Maret 2010

74
jurnal yudhagama | Tahun XXX | Bulan Maret 2010 1

Transcript of Maret 2010

Page 1: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

1

Page 2: Maret 2010
Page 3: Maret 2010

ADAPTABILITAS PERWIRA TERHADAP PERUBAHAN LINGKUNGAN OPERASIONAL:DETERMINAN TRANSFORMASI TNI AD?Oleh: Letjen TNI Syaiful Rizal, psc., S.IP.Komandan Kodiklat TNI AD

PERAN KODAM I/BUKIT BARISAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM DI WILAYAHOleh: Letjen TNI Burhanudin Amin Pangdam I/BB saat ini sebagai Pangkostrad

OPTIMALISASI PERAN PENEGAK HUKUM DI LINGKUNGAN TNIOleh : Laksamana Muda TNI Henry Willem, S.H, S.Ip,M.H. Kepala Babinkum TNI

PEMBINAAN KARIER PERWIRA DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN TUGASOleh : Brigjen TNI S. Aritonang,Dirajenad

PEMBERDAYAAN KOMANDO KEWILAYAHAN DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KALIMANTAN TENGAHOleh : Kolonel Inf Judi HaryantoPamen Denma Mabesad (M$antan Danrem 102/Pjg)

REMUNERASI BAGI PERSONEL TNI AD DAMPAK, HARAPAN DAN KONSEKUENSIOleh : Kolonel Cba Ir. Drs. Djoko SusiloWaka Disjarahad

MENYIMAK KONSEPSI PEMBANGUNAN BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN GUNA MEWUJUDKAN SISHANKAMRATAOleh : Letkol Caj Drs. Agung Zamani Pabandyabinkar Spersdam III/Slw

Nomor 86 Tahun XXX Edisi Maret 2010

6

14

24

30

36

46

56

Page 4: Maret 2010

PELINDUNG : Kepala Staf TNI Angkatan Darat PEMBINA : Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat STAF AHLI : Irjenad, Aspam Kasad, Asops Kasad, Aspers Kasad, Aslog Kasad, Aster Kasad, Asrena

Kasad, Koorsahli Kasad.

PEMIMPIN REDAKSIBrigjen TNI S. Wijonarko S.Sos, MM, M.Sc

WAKIL PEMIMPIN REDAKSISesdispenad Kolonel Inf Endar Priyanto

KETUA TIM EDITORKasubdis Pensat Kolonel Inf Rochiman

DEWAN REDAKSIKasubdis Penum Kolonel Inf Iskandar M. Munir,

Kasubdis Binfung Kolonel Czi Yulizar Gustiansyah, Kasubdis Pensus Kolonel Inf Widodo Rahardjo,

Kasubdis Lissainfo Kolonel Arm Gatot Eko Puruhito

SEKRETARIS TIM EDITORLetkol Caj Priyo Purwoko, BA, SH,

Mayor Caj M.Yakub

ANGGOTA TIM EDITORMayor Caj (K) Yeni Triyeni, Kapten Inf Dodi F,

Kapten Caj Luther Bangun, Letda Caj (K) Besarah S.M, S.S

DISTRIBUSI Mayor Inf Ibnu Y

DESIGN GRAFISSerka Moh.Holil, Sertu Enjang

TATA USAHAPeltu (K) Ety Mulyati, PNS A. Sihombing, PNS

Suwarno

REDAKTUR FOTOLettu Inf Suwandi

ALAMAT REDAKSIDinas Penerangan TNI Angkatan Darat Jl.

Veteran No. 5 Jakarta Pusat Tlp. (021) 3456838, 3811260, Fax. (021) 3848300,Alamat email :

[email protected]

Puji dan syukur kita haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, staf redaksi dapat menghadirkan kembali Jurnal Yudhagama Nomor 86 Tahun XXX Edisi Maret Maret 2010.

Pada edisi kali ini, Jurnal Yudhagama mengangkat tema “Penataan sistem Pendidikan di Jajaran TNI Angkatan Darat” yang mengulas permasalahan tentang faktor determinan keberhasilan transformasi TNI AD tersebut dihadapkan pada perubahan lingkungan operasional paska regenerasi kepemimpinan TNI AD saat ini. Menjawab pertanyaan ini, Dankodilat, Letjen TNi Syaiful Rizal mengupasnya dalam tulisannya berjudul “Adaptabilitas Perwira Terhadap Perubahan Lingkungan Operasional:Determinan Transformasi TNI AD?”. Dari analisanya, jenderal yang lama bertugas di jajaran pasukan elit TNI AD ini menyimpulkan tingginya Adaptabilitas Perwira terhadap perubahan lingkungan operasional.

Masih dalam hal pembinaan Angkatan Darat dan fungdi teknis pembinaan satuan sesuai dengan tugas pokok TNI AD. Tema lain yang kami tampilkan adalah “Pola Pembinaan Karir Prajurit TNI AD” yang mengupas tentang perlunya perbaikan dalam pemanfaatan personel, sehingga diperoleh hasil yang optimal untuk kepentingan organisasi maupun kepentingan perorangan. Dalam hal ini, Dirajenad Brigjen TNI S. Aritonang mengulasnya melalui tulisan yang berjudul “Pembinaan Karier Perwira dalam Mendukung Pelaksanaan Tugas”.

Tak kalah menariknya, Pangdam I/BB letnan Jenderal TNI Burhanudin Amin yang kini menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan dan Strategis angkatan Darat masih menyempatkan waktu untuk menyumbangkan buah pikirannya yang saat itu

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

4

Page 5: Maret 2010

Jurnal Yudhagama adalah media komunikasi internal Angkatan Darat, yang mengemban misi:a.Menyebarluaskan kebijaksanaan Pimpinan Angkatan Darat kepada seluruh prajurit di jajaran

Angkatan Darat.b.Memberikan wadah untuk pemikiran-pemikiran yang konstruktif dalam pembinaan Angkatan

Darat dan fungsi teknis pembinaan satuan sesuai tugas pokok Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan negara matra darat.

c.Menyediakan sarana komunikasi untuk penjabaran Kemanunggalan TNI-Rakyat.

Tulisan yang dimuat dalam Jurnal Yudhagama ini merupakan pandangan pribadi penulisnya dan bukan pandangan resmi Angkatan Darat, namun redaksi berhak merubah tulisan (rewrite) tanpa mengubah inti tulisan untuk disesuaikan dengan misi yang diemban Jurnal Yudhagama dan kebijaksanaan Pimpinan Angkatan Darat. Redaksi menerima karangan dari dalam maupun dari luar lingkungan Angkatan Darat, dengan syarat merupakan karangan asli dari penulis. Karangan yang dimuat dalam jurnal ini dapat dikutip seluruh atau sebagian dengan menyebut sumbernya. Bidang topik dan judul tulisan diserahkan kepada penulisnya, dengan ketentuan panjang tulisan berkisar sepuluh halaman kertas folio, dengan jarak satu setengah spasi.

memimpin Kodam I/BB dan di wilayahnya terjadi gempa bumi di Sumatera Barat. Buah pikiran ini dituangkan dalam tulisan berjudul “Peran Kodam I/BB Dalam Penanggulangan Bencana Alam Di Wilayah”.

Selain itu, redaksi Jurnal Yudhagama mencermati evaluasi program kerja TNI AD yang disampaikan pimpinan Angkatan Darat pada saat Rapim TNI AD tahun 2010, yang salah satunya dibahas tentang masih banyak pelanggaran yang dilakukan prajurit TNi AD, sehingga redaksi mengangkat isu ini tentang bagaimana peran penegakkan hukum dalam rangka untuk menurunkan tingkat pelanggaran prajurit. Partisipasi Kababinkum Laksamana Muda TNI Henry Willem, S.H, S.Ip,M.H., mengungkapkan dalam tulisannya berjudul “Optimalisasi Peran Penegak Hukum di Lingkungan TNI”.

Masih banyak tulisan-tulisan menarik lainnya yang kami tampilkan melalui Jurnal Yudhagama yang dapat dijadikan referensi bagi pembaca setia kami antara lain: “Pemberdayaan Komando Kewilayahan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kalteng”, oleh Pamen Ahli Mabesad Kolonel Inf Judy Harianto dan “Remunerasi Bagi Personel TNI AD, oleh Wakadisjarah Kolonel Cba Ir. Drs. Djoko Susilo, M.T.

Akhirnya segenap redaksi Jurnal Yudhagama menyampaikan terima kasih atas sumbangan

dalam bentuk tulisan baik berupa ide/gagasan maupun konsepsi sangat kami harapkan. Kami ingin Jurnal Yudhagama kali ini mengalami peningkatan baik pada materi yang disajikan maupun tampilan desain yang semakin berkualitas. Dengan demikian berbagai kritik, saran dan bantuan pembaca budiman akan sangat berarti bagi kami.

Selamat membaca. Redaksi

Kata Pengantarjurnal yudhagam

a | Tahun XX

X | B

ulan Maret 2010

5

Page 6: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

6

PendahuluanPimpinan TNI AD saat ini telah membuktikan

keunggulan kualitas determinasi dan visionary-nya. Tidak saja visi untuk menjadikan TNI AD sebagai “The world class-Army” sebagai “shock strategis” bagi komunitas internasional, kebutuhan transformasi TNI AD yang sudah sangat mendesak tersebutpun sudah direalisasikan. Melalui Surat Perintah Kasad Nomor Sprin/2175/XII/2009, tanggal 17 Desember 2009, proses penataan sistem pendidikan, latihan, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, serta teritorial secara resmi dimulai simultan dengan menunjuk Kodiklat sebagai koordinator dan beberapa Perwira Tinggi dan Perwira Menengah pilihan sebagai konseptor.

Khusus pada bidang pendidikan, Kelompok Kerja Bidang Pendidikan menemukan bahwa secara umum, siklus dan pokok-pokok dalam sistem pendidikan TNI AD yang berlaku saat ini masih relatif relevan. Namun, dihadapkan pada dinamika kompleksitas lingkungan operasional yang harus dihadapi TNI AD, operasional penyelenggaraan 487 jenis dan macam pendidikan pada stratifikasi pendidikan saat ini masih memerlukan pembenahan, karena inkonsistensi desain dan peruntukan kurikulum, serta inefisensi lama operasional pendidikan telah berdampak negatif terhadap strategi pemanfaatan anggaran, peningkatan kemampuan, dan penggunaan personel.

Kelompok Kerja bidang pendidikan Kodiklat TNI AD telah mengajukan beberapa proposal.1 Hal ini telah disetujui Pimpinan TNI AD dan mulai diimplementasikan dengan esensi sebagai berikut:1 Kelompok Kerja Bidang Pendidikan TNI AD, Pokok-Pokok Pikiran tentang Pembenahan Pendidikan TNI AD, 17 Januari 2010

1. Pembenahan inefisiensi materi pelajaran dan inkonsistensi desain maupun peruntukan kurikulum pendidikan pembentukan, baik pada Pendidikan Pembentukan Perwira tahap 1 dan tahap 2 (dasar kecabangan), Pendidikan Pembentukan Bintara tahap 1 dan 2, Pendidikan Pertama Bintara PK tahap 2, serta Pendidikan Pertama Tamtama tahap 2.

2. Pembenahan absennya kuri-kulum baru macam Pendidikan Pengembangan Umum Pendidikan Lanjutan Perwira 2 paska Stratifikasi Pendididkan.3. Pembenahan inefisiensi mata pe-lajaran dan macam pendidikan pada Pendidikan Pengembangan Spesia-lisasi sehingga menyederhanakan je-nis dan macam pada Stratifikasi Pen-didikan yang sebelumnya berjumlah 487 menjadi hanya 445.

Namun, terlepas dari dukungan penuh Pimpinan TNI AD terhadap penataan sistem pendidikan, latihan, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, serta teritorial, satu

pertanyaan yang perlu direnungkan oleh seluruh Perwira generasi muda TNI AD adalah : “Apakah faktor determinan keberhasilan transformasi TNI AD tersebut dihadapkan pada perubahan lingkungan operasional pasca regenerasi kepemimpinan TNI AD saat ini ?”

Melalui analisis terhadap lingkungan operasional masa mendatang, trend perkembangan teknologi, kebutuhan transformasi TNI AD, fenomena ketidakpastian implikasi terhadap adaptabilitas Perwira, pendekatan “Whole of Goverment”, dan kebutuhan sentralisasi manajemen Kodiklat, tulisan ini menyimpulkan bahwa determinan

Adaptabilitas Perwira Terhadap Perubahan Lingkungan Operasional:Determinan Transformasi TNI AD?

OlehLetjen TNI Syaiful Rizal, psc., S.IP.

Dankodiklat TNI AD

Page 7: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

7

transformasi TNI AD paska regenerasi kepemimpinan saat ini adalah tingginya adaptabilitas Perwira terhadap perubahan lingkungan operasional.

Lingkungan Operasional Masa MendatangPenataan sistem pendidikan yang kini digagas oleh

pimpinan TNI AD berimplikasi pada penataan relevansi pendidikan dengan pemenuhan kebutuhan kemampuan TNI AD jangka pendek maupun panjang.2 Masalahnya adalah, kebutuhan kemampuan TNI AD itu sendiri akan terus berevolusi, sehingga set kemampuan yang diterjemahkan kedalam penataan sistem pendidikan saat ini akan senantiasa mengalami koreksi.

Beberapa preseden yang tengah berlangsung di berbagai negara saat ini mengindikasikan semakin kompleksnya konflik masa depan seperti potensi: gagalnya negara akibat manajemen pemerintahan yang kontraproduktif; ancaman keamanan dari aktor nonnegara dengan kapabilitas hybrid; kegagalan diplomasi akibat operasi informasi lawan, terganggunya perekonomian akibat aktivitas kriminal dan terorisme; lumpuhnya pemerintahan dan pertahanan negara akibat peperangan cyber; serta ledakan keresahan sosial akibat penanganan bencana, baik alam maupun buatan, yang tidak responsif. Melalui analisis situasi keamanan yang lebih mendalam, Perwira TNI AD dapat mengurangi berbagai komponen: sumber konflik; trend penggunaan kapabilitas, taktik, teknik, dan strategi oleh lawan; serta kondisi lingkungan politik, ekonomi, sosial, dan teknologi pada masa mendatang.

Sebagai contoh, ancaman dari aktor nonnegara dengan kapabilitas hybrid berpotensi dilakukan oleh organisasi atau gerakan yang mampu mengeksploitasi kondisi politik, ekonomi, dan sosial. Selain itu, ketika teknologi informasi menjadi semakin vital bagi pembangunan politik, ekonomi, dan sosial, potensi serupa juga dapat digunakan untuk melumpuhkan hasil-hasil pembangunan tersebut. Sebagai contoh, serangan terhadap jaringan komputer pemerintah Estonia pada tahun 2007 telah melumpuhkan jalannya — dan produktivitas — pemerintahan negara tersebut selama berminggu-minggu.3 Serangan terhadap cyberspace pemerintah Georgia pada tahun 2008, sehari menjelang invasi darat oleh pasukan militer Russia, juga mempercepat kelumpuhan pemerintah Georgia.4

Demikian pula halnya dengan aktivitas kriminal dan terorisme di Selat Malaka maupun wilayah jurisdiksi nasional lainnya akan terus menjadi ancaman keamanan nasional — dan produktivitas perekonomian — pada masa mendatang.5 Lingkungan operasional masa mendatang juga akan dipengaruhi oleh kombinasi membesarnya jumlah penduduk miskin di perkotaan, 2 Lampiran-1 pada Buku petunjuk induk tentang system pendidikan TNI AD, berdasarkan Surat Keputusan Kasad Nomor: Skep/383/X/2002 tanggal 31 Oktober 2002.3 Wikipedia, “Estonia.” Lebih jauh lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Estonia 4 Wikipedia, “Georgia (Country).” Lebih jauh lihat http://wikipedia.org/wiki/Georgia_(country)5 Angel Rabasa, et al., Ungoverned Territories: Understanding and Reducing Terrorism Risks (Washington, DC: RAND Corp., 2007)

Beberapa preseden yang tengah berlangsung di berbagai

negara saat ini mengindikasikan semakin kompleksnya konflik

masa depan seperti potensi: gagalnya negara akibat

manajemen pemerintahan yang kontraproduktif; ancaman

keamanan dari aktor nonnegara dengan kapabilitas hybrid;

kegagalan diplomasi akibat operasi informasi lawan,

terganggunya perekonomian akibat aktivitas kriminal

dan terorisme; lumpuhnya pemerintahan dan pertahanan

negara akibat peperangan cyber; serta ledakan keresahan sosial

akibat penanganan bencana, baik alam maupun buatan, yang

tidak responsif.

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 8: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

8

kurang terbangunnya infrastruktur perekonomian di daerah, bencana sosial seperti kelaparan dan pengungsian akibat konflik komunal, dan bencana alam yang mengakibatkan hancurnya infrastruktur dan hilangnya puluhan ribu sumber mata pencaharian. Agregat dari lingkungan operasional tersebut berpotensi melahirkan kondisi yang katastropis bagi keamanan nasional.

Trend Perkembangan TeknologiFenomena berikut yang perlu diantisipasi Perwira

TNI AD dalam mempelajari karakter konflik masa depan adalah trend perkembangan teknologi. Tidak saja trend perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keunggulan taktis dan operasional TNI AD, hal yang sama juga dapat digunakan oleh lawan. Menemukan keseimbangan antara membangun kemampuan dan counter dari pengembangan senjata berbasis teknologi baru oleh lawan merupakan hal kritis yang mutlak dilakukan TNI AD untuk memegang keunggulan inisiatif.

Beberapa inovasi teknologi masa mendatang, baik yang dapat dikembangkan TNI AD maupun yang dapat digunakan oleh lawan dalam mengganggu kepentingan nasional Indonesia antara lain adalah:1. Peningkatan dalam hal teknologi komputasi — dengan

dikembangkannya komputer quantum — sehingga antara lain dapat digunakan untuk : (1) menggelar jaringan komunikasi dengan tingkat keamanan 100%; (2) Global Positioning System (termasuk untuk navigasi) yang menggunakan teknologi non-satelit, namun memiliki tingkat akurasi lebih baik; (3) mempertajam kapabilitas sensor kamera dengan output resolusi gambar yang lebih tinggi.6

2. Peningkatan dalam hal teknologi non-nuklir electromagnetic untuk melumpuhkan sistem kendali elektronik, baik yang tergelar pada jaringan komunikasi maupun jaringan komputer pada suatu wilayah.7

3. Peningkatan dalam hal teknologi robotic yang otonomus untuk melakukan tugas-tugas berbahaya secara terus-menerus tanpa membutuhkan kehadiran manusia secara fisik.8

4. Peningkatan dalam hal teknologi 3 dimensi, sehingga memungkinkan dibangunnya fasilitas pendidikan dan latihan dengan lingkungan maya bagi para prajurit, baik untuk kepentingan latihan keterampilan maupun pengambilan keputusan dibawah stress.9

5. Peningkatan dalam hal nano teknologi, sehingga memungkinkan dibuatnya alat dengan kekuatan yang lebih besar dan lebih ringan, seperti robot nano untuk kepentingan medis, sensor, dan senjata.10

6 Unified Quest 2009 : Technology Implications, Objective 5 Interim Analysis Report, TRADOC Analysis Center, December 2008. 7 Degraded Operations EMP Vignette: High Altitude Electromagnetic Pulse Effects on Brigade Combat Teams, Army Capabilities Integration Center Briefing, 2008.8 Unified Quest 2009 : Technology Implications, Objective 5 Interim Analysis Report, TRADOC Analysis Center, December 2008.9 C. Todd Lopez, Immersive Technology Melds Hollywood, Warrior Training, Army News Service, March 10th, 2009.10 Unified Quest 2009 : Technology Implications, Objective 5 Interim Analysis Report, TRADOC Analysis Center, December 2008.

Kebutuhan Transformasi TNI ADBerangkat dari konteks sejarah, ide sering

berperan sebagai kekuatan pendorong dibelakang suatu transformasi institusi. Kedepan, TNI AD akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari jurisdiksi profesional militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi TNI AD untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Konsekuensinya, penataan terhadap sistem pendidikan, latihan, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, teritorial, kepemimpinan, personel, persenjataan, dan bahkan kebijakan TNI AD juga tetap perlu dilakukan oleh generasi mendatang.

Mengingat kebijakan keamanan nasional akan senantiasa berubah sebagai respon terhadap perubahan lingkungan operasional, TNI AD-pun perlu meningkatkan kemampuan beradaptasinya, baik untuk menghadapi bentuk ancaman yang berbeda, memenuhi tuntutan pelibatan satuan dengan besaran dan level yang berbeda, maupun beroperasi bersama dengan institusi yang berbeda pula.

Benar bahwa Pasal 7, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, tentang Tentara

Page 9: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

9

Nasional Indonesia, menegaskan tugas pokok TNI dalam opersi militer untuk perang adalah menghadapi agresi musuh dari luar negeri. Sedangkan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang antara lain : (1) mengatasi gerakan separatis bersenjata, (2) mengatasi pemberontakan bersenjata, (3) mengatasi aksi terorisme, (4) mengamankan wilayah perbatasan, (5) mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis, (6) melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, (7) mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, (8) memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai sistem pertahanan semesta, (9) membantu tugas pemerintah di daerah, (10) membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur undang-undang, (11) membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia, (12) membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan, (13) membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (Search and Rescue), serta (14) membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.11

Namun, TNI AD perlu mengantisipasi semakin 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

meluasnya tugas-tugas tersebut.12 Tugas pokok TNI dan tugas-tugas TNI AD dalam Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004 harus dipandang sebagai kebutuhan hari ini. Sedangkan kebutuhan masa depan akan terus berkembang, sehingga TNI AD perlu membuka diri terhadap kemungkinan bertambahnya tugas-tugas yang saat ini belum tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004, seperti cyber-warfare, penanggulangan narkotika, rekonstruksi daerah, nation-building, dan tugas lain yang berada diluar jurisdiksi profesionalisme militer tradisional.

Fenomena KetidakpastianSekalipun masa depan akan membawa serta

perubahan pada dimensi ancaman dan karakteristik lingkungan operasional, beberapa kecenderungan dalam konflik akan bersifat konstan. Lebih dari 100 tahun lalu, Carl Von Clausewitz mengindikasikan hal tersebut ketika menyatakan : “Banyak hal dalam perang bersifat tidak pasti dan variable, tumpang tindih dengan kekuatan psikologis dan sebab-akibat, serta merupakan hasil dari interaksi berantai dari pihak-pihak yang saling berhadapan.”13

Fenomena ini menunjukkan bahwa konflik cender-ung membawa serta dinamika dan interaksi yang kemu-dian memberikannya “ruang” untuk terus berlanjut dan bahkan bergulir lebih jauh dari tujuan awal para pihak yang berhadapan. Konflik juga cenderung mengalahkan upa-ya-upaya matematis yang in-gin mengendalikannya secara lebih prediktif. Kecende-run-gan ketidakpastian tersebut — sebagai hasil interaksi dari satuan-satuan sendiri, lawan, penduduk dan bahkan variabel lain — akan terus mendomi-nasi lingkungan operasional masa mendatang.

Asumsi tersebut mem-buahkan konsekuensi tersen-diri bagi TNI AD : kemampuan TNI AD perlu dibangun berdasarkan pertimbangan kebutuhan satuan sendiri, lawan, penduduk, dan variabel lain. Selain itu, TNI AD berpotensi dihadapkan pada operasi yang relatif berkelanjutan sehingga dituntut memiliki “adaptabilitas operasional.” Jenderal Rupert Smith, mantan Komandan Pasukan Darat Kerajaan Inggris, mengakui kebutuhan tersebut karena dalam

12 TNI AD merupakan bagian TNI yang mempunyai tugas pokok menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap Bangsa In-donesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara., baik dari dalam maupun luar negeri dan melaksanakan tugas pertahanan darat, menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan Negara lain, pembangunan dan pengembangan matra darat, melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan darat dan tugas-tugas lain yang dilakukan dengan operasi militer untuk perang dan selain perang yang mengharuskan sumber daya manusia prajurit yang standar dengan kemajuan terkini.13 Carl Von Clausewitz, Michael (Ed.) Howard, Peter (Ed.) Paret, On War (Princeton, NJ: Princeton University Press, 1989), halaman 134.

Sekalipun masa depan akan membawa serta perubahan pada dimensi ancaman dan karakteristik lingkungan operasional, beberapa kecenderungan dalam konflik akan bersifat konstan.

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 10: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

10

penugasannya sering dipaksa keadaan untuk mengubah strategi, metodologi operasi, dan bahkan reorganisasi demi mencapai tujuan.14

Dengan kata lain, kebutuhan untuk beradaptasi merupakan dialektika dari keputusan-keputusan lawan yang adaptif, pilihan-pilihan tujuan yang ingin dicapai satuan sendiri, bagaimana satuan-satuan sendiri digunakan, dan dinamika politik, sosial, ekonomi dari lingkungan operasional. Konflik masa mendatang tidak dapat lagi dianalogikan sebagai pertikaian antara 2 pihak, namun antara 3 pihak atau lebih yang saling berhadapan. Dan paradigma tersebut akan tetap menjadi basis kebutuhan penataan pendidikan, latihan, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, serta teritorial TNI AD pada masa mendatang.

Kedepan, TNI AD akan terus dihadapkan pada tantangan keamanan nasional yang sangat mungkin datang pada waktu yang bersamaan : separatisme di Aceh dan Papua, terorisme di kota-kota besar, konflik komunal di Ambon, mengalir masuknya pengungsi Afghanistan di Kepulauan Riau, ketegangan sosial di perbatasan Timor Barat dan Timor Leste, gempa bumi di sepanjang “Ring of Fire” (Barat Pulau Sumatera dan Selatan Pulau Jawa serta Nusa Tenggara), kebakaran hutan di Riau dan 14 General Rupert Smith, The Utility of Force : The Art of War in the Modern World (New York, NY: Knopf Doubleday Publishing Group, 2008), halaman x.

Kalimantan, ketegangan di sekitar Pulau Ambalat, dan perusakan lingkungan hidup di Papua, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara. Esensinya, satu variabel konstan dari konflik masa depan adalah : “Konflik sebagai output aktivitas politik yang diakibatkan oleh terabaikannya suatu konteks politik,”15

Oleh karena itu, TNI AD dapat menjadikan tantangan keamanan nasional yang dihadapi hari ini sebagai referensi karakter konflik masa depan, kemudian membangun proyeksi realistis tentang potensi sumber konflik masa mendatang dan set kemampuan yang diperlukan untuk menghadapinya.

Implikasi Terhadap Adaptabilitas PerwiraMenghadapi fenomena ketidakpastian pada konflik

masa mendatang memerlukan mindset Perwira TNI AD yang fleksibel dalam pemikiran dan adaptif secara operasional. Hal ini menuntut TNI AD untuk mendidik para Perwira dan unsur pimpinannya, mulai dari level teratas sampai terbawah, agar terbiasa : menghadapi ketidakjelasan situasi; melakukan perencanaan dan pelaksanaan operasi secara kolaboratif dengan institusi lain; berani mengambil resiko; dan mengembangkan kemampuan serta kemauan untuk beradaptasi dengan berubahnya situasi.16

Beberapa prinsip utama yang dapat dijadikan referensi dalam membangun kemampuan adaptabilitas Perwira TNI AD memahami kebutuhan beroperasi ditengah ketidakpastian lingkungan operasional pada masa mendatang antara lain adalah:1. Pemahaman terhadap situasi sehingga para Perwira

dapat memvisualisasikan dan menjelaskan konteks situasi secara lebih akurat. Analisa tentang lawan konflik dan variabel operasional, seperti politik, ekonomi, sosial, infrastruktur, informasi, waktu, dan lingkungan fisik, akan memberikan para Perwira peluang untuk memetakan variabel-variabel konflik pada lingkungan operasional.17

2. Pemahaman terhadap situasi keamanan lebih dari sekadar memahami agregat peta operasi. Pemahaman terhadap situasi keamanan mencerminkan kejelian memahami interaksi lawan dengan, atau didalam, lingkungan setempatnya.

3. Lawan yang adaptif cenderung memanfaatkan penduduk untuk melindungi aktivitas dan jaringannya. Oleh karenanya, penguasaan lingkungan operasional mutlak dimiliki Perwira TNI AD untuk memperoleh keunggulan informasi tentang bagaimana jaringan lawan beroperasi, mengakses sumber daya, dan memperoleh dukungan didalam daerah operasi.

4. Lawan berpotensi memilih strategi untuk merebut dukungan penduduk disatu sisi dan mendelegitimasi

15 General Sir Richard Dannatt, “A Perspective on the Nature of Future Conflict,” Presentasi di Chatham House, 15 Mei 2009. halaman 2.16 Hal ini secara khusus ditekankan oleh Wakil Kepala Staf TNI AD dihadapan seluruh anggota kelompok kerja pembenahan bidang pendidikan, latihan, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, serta teritorual di Mabes TNI AD, tanggal 4 Januari 2010, dan dihadapan seluruh peserta Apel Komandan Satuan TNI AD di Pusat Kesenjataan Infanteri, tanggal 25 Februari 2010.17 Field Manual 3-0, Operations, U.S. Army, 27 Februari 2008, halaman 5.

Page 11: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

11

satuan-satuan TNI AD dihadapan publik disisi lain. Oleh karena itu, para Perwira TNI AD perlu membangun kemampuan komunikasi dan operasi informasi dalam memenangkan dukungan rakyat.

Pendekatan “Whole of Government”Dalam perjalanan sejarahnya, TNI AD tidak pernah

dan tidak akan pernah menjadi satu-satunya aktor dalam operasi militer. Pelibatannya dalam berbagi operasi militer selalu menempatkan TNI AD kedalam lingkungan operasional bersama-sama dengan entitas lokal, domestik, maupun internasional.

Namun demikian, sementara operasi militer secara tradisional mengutamakan “kesatuan komando,” tantangan yang harus dihadapi oleh para Perwira TNI AD pada masa mendatang adalah bagaimana membangun “kesatuan upaya” diantara berbagai aktor dan institusi yang terlibat, baik dalam operasi militer untuk perang maupun selain perang. Prinsip “kesatuan upaya” tersebut menjadi sangat penting manakala TNI AD harus berkolaborasi secara horizontal dengan institusi lain, seperti lembaga dan departemen pemerintah, organisasi antar pemerintahan, koalisasi multinasional, dan organisasi non-pemerintah, dan entitas dari sektor swasta.

Khusus mengenai pelibatan sektor swasta, akan menjadi kebutuhan yang terus menguat pada

lingkungan operasional masa mendatang. Hanya yang perlu diwaspadai oleh para Perwira adalah bahwa sektor swasta selain sebagai aktor dari berbagai sektor dengan kemampuan yang dapat membantu, pada saat yang sama juga dapat menjadi aktor pengganggu suatu operasi militer. Asistensi sektor swasta dalam membangun sistem perekonomian pasar suatu daerah atau negara, misalnya merupakan elemen penting dari strategi untuk mencegah meluasnya konflik maupun dalam rekonstruksi dan nation building.

