Kuala Jelai

-Pulau Nibung -Sungai Baru -Sungai Bundung -Sungai Raja -Sungai Damar -Sungai Tabuk -Sungai Cabang Barat -Sungai Pasir

2723

320

- - - - - - - - -

50% 30% 30% 30% 30% 30% 30% 30% 30%

7. Kotawaringin Barat Kumai -Sei Cabang Timur

-Teluk Pulai -Kubu -Sungai Bakau -Teluk Bogam -Keraya -Sungai Bedaun

4200

520

- - - - - - -

30% 30% 60% 60% 60% 40% 30%

Page 106: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-17

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 10.9 Pelabuhan Taxi Sungai (Speed Boat) di Kab. Kapuas

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

Adanya fasilitas listrik tersebut, membuka peluang penduduk mampu untuk

memilik pesawat televisi. Pada Tabel 10.5 terlihat jumlah televisi yang dimiliki

penduduk di wilayah pesisir. Sebagian besar penduduk adalah memiliki radio.

Sarana komunikasi lain dengan penduduk wilayah pesisir adalah pos surat dan

telepon. Fasilitas tersebut, terdapat di kota-kota kecamatan di wilayah mereka.

Pendidikan dan Kesehatan

Fasilitas pendidikan di daerah-daerah pesisir di Kalimantan Tengah pada

umumnya hanya Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, seperti terlihat

dalam Tabel 10.6. Penduduk daerah pesisir yang akan melanjutkan pendidikan

ke tingkat Sekolah Lanjutan Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas, harus ke kota-

kota kecamatan atau kota-kota kabupaten. Secara umum tingkat pendidikan

penduduk di daerah pesisir relatif masih rendah, yaitu Sekolah Dasar dan

sebagian lainnya malah tidak menamatkan Sekolah Dasar.

Gambar 10.10 Bangunan Sekolah Dasar di Desa Sei Sekonyer, Tanjung Harapan,

Kotawaringin Barat (Sumber: http://safier.studentenweb.org).

Tabel 10.6 menunjukkan fasilitas kesehatan yang terdapat di wilayah pesisir.

Pada umumnya terdapat Puskesmas Pembantu di hampir setiap desa.

Sedangkan Puskesmas, hanya terdapat di Desa Kuala Jelai Kecamatan Jelai

Kabupaten Sukamara. Sebagian besar penduduk biasanya berobat ke dukun

yang melakukan praktek pengobatan secara tradisional atau membeli obat-

obatan di warung.

Page 107: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-18

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Rumah sakit hanya terdapat di ibukota kabupaten, seperti di Kota Kuala

Kapuas, Sampit dan Pangkalan Bun. Akan tetapi, beberapa Puskesmas di

daerah pesisir menyediakan fasilitas rawat inap dengan kapasitas tempat tidur

dan prasarana terbatas. Khusus penduduk di daerah Kecamatan Kapuas

Kuala, jika memerlukan perawatan rumah sakit mereka cenderung pergi ke

kota Banjarmasin karena fasilitasnya relatif lebih lengkap dibandingkan kota

Kuala Kapuas.

Salah satu kebutuhan lain yang sangat diperlukan penduduk adalah

kebutuhan sarana air bersih. Pada umumnya kebutuhan air bersih penduduk

relatif sulit. Sebagian besar sumur di daerah pesisir airnya payau. Untuk

mendapatkan air bersih penduduk harus mengambilnya ke sebelah hulu

sungai-sungai yang ada di daerahnya. Kesulitan mendapatkan air bersih

terutama dirasakan pada musim kemarau. Penduduk harus ke hulu, rata-rata

jarak tempuhnya mencapai 4 – 5 jam.

Gambar 10.11 Salah Satu Tandon Air Bersih Penduduk Desa Lupak Dalam,

Kab. Kapuas (Sumber: PPK-ITB, 2002).

Gambar 10.12 Instalasi Sumur Pompa, Menara Penyaring Logam Berat, dan Tandon Air Bersih untuk Keperluan Pabrik Es dan Masyarakat Sekitar PPI Kumai, dalam Kondisi

Belum Difungsikan Sepenuhnya (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 10.13 Proses Pembuatan Es di Pabrik Es Kompleks PPI Kumai

(Sumber: PPK-ITB,2002)

Page 108: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-19

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 10.6 Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan di Kalimantan Tengah (Sumber: Diolah dari Kabupaten Dalam Angka dan Kecamatan Dalam Angka, 2001)

Pendidikan Kesehatan Kabupaten Kecamatan Desa SD SLTP Mibt Mts Puskesmas Pustu

1. Kapuas Kapuas Kuala -Batanjung -Cemara Labat -Palampai

Ada Ada Ada

- - -

Ada -

Ada

- - -

- - -

Ada Ada Ada

2.Pulang Pisau

Kahayan Kuala -Cemantan -Kiapak -Sei Rungun

Ada Ada Ada

- - -

- -

Ada

- - -

- - -

- Ada

- 3.Kotawaringin Timur Mentaya Hilir Selatan -Ujung Pandaran

-Lampuyang Ada Ada

- -

- -

- -

- -

Ada Ada

4. Seruyan Seruyan Hilir -Kuala Pembuang II

-Sei Bakau

Ada

Ada

Ada -

Ada

Ada

- -

- -

Ada

Ada

5. Katingan Katingan Kuala -Pegatan Hilir Ada - Ada - - Ada 6. Sukamara Jelai -Kuala Jelai

-Pulau Nibung -Sungai Baru -Sungai Bundung -Sungai Raja -Sungai Damar -Sungai Tabuk -Sungai Cabang Barat -Sungai Pasir

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Ada - - - - - - - -

Ada - - - - - - - -

Ada - - - - - - - -

Ada - - - - - - - -

- Ada

- Ada

- Ada

- Ada Ada

7. Kotawaringin Barat Kumai -Sei Cabang Timur -Teluk Pulai -Kubu -Sungai Bakau -Teluk Bogam -Keraya -Sungai Bedaun

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

- - - - - - -

- -

Ada Ada

- Ada

-

- - - - -

Ada -

- - - - - - -

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

Page 109: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-20

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

10.5 SUMBER PENGHIDUPAN PENDUDUK DI WILAYAH PESISIR KALIMANTAN TENGAH

Mata pencaharian utama penduduk di wilayah pesisir pada umumnya adalah

nelayan laut. Kecuali di Desa Sungai Bakau Kecamatan Seruyan Hilir mata

pencaharian utamanya adalah sebagai pencari kayu (membatang).

Sedangkan mata pencaharian tambahannya adalah sebagai petani sawah,

berkebun, kerajinan ikan asin, kerajinan terasi, kerajinan udang ebi, nelayan

darat, mengumpulkan kulit kayu gembor (menggembor), menebang kayu

(membatang), mengumpulkan getah jelutung, dan mendulang emas (lihat

Tabel 10.9). Nelayan laut di kawasan pesisir Kalimantan Tengah dapat

dikategorikan kedalam dua kategori yaitu: nelayan pesisir dan nelayan laut

lepas. Pada umumnya (lihat Tabel 10.9) nelayan laut lepas dan pesisir yang

ada di kawasan pesisir Kalimantan Tengah menggunakan alat-alat tangkap

yang masih sederhana, jukung, dan perahu motor dengan kapasitas mesin

tempel 12-20 pk. Ukuran perahu umumnya dibawah 5 GT (Gross Ton/bobot

kapal) dan hanya sebagian kecil yang memiliki perahu ukuran 5 - 10 GT.

Nelayan laut lepas mempunyai kemampuan melaut sejauh diatas 4 mil dari

pantai. Sedangkan nelayan pesisir menangkap ikan di perairan pantai kurang

dari 4 mil. Nelayan pesisir yang tidak memiliki perahu, mencari ikan dengan

menggunakan jaring tarik. Kedua tipe nelayan laut tersebut memiliki

perbedaan waktu beraktivitas. Nelayan pesisir umumnya bekerja dari jam 05.00

sampai dengan jam 17.00 WIB. Sedangkan nelayan laut lepas, bekerja 3-6 hari

di laut lepas. Biasanya dalam satu bulan rata-rata nelayan bekerja di laut

selama 20 hari.

Ada berbagai jenis alat tangkap yang dipergunakan nelayan untuk

menangkap ikan. Sebagian diantaranya tergolong sederhana dengan nama

lokal yang tidak dipergunakan dalam statistik perikanan yang dibuat oleh

Dinas Perikanan setempat. Pada umumnya para nelayan menggunakan alat

tangkap dan perahu sederhana seperti: rawai, rengge, jaring kantong (rempa

kentong), rempa kembong, sungkur, dll. Aktivitas nelayan melaut biasanya

pada bulan November hingga bulan Juni. Selanjutnya aktivitas di darat

dilakukan pada bulan Januari hingga Agustus.

Sumberdaya hayati dominan ditangkap nelayan adalah udang. Musim udang

terutama pada bulan September hingga bulan Oktober. Musim paceklik bagi

para nelayan adalah bulan Januari hingga Februari. Bulan Oktober –

Desember merupakan musim ikan kembung. Tetapi tidak setiap tahun jenis

ikan tersebut terdapat melimpah di perairan.

Para nelayan yang menggunakan alat tangkap Lempara Dasar, relatif tidak

mengenal musim dalam melaut. Para nelayan, kapan saja dapat melaut.

Meskipun saat musim angin kencang, alat ini dapat digunakan. Sebaliknya alat

tangkap sungkur, pada musim angin kencang tidak dapat digunakan.

Berdasarkan keterangan penduduk dan laporan hasil penelitian Lembaga

Penelitian Universitas Palangkaraya, rata-rata penghasilan nelayan yang

mempergunakan alat tangkap lampara adalah sebesar Rp 100.000,- sampai

dengan Rp 150.000,- per hari, sedangkan dengan alat sungkur hanya

mencapai penghasilan setengahnya per hari.

ada awal pengoperasian alat Lempara dasar tahun 1996, dikalangan

tetua/tokoh nelayan pengguna alat Lempara dasar dan tetua nelayan

pemakai rempa kantong merumuskan tentang kesepakatan wilayah

pengoperasian alat Lempara dasar. Pada waktu itu disepakati bahwa

pengoperasian alat Lempara dasar, yaitu daerah Sungai Patin ke arah Barat.

Dibawah wilayah itu merupakan wilayah nelayan pemakai rempa kantong

(trommel net). Sejak tahun 2000 kesepakatan tersebut dilanggar. Pelanggaran

Page 110: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-21

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

terjadi karena di wilayah yang telah disepakati tangkapan udang mulai

berkurang, sehingga mereka mulai memasuki wilayah nelayan rempa kantong.

Reaksi timbul dari nelayan rempa kantong, karena kelompok operasinya

dimasuki nelayan lain. Para nelayan khawatir, pada saat musim nelayan

rempa kantong beroperasi, tangkapan udang mereka akan berkurang.

Penggunaan teknologi dengan Lempara, jenis udang-udang kecil pun akan

tereksploitasi. Dinas Perikanan dan Polisi Airud pernah memusyawarahkan

mengenai persoalan ini. Tetapi, karena sulitnya pengawasan di laut

pelanggaran tetap terjadi. Sehingga potensi konflik semakin berkembang.

Faktor lain yang mempengaruhi berkembangnya masalah ini, adalah

kedudukan tokoh nelayan yang terlibat dalam kesepakatan, tidak melaut lagi

atau sudah tua. Para nelayan muda umumnya tidak memperhitungkan lagi

kedudukan mantan tokoh nelayan tersebut.

Gambar 10.14 Bahan Baku Minyak Kopra Hasil Kebun-Kebun Kelapa Masyarakat di Wilayah Pesisir (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 10.15 Udang Kupas Kering Sebagai Komoditi Unggulan Masyarakat di Desa Kuala Pembuang, Kabupaten Seruyan (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 10.16 Bahan Baku Terasi Yang Sebagai Pemanfaatan Lain Dari Udang-udang Kecil Yang Semula Kurang Ekonomis (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 111: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-22

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 10.7 Jenis dan Jumlah Perahu Nelayan di Wilayah Pesisir di Kalimantan Tengah (Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2001)

Kabupaten Kecamatan Desa Jukung Kelotok Motor

Tempel Kapal Motor Jumlah

1.Batanjung 419 239 - - 658 2.Cemara Labat 321 198 - - 519 1. Kapuas -Kapuas Kuala 3.Palampai 127 96 - - 223

Sub.Total : 867 533 - - 1,400 1.Cemantan 159 168 - 10 337 2.Kiapak 50 82 - 4 136 3. Sei Pudak 132 168 1 12 313

2.Pulang Pisau Kahayan Kuala

4.P.Sebangau 370 576 25 42 1,013 Sub.Total : 711 994 26 68 1,799

1.Ujung Pandaran 21 31 - 189 241 Mentaya Hilir Selatan 2.Lampuyang 25 38

3.Kotawaringin Timur

Pulau Hanaut 1.Bapinang Hilir Laut 16 98 76 174 Sub.Total : 62 167 - 265 494

1.Kuala Pembuang II 12 335 332 679 4. Seruyan Seruyan Hilir 2.Sei Bakau

Sub.Total : 12 335 - 332 679 5. Katingan Katingan Kuala 1.Pegatan Hilir 84 5 16

Sub.Total : 84 5 - 16 - 6. Sukamara *) Jelai 1.Kuala Jelai

2.Pulau Nibung 3.Sungai Baru 4.Sungai Bundung 5.Sungai Raja 6.Sungai Damar 7.Sungai Tabuk 8.Sungai Cabang Barat 9.Sungai Pasir Sub.Total : Kumai 1.Sei Cabang Timur

2.Teluk Pulai 3.Kubu 4.Sungai Bakau 5.Teluk Bogam 6.Keraya

7. Kotawaringin Barat *)

7.Sungai Bedaun Arut Selatan 1.Tanjung Putri Sub.Total : TOTAL :

Ket : *) Tidak Ada Data

Page 112: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-23

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Kebutuhan alat menangkap ikan dan peralatan mesin, diperoleh nelayan

pesisir di kota kecamatan atau kota kabupaten. Khusus penduduk Kecamatan

Kapuas Kuala, membeli peralatan tersebut ke Banjarmasin atau Kuala Kapuas.

Penjual lokal yang menyediakan peralatan nelayan sesuai dengan pesanan

terdapat di beberapa desa pesisir.

Alat tangkap jenis bahan Lempara jaringnya dibeli di Banjarmasin, sedangkan

pembuatan jaring Lempara dikerjakan penduduk daerah Alu-Alu di Kalsel.

Jarak dari Kapuas Kuala ke Alu-alu sekitar dua jam menggunakan kelotok.

Harga alat Lempara termasuk mesin penarik sekitar Rp. 7.000.000,00 sedangkan

jaring Lempara-nya saja sekitar Rp 1.250.000,00.

Kebutuhan operasi nelayan seperti garam, BBM, jaring, dan sebagainya

tersedia di toko-toko di desa-desa pesisir. Barang-barang tersebut diperoleh

pemilik toko dari pedagang-pedagang besar asal Pulau Jawa. Biasanya

pedagang asal Jawa yang datang ke Kuala Pembuang membawa barang-

barang tersebut, selanjutnya ketika pulang mereka membawa hasil ikan dan

udang segar atau sudah diolah menjadi ikan asin atau udang kering.

Para nelayan pesisir Kalimantan Tengah berasal dari Banjarmasin, Jawa, dan

Indramayu. Mereka pada umumnya nelayan yang datang ke wilayah ini

hanya untuk mencari ikan dan tidak tinggal tetap di daerah ini. Para nelayan

luar tersebut merupakan nelayan laut lepas. Hasil tangkapan umumnya

dipasarkan di daerah asalnya, karena harganya relatif lebih tinggi

dibandingkan pemasaran di wilayah Kalimantan Tengah.

Sistem pemasaran hasil yang dilakukan para nelayan adalah :1) Menjual ke

bandar lokal; 2) Menjual ke bandar di laut pesisir; 3) Menjual ke bandar luar di

pantai. Penjualan di tengah laut biasanya dilakukan oleh para nelayan yang

tidak memiliki persediaan es balok, sehingga mereka harus cepat-cepat

menjualnya agar ikan masih dalam keadaan segar. Jenis tangkapan laut yang

menjadi komoditas unggulan nelayan di daerah ini adalah udang. Jenis udang

yang ditangkap adalah udang indomanis, udang putih, dan udang brown.

