Manuscript KDK FKUI

14
Geriatri Dengan Vulnus Laceratum Regio Parietal Et Causa Kecelakaan Lalu Lintas Sebagai Tulang Punggung Keluarga dan Perilaku Pengobatan Kuratif Disusun oleh : Bais Subaiki 0818011052

description

manuscript klinik dokter keluarga FKUI Kiara pasien dengan vulnus laceratum

Transcript of Manuscript KDK FKUI

Page 1: Manuscript KDK FKUI

Geriatri Dengan Vulnus Laceratum Regio Parietal Et Causa Kecelakaan Lalu Lintas Sebagai Tulang

Punggung Keluarga dan Perilaku Pengobatan Kuratif

Disusun oleh :

Bais Subaiki 0818011052

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Divisi Kedokteran KeluargaFakultas Kedokteran Universitas Lampung

September 2013

Page 2: Manuscript KDK FKUI

Geriatric With Vulnus Laceratum Parietal Region Et Causa Traffic Accident As a Family Backbone and Behavior Curative Treatment

BAIS SUBAIKI0818011052

ABSTRACT

Background: Vulnus Laceratum with home care is very complex, aggravated by psychological and psychosocial problem beside clinical problem. That’s why the role of caregiver and the warmth from the family is very helpful to solve rhe problem.

Goals: Identification of factors internal and external to home care for vulnus laceratum in geriatric caused by traffic accident and completion of the existing problems.

Method : descriptive analytic study with primary data taken from anamnesis, physical examination, home assessment , her household and family. The data was analized quantitatively and qualitatively.

Results: Obtained in the form of internal and external data, geriatrics, occupational newspaper sellers, irregular diet and exercise, live in the family compound and as the backbone of the family. Curative treatment patterns and lack of family role in addressing existing disease on family members

Summary : The Clinical and psychosocial problems are complex, it would take a long time,and togetherness between health providers and family. Providers are not only solve a clinical problem but also the warmth, psychosocial issues surrounding the household environment.

Key words: Vulnus Laceratum, Curative Treatment, Geriatrics.

Page 3: Manuscript KDK FKUI

Geriatri Dengan Vulnus Laceratum Regio Parietal Et Causa Kecelakaan Lalu Lintas Sebagai Tulang Punggung Keluarga dan Perilaku Pengobatan Kuratif

BAIS SUBAIKI0818011052

ABSTRAK

Latar Belakang: Vulnus laceratum pada geriatri dengan multi faktor stressor pekerjaan sebagai penjual koran , tulang punggung keluarga, prilaku pola makan tidak teratur, pola pengobatan yang kuratif , serta resiko penyakit metabolit dan degeneratif merupakan masalah klinis dan psikososial yang tidak mudah diselesaikan. Karena itu interaksi antara komunitas sosial dan keluarga dengan bantuan lingkungan komunitasnya sangat membantu tidak hanya dalam menyelesaikan masalah klinis saja tetapi juga masalah psikososial. Dimana eksposur pekerjaan dan perilaku dalam kehidupan seseorang merupakan faktor internal.

Tujuan: Teridentifikasinya faktor-faktor internal dan eksternal pada geriatri dengan vulnus laceratum akibat kecelakaan lalu lintas dan terselesaikannya masalah yang ada. Metode: Studi deskriptif analisis dengan data primer diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, penampakan rumah, keadaan rumah tangga dan keluarganya. Penilaian data secara kuantitatif dan kualitatif.

Hasil: Didapatkan data internal dan eksternal berupa ,geriatri, pekerjaan penjual koran, pola makan dan olahraga tidak teratur, hidup dalam keluarga majemuk dan sebagai tulang punggung keluarga. Pola pengobatan yang kuratif dan kurangnya peran keluarga dalam mengatasi penyakit yang ada pada anggota keluarga.

Kesimpulan: Masalah klinis dan psikososial yang kompleks membutuhkan waktu yang lama dan kerjasama antara provider kesehatan dan keluarga. Dimana provider tidak hanya menyelesaikan masalah klinis tetapi juga menciptakan kehangatan, dan juga masalah psikososial dengan bantuan komunitas lingkungan sekitar kehidupannya.