Faktor empiris dibeberapa negara membuktikan bahwa sektor swasta dengan reputasi dan pengalaman yang baik dapat membantu suatu operasi militer dalam hal : melakukan penilaian terhadap kebutuhan finansial dan perekonomian dari suatu daerah atau negara; mengembangkan strategi untuk memperbaiki manajemen keuangan institusi pemerintahan, sektor perbankan, pendapatan daerah, sumber daya nasioanal, insfrastruktur fisik daerah, dan pasar energi daerah, serta membantu menciptakan kondisi bagi arus investasi asing jangka panjang.18

18 Beth Cole DeGrasse and Christina Parajon, The Afghanistan Reconstruction Group : An Experiment with Future Potential, Center for Post-Conflict Peace and Stability Operations at the United State Institute of Peace.

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 12: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

12

Kebutuhan Sentralisasi Manajemen Kodiklat

Tranformasi TNI AD melalui penataan pendidikan, latihan, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, teritorial, kepemimpinan, personel, persenjataan dan bahkan kebijakan TNI AD dalam menghadapi era dengan konflik berkepanjangan, kompleks dan penuh ketidakpastian akan banyak terkait dengan peran Kodiklat TNI AD.

Dihadapkan pada massifnya besaran transformasi organisasi yang mulai direalisasikan Pimpinan TNI AD se-jak dua bulan terakhir, “Pemberdayaan” organisasi Kodi-klat TNI AD pun perlu segera diwujudkan. Pemberdayaan tersebut antara lain menyangkut penajaman tugas pokoknya sebagai berikut: “mengembangkan prajurit TNI AD, mendesain, mengembangkan dan mengintegrasikan kemampuan, konsep dan doktrin dalam membangun satuan-satuan ekspedisi TNI AD yang bersifat modular dan memiliki kemampuan melakukan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.”

Agar sejalan dengan penajaman misinya tersebut, Kodiklat TNI AD juga perlu mempertimbangkan penajaman visi sebagai berikut : “menjadikan Kodiklat TNI AD sebagai titik berangkat penentu “keunggulan” TNI AD, menyiapkan prajurit dengan keterampilan yang tepat, kapabilitas yang tepat, pada waktu yang tepat, dan pada tempat yang tepat, untuk digunakan baik pada era kini maupun mendatang.”

Sebagai manifestasi transformasi TNI AD menjadi satuan masa depan, Kodiklat TNI AD juga mutlak berperan untuk : Pertama, merekrut, melatih dan mendidik prajurit TNI AD dengan kemampuan masa mendatang; Kedua, mengembangkan para pimpinan TNI AD yang adatif dengan “melatih” mereka menghadapi kepastian dan “mendidik” mereka untuk menghadapi ketidakpastian; Ketiga, mendesain satuan-satuan ekspedisi TNI AD yang bersifat modular; Keempat, memaksimalkan kemampuan adaptasi dan pembelajaran institusi TNI AD.

Mengingat relatif pentingnya misi dan visi Kodiklat sebagai titik berangkat penentu ‘keunggulan’ TNI AD, pimpinan TNI AD perlu segera memberikan “otoritas penuh” kepada Kodiklat TNI AD untuk mengelola perencanaan dan operasional doktrin, pendidikan, latihan, personel, dan anggaran seluruh lembaga pendidikan di lingkungan TNI AD – termasuk pusat Pendidikan Teritorial, Sekolah Calon Perwira TNI AD, Pusat Pendidikan Penerbang TNI AD, Sekolah Staf dan Komando TNI AD, dan Resimen Taruna Darat Akademi Militer yang kini masih berada diluar organisasi, dan otoritas manajemen, Kodiklat TNI AD. Satu-satunya lembaga pendidikan yang akan tetap berada diluar

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

12

Page 13: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

13

otoritas organisasi dan manajemen Kodiklat TNI AD adalah Resimen Taruna Dasar Akademi TNI.

Peningkatan otoritas sentralisasi manajemen dan hierarki pada struktur organisasi Kodiklat TNI AD yang baru ini memang berpotensi menjadikannya sebagai institusi yang lebih lamban dalam menghadapi perubahan. Namun demikian, sebuah studi yang dilakukan oleh Galunic dan Eisenhardt menemukan bahwa sekalipun mayoritas pemegang otoritas manajemen organisasi publik telah berusaha mengakomodasi kemajemukan dan otonomi dalam organisasinya, ternyata efektivitas kebijakan dan strategi organisasi tetap lebih tinggi pada organisasi dengan struktur vertikal hierarkis.19

KesimpulanAnalisis terhadap lingkungan operasional masa

mendatang, trend perkembangan teknologi kebutuhan transformasi TNI AD fenomena ketidakpastian implikasi terhadap adaptabilitas perwira, pendekatan “whole of goverment”, dan kebutuhan sentralisasi manajemen Kodiklat merujuk pada kesimpulan bahwa determinan transformasi TNI AD paska regenerasi kepemimpinan saat ini adalah tingginya adaptabilitas perwira terhadap perubahan lingkungan operasional.

Penataan pendidikan, latihan, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, dan teritorial tidak akan dapat dilepaskan dari bagaimana TNI AD melakukan transformasi menghadapi era dengan konflik berkepanjangan, kompleks, dan penuh ketidakpastian. Oleh karenanya, ide sentral dari transformasi TNI AD saat ini dan pada masa mendatang akan selalu mengacu pada kemampuan adaptabilitas operasional TNI AD dalam menghadapi berbagai konflik, memahami situasi keamanan secara dalam, bertindak secara kolaboratif dengan institusi lain, melakukan penilaian dan adaptasi cara bertindak secara terus menerus, dan memanfaatkan momentum untuk memastikan kendali inisiatif.

Bila kemampuan beradaptasi dan berperang prajurit The Roman Republic yang dibangun oleh Julius Caesar melalui kombinasi penajaman dan intelektualitas dan determinasi telah menciptakan tentara The Roman Republic yang lebih besar dari institusi, dan bahkan negaranya,20 bukan tidak mungkin penajaman adaptablitas perwira secara suksesif oleh pimpinan TNI AD saat ini dan yang akan datang akan mampu menciptakan TNI AD yang lebih besar dari The Roman Republic.

19 D. Galunic and K. Eisenhardt, “Architectural Innovation and Modular Corporate Forms,“ Academy of Management Journal, 2001, Vol.44, Issue 6, halaman 1229.20 F.E. Adcock, The Roman Art of War Under the Republic : Martin Classical Lectures, volume 8 (Cambridge, MA : Harvard University Press, 1940), halaman 124.

BibliografiAdcock, F.E. The Roman Art of War Under the Republic : Martin Classical Lectures. Volume 8 (Cambridge, MA : Harvard University Press, 1940), halaman 124.Clausewitz, Carl Von, Michael (Ed.) Howard, Peter (Ed.) Paret, On War (Princeton, NJ: Princeton University Press, 1989), halaman 134.Dannatt, General Sir Richard, “A Perspective the Nature of Future Conflict”, Presentasi di Chatham House, 15 Mei 2009, halaman 2.deGrasse, Beth Colea and Christina Parajon. The Afghanistan Reconstruction Group : An Experiment with Future Potencial, Center for Post-Conflict Peace and stability Operation at the United States Institut of Peace.Degraded Operations EMP Vignette : High Altitude Electromagnetic Pulse Effect on Brigade Combat Teams, Army Capabilities Integration Center Briefing, 2008.Field Manual 3-0. Operations. U.S. Army, 27 Februari 2008, halaman 5.Galunic, D, and K. Eisenhardt “Architectural Innovation and Modular Corporate Forms”, Academy of Management Journal, 2001, Vol 44, Issue 6, halaman 1229.Lampiran-1 pada Buku Petunjuk Induk tentang Sistem Pendidikan TNI AD, berdasarkan Surat Keputusan Kasad Nomor : Skep/383/X/2002, tanggal 31 Oktober 2002.Lopez, C Todd, Immersive Technology Melds Hollywood Warrior Training, Army News Service, March 10, 2009.Kelopmpok Kerja Bidang Pendidikan TNI AD, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Pembenahan TNI AD, 17 Januari 2010.Rabasa, Rabasa et al. Ungoverned Territories : Understanding and ReducingTerrorisem Risks (Washington, Dc: RAND Corp., 2007).Smith, General Rupert, The Utility of Force : The Art of War in the Modern World (New York, NY: Knoft Doubleday Publishing Group, 2008), halaman X.Unified Quest 2009 : Technology Implication, Obyektif 5 Interim Analysis Report TRADOC Analysis Center, December 2008.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.Wikipedia, “Estonia.” Lebih jauh lihat http://en.wikipedia.org/wiki/EstoniaWikipedia, “Georgia (country).” Lebih jauh lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Georgia_(country)

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

RIWAYAT HIDUP SINGKAT

Data Pokok.Nama : Syaiful Rizal psc, S.IP.Pangkat : Letnan Jenderal TNINRP/NBI : 27872Tempat / Tanggal Lahir : Lahat / 02 – 06 – 1952Jabatan : Dankodiklat TNI ADAgama : IslamKesatuan : Kodiklat TNI AD

Pendidikan Militer.AKABRI : 1975Sussarcabif : 1976 Sussarpara Komando : 1977Susstafdanki : 1980Demosilition Supervisor Course : 1980Ranger : 1982Path Finder : 1982Special Forces Course : 1982Susstafpur : 1985Sus Intelstrat : 1988Seskoad : 1990Sesko Komperatif ( Australia) : 1991Lemhamnas Australia (DSSC) : 2001 Riwayat Penugasan.Ops Aceh Ops SerojaTugas Belajar (New Zeland) Tugas Belajar (USA)Tugas Belajar ( Australia) Peninjauan (Jepang)Seminar (Korea Selatan)

Riwayat Jabatan.Danton 1/2 11 Grup - 1 Wadan Grup-3 Pusdik Passus Paops Den 11 Grup- 1 Kopassus Dangrup-1 Parako KopassusDanki 112 Grup - 1 Kopassus Asops Kasdam VI/TprPs. Kasi - 2 Grup 1 Kopassus Danrem-073/Mkt Dam IV/DipKasi - 2 Grup - 1 Kopassus Paban V/Milkam Sintel TNIKasi - 1 Grup - 1 Kopassus Wadanjen KopassusDanden-2 Yon -1 Grup - 2 Kasdam VI/Tpr Pbdy Binsat Sops Kopasus Danjen Kopassus Ps. Danyon-12 Grup -1 Kopassus Pangdam IX/UdyDanyon-12 Grup-1 Kopassus Asops Kasad Dansus Sandha Grup-3/ Dankodiklat TNI ADPusdik Passus Waasops Dankopassus

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

13

Page 14: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

14

Pendahuluan Bencana dengan berbagai macam bentuk dapat

menimpa setiap negara, namun cara mengatasinya di tiap negara terhadap bencana tidak sama. Negara-negara berkembang, seperti Indonesia dapat menjadi paling menderita apabila terkena bencana alam. Berdasarkan data dari UNICEF, bencana alam di negara berkembang menimbulkan luka dan kematian yang berhubungan dengan bencana sampai 90 persen adalah di negara yang mempunyai pendapatan perkapita dibawah $760 pertahun (Haddow et al., 2008). Meski berdasarkan data dari International Monetary Fund, GDP perkapita Indonesia saat ini $2,239 (bandingkan dengan Malaysia $8,141 dan Singapura $38,972) (IMF, 2008). Hal ini dapat menunjukkan kemungkinan bahwa dalam hal penanganan bencana Indonesia masih menempatkan anggarannya dalam prioritas bawah. Meski demikian, pemerintah RI telah menunjukkan keseriusannya dalam upaya mengantisipasi penanganan dampak bencana alam dalam APBN 2010 (UU APBN masih dalam proses penetapan) telah menetapkan alokasi dana sebesar Rp3,0 trilyun (Antara, 2009).

Indonesia sering kali menghadapi bencana alam seperti tanah langsor, banjir dan kekeringan yang terjadi hampir setiap tahun. Bencana kekeringan terjadi pada musim kemarau, banjir dan tanah longsor terjadi pada musim penghujan. Bencana alam tersebut dari tahun ke tahun selalu cenderung meningkat baik dalam frekwensi maupun besaran korban yang ditimbulkan baik jiwa

maupun harta benda. Bencana alam yang diakibatkan oleh tsunami, gempa bumi dan ledakan gunung berapi juga bukan hal yang asing bagi Indonesia. Tsunami yang menghantam Aceh pada Desember 2004 yang diikuti oleh gempa bumi di Nias, Jogjakarta, tsunami di Pangandaran,

tanah longsor di beberapa tempat di tanah air memaksa kita untuk selalu memperbaiki prosedur baku dalam pengelolaan bencana alam khususnya yang berskala besar di Indonesia. Bencana yang terjadi baru baru ini pada September 2009 di wilayah Kodam I/Bukit Barisan adalah gempa di Padang yang berkekuatan 7,9 skala Richter mengakibatkan 1.195 orang tewas dan ribuan lagi luka berat dan luka ringan. Lebih kurang dua minggu sebelum terjadi gempa di Padang, wilayah Mandailing Natal (Madina) juga mengalami banjir bandang yang juga menelan korban jiwa serta merusakkan infrastruktur daerah

setempat. Bencana tersebut mendorong Kodam I/Bukit Barisan untuk melakukan operasi bantuan kemanusiaan guna membantu pemerintah daerah setempat dalam penanggulangan bencana.

Pengelolaan bencana adalah suatu hal yang amat kompleks yang mana melibatkan banyak aspek di dalamnya. Oleh karena itu diperlukan upaya yang berkesinambungan dan terpadu baik dari pemerintah provinsi, pemerintah pusat dan masyarakat sendiri. Meskipun pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk mencegah, menanggulangi dan merehabilitasi

Oleh:Letjen TNI Burhanudin AminPsngdam I/BB saat ini sebagai

Pangkostrad

Peran Kodam I/Bukit Barisan

Dalam Penanggulangan BENCANA ALAMDi Wilayah

Page 15: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

15

pasca bencana, masalah yang muncul tidak sepenuhnya bisa ditanggulangi dengan baik dikarenakan keterbatasan dana maupun kompleksitas masalah itu sendiri. Sehingga masalah penanggulangan bencana selalu timbul manakala bencana tersebut benar-benar datang.

Persoalan lain yang mungkin timbul adalah bagaimana jika wilayah di tanah air kita tidak mempunyai sumber daya untuk mengatasi bencana ? Seperti yang terjadi di Indonesia, hampir bisa dipastikan kemampuan pemerintah amat terbatas dalam menanggulangi bencana secara mandiri, setiap kali terjadi bencana besar pemerintah kita selalu memerlukan uluran tangan dari negara negara lain. Tidak hanya dalam bentuk dana, makanan dan kebutuhan primer sehari-hari untuk para korban, namun juga ikut mengerahkan militernya lengkap dengan alat transportasi dan alat berat lainnya. Militer memang dapat memainkan peran yang amat

penting dalam pengelolaan bencana seperti mendukung pemerintah sipil, dan bahkan termasuk membantu aparat sipil dalam penegakan hukum.

Pada saat terjadinya tsunami di Aceh yang menewaskan hampir 200 ribu jiwa, militer dari negara asing datang memberi bantuan tidak berapa lama setelah kejadian. Kodam setempat dapat dikatakan lumpuh dikarenakan ikut menjadi korban. Oleh karena bantuan harus dengan segera dapat didatangkan dari tempat lain. Namun sayangnya, TNI kita secara umum juga mempunyai keterbatasan untuk memberikan bantuan dalam waktu yang cepat seperti kurangnya alat transportasi udara, karena hampir dipastikan daerah yang terkena dampak bencana akses jalan akan terputus. Kita tentu tidak ingin kasus serupa terulang dan kesiapan kita dalam menghadapi bencana skala besar tetap tidak mengalami perubahan yang signifikan di masa yang akan datang. Sedangkan seperti di banyak negara, militer amat diharapkan peran sertanya dalam upaya penanggulangan bencana karena hal ini amat terkait dengan kedaulatan suatu negara. Pemerintah akan dipandang tidak mempunyai kemampuan untuk menangani isu dalam negeri dalam bentuk penanggulangan bencana manakala dalam penanganannya sebagian besar hanya mengandalkan bantuan internasional. Lalu dalam konteks negara seperti Indonesia, kemampuan seperti apakah yang bisa diharapkan dari militernya dalam upaya pengelolaan bencana?

Dalam tulisan ini juga mendiskusikan peran militer dari negara negara lain dalam pengelolaan bencana serta kemampuan TNI-AD yang tergelar dalam Kodam-

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 16: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

16

Kodam juga diharapkan mempunyai kemampuan awal dalam melakukan penanganan bencana yang terjadi di wilayahnya atau wilayah Kodam terdekat yang terkena dampak bencana. Jika bencana skala besar kembali terjadi, bagaimana seharusnya kesiapan Kodam yang diharapkan? Di sini akan dicontohkan peran Kodam I/Bukit Barisan dalam penanganan bencana yang terjadi diwilayahnya khusunya pada masa tanggap darurat. Meskipun dalam cakupan yang lebih kecil, Kodam I/Bukit Barisan berupaya semaksimal mungkin membantu pemerintah setempat dalam upaya penanggulangan bencana yang terjadi di wilayah tanggungjawabnya.

Peran Militer Dalam Penanggulangan Bencana

Meningkatnya keterlibatan militer dalam kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana dapat dilihat sebagai bagian yang lebih luas lagi dalam pendefinisian ulang atas peran militer dalam mendukung kebijakan pemerintah. Di negara seperti Amerika Serikat terutama setelah berakhirnya Perang Dingin, pada awal 1990an melakukan perluasan atas peran militer diluar bidang hal hal yang berkaitan dengan perang. Di sinilah pertama kalinya konsep “Military Operation Other Than War” bermula, termasuk kegiatan militer dalam membantu bencana alam, memerangi terorisme dan tugas sebagai penjaga perdamaian mulai muncul dalam doktrin-doktrin militernya.

Seperti halnya Amerika Serikat, hampir setiap negara mengikutsertakan militernya dalam rencana

pengelolaan bencana serta pengoperasiannya, tidak terkecuali Indonesia. Dalam perspektif demokrasi, militer memang digunakan untuk tugas tugas pertahanan dalam menghadapi ancaman dari luar. Ini adalah peran utama militer di negara demokratik seperti halnya di Indonesia, sehingga dalam konteks ini banyak negara yang masih enggan menggunakan militernya untuk menangani urusan internal. Namun, faktanya kekuatan pertahanan ini amat cocok dan sesuai dalam banyak hal untuk merespon bencana. Militer mempunyai anggaran,

alat dan peralatan khusus, personel yang terlatih dan dapat dengan cepat dikerahkan setiap saat, terorganisir dengan baik serta mempunyai struktur hirarkhi. Contoh dari penggunaan militer yang disiapkan secara memadai dalam merespon bencana alam adalah seperti yang terjadi pada tahun 1994 dimana Presiden Rusia Boris Yeltsin membentuk Departemen untuk Situasi Darurat (Ministry for Emergency Situation, EMERCOM). Kementrian ini mempunyai 23.000 personel yang hanya dipersenjatai untuk bela diri dan mempunyai spesialisasi dalam respon cepat bencana alam. Satuan ini telah memperoleh banyak penghargaan karena respon cepatnya terhadap bencana serta mempunyai kemampuan pengiriman logistik yang amat baik (Pinkowski, 2008).

Dalam merespon bencana memang diperlukan personel yang siap setiap saat yang bekerja sepanjang waktu, namun militer pada umumnya hanya dilengkapi dan diberi tugas rutin yang bukan berhubungan dengan bencana. Ketika bencana datang, yang menanggulangi pertama justru cenderung militer, baru kemudian disusul petugas keamanan, kesehatan, pekerja sosial

Meningkatnya keterlibatan

militer dalam kegiatan yang

berkaitan dengan penanggulangan

bencana dapat dilihat sebagai

bagian yang lebih luas lagi dalam

pendefinisian ulang atas peran

militer dalam mendukung

kebijakan pemerintah.

Page 17: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

17

dan sebagainya. Sering kali justru aparat lokal yang diharapkan sebagai perespon awal malah menjadi korban, oleh karena personel tambahan harus didatangkan dari tempat lain. Banyak pemerintah di negara negara barat terutama Eropa yang meyakini bahwa setelah berakhirnya Perang Dingin ancaman militer di Eropa semakin kecil. Sehingga apabila terjadi ancaman saat ini, amat mungkin yang berhubungan dengan terorisme, yang secara metafora dikatakan sebagai perang. Oleh karena penggunaan militer saat ini dapat dialihkan pada kemungkinan terjadinya bencana baik itu bencana alam ataupun bencana buatan manusia terutama seperti yang ditimbulkan oleh teroris yang meledakkan Twin Tower di Amerika Serikat pada 9 September 2001. Contoh lain yang terjadi dan membutuhkan perluasan peran militer adalah bencana topan Katrina yang memporakporandakan New Orleans, 2005. Setelah tanggul jebol, sebagian besar

daerah perkotaan digenangi air hingga berminggu-minggu. Ribuan orang meninggal dunia, dan merupakan salah satu bencana terburuk sepanjang sejarah di Amerika Serikat. Pemerintah AS juga mengerahkan militer untuk mengatasi situasi yang terjadi, militer tidak saja digunakan untuk menanggulangi bencana namun juga untuk membantu mengembalikan ketertiban yang seharusnya menjadi tugas aparat kepolisian termasuk pengembalian ketertiban akibat penjarahan menyusul kejadian bencana, melindungi instalasi penting dari perusakan dan penjarahan (Bonn & Baker, 2000).

Pada waktu tsunami terjadi di Aceh, TNI mempunyai tugas yang amat berat. Tidak saja harus mengamankan dirinya sendiri yang juga menjadi korban bencana, tetapi juga harus melaksanakan tugas menumpas pemberontak Gerakan Aceh Merdeka. Tidak hanya itu, TNI juga sebagai ujung tombak upaya penanggulangan bencana yang menghancurkan Aceh. Prajurit TNI memang menjadi garda terdepan dalam operasi kemanusiaan, namun perlengkapan yang digunakan masih jauh dibawah standar yang digunakan oleh negara negara sahabat yang membantu dalam memberikan pertolongan awal. Sedangkan dalam kebijakan pertahanan RI yang tertuang di buku putih pertahanan 2008, Indonesia dengan menggolongkan dampak bencana alam sebagai ancaman non tradisional bersama-sama dengan penanggulangan isu terorisme, gerakan separatis, kejahatan lintas negara, lingkungan hidup, radikalisme dan konflik komunal yang dipandang lebih berpeluang terjadi dibandingkan dengan isu ancaman keamanan tradisional seperti invasi atau agresi militer negara asing. Seperti halnya pemerintah di negara negara lain, Indonesia juga meyakini bahwa ancaman tradisional (militer) masih tetap kecil serta percaya bahwa PBB masih mampu untuk mencegah, atau sekurang kurangnya membatasi kemungkinan suatu negara menggunakan kekuatan militernya untuk memaksakan kehendaknya (Indonesia, 2008).

Oleh karenanya pemberian peran kepada TNI yang lebih besar dalam pengelolaan bencana amat relevan di era kini. Salah satu konsekwensinya adalah dengan memberikan perlengkapan yang memadai kepada TNI. Alasannya amat jelas dan terkait dengan kedaulatan negeri kita sendiri, manakala terjadi bencana besar dan TNI tidak mempunyai kemampuan merespon secara memadai dikarenakan keterbatasan alat, maka rakyat kita sendiri yang akan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam upaya mengantisipasi bencana skala besar. Alat pertahanan canggih yang dimiliki oleh militer asing seperti kapal perang, pesawat angkut militer dan helikopter yang terbang di wilayah udara Aceh yang datang tidak hanya membawa personel, namun juga perlengkapan dan kebutuhan dasar yang amat

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 18: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

18

dibutuhkan warga yang tertimpa bencana seperti obat-obatan, air bersih, pakaian, selimut, tenda atau makanan. Oleh karena bencana seperti tsunami di Aceh juga amat terkait dengan kedaulatan negara dimana kedaulatan di sini juga erat kaitannya dengan pengakuan politik negara lain yang mencakup wilayah dan otonomi.

Kedaulatan dalam konteks bencana di Aceh dapat dipandang rendah dimata warga negara sendiri manakala rakyat menganggap pemerintah tidak mampu untuk menanganinya. Terlebih pemerintah tampak hanya mengandalkan bantuan dari negara negara asing dalam menanggulanginya. Contoh, tindakan ini adalah Jepang yang menolak memberikan akses kepada lembaga internasional sampai beberapa hari setelah gempa Kobe yang terjadi pada Januari 1995. Pemerintah Uni Soviet juga melakukan hal yang sama pada saat kecelakaan fasilitas nuklir di Chernobyl di Ukraina pada April 1986. Sedangkan, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono lebih arif dan bijak serta hati-hati dalam menerima bantuan asing pada saat gempa terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat pada September 2009 (Widjaya & Hasits, 2009). Namun, dari sini bisa kita ketahui, baik Jepang Uni Soviet, maupun Indonesia pada waktu itu ingin menunjukkan kepada warganya bahwa pemerintahnya mempunyai kemampuan dalam menangani bencana yang terjadi (Haddow et al., hal 254). Oleh karena salah satu cara bagi pemerintah Indonesia dalam upaya untuk menegakkan kedaulatan di negara sendiri adalah dengan melengkapi militernya dengan perlengkapan yang memadai baik dalam upaya pertahanan maupun pertolongan terhadap bencana.

Penanggulangan Bencana Alam di Sumatera Barat

Gempa bumi yang telah menelan korban jiwa dan materiil cukup besar di wilayah Indonesia adalah gempa bumi di Sumatera Barat yang terjadi pada tanggal 30 September 2009. Gempa dengan kekuatan 7,9 SR pada jam 17.16.09 WIB tepatnya pada lokasi 0°84´ LS dan 99º65´BT dan pusat gempa berada di arah 57 kilometer barat daya Pariaman, Sumatera Barat.

Sesuai Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang mengamanatkan bahwa TNI melaksanakan tugas pokok dalam operasi militer selain perang diantaranya membantu penanggulangan bencana alam, baik pada tahap tanggpa darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Peran Kodam I/Bukit Barisan dalam membantu mengatasi gempa bumi di Sumatera Barat telah memiliki andil yang cukup besar dalam membantu pemerintah daerah dimana pada saat itu roda pemerintahan daerah lumpuh sehingga BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dibentuk berdasarkan UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Page 19: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

19

mengalami berbagai kendala dan keterbatasan dalam menanggulangi dampak gempa bumi. Oleh karena itu peran serta dan keterlibatan TNI, khususnya TNI-AD dan terutama Kodam I/Bukit Barisan sangat penting sekali dalam membantu mengatasi gempa di Sumatera Barat.

Berdasarkan catatan data gempa di Sumatera Barat, sejak tahun 1822 hingga 2009 telah terjadi setidaknya 14 kali kejadian gempa bumi kuat dan merusak di Sumatera Barat dan diantaranya menyebabkan tsunami. Sejarah panjang gempa bumi merusak di Sumatera Barat diantaranya gempa bumi Padang (1822,1835, 1981,2005), Gempa bumi Singkarak (1949), Gempa Bumi Pasaman (1977) dan Gempa Bumi Agam (2003). Sedangkan gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami terjadi di Mentawai (1861) dan Sori-Sori (1904). Berdasarkan data sejarah gempa 100 tahun terakhir sudah sekitar 20 gempa besar dan merusak terjadi di zona patahan ini. Berdasarkan penelitian, aktivitas gempa bumi di patahan Semangko rata rata sekitar 5 tahun sekali. Meskipun gempa bumi di zona patahan ini besarannya relatif kecil, namun dampaknya bisa sangat berbahaya disebabkan sumbernya di daratan yang berdekatan dengan kawasan pemukiman.

Peristiwa gempa bumi di Sumatera Barat sesuai data terakhir dari BPBD Sumbar hingga tanggal 30 Oktober 2009 mencapai 1.195 orang. Sebagai satuan kewilayahan

TNI-AD yang berada di wilayah Sumatera Barat, Kodam I/Bukit Barisan berkewajiban untuk membantu menanggulangi gempa bumi yang telah mengakibatkan ribuan orang meninggal, ratusan luka berat dan ringan serta hancurnya berbagai sarana perkantoran, sarana pemerintahan, sarana perekonomian, dan fasilitas sosial/fasilitas umum lainnya. Pada saat terjadi bencana gempa bumi, Kodam I/Bukit Barisan telah melakukan langkah langkah responsif sebagai tindakan awal dengan menggelar kekuatan yang ada untuk melakukan tindakan penyelamatan, dan tanpa diminta oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah ataupun BNPB dan BPBD Sumbar. Kodam I/BB melakukan langkah langkah evakuasi terhadap korban yang masih hidup, luka, maupun meninggal dunia. Hal ini semata-mata dilakukan sebagai bentuk panggilan tugas membantu pemerintah dalam melindungi masyarakat dan mengamankan obyek vital demi misi kemanusiaan dan panggilan tugas pengabdian kepada masyarakat yang tertimpa bencana.

Dalam membantu mengatasi gempa bumi di Sumatera Barat, Kodam I/Bukit Barisan berpegang pada aturan yang tertuang pada UU No. 24/ 2007 tentang Penanggulangan Bencana, khususnya pasal 48 dimana penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi : (1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan, dan sumber daya; (2) Penentuan status keadaan darurat bencana: (3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; (4) Pemenuhan kebutuhan dasar; (5) Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan (6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. Sedangkan peran Kodam I/Bukit Barisan secara rinci akan diuraikan di bawah ini.

Langkah Awal Dalam Memutuskan Secara Cepat Lokasi, Kerusakan dan Sumber Daya

Dalam tahap ini, Kodam I/Bukit Barisan langsung melakukan gelar pasukan ke seluruh wilayah di Sumatera Barat yang terkena dampak gempa meliputi personel Korem, Kodim, dan Batalyon serta unsur perkuatan lainnya untuk mendata lokasi dan tittik titik kritis di kota Padang dan kabupaten Padang Pariaman sekitarnya yang terkena dampak bencana yang dimungkinkan banyaknya korban yang mungkin bisa diselamatkan, misalnya di hotel yang roboh, gedung perkantoran yang rusak, Mall yang hancur, dan rumah-rumah warga yang ambruk. Kodam I/Bukit Barisan juga melakukan koordinasi dengan pihak pihak terkait di tengah masyarakat untuk melakukan tindak lanjut terhadap korban yang meninggal, luka berat, luka ringan dan yang masih tertimbun di reruntuhan bangunan. Selanjutnya mendirikan posko-posko di setiap Kodim dan Koramil sebagai pusat informasi dan komunikasi bagi para keluarga korban yang ingin

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 20: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

20

mengetahui nasib sanak keluarganya. Kodam I/ Bukit Barisan juga melakukan bantuan untuk identifikasi secara cepat terhadap fungsi pelayanan umum yang terganggu akibat gempa bumi, sebagai contoh berkoordinasi dengan PLN untu pemulihan aliran listrik yang mati maupun komuikasi dengan PDAM untuk memulihkan aliran air bersih yang sangat penting bagi warga masyarakat.