Sedangkan jenis tangkapan ikannya seperti: kembung, otek, pari, patin laut,

hiu, senangin, layur, kakap, kidar, kurau, puput, pirang-pirang, belanak,

bandeng, selungsungan, telang, dll. Pusat pemasaran udang di wilayah pesisir

Kalimantan Tengah terdapat di Kecamatan Kumai. Di daerah ini terdapat

perusahaan besar yang menampung udang dari para nelayan untuk diekspor

ke luar negeri.

Penduduk Desa Kubu Kecamatan Kumai dan desa Sungai Bakau Kecamatan

Seruyan Hilir, saat maraknya penebangan kayu ramin pada tahun 1990-an di

dalam kawasan taman nasional hampir seluruh penduduknya terlibat sebagai

penebang maupun penampung. Para nelayan berhenti menangkap ikan, dan

mengoperasikan perahunya untuk menarik rakit kayu. Kegiatan tersebut

memberikan penghasilan lebih tinggi dibandingkan dengan menangkap ikan.

Potensi perikanan tangkap di daerah pesisir Kalteng adalah dari sungai dan

rawa-rawa dengan membuat kolam tradisional (Beje). Jenis ikan nelayan darat

ini adalah: udang galah, gabus, kesung, patin, papuyu hitam, papuyu kuning,

biawan, pentet, kepiting. Peralatan tangkap yang digunakan adalah raway,

bubu, dan jaring insang.

Pembuatan kolam Beje terutama dikembangkan penduduk di Kecamatan

Kapuas Kuala dan Kecamatan Kahayan Kuala. Penangkapan ikan di sungai

merupakan mata pencaharian sampingan bagi nelayan laut yang

mempergunakan alat tradisional seperti sungkur. Penggunaan alat sungkur

hanya dilakukan pada musim angin teduh. Mata pencaharian sampingan ini

perlu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga para nelayan.

Page 113: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-24

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Sedangkan, sistem penangkapan ikan dengan mempergunakan kolam Beje

dilakukan pada musim penghujan dan dipanen pada musim kemarau.

Kolam Beje di rawa-rawa ditandai batas-batas kepemilikan yang jelas.

Kepemilikan diturunkan ke anak cucunya. Sistem penangkapan Beje sudah

dikenal sejak dulu. Jenis ikan yang ditangkap seperti: betutu, pepuyuh, betok,

gabus, aruan, sepat. Luas kolam Beje umumnya, lebar 10 depa, sedangkan

panjangnya mencapai 200 meter (per orang). Sistem penangkapan kolam

Beje berkurang akibat Proyek Lahan Gambut (PLG), pada tahun 1996. Proyek

tersebut menyebabkan rawa-rawa menjadi kering dan lahan milik penduduk

berkurang.

Tabel 10.8. Produksi Perikanan di Kawasan Pesisir Kalteng Tahun 2001

(Satuan dalam Ton) (Sumber: Kabupaten Dalam Angka, 2001) Darat Kabupaten Kecamatan Sungai Rawa Danau Laut Jumlah

1. Kapuas - Kapuas Kuala 621,07 504,31 602,09 4.677,88 6.405,35 2.Pulang Pisau - Kahayan Kuala 892,07 725,14 865,71 7.344,33 9.827,25

- Pulau Hanaut 9,8 - - 10.474,20 10.484,00 3.Kotawaringin Timur - Mentaya Hilir Selatan 36,2 - - 8.942,60 8.978,80 4. Seruyan - Seruyan Hilir 301,9 176,60 1.116,70 9.248,90 10.844,10 5. Katingan - Katingan Kuala 918 5.662,10 - 985,70 7.565,80 6. Sukamara - Jelai 44,2 234,90 - 6.258,50 6.537,60

- Kumai 0 98,00 - 8.963,40 9.061,40 7. Kotawaringin Barat - Arut Selatan 382 34,70 310,20 726,90

Jumlah : 3.205,24 7.435,75 2.584,50 57.205,71 70.431,20

Tambak udang/bandeng merupakan salah satu jenis teknologi yang relatif

baru dikenal penduduk di wilayah pesisir Kalimantan Tengah. Sistem tambak ini

baru dikenal kurang lebih 3-6 tahun. Kecamatan Jelai merupakan daerah

yang pertama kali mengembangkan sistem pertambakan. Pengusaha dan

buruh tambak udang, umumnya dari Jawa.

Pembuatan tambak-tambak oleh pengusaha dari luar menimbulkan

kecemburuan di antara penduduk desa. Ulah pengusaha mendatangkan

pekerja dari Jawa dianggap tidak berbagi kepentingan ekonomi bersama dan

membiarkan penduduk pesisir hanya menjadi penonton. Pejabat-pejabat desa

wilayah pesisir mengaku wilayahnya punya potensi yang baik untuk usaha

tambak, tapi mengaku tidak punya keahlian dan dana untuk memulainya.

Di desa Kecamatan Kuala Pembuang terdapat lahan tambak yang sudah

digarap selama 3 tahun. Sumber air laut untuk lokasi tambak diambil dengan

mengandalkan pasang surut air laut. Pada saat air laut pasang pintu penutup

saluran dibuka, sehingga air laut dapat masuk ke dalam tambak. Setelah air

laut dianggap cukup menggenangi tambak, pintu saluran irigasi tambak

ditutup kembali. Petambak di daerah ini merupakan penduduk pendatang

dari Jawa yang sudah lama menetap di Kuala Pembuang. Pengusaha tambak

di daerah ini mempunyai pengalaman menambak di Kuala Jelai Kecamatan

Jelai.

Pada awalnya usaha pembukaan tambak oleh para pendatang tersebut

dianggap sebelah mata oleh para penduduk lokal. Namun, setelah melihat

sistem tambak mampu mendatangkan hasil, penduduk lokal tertarik untuk

membuat tambak di daerahnya. Pemasaran hasil tambak udang, dilakukan ke

Surabaya atau Semarang.

Jenis mata pencaharian sampingan lain yang banyak digeluti penduduk pesisir

adalah sektor pertanian. Baik pertanian lahan basah (sawah) maupun lahan

darat, seperti penanaman sayuran dan palawija, seperti: labu, singkong, dll.

Khususnya di Kecamatan Kahayan Kuala dan Kapuas Kuala sebagian

penduduk sudah menanam jenis buah-buahan seperti: semangka. Sedangkan

pada umumnya pertanian lahan darat di wilayah pesisir Kalimantan Tengah

ditanami pohon kelapa.

Page 114: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-25

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Lahan sawah di daerah ini pada umumnya hanya dapat ditanami padi satu

tahun sekali. Waktu masa tanam pada bulan november-desember, dengan

masa panen 5 – 6 bulan. Varietas tanaman padi yang ditanami petani adalah

jenis varietas lokal. Hasil panen padi pada umumnya digunakan untuk

keperluan subsisten, hanya sebagian kecil saja yang dijual. Aktivitas pertanian

biasanya dilakukan pada saat musim angin kencang, yaitu waktu para

nelayan tradisional pada musim ini tidak melaut.

Tipe lahan sawah yang ada di daerah pesisir yaitu sawah rawa dan sawah

pasang surut. Pada lahan sawah pasang surut, pengairan sangat tergantung

pada air sungai yang relatif besar yaitu pada musim penghujan. Di setiap

desa-desa pesisir terdapat lahan sawah, dengan luasan yang berbeda-beda

di setiap desanya.

Jenis mata pencaharian lain yang digeluti penduduk pesisir adalah

perdagangan. Jenis perdagangan di daerah pesisir adalah warung, toko BBM

(Bahan Bakar Minyak), bandar ikan dan bandar hasil pertanian. Meskipun

jumlah berbagai perdagangan tersebut di masing-masing desa relatif masih

sedikit, namun peran pedagang cukup penting sebagai penyalur produksi

desa dan penyedia kebutuhan warga desa. Warung-warung setempat

biasanya menjual berbagai barang seperti sabun cuci, sabun mandi, obat-

obatan, makanan kering (snack) untuk anak kecil dan sejenisnya. Sedangkan

toko BBM, selain menyediakan bahan bakar bagi kebutuhan rumah tangga

dan kebutuhan nelayan, juga menyediakan garam untuk pengawet ikan dan

alat-alat yang dibutuhkan nelayan.

Pada umumnya pedagang adalah pengusaha etnis Madura dan Banjar.

Terjadinya kerusuhan antar etnis di daerah Sampit dan sekitarnya,

menyebabkan orang Madura harus meninggalkan tempat tinggalnya.

Menurut keterangan pemilik toko di daerah pesisir (Kecamatan Seruyan Hilir,

Mentaya Hilir Selatan, dan Kapuas Kuala), banyaknya orang Madura yang

pergi cukup berpengaruh terhadap penurunan aktivitas perdagangan yang

ada di daerah tersebut. Hal ini disebabkan selama ini orang-orang Madura

inilah yang banyak menjadi pedagang perantara untuk menyalurkan produksi

dari dan ke pulau Jawa. Aktivitas perdagangan antar pulau pasca kerusuhan

mulai diminati oleh penduduk lokal (orang Banjar) dan orang Jawa yang telah

lama bermukim di Kalimantan Tengah. Di kecamatan-kecamatan pesisir

lainnya, migrasi besar-besaran orang Madura ke luar Kalimantan Tengah relatif

tidak terjadi. Karena penduduk lokal di daerah ini relatif tidak

mempermasalahkan keberadaan orang Madura di daerahnya.

Sumber matapencaharian lainnya yang juga digeluti penduduk pesisir adalah

pengambilan hasil hutan dan kerajinan. Pengumpulan hasil hutan musiman

yang dilakukan penduduk berupa penebangan kayu dan pengumpulan kulit

kayu ‘gembor’ (untuk bahan baku pabrik obat nyamuk bakar). Pengumpulan

kulit kayu gembor yang dilakukan penduduk secara musiman terdapat di

Kecamatan Kumai dan Kecamatan Jelai.

Adanya potensi tumbuhan Nipah yang ada di rawa-rawa merupakan sumber

bahan baku bagi pembuatan kerajinan atap rumah (mengatap). Kerajinan

pembuatan atap rumah ini biasanya dilakukan oleh kaum wanita yang ada di

daerah pesisir. Selain mengatap, kerajinan yang biasanya dilakukan oleh para

wanita adalah pembuatan ikan asin, pembuatan udang kering (ebi), dan

pembuatan terasi. Khususnya di daerah Kuala Pembuang terdapat pengrajin

krupuk udang/ikan disebut juga krupuk pupuh. Jenis makanan ini sudah

menjadi ciri khas makanan di Kalimantan Tengah.

Page 115: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-26

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 10.9 Mata Pencaharian Utama dan Tambahan Di Desa-Desa Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah (Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2001 dan Hasil Observasi Lapangan 2002)

Mata Pencaharian

Kabupaten Kecamatan Desa Utama Tambahan

1. Kapuas Kapuas Kuala

1. Batanjung 2. Cemara Labat 3. Palampai

1.Nelayan pesisir 2.Nelayan pesisir 3.Nelayan pesisir

1. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan/Tatah.

2. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan, tambak kepiting.

3. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan.

2.Pulang Pisau

Kahayan Kuala

1.Cemantan 2.Kiapak 3.Sei Rungun

1. Nelayan pesisir 2. Nelayan pesisir 3. Nelayan pesisir

1. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan,buruh pabrik kayu, Tambak kepiting.

2. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan, tambak kepiting.

3. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan.

3.Kotawaringin Timur

Mentaya Hilir Selatan Pulau Hanaut

1. Ujung Pandaran 2. Lampuyang Bapinang Hilir Laut

1.Nelayan pesisir dan laut lepas 2.Nelayan pesisir dan laut lepas Nelayan Pesisir

1. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kolam Ikan, menebang kayu.

2. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan, Petani tambak.

1. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kolam

ikan, menebang kayu

4. Seruyan Seruyan Hilir

1.Kuala Pembuang II

2.Sei Bakau

1.Nelayan pesisir 2.Nelayan pesisir dan penebang kayu

1. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan, Tambak udang, ubur-ubur

2. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan, tambak udang, menebang kayu.

5. Katingan Katingan Kuala -Pegatan Hilir - Nelayan pesisir - Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan,

6. Sukamara Jelai

1.Kuala Jelai 2.Pulau Nibung 3.Sungai Baru 4.Sungai Bundung 5.Sungai Raja 6.Sungai Damar 7.Sungai Tabuk 8.Sungai Cabang Barat 9.Sungai Pasir

1.Nelayan laut 2. Nelayan laut 3. Nelayan laut 4. Nelayan laut 5. Nelayan laut 6. Nelayan laut 7. Nelayan laut 8.Nelayan laut 9. Nelayan laut

1 s/d 9. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan, tambak udang, menebang kayu, pengumpul gembor, pengumpul jelutung.

7. Kotawaringin Barat

Kumai

Arut Selatan

1.Sei Cabang Timur 2.Teluk Pulai 3.Kubu 4.Sungai Bakau 5.Teluk Bogam 6.Keraya Tanjung Putri

1.Nelayan pesisir dan laut lepas 2. Nelayan pesisir dan laut lepas 3. Nelayan pesisir dan laut lepas 4. Nelayan pesisir dan laut lepas 5. Nelayan laut 6. Nelayan laut Nelayan Pesisir

1 s/d 6. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kerajinan Ebi, Kolam Ikan, tambak udang, menebang kayu, pengumpul gembor, pengumpul jelutung. Petani, Nelayan Darat, Kerajinan Ikan asin, Kolam ikan, menebang kayu, pengumpul gembor

Page 116: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-27

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Tabel 10.10 Kelompok Etnis dan Jenis Pekerjaannya Di Desa-Desa Wilayah Pesisir Kalimantan Tengah (Sumber: Diolah Dari Kabupaten dan Kecamatan Dalam Angka Tahun 2001 dan Observasi lapangan)

Kabupaten Kecamatan Desa Etnis Jenis Pekerjaan

1. Kapuas Kapuas Kuala

-Batanjung -Cemara Labat -Palampai

1. Banjar 2. Dayak 3. Bugis 4. Jawa 5. Sunda

1. Nelayan Laut, Pedagang, Petani 2. Nelayan Darat, Petani 3. Nelayan Laut 4. Petani 5. Nelayan Laut

2.Pulang Pisau

Kahayan Kuala

-Cemantan -Kiapak -Sei Rungun

1. Banjar 2. Dayak 3. Bugis 4. Jawa

1. Nelayan Laut, Pedagang, Petani 2. Nelayan Darat, Petani 3. Nelayan Laut 4. Petani

3.Kotawaringin Timur

Mentaya Hilir Selatan Pulau Hanaut

-Ujung Pandaran -Lampuyang Bapinang Hilir Laut

1. Banjar 2. Bugis 3. Jawa 4. Madura 1. Banjar 2. Bugis 3. Jawa 4. Madura

1. Nelayan Laut, Pedagang, Petani 2. Nelayan Laut 3. Nelayan Laut 4. Pedagang, Petani 1. Nelayan Laut, Pedagang, Petani 2. Nelayan Laut 3. Nelayan Laut 4. Pedagang, Petani

4. Seruyan Seruyan Hilir

-Kuala Pembuang II

-Sei Bakau

1. Banjar 2. Mendawai 3. Bugis 4. Jawa 5. Madura

1. Nelayan Laut, Pedagang, Petani 2. Nelayan Laut, Petani 3. Nelayan Laut 4. Petani 5. Pedagang, Petani

5. Katingan Katingan kuala -Pegatan Hilir 1. Banjar

2. Bugis 3. Jawa

1. Nelayan Laut, Pedagang, Petani 2. Nelayan Laut 3. Nelayan Laut, Petani

6. Sukamara Jelai

-Kuala Jelai -Pulau Nibung -Sungai Baru -Sungai Bundung -Sungai Raja -Sungai Damar -Sungai Tabuk -Sungai Cabang Barat -Sungai Pasir

1. Mendawai 2. Bugis 3. Banjar 4. Jawa 5.Madura

1. Nelayan laut, Nelayan Darat, Petani. 2. Nelayan laut 3. Nelayan laut, Pedagang, Bandar Ikan 4. Petani Tambak 5. Pedagang, Petani, Bandar Ikan

7. Kotawaringin Barat

Kumai

Arut Selatan

-Sei Cabang Timur -Teluk Pulai -Kubu -Sungai Bakau -Teluk Bogam -Keraya Tanjung Putri

1. Mendawai 2. Bugis 3. Banjar 4. Jawa 5. Madura 6. Sunda 1. Mendawai 2. Bugis 3. Banjar 4. Jawa 5. Madura

1. Nelayan laut, Nelayan Darat, Petani. 2. Nelayan laut 3. Nelayan laut, Pedagang, Bandar Ikan 4. Petani Tambak, Nelayan Laut 5. Pedagang, Petani, Bandar Ikan 6. Nelayan Laut, Guru 1. Nelayan laut, Nelayan Darat, Petani. 2. Nelayan laut 3. Nelayan laut, Pedagang, Bandar Ikan 4. Petani Tambak, Nelayan Laut 5. Pedagang, Petani, Bandar Ikan

Page 117: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

10-28

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

10.6 STRUKTUR DAN ORGANISASI SOSIAL MASYARAKAT PESISIR

Karakteristik masyarakat di wilayah Kalimantan Tengah didominasi penduduk

asli suku Melayu dan Dayak Mendawai. Sejak memeluk Islam orang Mendawai

tidak lagi mengaku sebagai Dayak tapi mereka mengidentifikasikan diri

sebagai Melayu. Bagi mereka, sebutan Dayak identik dengan orang hulu

yang beragama Kristen atau penganut sistem kepercayaan tradisional

Kaharingan. Selain suku asli, penduduk juga berasal dari berbagai daerah lain

seperti Jawa, Madura dan Bugis dalam jumlah kecil dan sudah dianggap

sebagai penduduk asli, karena sudah beberapa generasi tinggal di wilayah

tersebut.