Disamping itu, Kodam I/Bukit Barisan juga melakukan inventarisasi kekuatan yang dimiliki oleh Kodam I/BB dan jajarannya, baik personel mapun alat berat yang dimiliki satuan zipur, sehingga dapat dikerahkan ke wilayah yang terkena dampak bencana. Personel yang disiapkan diberi pengarahan singkat untuk selanjutnya diterjunkan bersama sama dengan unsur bantuan lainnya dari instansi yang terkait dalam evakuasi korban dan dibekali dengan sarana prasarana yang memadai, seperti alat berat berupa ekskavator, dozer, gladder, dan lain sebagainya untuk membongkar bangunan yang roboh menimbun warga.

Penentuan Status Tanggap DaruratSetelah kejadian gempa bumi tersebut maka pada

tanggal 1 Oktober 2009, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono beserta rombongan dari Jakarta mengunjungi kota Padang dan sekitarnya. Arahan Presiden RI yang pertama adalah menyelamatkan nyawa (Safe of life) yang terperangkap dalam reruntuhan, yang memungkinkan masih bisa diselamatkan.

Langkah berikutnya adalah evakuasi secara cepat terhadap korban luka berat dan ringan ke Rumah Sakit Pemda, Rumah Sakit Korem, Rumah Sakit Swasta lainnya. Kemudian setelah itu membantu mengamankan dan

menyelamatkan harta benda milik korban. Masa tanggap darurat menurut ketentuan selama 1 sampai dengan 2 bulan , setelah itu beralih ke tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Khusus untuk tanggap darurat di Sumbar, yang semula tanggap darurat dua bulan menjadi satu bulan saja. Selama tanggap darurat di Sumbar, komando pengendalian dan tanggungjawab dipegang oleh Gubernur Sumatera Barat dan dibantu oleh Pangdam dan Kapolda setempat.

Penentuan status tanggap darurat dan lamanya berlaku ditentukan oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini disampaikan oleh Wapres dan Menko Kesra. Selama kegiatan tanggap darurat Pemda Sumbar (BPBD) dibantu oleh BNPB Pusat yang diketuai oleh Mayjen TNI (Pur) Syamsul Maarif sekaligus sebagai asistensi kegiatan yang dikoordinir oleh Gubernur Sumbar. Asops Panglima TNI, Mayjen TNI Supiadin juga memimpin Satgas TNI yang bertugas untuk mengkoordinir pasukan-pasukan TNI yang datang dari luar Sumbar, sekaligus mengakomodasi dan mendistribusikan bantuan dari militer asing seperti dari Singapura, Malaysia, Australia, Jepang, Qatar, Thailand, dan New Zealand.

Kodam I/Bukit Barisan beserta jajarannya lebih dititik beratkan pada penyelamatan korban bencana gempa bumi, dan distribusi logistik ke daerah daerah terpencil terutama yang tidak bisa dilalui lewat darat. Dalam hal ini Kodam I/Bukit Barisan mendapatkan BKO helikopter yang terdiri dari tiga heli Bell dan satu heli M17 yang dioperasikan selama masa tanggap darurat.

Pemenuhan Kebutuhan DasarDalam tahapan ini Kodam I/Bukit Barisan melakukan

pemenuhan kebutuhan dasar pada para korban melalui bantuan distribusi sembako kepada masyarakat terpencil via darat dan helly. Mendirikan tenda darurat pengungsi, melakukan pengecekan dan distribusi air bersih dengan berkoordinasi dengan PDAM, memantu melakukan pemulihan fasilitas umum seperti PLN, membangun pasar darurat, perbaikan sarana peribadatan dan sarana perekonomian lainnya, melakukan pembukaan jalan yang terputus akibat tanah longsor, perbaikan jembatan darurat yang hancur akibat gempa serta memperbaiki saran pendidikan seperti sekolah yang roboh sehingga proses belajar mengajar tidak terhenti terlalu lama. Dalam hal ini Korem 032/Wirabraja bekerjasama dengan Dinas Pendidikan melakukan pendirian lokal darurat agar kegiatan belajar dapat segera dimulai.

Kodam I/Bukit Barisan juga melakukan penanganan masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana yang dilakukan dengan kegiatan pendataan terhadap korban yang meninggal, luka berat dan ringan, mapun yang masih hilang atau belum ditemukan. Personel TNI-AD melakukan penerangan dan pemberian informasi

Page 21: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

21

kepada masyarakat secara objektif untuk menepis berita yang tidak akurat yang dapat meresahkan masyarakat pengungsi. Para pengungsi juga ditempatkan dalam lokasi yang aman sehingga akan terhindar dari ancaman gempa susulan yang dapat terjadi setiap saat.

Perlindungan Terhadap Kelompok LemahDalam tahap ini, Kodam I/Bukit Barisan bekerjasama

dengan unsur instansi lainnya melakukan perlindungan terhadap kelompok lemah yang dilakukan dengan memberikan prioritas penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Khususnya terhadap anak-anak, ibu yang sedang mengandung atau menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia di tempat tempat pengungsian.

Para pengungsi dibuatkan tenda tenda darurat, kebutuhan dasar terpenuhi dan diberikan semacam terapi “trauma healing” sehingga para kelompok rentan tersebut dapat segera pulih kondisi kejiwaannya. Para korban yang berusia lanjut dan penyandang cacat juga mendapatkan penanganan ekstra dimana personel TNI-AD memberikan fasilitas dengan mendatangkan para relawan untuk mengurus kelompok ini.

Penutup Dari apa yang sudah dilakukan oleh Kodam I/Bukit

Barisan dalam upaya penanggulangan bencana, idealnya militer mempunyai kemampuan untuk bekerja secara independen dengan menggunakan alat perlengkapan yang dipunyainya. Sama halnya dalam strategi tempur dimana bantuan dari luar tidak dimungkinkan, pada saat terjadi bencana dalam skala besar militer harus mampu bekerja secara mandiri. Sebagaimana layaknya militer di dunia, prajurit dilatih bukan untuk bekerja secara perorangan tetapi difungsikan dalam bentuk satuan satuan. Satuan ini harus dapat digerakkan dengan cepat, dilengkapi dan digunakan seperti yang telah dilatihkan. Oleh karena langkah antisipasi dimasa mendatang harus dilakukan dengan mempertimbangkan hal hal sebagai berikut:

Posisi geografi Indonesia yang berada di antara dua samudera dan dua benua selain memiliki nilai strategis ternyata mengandung ancaman berupa bencana alam dalam skala besar. Wilayah Indonesia yang berada dalam “ring of fire” sangat rawan terjadi gempa bumi yang disusul dengan tsunami.

Wilayah Sumatera Barat yang berada di sekitar pantai Barat Sumatera bila dilihat dari perspektif historis memiliki sejarah gempa yang membahayakan. Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 merupakan serangkaian siklus bencana gempa bumi yang pernah dan telah terjadi ratusan tahun yang lalu.

Wilayah Indonesia pada umumnya dan wilayah Sumatera Barat pada khususnya yang rawan terjadi gempa

bumi, telah mendorong satuan TNI-AD terutama Kodam I/Bukit Barisan untuk melakukan langkah langkah teknis operasional dalam membantu mengatasi gem-pa bumi Sumatera Barat sebagai mana diamanatkan dalam pasal 7 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Peran Kodam I/Bukit Barisan dalam membantu mengatasi dampak gempa bumi dilakukan dengan cepat, tepat, efektif, efisien dan terpadu dengan tetap mengikuti kaidah dan aturan yang tertuang dalam UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peran Kodam I/Bukit Barisan dalam kondisi tanggap darurat telah dilakukan secara konsisten sesuai dengan UU Penanggulangan Ben-cana.

Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman bencana di masa lalu dan untuk mengantisipasi bencana serupa yang amat mungkin timbul di masa yang akan datang, maka pemerintah seyogyanya memperhatikan beberapa hal apabila menggerakkan TNI dalam merespon bencana yang terjadi:

Dari apa yang sudah dilakukan oleh Kodam I/Bukit Barisan dalam upaya penanggulangan bencana, idealnya militer mempunyai kemampuan untuk bekerja secara independen dengan menggunakan alat perlengkapan yang dipunyainya. Sama halnya dalam strategi tempur dimana bantuan dari luar tidak dimungkinkan, pada saat terjadi bencana dalam skala besar militer harus mampu bekerja secara mandiri.

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 22: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

22

Data PokokNama : Burhanudin AminPangkat : Letjen TNIN R P : 28511Tempat/Tgl Lahir : Palembang, 05 November 1952Jabatan : Pangdam I/Bukit BarisanAgama : IslamKesatuan : Kodam I/Bukit Barisan

Pendidikan MiliterAkabri Th. 1976Sussarcab Inf Th. 1977Sus Danki Th. 1980Susjur Dasar Pa Intel Th. 1981Sus Intelstrat Th. 1983Sus sar para Th. 1986Susstaf Pur Th. 1987Suspa Binlatsat Th. 1990Sus Danyonif Th. 1991Seskoad Th. 1993Airborne Th. 1996Jump Master Th. 1996Sesko ABRI Th. 1998Lemhannas KRA-XXXV Th. 2002 Riwayat PenugasanOps Seroja Tim Tim Th. 1977Ops Irian Jaya Th. 1984Ops Irian Jaya Th. 1994Ops Irian Jaya Th. 1997

Riwayat JabatanDanton Yonif 711 Dam VII/WRBDanki Yonif 711 Dam VII/WRBKasi 1/lidik Yonif 711 Dam VII/WBRKasi 1/lidik Yonif 712 Dam VII/WBRKasi Tiknik Rindam VII/WBRWadan Yonif 512 Dam V/BRWKasdim 0814 Dam V/BRWDanyonif 412/KOSTRADKasbrigif 6/KOSTRAD

Danbrigif 6/KOSTRADAsintel KOSTRADDanrem 062/TM Dam III/SLWDankorsis SESKOADKasdivif 1/KOSTRADKasdam IX/UDYWairjenadKasdam IX/UdyPangdam I/BBPangkostrad

Riwayat Hidup

TNI harus didesain sedemikian rupa hingga mampu bertugas dalam penugasan intensitas tinggi seperti penanggulangan bencana skala besar. Melengkapi militer dengan kemampuan untuk secara mandiri tanpa bantuan institusi sipil atau swasta (dalam beberapa hal, TNI masih memerlukan bantuan alat angkut seperti truk, helikopter dan pesawat kepada perusahaan sipil dalam membantu tugas tugas baik rutin maupun situasional).

TNI amat mungkin digerakkan untuk menangani situasi darurat bencana, namun hendaknya digunakan semirip mungkin dengan latihan yang telah dilakukan, kemampuan yang dimiliki dan operasi yang pernah dilaksanakan. Contoh, meski semua prajurit akan mengikuti perintah apapun yang diberikan tetapi menugaskan prajurit sesuai kemampuan yang dimiliki adalah langkah yang paling bijak. Prajurit infantri tentu

mempunyai keterbatasan apabila dikerahkan untuk pembuatan dan perbaikan rumah korban bencana dibandingkan prajurit dari zeni bangunan.

Perlunya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat (BPBD) melakukan sosialisasi dan pemberian informasi seluas luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat di wilayah Sumatera Barat mengenai tata cara melakukan

penyelamatan diri ketika gempa bumi terjadi. Masyarakat harus diberikan kesadaran dan pemahaman bahwa wilayah Sumater Barat rawan terhadap gempa bumi yang setiap saat dapat saja datang tanpa ada yang dapat memprediksi sehingga masyarakat harus siap.

Perlunya Pemda Kabupaten/Kota di wilayah Sumatera Barat melakukan simulasi teknis antisipasi gempa bumi dan bahkan simulasi penyelamatan diri apabila gelombang tsunami melanda. Masyarakat juga harus memahami pengetahuan dan ketrampilan dalam menghadapi gempa bumi sehingga mereka akan lebih siap secara mental dan fisik setiap gempa terjadi.

Perlunya Pemerintah Pusat, Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat melangkapi sarana dan prasarana/fasilitas pendukung seperti alat berat berupa eskavator dan lain sebagainya yang diperlukan dalam upaya penyelamatan korban bencana. Pengalaman gempa bumi di Sumatera Barat menunjukkan bawa ketidaksiapan sarana alat berat telah menyulitkan evakuasi korban dari dalam bangunan yang runtuh maupun bencana tanah longsor.

Daftar Pustaka• Antara News. (2009, October Wednesday). Retrieved October

28 , 2009, from Antara News:http://www.antaranews.com/berita/1255582441/pemerintah-alokasikan-rp3-triliun-penanggulangan-bencana

• IMF. (2008). World Economic Outlook Database 2009. International Monetary Fund.

• George D Haddow, J. A. (2008). Introduction to Emergency Management. Amsterdam, Boston: Elsevier/Butterworth-Heinemann.

• Geospasial, Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2009, Oktober 1). Retrieved Nopember 26, 2009, from BNPB: http://geospasial.bnpb.go.id/2009/10/01/peta-lokasi-gempa-bumi-di-provinsi-sumatera-barat/

• Indonesia, Departemen Pertahanan (2008). Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Pertahanan Republik Indonesia.

• Ismoko Widjaya, M. H. (2009, September 4). Viva News. Retrieved November 12, 2009, from Viva News: http://nasional.vivanews.com/news/read/87781-bukan_keras_kepala_ri_tolak_bantuan_asing

• Keith E Bonn, A. E. (2000). Guide to Military Operation Other Than War: Tactics, Techniques, and Procedures for Stability and Support Operations: Domestic and International. Mechanicsburg: Mechanicsburg Stackpole Books 2000.

• Pinkowski, J. (2008). Disaster Management Handbook . Boca Raton: Taylor & Francis.

• UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI• UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana• Peraturan Kapala BNPB Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman

Pembentukan BNPB (Perka BNPB 1/2008) 15 Mei 2008• Peraturan Kapala BNPB Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman

Pembentukan BNPB (Perka BNPB 3/2008) 11 November 2008• Peraturan Kapala BNPB Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pedoman

Rehabilitasi dan Rekontruksi Pasca Bencana (Perka BNPB 11/2008) 17 Desember 2008

TNI amat mungkin digerakkan untuk menangani situasi

darurat bencana, namun hendaknya digunakan semirip

mungkin dengan latihan yang

telah dilakukan, kemampuan yang

dimiliki dan operasi yang pernah

dilaksanakan.

Page 23: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

23

Page 24: Maret 2010

Pendahuluan Prajurit disiapkan untuk melakukan tugas

menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, maka setiap prajurit dituntut harus memiliki disiplin dan loyalitas yang tinggi dalam pengabdiannya kepada tugas, satuan dan TNI serta harus terhindar dari terjadinya pelanggaran yang dilakukan dalam tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Globalisasi yang telah memasuki seluruh sendi kehidupan masyarakat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan kehidupan prajurit, sehingga secara langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap tugas dan pola kehidupan prajurit sehari-hari. Salah satu dampak negatif terhadap kehidupan prajurit adalah adanya kecenderungan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan pengabdian dan tugas, sehingga terjadilah pelanggaran prajurit. Dari data pelanggaran yang ada ternyata pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit baik kualitas maupun kuantitasnya meningkat. Kondisi ini sangat memprihatinkan kita semua, Pimpinan TNI telah berkali-kali menekankan agar pelanggaran yang terjadi

dapat ditekan seminim mungkin dan kepada pelaku pelanggaran agar diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dan dikenakan sanksi hukuman sesuai dengan perbuatan yang dilakukan.

Mekanisme proses penyelesaian perkara di Satuan mulai dari terjadinya pelanggaran sampai adanya putusan pengadilan melalui tahapan proses yang cukup panjang, posisi peran para penegak hukum terlihat sangan dominan. Untuk itu para penegak hukum harus mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara profesional, adil dan proporsional, agar setiap putusan yang dijatuhkan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan sehingga dirasakan memenuhi rasa keadilan dan dengan putusan yang adil akan memiliki efek jera bagi pelakunya dan berdampak terhadap prajurit lainnya agar tidak melakukan pelanggaran, dengan demikian tingkat pelanggaran

diharapkan akan menurun.

Peran Para Penegak HukumPara penegak hukum di lingkungan TNI terdiri dari

Ankum, Papera, Polisi Militer, Oditur, dan Hakim. Para penegak hukum memiliki peran masing-masing sesuai dengan tugas yang telah ditentukan dalam undang-undang.

Ankum sesuai dengan undang-undang memiki kewenangan :

Oleh : Laksamana Muda TNI Henry Willem, S.H, S.IP,M.H.

Kepala Babinkum TNI

OptimalisasiPERAN PENEGAK HUKUMDi Lingkungan TNI

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

24

Page 25: Maret 2010

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

1. Melakukan penyidikan terhadap prajurit bawahannya yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Polisi Militer/Oditur.

2. Menerima laporan hasil penyidikan dan penyidik Polisi Militer.

3. Memiliki kewenangan melakukan penahanan terhadap prajurit bawahannya selama paling lama 20 hari.

Perwira Penyerah Perkara sesuai dengan undang-undang memiliki kewenangan :1. Memerintahkan penyidik melakukan penyidikan.2. Menerima hasil penyidikan.3. Memperpanjang penahanan untuk setiap kali 30 hari

dan paling lama 180 hari.4. Menerima saran dan pendapat hukum Oditur untuk

menyerahkan perkara ke pengadilan atau menentukan perkara untuk didisiplinkan atau menutup perkara.

Polisi Militer sesuai undang-undang selaku penyidik memiliki kewenangan :1. Menerima laporan karena adanya tindak pidana.2. Melakakukan tindakan pertama di tempat kejadian 3. Mencari keterangan dan alat bukti.4. Melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan

dan pemeriksaan serta memanggil seseorang sebagai saksi atau tersangka atau mengadakan tindakan lain menurut hukum.

Oditur selaku penuntut umum memiliki kewenangan :1. Melakukan penuntutan juga memiliki kewenangan

melakukan penyidikan pemeriksaan tambahan.2. Melaksanakan penetapan Hakim atau putusan

Pengadilan dalam lingkungan Peradilan militer atau dalam lingkungan Peradilan Umum.

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

25

Page 26: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

26

Hakim sesuai dengan undang-undang memiliki kewenangan :1. Melakukan pemeriksaan dalam sidang peradilan.2. Memutus perkara prajurit.3. Membebaskan terdakwa dari tahanan atau melakukan

penahanan terhadap terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan.

Babinkum TNI dalam tugasnya melaksanakan

penegakan hukum dan pembinaan hukum di lingkungan TNI, melakukan pembinaan organisasi, administrasi dan finansial Oditurat dan Pemasyarakatan Militer. Dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum, Babinkum TNI telah berupaya seoptimal mungkin untuk menurunkan tingkat pelanggaran dan selalu membina para penegak hukum yang ada di lingkungannya agar dalam melaksanakan tugas selalu berpedoman kepada kepentingan hukum dan kepentingan mliter.

Peran Para Penegak Hukum Yang Diharapkan

Komandan satuan selaku Ankum memiliki peran yang sangat dominan untuk menentukan perkara pelanggaran yang terjadi di satuannya. Ankum dan Papera harus memiliki kepedulian terhadap kasus yang ada di satuannya dan mengerti serta memahami cara penyelesaiannya. Untuk itu Ankum dan Papera diharapkan :1. Memiliki kepedulian terhadap pelanggaran yang terjadi

di satuannya dan berupaya untuk segera menyelesaikan pelanggaran tersebut.

2. Pro aktif untuk selalu memonitor dan menanyakan perkembangan kasus yang terjadi kepada para pejabat yang terkait dengan penanganan kasus tersebut.

3. Mendorong untuk mempercepat kasus anggotanya dengan selalu koordinasi dengan lembaga yang terkait dengan penanganan kasus tersebut.

4. Ada kemauan untuk memberi rekomendasi kepada anggotanya yang terlibat kasus, jika dinilai angota tersebut masih bisa dibina di satuan.

Polisi Militer selaku penyidik wajib memilki kemampuan dan profesional melakukan kegiatan yang terkait dengan proses pemeriksaan, pengumpulan alat bukti dan pemberkasan, sehingga hasil penyidikan yang dikirimkan kepada Oditur Militer memenuhi syarat formal dan materiil sebagai dasar penuntutan bagi Oditur. Untuk itu, Polisi Militer kedepan diharapkan :1. Harus pro aktif untuk selalu koordinasi penyelesaian

perkara dengan satuan terkait.2. Pro aktif koordinasi dengan Oditur untuk melengkapi

berkas perkara yang sedang disusun, agar berkas perkara yang sudah dikirimkan tidak dikembalikan lagi karena alasan berkas kurang lengkap.

3. Secara rutin koordinasi dengan Ankum untuk melengkapi berkas perkara yang sedang disusun.

Oditur Militer selaku penuntut perkara pidana harus profesional dibidangnya, untuk itu seorang Oditur diharapkan :1. Memiliki pengetahuan tentang nilai-nilai yang

berkembang dalam kehidupan militer sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang.

2. Peka terhadap perkembangan hukum yang hidup di masyarakat.

3. Memiliki komitmen untuk segera menyelesaikan kasus yang dilimpahkan dari penyidik Polisi Militer dan hindari adanya penumpukan kasus yang diolah di Otmil.

4. Memiliki kepedulian untuk segera mempercepat pengolahan perkara yang ditangani dan hindari adanya kesan telah terjadi impunitas karena pengolahan kasus terkesan berlarut-larut.

Hakim Militer harus mampu menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara, bahwa seorang hakim harus memiliki kemampuan yang memadai di bidang hukum formil dan materil serta memahami nilai-nilai tata kehidupan yang berkembang di lingkungan TNI, karena tanpa memiliki kemampuan itu maka putusannya akan dirasakan tidak adil, untuk itu

Page 27: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

27

seorang Hakim diharapkan :1. Dalam putusannya mampu memberikan keseimbangan

berdasarkan keadilan dengan memperhatikan antara kepentingan hukum dan kepentingan militer.

2. Peka terhadap perkembangan hukum yang hidup di masyarakat.

3. Dalam putusannya harus bersifat pembinaan bukan pembalasan, sehingga akan dirasakan adil oleh prajurit.

4. Proses persidangan hendaknya cepat namun tidak menyimpang dari keadilan dengan mempertimbangkan berat-ringannya perbuatan yang dilakukan, proses persidangan yang berlarut-larut dapat menimbulkan adanya kesan impunitas.

Faktor PenghambatPara penegak hukum belum dapat melaksanakan

perannya secara optimal, karena masih banyak hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, sehingga pelanggaran masih sangat tinggi dan kasus yang terkesan lambat penyelesaiannya. Hambatan yang dihadapi antara lain :1. Dislokasi Oditurat Militer dan Oditurat Militer Tinggi

letaknya berjauhan dengan satuan, khususnya Otmilti yang berwenang menyidangkan Pamen hanya a d a d i tiga tempat yaitu, Medan, Jakarta dan Surabaya, sehingga jika terjadi kasus Pamen yang lokasinya jauh dari Otmilti harus menunggu beberapa perkara untuk dapat disidangkan.

2. Para Komandan satuan memiliki kewajiban ikut memonitor dan mengikuti perkembangan kasus prajuritnya yang diajukan untuk persidangan militer, namun belum semua satuan memiliki kepedulian sehingga terkesan diserahkan sepenuhnya kepada proses peradilan. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat penyelesaian perkara yang diajukan ke persidangan dan disisi lain kekurang-pedulian pimpinan terhadap nasib prajurit pelanggar akan dapat menimbulkan perasaan negatif bagi prajurit terhadap satuan.

3. Dalam melakukan tugas penyidikan masih perlu ditingkatkan, karena masih ada terkesan lambat dan ragu-ragu dalam menentukan posisi kasus dan menerapkan unsur pasal yang diajukan. Hal ini akan berdampak pada berkas yang sudah dilimpahkan akan

Hakim Militer harus mampu menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara, bahwa seorang hakim harus memiliki kemampuan yang memadai di bidang hukum formil dan materil serta memahami nilai-nilai tata kehidupan yang berkembang di lingkungan TNI,

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 28: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

28

dikembalikan lagi ke penyidik, karena dinilai k u ra n g memenuhi syarat formil dan materiil.

4. Lambatnya proses penyidikan, khususnya pengumpulan alat bukti dan saksi disebabkan terbatasnya dukungan dari Komando Atas, sehingga pemanggilan saksi dan pengumpulan alat bukti tidak segera dapat dilaksanakan.

Upaya Yang Perlu DilakukanPara penegak hukum harus mampu berperan secara

optimal sehingga permasalahan hukum di satuan dapat diselesaikan sampai tuntas dan proses penyelesaian kasus mulai tingkat penyidikan sampai keluarnya berjalan cepat sesuai dengan norma hukum dan putusan yang dijatuhkan dirasakan adil oleh prajurit. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya yang sinergis agar pelanggaran dapat ditekan seminim mungkin, adapun upaya-upaya tersebut adalah : 1. Kepedulian dan peran aktif pejabat yang terkait.

Semua yang terkait dengan proses penyelesaian perkara harus memiliki kepedulian dan kemauan untuk mendukung penyelesaian pelanggaran yang dilakukan prajurit yang ada di satuan. Hal ini untuk menghindari adanya kesan telah terjadi impunitas terhadap perkara di satuan, disisi lain para komandan satuan harus peduli terhadap penyelesaian kasus anggotanya dengan mengikuti perkembangan penyelesaian kasus, mulai dari tahap penyidikan di Polisi Militer, penuntutan di tingkat oditur sampai proses persidangan di tingkat pengadilan dan pelaksanaan putusan pengadilan.

Para Ankum/Papera diharapkan pro aktif memberdayakan Perwira Hukum yang ada di satuannya. Para Perwira Hukum yang ada di satuan-satuan harus pro aktif dalam membantu dan mendukung para Ankum dan Papera untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi di satuan, dalam upaya menekan terjadinya pelanggaran.

2. Proses penyidikan tidak berlarut-larut.

Para penegak hukum yang terkait dengan proses penyidikan, penuntutan dan pengambil pu-tusan harus profesional dibidang masing-masing, sehingga proses pengolahan perkara sampai pelimpahan kepada pengadilan militer berjalan tepat waktu. Para penyidik harus mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga proses penyidikan sampai pelimpahan kepada penuntut umum tepat waktu. Para penyidik harus harus mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga proses penyidikan sampai pelimpahan kepada penuntut umum tepat waktu, demikian halnya proses

penuntutan di pengadilan tepat waktu, sehingga tidak berlarut-larut dalam penyelesaiannya.

3. Meningkatkan kerjasama yang sinergis antar para penegak hukum.

Kerja sama ini bukan dalam arti kerja sama untuk membebaskan atau perbuatan lain yang bertentangan dengan undang-undang tetapi kerja sama dibentuk dalam rangka mempercepat dan memperlancar proses penyelesaian perkara. Kerjasama ini dapat diwujudkan dengan membentuk semacam pertemuan rutin antara KAKUM KOTAMA, POM, ASPERS KOTAMA, ASINTEL KOTAMA, ODITUR DAN HUKUM untuk membahas proses penyelesaian perkara yang ada di satuan dan mencarikan solusi penyelesaian yang terbaik. Upaya ini secara langsung akan berpengaruh terhadap percepatan proses penyelesaian perkara yang ada di Kotama sehingga secara tidak langsung akan menekan tingkat pelanggaran prajurit yang ada di Kotama.

4. Putusan Hakim setimpal dengan berat ringannya

tindak pidana.Agar putusan Hakim dapat memberikan efek jera

kepada para prajurit yang melanggar maupun praju-rit lainnya, maka putusan yang dijatuhkan harus setimpal dengan perbuatan pelaku pelanggaran dengan mempertimbangkan kepentingan hukum dan kepentingan militer. Keputusan hakim harus bersifat pembinaan bukan penghancuran, putusan tersebut bersifat pembinaan kepada prajurit untuk kembali menjadi prajurit yang berjiwa Sapta Marga. Namun jika nilai prajurit tersebut sudah tidak layak dipertahankan dalam dinas keprajuritan maka hakim dalam putusannya harus memberikan hukuman tambahan pemecatan. Disamping sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelanggar, maka kepada prajurit yang telah melanggar juga diberikan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5. Meningkatkan dan mengefektifkan Jam Komandan.

Pembinaan dan pengarahan Pimpinan Sa-tuan berupa Jam Komandan sangat penting untuk mencegah terjadinya pelanggaran, karena Komandan Satuan dapat memberi petunjuk dan memberi arahan serta untuk mengecek kesiapan prajurit dalam melaksanakan tugas. Disamping itu Komandan Satuan dengan bekal wawasan dan pengetahuan hukum yang dimiliki akan dapat memberi petunjuk kepada prajuritnya untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di satuan. Dengan demikian secara langsung atau tidak langsung Jam Komandan akan dapat mencegah

Page 29: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

29

terjadinya pelanggaran, minimal di satuannya, sehingga secara langsung akan dapat menekan pelanggaran.

6. Penyuluhan Hukum.

Kegiatan penyuluhan hukum di satuan sangat penting bagi prajurit agar para prajurit memahami paling tidak mengerti tentang norma hukum yang berlaku dan sanksi yang kemungkinan diterapkan terhadap pelaku pelanggaran. Disisi lain penyuluhan hukum sangat penting artinya bagi Pimpinan Sa-tuan, karena minimal para pimpinan mengerti dan memahami tentang tata cara penyelesaian perkara yang ada di satuannya, sehingga setiap perkara yang ada di satuannya dapat diselesaikan cepat, tepat dan tidak ragu-ragu. Namun di lapangan masih banyak ditemui para Pimpinan Satuan yang tidak hadir dalam penyuluhan karena dianggap kurang penting,

sehingga ketika terjadi kasus di satuan para Pimpinan mengalami kesulitan dan ragu-ragu bertindak atau paling fatal bertindak namun salah.

PenutupPelanggaran di satuan sampai saat ini masih sangat

tinggi dan Pimpinan sudah berulangkali menekankan agar menindak tegas pelaku pelanggaran dan menyelesaikan sesuai dengan proses hukum yang berlaku. Putusan hukuman yang dijatuhkan belum sepenuhnya dapat memberikan efek jera kepada prajurit, sehingga pelanggaran masih terus meningkat. Para Ankum dan Papera masih perlu meningkatkan kepedulian terhadap penyelesaian kasus yang ada di satuannya. Untuk dapat menekan tingkat pelanggaran dan mencegah pelanggaran prajurit di satuan, maka perlu segera dilakukan upaya-upaya yang sinergis dan berkesinambungan.

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

RIWAYAT HIDUP SINGKAT KABABINKUM TNI

Data Pokok.Nama : Henry Willem, SH, S.IP, MHPangkat : Laksda TNINRP/NBI : 8259Tempat/Tanggal Lahir : Sipogu/27 – 11 – 1952Jabatan : Kepala Babinkum TNIAgama : ProtestanKesatuan : Babinkum TNI

Pendidikan Militer.Sepawamil : 1978Kursus Panitera Mahmil : 1981 Susjur PA Administrasi Personel : 1982Sus Perwira Perundang-undanganc : 1990Sus Jabatan Oditur Militer : 1991Sesko AL : 1993Penataran P-4 Tingkat Nasional : 1994KSA XIV Lemhannas : 2006 Riwayat Jabatan.Kaur Karaum Bag Yustisi DiskumalKaur Bagian DiskumalKaro Kumla Data Bag Kumla DiskumalKasub Si Hatkum Subditbinkum DitwatpersalKadiskum Lantamal Ambon ArmatimKadiskum Lantamal V ArmatimKadiskum Lantamal I ArmabarKadiskum Lantamal KomarOditur Militer (jab. rangkap)Kadiskum ArmabarKasubdis Kumdang DiskumalSes DiskumalIrutkum Itsus Itjen TNIKabar Hukum Pokbar SeskoalKadiskumalWakababinkum TNIHakim Militer Utama (jab. rangkap)Oditur Jenderal TNIKababinkum TNI

Page 30: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

30

PENDAHULUANKeberhasilan pelaksanaan tugas TNI AD sangat

tergantung dari kemampuan para perwira sebagai unsur utama yang mengawaki organisasi TNI AD. Kemampuan tersebut dapat diperoleh dari pembinaan karier perwira yang terarah, tepat dan mantap, sejak diangkat menjadi perwira sampai dengan berakhirnya masa dinas keprajuritan.

Dalam pembinaan karier perwira, perlu diperhatikan keseimbangan antara kepentingan organisasi dan kepentingan perorangan, dengan lebih mengutamakan kepentingan orga-nisasi dalam keadaan tertentu. Oleh karena itu, pembinaan karier perwira yang dapat mengakomodasikan kepentingan-kepentingan tersebut, menjadi unsur penting dalam keberhasilan dalam pelaksanaan tugas TNI AD.

Pembinaan karier sebagai bagian dari pembinaan personel meliputi kegiatan untuk mewujudkan tercapainya pemenuhan norma-norma jabatan, kepangkatan dan pendidikan yang tepat. Dalam pelaksanaannya, ketiga unsur dalam pembinaan karier tersebut harus searah dan saling ketergantungan antar unsur-unsur pembinaan karier sehingga diperoleh hasil yang optimal dalam pembinaan karier prajurit.

Pembinaan karier perwira selama ini telah berjalan dan dapat mengakomodasikan kepentingan organisasi maupun kepentingan perorangan. Namun demikian, masih dirasakan perlunya perbaikan dan

penyempurnaan sehingga diperoleh hasil yang optimal dalam pemanfaatan personel dengan sebaik-baiknya yang tetap mengakomodasikan kepentingan organisasi dan kepentingan perorangan. Untuk itu perlu disampaikan

pemikiran tentang pembinaan karier perwira dalam mendukung pelaksanaan tugas TNI AD.

PEMBINAAN KARIER PERWIRA

Keberhasilan dalam pelak-sanaan tugas seorang perwira memerlukan suatu pembinaan karier yang terencana, terarah dan berlanjut serta memberikan pengembangan karier yang seluas-luasnya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan hal-hal pokok dalam pembinaan karier perwira sehingga dapat memberikan hasil yang optimal untuk pemanfaatannya.

Berpedoman pada Prinsip-Prinsip BinkarPembinaan karier memiliki prinsip-prinsip dalam

pelaksanaannya yang merupakan pedoman dalam penerapannya. Prinsip-prinsip dalam pembinaan karier adalah :1. Penggunaan dan pemanfaatan secara optimal

untuk kepentingan organisasi. Hal ini perlu disadari oleh setiap pihak, bahwa tidak ada prajurit yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan organisasi. Dengan demikian, setiap perwira harus diberikan pemahaman akan pentingnya dirinya bagi

PEMBINAANKARIER PERWIRADALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN TUGAS

Oleh :Brigjen TNI S. Aritonang

Dirajenad

Page 31: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

31

satuan dan organisasi TNI AD. Konsekuensi dari hal tersebut, organisasi tidak membutuhkan perwira yang tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi. Oleh karena itu, terbuka kesempatan yang luas bagi perwira yang sudah tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk pengembangan dirinya di luar TNI AD.

2. Penempatan pada jabatan yang tepat sesuai klasifikasi yang tepat. Hal ini sejalan dengan prinsip ”the right man on the right place”. Dengan demikian, untuk menduduki suatu jabatan tertentu, pemilihan prajurit harus selektif sesuai dengan norma-norma yang berlaku sehingga diperoleh prajurit yang benar-benar tepat pada jabatan tersebut. Jabatan yang diisi dengan perwira yang memiliki klasifikasi yang tepat pada jabatan tersebut akan meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan perwira dalam organisasi TNI AD.

3. Perbesar kemampuan, kecakapan, minat dan bakat melalui penugasan, pendidikan dan latihan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Setiap perwira perlu dibekali dengan pengalaman penugasan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Hal ini juga terkait dengan pendidikan dan latihan yang telah diperoleh sebelumnya. Dengan berbekal pengalaman penugasan yang merupakan kelanjutan dari pendidikan dan latihan, seorang perwira akan semakin berkembang kemampuan dan kecakapannya. Namun demikian, kesemuanya itu harus sesuai dengan potensi dan bakat serta minat perwira tersebut sehingga diperoleh pemanfaatan yang optimal dari potensi seorang perwira.

4. Mendorong agar mencapai prestasi kerja dengan memberikan keteladanan, rangsangan dan bimbingan. Setiap perwira membutuhkan dorongan untuk berprestasi seoptimal mungkin sehingga dapat mengaktualisasikan dirinya. Untuk itu perlu adanya bimbingan dan dorongan untuk berbuat yang terbaik. Melalui keteladanan, pemberian rangsangan dan bimbingan secara positif akan meningkatkan kemauan kerja seorang perwira untuk berbuat optimal dalam pelaksanaan tugas.

5. Memberikan kesempatan yang seadil-adilnya untuk pengembangan karier. Pemberian kesempatan adil bagi setiap perwira akan berdampak positif dalam memacu kerja seorang perwira. Adil tidak berarti memberikan kesempatan yang sama, namun adil berarti sesuai dengan penilaian yang diberikan kepada seorang perwira. Seorang perwira yang telah banyak berbuat yang terbaik berarti memiliki kesempatan yang lebih besar untuk pengembangan kariernya dibandingkan dengan perwira yang tidak mampu berbuat untuk kepentingan organisasi.

Memanfaatkan Sarana Pengendalian KarierSarana pengendalian karier merupakan sarana pokok

dalam pembinaan karier perwira. Pemanfaatan yang optimal sarana pengendalian karier akan memudahkan kegiatan pelaksanaan pembinaan karier prajurit. Sarana pengendalian karier yang dapat digunakan antara lain adalah :1. TOP/DSPP. TOP (Tabel Organisasi dan Perlengkapan)

dan DSPP (Daftar Susunan Personel dan Perlengkapan) digunakan untuk pengisian personel pada struktur organisasi. TOP/DSPP yang berisikan daftar jabatan disertai ketentuan pangkat yang diperlukan untuk menduduki jabatan tersebut merupakan elemen pokok dalam pengendalian karier. Dengan berpedoman

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 32: Maret 2010

pada TOP/DSPP yang menjadi rambu-rambu dalam pola pembinaan karier, akan diperoleh optimalisasi pemanfaatan perwira dalam mendukung pelaksanaan tugas.

2. Data Pokok Personel. Data pokok personel merupakan data perorangan yang harus dipelihara semaksimal mungkin sehingga diperoleh data prajurit yang lengkap, benar dan mutakhir sesuai dengan kondisi nyata terakhir prajurit yang bersangkutan. Secara umum, data pokok personel meliputi data perorangan dilengkapi dengan data pendukung lainnya, baik data riwayat jabatan, pangkat, pendidikan dan sebagainya yang berguna untuk pengacaraan personel. Data pokok personel yang lengkap dalam data base akan memudahkan penyusunan daftar eligble (daftar layak pilih) dalam kegiatan pembinaan karier.

3. Daftar Penilaian (Dapen). Daftar Penilaian Perwira atau Dapen Pa merupakan sarana untuk mengikuti perkembangan kemampuan profesional prajurit. Dapen yang dibuat secara periodik tentang penilaian terhadap perilaku, pelaksanaan tugas dan kemampuan seorang perwira dalam jangka waktu tertentu akan memudahkan kegiatan pembinaan karier untuk memperoleh prajurit yang terbaik untuk pengembangan karier selanjutnya.

4. Daftar Urut Kepangkatan dan Jabatan (Dafukaj). Daftar Urut Kepangkatan dan Jabatan (Dafukaj) merupakan susunan kepangkatan dan jabatan yang menjadi tolok ukur kesetaraan pangkat dan jabatan perwira dalam rangka pembinaan karier perwira. Dafukaj yang telah tersusun merupakan jenjang jabatan yang harus dilalui oleh seorang perwira untuk menduduki pangkat dan jabatan yang lebih tinggi. Dengan berpedoman pada Dafukaj, akan lebih jelas pemahaman perwira akan pola karier yang harus djalaninya untuk meraih karier yang lebih tinggi.

5. Talent Scouting. Talent Scouting adalah kegiatan seleksi terhadap kemampuan seorang perwira berdasarkan penilaian di dalam perjalanan kariernya yang digunakan sebagai pertimbangan dalam pengacaraan personel. Dalam setiap pengacaraan karier perwira perlu disusun daftar eligible atau layak pilih yang disusun berdasarkan peringkat dari hasil penilaian talent scouting. Dengan adanya daftar eligible yang telah disusun berdasarkan peringkat talent scouting tersebut, akan lebih memudahkan dalam memilih perwira terbaik untuk menduduki jabatan terbaik.

6. Konsultasi Karier. Konsultasi karier merupakan kegiatan komunikasi langsung antara pemimpin dengan yang dipimpin. Dalam hal ini setiap pimpinan wajib untuk memberikan penjelasan dan setiap bawahan

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

32

Page 33: Maret 2010

berhak untuk memperoleh penjelasan tentang berbagai kemungkinan pengembangan kariernya. Kewajiban untuk melakukan konsultasi karier sudah tertuang dalam tata cara pengisian Dapen Pa, sehingga setiap periodik dalam pengisian Dapen harus dilaksanakan konsultasi karier.

POLA PEMBINAAN KARIER PERWIRAPerwira berperan sebagai pemimpin, pemikir,

pemrakarsa, penggerak, penentu dan penanggung jawab keberhasilan tugas organisasi. Kualitas seorang perwira sangat menentukan keberhasilan tugas secara keseluruhan, baik mutu, efektivitas dan efisiensi maupun kinerjanya. Perwira memiliki totalitas dalam kepemimpinannya yang mewarnai organisasi TNI AD. Oleh karena itu, pola pembinaan karier perwira harus benar-benar disusun dan dilaksanakan secara cermat sesuai dengan prinsip-prinsip pembinaan karier.

Pola pembinaan karier perwira adalah suatu pola dalam menempuh karier bagi seorang perwira dalam pengabdiannya. Dalam pola pembinaan karier perwira

sudah tergambarkan secara umum perkembangan karier seorang perwira mulai dari saat diangkat menjadi prajurit sampai dengan berakhir masa dinas keprajuritannya. Dalam pola pembinaan karier harus selaras dengan kemungkinan-kemungkinan perkembangan karier seorang perwira.

Pola Dasar Karier PerwiraPola dasar karier perwira dirancang dalam 4 periode

pengembangan yang memiliki ciri masing-masing. Sejak diangkat menjadi prajurit, seorang perwira melalui periode pengembangan dasar (Pama). Dalam periode ini, seorang perwira harus sudah mengusai penguasaan taktik dan teknik sesuai dengan kecabangannya. Pelaksanaan tugas harus mengedepankan kepemimpinan lapangan atau tatap muka sehingga akan berkembang kepemimpinan dan tanggung jawab untuk pelaksanaan tugas di masa datang.

Selanjutnya dalam periode pengembangan profesi (Mayor dan Letkol), seorang perwira harus sudah diberikan penugasan yang relatif lebih sulit dan kompleks. Perwira yang terpilih melalui seleksi yang ketat dan obyektif akan memperoleh pendidikan lebih tinggi (Seskoad) sebagai bekal penugasan yang lebih berat.

Dalam periode bakti dan pengembangan lanjutan (Kolonel), seorang perwira diutamakan kemampuan berpikir dengan pemanfaatannya dalam organisasi dan mengemban tugas yang lebih besar. Pengembangan karier seorang perwira akan semakin selektif karena ruang jabatan yang semakin terbatas. Persaingan semakin ketat dan selektif untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu yang semakin terbatas. Pemanfaatan potensi yang dimiliki seorang perwira pada periode ini akan menjadi bekal untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi dan bermanfaat bagi organisasi.

Sedangkan periode dharma bhakti (Pati) merupakan periode terakhir yang merupakan pemanfaatan yang semaksimal mungkin dalam darma bakti seorang perwira. Jabatan strategis harus diberikan kepada perwira yang terpilih karena potensi dan prestasi serta hasil karyanya dalam organisasi.

Pada periode-periode tersebut, sebenarnya sudah terlihat perwira yang tidak layak untuk dikembangkan pemanfaatannya untuk organisasi. Oleh karena itu, dalam setiap periode harus diberikan kesempatan yang seluas-

luasnya untuk mengabdikan diri di luar TNI AD sehingga memberikan kesempatan kepada perwira lainnya untuk berkembang.

PENGEMBANGAN KARIER PERWIRASelain berpedoman pada pola pembinaan

karier perwira yang telah disusun secara terarah dan berkelanjutan, pengembangan karier perwira juga tidak terlepas dari berbagai pendukung yang harus dimiliki oleh setiap perwira dalam rangka pengembangan kariernya. Setiap perwira harus memiliki kemauan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dirinya, oleh karena untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi akan semakin selektif berdasarkan merit system. Dihadapkan dengan selektivitas pemenuhan jabatan secara merit system, setiap perwira harus dapat mengubah paradigma dalam pembinaan karier dan mampu membangun kompetensi dalam dirinya untuk menghasilkan karya terbaik bagi organisasi. Merit System

Merit system merupakan suau sistem pengelolaan sumber daya manusia yang didasarkan atas kemampuan dan prestasi seseorang dalam organisasi. Dalam

Perwira berperan sebagai pemimpin, pemikir, pemrakarsa, penggerak, penentu dan penanggung jawab keberhasilan tugas organisasi. Kualitas seorang perwira sangat menentukan keberhasilan tugas secara keseluruhan, baik mutu, efektivitas dan efisiensi maupun kinerjanya. Perwira memiliki totalitas dalam kepemimpinannya yang mewarnai organisasi TNI AD.

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]jurnal yudhagam

a | Tahun XX

X | B

ulan Maret 2010

33

Page 34: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

34

pembinaan karier perwira, dihadapkan dengan ruang jabatan yang semakin terbatas diperlukan merit system dalam pelaksanaan pengacaraan personel.

Jabatan pada golongan perwira merupakan jabatan yang selektif yang hanya dapat diduduki oleh prajurit-prajurit yang terpilih. Oleh karena itu, hanya perwira yang memiliki kemampuan dan berkualitas yang memperoleh prioritas untuk dipilih. Hal ini berarti tidak secara otomatis karena memiliki masa dinas keprajuritan saja, maka seorang perwira memperoleh suatu jabatan yang lebih tinggi.

Seorang perwira harus mampu bersaing secara obyektif menunjukkan yang terbaik untuk memperoleh jabatan yang terbaik oleh karena pembinaan karier yang berdasarkan merit system. Semakin tinggi jabatan tertentu yang akan diraih, maka akan semakin selektif dalam pemilihan personel yang berhak menduduki jabatan tersebut. Hal tersebut disesuaikan dengan ruang jabatan yang tersedia, dimana ruang jabatan diibaratkan sebagai piramida, semakin keatas maka semakin kecil.

Oleh karena itu, semakin tinggi suatu pangkat dan jabatan, maka akan semakin berat persyaratan yang harus

dimiliki seorang perwira. Dengan demikian, pembinaan karier perwira akan semakin selektif berdasarkan merit system dengan mengutamakan kualitas perwira, memilih yang terbaik dari yang baik.

Mengubah ParadigmaParadigma lama dalam pembinaan karier perwira

perlu diadakan perubahan dalam memandang pembinaan karier yang hanya berorientasi pada nilai persyaratan normatif ke arah paradigma baru yang lebih rasional. Pembinaan karier perwira harus lebih bersifat dinamis yang tercermin dari tuntutan kualitas dan kapabiltas seorang perwira selain persyaratan lainnya. Perwira saat ini dituntut harus lebih profesional dan memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan situasi perkembangan lingkungan strategis saat ini.

Perubahan paradigma yang terpenting adalah pemilihan jabatan strategis harus berdasarkan kualitas dan kemampuan profesional yang dimiliki seorang perwira. Selain hal tersebut, perlu disadari bahwa seorang perwira pilihan juga harus memiliki track record yang baik dalam pelaksanaan tugas sebelumnya. Seorang perwira harus dapat bekerja dengan keras, tidak hanya dapat meningkatkan kinerja satuannya, namun juga dapat

Seorang perwira harus mampu bersaing secara obyektif

menunjukkan yang terbaik untuk memperoleh jabatan

yang terbaik

memberikan citra positif bagi satuannya. Setiap perwira harus dapat menjadi agent of change dalam menuju yang lebih baik lagi.

Meningkatkan KompetensiKompetensi merupakan seperangkat keterampilan,

pengetahuan dan perilaku yang diperlukan seseorang untuk dapat dan mampu mengemban suatu tugas dan jabatan dengan berhasil. Dalam pembinaan karier perwira, pemilihan perwira yang terbaik harus didasarkan pada kompetensi seorang perwira yang diukur dari keterampilan, pengetahuan dan perilaku sehingga seorang perwira dapat menduduki jabatan yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, setiap perwira dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya, tidak cukup berpuas diri dengan kemampuan yang telah dimiliki. Setiap perwira harus terus berupaya untuk belajar dan terus belajar (endless to learn), sehingga dapat melahirkan ide dan karya yang konstruktif bagi kepentingan organisasi.

Dengan persaingan yang semakin ketat pada jabatan yang lebih tinggi, penilaian terhadap perwira harus didasarkan pada kompetensi yang dimiliki seorang

Page 35: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

35

perwira. Kompetensi yang dimiliki akan menjadi persaingan yang obyektif dalam seleksi karier perwira. Untuk itu, pembinaan karier perwira juga akan senantiasa berdasarkan pada kompetensi yang dimiliki .

PENUTUP Berdasarkan uraian di atas tentang pembinaan karier

perwira dapat diperoleh kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Kesimpulan.

Pembinaan karier prajurit yang terarah, tepat dan berkelanjutan adalah pembinaan yang dapat mengakomodasikan kepentingan organisasi dan kepentingan perorangan dengan lebih mengutamakan kepentingan organisasi. Dalam pembinaan karier prajurit perlu dipedomani prinsip-prinip pembinaan karier dan senantiasa memanfaatkan sarana pengendalian karier sehingga diperoleh peningkatan kemampuan prajurit untuk mendukung pelaksanaan tugas.

Pembinaan karier perwira harus sesuai dengan pola dasar karier perwira dengan tetap mengedepankan selektivitas dalam memilih perwira terbaik untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi dan semakin terbatas. Seleksi pendidikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi akan semakin selektif dengan mengutamakan kemampuan dan kualitas perwira.

Perubahan paradigma dalam memandang pembinaan karier perwira dari yang selama ini hanya berorientasi pada nilai persyaratan normatif ke arah paradigma baru yang lebih rasional. Dalam paradigma baru, pembinaan karier perwira lebih bersifat dinamis yang tercermin dari tuntutan kualitas dan kapabiltas seorang perwira serta harus lebih profesional dan memiliki kemampuan untuk menjadi agen perubahan.

Dalam pembinaan karier perwira, setiap perwira dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Setiap perwira harus terus berupaya untuk belajar agar dapat melahirkan ide dan karya bagi kepentingan organisasi.

Keterbatasan ruang jabatan pada level atas mengakibatkan perlunya pemberian kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengabdikan diri di luar TNI AD bagi prajurit yang sudah tidak dapat mengembangkan kemampuannya bagi organisasi TNI AD. Dengan pemberian kesempatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas prajurit yang mengawaki organisasi.

2. Saran. Setiap perwira agar memiliki kemauan untuk

meningkatkan kemampuan dirinya sehingga memiliki kompetensi yang dapat diandalkan dalam persaingan

untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Untuk itu, setiap perwira dituntut senantiasa belajar dan berlatih untuk menyiapkan diri dalam rangka pengembangan kariernya.

Dalam menghadapi tantangan tugas ke depan, setiap perwira harus berpacu untuk berprestasi dan meraih hasil yang terbaik dalam pelaksanaan tugas. Senantiasa berbuat yang terbaik untuk TNI Angkatan Darat akan meningkatkan daya saing perwira dalam pengembangan kariernya di masa depan.

Selain hal tersebut, diperlukan peran aktif setiap pimpinan untuk turut serta melaksanakan konsultasi karier bagi perwira bawahannya, sehingga diperoleh komunikasi timbal balik dalam rangka pembinaan karier perwira yang bersangkutan.

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

RIWAYAT HIDUP SINGKATNama : S. AritonangPangkat : Brigjen TNITempat / tgl lahir : Sidikalang, 9 September 1955Jabatan : DirajenadDikma : Akabri - 1978Dikmilti : Lemhannas - 2007

Riwayat Jabatan :- Kasi-3 Dim 1702/Wamena Kodam XVII/Trikora- Kaurtu Roum Inminpersmil Jaminpersad- Kaurbuk Ba/Ta Robuk Inminpersmil Janminpersad- Pasi Kat Ba/Ta Bagbinkar Minpersmil Ditajenad- Kaajenrem 131/Santiago Kodam VII/Wirabuana- Gumil Gol. VI Pusdikajen- Kasi Minpersmil Seskoad- Kabagpers Seskoad- Kasubbagsus Setumad- Pabandya Minu & Turjuk Spersad- Kaajendam I/Bukit Barisan- Danpusdikajen Kodiklat TNI AD- Irpers Itjenad- Dirajenad

Page 36: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

36

PendahuluanTNI memiliki tugas pokok membangun kedaulatan

nasional di seluruh wilayah Indonesia, salah satunya adalah membantu pemerintah dalam menangani program-program pembangunan nasional melalui pemberdayaan peran Komando Kewilayahan (Kowil) TNI AD secara optimal. Satuan Kowil TNI AD yang tergelar di seluruh wilayah Indonesia memiliki peran penting dan strategis dalam membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayahnya melalui operasi militer selain perang (OMSP).

Sesuai dengan itu, TNI bertanggung jawab membangun ketahanan nasional khususnya di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), yang merupakan salah satu bagian wilayah di Indonesia. Kalteng memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah baik berupa potensi hutan, perkebunan, pertambangan, perikanan, dan wisata alam. Dengan potensi kekayaan alam yang cukup besar dan kondisi wilayah yang berkarakter, menjadikan Kalteng sebagai daerah yang strategis dan merupakan aset yang bernilai tinggi sehingga diperlukan pengelolaan, pengawasan, pengendalian, dan pengamanan yang terkoordinasi secara baik untuk kesejahteraan masyarakat maupun kepentingan pertahanan dan keamanan.

Tulisan ini mengupas tentang pemberdayaan Kowil dalam membantu memberikan pemikiran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Tengah yang bermartabat, dan mengupas keberadaan

Korem 102/Pjg dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya untuk meningkatkan sistem pertahanan darat dalam rangka menjaga keutuhan wilayah NKRI di Provinsi Kalteng.

Potensi wilayaha. Lumbung Energi Nasional“Bumi Tambun Bungai” atau “Daerah Sejuta Sungai” adalah nama lain yang diberikan kepada Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) memiliki potensi sumber daya alam yang berlimpah dengan pertumbuhan ekonominya yang terus meningkat. Pertumbuhan Kalimantan Tengah pada triwulan III 2009 mencapai 4,94% yang didorong melonjaknya pertumbuhan pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Produk domestik regional bruto (PDRB) Kalimantan Tengah atas dasar harga berlaku pada triwulan I hingga III tercatat

Rp28,645 triliun. Angka pertumbuhan ekonomi Kalteng tercatat masih lebih baik dibandingkan angka nasional yang berada di posisi 4,2%. (data BPS Provinsi Kalteng).

Sementara dibandingkan dengan Provinsi lain di Kalimantan, secara berurutan yakni Kalimantan Selatan 5,0%, Kalimantan Tengah sebesar 4,9%, Kalimantan Barat 4,1%, dan Kalimantan Timur pada posisi 0,0% setelah semester pertama masih mencatat angka minus. Tercatat, pertumbuhan ekonomi tertinggi di Kalteng terjadi pada sektor keuangan, persewaan,

Oleh :Kolonel Inf Judi Haryanto

Pamen Denma Mabesad (Mantan Danrem 102/Pjg)

PemberdayaanKOMANDO KEWILAYAHAN Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kalimantan Tengah

Page 37: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

37

dan jasa perusahaan sebesar 15,4%, sedangkan yang terendah adalah sektor pertanian sebesar 0,7%.

Sektor-sektor yang mengalami kenaikan di antaranya yakni pertanian sebesar 0,72 persen, pertambangan dan penggalian sebesar 13,52 persen, industri pengolahan sebesar 3,58 persen, listrik, gas, dan air bersih sebesar 1,72 persen. Sementara sektor bangunan naik sebesar 8,52 persen, hotel dan restoran sebesar 9,44 persen, dan sektor jasa-jasa sebesar 6,64 persen.

Sejalan dengan itu, nilai ekspor Kalteng juga terus menanjak. Nilai ekspor Kalteng mulai menanjak setelah sebelumnya pada kuartal pertama tahun 2009 sempat mengalami penurunan. Nilai ekspor Kalteng Bulan Mei 2009 tercatat sebesar US$ 42,86 juta atau naik 79,03 persen.

Ekspor terbesar pada Mei 2009 dihasilkan dari komoditas lemak dan hewani/nabati sebesar US$ 33,31 juta yang sebagaian besar berasal dari produksi minyak

sawit mentah. Selain itu, ekspor Kalteng tersebut juga dihasilkan dari komunitas kayu dan ba-rang dari kayu dengan nilai US$ 5,6 juta serta bijih kerah dan abu logam senilai US$ 3,15 juta.

Negara tujuan eks-por komoditas Kalteng masih didominasi negara Malaysia, US$ 19,56 juta atau 45,64 persen, China dengan US$ 14,92 juta atau 34,81 persen dan Jepang US$ 2,89 juta atau 13,91 persen.

Secara geologis, Kalimantan Tengah ter-diri atas satuan batuan beku (25%) batuan sedimen (65%) dan batuan metamorf (10%). Ketiga satuan batuan ini membawa potensi bahan galian tambang yang beragam. Pada satuan beku ini, terdapat di bagian Utara Kalimantan Tengah dan dikenal sebagai “Borneo Gold Belt” tersimpan potensi emas dan perak serta

beberapa jenis logam dasar. Batuan sedimen terdiri atas tiga cekungan besar masing-masing cekungan Barito (bagian Tengah-Selatan-Timur Kalimantan Tengah), Cekungan Melawi (perbatasan dengan Kalimantan Barat), dan Cekungan Kutai (bagian Utara-Timur Laut Kalimantan Tengah). Ketiga cekungan ini mengandung cebakan minyak dan gas bumi, batu bara, logam mulia, dan logam dasar sekunder.

Sektor pertambangan akan menjadi prioritas Pemda Kalteng untuk mendongkrak pendapatan daerah. Di sektor pertambangan, Provinsi Kalimantan tengah secara serius memrioritaskan ekploitasi batubara. Di Kalimantan Tengah ini tersedia potensi 2,5 milyar ton batubara, terdiri atas 1,606 milyar ton dengan klasifikasi tereka, dan 684.931 juta ton dengan klasifikasi terukur. Target produksinya memang 5 juta ton per tahun, meskipun realisasinya baru mencapai 2 juta ton akibat kendala transportasi. Diperkirakan produksi 2009, akan mencapai 20 juta ton per tahun.

Bahan galian batubara tersebar merata antara lain di Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten Kapuas, Gunungmas, dan Kabupaten Katingan.

Selain batubara, Kalteng memiliki de-posit uranium yang dapat digunakan untuk pembangkit energi/listrik. Berdasarkan publikasi Ba-dan Tenaga Atom Nasional, kandungan uranium Kal-teng bisa dimanfaatkan secara optimal. Kondisi itu didukung letak geo-grafis yang relatif aman dari gempa dan bencana lainnya. Potensi energi listrik tenaga nuklir cukup rasional untuk dikembangkan di Kalteng menghadapi krisis mi-nyak dunia yang terus berlangsung.

Unsur uranium yang terkandung dalam pasir

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 38: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

38

zircon di Kalteng nilai totalnya mendekati 500 ppm. Nilai tersebut menyamai pasir zircon yang dihasilkan oleh Afrika Selatan dan relatif lebih tinggi dari pasir zircon yang dihasilkan oleh Australia. Hasil analisa pasir zircon Kalimantan Tengah yang dilakukan oleh BATAN ternyata mengandung unsur Hafnium yang tinggi. (data workshop Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) 24 Juni 2009).

Sektor kehutanan merupakan primadona masa lalu Kalimantan Tengah. Provinsi ini memiliki luas areal lahan kehutanan 13,494 juta hektar, atau sekitar 87% dari seluruh luas wilayah Kalimantan Tengah. Dengan karakteristik vegetasi penutupan lahan yang unik dan khas, hutan-hutan di provinsi ini dibagi dalam empat tipe penyebaran, masing-masing hutan hujan tropika seluas 10.350.363,87 ha; hutan rawa tropika seluas 2.383.683,31 ha; hutan rawa gambut seluas 2.280.789,70 ha; dan hutan pantai mangrove seluas 832.573,55 ha.

b. Asa di Bumi Tambun BungaiKalimantan Tengah adalah salah satu Provinsi yang

ada di dalam negara Republik Indonesia. Perjuangan untuk membangun Provinsi Kalteng yang bermartabat merupakan impian dari seluruh rakyat Kalteng, bahkan ketika Belanda masih menduduki Indonesia harapan tersebut sudah ada.

Perjuangan tersebut sebenarnya sudah dimulai oleh putra Kalteng sendiri, antara lain Panglima Batur yang merupakan seorang pahlawan perjuangan pada masa penjajahan Belanda yang membangkitkan semangat juang rakyat Kalimantan Tengah menghadapi penjajah Belanda. Ketokohan Panglima Batur memang benar-benar diakui dan dicintai oleh rakyatnya sehingga masyarakat Kalimantan Tengah beberapa waktu lalu mempersembahkan Monumen Panglima Batur yang ditempatkan di Taman Seribu Riam, Kota Muara Taweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, yang diresmikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI George Toisutta, didampingi oleh unsur Muspida setempat pada tanggal 9 Maret 2010.