Dominasi kehidupan sosial yang dicirikan dengan kebudayaan Mendawai

terdapat di daerah Kecamatan Kumai dan Kecamatan Jelai. Sedangkan

pada umumnya pengaruh kehidupan melayu Banjar sangat terlihat di wilayah

pesisir Kalimantan Tengah.

Sejak diberlakukannya sistem pemerintahan desa oleh pemerintah, maka

jabatan kepala desa dipilih melalui pemungutan suara. Mulai tahun 1995

pemilihan kepala desa dilakukan setiap lima tahun sekali dan dapat dipilih

kembali bila sudah selesai masa jabatannya. Kepala desa (Pembekal) inilah

yang menjalankan roda pemerintahan di tingkat pemerintahan paling bawah.

Penduduk satu desa umumnya mempunyai hubungan kerabat satu dengan

yang lain. Diantara mereka sering terjadi perkawinan antar saudara, meskipun

demikian tidak tertutup kemungkinan melakukan perkawinan dengan orang

luar atau pendatang. Kedekatan hubungan keluarga ini juga sering menjadi

latar belakang atau alasan untuk mendukung salah satu calon kepala desa.

Bila seorang calon kepala desa mempunyai hubungan keluarga yang kuat

dan cukup dekat dengan warga desa lainnya, maka kemungkinan besar yang

bersangkutan mendapat dukungan yang besar dari warga.

Sistem pemerintahan desa yang diberlakukan oleh pemerintah telah

mendesak sistem pemerintahan tradisional atau adat. Sehingga, di desa-desa

yang dijadikan lokasi penelitian sistem pemerintahan berdasarkan adat sudah

tidak ada lagi. Namun demikian dalam kehidupan masyarakat desa selalu

muncul tokoh-tokoh informal yang cukup dihormati dan sering dimintai

pendapat jika dalam masyarakat muncul permasalahan. Pemimpin informal ini

biasanya orang yang mempunyai wawasan cukup luas seperti guru dan para

orang tua yang mempunyai banyak pengalaman, orang yang mempunyai

pengetahuan dalam bidang agama dan dukun yang dianggap mempunyai

kemampuan dalam pengobatan. Selain itu orang kaya juga sering muncul

sebagai tokoh informal dalam masyarakat, karena dengan kekayaannya

tersebut bisa memberikan lapangan kerja pada penduduk desa lainnya.

Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang tersebut diatas mempunyai posisi

khusus dalam masyarakat.

Pengelompokkan masyarakat berdasarkan teknologi penangkapan ikan

terdapat pada masyarakat pesisir di daerah ini. Seperti terbentuk kelompok-

kelompok nelayan pemakai alat Sungkur, kelompok pemakai alat Lempara

Dasar, dan kelompok petani tambak. Masing-masing kelompok biasanya

mempunyai tokoh yang dituakan oleh anggotanya. Tokoh-tokoh inilah yang

biasanya berhubungan jika terjadi permasalahan antar kelompok. Namun,

demikian terjadinya pengelompokan tersebut tidak berpengaruh terhadap

struktur sosial yang ada.

Page 118: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

11-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

11.1 BUDIDAYA PERIKANAN

Kawasan budidaya di wilayah pesisir dan laut merupakan lokasi yang

dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan produksi. Pada dasarnya kawasan

budidaya ini terwujud dalam bentuk pengembangan usaha pertambakan air

payau (udang dan bandeng), budidaya sungai (keramba) dan budidaya

rawa (kolam). Pemanfaatan potensi wilayah pesisir dan laut untuk budidaya di

Kalimantan Tengah bisa dikatakan relatif masih rendah, dan sedang dalam

rencana perluasan.

Khususnya di wilayah Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau terdapat budidaya

rawa (kolam) tradisional Beje, yaitu sistem budidaya kolam yang awalnya

mengandalkan saluran penjebak ikan pada saat air pasang, kemudian ikan

yang terjebak tersebut bisa dipanen secara langsung, dan ada yang

dipelihara dahulu hingga 3 – 4 bulan.

Jenis-jenis ikan diperairan umum antara lain Jelawat (Leptobarbus sp), Tapah

(Wallago sp), Kelabau (Osteochilus sp), Lais (Cryptopterus sp), Gabus (Chana

sp), Seluang (Rasbora sp), Baung (Macrones sp), Tabakan (Helostoma sp), dan

masih banyak lagi yang merupakan ikan alami perairan air tawar di

Kalimantan Tengah. Sedangkan beberapa jenis merupakan ikan introduksi

seperti ikan mas (Crypinus Carpio), Nila (Tilapia sp), Nila Merah (Oreochronis

nilotilus), dan Patin (Pangasius sp). Terdapat pula jenis ikan di perairan tawar

seperti arwana dan botia serta jenis non-ikan yaitu labi-labi.

Pemanfaatan lahan tambak di wilayah pesisir Kalimantan Tengah diperlihatkan

pada Tabel 11.1.

Tabel 11.1 Pemanfaatan Lahan Tambak (Sumber: diolah dari berbagai sumber)

No Kecamatan/Kabupaten (Status Setelah Pemekaran)

Pemanfaatan (hektar)

Keterangan Potensi Lahan Tambak Sebelum

Pemekaran

1 Kec. Jelai (Kab. Sukamara)

336,5

2 Kec. Arut Selatan (Kab. Kotawaringin Barat)

70

3 Kec. Kumai (Kab. Kotawaringin Barat)

293,5

54.000 ha (Kab. Kotawaringin Barat)

4 Kec. Seruyan Hilir (Kab. Seruyan)

36

5 Kec. Mentaya Hilir Selatan (Kab. Kotawaringin Timur)

30

6 Kec. Pulau Hanaut (Kab. Kotawaringin Timur)

70

21.790 ha (Kab. Kotawaringin Barat)

7 Kec. Kahayan Kuala (Kab. Kapuas)

-

8. Kec. Kapuas Kuala (Kab. Pulang Pisau)

-

12.430 ha (Kab. Kapuas)

Dari Tabel 11.1 dapat disimpulkan bahwa potensi tambak paling luas terdapat

pada Kabupaten Kotawaringin Barat sebelum pemekaran. Dan secara umum

tingkat pemanfaatan potensi tersebut masih sangat rendah, bahkan di

Page 119: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

11-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Kabupaten Kapuas dan Kab. Pulang Pisau (status setelah pemekaran) belum

dimanfaatkan sama sekali.

Di Kabupaten Kotawaringin Barat, terdapat pembenihan ikan di Balai Benih

Ikan/Udang/Bandeng (BBUB) untuk penyediaan benur/nener bagi petani ikan

yang berkualitas baik dan terus-menerus, sehingga tidak perlu lagi

mendatangkan dari luar daerah. Pengembangan Balai Benih Ikan (BBI) akan

diarahkan pada rekayasa teknologi tepat guna untuk menunjang

ketersediaan benih ikan.

Potensi tambak di Kalimantan Tengah mencapai kurang lebih 84.000 ha. Dari

potensi tersebut baru dibuka tambak 800 ha. Areal tambak tersebut sangat

potensial untuk memelihara bandeng dan udang. Dari hasil penelitian

kerjasama antara Bappeda Propinsi Kalimantan Tengah dan PPLH Universitas

Palangkaraya, dilaporkan bahwa produksi ikan di wilayah pesisir pantai 88-90%

berasal dari ikan laut. Potensi perikanan pada tahun 2000 di wilayah pesisir

berasal dari perairan umum dan budidaya sebesar 3834,1 ton dan dari laut

sebesar 46.046,1 ton.

Gambar 11.1 Tambak Tradisional Milik Masyarakat Desa Sungai Pasir (Tanjung Lumpur)

Kec. Jelai Kab. Sukamara (Sumber: PPK ITB, 2002)

Gambar 11.2 Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) Permanen Milik PT Betang

Tiara Seluas 40 Hektar (Sumber: PPK-ITB, 2002)

11.2 BUDIDAYA UDANG

Budidaya udang akhir-akhir ini menjadi primadona di wilayah pesisir

Kalimantan Tengah. Pembukaan lahan untuk areal pertambakan udang

dapat dijumpai di Kecamatan Jelai (Kabupaten Sukamara), Desa Sungai

Bakau (Kab. Kotawaringin Barat), Desa Sungai Undang dan Kuala Pembuang

(Kab. Seruyan). Sedangkan rencana pembukaan lahan untuk areal

pertambakan udang lebih lanjut akan dilakukan di sekitar Desa Lempuyang

(Kab. Kotawaringin Timur). Kegiatan budidaya udang yang tercatat cukup

berhasil di Desa Sungai Bakau Kab. Kotawaringin Timur adalah yang dikelola

oleh PT. Betang Tiara.

Page 120: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

11-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 11.3 Kanal Pengairan ke Lahan Pertambakan Baru Untuk Udang di Desa Sei

Bakau, Kec. Kumai, Kab. Kotawaringin Barat (Sumber: PPK-ITB, 2002)

11.3 ISU-ISU USAHA PERIKANAN BUDAYA

Di Kabupaten Kotawaringin Barat, sebagian besar produksi perikanan yang

dihasilkan berasal dari perikanan laut yaitu sebesar 92,7%, sedangkan produksi

perikanan perairan umumnya cenderung menurun sebesar 0,5% pertahun, hal

ini disebabkan oleh menurunnya kualitas sumberdaya perikanan perairan

umum akibat meluasnya pemukiman penduduk, pencemaran lingkungan baik

rumah tangga maupun industri dan adanya penangkapan ikan dengan cara

yang dapat merusak lingkungan. Selain itu masih terbatasnya sarana dan

prasarana pendukung dibidang usaha perikanan, antara lain masih kurangnya

sarana dan prasarana BBI (Balai Benih Ikan), kurang berfungsinya sarana dan

prasarana Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan lemahnya permodalan

nelayan, menyebabkan penangkapan ikan yang dilakukan masih di sekitar

pantai.

Masalah yang dihadapi pada bidang usaha budidaya adalah terbatasnya

penyediaan benih ikan, mahalnya harga pakan, kurangnya pengetahuan

yang dimiliki petani/nelayan dan terbatasnya jaringan irigasi secara teknis.

Sedangkan dibidang budidaya tambak rakyat yang mempunyai nilai ekspor

masih mengalami hambatan yaitu benur masih didatangkan dari luar daerah,

hal ini akibat belum adanya pembenihan. Besarnya potensi lahan budidaya

tambak terhambat akibat kurangnya promosi dan informasi yang ditawarkan,

sehingga minat investor untuk menanamkan modalnya masih kurang.

Hambatan pada bidang prasarana perikanan antara lain masih terbatasnya

jumlah saluran tambak yang berfungsi sebagai penunjang pengembangan

produksi. Dengan demikian balai benih ikan yang ada perlu ditingkatkan

fasilitasnya sehingga diharapkan dapat berfungsi sebagai penyedia

pembenihan.

Perikanan budidaya belum berkembang (masih rendah), ini terbukti bahwa

produksi ikan sebagian besar 88-93% berasal dari tangkapan di laut. Hal-hal

yang menyebabkan beum berkembangnya perikanan budidaya antara lain

adalah :

• Modal yang digunakan oleh petani/nelayan di kawasan pesisir sangat

terbatas.

• Keterbatasan benih yang seringkali dialami petani/nelayan dalam

mengusahakan kegiatan budidaya.

• Relatif rendahnya kemampuan permodalan yang dimiliki nelayan dalam

mengelola usaha budidaya.

• Relatif sedikitnya jaringan irigasi teknis sebagai penunjang usaha

budidaya.

Page 121: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

11-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

• Harga pakan yang cukup tinggi, sehingga biaya produksi akan terserap

untuk pakan.

• Pembukaan lahan tambak secara besar-besaran mengakibatkan

rusaknya ekosistem mangrove yang berfungsi sebagai penjaga garis

pantai dan daerah asuhan larva, tempat memijah dan bertelur ikan dan

udang.

• Terjadi pendangkalan lumpur pada saluran primer dan sekunder secara

cepat karena dijadikan jalur transportasi desa.

11.4 PENTINGNYA PERIKANAN TANGKAP

Perikanan tangkap adalah sumber penghidupan utama bagi masyarakat

wilayah pesisir Kalimantan Tengah. Sehingga perairan pantai dan laut-nya

merupakan basis penting perikanan untuk konsumsi lokal, regional dan antar

pulau. Dimana produksi perikanan laut sebagai tangkapan utama di

Kalimantan Tengah pada tahun 2001 adalah sebesar 55.911,31 ton

(Kalimantan Tengah dalam Angka 2001). Sedangkan perikanan tangkap darat

di wilayah pesisir yang berfungsi sebagai tangkapan sekunder terbagi menjadi

perikanan tangkap sungai, danau dan rawa.

11.5 SUMBERDAYA IKAN DAN LOKASINYA

Sifat sumberdaya ikan yang senantiasa bergerak tidak mengenal batas

perairan atau batas daerah, sehingga pengelolaannya perlu dikoordinasikan

agar tidak menimbulkan konflik. Untuk itu sejak tahun 1944 telah dibentuk suatu

Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan (FKPPS) di laut

melalui Keputusan Menteri Pertanian (saat itu Dirjen Perikanan dibawah

Departemen Pertanian) dan ditetapkan 9 (sembilan) wilayah pengelolaan.

Kalimantan Tengah termasuk FKPPS Wilayah III (wilayah pengelolaan di Laut

Jawa dan Selat Sunda).

Gambar 11.4 Ikan Laut (Pari, Sirip Hiu) Yang Biasa Ditangkap Nelayan

(Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 11.5 Kepiting Rajungan Hasil Tangkapan Nelayan Dengan Menggunakan

Jaring Sungkur (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 122: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

11-5

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Penentuan potensi sumberdaya ikan ditetapkan berdasarkan wilayah

pengelolaan dan telah dikaji oleh Komisi Pengkajian Potensi Sumber Daya Ikan

Nasional. Adapun potensi kelompok sumberdaya ikan dan luas wilayah

penyebarannya terdapat pada Tabel 11.2 berikut.