Saat peresmian tersebut, Kasad menyampaikan : “Dengan berdirinya Monumen Panglima Batur akan dapat lebih menggelorakan tekad dan semangat juang para generasi penerus untuk mencapai cita-cita kemerdekaan berupa peningkatan kesejahteraan rakyat terutama kepada masyarakat Kalimantan Tengah”.

Sementara itu, tonggak periodesasi Kalteng menuju kejayaan peradaban dimulai ketika Palangkaraya disetting sedemikian rupa untuk menjadi ibukota negara. Perjuangan pun kembali dimulai saat

itu. Palangkaraya yang sebelumnya berupa hutan belantara disulap menjadi sebuah kota modern yang berintegrasi.

Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, saat ini Kalteng menapaki periodesasi menuju puncak pusat peradaban. Kalteng akan menjadi pusat budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan, pusat pemerintahan (Ibukota Negara Indonesia), dan pusat peradaban. Tentunya tidak ada yang tidak mungkin. Mimpi dan cita-cita Kalteng menuju kejayaan dan peradaban ada di pundak masyarakat Kalteng.

Mewujudkan suatu mimpi harus dimulai dengan kerja keras dan semangat kebersamaan. Berbagai kendala yang ada bisa dihadapi dan diselesaikan, jika seluruh komponen masyarakat bersatu padu. Penduduk asli, masyarakat Suku Dayak, menjunjung

Page 39: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

39

tinggi semangat gotong royong yang masih tetap terpelihara sampai saat ini. Suku Dayak memiliki tradisi kerja dalam “Habaring”, “Hurung”, “Handep”, dan “Harubuh”.

Perbedaan etnis tidak perlu dipersoalkan. Berbagai suku, ras, dan agama hidup damai di Kalteng sejak dahulu. Etnis Dayak jumlahnya paling besar pun terdiri dari berbagai subetnis. Hampir semua suku di Indonesia hidup rukun di Kalteng. Misalnya Suku Banjar, Batak, Madura, Melayu, Padang, dan Cina. Mewujudkan Kalteng sebagai miniatur kebhinekaan Indonesia menjadi modal dasar kejayaan peradaban Kalteng. Meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu dalam semangat “Bumi Tambun Bungai”.

Tak hanya bermodalkan kebersamaan, Kalteng memiliki sumber daya manusia yang berkualitas untuk membangun Kalteng. Satu kekuatan sudah terbangun ketika ada inisiatif mengundang cendekiawan/sarjana asal Kalteng yang mempunyai kepedulian membangun Kalteng kembali ke tanah kelahiran. Selain itu, upaya itu bisa membantu memfasilitasi dan menyalurkan tenaga kerja potensial dan profesional untuk terlibat dalam pembangunan Kalteng dalam arti konkrit hingga pelosok-pelosok pedalaman.

Dalam hal pembangunan sarana transportasi darat terus dilakukan dengan prioritas membangun jalan dan jembatan untuk membuka isolasi di Kalteng adalah suatu keharusan untuk memajukan perekonomian, yang sekaligus akan menambah kesejahteraan rakyat Kalteng. Keberhasilan suatu daerah berproduksi tetapi hasilnya tidak bisa dibawa ke pasar karena tidak ada jalan, maka semuanya akan sia-sia.

Sarana jalan dan jembatan akan mempermudah masyarakat dan pelaku usaha Kalteng berhubungan dengan provinsi tetangga, seperti Kalimantan Timur,

Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Terbukti, berdirinya jembatan Kahayan sepanjang 630 meter dan juga jalan layang Tumbang Nusa sepanjang 7,1 kilometer yang dibangun di atas rawa, mampu membuka masalah keterisolasian.

Dengan segala potensinya, Kalteng tidak saja hanya akan membantu membangun Kalteng tetapi juga seluruh Indonesia. Potensi yang demikian besar itu menjadi modal untuk mewujudkan cita-cita bahwa NKRI akan dibangun di Kalteng.

Faktor-faktor yang Memengaruhi a. Lingkungan Nasional

Dampak dari kondisi ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya yang tidak menguntungkan, terjadi di tanah air, akan berpengaruh pada kerawanan di bidang pertahanan dan keamanan. Konflik horizontal atau komunal, konflik vertikal atau separatisme, terorisme dan bentuk-bentuk kekerasan sosial yang lain, hampir tumbuh merata di seluruh sudut negeri. Belum lagi persoalan di wilayah perbatasan, baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun pertahanan dan keamanan. Di pihak lain, anggaran pertahanan negara yang relatif kecil dibandingkan negara-negara se-kawasan, menyebabkan kondisi pertahanan kita juga jauh ketinggalan dibanding negara-negara tersebut.

Selain itu, perdagangan bebas yang melanda dunia termasuk Indonesia, disamping berdampak positif juga negatif bagi perekonomian nasional. Namun, karena belum sepenuhnya mampu bersaing dengan perekonomian global, tetap saja menempatkan Indonesia pada posisi yang lemah dan hanya sebagai pusat serbuan produk-produk negara lain. Terpaan krisis ekonomi yang sesungguhnya masih terasa hingga dewasa ini, juga memosisikan Indonesia belum

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 40: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

40

mampu bersaing secara komparatif dan kualitatif dengan perekonomian global, bahkan dengan perekonomian kawasan (Asia Tenggara) sekalipun. Di pihak lain, pengelolaan sumber daya ekonomi dalam negeri, sumber daya alam, produk-produk domestik, iklim investasi dan sektor riil, belum sepenuhnya tumbuh dan berkembang kearah yang lebih menjanjikan. Bahkan, selama reformasi yang hampir satu dasawarsa terakhir ini, kegiatan pembangunan tidak tumbuh secara signifikan, akibat modal nasional seakan habis untuk memenuhi kebutuhan rutin (gaji pegawai dan belanja barang) serta membayar hutang. Akibatnya, infrastruktur ekonomi banyak yang tidak berfungsi, yang rusak tidak dapat segera diperbaiki.

Kebebasan pers yang berlebihan, demokratisasi yang berlangsung di semua bidang, tetapi bersandingan dengan perut yang kosong (karena kemiskinan dan daya beli yang rendah), ternyata menyuburkan perilaku sosial menyimpang, dalam bentuk anarkisme sosial. Kohesitas persatuan dan kesatuan nasional menurun. Nasionalisme keropos, solidaritas menipis, harmoni sosial meradang, konsumerisme dan hedonisme meningkat, serta budaya asing dianggap lebih hebat dari budaya sendiri. Masyarakat mudah marah, beringas dan putus asa. Ketegangan mudah berubah menjadi konflik dan pertumpahan darah. Perpecahan yang berlatar belakang suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), menjadi sumbu ledak yang setiap saat mengancam. Singkat kata, keanekaragaman sosial budaya tidak lagi menjadi berkah dan kekayaan, melainkan menjadi potensi kerawanan sosial budaya. Apalagi dengan munculnya trend baru dari para elit politik yang bergairah mendirikan Partai Politik, maka sempurnalah kerawanan itu, sebab ‘keanekaragaman sosial budaya masyarakat, diangkat dan dipertegas menjadi keanekaragaman politik aliran’.

b. Lingkungan Strategis Global dan RegionalMencermati perkembangan lingkungan strategis

global, regional maka perkiraan ancaman yang mungkin datang dari luar negeri adalah :1) Adanya permasalahan kasus sengketa perbatasan

yang meliputi garis batas landas kontinental NKRI yang bersinggungan dengan negara tetangga.

2) Pelanggaran wilayah yang dapat menyulut terjadinya ancaman yang dilakukan oleh negara lain.

3) Permasalahan keamanan perbatasan. Meliputi Per-batasan darat, laut, dan udara.

4) Gangguan keamanan udara, yakni : eksplorasi geo stationary orbiter, penerbangan gelap, aktifitas penerbangan asing dalam rangka mata-mata.

5) Bioterorisme. Pengembangan senjata biologis (racun dan kuman).

6) Politisasi standard produk global, menggunakan

olderisasi internasional.7) Politisasi isu lingkungan hidup, meliputi kerusakan

hutan, pencemaran lingkungan dan lainnya.8) Politisasi terorisme internasional, demokratisasi

kebablasan dan pelanggaran Hak Azasi Manusia.9) Pemaksaan masuknya budaya asing dalam rangka

memperlemah karakteristik Bangsa Indonesia.

Peran Kowil dalam Membantu Kesejahteraan Masyarakat Kaltenga. Peran Sentral Komando Kewilayahan

Penguasaan sumber daya kekayaan alam oleh pemegang-pemegang saham asing yang dapat merubah budaya dan kondisi sosial masyarakat sekitarnya yang bertentangan dengan nilai-nilai jati diri Bangsa Indonesia. Mengingat masalah perbatasan negara merupakan salah satu manifestasi dari kedaulatan wilayah suatu negara ditinjau dari letak geografis dan aspek geopolitik, maka pulau kalimantan yang oleh ALKI I dan ALKI II serta memiliki akses jalan darat yang menghubungkan antar negara Indonesia dengan Malaysia dinilai memiliki kerawanan yang tinggi terhadap berbagai ancaman yang bersumber dari sengketa wilayah perbatasan dan sumber daya kekayaan alam.

Sumber ancaman wilayah perbatasan yang mengemuka saat ini terhadap stabilitas keamanan negara adalah bersumber dari masalah pelintas batas, pelanggaran wilayah, klaim penguasaan wilayah yang bertendensi pada sumber kekayaan alam dan masalah-masalah kondisi sosial masyarakat, dimana kondisi tersebut menuntut upaya penanganan dan tindakan antisipasi dari pemerintah untuk meniadakan dan mengeliminasi setiap bentuk ancaman yang diprediksikan akan menggoyahkan stabilitas keamanan nasional.

Di daerah Kalimantan Tengah (Kalteng), hal tersebut akan mampu terwujud apabila wilayah perbatasan dan sampai dengan Kalteng memiliki konsep

Page 41: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

41

ketahanan wilayah yang tangguh dan berorientasi kepada sumber ancaman yang diprediksikan timbul, adanya garis batas wilayah yang jelas serta penataan RTRWP yang benar dan tepat.

UU RI No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara bahwa Pertahanan Negara diselenggarakan melalui usaha membangun, membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa serta menanggulangi setiap ancaman serta dinyatakan penyelenggaraan pertahanan dilaksanakan dengan Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta), melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya serta sarana dan prasarana nasional sebagai satu kesatuan pertahanan. Dalam kaitan strategi pertahanan, dihadapkan dengan konfigurasi geografis Pulau Kalimantan dan kekuatan nyata TNI khususnya TNI AD di satuan jajaran Kodam VI/Tpr, maka diperlukan strategi penangkalan yang dapat diandalkan melalui pengembangan konsep strategis yaitu konsep pertahanan wilayah pertahanan darat dengan pemberdayaan wilayah pertahanan darat yang merupakan upaya yang tepat untuk mengoptimalkan kemampuan ketahanan wilayah di daerah Kalimantan khususnya Kalteng dalam rangka meningkatkan sistem pertahanan negara.

Disamping itu, TNI memiliki tanggung jawab tentang pertahanan negara yang digelar di daerah-daerah dalam rangka membantu pemerintah daerah seperti diatur dalam UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI serta berdasarkan TAP MPR Nomor: VII/MPR/2000. Dijelaskan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Dalam rangka melaksanakan tugas pokok TNI, khususnya pemberdayaan wilayah pertahanan darat, TNI menggunakan konsep Komando Kewilayahan, TNI akan membina seluruh potensi wilayah yang meliputi potensi geografi, demografi maupun kondisi sosial agar dapat menjadi ruang, alat, dan kondisi juang yang tangguh. Pencapaian kondisi tersebut harus dapat dilaksanakan secara maksimal dan tentunya harus dapat dilakukan secara bersama-sama dengan komponen bangsa lainnya.

Letak Provinsi Kalteng yang merupakan wilayah tanggung jawab Komando Resort Militer 102/Panju Panjung (Korem 102/Pjg) berada antara tiga provinsi tetangga yaitu di sebelah utara dengan sebagian wilayah Provinsi Kalbar dan Kaltim, di sebelah timur dengan sebagian Provinsi Kaltim dan Kalsel, serta di sebelah barat dengan Provinsi Kalbar. Dengan

demikian, wilayah Provinsi Kalteng berada di daerah belakang dari gelar pertahanan Komando Daerah Militer VI/Tanjungpura (Kodam VI/Tpr), khususnya dalam menghadapi bentuk ancaman konflik di perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. Korem 102/Pjg yang merupakan bagian dari salah satu satuan jajaran Kodam VI/Tpr sebagai Sub Kompartemen Strategis adalah bentuk gelar pertahanan yang menyelenggarakan upaya perlawanan wilayah di Kalteng berpedoman pada ketentuan dan kebijakan satuan atas dalam penataan wilayah pertahanan darat melalui pemberdayaan wilayah pertahanan darat guna mendukung tugas pertahanan otoritas dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di daerah Kalimantan.

Tentunya dalam mewujudkan hal tersebut perlu pemahaman yang sama dengan komponen lain di wilayah Korem 102/Pjg baik dari pihak pemerintah

daerah maupun kelompok masyarakat yang ikut bersama-sama terlibat dalam pemberdayaan wilayah pertahanan darat. Sesuai dengan dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun ketahanan wilayahnya, sehingga dapat mewujudkan daya tangkal terhadap setiap ancaman.

Mengantisipasi potensi konflik perbatasan dengan negara tetangga, jajaran Korem 102/Pjg Kalteng, sebaiknya ditempatkan/dibangun Brigade Infanteri yang akan ditempatkan di pos penjagaan perbatasan dengan Malaysia. Kawasan yang sangat rawan dicaplok terutama di Kabupaten Murung Raya, karena kawasan ini terdapat jalan dan sungai yang bisa langsung tembus

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 42: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

42

ke negara tetangga.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)

jumlah penduduk Kalteng pada 2009 tercatat 2.089.761 jiwa, yang terdiri dari 48,67% perempuan dan 51,33% laki-laki serta tingkat kepadatan penduduk yang tergolong jarang, dimana hanya sekitar 13 orang per km², memiliki komposisi suku terdiri dari Suku Dayak sebagai penduduk asli dan beberapa suku pendatang, antara lain: Madura, Melayu, Jawa, Banjar, Batak, bugis, Bali, dan lainnya. Sedangkan warga keturunan Cina merupakan penduduk yang mendominasi perekonomian karena sebagian besar banyak bekerja di bidang jasa, kehutanan, pertambangan, dan perkebunan.

Untuk pengawasan, pengendalian, dan penga-manan di wilayah Kalteng dari ancaman kelompok yang tidak bertanggung jawab, bukan menjadi tanggung jawab TNI, Polri, atau Pemda Kalteng saja, tetapi juga seluruh komponen masyarakat di Kalteng. Masyarakat juga wajib berpartisipasi menciptakan stabilitas daerah serta bersikap peduli dengan dilandasi oleh semangat kebangsaan Indonesia dan kebersamaan, karena hal ini merupakan landasan yang kuat untuk membangun dan menjaga segenap potensi yang ada di wilayah Kalteng.

b. Merangkul Rakyat Korem 102/Pjg dan Polda Kalteng selalu berupaya

untuk mengajak atau melibatkan pemerintah daerah beserta seluruh komponen masyarakat dalam setiap melaksanakan kegiatan, agar selalu sinergis dan kompak sehingga tetap terpeliharanya stabilitas yang kondusif yang akhirnya proses pembangunan dan pertahanan keamanan dapat berjalan dengan lancar dan sukses.

Untuk membangun ketahanan dalam rangka menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI di Kalteng,

TNI dalam hal ini Korem 102/Pjg bersama jajaran Polda Kalteng dan Pemerintah Daerah Kalteng beserta seluruh komponen masyarakat harus terus-menerus berkoordinasi melakukan berbagai langkah untuk mewujudkan kebersamaan.

Pertama, manfaatkan semaksimal mungkin program TMMD dan TMMK, dimana kedua program lintas sektoral tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang diharapkan semakin mempererat kemanunggalan TNI–Rakyat yang ber-muara pada terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa yang semakin kokoh.

Kedua, operasi PAM kunjungan Presiden dan Wakil Presiden RI atau kepala negara asing yang setingkat presiden di Kalteng harus dapat berjalan dengan aman, lancar, dan sukses. Hal ini dikarenakan kerja sama dan koordinasi yang baik antara seluruh aparat dan komponen masyarakat yang dilandasi semangat kebersamaan yang tinggi.

Ketiga, penanggulangan bencana alam yang sering terjadi di wilayah Kalteng, seperti kebakaran hutan dan lahan serta bencana banjir yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam maupun non alam, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, dan dampak psikologis. Untuk itu, Korem 102/Pjg, juga bersama jajarannya dengan satgas PRC PB yang dimiliknya senantiasa selalu siap digerakkan, bahkan selalu siap berada di lapangan bila bencana datang.

Keempat, tatap muka Danrem 102/Pjg dengat KBT, para veteran, pejuang, Pepabri, unsur Polri, Pemda, Tomas, dan Todat dengan memanfaatkan Gedung Joang’45. Hal ini diselenggarakan dengan harapan melalui pertemuan ini akan mempererat tali silaturahmi yang dapat membangun suatu

Page 43: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

43

kebersamaan, kekeluargaan, dan saling percaya sehingga dapat menghadapi berbagai macam bentuk tantangan maupun ancaman dengan baik sebagai wujud pengabdian kepada bangsa dan negara.

Kelima, melaksanakan anjangsana dengan mengunjungi para pejuang, veteran, panti asuhan, dan Purnawirawan. Hal ini dilakukan sebagai wujud kepedulian dan kebersamaan sesama anak bangsa dan sekaligus memperat tali silaturahmi agar jangan sampai terputus.

Keenam, membantu pelaksanaan operasi pem-berantasan illegal logging dan illegal maining secara intensif yang dilakukan secara terpadu dengan melibatkan instansi terkait dan masyarakat, kegiatan tim operasi illegal logging ini diketuai oleh Wagub Provinsi Kalteng Ir. H. Ahmad Diran dengan tujuan untuk menyelamatkan dan mengamankan kekayaan alam/aset daerah yang dimiliki Kalteng.

Ketujuh, membantu Pemda melalui wadah KONI melaksanakan program membangun prestasi

olahraga. Salah satunya adalah menggelar turnamen bulutangkis Danrem 102/Pjg Cup se-Kalimantan Tengah yang didukung oleh pemerintah daerah dan segenap lapisan masyarakat dihadiri unsur Muspida. Kegiatan ini merupakan wahana untuk membangun prestasi olahraga dan mencari bibit andal di kalangan atlet bulutangkis sekaligus sebagai wahana untuk memantapkan kebersamaan antara TNI dan komponen masyarakat.

Kedelapan, menggelar kegiatan yang berskala nasional seperti parade sepeda tua dan sepeda santai, serta kontes nasional sepeda tua piala Pangdam VI/Tpr. Kegiatan ini bertujuan untuk menggalang keakraban dan kebersamaan antara masyarakat, TNI, dan Polri juga menunjukkan bahwa Kalteng kondusif. Dalam

kegiatan ini dilakukan juga penanaman pohon.

Kesimpulan dan HarapanDalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi

dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalteng diperlukan berbagai upaya dan langkah terobosan yang komprehensif. Langkah utama yang yang harus dilakukan adalah membuka peluang dunia investasi yang didukung regulasi perizinan dan jaminan kepastian hukum. Saat ini, berbagai hal penunjang peluang investasi di Kalteng sudah saling mendukung dan terintergrasi. Dari segi keamanan dan ketertiban (kamtibmas), cukup kondusif bagi dunia investasi. Potensi sumber daya alam juga sangat besar.

Demikian juga sarana dan prasarana infrastruktur transportasi cukup tersedia. Untuk itu, rencana pembangunan rel kereta api sepanjang Kalimantan, mulai poros Selatan, Tengah, Barat dan tembus ke Kalimantan Timur, melalui kawasan utara Kalimanatan, harus segera terealisasikan. Demikian juga perpanjangan landasan pacu

pesawat terbang Bandara Tjilik Riwut perlu diwujudkan, sehingga pesawat dari luar negeri bisa terbang langsung ke Kalteng, maupun kota lainnya di Kalimantan, baik untuk kepentingan bisnis maupun pariwisata.

Secara khusus, dalam hal ketersediaan pasokan energi (listrik) untuk keperluan industri, telah dilakukan berbagai terobosan yang berkelanjutan. Kalteng berencana mengembangkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 x 100 Megawatt. Proyek tersebut akan dikembangkan dengan pola IPP (Independent Power Producer) atau mendirikan pembangkit listrik di mulut tambang. Kedepan, Kalteng menyiapkan diri menjadi lumbung energi listrik, sehingga mampu menyuplai kebutuhan listrik Pulau Jawa melalui kabel bawah laut.

Persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 44: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

44

(RTRW) Kalteng yang secara langsung memengaruhi investasi perlu mendapat prioritas penyelesaian. Permasalahan RTRW Kalteng telah mendapat respon langsung dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ketika menghadiri ramah-tamah para gubernur se-Indonesia anggota Asosiasi Pemerintah Seluruh Indonesia (APPSI) di Aula Jayang Tingang, awal Desember 2009. presiden SBY mendorong agar legislatif di pusat membahas kembali tentang undang-undang yang menyangkut soal kehutanan. Produk undang-undang tidak boleh justru menghambat kesejahteraan rakyat.

Terkait investasi asing, Pemerintah Daerah Kalteng juga telah menyiapkan proyek perdagangan karbon (carbon trade) untuk mengurangi pemanasan global. Saat ini telah dilakukan penelitian dengan melibatkan ilmuwan dari Amerika Serikat. Carbon trade diharapkan mampu menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, sekaligus menyejahterakan masyarakat yang tinggal di kawasannya. Luas Kalteng yang mencapai 1,5 kali Pulau Jawa atau seluas 15,3 juta hektar. 90 persen merupakan kawasan hutan. Dengan konsep carbon trade, diharapkan pemerintah dan masyarakat Kalteng diwajibkan menjaga kelestarian hutan, lahan, dan lingkungan dari penebangan pohon pada suatu areal yang telah dipilih dan ditetapkan memiliki kandungan karbon tinggi, selanjutnya pihak asing memberikan kompensasi dana dan biaya atas usaha pelestarian itu.

PenutupDemikian tulisan tentang “Pemberdayaan Kowil

dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kalteng” ini dibuat. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam membantu memberikan pemikiran guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalteng secara khusus, serta dapat digunakan untuk meningkatkan sistem pertahanan darat dalam rangka menjaga keutuhan wilayah Kalteng dalam kerangka NKRI.

Daftar Pustaka1. Nila Suseno, Tjilik Riwut berkisah. Lanjutkan

aksi Kalimanantan dalam Tugas Operasional Militer pertama pasukan payung Angkatan Udara Republik Indonesia.

2. Wijanarka Soekarno : Konsep dan Makna Desain rencana Ibukota Republik Indonesia di Palangkaraya (2004)

3. Majalah Tokoh Indonesia, Agustin Teras Narang.4. Nila Suseno, Manaser Panatau Tatu Hiyang,

menyelami kekayaan leluhur.5. Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan

Tengah.6. UU RI No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan

Negara.7. Tabloid Detak, 2010 Kalimantan bentuk dua

Kodam, edisi 093, tanggal 01/07 September 20088. www.propinsikotawaringin.blogspot.com

Riwayat HidupSebagai anggota TNI, Judy Harianto pernah

ditugaskan di sejumlah kesatuan militer. Judy Harianto, kelahiran Banjar, sempat bertugas di lingkungan pasukan tempur, intelijen hingga komando teritorial. Judy Harianto, lulusan Akabri 1981, pernah mengikuti operasi kemiliteran TNI. Diantaranya, “Operasi Timor Timur”, “Operasi aceh”, “Operasi Irian Jaya” dan : Operasi Waskita”.

Berbagai tanda jasa disandang Judy Harianto. Yakni, SL Seroja, GOM. Aceh, Raksaka Dharma, Dharma Nusa, Dwija Sista, SLK VIII Thn, SLK XVI Thn, SLK XXIV Thn, dan Bintang Kartika Eka Paksi. Judy Harianto juga pernah ditugaskan di sejumlah negara. Diantaranya Singapura, Thailand, Malaysia, China dan Jepang.

Di bidang intelijen militer, Judy Harianto mengikuti berbagai pendidikan intelijen, salah satunya Susjurpa Intel Pur dan Suspa Intel strat Tk. I. sejalan dengan itu, Judy Harianto mendapat tugas di lingkungan intelijen, yakni sebagai Waas Intel Kasdam I/BB, Wadan Pusdik Intel Kodiklat TNI AD, Dansatgas Intel Intel BAIS TNI, Asintel Kasdam I/BB, Danpusdik Intel Kodiklat TNI AD, hingga Paban VI/Min Intel Spamad.

Pada 1995, Judy Harianto menyelesaikan Seskoad. Sementara Susdanrem pada 2006 dan Sesko TNI ditempuh pada 2009. Judy Harianto mendapat jabatan danrem 102/Panju Panjung sejak Desember 2007.

Judy Harianto, aktif menuangkan gagasan dan pemikirannya dalam berbagai forum, penulisan artikel di media massa dan penulisan buku. Selain bidang pertahanan keamanan dan intelijen, Judy Harianto memiliki minat besar dalam masalah sosial, ekonomi dan politik.

Page 45: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

45

Page 46: Maret 2010

Pendahuluan.Perkembangan global menjadikan semua bangsa

bergerak menggelinding mengiringi tuntutan kemajuan dan dinamika zaman. Tentunya dalam mengharmoniskan laju perubahan tersebut, sebuah Negara akan berupaya mendinamisasikan instrumen pemerintahnya untuk senantiasa bersinergis dengan semua elemen masyarakat guna meraih cita-cita dan tujuannya. Demikian juga Bangsa Indonesia dari masa ke masa selalu mencari formulasi kepemerintahannya kearah kelembagaan birokrasi yang professional dalam wujud reformasi birokrasi sebagaimana dirasakan dewasa ini. Tuntutan reformasi aparatur negara kiranya tidak boleh ditinggalkan dan disepelekan, bahkan mutlak diperlukan guna menciptakan pemerintahan yang kredibel, responsif dan akuntabel bersifat komprehensif dan integral dalam rangka mengemban amanah guna memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Untuk mengimbangi tuntutan yang terjadi, TNI AD selalu berusaha agar dapat menempatkan dirinya secara akomodatif, bahkan senantiasa mengedepankan yang terbaik bagi rakyat adalah yang terbaik bagi TNI AD. Hal ini dibuktikan dengan tekadnya untuk melaksanakan reformasi internal baik struktural maupun kultural melalui redefinisi, reposisi dan reaktualisasi sehingga telah mentransformasikan diri menjadi lembaga yang

semakin profesional dan proporsional. Kinerja tampak dioptimalkan sebagai tuntutan predikatnya sebagai prajurit : rakyat, pejuang, nasional dan profesional.

Tentunya dengan akan diterapkan-nya remunerasi bagi personel TNI/AD, maka mau tidak mau pencapaian Tupoksi dapat diselaraskan dengan indikator kinerja dan indikator kegiatan. Selain itu kiranya perlu dicermati berbagai aspek yang pantas mendapatkan perhatian berkaitan dengan remunerasi, yaitu: latar belakang, dampak-dampaknya, harapan, konsekuensi dan tindakan antisipasinya sehingga dikemudian hari tidak menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan.

Latar Belakang.a. Pengertian Remunerasi

Berbagai pengertian remunerasi dapat kita lihat diantaranya menurut Peter Salim pengertian remunerasi adalah pembayaran upah atau imbalan (Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, Sevent Edition, Jakarta: Modern English Press, 1966, hlm. 126). sedangkan menurut Prof. Dr. Sidik Priadana dari Universitas Pasundan Bandung, remunerasi adalah pemberian gaji yang memuaskan baik oleh pengusaha ataupun oleh pekerja.

Sementara itu menurut Prof. Suryatin Sumarsih, dari Universitas Pajajaran Bandung, bahwa yang dimaksud dari remunerasi adalah pemberian gaji atau

Oleh : Kolonel Cba Ir. Drs. Djoko Susilo, M.T.

Waka Disjarahad

REMUNERASI BAGI PERSONEL TNI ADDampak, Harapan Dan Konsekuensi

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

46

Page 47: Maret 2010

balas jasa harus adil dan berimbang dengan kebutuhan, sehingga memberikan kepuasan maksimal kepada para buruh dan majikan, bawahan dan atasan. Bahkan Fayol (1924), menegaskan bahwa remunerasi sebagai bagian dari prinsip-prinsip umum manajemen.

Dalam tulisan ini yang dimaksud pengusaha adalah negara, sedangkan pekerjanya adalah anggota TNI. Adanya remunerasi menjadikan keduanya saling puas, akibatnya pada satu sisi anggota TNI kesejahteraannya meningkat karena kinerjanya juga meningkat, disisi lain negara mengharapkan adanya daya tangkal pertahanan negara andal dan pembangunan menjadi semakin lancar dan mantap.

Bertolak dari pengertian remunerasi tersebut di atas maka sebagai substansi remunerasi adalah pemberian penghasilan atau upah yang sepadan dan saling menguntungkan, merasa ada kesetaraan kepuasan antara yang pengusaha dan pekerja karena ada hasil yang memenuhi sasaran. Dalam kaitannya dengan penggajian bagi pegawai negeri termasuk TNI Polri di dalamnya, maka pemberian gaji tersebut telah diatur dalam perundang-undangan yang terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan.

Untuk itu perlu kita melihat ke belakang untuk dapat mencermati berbagai masalah yang berkaitan dengan penggajian khususnya yang dirasakan oleh prajurit TNI/ AD. Walaupun dari awal perlu disadari bahwa gaji yang mencukupi kebutuhan itu “relatif” bagi setiap personel. Bisa jadi ketika gaji sedikit tetapi kecukupan, namun ketika gaji besar malah merasa kurang. Hal ini masih dalam batas kewajaran sebagai fitrah manusia yang lemah dan terus merasa kurang. Bertolak dari hal tersebut mengisyaratkan bahwa pembinaan mental kiranya perlu terus dilaksanakan guna pemeliharaan dan peningkatan mentalitas prajurit senantiasa selalu terjaga dengan baik dan benar agar remunerasi dapat mencapai hasil sebagaimana mestinya.

b. Kelahiran Sebagai Prajurit Profesi.Kelahiran TNI berbeda dengan sebagian besar

kelahiran Angkatan Perang negara-negara lain di dunia. TNI lahir dari “rahimnya” kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai awal pembentukannya adalah pada tanggal 22 Agustus 1945 Pemerintah memaklumkan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian tumbuh terus sehingga pada tanggal 5 Oktober 1945 terbentuklah Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pembentukan TKR ini tidak lepas dari perkembangan situasi saat itu yaitu mengingat kedatangan Inggris (mewakili tentara Sekutu) dan situasi mulai tidak aman, barulah pada

tanggal 5 Oktober 1945 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat tentang pembentukan tentara kebangsaan yang diberi nama Tentara Kemanan Rakyat (TKR). Isi maklumat pemerintah tersebut adalah “Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat”. Pembentukan TKR ini mendapat sambutan yang spontan dari

rakyat Indonesia, khususnya para pemuda. BKR-BKR yang sudah ada secara otomatis ditransformasikan menjadi TKR. Begitu juga sebagian dari badan-badan perjuangan dan laskar-laskar rakyat ada yang masuk menjadi anggota TKR. Jumlah pemuda yang memasuki TKR melebihi dari pada apa yang dikehendaki untuk menyusun sebuah organisasi tentara yang teratur (Mabes TNI, Sejarah TNI Jilid I (1945-1949), Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, 2000, hlm. 1-2). Disinilah sebagai awal bahwa prajurit sebagai profesi yang kemudian terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, kemudian ditegaskan oleh Pangsar Jenderal Sudirman bahwa “Tentara tidak boleh

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]jurnal yudhagam

a | Tahun XX

X | B

ulan Maret 2010

47

Page 48: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

48

menjadi alat suatu golongan atau orang siapapun juga” (Mabesad, Rute Perjuangan Gerilya Pangsar Jenderal Sudirman, Jakarta: Disbintalad, 2008, hlm. Xxiii).

Dalam perkembangannya, organisasi TKR mengalami beberapa kali perubahan nama diantaranya pada tanggal 7 Januari 1946 TKR berubah nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR). Pada tanggal 25 Februari 1946, TKR berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Kemudian pada tanggal 3 Juni 1947, TRI kembali berubah nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Demikianlah latar belakang lahirnya profesi sebagai anggota TNI. Pada saat itu rakyat Indonesia umumya dan para pemuda khususnya memutuskan untuk menjadi anggota TKR tidak mengharapkan imbalan atau gaji dari pemerintah. Disinilah adanya istilah “tentara sukarela”. Mereka masuk menjadi anggota TKR semata-mata adalah untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan. Jangankan meng-harapkan gaji dari pemerintah, para pejuang tersebut malahan rela mengorbankan harta dan benda dan bahkan nyawa mereka untuk perjuangan mempertahankan ke-merdekaan tersebut.

Keadaan seperti tersebut di atas berlangsung sampai berakhirnya perang kemerdekaan dan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Setelah perang ke-merdekaan tersebut barulah pemerintah mampu memberikan gaji kepada anggota TNI namun gaji yang diterima oleh anggota TNI tersebut masih belum mencukupi kebutuhan sehari-hari, terutama bagi anggota yang berpangkat rendah. Sampai saat sekarang telah lebih 64 tahun usianya, penghasilan anggota TNI masih sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan mereka. Dengan adanya rencana pemerintah untuk memberikan remunerasi, tentu akan memberi harapan baru, rasa optimisme, dan kegairahan kerja dalam melaksanakan tugas pokok sebagai aparat pertahanan.

c. Perkembangan Penggajian Untuk Prajurit.Pada masa perjuangan, periode perang

kemerdekaan tahun 1945- 1950, menjadi tentara bukan pertimbangan untuk mendapatkan gaji, tetapi sebagai panggilan hati untuk turut serta berjuang guna mempertahankan kemerdekaan. Bahkan mereka rela mengorbankan harta benda dan nyawanya. Sistem penggajian waktu itu bisa dikatakan tidak jelas, tetapi hasilnya jelas dan membanggakan.

Paska tahun 1950 penggajian anggota militer berdasar Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1950, kemudian diubah dengan UU Darurat Republik Indonesia Serikat Nomor 27 tahun

1950, lebih lanjut diubah dengan UU Nomor 8 tahun 1955 menempatkan gaji militer jauh dari cukup. Baru kemudian dengan diterapkannya UU No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian; status dan hak prajurit termasuk penggajian mulai dirasakan telah sedikit ada peningkatan.

Pada tahun 1950 peme-rintah dibawah PM Hatta, memberlakukan prinsip obyek-tivitas civilian control over the militer, yaitu dengan langkah mentransformasikan TNI yang lahir sebagai: Tentara Nasional, Tentara rakyat dan tentara revolusi dengan mantan anggota KNIL yang sementara itu berseberangan; hal ini senantiasa menjadikan tantangan bagi prajurit TNI AD (Nugroho Notosusanto (ed), Pejuang dan Prajurit, Jakarta: Sinar Harapan, 1984, hlm. 61). Untungnya bahwa saat itu para prajurit pada umumnya tidak pernah memikirkan karier militer, mereka menjadi anggota prajurit hanya berkeinginan untuk bisa turut serta dalam perjuangan

mempertahankan kemerdekaan tanah air dari invasi asing yang ingin menguasai wilayah nusantara sebagaimana sebelum Perang Dunia kedua. Untuk itu, tidaklah mengherankan masalah gaji bagi prajurit TNI AD dalam sejarah belum pernah dipersoalkan, sebagaimana menuntut kenaikan gaji dengan demonstrasi, mogok, unjukrasa, dan lainnya. Masalah

Dalam perjalanan waktu perhatian terhadap prajurit terus meningkat, ditandai dengan

semakin naiknya gaji mereka ; walaupun kalau dihadapkan dengan kebutuhan hidup ternyata gaji tersebut juga masih jauh dari cukup. Hal

ini disebabkan karena laju inflasi lebih tinggi daripada kenaikan gaji yang mereka dapatkan sehingga pendapatan

riilny sendiri kecil. Selama ini terasa bahwa keluarga

prajurit sebagian besar masih hidup dalam kemiskinan relatif.

Page 49: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

49

kinerjapun tidak bisa diragukan karena TNI AD telah terbukti dalam sejarah bahwa senantiasa mampu mempertahankan dan mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Dalam perjalanan waktu perhatian terhadap prajurit terus meningkat, ditandai dengan semakin naiknya gaji mereka ; walaupun kalau dihadapkan dengan kebutuhan hidup ternyata gaji tersebut juga masih jauh dari cukup. Hal ini disebabkan karena laju inflasi lebih tinggi daripada kenaikan gaji yang mereka dapatkan sehingga pendapatan riilnya sendiri kecil. Selama ini terasa bahwa keluarga prajurit sebagian besar masih hidup dalam kemiskinan relatif.

“Secara umum kemiskinan dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan. Kemiskinan dapat dibagi atas dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu makanan dan perumahan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat itu (mereka mampu memenuhi kebutuhan fisik/makan dan perumahan tetapi mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anak ,mereka pada sekolah yang memadai dan pelayanan kesehatan yang baik”. (Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995, hlm. 250).

Oleh karena itu tidak mengherankan apabila banyak prajurit yang mencari pendapatan tambahan baik sebagai penjual jasa, makelar, dan lain-lainnya untuk menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah yang memadai dan pada pelayanan kesehatan yang baik. Apalagi dengan rencana pembubaran bisnis TNI, maka akan berpengaruh terhadap kesejahteraan prajurit. Sebagai manusia, prajurit juga perlu pangan, pakaian, papan, kesehatan, pedidikan, transportasi, tabungan dan sebagainya, guna terwujudnya keluarganya yang bahagia dalam meraih masa depan. Memang prajurit dari segi pemenuhan kebutuhan fisik (makanan dan sandang), mereka sudah mampu untuk memenuhinya. Akan tetapi mereka belum mampu memenuhi kebutuhan dasar lainnya seperti rumah, transportasi, pendidikan, obat-obatan/kesehatan, rekreasi, dan lain-lainnya.

Oleh karena itu pemberian remunerasi sungguh menjadi sebuah harapan bagi seluruh prajurit TNI AD dan keluarga dengan harapan dapat memperbaiki kualitas kehidupan, anak-anak mereka untuk dapat sekolah sampai ke perguruan tinggi, bisa punya rumah sendiri, dan bisa menyisihkan sebagian pendapatannya

untuk kebutuhan mendadak dan ketenangan di hari tuanya. Dengan demikian, remunerasi diharapkan selain dapat memperbaiki kondisi sosial-ekonomi prajurit dan keluarganya, juga diharapkan dapat memacu dan memicu pada peningkatan kinerja sebagaimana mestinya. Selanjutnya akan terselenggara pada kuatnya daya tangkal yang berkontribusi pada terbangunnya pemerintah yang kuat, yang secara otomatis pembangunan nasional menjadi semakin mantab dan lancar dengan prospek menggembirakan di masa sekarang dan yang akan datang, diiringi dengan kuatnya pertahanan negara.

Dampak Remunerasi.Sesuai Surat Menteri Pertahanan Nomor K/368/M/

XI/2009 tanggal 10 November 2009 tentang Permohonan

Percepatan Remunerasi Dephan dan TNI ; maka tampak bahwa besarnya tunjangan kinerja tersebut cukup besar. Terendah besarnya tunjangan kinerja bagi prajurit pangkat prada non operasi sebesar Rp. 1.330.000 sampai tertinggi pada prajurit pangkat bintang 2 mencapai Rp. 13.459.600,- dengan total kebutuhan setiap bulannya sebesar Rp. 1.462.600.361.600,-. Nilai tersebut cukup

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 50: Maret 2010

besar yang tentunya dapat berdampak positif dan sekaligus negatif bisa muncul, baik dalam skala mikro maupun makro.a. Dampak bagi personel TNI. Sangat jelas dengan

adanya remunerasi secara perorangan karena kesejahteraan tercukupi maka moril tinggi sehingga kinerja menjadi semakin bagus. Akan tetapi bagi mereka yang belum siap menerima remunerasi bisa jadi malah berdampak negatif karena mereka bisa terjebak pada perilaku konsumtif, boros dan kemungkinan terjadi penyimpangan-penyimpangan lainnya. Dengan tercukupi kebutuhan makan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi dan tabungan,maka diharapkan setiap prajurit bisa fokus pada tupoksinya dan bisa hidup layak, mereka tidak lagi berpikiran untuk mencari-cari tambahan penghasilan lain. Oleh karena itu mereka perlu bimbingan untuk bisa mengelola hidup, mengelola masa depan secara terarah, terukur, dan terkendali dengan baik dan benar. Disini membawa konsekuensi agar TNI AD baik secara individu dan kelembagaan dapat mencapai sasaran

remunerasi diperlukan pimpinan-pimpinan yang bisa menjadi suri teladan dan panutan bagi anak buahnya serta sebagai motor penggerak kemajuan TNI AD dalam keberhasilan tugas.

b. Dampak bagi masyarakat. Keberadaan TNI tidak bisa lepas dengan masyarakat lainnya dalam kaitannya bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi masyarakat adanya remunerasi bagi TNI AD membawa banyak dampak pro dan kontra. Sebagai bukti kemanunggalan TNI dengan rakyat normatifnya semua lapisan masyarakat pro dengan diterapkannya remunerasi bagi personel TNI/AD. Walaupun tidak bisa dihindari pasti akan memunculkan kecemburuan sosial bagi yang tidak atau belum mendapatkan remunerasi; hal ini akibat dari kesenjangan pendapatan. Oleh karena itu, dampak bagi masyarakat yang nanti akan timbul seakan sebagai ukuran/barometer sejauhmana hubungan kemanunggalan TNI dengan rakyat selama ini. Dari akses reformasi birokrasi dengan penerapan remunerasi pada Departemen Keuangan dan Mahkamah Agung pada tahun 2009, cenderung menimbulkan kecemburuan bagi instansi yang tidak akan mendapat remunerasi karena adanya kesenjangan pendapatan. Dengan demikian sekiranya pada tahun

2010 ini pemerintah memberlakukan remunerasi bagi TNI/POLRI sebagai salah satu agenda dari reformasi birokrasi perlu adanya antisipasi untuk menghadapi berbagai konsekuensi.

c. Dampak dari sumber dana. Dengan melihat masih terbatasnya kemampuan keuangan negara, maka adanya remunerasi dapat membawa dampak yag cukup signifikan. Ada beberapa perkiraan bisa terjadi, yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan sumber dana yang digunakan untuk remunerasi diantaranya: Apabila dana remunerasi itu diambil dari alokasi anggaran yang telah ada di Dephan/TNI, maka disatu sisi dapat menambah kesejahteraan personel prajurit TNI AD, namun disisi lain dapat mengurangi kualitas anggaran yang lainnya. Lebih lanjut pada akhirnya bisa jadi penghambat pelaksanaan program kerja. Apabila dana tersebut diambilkan dari departemen lain; maka disatu sisi dapat menambah kesejahteraan personel TNI AD, namun dapat mengurangi anggaran di departemen lainnya. Artinya secara kualitas dan kuantitas menjadi turun, khususnya lembaga di luar TNI. Apabila dana

remunerasi diambilkan dengan cara Pemerintah menaikkan Pajak, maka disatu sisi dapat menambah kesejahteraan prajurit, namun beban masyarakat menjadi bertambah banyak, karena masyarakat menanggung beban pajak yang lebih tinggi. Selain itu akan berpengaruh pada kurangnya investor yang akan menanamkan investasinya di Indonesia, karena harus menanggung beban pajak yang lebih besar akan mengurangi keuntungan. Apabila dana remunerasi diambilkan dari mencetak uang baru oleh Bank Indonesia (Bank Sentral); maka disatu sisi menambah kesejahteraan prajurit, namun dapat meningkatkan laju inflasi yang cukup berarti disebabkan jumlah uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak. Pada akhirnya tambahan kenaikan pendapatan dari remunerasi menjadi semakin kurang berarti. Nilai pendapatan relatif hanya bertambah sedikit, akibat dampak dari inflasi. Untuk dapat mengurangi laju inflasi perlu adanya penambahan peredaran barang dengan cara meningkatkan produktivitas barang di berbagai sektor.

Oleh karena itu, sumber dana remunerasi tersebut perlu dicermati dengan baik agar kehadirannya dalam memenuhi sistem remunerasi birokrasi senantisa

Negara/pemerintah memberi remunerasi mengharapkan TNI/AD dapat bekerja dengan optimal sesuai tuntutan tugas sehingga memiliki daya tangkal yang handal untuk mengawal NKRI. Karena

tentaranya kuat, maka negaranya aman

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

IX |

Bul

an M

are

2010

50

Page 51: Maret 2010

berdampak positif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar pendanaan remunerasi bisa tepat guna tepat sasaran, maka seyogyanya pelaksanaan remunerasi perlu distandarisasi dari pencapaian hasil sebagai implementasi dari tercapainya indikator kinerja dan indikator kegiatan yang terkait Tupoksinya. Untuk mencapai hasil yang maksimal tersebut, perlu dibarengi dengan penerapan sistem administrasi birokrasi, manajerial yang baik dan dengan penegakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku tidak pandang bulu.

Harapan Dari Remunerasi.a. Bagi Negara/Pemerintah.

Sebagaimana pengertian dari remunerasi bahwa yang dimaksud dengan pengusaha dalam hal ini adalah negara/pemerintah dan sebagai pekerja adalah prajurit TNI. Dilaksanakannya reformasi birokrasi di jajaran TNI/AD adalah dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja prajurit sesuai dengan tupoksinya. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, pasal 8, bahwa tugas pokok TNI AD adalah melaksanakan tugas TNI matra darat di bidang pertahanan; melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain; melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra darat, serta melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat. Untuk melaksanakan tugas-tugas pokok tersebut dibentuklah satuan-satuan, mulai dari satuan pelaksana tingkat pusat dan satuan komando utama. Diharapkan prajurit di satuan-satuan ini dapat meningkatkan kinerja sehingga apa yang diharapkan oleh rakyat dan pemerintah terhadap keberadaan organisasi TNI AD benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.

Jadi jelas, bahwa negara/pemerintah memberi remunerasi mengharapkan TNI AD dapat bekerja dengan optimal sesuai tuntutan tugas sehingga memiliki daya tangkal yang andal untuk mengawal NKRI. Karena tentaranya kuat, maka negaranya aman.

b. Bagi Prajurit TNI/AD.Pemberian remunerasi sudah lama dinantikan

oleh prajurit TNI AD dan keluarganya. Memang benar bahwa prajurit TNI AD adalah “tentara pejuang” dan bukan “tentara bayaran”; tetapi pada kenyataannya sehari-hari mereka harus menyesuaikan diri dengan kehidupan “sistem pembayaran” yang berlaku di dalam masyarakat secara umum. Untuk mendapatkan “sesuatu” mereka harus “membayar” sebagaimana masyarakat lainnya. Jika tidak mampu atau tidak mau “membayar”, maka mereka tidak akan mendapatkan

“pelayanan” atau “penghargaan” dari lingkungan sosialnya.

Bagaimana tidak, selama ini keluarga prajurit TNI AD khususnya yang berpangkat rendah hidup dalam kemiskinan relatif. Dari segi pemenuhan kebutuhan fisik (makanan), prajurit TNI AD sudah mampu untuk memenuhinya. Akan tetapi mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia sesuai dengan kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemberian remunerasi sungguh menjadi sebuah harapan bagi seluruh prajurit TNI AD dan keluarganya dengan harapan dapat memperbaiki meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan adanya tambahan

penghasilan mereka nanti akan dapat menyisihkan gaji yang mereka terima untuk masa depan anak-anak mereka sebagai biaya pendidikan sampai perguruan tinggi.

Konsekuensi dari Remunerasi.a. Tuntutan

Penerapan remunerasi agar mencapai hasil yang signifikan dalam mewujudkan prajurit yang mempunyai daya tangkal tinggi membawa konsekuensi logis adanya

jurnal yudhagama | Tahun X

XIX

| Bulan M

are 2010

51

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 52: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

52

tuntutan baik sebagai individu dan kelembagaan diantaranya :1)Tuntutan individu; bahwa setiap prajurit harus

maningkat disiplin, dedikasi, loyalitas, kerja keras, moril dan mentalitasnya; sehingga kesiapan operasional dalam pelaksanaan tugas tidak diragukan lagi. Profesionalisme mutlak harus dikedepankan, penguasaan teknis tidak bisa ditawar-tawar lagi.

2) Tuntutan kelembagaan; bahwa dalam menjalankan institusi agar dapat mencapai hasil yang diharapkan maka tuntutan untuk bisa menyelenggarakan Alutsista yang memadahi, alat kerja, alat latihan, alat operasi keamanan dan system pembinaan satuan yang teruji, serta disertai dengan penerapan sistem manajemen yang kapabel dan akuntabel.

b. Tantangan1) Bagi Pemerintah.

Guna menaikkan gaji atau tunjangan kinerja prajurit, pemerintah harus mengeluarkan anggaran atau biaya yang sangat besar. Dengan besarnya anggaran yang harus disediakan, maka apabila pemerintah tidak mencermati dengan bijaksana akan menimbulkan masalah yang besar dalam penetapan anggaran dan laju inflasi. Permasalahan yang timbul bukan hanya dalam penyediaan anggaran untuk gaji prajurit saja tetapi juga dalam penyediaan Alutsista dan peralatan kerja lainnya guna mendukung kinerja prajurit tersebut.

Pimpinan satuan harus mampu memotivasi prajurit untuk berbuat yang terbaik atau berprestasi, karena ada hubungan yang positif antara motivasi dengan pencapaian prestasi.

“Motivasi adalah kondisi (energi) yang menggerakkan dalam diri individu yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Motivasi muncul dari dua dorongan, yaitu dorongan dari dalam diri sendiri (internal motivation) dan dorongan dari luar diri/pihak lain (external motivation). Tingkatan motivasi tersebut ada tiga, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Perbedaan tingkatan motivasi individu dalam organisasi sangat mempengaruhi hasil kerja dan bahkan kinerja di dalam organisasi”. (Anwar Prabu Mangkunegara, Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung, PT. Refika Aditama, 2003, hlm. 164-165)

Motivasi kerja terbentuk dari sikap (attitude) individu dalam menghadapi situasi kerja (situation) di organisasi. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri individu yang terarah atau fokus untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental individu yang pro dan positif terhadap situasi kerja yang akan memperkuat motivasi kerja untuk

mencapai kerja maksimal. Oleh sebab itu, komandan satuan harus mampu memengaruhi motivasi seluruh anggotanya agar memiliki motivasi kerja.

Penerapan hukuman terhadap prajurit yang melanggar harus benar-benar ditegakkan sejalan dengan memberikan penghargaan terhadap mereka yang memiliki prestasi. Apabila kesejahteraan sudah meningkat tidak ada lagi alasan bagi prajurit TNI AD untuk mencari tambahan penghasilan yang bertentangan dengan hukum. Kalau masih ada prajurit TNI AD yang melanggar disiplin dan aturan hukum yang berlaku harus dijatuhi hukuman

yang setimpal. Karena tidak tertutup kemungkinan terjadinya perubahan sosial dalam kehidupan diri prajurit TNI AD, dalam pola-pola perilaku, seperti rekreasi yang berlebihan, konsumtif, dan lain-lain.

2)Bagi Prajurit. Dibalik harapan dan rasa optimisme terhadap

pelaksanaan remunerasi ternyata merupakan tantangan bagi setiap prajurit karena prajurit diharapkan harus lebih serius, lebih profesional, lebih disiplin dan lebih optimal dalam melaksanakan tugas sebagai aparatur pertahanan negara. Prajurit

Page 53: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

53

TNI AD tentu tidak ada lagi waktu untuk membeking tempat judi, menagih upeti ke tempat maksiat dan melakukan kegiatan ilegal serta kerja sampingan saat jam dinas dengan alasan gaji tidak cukup. Tidak ada lagi para purnawirawan yang seumur hidup tinggal di rumah dinas dengan alasan tidak memiliki rumah.

Tantangan lainnya yang harus diwaspadai adalah terjadinya kehancuran rumah tangga para prajurit TNI AD. Ketika ada berita SMS yang memberitahukan bahwa remunerasi untuk TNI telah ditandatangani oleh Presiden, maka SMS itu tidak hanya menyebar kepada para prajurit saja tetapi juga menyebar

dikalangan isteri-isteri prajurit yang tergabung dalam Persit. Tentang permasalahan ini bahkan berkembang juga berita dikalangan isteri prajurit tentang kecemasan mereka menghadapi remunerasi ini. Ada diantara mereka yang mengatakan “sekarang saja ketika gaji suami kita masih pas-pasan telah diincar para wanita muda, apalagi nanti jika gaji suami kita sudah banyak, makin akan bertambah banyak anak-anak gadis remaja yang akan mengincar suami-suami kita”. Hal ini harus menjadi perhatian serius dari semua pihak.

c. Hal Lain Yang Perlu DiperhatikanDari berbagai dampak dan konsekuensi yang kemungkinan timbul sebagaimana uraian di atas, maka untuk mengantisipasi munculnya hal-hal yang kita tidak inginkan perlu diperhatikan berbagai hal sebagai berikut :1) Pembudayaan kerja keras. Bertolak dari “siapa harus

berbuat apa” dalam sebuah organisasi/kesatuan, maka masing-masing personel diharapkan untuk mampu dapat melaksanakan tugas secara profesional, penuh dengan kecermatan dan ketepatan sesuai aturan yang berlaku. Tuntutan kualitas yang kapabel di bidangnya, dan pencapaian sasaran sesuai yang seharusnya sebagai hal mutlak harus dipenuhi. Tidak boleh lagi terjadi bahwa antara kenyataan dan yang seharusnya, terjadi deviasi apalagi bertolak belakang. Untuk itu kerja keras merupakan penopang utama yang melekat dan menjadi suatu budaya, guna tercapainya sasaran remunerasi.

2) Perencanaan kebutuhan alat peralatan. Untuk bisa mendapatkan hasil yang optimal tidak mungkin terealisasi kalau tidak ditopang oleh alat peralatan yang memadai. Oleh karena itu, perencanaan kebutuhan alat peralatan menjadi permasalahan yang cukup signifikan untuk terealisasinya pencapaian tugas secara maksimal. Perlu dihindari, jangan sampai personel/pengawaknya sudah siap, namun tidak ada alat yang dapat dioperasionalkan akibat tidak adanya peralatan dan dukungan anggaran yang memadai. Sebagai contoh: TNI mempunyai beberapa Kapal Fregat untuk patroli perairan kelautan wilayah NKRI, untuk bisa operasional setiap harinya membutuhkan bahan bakar sebanyak 20 ton, yang nilainya sama dengan Rp. 100.000.000,- (Terbilang Seratus Juta Rupiah). Sementara, misalnya setiap harinya 8 unit kapal harus dioperasionalkan, maka setiap bulannya memerlukan biaya 8 X 30 X Rp. 100.000.000,- = Rp. 24.000.000.000,- (Terbilang Dua puluh empat milyar rupiah). Belum lagi kapal-kapal kecil seperti KM ADRI, dan kapal-kapal perang lainnya. Sementara ini sangat dirasakan bahwa Alutsista TNI sebagian besar sudah tidak memadai lagi, dukungan logistik juga masih jauh dari batas minimal dari yang dibutuhkan, serta perlunya biaya pemeliharaan.

3) Penyiapan rencana kerja yang baik. Sebagian besar pakar berpendapat bahwa perencanaan yang baik itu merupakan 50% dari keberhasilan tugas. Dalam kaitannya dengan perencanaan kerja, maka perlu diimplementasikan dalam perencanaan secara terkelola, terarah, bertahap dan berkesinambungan dalam bentuk perencanaan jangka pendek, sedang, dan panjang. Hal ini perlu dikedepankan

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 54: Maret 2010

sebagai sarana pendukung utama untuk mencapai sasaran secara optimal. Sebuah pekerjaan yang direncanakan dalam program kerja dapat dikatakan berhasil manakala pelaksanaan kegiatannya dapat sesuai dengan perencanaan awal. Oleh karena itu penyiapan rencana kerja yang baik, sebaiknya mendapat perhatian yang serius dengan berbekal wawasan ke depan yang memadai dari segala aspek kehidupan secara komprehensif dan intergral. Ilmu

pengetahuan, perangkat peraturan tidak boleh ditinggalkan dalam proses penyusunan perencanaan. Karena dalam pelaksanaan kegiatan tidak bisa lepas dari dukungan biaya, maka dalam menentukan kebutuhan anggaran yang tepat seyogyanya betul-betul diperhatikan guna menghindari pemborosan dan sisa anggaran yang sia-sia.

4) Standarisasi keberhasilan. dengan terimple-mentasikannya indikator kinerja dan Indikator

Remunerasi membawa konsekuensi kerja penuh dan dapat mencapai hasil sesuai sasaran secara optimal.

Hal ini disebabkan kinerja menjadi semakin meningkat, yang menjadikan daya tangkal prajurit andal sehingga

mendorong terwujudnya pemerintahan yang kuat, yang pada akhirnya terselenggara pembangunan nasional yang

signifikan diiringi kuatnya pertahanan Negara.

Page 55: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

55

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

kegiatan tentunya akan dapat lebih spesifik dalam menilai keberhasilan tugas. Oleh karena itu dalam pelaksanaan tugas perlu dituangkan tingkatan-tingkatan keberhasilan atau standarisasi keberhasilan tugas. Dari standarisasi tersebut dapat digunakan sebagai ukuran dari remunerasi yang diterimanya.

5) Perluasan lapangan parkir. Dengan bertambahnya pendapatan akibat remunerasi, maka pemenuhan kebutuhan alat transportasi personel diperkirakan akan meningkat tajam baik kendaraan roda dua ataupun roda empat. Sementara itu di semua satuan masalah sarana parkir masih sangat terbatas. Oleh karena itu, dengan penerapan remunerasi, masalah saran parkirpun akan menjadi masalah yang cukup serius sehingga juga perlu mendapat perhatian yang sebaik-baiknya.

Kesimpulan.Dengan penerapan remunerasi bagi prajurit dapat

menambah kesejahteraan bagi personel TNI AD; namun dapat berimplikasi kecemburuan bila remunerasi tidak merata, bahkan bisa berpotensi sebagai penyebab terjadinya inflasi bilamana dana remunerasi tersebut diambilkan dari pencetakan uang baru oleh Bank Sentral. Remunerasi membawa konsekuensi kerja penuh dan dapat mencapai hasil sesuai sasaran secara optimal. Hal ini disebabkan kinerja menjadi semakin meningkat, yang menjadikan daya tangkal prajurit andal sehingga mendorong terwujudnya pemerintahan yang kuat, yang pada akhirnya terselenggara pembangunan nasional yang signifikan diiringi kuatnya pertahanan Negara.

Untuk mengoptimalkan capaian hasil maka perlu adanya dukungan peralatan berupa Alutsista dan peralatan lainnya disertai logistik dan pemeliharaannya. Dengan adanya keseimbangan antara kesiapan personel dengan alat peralatan yang digunakan, maka kerja dapat dikelola dengan baik dan terukur. Sedangkan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, maka diperlukan manajemen kegiatan untuk pengendalian personel agar selalu siap dan dapat dioperasionalkan. Dengan kata lain selain pemberdayaan SDM, maka sistem manajemen kegiatan pun seyogyanya terus mendapat perhatian.

Ketersediaan kebutuhan alat peralatan disertai dukungan logistik dan perawatannya seyogyanya mendapat perhatian yang serius untuk dapat digunakan oleh prajurit yang kondisinya lebih siap karena sudah mendapatkan gaji yang cukup. Karena dengan terpenuhinya penggajian yang diiringi meningkatnya SDM – terdukungnya Alutsista dengan logistik dan perawatanya- manajemen kegiatan yang baik, maka akan menghasilkan output yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA1. Agus Pramusinto dan Wahyudi Kumorotomo (ed), Governance

Reform di Indonesia, Mencari Arah Kelembagaan Politik yang Demokratis dan Birokrasi yang Profesional, Penerbit Gava Media, Yogyakarta, 2009.

2. Amrin Amran, dkk; Sejarah Perkembangan Angkatan Darat, Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sejarah ABRI, Jakarta, 1971.

3. Anwar Prabu Mangkunegara, Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT Refika Aditama, Bandung, 2003.

4. Departemen Pertahanan Keamanan Pusat Sejarah ABRI, Badan-Badan Perjuangan, Jakarta, 1983.

5. Nugroho Notosusanto (ed), Pejuang dan Prajurit, Konsepsi dan Implementasi Dwifungsi ABRI, Sinar Harapan, Jakarta, 1984.

6. Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, Sevent Edition, Modern English Press, Jakarta, 1966.

7. Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, (penterjemah Alimandan S.U); edisi kedua, Rineka Cipta, Jakarta, 2001.

8. Samuelson L Nordhahaus; Ilmu Makroekonomi, PT Media Global Edukasi, 2004.

9. Soebijono, dkk, Dwifungsi ABRI Perkembangan dan Peranannya dalam Kehidupan Politik di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1992.

10. Tadjuddin Noer, Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan

Kemiskinan, PT Tiara Wacana Yogya, Yogjakarta, 1995.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULISData PokokNama : Ir. Drs. Djoko Susilo M.T.Pangkat/Corps/NRP : Kolonel Cba / 29066.Jabatan : Waka Disjarahad.Tempat/tanggal lahir : Boyolali, 22 Juli 1956.Isteri : Dra. Suprapti.Anak : 2 (dua) orang.

PendidikanAKABRI : 1980.SUSLAPA II : 1990.SESKOAD : 2000.

Riwayat Jabatan: Danton Angmor, Paurang Airud, Dankima, Pasiter Korem 174/PTM, Gumil Gol. VIII, Kasinik Angkumurik, Kabaglitbang, Kabagbinsat, Danyon Angair, Dandenbekang 1-44-02, Wakabekangdam I/BB, Kabekangdam I/BB, Kabengpusbekang Ditbekangad, dan Kasubditbinharmat Ditbekangad.