Tabel 11.2 Potensi Kelompok Sumberdaya Ikan Pada Wilayah Pengelolaan Perikanan dan Penyebaran Jenis-Jenis Ikan (Sumber: diolah dari berbagai sumber)

No Kelompok SDI Potensi Wilayah III (10 ton/thn)

Wilayah Penyebaran

Luas Wilayah (Km2)

1 Pelagis Besar 55 Laut Jawa 400.000 2 Pelagis Kecill 340 Laut Jawa 400.000 3 Demersal 431,2 Laut Jawa 392.000 4 Udang dan

Crustaceae • Penaeid • Lobster

10,8 0,5

Laut Jawa Laut Jawa

114.000 870.000

5 Kerang – Kerangan 5,04 Laut Jawa 5.042.000 6 Ikan Karang 9,5 Laut Jawa 129.000 7 Ikan Hias - Laut Jawa 129.000

Tabel 11.3 Produksi dan Tingkat Pemanfaatan Perkelompok Sumberdaya Ikan pada

Wilayah III Pengelolaan Perikanan, Pemanfaatan dalam % (Sumber: diolah dari berbagai sumber)

No Kelompok SDI Produksi dalam 103

Ton/Thn

Pemanfaatan (%)

1 Ikan pelagis besar 45,36 82,47

2 Ikan pelagis kecil 442,9 130,26

3 Domersal 242 56,12

4 Udang Penaeid 11,1 102,78

5 Lobster 0,13 26

6 Cumi-cumi 5,1 101,19

Pendugaan terhadap potensi sumberdaya ikan di perairan Kalimantan Tengah

dilakukan dengan menghitung rata-rata sebaran ikan per hektar dikali dengan

luas laut Kalimantan Tengah kurang lebih 95.450 km2.

Jenis ikan laut yang bisa tertangkap oleh nelayan di perairan laut Kalimantan

Tengah dan laut jawa antara lain: ikan kembung, ikan kakap, ikan bandeng,

udang, kerapu, dan kepiting. Umumnya alat tangkap yang digunakan nelayan

masih relatif sederhana seperti jaring insang hanyut, jaring insang tetap,

trommel net, rawai, sungkur, dan purse seine. Produksi dan tingkat

pemanfaatan per kelompok sumberdaya ikan di wilayah III (perairan

Kalimantan Tengah dan laut Jawa) disajikan pada Tabel 11.3.

11.6 SENTRA PERIKANAN DAN SASARANNYA

Di Kabupaten Kotawaringin Barat dan kabupaten lain pada umunya,

penyediaan prasarana perikanan seperti Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

dengan memberikan sarana pendukung seperti kapal ikan, listrik, pabrik es,

telekomunikasi, dan air bersih sangat mutlak diperlukan. Hal ini dibutuhkan

untuk mendorong agrobisnis perikanan secara keseluruhan.

11.7 TEKNOLOGI YANG DIGUNAKAN

Alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan di Kalimantan Tengah, masih

sederhana seperti jaring insang hanyut, jaring insang tetap, tramel net, rawai,

sungkur. Ukuran kapal yang digunakan untuk penangkapan ikan juga relatif

sangat kecil hanya mencapai 5 GT dan kebanyakan nelayan ekonomi lemah

menggunakan perahu tanpa motor.

Page 123: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

11-6

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 11.6 Dermaga Nelayan di Kuala Pembuang (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 11.7 Suasana di Pelabuhan Nelayan (Sumber: PPK-ITB, 2002)

11.8 ISU-ISU PERIKANAN TANGKAP

Kawasan perikanan tangkap merupakan satuan fishing ground di perairan Laut

Jawa. Usaha penangkapan ikan di perairan Laut Jawa dilakukan bukan hanya

oleh nelayan dari Propinsi Kalimantan Tengah, namun juga oleh nelayan dari

propinsi lain dan nelayan Asing. Hal ini berarti bahwa sebagian potensi

perikanan tangkap di wilayah laut Propinsi Kalimantan Tengah tidak tercatat di

daerah ini karena kecenderungan nelayan untuk menjual perolehannya dari

tempat asalnya.

Di Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar pembangunan perikanan

masih bersifat usaha skala kecil, tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang

relatif rendah, dan penguasaan teknologi dan modal yang terbatas. Tingkat

produktivitas perairan umum terus mengalami kecenderungan menurun akibat

pencemaran dan penangkapan menggunakan bahan terlarang. Selain itu

pengawasan yang ada masih terbatas akibat kurangnya aparat dan sarana

pengawasan. Dilihat dari segi pemanfaatan sumberdaya potensi yang cukup

besar khususnya berasal perairan laut, tetapi potensi ini belum sepenuhnya

dimanfaatkan akibat kecilnya armada dan peralatan yang digunakan,

terbatasnya modal usaha sehingga kapal yang digunakan berukuran kecil dan

daerah operasi penangkapan hanya di sekitar pantai.

Kapal maupun alat tangkap nelayan-nelayan Kalimantan relatif masih sangat

sederhana (kapal kapasitas 5-10 GT, dengan jaring insang hanyut, jaring insang

tetap, trommel net, rawai, sungkur, dan purse seine).

Kurang berfungsi kelembagaan di tingkat pedesaan untuk menampung hasil

dari para petani/nelayan, menyebabkan :

• Adanya transaksi ditengah laut oleh nelayan pengumpul dari luar

daerah dan membawa hasilnya ke daerah lain.

Page 124: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

11-7

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

• Relatif rendahnya kemampuan permodalan yang dimiliki nelayan dalam

mengelola usaha perikanan.

• Relatif rendahnya kapasitas tonase armada penangkapan ikan (kapal)

yaitu rata-rata dibawah 10 GT dan produktivitas alat tangkapnya.

• Kurangnya promosi ke pengusaha untuk menanamkan investasinya di

Kalimantan Tengah.

Gambar 11.8 Jaring Apung Berbahan Monofilamen yang Digunakan Untuk Operasi

Penangkapan Ikan pada Siang Hari (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 11.9 Nelayan Sedang Memperbaiki Jaring Sungkur atau Serop (bahasa lokal

setempat) yang Biasa Digunakan Untuk Menangkap Kepiting Rajungan (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 11.10 Lempara Dasar Sebagai Alat Tangkap Tradisional Masyarakat

Setempat (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 125: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

12-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

12.1 PARIWISATA

Kondisi pariwisata bahari dan pesisir yang sudah terkelola dengan baik di

wilayah Propinsi Kalimantan Tengah, terpusat di Kabupaten Kotawaringin

Barat. Karakteristik obyek wisata di Kabupaten Kotawaringin Barat, yang

menjadi daya tarik adalah wisata alam, wisata pantai, wisata budaya dayak,

dan Taman Nasional Tanjung Puting. Karakteristik obyek wisata bahari di

Kabupaten Kotawaringin Barat, yang menjadi daya tarik adalah wisata pantai

kompleks Bugam Raya (Pantai Kubu, Teluk Bogam, dan Keraya), wisata alam

Taman Nasional Tanjung Putting, dan Taman wisata alam Tanjung Keluang.

Karakteristik obyek wisata pantai di Kab. Kotawaringin Timur adalah pantai

Ujungpandaran, dan pantai Sungai Bakau. Sedangkan Kabupaten Kapuas

memiliki pantai wisata Cemara Labat.

Obyek wisata alam juga terdapat di Kabupaten Lamandau (yang dulunya

termasuk kedalam wilayah administrasi pemerintahan Kab. Kotawaringin

Barat), yaitu obyek wisata pedalaman yang terdapat di Kecamatan Delang

dan Kecamatan Lamandau. Dimana daerah obyek wisata pedalaman yang

sering dikunjungi antara lain: Bakonsu, Tapin Bini, Kudangan, dan sekitarnya.

Karakteristik obyek wisata pesisir di Kabupaten Kotawaringin Barat adalah

obyek wisata budaya, yaitu obyek wisata budaya dayak yang terdapat di

Kecamatan Kumai dan Kecamatan Arut Selatan.

12.2 PARIWISATA BAHARI

Kawasan wisata bahari dimaksudkan sebagai suatu kawasan di daerah

pantai/laut yang diperuntukan guna melakukan aktivitas wisata mulai dari

adanya fenomena alam, budaya, dan kehidupan sosial masyarakat, biota

laut, serta kualitas perairan. Sampai saat ini potensi wisata bahari di Propinsi

Kalimantan Tengah belum tergali dan belum termanfaatkan.

Obyek wisata yang cukup potensial di kawasan pesisir dan pantai antara lain

Tanjung Keluang (Tanjung Penghujan) dan Pantai Kubu di Kabupaten

Kotawaringin Barat, Ujung Pandaran di Kabupaten Kotawaringin Timur dan

pantai Cemara Labat di Kabupaten Kapuas. Pantai Kubu, Tanjung Keluang,

dan Ujung Pandaran merupakan panorama alam pantai dengan hamparan

pasir putih yang relatif panjang. Sedangkan Pantai Cemara Labat merupakan

pantai pasir putih bercampur lumpur, namun panorama alamnya tetap cukup

memikat.

Obyek wisata bahari yang cukup potensial bagi pendapatan daerah Kab.

Kotawaringin Barat yaitu Taman Wisata Alam Tanjung Keluang atau Tanjung

Penghujan, Taman Nasional Tanjung Puting, Pantai Kubu, sedangkan di

Kabupaten Kotawaringin Timur adalah Pantai Ujungpandaran. Sementara itu

Pantai Cemara Labat di Kabupaten Kapuas saat ini sedang dalam program

perencanaan pengembangan yang lebih serius.

Page 126: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

12-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 12.1 Jalan menuju Kompleks Wisata Bugam Raya (P. Kubu, Teluk Bogam,

Keraya) Kab. Kotawaringin Barat (Sumber: PPK-ITB, 2002).

Pantai Kubu, Tanjung Keluang (Tanjung Penghujan), dan Ujung Pandaran

merupakan panorama alam pantai dengan hamparan pasir putih yang relatif

panjang. Sedangkan pantai Cemara Labat yang panjangnya kurang lebih 5

km merupakan pantai pasir putih bercampur lumpur, namun panorama

alamnya tetap cukup memikat karena pantainya didominasi oleh pohon

kelapa dan bakau.

Di Kabupaten Kotawaringin Barat, terdapat obyek wisata Taman Nasional

Tanjung Puting. Keanekaragaman dan kekhasan flora dan fauna yang dimiliki

Taman Nasional Tanjung Puting merupakan daya tarik wisata yang kuat bagi

wisatawan untuk berkunjung ke tempat ini. Taman Nasional Tanjung Puting ini

terkenal karena terdapat primata yang lebih dikenal dengan sebutan Orang

Utan yang saat ini merupakan satwa langka di dunia yang perlu dilindungi.

Menurut data statistik Kabupaten Kotawaringin Barat, kunjungan wisatawan

dalam negeri masih lebih besar daripada wisatawan manca negara. Dalam

hal ini potensi wisatawan domestik maupun asing masih perlu untuk lebih

ditingkatkan lagi.

Gambar 12.2 Lokasi Wisata Pantai Kubu di Kecamatan Kumai, Kabupaten

Kotawaringin Barat (PPK-ITB, 2002)

Page 127: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

12-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

12.3 PARIWISATA PESISIR

Karakteristik pariwisata pesisir Kalimantan Tengah yang berupa obyek wisata

budaya banyak terpusat di Kabupaten Kotawaringin Barat. Obyek wisata

budaya tersebut antara lain: Istana Kerjaan Al-Nursari dan peninggalannya,

Masjid dan peninggalannya, kedua situs tersebut terletak di Kecamatan

Kotawaringin Lama. Sedangkan Makam PRA Kusumayudha dan

peninggalannya terletak di Kecamatan Arut Selatan. Ibukota Kab.

Kotawaringin Lama yaitu Kota Pangkalan Bun juga memiliki obyek wisata

budaya yaitu perayaan hari ulang tahun (HUT) Kotawaringin Barat yang

dirayakan setiap tahun, dengan cara menyelenggarakan pawai adat jalan

kaki, dan lomba dayung. Di Desa Pasir Panjang Kec. Kumai juga terdapat

obyek Wisata Budaya Dayak.

Gambar 12.3 Peninggalan Kerajaan PRA. KUSUMAYUDHA (Gubah Besar) yang Terletak

di Kecamatan Arut Selatan, Kota Pangkalan Bun (Sumber: Dinas Pariwisata Kab. Kotawaringin Barat, 2002 ).

Gambar 12.4 Lokasi Wisata Pantai Teluk Bogam di Kecamatan Kumai, Kabupaten

Kotawaringin Barat (Sumber: Dinas Pariwisata Kotawaringin Barat, 2002)

Page 128: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

12-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

12.4 ISU-ISU

Kendala

A. Taman Nasional Tanjung Puting

Sampai sekarang obyek wisata primadona ini masih dicemari oleh ulah

para perusak lingkungan sehingga menggangu kehidupan satwa

primata yang menjadi maskot pariwisata Kotawaringin Barat. Alur Sungai

Sekonyer yang merupakan satu-satunya prasarana transportasi ke

wilayah tersebut, dicemari oleh limbah kayu dan limbah pertambangan

emas rakyat.

B. Obyek Wisata Pantai

Prasarana jalan darat yang menghubungkan ibu kota kabupaten

keseluruh obyek wisata tersebut belum keseluruhannya dilapis aspal

dengan baik, khususnya yang berlokasi di obyek wisata Tanjung

Penghujan (Teluk Bogam) sampai Keraya, di Kab. Kotawaringin Barat.

Secara umum, instalasi listrik PLN dan sambungan air bersih PAM belum

dapat melayani seluruh masyarakat sekitar obyek wisata. Kemudian,

pencemaran kawasan wisata oleh sampah yang ditinggalkan

wisatawan dan aberasi pantai juga perlu menjadi perhatian pihak

pengelola.

C. Obyek Wisata Budaya Dayak

Terdapat di desa Pasir Panjang yang terletak dipinggir kota Pangkalan

Bun yang berjarak hanya 7,5 km dan dapat ditempuh dengan

kendaraan bermotor selama 10 sampai 15 menit. Obyek wisata ini telah

terkontaminasi budaya masyarakat perkotaan.

Gambar 12.5. Makam Kyai Gedhe sebagai Tokoh Penyebar Agama Islam yang

Terletak di Kec. Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat (Sumber: Dinas Pariwisata Kab. Kotawaringin Barat, 2002)

D. Pengembangan Obyek Wisata

Pengembangan obyek wisata Pantai Cemara Lebat di Kab. Kapuas

mempunyai kendala yang cukup serius, yaitu: kondisi jalan yang menuju

ke sana sangat sempit dan kendaraan roda empat hanya bisa

menjangkau hingga Desa Sei Teras, dan sedimentasi yang cukup tinggi

mencemari pantai yang berpasir putih.

Page 129: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

12-5

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Rencana pengembangan wisata alam Danau Gatal di Kec.

Kotawaringin Lama oleh Pemerintah Kab. Kotawaringin Barat

mempunyai kendala di bidang pelebaran dan perbaikan jalan menuju

ke obyek wista tersebut karena kondisi jalan yang sekarang masih

berupa jalan setapak.

Gambar 12.6 Fasilitas di Kawasan Wisata Pantai Tanjung Keluang

(Tanjung Penghujan) yang Kondisinya Tidak Terawat (Sumber: Dinas Pariwisata Kab. Kotawaringin Barat, 2002).

Gambar 12.7 Kawasan Wisata Pantai Ujungpandaran yang Kondisinya

Memprihatinkan (Sumber: PPK-ITB, 2002).

Page 130: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

12-6

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Gambar 12.8 Kondisi Jalan di Desa Sei Teras Menuju Desa Cemara Labat yang Terancam Aberasi oleh Kanal-kanal di Kedua Sisi Jalan (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Gambar 12.9 Danau Gatal yang Terletak di Kec. Kotawaringin Lama Sedang

dalam Tahap Wacana Pengembagan oleh Pemda Kotawaringin Barat (Sumber: Dinas Pariwisata Kab. Kotawaringi Barat, 2002 )

Gambar 12.10 Pantai Wisata Alam Tanjung Keluang (Tanjung Penghujan)

(Sumber: Dinas Pariwisata Kab. Kotawaringin Barat, 2002)

Page 131: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

13-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

13.1 KEBERSIHAN

Secara umum masyarakat wilayah pesisir yang hidup di atas tanah rawa

membuang sampah padat buangan rumah tangga ke bawah rumah-rumah

panggung mereka. Hal ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk menimbun

tanah rawa yang sering tergenang air. Permasalahan akan muncul pada saat

musim penghujan dimana kondisi sampah yang tercampur air dan tanah rawa

tersebut akan berproses secara kimiawi menimbulkan bau yang tidak sedap

dan menciptakan sarang nyamuk.