Riwayat Penugasan:Dalam Negeri : Kolakops TNI Aceh.Luar Negeri : Inspeksi PUO MC I-IC Amerika Serikat.

Page 56: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

56

Pendahuluan. Berakhirnya perang dingin ternyata belum mampu menjamin terwujudnya stabilitas keamanan dunia. Era globalisasi menghadirkan kecenderungan tertentu dan timbulnya kompetisi antar bangsa yang cenderung mengarah pada perebutan pengaruh yang ketat, baik yang bersifat global, regional, maupun nasional. Kondisi di atas juga berpengaruh langsung pada situasi dunia dan munculnya isu-isu aktual, antara lain bergesernya isu pengembangan kekuatan militer dan senjata strategis ke arah isu-isu demokratisasi, lingkungan hidup, hak asasi manusia dan terorisme serta bentuk-bentuk kejahatan lainnya berupa, kejahatan lintas negara yang didalangi oleh aktor-aktor non negara (non state actor), antara lain arm smugling, human trafficking, pelanggaran wilayah perbatasan, pencurian kekayaan alam, serta penyelundupan barang. Kondisi geografis Indonesia yang sangat strategis yakni pada posisi silang di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Hindia dan Pasifik) telah mendatangkan konsekuensi logis berupa pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap politik, ekonomi sosial budaya dan pertahanan keamanan nasional. Di samping pengaruh positif tentu saja konstelasi geografis tersebut juga dapat menjadi ancaman yang dapat membahayakan keutuhan NKRI. Demikian pula, wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan 10 negara di sekitarnya memunculkan kerawanan tersendiri. Kondisi tersebut

menuntut pengamanan wilayah perbatasan melalui upaya sistem pertahanan dan keamanan negara yang dapat menanggulangi setiap ancaman yang timbul baik dari dalam maupun dari luar negeri. Demikian pula warna heterogenitas sangat menonjol terjadi pada masyarakat

Indonesia. Kondisi tersebut juga didukung situasi kondisi regional (Asean) yang relatif kondusif dengan adanya kemitraan regional/kawasan dari negara-negara bertetangga di Asia Tenggara antara lain berupa Asean Charter, DCA, FDA dan lain-lain. Sementara itu, belum dapat dilihat pula sejauh manakah optimalisasi bidang pertahanan dan keamanan mampu meningkatkan Sishankamrata dalam rangka mendukung pembangunan nasional pada variabel lainnya. Kenyataannya, peran bidang pertahanan dan keamanan terhadap Sishankamrata dan pembangunan

nasional masih menghadapi berbagai permasalahan yang dirasakan menghambat pembangunan Sishankamrata itu sendiri, sehingga sulit untuk dapat berhasil terutama dalam meningkatkan Sishankamrata dan mendukung pembangunan nasional. Oleh karena itu, bagi kita timbul permasalahan “Bagaimanakah Pembangunan Bidang Pertahanan dan Keamanan dalam mendukung Sistem Pertahanan Semesta sebagai suatu konsepsi seluruh komponen kemampuan bangsa dalam membangun ketahanan nasional”, sehingga dapat membawa bangsa dan negara Indonesia berkembang ke arah yang lebih baik di masa

Menyimak Konsepsi Pembangunan Bidang Pertahanan Dan Keamanan Guna Mewujudkan SISHANKAMRATA

Oleh:Letkol Caj Drs. Agung Zamani

Pabandyabinkar Spersdam III/Slw

Page 57: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

57

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

mendatang. Dengan mencermati latar belakang permasalahan dan beberapa bukti implementasi Sishankarata di atas, maka untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan suatu konsep pemikiran yang akan dibahas dalam makalah ini.

Landasan Teori a. Umum.

1) Latar Belakang.Euforia pasca kemerdekaan berupa

kecenderungan merefleksikan kekuatan nasionalisme dalam segala aspeknya untuk menghadapi kekuatan kolonialisme-imperialisme yang akan melanjutkan kekuasaannya di tanah air. Format dan proses kenegaraan dengan segala implikasinya kurang menjadi perhatian, yang penting eksistensi negara Indonesia secara de facto sudah terbentuk. Interpretasi yang timbul terhadap keberadaan negara adalah semangat kerakyatan yang ditandai dengan penyerapan supraparlementer dan negara kesejahteraan serta semangat kebangsaan yang termanifestasikan dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut analisis J. Kaloh para pendiri negara cenderung menempatkan gagasan ke bentuk negara moralis dan integralis, sehingga hasil evaluasi empiris-mondial dan kecenderungan konteks historis sosial-budaya masyarakat

Indonesia.1 Maka negara berusaha menegakkan keadilan dan moralitas masyarakat, negara menjadi inferior, tidak pernah salah, dan memunculkan pola hubungan daerah sebagai subordinat dari pusat yang bersifat top down. Karakteristik masyarakat Indonesia memungkinkan hal tersebut berlangsung dalam waktu relatif lama. Bangunan pendekatan keamanan lebih mengemuka dibandingkan aspek kesejahteraan.

2) Arti penting bidang Pertahanan dan Keamanan dalam Sishankamrata.

Perubahan kelembagaan politik terjadi pasca pemerintahan Orde Baru, dengan TNI meninggalkan aktivitasnya di dunia politik (political disengagement) menuju profesionalisme militer. TNI tidak lagi melakukan monopoli dalam menafsirkan stabilitas politik, tetapi harus bersedia melakukan share dengan kekuatan sipil.2 Termasuk di dalamnya memikirkan segala aspek yang berurusan dengan rasa aman masyarakat serta pertahanan negara, bukan lagi mutlak milik tentara. Hal ini menuntut penyesuaian dalam rumusan Sishankamrata baik menyangkut format, konsep, maupun aktualisasinya. Semua harus dilakukan secara transparan dengan mengedepankan prinsip egalitarianisme serta suasana hubungan yang lebih baik antara kekuatan sipil dengan unsur militer. Polri dalam era reformasi dan demokratisasi,

1 Lihat J. Kaloh dalam Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2007 hal 2-3.2 Sistem Pertahanan-Keamanan Negara Analisis Potensi & Problem (Editor Dr. Indria Samego) hal 3, The Habibie Center, Jakarta, 2001.

Page 58: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

58

harus diberi posisi tersendiri yakni sebagai kekuatan penegak hukum dan di bawah kendali sipil (civilian control).

b. Landasan teori.1)Instrumen bangsa dalam konteks keamanan

nasional.Merujuk pada Barry Buzan (People, State and Fear, Sussex, 1983), apabila keamanan nasional dikaitkan dengan asal-usul negara maka perlu dilihat kembali tiga komponen utama negara, yakni cita-cita/tujuan nasional (the idea of the state), basis fisik (the physical base of the state) yang terdiri dari populasi dan teritori, serta wujud kelembagaan (the institutional expression of the state) yang dapat dimengerti sebagai lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dengan struktur dan sistemnya berikut segenap aparaturnya, termasuk pula militer.3 Secara sederhana ketiga komponen utama negara dapat digambarkan ke dalam gambar berikut.

The idea of the state

The physical base of the state expression

The institutional of the state

Barry Buzan (People, State and Fear, Sussex, 1983)

Dengan demikian, dapat segera diketahui substansi penting bahwa Sishankamrata mengandalkan dan menuntut efektifnya instrumen-instrumen bangsa yakni falsafah/ideologi/ideal/cita-cita, konstitusi, institusi, dan sebagainya.

2) Sistem Pertahanan Negara.Pertahanan Negara Indonesia diselenggarakan

dalam suatu Sistem Pertahanan Semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, serta segenap sumber daya nasional yang dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut. Sistem Pertahanan Semesta memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter yang saling menyokong dan menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Sistem Pertahanan Semesta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah melalui usaha membangun kekuatan dan kemampuan pertahanan yang kuat dan disegani baik kawan maupun calon lawan, yang dibangun secara terus-menerus sejak masa damai sampai masa perang.

Pada masa damai, Sistem Pertahanan Semesta dibangun untuk menghasilkan daya tangkal yang

3 Kiki Syahnakri, Memahami Peran Koter dalam Sishankamrata, Jurnal Yudhagama Edisi Khusus Desember 2005 hal 15-16.

tangguh dengan menutup setiap ruang kelemahan yang dapat menjadi titik lemah. Pembangunan sistem pada masa damai dilaksanakan dalam kerangka pembangunan nasional yang tertuang dalam program pemerintah yang berlaku secara nasional. Pada masa perang atau pada kondisi negara menghadapi ancaman nyata, pemerintah mendayagunakan Sishanneg sesuai dengan tingkat ancaman atau tantangan yang dihadapi. Sishanneg dalam menghadapi ancaman militer memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter dalam susunan Komponen Utama Pertahanan yaitu TNI, serta komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana prasarana nasional. Komponen cadangan dibentuk dari sumber daya nasional yang dipersiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan TNI.4

Bidang Pertahanan dan Keamanan Saat Ini dan Permasalahan yang Dihadapia. Umum.

Reformasi di bidang hankam antara lain ditandai dengan keputusan politik memisahkan Polri dari institusi dan garis komando TNI pada 1 April 1999, dengan dukungan publik secara luas maka ditetapkan dalam Tap MPR/VI/MPR/2000 tentang pemisahan kedua lembaga tersebut, dengan menempatkan TNI di bawah Departemen Pertahanan dan Polri berada langsung di bawah presiden. Kebijakan lain adalah pengalihan fungsi Menteri Pertahanan dan Keamanan menjadi hanya Menteri Pertahanan, sedangkan unsur keamanan menjadi tugas Polri. Semua itu dikoordinasikan oleh Menkopolkam. Jabatan Menhan dipegang oleh kalangan sipil, pengangkatan Panglima TNI dari TNI AL, pembubaran Bakorstanas dan lembaga litsus menjadi terobosan yang sangat berarti. Wacana berikut yang berkembang adalah tuntutan penghapusan dwi fungsi ABRI dan pembubaran komando teritorial yang tanpa argumen jelas.

Permasalahan yang kemudian muncul adalah eforia masyarakat, LSM, dan aktivis mahasiswa yang selalu menyoroti TNI dan Polri menyangkut sepak terjangnya yang dianggap sering tidak profesional dan kurang proporsional. Terlebih pada bidang pertahanan dan keamanan menjadi aspek yang menjadi kajian dan sorotan berbagai pihak dalam penataan dan implementasi di lapangan. Demikian kompleksnya permasalahan pertahanan dan keamanan, secara langsung ataupun tidak telah mempengaruhi aspek Sishankamrata dan penyelenggaraan pembangunan nasional.

4 Doktrin Pertahanan Negara, Dephan RI hal 71-74.

Page 59: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

59

b. Bidang Pertahanan dan Keamanan Saat Ini.Merancang postur pertahanan di Indonesia

beranjak dari UUD 1945, khususnya pasal 30 ayat (2) usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Amanah konstitusi sudah menetapkan bahwa mempertahankan NKRI (defending the country) harus dalam bentuk Sishankamrata. Rancangan Sishankamrata seolah mempersamakan domain pertahanan (defense) dan keamanan (security).5 Penyamaan tersebut akan membawa implikasi yang sangat kompleks dalam merancang strategi dan manajemen operasional, yang meliputi elemen terkait yang sangat kompleks, antara lain meliputi: intelijen (sensing), mobilitas (logistic support), penyiapan daya penghancur (fire power), dan komando kendali (C4 ISR), sampai pada aturan pelibatan (RoE) dan penyiapan bala cadangan. Secara harfiah maka Sishankamrata dapat dibaca sebagai berikut, (i) berfungsi pada masa damai, krisis, perang, (ii) pada semua aspek yang terkait pada bidang hankam, (iii) dilaksanakan secara sistem oleh TNI-

5 Robert Mangindaan dalam Suatu Pandangan Sishankamrata hal 1-2, Lemhannas RI, 2009.

Polri, (iv) didukung oleh rakyat, dan (v) pada semua kompartemen strategik.

Strategi harus didasarkan pada kontekstual alam nyata Indonesia. Demikian pula Sishankamrata harus mampu meliput seluruh wilayah Nusantara yang mencakup tiga aspek statis (pendekatan ketahanan nasional), yaitu, (i) wilayah geografik yang terdiri dari 17.500 pulau dengan luas laut sekitar 5 juta km2 (teritorial dan ZEE), terdapat tiga perbatasan darat, sepuluh perbatasan laut, tiga ALKI dan empat choke point, dan berada pada jalan silang dunia, (ii) setiap pulau mempunyai sumber daya alam yang memiliki nilai politik, ekonomi, dan strategik militer, (iii) penduduk Indonesia yang mencapai 230 juta orang, mendiami 3.000-an pulau, sedangkan sisanya yang 14.000-an tidak dihuni orang.6 Ketiga aspek statis tersebut merupakan elemen utama untuk membangun Sishankamrata. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah keamanan maritim karena perbandingan antara darat dengan laut adalah 30:70. Pada ruang udara perlu mendapatkan atensi secara proporsional pula.

Kondisi faktual lain yang tidak bisa diabaikan adalah berkembangnya peperangan generasi keempat (4thGW), yang mengisyaratkan kepada semua pihak bahwa ruang gerak Sishankamrata tidak lagi bersifat linier (battlefield), tetapi sudah bersifat ruang yang besar (battle space).7 Di ruang yang besar selain ada unsur-unsur fisik, ada pula unsur non-fisik, misalnya cyberwarfare, electronic warfare, sampai dengan hegemoni adidaya, tekanan ekonomi, sanksi embargo dan seterusnya. Jadi Sishankamrata akan bekerja pada battlespace yang sudah demikian kompleks, tidak lagi sebatas kombatan dan nonkombatan, tetapi berbagai elemen seperti masalah gender, kejahatan terhadap anak-anak, hak untuk menjalankan keyakinannya (faith), ruang gerak demokrasi (misalnya hak minoritas), kuatnya pengaruh media massa dan seterusnya sampai pada trans-organized crime.

Sebuah contoh kasus terjadi di Indonesia tanggal 30 Mei 2007 di Alas Tlogo, Grati, Pasuruan yang melibatkan pemilik tanah yang sah yakni TNI AL dengan masyarakat setempat. Besar kemungkinan pihak TNI AL menyiapkan langkah pengamanannya dengan paradigma battlefield, yang terlihat pada kronologi insiden tersebut terjadi. Ada sejumlah besar penduduk setempat lebih dari seratus (?) yang dihadapi oleh 13 marinir yang bersenjata. Pada serbuan massa yang “kalap dan terkoordinasi”, unit Marinir menewaskan 4 orang penduduk setempat dan mengusai medan operasi.8

Dalam paradigma battle space, ada elemen lain yang terlibat, yakni media massa, yang menjadikan

6 Ibid hal 4.7 Robert Mangindaan, Suatu Pandangan Sishankamrata. Hal 5. Lemhannas RI 2009.8 Ibid hal 6.

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 60: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

60

insiden tersebut sebagai berita utama nasional, dan gemanya dipantulkan oleh CNN, BBC, Al Jazera, dan kantor berita internasional lainnya. Reportase yang dipublikasikan antara lain adalah tentara (TNI) bertindak sewenang-wenang menembak wanita dan anak-anak tidak bersenjata yang menuntut hak atas tanah mereka yang dikuasai TNI AL dan telah terjadi pelanggaran HAM berat. Dampak dari insiden ini adalah munculnya skenario yang mendukung tidak menginginkan TNI untuk berperan aktif dalam mengamankan Republik Indonesia dan semakin menguatkan berubahnya paradigma battle field menjadi battle space dalam Sishankamrata.

Implikasi Bidang Pertahanan dan Keamanan terhadap Sishankamrata dan Pembangunan Nasional.a. Implikasi terhadap Sishankamrata.

Konsekuensi logis dari kondisi yang berlaku pada permasalahan pertahanan membawa implikasi tertentu pada kondisi Sishankamrata itu sendiri, yang secara terinci pada bagian berikut :1) Adanya potensi ancaman yang tidak ringan

serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam bangsa dan negara Indonesia memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan NKRI.

2) Sistem dan strategi pertahanan nasional secara terus-menerus disempurnakan untuk mewujudkan sistem pertahanan semesta berdasarkan kapabilitas pertahanan agar secara simultan mampu mengatasi ancaman dan memiliki efek penggentar.

3) Postur dan struktur pertahanan diarahkan untuk dapat menjawab berbagai kemungkinan tantangan, permasalahan aktual, dan pembangunan kapabilitas jangka panjang yang sesuai dengan kondisi geografis dan dinamika masyarakat disesuaikan dengan matra masing-masing.

4) Peningkatan profesionalisme TNI dilaksanakan dengan tetap menjaga netralitas politik dan memusatkan diri pada tugas-tugas pertahanan dalam bentuk operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang melalui fokus pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan alutsista.

b. Implikasi terhadap Pembangunan Nasional.Implikasi bidang pertahanan dan keamanan

terhadap pembangunan nasional merupakan ancangan yang harus ditetapkan dalam pembangunan nasional di bidang pertahanan dan keamanan. Hal yang dilakukan adalah sebagai berikut :1) Pencegahan dan penanggulangan separatisme

terutama di Aceh dan Papua dengan kebijakan yang komprehensif.

2) Pencegahan dan penanggulangan gerakan terorisme yang diarahkan untuk menyusun dan menerapkan kerangka hukum anti terorisme yang efektif, meningkatkan kemampuan dan kapasitas kelembagaan anti terorisme, membangun kemampuan menangkal dan menanggulangi terorisme serta memantapkan operasional penanggulangannya.

3) Peningkatan kemampuan pertahanan negara yang diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme TNI dalam modernisasi peralatan pertahanan negara dan mereposisi peran TNI dalam kehidupan sosial politik, mengembangkan secara bertahap dukungan pertahanan, serta meningkatkan kesejahteraan prajurit.

c. Implikasi terhadap Peraturan Perundang-undangan.

Implikasi yang ditimbulkan akibat masih belum komprehensifnya kebijakan dan strategi pertahanan, antara lain sebagai berikut.1) Peranti lunak dan undang-undang yang dihasilkan

lebih difokuskan pada aspek kekuatan inti pertahanan. Potensi dukungan pertahanan yang merupakan salah satu aspek penting dalam pertahanan semesta juga belum didayagunakan secara optimal sebagai akibat kebijakan dan strategi pertahanan yang relatif bersifat parsial. Selain itu, postur pertahanan yang tersedia juga belum mencukupi untuk dapat dijadikan acuan bagi pembangunan kekuatan pertahanan darat, laut, dan udara yang mampu mencegah dan mengatasi ancaman secara lebih efektif seperti terdapat dalam dokumen Strategic Defense Review (SDR), strategi pertahanan raya, dan postur pertahanan sebagai dasar pembangunan kekuatan pertahanan negara.

Page 61: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

61

Seharusnya diterbitkan blue print tentang Undang-Undang Keamanan Negara/Keamanan Nasional atau yang sejenis sehingga mampu mengakomodasi semua kepentingan pengamanan wilayah NKRI secara menyeluruh.

2) Implikasi lain dari kendala dalam peranti lunak akan mengakibatkan operasional di lapangan khususnya dalam penanganan bidang pertahanan dan keamanan bisa tumpang tindih dan cenderung tidak komprehensif. Secara terinci dapat dikemukakan sebagai berikut.a) Tap MPR/VI/2000 tentang pemisahan TNI dan

Polri yang mengatur TNI di bawah Menhan serta Polri di bawah Presiden secara langsung masih banyak menyisakan masalah.

b) Penyusunan buku putih oleh Dephan yang merupakan amanat UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara masih terdapat beberapa kelemahan mendasar yang harus dioptimalkan lagi dalam mengatur keamanan dan pertahanan negara.

c) UU RI N0 34 Tahun 2004 tentang TNI masih menyisakan masalah antara lain, penempatan militer di bawah Departemen Pertahanan yang tidak eksplisit.

d) UU tersebut membuka ruang bagi anggota TNI untuk berpolitik dan berkiprah di luar tugas-tugas pertahanan, yakni TNI boleh menduduki jabatan departemen/non departemen.

e) Menyangkut wewenang Panglima TNI dalam menghadapi ancaman dan serangan dari luar masih menimbulkan penafsiran berbeda.

f) Tidak jelasnya penegasan pengambilalihan bisnis TNI oleh pemerintah, menyebabkan hingga kini proses tersebut belum berjalan secara optimal.

Permasalahan yang Dihadapi.a. Peran TNI/Polri.

Terjadinya reformasi sektor pertahanan dan keamanan adalah ditetapkannya Tap MPR/VI/2000 tentang pemisahan lembaga TNI dan Polri dengan menempatkan TNI di bawah Departeman Pertahanan dan Polri langsung di bawah presiden. Kemudian keluar Tap MPR/VII/2000 tentang peran TNI dan Polri yang mengatur TNI di bidang pertahanan dan Polri yang mengatur tugas di bidang keamanan dalam negeri. Pijakan legal-politik tersebut menjadi inspirasi bagi lahirnya produk hukum lain yang melancarkan dan mendukung jalannya reformasi sektor pertahanan dan keamanan di Indonesia. Respon positif ditunjukkan Dephan dengan menerbitkan buku putih sebagai amanat UU N0 2 tentang pertahanan negara. Secara

umum buku putih tersebut menjelaskan posisi Indonesia dari berbagai kemungkinan ancaman. Juga menggambarkan bagaimana cara pandang Indonesia terhadap dunia luar dan negara-negara lain.

Beberapa permasalahan dalam peran TNI sebagai fungsi pertahanan antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :1) Separatisme, belum tuntasnya penanganan

menyeluruh terhadap aksi separatisme di NAD dan Papua bagi terjaminnya integritas NKRI.

2) Kejahatan konvensional dan transnasional, masih tingginya kejahatan konvensional dan transnasional, meskipun terkendali, variasi kejahatan konvensional cenderung meningkat dengan kekerasan yang meresahkan masyarakat.

3) Partisipasi masyarakat (civil society), belum mantapnya partisipasi masyarakat (civil society) dalam pembangunan pertahanan.

4) Sarana dan prasarana, kurang memadainya sarana dan prasarana, peningkatan profesionalisme serta rendahnya kesejahteraan anggota TNI.

5) Alutsista, masalah terbesar yang masih dihadapi TNI sebagai kekuatan utama kemampuan pertahanan adalah jumlah peralatan pertahanan terutama alutsista yang sangat terbatas dan kondisi peralatan pertahanan yang secara rata-rata tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi.

6) Embargo senjata, embargo senjata oleh negara produsen utama serta rendahnya pemanfaatan industri pertahanan nasional.

7) Anggaran pertahanan, belum tercukupinya anggaran pertahanan secara minimal karena anggaran pertahanan yang dapat disediakan baru 74,1% dari kebutuhan minimal anggaran pertahanan.

Demikian pula Polri menjadi salah satu lembaga yang secara profesional hanya akan diarahkan kepada tugas-tugas keamanan, khususnya keamanan

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 62: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

62

dalam negeri. Tap MPR tersebut mendorong dan mengarahkan Polri sebagai kekuatan polisi sipil, yang mengutamakan hukum dan ketertiban. Dari kedua ketetapan tersebut lahir UU Nomor 2 Tahun 2002 yang memperjelas tugas dan tanggung jawab Polri dalam bidang keamanan. Disamping berbagai penonjolan dan keberhasilan dalam reformasi perbaikan Polri beberapa permasalahan yang terjadi dalam bidang keamanan dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri masih mencerminkan corak militeristik dan sentralistik daripada semangat polisi sipil yang hendak diwujudkan. Bahkan secara terang-terangan pula Polri menjiplak struktur dan fungsi TNI di masa lalu.

2) Kedudukan Polri di bawah presiden dan pengangkatan Kapolri lewat persetujuan parlemen memungkinkan terjadi penyalahgunaan kekuatan Polri dan politisasi Polri.

3) Kurang mencerminkan transparansi dan akuntabilitas Polri sebagai lembaga negara. Hal ini dapat dilihat pada kasus anggaran Polri, yang bila dikalkulasikan hanya dapat memenuhi kurang dari 30% kebutuhan. Namun, kenyataannya justru banyak dana operasional dari Polri berasal dari sumber yang tidak jelas.

4) Tidak diaturnya secara spesifik tentang tataran tugas, wewenang, dan tanggung jawab Polri dalam masyarakat demokratis, justru sebaliknya mencerminkan hegemoni Polri dalam segala aspek kehidupan.

5) Bertentangan dengan UU Otonomi Daerah dimana belum menjelaskan ataupun memuat kedudukan Polri di bawah pemerintah sipil daerah.

6) Konsep perumusan keamanan dalam negeri dalam UU Polri mengukuhkan kembali mengenai asumsi-asumsi mengenai konsep keamanan yang bercorak represif dan patronase, serta berpotensi terjadinya konflik dengan TNI karena masalah tanggung jawab dan wilayah cakupan tugas.

7) Kurangnya profesionalisme lembaga kepolisian. Salah satu sebab utama belum optimalnya penanganan kriminalitas, penegakan hukum, pengelolaan ketertiban masyarakat, serta kelambatan antisipasi penanganan kejahatan transnasional adalah lemahnya profesionalisme lembaga kepolisian. Sampai saat ini SDM Polri memprihatinkan, kuantitas Polri belum memenuhi standar yang ditetapkan PBB yaitu 1 personel polisi untuk 400 orang penduduk. Rasio jumlah personel Polri dengan jumlah penduduk pada tahun 2004 adalah 1 berbanding 750, meskipun itu lebih baik dari tahun sebelumnya yaitu 1 berbanding 900.

b. Kesadaran Bela Negara. Landasan utama rancang bangun Hankamneg

Republik Indonesia adalah Hankamrata sebagaimana diatur pasal 30 ayat (2) perubahan kedua UUD RI yang berbunyi “Usaha Hankamneg dilaksanakan melalui Sishankamrata oleh TNI, Kepolisian Negara sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.”9 Dengan demikian, TNI sebagai komponen utama diwujudkan melalui 5 suku prajurit ditambah dengan cadangan darurat (walaupun pada UU tentang Prajurit TNI kemudian berubah menjadi 2 suku prajurit), sedangkan kekuatan rakyat sebagai pendukung diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU N0. 56/1999 tentang Ratih yang disiapkan dengan cara:1) Membangun kesadaran bela negara seluruh

rakyat secara bertahap dalam rangka membangun daya tangkal bangsa dan negara yang bertumpu pada keterpaduan seluruh komponen kekuatan pertahanan.

2) Hankamrata masih relevan untuk tetap digunakan sebagai wadah, isi, dan tata laku pertahanan nasional masa depan dengan revisi nilai instrumental agar tetap relevan dan mutakhir.

3) Tetap diterapkan dengan mempertahankan nilai dasar, mengubah nilai praktis, dan nilai instrumentalnya disesuaikan dengan perkembangan. Contoh nilai praktis adalah ancaman yang menggunakan pendekatan tidak langsung (narkoba, pornografi, peperangan ekonomi) lebih menonjol sehingga diperlukan kesadaran bela negara yang tinggi. Juga perlakuan terhadap kombatan dan nonkombatan untuk menghindari pelanggaran HAM.

Untuk mengimplementasikan konsep Sishanrata secara lebih aktual untuk masa depan, Departemen Pertahanan mempertimbangkan peniadaan program rakyat terlatih (Ratih). Alasannya, ratih tidak sesuai dengan hukum humaniter yang menuntut adanya pembedaan antara kombatan dan nonkombatan Ratih yang melibatkan seluruh rakyat tanpa kejelasan statusnya sebagai kombatan atau bukan dirasakan tidak realistis lagi. Untuk masa depan dipandang lebih cenderung melakukan program pendidikan wajib bela negara dalam waktu tertentu. Namun, pendidikan ini tidak menjadikan pesertanya sebagai kombatan karena setelah dididik, para peserta akan dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat untuk bekerja sebagai rakyat biasa sesuai dengan profesi dan bidang masing-masing. Mereka bukan tentara, tetapi dalam situasi tertentu dapat dimobilisasi untuk membela negara.

Yang terjadi saat ini adalah belum optimalnya pendayagunaan potensi masyarakat dalam bela negara.

9 Sistem Pertahanan Keamanan Negara Analisis Potensi & Problem (Editor Dr. Indria Samego) hal 32-33, The Habibie Center, Jakarta, 2001.

Page 63: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

63

Selain sistem rekrutmen dan pendidikan yang belum jelas juga rendahnya kesadaran bela negara masyarakat menjadi kendala utama. Padahal, masyarakat adalah salah satu komponen utama dalam suatu sistem pertahanan negara. Manfaat dari bela negara tidak hanya untuk kepentingan pertahanan negara semata. Akan tetapi, lebih jauh dari itu perubahan sikap mental dan sosial masyarakat memiliki pengaruh luas bagi kemajuan suatu bangsa. Disiplin nasional dan ethos kerja dapat dimunculkan dari upaya pendidikan bela negara ini.

c. Pembangunan Kekuatan Pertahanan Rakyat Semesta.

Pertahanan Negara Indonesia diselenggarakan dalam suatu Sistem Pertahanan Semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, serta segenap sumber daya nasional yang dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut. Sishanneg dalam menghadapi ancaman militer memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter dalam susunan Komponen Utama Pertahanan yaitu TNI, serta komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana prasarana nasional. Komponen cadangan dibentuk dari sumber daya nasional yang dipersiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan TNI.10 Mobilisasi merupakan tindakan politik dari pemerintah melalui pernyataan Presiden

10 Doktrin Pertahanan Negara, Dephan RI hal 71.

untuk mengerahkan dan menggunakan secara serentak sumber daya nasional serta sarana prasarana nasional sebagai kekuatan pertahanan. Komponen Pendukung adalah sumber daya nasional selain Komponen Utama dan Komponen Cadangan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dan Komponen Cadangan. Komponen Pendukung dikelompokkan dalam lima suku komponen pendukung, yakni Garda Bangsa, tenaga ahli sesuai dengan profesi dan bidang keahliannya, warga negara lainnya, industri nasional, sarana prasarana, serta sumber daya buatan dan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan.

d. Komitmen Nasional di Bidang Hankam.

Komitmen nasional di bidang hankam maka berhubungan pula dengan Reformasi Sektor Keamanan, yang juga melihat pula tujuannya yakni transformasi institusi-institusi keamanan sehingga mereka dapat menjalankan perannya secara efektif, legitimate, bertanggung jawab dalam memberikan jaminan keamanan kepada warga negaranya. Secara operasional berarti harus mampu memberikan jaminan rasa aman kepada masyarakat. Konsekuensi yang dituntut adalah agar TNI Polri benar-benar menjadi institusi keamanan yang profesional. Yang paling esensial adalah terwujudnya perubahan paradigma pembangunan pasca perang dingin, yakni meletakkan sektor keamanan sebagai bagian substansi dari upaya untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Peperangan generasi keempat menjadi

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 64: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

64

antisipasi objektif bahwa perang berubah dari battle field ke arah battle space.

Kondisi yang diharapkan adalah terwujudnya suatu Upaya Reformasi Sektor Keamanan dengan membangun kemampuan pelaksana keamanan, mengembangkan kemampuan institusi penyelenggaraan pertahanan (Departemen Pertahanan), dan mendorong dan memperkuat peran aktif institusi pengawas (oversight) yakni parlemen dan civil society. Parameter yang digunakan antara lain adalah tertatanya ketentuan perundang-undangan berdasarkan the rule of law. Demikian pula untuk kebijakan pertahanan suatu negara seharusnya sudah ada dalam cetak biru (blue print) yang merupakan strategi besar pertahanan. Kebijakan politik tersebut dihasilkan dari dua lembaga yakni presiden dan parlemen.

e. Regulasi Hukum.Kondisi yang terjadi pada saat ini adalah masih

belum komprehensifnya kebijakan dan strategi pertahanan. Kendala dalam peranti lunak akan mengakibatkan operasional di lapangan khususnya dalam penanganan bidang pertahanan dan keamanan bisa tumpang tindih dan cenderung tidak komprehensif. Secara terinci dapat dikemukakan sebagai berikut :1) Tap MPR/VI/2000 tentang pemisahan TNI dan

Polri yang mengatur TNI di bawah Menhan serta Polri di bawah Presiden secara langsung masih banyak menyisakan masalah. Tap MPR/VII/2000 tentang peran TNI dan Polri yang terbagi dalam fungsi pertahanan menjadi wilayah TNI dan fungsi keamanan menjadi tugas dan tanggung jawab Polri. Terutama menyangkut pengertian dan batasan keamanan apakah keamanan negara (state security), keamanan dalam negeri, ataukah keamanan sektor masih memerlukan penjelasan dan uraian lebih rinci dalam implementasi di lapangan. Intrik dan ekses pemilahan organisasi dan peran di atas banyak terjadi di masyarakat saat ini.

2) Penyusunan buku putih oleh Dephan yang merupakan amanat UU Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang di dalamnya termuat reformasi sektor pertahanan dan keamanan dilakukan dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, mencakup penataan budaya, struktur dan tata nilai yang menyeluruh. Beberapa

kelemahan yang ada antara lain sebagai berikut :11

a) Bahwa buku putih tersebut tidak memuat geostrategis, berupa kondisi mutakhir perkembangan dunia internasional, khususnya dinamika hubungan antara negara adidaya dan dinamika kekuatan regional sebagai dasar penentuan kemungkinan ancaman.

b) Belum memaparkan lini diplomasi guna menggambarkan formula kerjasama dalam menangkal ancaman keamanan.

c) Belum menyinggung upaya diplomasi preventif dalam keamanan regional bilateral maupun multilateral, sehingga terkesan selalu berorientasi ke dalam.

d) Belum merumuskan ancaman, yang berkaitan dengan geopolitik dan posisi Indonesia yang berada pada posisi silang.

e) Tidak mencerminkan dari analisis strategis yang komprehensif, karena cenderung pada analisis yang bervisi pada pertahanan darat.

3) UU RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masih menyisakan masalah antara lain sebagai berikut.a) Penempatan militer di bawah Departemen

Pertahanan yang tidak eksplisit. Terdapat kontradiksi pada pasal yang berkaitan dengan penempatan militer di bawah Departemen Pertahanan. Pasal 3 ayat 2 menyebutkan TNI di bawah Dephan, maka pada penjelasan terdapat uraian di masa yang akan datang TNI berada dalam Dephan.

b) UU tersebut membuka ruang bagi anggota TNI untuk berpolitik dan berkiprah di luar tugas-tugas pertahanan, yakni TNI boleh menduduki jabatan departemen/non departemen, bahkan dalam

11 Muradi Clark, Tantangan dalam Reformasi Sektor Pertahanan dan Keamanan di Indonesia hal 7-8, Dephan RI Ja-nuari 2007.

Page 65: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

65

UU No 32 tahun 2004 diinterpretasikan oleh elit politik di parlemen yang membolehkan anggota TNI untuk ikut dalam kontestasi pilkada dengan syarat mengambil cuti terlebih dahulu.

c) Menyangkut wewenang Panglima TNI dalam menghadapi ancaman dan serangan dari luar. Wewenang Panglima TNI yang dalam situasi tertentu dapat langsung mengirim pasukan di tempat dimana ancaman tersebut berasal, dan dapat melaporkannya ke Presiden kurang dari 24 jam (Pasal 19).

d) Tidak jelasnya penegasan pengambilalihan bisnis TNI oleh pemerintah, menyebabkan hingga kini proses tersebut belum berjalan secara optimal (Pasal 76).

4) Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara yang mengatur Sishankamrata seharusnya dilakukan dengan undang-undang karena telah diakui oleh legislatif bukan semata-mata Keppres oleh pemerintah berkuasa sehingga legitimasi meningkat bagi suksesnya suatu sistem yang dibangun.

Konsepsi Bidang Pertahanan dan Keamanan.a. Umum.

Berangkat dari pembahasan pada bab-bab terdahulu maka dapat diabstraksikan bahwa kebijakan dan strategi pertahanan belum sepenuhnya bersifat komprehensif dan lebih difokuskan pada aspek kekuatan inti pertahanan. Sasaran peningkatan kemampuan pertahanan negara dalam 5 tahun ke depan antara lain adalah tersusunnya Rancangan Postur Pertahanan Indonesia berdasarkan Strategic Defense Review (SDR) dan strategi pertahanan disusun sebagai hasil kerjasama civil society dan militer, meningkatnya profesionalisme anggota TNI baik dalam operasi militer untuk perang maupun selain perang, meningkatnya jumlah dan kondisi peralatan peralatan pertahanan ke arah modernisasi alat utama sistem kesenjataan dan kesiapan operasional, dan meningkatnya penggunaan alutsista produksi dalam negeri dan dapat ditanganinya pemeliharaan alutsista oleh industri dalam negeri, serta terdayagunakannya potensi masyarakat dalam bela negara sebagai salah satu komponen utama bela negara.

b. Kebijakan. Untuk dapat mewujudkan suatu sistem

penyelenggaraan pertahanan dan keamanan secara komprehensif sesuai harapan dalam Sishankamrata dan mewujudkan pembangunan nasional maka ditawarkan pokok-pokok kebijakan yang perlu ditempuh dalam

upaya mewujudkan bidang pertahanan dan keamanan sebagai berikut: ”Terwujudnya optimalisasi bidang pertahanan dan keamanan melalui peran TNI dan Polri, kesadaran bela negara, pembangunan kekuatan perata, dan komitmen nasional, serta regulasi hukum guna meningkatkan Sishankamrata dalam rangka mendukung pembangunan nasional.”

c. Strategi. Strategi yang digunakan dalam mengantisipasi

permasalahan adalah dengan menghadapi setiap kendala/permasalahan terhadap bidang pertahanan dan keamanan secara dini, komprehensif, dan terpadu. Yang menjadi prioritas adalah pentingnya optimalisasi bidang pertahanan dan keamanan guna meningkatkan Sishankamrata dalam rangka mendukung pembangunan nasional, antara lain menyangkut: 1) Meningkatkan peran TNI/Polri.Untuk memberi posisi yang jelas dalam pengelolaan

sistem pertahanan dan keamanan semesta, maka sasarannya adalah terwujudnya peran TNI/Polri secara optimal dalam kepentingan pertahanan dan keamanan yang dilaksanakan oleh Presiden, Lembaga Legislatif, Menkopolhukam, Menhan, Mendagri, Panglima TNI, Kapolri dengan regulasi hukum, sosialisasi, dan edukasi.

2) Meningkatkan kesadaran bela negara. Kesadaran bela negara dari masyarakat dan

aparatur pemerintah dilakukan melalui pendidikan formal (jalur sekolah), non formal (lingkungan pekerjaan/pendidikan luar sekolah), dan informal (lingkungan pembinaan/masyarakat).

3)Meningkatkan pembangunan kekuatan Sishankamrata.

Pembangunan kekuatan Sishankamrata dilakukan secara proporsional dengan membangun komponen utama, komponen cadangan dan komponen pendukung sebagai langkah dalam mensosialisasikan hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara.

4) Terwujudnya komitmen nasional dalam bidang pertahanan dan keamanan.

Agar negara mempunyai kekuatan pertahanan dan keamanan yang kuat serta mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta mendukung pembangunan nasional.

5)Terwujudnya regulasi hukum tentang pertahanan dan keamanan.

Regulasi hukum dilakukan sebagai pijakan operasional dengan format yang jelas untuk membangun Sishankamrata kita.

d. Upaya. Guna tercapai tujuan dan sasaran yang telah

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 66: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

66

ditetapkan dalam kebijakan dan strategi di atas maka upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.1) Upaya untuk mendukung Strategi: Mewujudkan

peran TNI/Polri secara optimal.a) Mengubah secara kelembagaan politik pada TNI,

yang pada masa sebelumnya dianggap sangat berpolitik dan menjadi instrumen Orde Baru, saat ini diminta meninggalkan aktivitas politiknya (political disengagement). Peran sosial politik TNI dituntut ditinggalkan dan profesionalisme militerlah sebagai penggantinya. TNI harus menjadi mitra dan merelakan diri untuk selalu share dengan kekuatan sipil. Termasuk dalam memikirkan segala aspek yang berurusan dengan rasa aman masyarakat dan pertahanan negara. Oleh karena itu, Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) perlu dirumuskan ulang menyangkut format, konsep, ataupun aktualitasnya.

b) Memenuhi tuntutan transparansi, yakni pada saat ini agar segalanya dilakukan secara transparan dengan mengedepankan prinsip egalitarianisme, serta suasana hubungan yang lebih baik antara unsur kekuatan sipil dengan unsur militer. Sementara itu Polri yang selama ini berada dalam lingkungan TNI, dalam era reformasi dan demokratisasi harus diposisikan tersendiri yakni sebagai kekuatan penegak hukum dan di bawah kendali sipil (civilian control). Kebijakan dan implementasi sistem pertahanan dan keamanan (Sishankamneg) disesuaikan dengan “semangat Indonesia Baru” yang lebih menghargai HAM, penegakan hukum, demokratisasi, senderung pada civil society daripada state centred. Konsep pertahanan dan keamanan yang selama ini diwujudkan dengan kemanunggalan TNI rakyat dalam bela negara, saat ini pendekatan Sishankamrata dan penyusunannya bukanlah semata monopoli kekuatan tertentu (TNI) melainkan menjadi tanggung jawab seluruh elemen bangsa untuk ikut mendukungnya. Penyelenggaraan yang masih belum optimal, terjadi distorsi menuntut perbaikan dalam kelembagaan dan aturannya.

c) Mengkaji secara mendalam UUD 1945 Bab XII yang berjudul “Pertahanan dan Keamanan Negara” Di dalam bab ini Pasal 30 ayat (1) menyebut tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2) menyebut “usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”. Ayat (3) menyebut

tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, di atur dengan undang-undang.

d) TNI dan Polri walaupun berbeda dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerjasama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta” . Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogyanya ditata ulang melalui undang-undang yang membangun adanya “kesisteman” yang baik dan benar.

e) Meningkatkan peran TNI/Polri secara optimal antara lain dilakukan dengan menempuh koordinasi dan sosialisasi ke kalangan masyarakat luas bahwa tidak ada niatan dari Departemen Pertahanan untuk melebur dan menggabungkan kembali organisasi TNI dan Polri ke dalam pola hankam seperti pada awal Juli 2000 saat Polri masih di bawah kewenangan Departemen Pertahanan. Hal ini dilakukan untuk memberikan porsi dan batas-batas wewenang secara jelas dalam pengelolaan Sistem Pertahanan Semesta. Sosialisasi dilakukan untuk meyakinkan bahwa pertahanan negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan keamanan negara tidak sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan dan keamanan negara harus dijiwai pasal (2) UUD 1945 tentang “pertahanan dan keamanan rakyat semesta”.

2) Upaya untuk mendukung Strategi 2: Mewujudkan kesadaran bela negara.a) Membangun kesadaran bela negara dilakukan

kepada seluruh rakyat/masyarakat dan aparatur pemerintah secara bertahap dalam rangka membangun daya tangkal bangsa dan negara yang bertumpu pada keterpaduan seluruh komponen kekuatan pertahanan. Esensi bela negara seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 30 antara lain perlunya bela negara. Karena sampai saat ini masih lemah/rendah sehingga perlu dikembangkan dengan sistem dan pola baru disesuaikan dengan kondisi saat ini, yakni melalui pendidikan formal, nonformal, dan pendidikan informal di keluarga secara optimal.

b) Mengimplementasikan konsep Sishanrata secara lebih aktual untuk masa depan, dapat

Page 67: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

67

diterima secara logis bila Departemen Pertahanan mempertimbangkan peniadaan program rakyat terlatih (Ratih). Alasannya, ratih tidak sesuai dengan hukum humaniter yang menuntut adanya pembedaan antara kombatan dan nonkombatan. Ratih yang melibatkan seluruh rakyat tanpa kejelasan statusnya sebagai kombatan atau bukan dirasakan tidak realistis lagi. Untuk masa depan dipandang lebih cenderung melakukan program pendidikan wajib bela negara dalam waktu tertentu. Namun, pendidikan ini tidak menjadikan pesertanya sebagai kombatan karena setelah dididik, para peserta akan dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat untuk bekerja sebagai rakyat biasa sesuai dengan profesi dan bidang masing-masing. Mereka bukan tentara, tetapi dalam situasi tertentu dapat dimobilisasi untuk membela negara. Yang dapat dimasukkan

Ratih perlu dipertimbangkan antara lain kekuatan sebagai berikut (konsep baru yang selama ini tidak dijamah), terutama yang dapat diperankan dalam mendukung logistik wilayah dan dukungan tranportasi kepentingan operasional, seperti halnya Perum Migas, Mobil Nasional, rumah sakit di daerah, perusahaan minyak nasional, dan Pertamina misalnya. Dalam keadaan darurat dan mendesak unsur-unsur tersebut dapat diberdayakan menjadi kekuatan pendukung suatu operasi militer mapun non militer.

c) Melatih dan menyediakan masyarakat terlatih dan militan melalui pelatihan bela negara baik untuk OMP maupun OMSP. Diharapkan dengan

berfungsinya bela negara maka di lapisan masyarakat tersedia anggota masyarakat militan yang siap setiap saat digerakkan sesuai kepentingan OMP atau OMSP. Tingginya wawasan kebangsaan dan disiplin nasional yang dimiliki kelompok masyarakat terlatih dalam bela negara menjadi elemen vital dan strategis dalam sistem pertahanan negara.

d) Departemen Pertahanan didukung ketiga unsur angkatan TNI dan Polri mensosialisasikan ketentuan legal formal tentang pengaturan Sishanneg. Selanjutnya diperlukan peranti lunak penjabaran dan pendukung undang-undang tersebut berupa peraturan pemerintah dan peraturan daerah yang relevan. Demikian pula koordinasi kelembagaan agar pembangunan di wilayah/daerah memiliki kesamaan persepsi dan tidak menimbulkan masalah di lapangan. Khusus masalah pertahanan dan keamanan menjadi kewenangan pusat, sehingga otonomi luas tidak diberlakukan ketika berhubungan dengan bidang pertahanan dan keamanan.

3) Upaya untuk mendukung Strategi 3 : Mewujudkan pembangunan kekuatan Perata secara proporsional.a) Melakukan pembangunan kekuatan Pertahanan

Rakyat Semesta dengan melibatkan seluruh elemen bangsa yang meliputi dimensi-dimensi (politik, ekonomi, sosial budaya, dan seterusnya) yang bersifat interaktif dan korelatif dengan selalu memperhatikan nilai-nilai dasar Sishankamrata yang harus dipertahankan, meliputi keterpaduan upaya dan totalitas sumber daya sebagai berikut:(1)Kerakyatan bermakna human security, HAM, hak

individu, dan hak publik untuk menikmati rasa aman dan turut serta mengupayakan keamanan.

(2)Kewilayahan bermakna konsentrasi upaya keamanan disesuaikan dengan dispersi komponen kekuatan nasional, karakter ancaman terhadap rasa aman dan keamanan pada wilayah yang bersangkutan. Wilayah sebagai pangkal perlawanan ditata sesuai dengan tata ruang wilayah pertahanan.

(3)Kesemestaan bermakna totalitas sarana dan metode untuk mencapai tujuan keamanan bersama.

b) Membangun kekuatan Pertahanan Rakyat Semesta yang mampu mengatasi setiap ancaman yang timbul baik dari dalam maupun dari luar negeri. Secara jauh hal ini akan berpengaruh pada penciptaan kondisi yang kondusif bagi tahapan pembangunan nasional berikutnya. Ini juga sebagai nilai instrumental yang merupakan jabaran nilai dasar ke dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu,

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 68: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

68

produk ini harus dibuat dan disahkan oleh DPR, seharusnya DPR membuat forecacting tentang hal-hal yang berkaitan dengan Hankamneg yang harus dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sehingga relevansinya mampu menjangkau rentang waktu yang panjang.

c) Departemen Pertahanan menginisiasi lahirnya perundang-undangan baru sesuai dengan tuntutan kebutuhan kepada Presiden RI dan DPR RI. Yang dikembangkan dalam menempuh upaya ini antara lain dengan melakukan legislasi melalui penetapan perundang-undangan baru yang relevan dan persuasi ke masyarakat, lembaga legislatif, dan aparat pemerintahan daerah tentang pentingnya Sisperta dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara dalam pembangunan nasional.

4) Upaya untuk mendukung Strategi 4: Mewujudkan komitmen nasional dalam bidang pertahanan dan keamanan.a) Melaksanakan pembangunan bidang pertahanan

yang mencakup sistem dan strategi pertahanan, postur dan struktur pertahanan, profesionalisme TNI, pengembangan teknologi pertahanan dalam ketersediaan alutsista, komponen cadangan, dan pendukung pertahanan yang diarahkan pada upaya terus-menerus untuk mewujudkan kemampuan pertahanan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal agar mampu menegakkan kedaulatan negara dan menjaga keselamatan bangsa serta keutuhan wilayah NKRI. Hal ini untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan NKRI diperlukan kemampuan pertahanan negara yang kua dan untuk mengantisipasi adanya ancaman militer dan nirmiliter yang tidak ringan.

b) Hal segera yang perlu dilakukan adalah secara terus-menerus menyempurnakan sistem dan strategi pertahanan nasional secara optimal untuk mewujudkan sistem pertahanan semesta berdasarkan kapabilitas pertahanan agar secara simultan mampu mengatasi ancaman dan memiliki efek penggentar. Dalam sistem pertahanan semesta tersebut, pertahanan nasional didesain agar mempunyai kemampuan menangkal ancaman di wilayah terluar Indonesia dan kemampuan untuk mempertahankan wilayah daratan serta mengawasi dan melindungi wilayah yurisdiksi laut Indonesia dan ruang udara nasional.

c) Menyangkut postur dan struktur pertahanan dalam rangka menjawab berbagai kemungkinan tantangan, permasalahan aktual, dan pembangunan kapabilitas jangka panjang yang sesuai dengan kondisi geografis dan dinamika masyarakat maka

ditempuh pembangunan postur dan struktur dari tiap matra. Upaya meningkatan profesionalisme TNI dilaksanakan dengan menjaga netralitas politik dan memusatkan diri pada tugas-tugas pertahanan dalam bentuk operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang melalui fokus pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan alutsista. Peningkatan kondisi dan jumlah alutsista setiap matra dilaksanakan menurut validasi postur dan struktur pertahanan untuk dapat melampaui kebutuhan kekuatan pertahanan minimal. Pemenuhan kebutuhan alutsista dipenuhi secara bertahap sejalan dengan kemampuan keuangan negara atas dasar perkembangan teknologi, prinsip kemandirian, kemudahan interoperabilitas dan perawatan, serta aliansi strategis.

d) Menteri Pertahanan dan Panglima TNI dapat mengembangkan pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan sumber daya manusia TNI Polri sesuai tuntutan organisasi dan kebutuhan masyarakat, serta pendidikan dan pelatihan bagi kader-kader partai politik agar berkualitas dan memiliki kesadaran politik yang proporsional dan beretika dalam berorganisasi. Penugasan ke luar negeri dan pendidikan pelatihan ke luar negeri dilakukan berdasarkan skala prioritas guna meningkatkan SDM prajurit TNI.

5) Upaya guna mendukung Strategi 5 : M e w u j u d k a n regulasi hukum tentang pertahanan dan keamanan. a) Pengaturan bidang pertahanan dan keamanan dalam

mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia pasca reformasi dimulai dengan komitmen nasional terhadap pemilahan TNI Polri ke dalam peran dan fungsi yang berbeda yakni fungsi pertahanan menjadi ranah TNI dan keamanan menjadi ranah Polri. Akan tetapi, sampai saat ini masih terkendala oleh sisi hukum yang dipandang tumpang tindih menyangkut batasan keamanan (keamanan nasional atau keamanan dalam negeri). Pada tugas perbantuan TNI kepada Polri juga belum diatur secara operasional di lapangan kapan dan bagaimana bantuan itu harus dilakukan. Dengan demikian, diperlukan pembuatan UU Tugas Perbantuan (TNI kepada pemerintah melalui Polri). Keberadaan UU Tugas Perbantuan menjadi kebutuhan mendesak agar tingkat koordinasi dan batasan kerja antara Polri dengan TNI makin jelas. Juga dibutuhkan agar kelengkapan legislasi perihal pengaturan wewenang dan tugas dari lembaga-lembaga sektor pertahanan dan keamanan khususnya antara TNI dan Polri secara eksplisit memudahkan pemerintah dalam

Page 69: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

69

mengaturnya.b) Secara kronologis lahirnya ketentuan hukum berikut

belum dilakukan secara menyeluruh. Tanggal 8 Januari 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan No 3 Tahun 2002, masing-masing tentang Polri dan Hanneg, hasil dari Tap MPR No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri. Pada 18 Agustus 2000 Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan ayat (2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam” serta “ra” dan “ta”. Pada Agustus 2003 Tap I MPR Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan No VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang mengatur Polri dan Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.12 Dengan demikian, Maret 2005 telah terdapat UU tentang Hanneg, UU tentang Polri, dan UU tentan TNI. Namun, hingga saat ini belum ada UU tentang “Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu sistem dengan “Hanneg” karena (kata “dan” antara “han” an “kam” untuk membedakan dan memisahkan organisasi TNI dan Polri). Sayang memang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali tidak menyebut “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta” sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi “pertahanan negara” dan “keamanan negara”.

c) Apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 UUD 1945 ayat (2) yaitu membangun sistem pertahanan

12

dan keamanan rakyat semesta, perlu disiapkan UU tentang “Pertahanan dan Keamanan Negara” yang lebih bermuatan semangat dan kinerja “Sishankamrata”. Demikian pula bila penyebutan pertahanan negara (hanneg) dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku sesuai dengan judul Bab XII UUD 1945, dari segi logika seharusnya ada UU Kemanan Negara yang mewadahi UU Polri. Pasal-pasal dalam Hanneg menyebutkan pertahanan negara bukan sekadar mengurus tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan bahwa keamanan negara bukan sekadar tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan “di masa mendatang TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan), menjadi suatu pengukuhan konsep dan praktek supremasi sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu didukung UU Kamneg yang kelak akan mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misal Departemen Dalam Negeri), sebagaimana TNI di bawah Dephan. d) Yang harus segera dilakukan adalah menerbitkan peranti lunak berupa undang-undang yang mengatur sistem keamanan nasional dalam menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI, berupa “UU Keamanan Negara”. Deadlock yang terjadi dalam pembuatan undang-undang pertahanan keamanan menjadi atensi dan prioritas bagi penyelesaian permasalahan pertahanan dan keamanan ke depan. Upaya Dephan membuat naskah akademik melalui UU yang mencerminkan kesisteman antara pertahanan dan

keamanan negara, semangat kerjasama TNI dan Polri dalam departemen sipil yang berbeda, harus didukung untuk membina kerjasama di lapangan antara TNI dan Polri, dan dalam rangka menyelaraskan pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI. e) Menteri Pertahanan dan Panglima TNI dapat mengembangkan penegakan/kepastian hukum melalui regulasi hukum disesuaikan dengan tuntutan legal formal, fungsi dan peran tiap elemen pertahanan dan keamanan, dan asas profesionalisme, koordinasi/komunikasi, dan pengembangan transparansi di pemerintahan dan legislatif sehingga terjalin saling pengertian dalam kesepahaman persepsi mengapa suatu UU diperlukan kehadirannya.

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]

Page 70: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

70

Kesimpulan dan Saran.a. Kesimpulan.Dari uraian di atas dapat diajukan beberapa kesimpulan

sebagai berikut:1) Kondisi geografis dan karakteristik masyarakat

Indonesia yang bersifat khusus, di samping berpengaruh positif juga dapat menjadi ancaman yang dapat membahayakan keutuhan NKRI. Demikian pula dengan upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional memunculkan kesulitan tersendiri dan menuntut sistem pembangunan nasional yang mampu meningkatkan kesejahteraan umum (khususnya dalam bidang pertahanan dan keamanan nasional), tetapi dengan tetap memperhatikan aspek kesejahteraan rakyat yang ditempuh dengan pembangunan nasional. Maka lahirlah ketentuan legal formal berupa Undang-undang Keamanan Negara sebagai wujud sinkronisasi UU Polri, UU Hanneg, dan UU TNI.

2) Bidang pertahanan dan keamanan menyangkut peran TNI/Polri, komitmen nasional, kekuatan Sispeta, usaha bela negara, regulasi hukum menyangkut pertahanan dan keamanan dengan

segala kompleksitas masalahnya menjadikan terjadi polemik tentang profesionalisme TNI/Polri, komitmen nasional, sampai dengan regulasi hukum, dan problem-problem lain telah menimbulkan kekhawatiran tersendiri dan membutuhkan antisipasi segera dan bersifat komprehensif.

3) Menyadari bahwa peningkatan eskalasi permasalahan akibat transisi peranti lunak dan belum tuntasnya undang-undang tentang pertahanan keamanan, perbedaan/pergeseran persepsi membutuhkan langkah-langkah penanganan yang sistematis dan terpadu agar tidak membahayakan keutuhan NKRI maupun rusaknya hubungan antar kelembagaan negara dan pemerintah pusat dengan daerah. Dari kondisi ini maka Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional yang berupa kesadaran nasional dan integritas pribadi yang berwawasan kebangsaan menjadi tameng ampuh dan berharga dalam penangkalan setiap ancaman yang timbul. Aktualisasi dapat dilakukan dengan melengkapi undang-undang tentang pertahanan dan keamanan dengan peraturan pemerintah dan peraturan lain yang relevan, lengkap dengan pranata di lapangan secara proporsional.

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

70

Page 71: Maret 2010

jurnal yudhagama | Tahun X

XX

| Bulan M

aret 2010

71

b. Saran. Dengan memperhatikan beberapa permasalahan

menyangkut pertahanan dan keamanan dikaitkan dengan faktor berpengaruh dan lingkungan strategis yang berkembang, disarankan kepada pemerintah pusat dalam hal ini pemimpin nasional dan pemimpin ormas/parpol untuk:1) Melakukan penataan terhadap sistem

penyelenggaraan bidang pertahanan dan keamanan melalui sosialisasi secara proporsional tentang undang-undang pertahanan dan keamanan yang dilengkapi pranata pendukungnya, antara lain perlunya peraturan pemerintah atau Keputusan Presiden sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

2) Melakukan dan memantapkan proses pengambilan keputusan melalui ketegasan dalam memutuskan setiap permasalahan bangsa yang berkaitan dengan penyelenggaraan bidang pertahanan dan keamanan dalam rangka keutuhan NKRI didukung oleh penegakan hukum merupakan tindakan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi yang harus dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

3) Mengembangkan program pembangunan yang berisi kepentingan nasional baik dalam aspek kesejahteraan maupun aspek keamanan harus disosialisasikan terlebih dahulu ke masyarakat luas termasuk ke aparat Pemda dan penegak hukumnya, melalui tatap muka, anjangsana ke paguyuban, dan koordinasi lintas sektoral dalam penanganan wilayah antara lain untuk meningkatnya profesionalisme TNI, meningkatkan jumlah dan kondisi peralatan peralatan pertahanan ke arah modernisasi alat utama sistem kesenjataan dan kesiapan operasional, meningkatnya penggunaan alutsista produksi dalam negeri dan dapat ditanganinya pemeliharaan alutsista oleh industri dalam negeri, serta terdayagunakannya potensi masyarakat dalam bela negara sebagai salah satu komponen utama bela negara.

DAFTAR PUSTAKAApriliani Soegiarto, Potensi dan Pemanfaatan Sumber Hayati Laut Menjelang Tahun 2000, Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta, 1995.Doktrin Pertahanan Negara, Dephan RI, 2007.Indria Samego (Editor), Sistem Pertahanan-Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem, The Habibie Center, Jakarta, 2001.J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2007.Kiki Syahnakri, Memahami Peran Koter dalam Sishankamrata, Jurnal Yudhagama Edisi Khusus Desember 2005.Koento Wibisono S., Pancasila dan Era Globalisasi dalam Visi ABRI Menatap Masa Depan, UGM , Yogyakarta, 1997.L. Madyo, Kependudukan di Indonesia dan Permasalahannya dalam Ceramah KSA X Lemhannas tahun 2002. Muradi Clark, Tantangan dalam Reformasi Sektor Pertahanan dan Keamanan di Indonesia, Dephan RI,Jakarta, 2007.Naskah Departemen, Strategi Penangkalan, Seskoad, 2005.Naskah Departemen, Hakikat Ancaman, Seskoad, 2005.Peraturan Presiden RI No 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.Peraturan Presiden No 7 Tahun 2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.Robert Mangindaan, Suatu Pandangan: Sishankamrata, Lemhannas RI, 2009.Undang-undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 4439. Undang-undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 4439. Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) 2005-2025, Fokusmedia Bandung, 2007.Undang-undang RI No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Riwayat Hidup

Data Pokok.Nama : Drs. Agung ZamaniPangkat : Letkol CajN R P : 34071Tmp/Tgl.Lhr : Purworejo/17-03-1964Jabatan : Pabandya Binkar Spersdam III/Slw Agama : IslamKesatuan : Denma Dam III/Slw

Pendidikan Militer.Sepawamil Th. 1990Sekalihpa Th. 1996Suslapa I Ajen Th. 1998Suslapa Ajen Th. 2000Seskoad Th. 2005 Riwayat Jabatan.Pama AkmilKaurtu Depilpengtek AkmilKaur Hukum Depsosbah Hukum AkmilKaur Protokol Denma AkmilInstrukturmin Tim Gadik Depcabnikmin AkmilPabandya Binkar Spersdam III/Slw

[ Media Informasi dan Komunikasi TNI-AD ]jurnal yudhagam

a | Tahun XX

X | B

ulan Maret 2010

71

Page 72: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

72

Page 73: Maret 2010
Page 74: Maret 2010

jurn

al y

udha

gam

a | T

ahun

XX

X |

Bul

an M

aret

201

0

74