Ditemukan juga fenomena pembuangan limbah pasar dan limbah rumah

tangga secara langsung ke sungai. Hal ini akan menambah kontribusi polutan

ke badan sungai berupa kekeruhan, limbah organik, limbah anorganik, dan

menyebabkan kondisi kandungan oksigen terlarut menurun

13.2 KELEMBAGAAN ADMINISTRASI DAN TATA RUANG

Pemekaran beberapa kabupaten yang terjadi di wilayah pesisir

memerlukan masa transisi yang cukup panjang. Hal ini dapat terjadi jika

terdapat beberapa perubahan kebijakan penting yang dilakukan oleh

pejabat dalam pengelolaan pesisir. Beberapa program yang sudah

dilakukan perlu diperhatikan agar tidak terjadi kemandegan

pelaksanaan program yang diakibatkan oleh perubahan struktur

pemerintahan daerah.

Tidak berfungsinya TPI (Tempat Pelelangan Ikan) di wilayah pesisir

Kalteng memerlukan penanganan yang serius, untuk mendukung

pemasaran perikanan laut dan menambah PAD daerah. Karena selama

ini banyak produksi perikanan yang lari ke luar Kalimantan, tanpa melalui

TPI, sehingga tidak membawa nilai tambah bagi peningkatan PAD

daerah.

Pengawasan dan tindakan tegas terhadap nelayan-nelayan asing yang

beroperasi di laut Kalimantan Tengah harus dilakukan oleh pemda dan

aparat hukum. Hal ini untuk mencegah keresahan pada nelayan lokal

dan mencegah tindakan main hakim sendiri yang akan dilakukan oleh

nelayan-nelayan lokal.

Walaupun sekarang ini pembukaan daerah tambak masih sedikit,

namun perlu pengawasan dan pengendalian oleh pihak pemerintah

khususnya dinas perikanan dan kelautan. Hal ini dilakukan agar

pembukaan lahan tambak tersebut secara ekologis tetap dapat

menjaga keseimbangan lingkungan, dan secara ekonomis

menguntungkan petani/pengusaha dan menambah PAD daerah. Selain

itu, keterlibatan penduduk lokal dalam usaha tersebut perlu diperhatikan

oleh pemerintah. Karena selama ini pelopor pembukaan tambak yang

sudah ada dilakukan oleh pendatang dari Jawa.

Page 132: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

13-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

13.3 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR

Pemanfaatan sumber daya pesisir yang utama adalah perikanan laut.

Pada umumnya teknologi yang digunakan nelayan-nelayan lokal relatif

masih sederhana. Hal ini menyebabkan daya jelajah yang bisa dilakukan

oleh para nelayan hanya sampai dibawah 4 mil. Akibatnya nelayan-

nelayan pesisir terpusat di wilayah perairan pantai. Peningkatan

teknologi yang lebih modern memerlukan dana yang tidak kecil,

sedangkan tingkat perekonomian para nelayan relatif masih rendah.

Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya oleh pemda untuk

meningkatkan kemampuan teknologi para nelayan.

Potensi pembukaan lahan tambak masih cukup besar di wilayah pesisir

Kalimantan Tengah. Lahan tambak yang sudah ada persentasenya

masih kecil dibandingkan potensi lahan yang ada. Pengembangan

lahan tambak memerlukan sarana pendukung lainnya seperti: balai

benih ikan, saluran air, transportasi, dan pemasaran. Program

pengembangan daerah tambak yang sudah dilakukan dihadapkan

pada kendala keterbatasan benih yang harus disediakan dari Jawa,

jauhnya pengangkutan benih tersebut menyebabkan harga benih yang

tinggi dan resiko kematian benih di perjalanan. Selain itu rendahnya

pengetahuan dan pengalaman penduduk lokal dalam pengelolaan

tambak memerlukan pembinaan yang intensif dari pihak pemda.

Penyusutan luas lahan kolam tradisional ‘beje’ di Kabupaten Kapuas dan

Kabupaten Pulang Pisau yang diakibatkan oleh Proyek Lahan Gambut

(PLG) cukup berpengaruh terhadap tingkat perekonomian masyarakat.

Potensi kebun-kebun kelapa yang banyak terdapat di daerah pesisir

belum termanfaatkan secara optimal. Pembuatan minyak kelapa yang

dilakukan penduduk pada umumnya hanya untuk keperluan lokal.

Kerajinan pembuatan sabut kelapa yang sudah berkembang di

beberapa daerah pesisir masih dihadapkan pada sulitnya mencari

pemasaran.

Peran pedagang Madura dalam perdagangan antar pulau cukup besar

sehingga, peristiwa kerusuhan antar etnis yang pernah terjadi di

Kalimantan Tengah cukup berpengaruh terhadap penurunan aktivitas

perdagangan di daerah pesisir seperti Kabupaten Kapuas, Kabupaten

Pulang Pisau dan Kotawaringin Timur.

13.4 PENDIDIKAN, SARANA PRASARANA, DAN PARIWISATA

Secara umum tingkat pendidikan masyarakat pesisir masih sangat

rendah, yakni Sekolah Dasar (SD). Dimana pendidikan SLTP dan SLTA

harus ke kota-kota kecamatan atau kota-kota kabupaten. Jauhnya

lokasi dan masih terbatasnya sarana transportasi untuk mencapai sarana

pendidikan tingkat lanjutan menyebabkan masih rendahnya jumlah

penduduk pesisir yang dapat mengenyam pendidikan sampai tingkat

tersebut.

Jalan darat menuju daerah pesisir belum seluruhnya dalam kondisi yang

baik.

Fasilitas listrik dari PLN di wilayah pesisir hanya terdapat di Kecamatan

Kumai Kab. Kotawaringin Barat. Di daerah pesisir lainnya, fasilitas listrik

yang dimiliki sebagian kecil penduduk sumbernya adalah generator milik

pribadi.

Masih terdapat konstruksi dermaga yang terbuat dari kayu. Konstruksi

kayu ini perlu ditingkatkan menjadi konstruksi beton.

Tahun 2003 direncanakan oleh Dinas Perhubungan Propinsi Kalimantan

Tengah, kapal penumpang perintis akan mulai beroperasi melalui

Pelabuhan (III) Pulang Pisau.

Page 133: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

13-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Pariwisata yang terdapat di daerah pesisir Kalimantan Tengah pada

umumnya belum dikelola dengan baik, kecuali di daerah Taman

Nasional Tanjung Puting dan Pantai Kubu. Pengembangan sarana dan

prasarana pariwisata di pesisir Kalimantan Tengah perlu melibatkan

penduduk setempat.

13.5 SANITASI DAN KESEHATAN

Permasalahan sanitasi lingkungan yang menonjol di daerah pesisir

Kalimantan Tengah adalah masih sulitnya mendapatkan air bersih untuk

keperluan konsumsi rumah tangga.

Fasilitas kesehatan di daerah pesisir umumnya hanya sampai pada

tingkat Puskesmas Pembantu. Sedangkan Puskesmas hanya terdapat di

Desa Kuala Jelai, Kecamatan Jelai, Kabupaten Sukamara. Sehingga

sebagian besar penduduk juga masih mendapatkan pengobatan

secara tradisional.

13.6 KERUSAKAN PANTAI (ABRASI DAN SEDIMENTASI)

Fenomena sedimentasi terjadi di Pantai Cemara Labat dan Pantai Pelampai di

Kab. Kapuas, Pantai Kiapak di Kab. Pulang Pisau, Pantai Teluk Sebangau di

Kab. Katingan, dan pantai sisi dalam Ujungpandaran di Kab. Kotawaringin

Timur. Dimana berdasarkan hasil observasi (PPK-ITB,2002) di sekitar Dermaga

Rakyat Ujung Pandaran hingga Lampuyang (Teluk Sampit), sedimentasi

tersebut mengakibatkan pendangkalan dan menambah luasan hutan

mangrove yang ada.

Fenomena abrasi terjadi di pantai sisi luar (yang berhadapan dengan Laut

Jawa) Ujungpandaran di Kab. Kotawaringin Timur, Pantai Kubu dan Desa Sei

Bakau di Kab. Kotawaringin Barat.

13.7 PENCEMARAN

Akibat maraknya kegiatan penambangan emas secara tradisional

disepanjang aliran Sungai Kahayan, Kalimantan Tengah, sungai tersebut

tercemar bahan kimia air raksa atau merkuri (Hg) yang digunakan untuk

pemurnian emas. Akumulasi logam Hg juga ditemukan pada ikan Baung

(Macrones nemurus) yang banyak ditemukan di sungai itu dengan kadar

berkisar dari 0,340 - 1,096 ppm. Tingginya kadar Hg ikan Baung dalam

penelitian ini diduga merupakan akumulasi dari aktivitas penambangan emas

yang sudah bertahun-tahun.

Menurut seorang peneliti Djoko Rahardjo dan Irwanto dari Fakultas Biologi,

Universitas Kristen Duta Yogjakarta, Ikan Baung yang tercemar dalam kadar

cukup tinggi itu, apabila dimakan manusia secara terus-menerus akan

mengakibatkan gangguan kesehatan manusia, serangan terhadap susunan

saraf pusat, penderita akan terkena penyakit kehilangan kepribadian, tremor,

pikun, insomnia, dan kehilangan nafsu makan (Kompas, Jumat 6 September

2002).

Pernyataan tersebut memperkuat penelitian yang dilakukan Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Kalimantan Tengah tahun

2001 yang menemukan hal yang sama di Sungai Kahayanyang memiliki

panjang lebih kurang 600 kilometer, dengan lebar rata-rata 500 meter serta

kedalaman rata-rata 7 meter dan tetap dapat dilayari baik pada musim hujan

maupun kemarau. Bapedalda menemukan, ada enam jenis kegiatan yang

Page 134: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

13-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

dominan disepanjang badan sungai tersebut yaitu perkebunan, permukiman,

penambangan emas, perladangan, penangkapan ikan, dan penebangan

hutan. Dari berbagai kegiatan itu, penambangan emas secara tradisional

merupakan kegiatan yang berpotensi menyebabkan pencemaran sungai

khususnya oleh merkuri.

Selain di Sungai Kahayan, kegiatan penambangan tradisional banyak

ditemukan di sepanjang DAS (daerah aliran sungai), yaitu yang melewati

Kabupaten Barito, Kapuas, Katingan, Mentaya, Seruyan, Lamandau, dan Jelai.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irawanto dan Djoko (Desember

2001 sampai dengan Februari 2002), ditemukan bahwa bahan pencemar

logam Hg yang terkandung dalam sedimen di sungai itu berkisar antara 0,310 -

0,782 ppm, dan ada kecenderungan makin meningkat dari daerah hulu ke hilir.

Hal ini menandakan bahwa akumulasi logam Hg akan semakin meningkat

pada daerah hilir karena sifat fisik sungai yang selalu mengalir ke bagian hilir

sekaligus membawa berbagai macam kontaminan dan akan terdeposit di

sepanjang badan sungai yang dilaluinya (Kompas, Jumat 6 September 2002).

13.8 BENCANA ALAM

Wilayah pesisir Kalimantan Tengah seperti hal-nya wilayah hutan rawa daratan

Kalimantan, secara umum rawan terhadap bencana banjir pada musim

penghujan (http://www.kimpraswil.go.id).

Gambar 13.1 Pelabuhan (III) Pulang Pisau (Sumber: PPK-ITB, 2002)

Page 135: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DP-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Achmad, C., 2001. Atlas Indonesia dan Dunia. Penerbit PT Karya Pembina Swajaya.

Surabaya. Alfred, E., Heriyanto, A., Wuryanto, Purba, M., Simanjutak, H., 2000. Laporan

Penyelidikan Bahan Galian Gambut di Kabupaten Kapuas, Propinsi Kalimantan Tengah. Proyek Pengembangan Pertambangan & Energi Kalimantan Tengah T.a 1999/2000. Kanwil Deptamben Propinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya. 13 halaman.

Archiegama, C.V., 2001. Pemetaan Wilayah Laut Propinsi Kalimantan Tengah. Skala 1:250.000. Bappeda Propinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya.

Bakosurtanal, 1997/1998. INDONESIA Atlas Sumber Daya Nasional. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional.

Basmi, J., 1988. Perkembangan Komunitas Phytoplankton Sebagai Indikasi Perubahan Tingkat Kesuburan Kualitas Perairan. Tesis. Program Studi Ilmu-ilmu Perairan. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 62 halaman.

Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Tengah, 2000. Kalimantan Tengah Dalam Angka 2000. Kantor BPS Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Tengah, 2001. Kalimantan Tengah Dalam Angka 2001. Kantor BPS Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Timur, 2000. Kotawaringin Timur Dalam Angka 2000. Kantor BPS Kabupaten Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah.

Bappeda & BPS Kabupaten Kotawaringin Timur, 2001. Penduduk Kotawaringin Timur Akhir Tahun 2001. Kantor Bappeda & BPS Kabupaten Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Timur, 2001. Kecamatan Mentaya Hilir Dalam Angka 2001. Kantor BPS Kabupaten Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Barat, 2001. Kabupaten Kotawaringin Barat Dalam Angka 2001. Kantor BPS Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah.

Bappeda & BPS Kabupaten Kotawaringin Barat, 2001. Penduduk Kotawaringin Barat Akhir Tahun 2001. Kantor Bappeda & BPS Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Barat, 2000. Kecamatan Jelai Dalam Angka 2000. Kantor BPS Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Barat, 2000. Kecamatan Kumai Dalam Angka 2000. Kantor BPS Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kapuas, 2001. Kabupaten Kapuas Dalam Angka 2001. Kantor BPS Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kapuas, 2000. Kecamatan Kapuas Kuala Dalam Angka 2000. Kantor BPS Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kapuas, 2000. Kecamatan Kahayan Kuala Dalam Angka 2000. Kantor BPS Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah.

Balai Taman Nasional Tanjung Puting, 2001. Buku Informasi Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Kantor BTNTP Pangkalan Bun.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kotawaringin Timur, 2002. Executive Summary Revisi RTRW Wilayah Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Kantor Bappeda Kab. Kotawaringin Timur.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Kalimantan Tengah, 2001. Laporan Akhir Penetapan Batas Kawasan MCRM Propinsi Kalimantan Tengah. Kantor Bappeda Prop. Kalteng.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Kalimantan Tengah, 2000. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kalimantan Tengah. Kantor Bappeda Prop. Kalteng.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur, 2002. Konsultansi Publik Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kotawaringin Timur, Seruyan dan Katingan. Buku Panduan Seminar Sehari. Proyek Penataan dan Pengembangan Tata Ruang Bappeda Kab. Kotawaringin Timur Tahun Anggaran 2002.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kapuas, 2000. Rancangan Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah. LMASLH-KT dan Bappeda Kabupaten Kapuas. Proyek Penyususnan Program Pengelolaan Wilayah Pesisir Kab. Kapuas Tahun Anggaran 2000.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, 2000. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah. Kantor Bappeda Kab. Kotawaringin Barat.

Boston, N., 1996. The Physical Oceanography and Meteorology of Indonesian Seas. MREP Part A1, BCEOM.

Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan Pertama. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Halaman 5 – 14.

Denie, 2000. Studi Sifat Fisika dan Kimia Air di Pantai Kubu Kecamatan Kumai. Skripsi. Program Studi Manajeman Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. 50 halaman.

Page 136: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DP-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Dinas PMD, Informasi, Komunikasi, dan Pariwisata Pemda Kabupaten Kapuas, 2002. Laporan Hasil Survey Rencana Tapak Kawasan Wisata Alam Desa Sigi dan Pantai Cemara Labat Kabupten Kapuas, Kalimantan Tengah.

Dinas Pariwasata, Seni, dan Budaya Kabupaten Kotawaringin Barat, 2000. Pra Rencana Umum Pembangunan dan Pengembangan Pariwisata Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Tengah, 2001. Profil Kesehatan Propinsi Kalimantan Tengah. Kantor Dinas Kesehatan Prop. Kalteng.

Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur, 2001. Profil Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur. Kantor Dinas Kesehatan Kab. Kotawaringin Timur Prop. Kalteng.

Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Barat, 2001. Profil Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Barat. Kantor Dinas Kesehatan Kab. Kotawaringin Barat Prop. Kalteng.

Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Barat, 2001. Profil Kesehatan Kabupaten Kapuas. Kantor Dinas Kesehatan Kab. Kapuas Prop. Kalteng.

Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Kalimantan Tengah, 2002. Daftar Induk Jaringan Jalan Propinsi Kalimantan Tengah. Kantor Dinas PU Prop. Kalteng.

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kapuas, 2001. Daftar Induk Jaringan Jalan Kabupaten Kapuas. Kantor Dinas PU Kab. Kapuas Prop. Kalteng.

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kotawaringin Timur, 2001. Daftar Induk Jaringan Jalan Kabupaten Kotawaringin Timur. Kantor Dinas PU Kab. Kotawaringin Timur Prop. Kalteng.

Dinas Perikanan dan Kelautan Pemda Kabupaten Kotawaringin Barat, 2001. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Kotawaringin Barat Tahun Anggaran 2001, Kalimantan Tengah.

Dinas Perikanan dan Kelautan Pemda Kabupaten Kotawaringin Barat, 2001. Rencana Program Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Dinas Perikanan dan Kelautan Pemda Kabupaten Kapuas, 2001. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Kapuas Tahun Anggaran 2001, Kalimantan Tengah.

Dinas Perikanan dan Kelautan Pemda Kabupaten Kotawaringin Timur, 2000. Potensi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Dinas Perikanan dan Kelautan Pemda Kabupaten Kotawaringin Timur, 2001. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Laporan Interim.

Encarta, 1998. Indonesia, Republic of . Microsoft Encarta 98 Encyclopedia. (c) 1993 – 1997. Microsoft Corporation. All rights reserved.

Erwinta, M.J., Sihotang, DSN., Kornelis, Diagus, 1994. Laporan Pemetaan Hidrologi Skala 1 : 50000 di Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah. Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi Kalimantan Tengah. Kanwil Deptamben Propinsi Kalimantan Tengah. 56 halaman.

Erwinta, MJ, Matondang, W., Sumartiani, Simanjuntak, H., 1995. Laporan Penyelidikan dan pemetaan Hidrogeologi di Kab. Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan

Tengah. Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi Kalimantan Tengah. Kanwil Deptamben Propinsi Kalimantan Tengah. 34 halaman.

Erwinta, M.J., Matondang, Sumartiani, Simanjuntak, H., 1996. Laporan pemetaan Hidrogeologi 1:50.000 di Kab. Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah. Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi Kalimantan Tengah. Kanwil Deptamben Propinsi Kalimantan Tengah. 42 halaman.

Fajar, I., Ruchyadi, A., Pambrastorestu., 1983. Laporan Penyelidikan Geologi Lingkungan Daerah Transmigrasi Hanjalipan, kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah. Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Dirjen Pertambanagn Umum, Deptamben. Bandung. 33 halaman.

Hermanto, B., Bachri, S., Atmawinata, S., 1994. Peta Geologi Lembar Pangkalan Bun, Kalimantan. Peta Geologi Bersistem Skala 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

Illa Djamal, 1998. Coral Reefs Face Major Threat from Man. Nature, Jakarta Post, April, 26.

Jamaluddin, Matondang, W., Wuryanto, Simanjuntak, H., Irawan, H., 1996. Pembuatan Sumur Bor Eksplorasi Air Bawah Tanah di Desa Henda Kecamatan Kahayan Hilir Kab. Kapuas Prop. Kalteng. Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi Kalimantan Tengah. Kanwil Deptanben Propinsi Kalimantan Tengah.

Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. Kep-02/MENKLH/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Buku Kumpulan Peraturan Sanksi dan Hukum Lingkungan Hidup di Indonesia. 1994. Penerbit Eko jaya, Jakarta. Hal: 301-357.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu. 40 halaman.

Knox, G.A., dan Miyabara, T., 1984. Coastal Zone Resource Development and Conservation in Southeast Asia. UNESCO / East-West Center.

Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Kotawaringin Barat Tahun Anggaran 2001, Pemerntah Kab. KOBAR, Dinas Perikanan dan Kelautan Pangkalan Bun

Latief, H., dan Hadi, S., 2001. Status Oseanografi Pantai dan Estuari Dalam Penataan Ruang Wilayah Pesisir dan Laut di Kabupaten-Kabupaten. Pusat Penelitian Kelautan – ITB. Bandung.

Manik, M., Dasril, Sudigdo., 2000. Laporan Penyelidikan geologi Teknik di Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur dan Tangkiling, Kodya Palangka Raya Propinsi Kalimantan Tengah. Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi. Kanwil Deptanben Propinsi Kalimantan Tengah.

MacKinnon, K., Hatta, G., Halim, Mangalik, A., 2000. Ekologi Kalimantan. Seri Ekologi Indonesia: Buku III. Penerbit Prenhallindo, Jakarta.

Marwah, S., 2001. Daerah Aliran Sungai(DAS) sebagai Satuan Unit Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor. Dosen Penanggungjawab: Prof.Dr.Ir.Rudy C.Tarumingkeng. 16 November 2001).

Munandar A., Erwinta, MJ., Rahman, Y., Jamil, 1996. Pembuatan Sumur Bor Eksplorasi Air Bawah Tanah di Desa Sebukat Kecamatan Kumai Kab. Kotawaringin Barat Prop. Kalteng. Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi Kalimantan Tengah. Kanwil Deptamben Prop.Kalteng.

Page 137: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DP-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Nila, E.S., Rustandi, E., Heryanto, R., 1995. Peta Geologi Lembar Palangka Raya, Kalimantan. Peta Geologi Bersistem Skala 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

Noor, S. 2000. Kelimpahan, Komposisi Jenis dan Penyebaran Fitoplankton di Pantai Kubu, Kecamatan Kumai. Skripsi. Program Studi Manajeman Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. 51 halaman.

Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Kotawaringin Timur, 1992, Executive Summary Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Daerah Tingkat II Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.

Profil Sub Dinas Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum, Kabupaten Kotawaringin Timur. Tahun 2002. Propinsi Kalimantan Tengah.

Sadacharan, 1994, Coastal Zone Management in Sri Lanka, Lecture Notes on the Workshop IHE-Delft, Netherland.

Sloan, N., 1993. Marine and Coastal Ecosystems Management. Final report. EMDI Project, Ministry of State for Environment and Dalhousie University.

Soetrisno, Jamal, B., Rusmana, E., Koesoemadinata, S., 1995. Peta Geologi Lembar KualaPembuang, Kalimantan. Peta Geologi Bersistem Skala 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

Soetrisno, 1999. Pengertian-pengertian dasar tentang Air Tanah. Internet http://www.geocities.com/Eureka/Gold/1577/hg_dasar.html

Soeseno, S., 1974. Limnologi. Departemen Pertanian. Direktorat Perikanan, Jakarta. 145 halaman.

Soegiarto, A., 1976. Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir. Lembaga Oseanologi Nasional. Jakarta.

Sukarna, D. Data Potensi Bahan Galian Industri Propinsi Kalimantan Tengah. Direktorat Jendral Pertambangan Umum Pusat Pengembangan Teknologi Mineral, 1982.

Supangat, A., Hadi, S., Nganro, N.R., Ningsih, S.N., Sugianto, D.N., Nova,S., Handiani, D.N., Pranowo, W.S., 2001. Assesment of aquatic Environment Quality for Shrimps and Fishes in Indonesia Mostly Exported to Japan. Research Final Report The Assahi Glass Foundation Overseas Research Grant 2000. Research Institute. Bandung Institute of Technology. November 2001.

Taruna, Y.,Matondang, W., Bachtiar, Kornelis., 1995. Pemetaan Hidrogeologi Daerah Kotawaringin Timur Propinsi Kalimantan Tengah Skala 1: 50.000. Proyek Pengembangan Pertambangan dan Energi Kalimantan Tengah. Kanwil Deptamben Prop.Kalteng.

Tomascik, T., 1997. Environmental Management Guidelines for Coral Reef Ecosystems. KLH/EMDI. Ministry of Population and Environment, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999. Tentang Pemerintahan Daerah. Kantor Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 05 Tahun 2002. Tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kab. Seruyan, Kab. Sukamara, Kab. Lamandau, Kab. Gunung Mas, Kab. Pulang Pisau, Kab. Murung Raya, dan Kab. Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah. Kantor Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Verhagen, 1994, Coastal Zone Management, Lecture Notes on the Workshop, IHE-Delft, Netherland.

Wahyono, A., 2000. Kelimpahan, Keanekaragaman, Dominansi Jenis dan Penyebaran Zooplankton di Pantai Kubu, Kalimantan Tengah. Skripsi. Program Studi Manajeman Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. 58 halaman.

Wardoyo, 1974. Manajemen Kualitas Air di dalam Lingkungan Perairan dan Manajemen Ekosistem Perairan Penataan Dalam Ilmu-ilmu Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 38 halaman.

Wetlands, 2000. Algae and Algal Blooms Found in NSW Wetlands. http://www.dlwc.gov.au/carh/wetlands/facts/paa/algae/index.html

Whitten, J.E.J., dan Whitten, A.J., 1987. Analysis of Bark eating in Tropical squirrel. Biotropica 19(2): 107-115.

Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report Volume 2: Scientific Results of marine Investigations of the South China Sea and the Gulf of Thailand 1959 – 1961. The University of California, Scripps Institution of Oceanography. La Jolla, California. 195 pages

Yanagi, T., 1999, Coastal Oceanography, Ocean Sciences Research, Terra Sc Pbl, Kluwer Ac. Publ.

Page 138: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DS-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

Bapedalda : Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

Bakosurtanal : Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional.

Bappenas : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

BBAP : Balai Budidaya Air Payau.

BBM : Bahan Bakar Minyak.

BBI : Balai Benih Ikan.

BKSDA : Balai konservasi Sumber Daya Alam.

BPLHD : Badan pengendalian Lingkungan Hidup Daerah.

BPS : Badan Pusat Statistika.

BOD : Biological Oxygen Demand (Kebutuhan Oksigen untuk proses Biologis).

BT : Bujur Timur.

Bugam Raya : Pantai Kubu, Teluk Bogam, dan Pantai Keraya (Kawasan wisata pantai di Kabupaten Kotawaringin Barat).

CD-ROM : Compact Disk – Read Only Memory.

COD : Chemical Oxygen Demand (Kebutuhan Oksigen untuk proses Kimiawi).

CO2 : Carbon Dioxide.

CPO : Crude Palm Oil.

Cu : Cuprum (Tembaga).

DAS : Daerah Aliran Sungai.

Dirjen : Direktorat Jenderal.

DPP : Daerah Perairan Pantai.

DO : Dissolved Oksigen (Oksigen Terlarut di dalam Air).

ENSO : El Nino - Southern Oscillation.

Fe : Ferum (Besi).

FKPPS : Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan.

GIS : Geographic Information System.

GT : Gross Ton (Bobot bersih kapal atau perahu).

HUT : Hari Ulang Tahun.

ITB : Institut Teknologi Bandung.

IUCN : International Union for Conservation of Nature.

JICA : Japan International Corporation Agency.

Kalteng : Kalimantan Tengah.

Kab : Kabupaten.

Kec : Kecamatan.

LPPM : Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat.

LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

LS : Lintang Selatan.

MCMA : Marine and Coastal Management Area.

Page 139: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DS-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

MENKLH : Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Mn : Mangan.

MSL : Mean Sea Level (Rata-rata Permukaan Air Laut).

NO3 : Nitrate.

PAD : Pendapatan Asli Daerah.

Pasut : Pasang Surut.

PAM : Perusahaan Air Minum.

Pb : Plumbum (Timbal).

PC : Personal Computer.

PELNI : Pelayaran Nasional Indonesia.

Pemda : Pemerintah Daerah.

PLN : Perusahaan Listrik Negara.

PLG : Proyek Lahan Gambut.

PPLH : Pusat Penelitian Lingkungan Hidup.

PPI : Pelabuhan Penangkapan Ikan.

PPK : Pusat Penelitian Kelautan.

Pol- Airud : Polisi Air dan Udara.

PO4 : Phosphate.

Prop : Propinsi.

PT : Perusahaan Terbatas.

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat.

PU : Pekerjaan Umum.

P3G : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

RI : Republik Indonesia.

RS : Rumah sakit.

RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah.

SD : Sekolah Dasar.

SIG

: Sistem Informasi Geografis.

SiO2 : Silikat Oksida.

SK : Surat Keputusan.

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.

SLTA :

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

Sosekbud : Sosial Ekonomi dan Budaya.

TPI : Tempat Pelelangan Ikan.

TN : Taman Nasional.

TSS : Total Suspended Solid.

UU : Undang Undang.

UNLAM : Universitas Lambung Mangkurat. (Banjarmasin – Kalimantan Selatan).

UNPAR : Universitas Palangka Raya. (Kalimantan Tengah).

WIB : Waktu Indonesia bagian Barat.

WP : Wilayah Pantai.

Yayorin : Yayasan Orang Utan Indonesia.

ZEE

: Zona Ekonomi Eksklusif.

Page 140: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DI-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Akrasi : proses penumpukan pasir di daerah pantai yang diakibat oleh

gerakan arus dan gelombang yang membawa pasir ke daerah tersebut.

Akuifer : suatu lapisan geologis yang mengandung air, dimana air tersebut dapat diambil secara ekonomis dan digunakan sebagai sumber pasokan terhadap kebutuhan sehari-hari akan air bersih.

Backshore : daerah akrasi atau erosi, terletak ke arah darat dari garis air pasang normal, yang biasanya menjadi basah hanya pada waktu air pasang tinggi, suatu berm pelindung ombak (timbunan kerikil dan/atau pasir yang terbentuk karena gelombang) yang sempit atau suatu timbunan pasir, semak atau bukit pasir yang kompleks ke arah darat dari air pasang normal.

Beach atau Shore

: bagian fisik dari wilayah pesisir yang umumnya berpasir.

Beje : saluran / kanal buatan manusia untuk menjebak ikan pada saat air pasang naik ke darat. Beje ini juga bisa dimodifikasi menjadi kolam, ketika bagian mulut kanal ditutup, sehingga ikan yang terjebak bisa dipelihara untuk dipanen setelah 3-4 bulan kemudian.

Berm : bagian pantai yang hampir datar yang terbentuk oleh endapan material akibat aksi gelombang.

Berm edge : bagian tepi dari berm.

Blooming : pertumbuhan plankton alga secara besar-besaran yang menyebabkan terjadinya perubahan warna pada air. Umumnya, alga biru-hijau (Cyanobacteria) yang berkembang di daerah eutrof.

Breaker : gelombang pecah.

Breaker zone : daerah gelombang pecah.

Citra : penginderaan jauh dikumpulkan oleh satelit yang mengelilingi bumi termasuk Landsat, dan SPOT yang mempunyai panjang gelombang tertentu (tampak mata biasa, inframerah, dsb), yang dapat digabungkan untuk maksud interpretasi. Tampak seperti photo tetapi tidak dapat di buat dengan metode photografi, karenanya digunakan istilah image atau imagery. Data dari citra satelit dapat diinterpretasikan secara visual atau di analisis dengan komputer dalam bentuk digital (angka). Dapat pula langsung dimasukkan dalam sistem informasi geografis.

Coast : bagian dari wilayah pesisir yang meluas dari garis pantai ke arah darat.

Coastal area : wilayah pesisir.

Coastal baseline

: suatu garis diciptakan secara geografis untuk menentukan jarak ke batas laut wilayah suatu negara.

Dataran Pasang Surut (tidal flat)

: daerah pantai yang tidak ditutupi vegetasi (biasa berlumpur atau berpasir); daerah darat yang tergenang air surut dan aliran pasang surut; daerah yang terletak diantara air pasang tertinggi dan air surut terendah (lihat : “intertidal zone”).

Deforestasi : penggundulan atau penebangan hutan.

Dendritic : rangkaian pengaliran sungai utama beserta anak sungai yang secara keseluruhan membentuk pola seperti tulang daun.

Daya dukung : batas banyaknya kehidupan, atau kegiatan ekonomis yang dapat didukung oleh suatu lingkungan; sering berarti jumlah tertentu individu dari sejumlah spesies yang dapat di dukung oleh suatu habitat atau dalam pengelolaan sumberdaya, berarti batas-batas yang wajar dari lampu pemukiman manusia dan/atau penggunaan sumberdaya.

Downwelling : gerakan vertikal massa air dari lapisan permukaan ke lapisan dalam akibat adanya penumpukan massa (konvergensi) di permukaan.

Page 141: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DI-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Dunes : akumulasi pasir di pinggiran pantai ke arah daratan yang

terbentuk melalui proses alami dan biasanya sejajar dengan garis pantai.

Ekosistem : suatu komunitas tumbuh-tumbuhan, bahan dan organisms lainnya serta proses yang menghubungkan mereka; suatu sistem fungsi dan interaksi yang terdiri dari organisme hidup dan lingkungannya. Konsep ini dapat diterapkan pada skala apapun, dari planet sebagai suatu ekosistem sampai ke koloni mikroba yang mikroskopis dengan sekitarnya, sistem ekologi lengkap yang berlangsung di suatu unit geografi tertentu, termasuk komunitas biologis dan lingkungan fisik, berfungsi sebagai unit ekologis di alam.

El Nino : penampakan air permukaan laut yang panas, yang tidak normal di wilayah Pasifik ekuator bagian timur dan tengah. Ada juga yang mengartikan El Nino sebagai penampakan air (permukaan) laut yang panas dari waktu ke waktu di wilayah Pasifik ekuator bagian timur sepanjang Pantai Peru dan Ekuador. Fenomena El Nino kemudian berhubungan dengan fenomena Osilasi Selatan yang dikenal dengan istilah ENSO.

Erosi tanah : pemindahan tanah oleh angin, air atau tanah longsor dengan kecepatan yang lebih tinggi dari proses pembentukan tanah untuk menggantinya. Erosi tanah dapat terjadi akibat kegiatan manusia seperti pembersihan vegetasi dan penanaman pada lahan yang miring tanpa langkah konservasi tanah.

Estuaria : daerah muara sungai dimana terjadi percampuran air asin dari laut dengan air tawar dari sungai.

Foreshore : bagian pantai yang terkena pasang surut atau bagian depan pantai yang terletak antara bagian pantai atas (atau batas teratas yang terkena air pasang tinggi) dan batas air surut biasa yang biasanya terkena gelombang naik dan gelombang turun ketika air pasang dan air surut.

Foreshore slope : lereng dari foreshore.

Gambut : Suatu jenis tanah yang mempunyai pH asam hasil dekomposisi tumbuhan selama ratusan tahun, jika dekomposisi terus berlangsung akan membentuk struktur batu bara.

Garis pantai : Garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan pantai yang dipakai untuk menetapkan titik terluar di pantai wilayah laut.

Gelombang sea

: gelombang yang terjadi di daerah pembangkitan angin.

Gelombang swell

: gelombang yang telah keluar dari daerah pembangkitan angin.

Gembor : nama lokal dari suatu pohon yang kulitnya diambil oleh masyarakat sebagai bahan baku pembuatan obat nyamuk bakar. Kegiatan pengambilan kulit tersebut dikenal sebagai Menggembor.

Habitat : struktur lingkungan tempat hidup tumbuh-tumbuhan atau hewan, biasanya menurut tipe bentuk kehidupan utama (misalnya bakau, lamun, dsb).

Hidrologi : ilmu pengetahuan mengenai sifat-sifat penyebaran dan sirkulasi air di atas bumi.

High water level

: level muka air tinggi (pasang).

Intrusi : arti harfiahnya adalah masuk secara paksa, istilah ini sering digunakan tentang proses masuknya air laut kedaratan sehingga air tanah yang berada jauh dari laut terasa payau atau asin.

Inshore zone : daerah dengan lebar yang bervariasi yang meluas dari garis air rendah hingga breaker zone.

Intertidal Zone : zona transisi antara laut dan darat, sering didefinisikan sebagai zona yang terletak antara batas air pasang tinggi rata-rata dan batas air surut rata-rata.

Jaring Insang Hanyut

: dikenal sebagai Drift Gill Net. Jaring ini digunakan untuk mengangkap ikan di lapisan permukaan air, ditebarkan dari atas perahu menyudut terhadap arus, kemudian dibiarkan hanyut untuk beberapa saat sebelum ditarik kembali.

Jaring Insang Tetap

: dikenal sebagai Set Gill Net. Jaring ini dipasang dengan menggunakan tonggak (tiang penetap) dan diberi pemberat. Jaring ini bisa digunakan untuk menangkap ikan pada lapisan permukaan, tengah, maupun dasar perairan.

Karang Buatan : setiap habitat laut yang di bangun untuk maksud memikat jenis-jenis organisme laut atau meningkatkan sumberdaya laut untuk memperbaiki perikanan, biasanya terbuat dari timbunan bahan-bahan seperti bekas ban mobil, pecahan-pecahan semen, bangkai kerangka kapal, badan mobil, dsb.

Page 142: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DI-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Kawasan : suatu daerah yang memliki karakteristik fisik, biologi, social,

ekonomi dan budaya yang dibentuk oleh criteria tertentu untuk mengidentifikasinya.

Kawasan Budidaya

: sawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

Kawasan Pesisir : wilayah pesisir tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan criteria tertentu, seperti karakteristik fisik, biologi, social, dan ekonomi, untuk dipertahankan keberadaannya.

Kelotok : perahu kayu yang kurang lebih panjangnya 2 – 4 meter, dan dilengkapi dengan mesin berkekuatan kecil, yaitu 4 – 7 pk (tenaga kuda).

Keramba : suatu Struktur atau sarana terdiri dari kerangka (dari bamboo, kayu, pipa peralon, atau pipa besi) berbentuk persegi, pelampung, dan jaring penahan, yang dipasang terendam di perairan. Dimana jaring penahan, adalah terbuka pada bagian atasnya, dan tertutup pada bagian bawahnya sehingga mirip dengan kolam, digunakan untuk memelihara ikan.

Klorofil : zat hijau daun yang sangat berperan dalam proses fotosintesis.

Komunitas : sekelompok makhluk hidup yang tinggal di lingkungan tertentu (misal: komunitas padang rumput).

Konservasi tanah

: kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil berkurangnya tanah karena erosi. Konservasi tanah (soil conservation) dapat dicapai dengan struktur tanah, seperti tepi sungai dan pematang, atau dengan cara biologis, terutama mempertahankan suatu penutupan tanah oleh tumbuh-tumbuhan hidup atau sisa-sisa tumbuh- tumbuhan. Soil conservation juga digunakan dalam pengertian yang luas untuk menunjukkan semua kegiatan yang ditujukan untuk konservasi kesuburan tanah.

Kontur : suatu garis yang menghubungkan titik-titik yang bernilai sama. Biasanya berdasarkan suatu datum horizontal, misalnya kedalaman laut rata-rata.

Laguna : suatu daerah litoral agak tertutup dengan masukan air tawar yang terbatas, salinitas tinggi dan sirkulasi terbatas; laguna terdapat di belakang bukit pasir, pulau penghalang dan bentuk-bentuk penghalang lainnya.

Lahan basah (Wetland)

: daerah yang sering terkena banjir atau tertutup air misalnya semak air payau, rawa bakau atau lahan dengan semak-semak tawar.

Lamun : sejenis ilalang laut yang hidup di dasar laut yang berpasir yang tidak begitu dalam dimana sinar matahari masih dapat menembus ke dasar hingga memungkinkan ilalang tersebut berfotosintesa.

Landsat : sebuah satelit NASA (Nasional Aeronautical and Space Administration) yang mengelilingi bumi tanpa awak, yang mengirimkan citra multispektrum (kisaran 0,4 – 1,1 um) dari spektrum elektromagnet ke stasiun penerima di bumi, data digital dan/atau citra yang dihasilkan digunakan untuk identifikasi ciri-ciri bumi dan sumberdaya. Data dikumpulkan terpisah untuk panjang gelombang yang tampak dan yang tidak tampak, yang dapat digabungkan untuk interpretasi.Pada kondisi menguntungkan, resolusi tanah dapat mencapai 30 m.

Lempara dasar : alat tangkap ikan tradisional berupa Jaring yang berbentuk mengantong, bagian mulut lebar dengan sisi bawahnya dilengkapi papan pemberat sekaligus berfungsi untuk menggaruk hingga ke dasar perairan. Alat tangkap ini dulunya ditarik dengan tenaga manusia, sedangkan di beberapa desa sudah dimodifikasi ditarik dengan mesin sederhana.

Litoral drift : perpindahan pasir dan bahan lain oleh arus litoral (sepanjang pantai) dengan arah sejajar pantai di sepanjang pantai; biasanya oleh angin.

Litoral : perairan pantai yang dangkal.

Low tide terrace

: dasar pantai yang datar yang merupakan batas air rendah (surut).

Low Water Level

: level muka air rendah (surut).

Madrasah Ibtidaiyah

: sekolah untuk pendidikan dasar 6 tahun yang berbasis agama Islam.

Mangrove : komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon (bakau dan nipah) yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut dan pantai berlumpur atau/dan berpasir. Misalnya: Bakau Api-api (Avicenia spp), Bakau Bakau (Rhizopora spp).

Page 143: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DI-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Mean Sea Level (MSL)

: permukaan laut rata-rata yang diperoleh dengan merata-ratakan data pasang surut selama 19 tahun.

Meandering : alur pengaliran sungai yang berkelok-kelok sedemikian rupa sehingga menyerupai huruf “S”.

Model : suatu pembuatan abstrak dari kenyataan. Model dapat meliputi kombinasi dari pernyataan logis, persamaan matematis, dan kriteria yang dapat diterapkan untuk simulasi suatu proses, prediksi suatu hasil atau membuat ciri suatu karakteristik suatu fenomena, istilah model dan analisis sering digunakan bergantian walaupun yang pertama mempunyai lingkup lebih sempit. Penyajian data realitas (misalnya model data ruang meliputi arc-node, geo-relational model, raster atau grids dan TINS).

Modeling : konstruksi simulasi fisik, konseptual atau matematis dari dunia nyata. Model membantu menunjukkan hubungan antara proses (fisik, ekonomis, sosial) dan dapat digunakan untuk membuat prediksi pengaruh perubahan-perubahan dalam penggunaan sumberdaya.

Model Hidrodinamika

: Suatu pembuatan miniatur dari kenyataan dinamika yang terjadi di laut, meliputi pergerakan arus, gelombang, dan pasang surut melalui persamaan matematis dan kriteria fenomena oseanografis. Model hidrodinamika bisa dibangun secara 1 dimensi, 2 dimensi, dan 3 dimensi.

Monsun (Moonson)

: pola angin yang berhembus di atas wilayah perairan Samudera Hindia-Pasifik dan laut di sekitarnya, yang mengakibatkan iklim dan pola arus permukaan laut tertentu di kawasan tersebut.

Musim Angin Teduh

: merupakan salah satu fenomena dari Monsun, dimana pada musim ini angin berhembus di atas wilayah Indonesia dari arah timur.

Nearshore zone : daerah yang meluas dari garis pantai ke arah laut melampaui breaker zone.

Offshore : lepas pantai.

Paceklik : suatu masa dimana lahan yang diolah tidak dapat menghasilkan.

Pemilikan lahan

: sistem pemilikan atau penyewaan lahan atau hak penggunanya.

Pengguna lahan

: semua orang mendapatkan pekerjaan secara langsung baik seluruhnya atau sebagian dari lahan misalnya petani, pengusaha hutan, pengembala, staf dari taman nasional.

Peran serta masyarakat

: atau kerlibatan warga berarti partisipasi dalam perencanaan oleh orang yang bukan perencana profesional atau pegawai negeri. Ini merupakan suatu proses dimana masyarakat sehari-hari ikut ambil bagian dalam mengembangkan, mengurus dan mengubah rencana komprehensif lokal dan peraturan–peraturan yang ada hubungannya.Dalam hal ini warga berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan yang mempengaruhi masyarakatnya.

Pesisir : daerah perbatasan antara laut dan darat, dimana batas untuk darat ialah daerah dimana masih terdapat pengaruh dari laut (seperti angin, arus dsb) dan untuk laut ialah daerah batas yang masih ada pengaruh darat (seperti dari sungai).

Peta dasar : sebuah peta yang menunjukan informasi planimetri, topologi, geologic politik dan/atau kadaster. Informasi peta dasar tersebut digambar dengan tipe informasi peta dasar dapat sederhana seperti batas-batas administrasi utama, data hidrografi utama, atau jalan utama.

Peta digitasi : informasi yang dipetakan dan disimpan dalam bentuk angka dalam suatu rangkaian koordinat (utara, timur) beserta nilai atau sifat-sifatnya (misalnya ketinggian, penggunaan sumber daya, dsb).

Plunge point : titik gelombang pecah paling akhir.

Polisi Airud : salah satu dari Kesatuan Polisi, dimana bertugas khusus untuk patroli kawasan air dan udara.

Prasarana : sistem pendukung yang biasanya dibangun untuk umum bagi suatu komunitas termasuk: jalan, listrik, air, pembuangan limbah, dsb.

Purse seine : alat tangkap berupa jaring kantong yang digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis di lapisn permukaan perairan laut. Dimana pengoperasiannya dengan tenaga kapal mesin.

Pulp : bubur kayu untuk bahan pembuatan kertas.

Rawai : alat tangkap ikan berupa pancing dengan panjang tali bisa sekitar 25 – 100 meter yang terjulur dari permukaan hngga ke dasar perairan. Dimana pada bagina permukaan diikatkan

Page 144: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DI-5

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

pada pelampung dari drum plastik, sedangkan bagian bawah diberikan pemberat. Sepanjang tali tersebut dipasang beberapa mata kail, dengan jarak antar mata kail bisa sekitar 1 meter. Mata kail bisa diberi umpan berupa pelet khusus, atau dipasangi umpan ikan-ikan kecil yang hidup.

Rempa Kantong

: berasal dari bahasa lokal masyarakat pesisir Kalimantan Tengah yang berarti “Jaring Kantong”. Alat ini digunakan nelayan untuk menangkap ikan dan udang ditarik dengan kapal atau perahu.

Rempa Kembong

: berasal dari bahasa lokal masyarakat pesisir Kalimantan Tengah yang berarti “Jaring untuk menangkap ikan Kembung”.

Rengge : jaring insang atau Gill Net. Jaring ini terdiri mempunyai 2 tipe yaitu Jaring Insang Hanyut (Drift Gill Net), dan Jaring Insang Tetap (Set Gill Net).

Ruang : wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

Salinitas : kadar garam yang umumnya dinyatakan dalam per mil atau perseribu ppt (part per thousand).

Sea cliff : pantai karang yang terjal.

Sedimentasi : proses pengangkutan sedimen yang berasal dari arah hulu sungai, kemudian terjadi penumpukan di daerah muara.

Sei : berasal dari bahasa local Kalimantan yang berarti “Sungai”.

Shoreline : garis pantai yang merupakan batas darat dan laut.

Sistem Informasi Geografik (SIG)

: suatu kumpulan perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan tenaga kerja yang teratur yang dirancang secara efesien untuk menangkap, menyimpan, memutakhirkan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan seluruh bentuk informasi yang mengacu pada geografi. Operasi spasi tertentu yang kompleks dimungkinkan dalam SIG, yang akan sangat sulit, memakan waktu dan tidak praktis tanpa SIG. Data biasanya berasal dari peta dan nilai yang diperoleh dapat dicetak sebagai peta.

Skala : perbandingan antara jarak di atas tanah dan jarak diatas peta yang mencakup suatu daerah yang luas seperti negara di atas suatu lembar peta, misalnya skala 1:1.000.000. Skala besar berarti

Storm surge : meningkatnya ketinggian laut karena naiknya air laut di pantai akibat dorongan angin pantai yang kuat seperti angin pantai yang disertai dengan topan atau badai kuat lainnya. Tekanan atmosfer yang menurun dapat menyebabkan kenaikan permukaan laut tersebut.

Sumberdaya alam

: sumberdaya lahan dan laut yang relevan dengan potensi penggunaannya, misalnya iklim, air, tanah, lepas pantai, dekat pantai dan hutan.

Sumberdaya pesisir

: sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir. Sumberdaya alam terdiri atas sumberdaya hayati dan non hayati. Sumberdaya hayati, antara lain ikan, lamun, mangrove. Sedangkan unsure non hayati terdiri dari lahan pesisir, permukaan air, sumberdaya di airnya, dan di dasar laut seperti pasir, dan mineral lain.

Sungkur : alat tangkap tradisional berupa jaring yang biasa digunakan untuk menangkap kepiting rajungan.

Surf zone : daerah diantara gelombang pecah paling luar dan batas naiknya gelombang di pantai.

Tata Guna Lahan

: pengelolaan lahan untuk memenuhi kebutuhan manusia meliputi penggunaan lahan di pedesaan, perkotaan, dan penggunaan oleh industri.

Tematik : bersifat tema atau judul, dalam pedoman ini sering dipakai dalam peta misalnya peta tematik yang artinya peta dengan tema atau judul tertentu misalnya peta wisata bahari, sebaliknya peta dasar umumnya menggambarkan garis pantai, batas administrasi, sungai, dan jalan tidak bersifat tema.

Terumbu karang

: karang adalah jenis hewan laut berukuran kecil yang disebut polip, hidupnya menempel pada substrat seperti batu atau dasar yang keras dan berkelompok membentuk suatu koloni. Hewan ini menghasilkan deposit yang berupa kalsium karbonat (CaCO3) yang terakumulasi menjadi terumbu dan bila hewan yang berada di terumbu itu mati, maka terumbu karang tersebut tidak berkembang sehingga menjadi batukarang atau karang mati. Hewan karang hidup dari hewan renik lainnya dan tanaman renik (plankton nabati dan hewan) yang terdapat di sekitarnya.

yang mencakup suatu daerah kecil di atas suatu lembar peta misalnya 1:10.000.

Page 145: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

DI-6

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Trommel Net : jaring ini bentuknya mirip dengan Gill Net, tetapi dimensinya lebih besar daripada Jaring Kantong. Jaring ini digunakan untuk menangkap ikan pada kedalaman sekitar 30 – 40 meter, dimana biasanya terbagi dalam 3 lapis jaring untuk kedalaman tersebut.

Turbiditas : berkurangnya kejernihan air karena adanya partikel-partikel yang melayang; juga merupakan suatu ukuran mengenai banyaknya bahan tersuspensi di dalam air.

Upwelling : gerakan vertikal massa air dari lapisan dalam (50-200 m) ke permukaan akibat adanya kekosongan massa air (divergensi) di permukaan

Watershed : suatu wilayah yang telah ditetapkan secara geografis sebagai tempat dimana seluruh air mengalir melalui sistem tertentu yaitu sungai, aliran air, atau badan air lainnya; watershed dibatasi oleh "pembagi watershed" (titik atau tanggul yang tinggi di atas tanah) dan termasuk bukit, lereng, dataran rendah, daerah banjir dan menerima badan air.

Wilayah : ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang terbatas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional.

Zona Ekonomi Eksklusif

: zona maritim yang berdekatan dengan atau yang membentang 200 mil laut dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur wilayah laut. Kewenangan diberikan secara internasional oleh Konferensi PBB III tentang Hukum Laut, negara pantai mempunyai hak berdaulat untuk eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam di zona tersebut.

Zona pesisir (definisi resmi Amerika)

: perairan pantai (termasuk lahan di dalam dan di bawahnya) dan lahan pantai di dekatnya (termasuk perairan di dalam dan di bawahnya), yang saling mempengaruhi dan letaknya berdekatan dengan garis pantai beberapa propinsi (negara bagian) pantai termasuk pulau-pulau, daerah transisi dan pasang surut, semak-semak payau, lahan basah dan pantai.

Zonasi : sebagai salah satu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang, untuk menetapkan batas-batas fungsional suatu peruntukan (misal: kawasan hutan lindung dan hutan produksi) sesuai dengan potensi sumberdaya, daya dukung dan proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam sistem tersebut. Dikenal juga sebagai Pemintakatan.

Page 146: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Page 147: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

L-1

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

1. PENDAHULUAN

ertanyaan pertama yang seringkali muncul dalam pengelolaan kawasan

pesisir adalah bagaimana menentukan batas-batas wilayah pesisir

(coastal zone) suatu daerah, karena sampai sekarang belum ada definisi

wilayah pesisir yang baku.

Sementara ini kesepakatan para ahli pesisir seluruh dunia mendefinisikan

bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan

lautan. Dimana suatu wilayah pesisir mempunyai 2 macam batas, yaitu: batas

yang sejajar garis pantai (longshore), dan batas yang tegak lurus terhadap

garis pantai (cross-shore).

Penetapan batas wilayah pesisir yang sejajar garis pantai relatif lebih mudah

dilakukan daripada penetapan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai.

Hal ini karena setiap negara, negara bagian, atau propinsi memiliki karakteristik

lingkungan, sumberdaya alam, dan sistem pemerintahan tersendiri. Contoh

penetapan batas pesisir yang sejajar garis pantai untuk Propinsi Kalimantan

Tengah adalah Propinsi Kalimantan Barat untuk batas barat, Propinsi

Kalimantan Selatan untuk batas timur, atau secara jurisdiksi propinsi.

Lebih lanjut batas wilayah pesisir ke arah darat dan ke arah laut yang telah

dipraktekkan di beberapa negara dan negara bagian di dunia, adalah

(Dahuri, dkk., 1996):

1. Batas wilayah pesisir ke arah darat pada umumnya adalah jarak secara

arbitrer dari rata-rata pasang tinggi (mean high tide), dan batas ke arah

laut umumnya secara jurisdiksi propinsi.

2. Bahwa untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat dari suatu

wilayah pesisir dapat ditetapkan sebanyak 2 macam, yaitu: batas untuk

wilayah perencanaan (planning zone), dan batas untuk wilayah

pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian (day-to-day

management). Dimana batas-batas tersebut harus mempertimbangkan

interaksi antara lingkungan, sumberdaya, dan kegiatan manusia yang

ada.

3. Batas ke arah darat dari suatu wilayah pesisir dapat berubah tergantung

pada isu pengelolaan. Contohnya yang dipraktekkan oleh negara

bagian California, pada tahun 1972 menetapkan batas ke arah darat

pesisirnya sejauh 1000 meter dari garis rata-rata pasang tinggi, kemudian

pada tahun 1977 batas tersebut menjadi batas arbitrer yang bergantung

pada isu pengelolaan.

P

Page 148: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

L-2

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Definisi atau pengertian wilayah pesisir secara umum yang digunakan di

Indonesia adalah yang dikemukaan oleh Soegiarto (1976) dalam buku

Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir terbitan Lembaga Oseanologi

Nasional LIPI Jakarta, yaitu: daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah

darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam

air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan

perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup

bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di

darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh

kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Dari berbagai gambaran tentang penetapan batas wilayah pesisir yang ada,

kami mencoba memaparkan beberapa konsep batas wilayah pesisir yang

cocok diterapkan untuk wilayah Propinsi Kalimantan Tengah. Dalam hal ini

permasalahan utama adalah menentukan batas di bagian darat. Sebenarnya

definisi wilayah pesisir yang diterapkan di Negara Republik Indonesia sudah

ada yaitu, konsep wilayah pesisir (coastal zone) yang tertulis pada Lampiran

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.10/MEN/2002 tentang

Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu yang mengacu

kepada UU RI No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan

bahwa batas ke arah laut pesisirnya adalah 12 mil dari garis pantai untuk

propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota, sedangkan

batas administrasi kabupaten/kota digunakan pada bagian darat.

Mengingat keadaan daerah di suatu propinsi bervariiasi maka perlu kiranya

suatu kriteria atau kebijakan khusus untuk menentukan batas wilayah pesisir di

suatu daerah, dalam hal ini Propinsi Kalimantan Tengah. Beberapa konsep

batas wilayah pesisir yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

adalah:

1.1 BATAS PESISIR SECARA FISIK

Batas wilayah pesisir secara fisik ke arah darat untuk Propinsi Kalimantan

Tengah bisa ditentukan berdasarkan pada definisi wilayah pesisir yang

dikemukakan oleh Soegiarto (1976) dalam buku Pedoman Umum Pengelolaan

Wilayah Pesisir terbitan Lembaga Oseanologi Nasional LIPI Jakarta. Dalam hal

ini parameter oseanografi utama yang perlu dilihat adalah pasang surut

(pasut), dan salinitas sebagai indikator perembesan air laut ke arah hulu

sungai-sungai yang ada. Hal ini menjadi pertimbangan utama karena ada

sekitar 11 sungai besar yang bermuara di perairan laut Kalimanatan Tengah,

dan hampir semuanya mempunyai hulu yang jauh masuk ke arah daratan.

Pengukuran detail tentang kedua parameter tersebut minimal bisa dilakukan di

5 titik stasiun pengamatan yaitu, muara, hulu, dan 3 titik diantara hulu-muara

pada masing-masing sungai. Dimana minimal pengamatan selama 2 minggu,

sedangkan khusus untuk salinitas sampel air yang diamati harus diambil dari

bagian permukaan, tengah kolom, dan dasar sungai. Berdasarkan fenomena

yang teramati tersebut kemudian secara 2 dimensi akan bisa ditarik garis

delineasi batas kearah darat pesisir Kalimantan Tengah.

1.2 BATAS PESISIR SECARA EKOSISTEM

Batas wilayah pesisir secara ekosistem ke arah darat untuk Propinsi Kalimantan

Tengah bisa didasarkan kepada definisi wilayah pesisir yang tertulis sebagai

kalimat pertama pada paragraf pertama bagian Sub-bab Latar Belakang Bab

Pendahuluan dalam Lampiran SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.

KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir

Page 149: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

L-3

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Terpadu, yang menyebutkan bahwa pesisir merupakan wilayah peralihan dan

interaksi antara ekosistem darat dan laut. Untuk melihat hal ini diperlukan juga

studi lebih detail mengenai zona peralihan ekosistem darat dan laut, dimana

yang perlu dilihat adalah jenis vegetasi, ikan, biota air yang lain, dan fauna

besar-nya. Contoh ekosistem peralihan yang bisa dilihat adalah yang terdapat

di Taman Nasional Tanjung Puting dimana ketika jauh memasuki kawasannya

ke arah darat, masih ditemukan hutan rawa transisional dan adanya buaya

muara (Crocodylus porosis). Berdasarkan penelitian tersebutlah maka dapat

dipetakan zonasi peralihan ekosistem darat dan laut yang bisa dijadikan

pertimbangan batas ke arah darat pesisir Kalimantan Tengah.

1.3 BATAS PESISIR SECARA GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI

Jika berbicara masalah kawasan pesisir Kalimantan Tengah secara ‘geologi

sekarang’ (recent geology), maka dapat ditinjau dari sudut geomorfologi dan

struktur geologinya yang akan memberikan gambaran mengenai bentuk

pantai. Berdasarkan tinjauan diketahui bahwa satuan dataran mencakup 80%

luas daerah pesisir yaitu melampar meliputi wilayah pantai, sepanjang sungai

utama dan rawa Kalimantan Tengah (Sumber: diolah dari berbagai sumber).

Berdasarkan kemiringan, pelamparan dan batuan penyusunnya, maka satuan

dataran dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) satuan dataran, yaitu: satuan

dataran pantai, satuan dataran rawa, satuan dataran sungai. Pertumbuhan

satuan dataran ini dikontrol oleh pasang surut, endapan delta dan gosong

sungai atau sedimentasi sungai oleh karena adanya sungai-sungai besar yang

mengalir di daerah Kalimantan Tengah (Selengkapnya ada di BAB 4

Geomorfologi dan Geologi Pesisir). Dengan demikian maka batas ke arah

darat pesisir Kalimantan Tengah dapat ditetapkan berdasarkan penarikan

garis terluar (delineasi) dari daerah berstruktur tanah aluvial sebagai hasil

bentukan sedimentasi yang bertahun-tahun dari seluruh DAS (Daerah Aliran

Sungai) yang ada.

1.4 BATAS PESISIR SECARA ADMINISTRASI DAN EKONOMI

Seperti yang telah dikemukanan sebelumnya, batas wilayah pesisir ke arah

darat yang tercantum pada Lampiran Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan No. KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan

Pengelolaan Pesisir Terpadu yang mengacu pada UU RI No. 22/1999 tentang

Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa batas ke arah darat adalah

batas administrasi kabupaten/kota. Jika hal ini diterapkan di Kalimantan

Tengah maka sebagian besar wilayahnya adalah kawasan pesisir. Tetapi

mengingat bahwa kegiatan perekonomian masyarakat pesisir lebih banyak

terlihat di sekitar kecamatan dibandingkan di kabupaten, maka lebih tepat

menggunakan batas pesisirnya adalah secara administrasi kecamatan.

1.5 BATAS PESISIR SECARA KEPENTINGAN PENGELOLAAN

Batas wilayah pesisir ke arah darat dapat ditetapkan berdasarkan konsep

batas pesisir untuk kepentingan pengelolaan seperti yang pernah dipraktekkan

di beberapa negara/negara bagian contohnya negara bagian California,

yaitu tergantung pada isu pengelolaan yang ada. Jadi, konsep batas pesisir

tersebut ditetapkan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi

pembangunan (pemanfaatan) dan pengelolaan ekosistem pesisir dan lautan

beserta segenap sumberdaya yang ada didalamnya, serta tujuan dari

pengelolaan itu sendiri (Dahuri, dkk., 1996). Sebagai contoh untuk wilayah

Propinsi Kalimantan Tengah, penetapan batas-batas wilayah pesisir dengan

tujuan untuk mengendalikan sedimentasi di daerah muara hendaknya

mencakup kawasan Daerah Aliran sungai (DAS) hingga ke arah hulu, karena

penanganan yang kurang tepat pada penebangan hutan dan pembukaan

Page 150: Marine and Coastal Management Area Prov. Kalimatan Tengah

L-4

PENGUMPULAN DATA & INFORMASI UNTUK MCMA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

lahan untuk pemukiman yang kurang memperhatikan faktor lingkungan terjadi

di kawasan-kawasan hutan sekitar daerah hulu dan DAS. Pemisalan tersebut

bisa dilakukan karena didalam Lampiran Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan No. KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan

Pengelolaan Pesisir Terpadu, bagian Sub-bab Isi Rencana Strategis BAB IV

Rencana Strategis (Strategic Plan) menyatakan bahwa batas ke arah darat

suatu pesisir bisa menggunakan batas ekologi DAS hulu jika berada dalam satu

kabupaten/kota atau batas wilayah desa pantai/kecamatan tergantung

pada kesepakatan daerah dan isu pengelolaan pesisir yang ditangani.

2. KOMPROMI PENGAMBILAN KEBIJAKAN PENETAPAN BATAS PESISIR

Berdasarkan konsep-konsep penetapan batas ke arah darat pesisir yang ada

dan pemisalan-pemisalan yang bisa dilakukan untuk wilayah pesisir Kalimantan

Tengah, maka kami dari pihak PPK-ITB mengusulkan batas penetapan wilayah

pesisir secara fisik untuk dijadikan pilihan utama dalam penentuan batas pesisir

di bagian darat. Batas fisik tersebut berupa batas pengaruh pasang surut dan

perembesan air asin ke arah hulu. Dalam pandangan kami kondisi fisik tersebut

merupakan faktor dominan (utama) karena mempengaruhi kondisi ekosistem,

geomorfologi, dan ekonomi masyarakat sekitar. Selain itu pengaruh fisik

berperan pula pada budaya masyarakat di suatu wilayah. Batas fisik ini

digunakan sebagai acuan dan dapat dimodifikasi mengikuti kepentingan

pengelolaan (lihat Gambar A.1). Agar perencanaan dan pelaksanaannya

mampu terintegrasi secara sektoral, tidak tumpang tindih dan timbul konflik,

serta mampu memberikan standarisasi pengelolaan sangat perlu mengacu

kepada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.10/MEN/2002

tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu.

Gambar A.1 Bagan Kompromi Penetapan Batas Pesisir (PPK-ITB, 2002)

BATAS PESISIR definisi

Kepentingan Pengelolaan

Kompromi untuk

pengambilan kebijakan

FISIK: • Pasang Surut • Perembesan Air

Asin ke Arah Hulu