Kata kunci: Vulnus Laceratum, Pengobatan Kuratif, Geriatri

Page 4: Manuscript KDK FKUI

Latar belakang

Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan.1

Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: 1)Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit., 2) Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir, 3) Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin., 4) Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan berbagai korosif lainnya.1

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan mamulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing serta perkembangan awal seluluer bagian dari proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area luka yang bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan,dapat membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan.2

Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS) sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian kontinitas dan fungsi anatomi. Berdasarkan WHS suatu penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normalnya struktur , fungsi dan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka ditentukan oleh tipe luka dan lingkungan instrinsik maupun ekstrinsik. Penyembuhan lukabisa berlangsung cepat. Pada luka bedah dapat diketahui adanya sintesiskolagen dengan melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitanyang mulai menyatu. Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari kelimasampai ketujuh post operasi. 1,2

Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga tahapan yaitu : tahap inflamasi yang berlangsung pada hari kelima, tahap proliferasi yang berlangsung pada hari keenam, dan tahap remodeling yang dapat berlangsung berbulan-bulan. Penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normalstrukturnya, fungsinya dan penampilan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka di tentukan oleh tipe luka

danlingkungan ekstrinsik maupun intrinsik (Wound Healing Society).2

Beberapa faktor dapat mempercepat dan memperlambat proses penyembuhan luka. Adapun faktor yang dapat mempercepat terjadinya proses penyembuhan luka antara lain : 1) pertimbangan perkembangan ; anak dan dewasa lebih cepat mengalami proses penyembuhan dibanding orang tua, 2) nutrisi ; nutrisi yang cukup akan mempercepat proses penyembuhan luka, 3) infeksi ; adanya infeksi dapat mempelambat fase-fase penyembuhan luka, 4) sirkulasi dan oksigenasi ; sirkulasi dan oksigenasi yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan, 5) keadaan luka ; Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan danefektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding dengan luka bersih, 6) obat ; Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparindan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka. Dengan demikian pengobatan luka akan berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama. 4

Menurut George Enggel pendekatan dalam pelayanan medis tidak hanya berfokus pada aspek biologi (penyakit) tetapi juga dipengaruhi oleh aspek psikososial. yang tidak mudah diselesaikan. Karena itu interaksi antara komunitas sosial dan keluarga dengan bantuan lingkungan komunitasnya sangat membantu tidak hanya dalam menyelesaikan masalah klinis saja tetapi juga masalah psikososial. Berdasarkan pelayanan dokter keluarga yang komprehensif, kontinu, integratif, holistik, dan koordinatif serta dilakukan penilaian standar manajemen resiko yang banyak dikemukakan berkaitan dengan benefit cost. Oleh karena itu dilakukan studi kasus pada pasien ini karena ditemukan kompleknya masalah faktor eksternal dan internal yang dimiliki.

Tujuan Penulisan

Teridentifikasinya faktor-faktor internal dan eksternal pada geriatri dengan vulnus laceratum akibat kecelakaan lalu lintas dan terselesaikannya masalah yang ada.

Page 5: Manuscript KDK FKUI

Ilustrasi Kasus

Tn. H 67 tahun, datang ke Klinik K untuk kontrol luka pada kepala setelah mendapat jahitan sebanyak 3 jahitan 4 hari yang lalu. Luka terjadi setelah kepala terbentur spion mobil dari arah belakang di pasar sekitar tempat tinggalnya. Awalnya hanya merasakan nyeri pada kepalanya dan setelah itu kepala langsung berdarah. Dalam kondisi sadar pasien segera pergi ke klinik K untuk mengobati lukanya tersebut karena khawatir perdarahan yang terjadi semakin banyak. BAB dan BAK tidak ada keluhan, pola makan kurang teratur. Pasien hanya mencari pengobatan ketika keluhan dirasakan.

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Istrinya memiliki riwayat darah tinggi dan setelah mendapat pengobatan, merasa lebih baik sehingga berhenti berobat. Riwayat kencing manis(-) , darah tinggi(+) pada anggota keluarga.

Pernah mengalami luka pada kepala pada tahun 2009 akibat terbentur palang kereta api dan mendapat 6 jahitan.

Metode

Studi ini adalah deskriptif. Data primer diperoleh melalui anamnesis (autoanamnesis), pemeriksaan fisik dan tes laboratorium di klinik. Kunjungan rumah, melengkapi data keluarga, data okupasi dan psikososial serta lingkungan. Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif.

DATA KLINIS

DIAGNOSTIK HOLISTIK AWAL

Aspek 1. Kedatangan untuk kontrol jahitan luka di kepala akibat kecelakaan lalu lintas, kekhawatiran yang timbul yaitu luka belum sembuh dan khawatir bertambah parah. Harapan pasien luka cepat sembuh/kering. Persepsi pasien luka terlalu lama sembuh dan dapat menimbulkan gangguan di kepala Penampilan normal, tampak sakit ringan. Tensi 130/80mmHg, nadi 96x/menit, frekwensi napas 22x/menit, suhu 36,70C, IMT 19,4. Mata, telinga dan hidung dalam batas normal.. Tenggorokan, leher, paru, jantung, abdomen, dan KGB dalam batas normal., ekstremitas superior edema -/- nonpiting, kaku dan nyeri gerak -/-, eritema -/-, ekstremitas inferior dalam batas

normal. Status neurologis : Reflek fisiologis normal, Reflek patologis (-).Motorik:

Sensorik :

Regio parietal:Tampak vulnus laceratum dengan ukuran 3 cm, terjahit (3 jahitan), luka sudah mengering, nyeri tekan (+), perdarahan aktif (-) Aspek 2. Diagnosis klinis awal: Vulnus Laceratum regio parietal e.c KLL pasca hecting hari keempat tanpa tanda-tanda infeksiAspek 3. Internal: Usia 67 tahun, geriatri,aktivitas berat,pola berobat kuratif, prehipertensi, pengetahuan perawatan luka kurang, bekerja sebagai loper koran, stres karena menjadi tulang punggung keluarga.Aspek 4. Eksternal: dukungan keluarga kurang baik dan pelaku rawat kurang maksimal.Skala fungsional derajat 1 yaitu mampu melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Pengobatan:Konseling mengenai perawatan luka, identifikasi faktor resiko Hipertensi, DM, dislipidemia serta anjuran untuk melakukan skrining, anjuran untuk menggunakan alat pelindung diri berupa helm pada saat bekerja, serta anjuran makanan pada pasien.

Medikamentosa : cefadroxyl 2x500 mg/ hari dan ibuprofen 3x400 mg/ hari.

DATA KELUARGA:

Gambar 1. Genogram Keluarga Tn. H

5555 5555

5555 5555

+ ++ +

Page 6: Manuscript KDK FKUI

DATA OKUPASI DAN LINGKUNGAN RUMAH SEKALIGUS TEMPAT KERJA.

Pasien dan keluarga tinggal di rumah sendiri, dengan ukuran 4,5 x 8 m2, daerah pemukiman padat dengan luas rumah yang kurang sesuai dengan jumlah anggota keluarganya. Penerangan dalam rumah dengan listrik, ventilasi kurang baik, dibangetu kipas angin. Kebersihan rumah baik akan tetapi tata letak barang dalam rumah kurang baik.

Sumber air minum dari PAM, limbah dialirkan ke got. Keluarga memiliki 1 kamar mandi dan jamban.Kondisi rumah secara keseluruhan cukup baik. Bentuk jamban jongkok. Jarak antara sumur dan jamban ± 10 m. Lantai kamar mandi licin dan tidak terdapat pegangan.

Rumah tidak terdapat tempat mencuci baju dan cuci piring yang terpisah sehingga semuanya dilakukan di kamar mandi. Tata letak barang-barang kurang tertata dengan rapi sehingga terkesan sedikit berantakan.

Dilakukan intervensi terhadap faktor eksternal dan internal, dengan melakukan sebanyak 3x kunjungan rumah. Intervensi meliputi konseling terhadap pasien dan skrining.

DIAGNOSTIK HOLISTIK AKHIR STUDI

Tn. H, 67 tahun, dengan luka di kepala akibat KLL, keadaan luka sudah kering/membaik. Kekhawatiran pasien berkurang tetapi harapan belum tercapai maksimal

Diagnosis klinik: Vulnus Laceratum regio parietal e.c KLL pasca hecting hari keenam tanpa tanda-tanda infeksi

Aspek internal: pasien mengerti cara melakukan perawatan luka yang baik sehingga lukanya membaik. Mengerti makanan yang dianjurkan, telah melakukan skrining untuk penyakit metabolit, pasien sudah mulai menggunakan alat pelindung diri berupa topi saat bekerja, akan tetapi perilaku berobat masih kuratif. Pada pemeriksaan geriatric depression score didapatkan skor 11 sehingga pasien digolongkan menderita depresi ringan, akan tetapi tidak menunjukan gejala depresi menurut kriteria pedoman penegalan diagnosis gangguan

jiwa (PPDGJ) sehingga disimpulkan pasien tidak mengalami depresi.

Faktor eksternal: dukungan keluarga baik dan pelaku rawat sudah optimal.

PEMBAHASAN

Studi kasus pada Tn. H, 67 tahun, loper koran, dengan diagnosis klinis pada awal kunjungan klinik untuk keluhan luka robek di kepala merupakan vulnus laceratum akibat kecelakaan lalu lintas.

Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yangtidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikanatau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai padakejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidakberaturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisanmukosa hingga lapisan otot. 4

Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: 1

1)Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit., 2) Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir, 3) Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin., 4) Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan berbagai korosif lainnya.

Penyembuhan Luka Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungidan mamulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak,membersihkan sel dan benda asing serta perkembangan awal seluluerbagian dari proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terjadi secaranormal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapatmembantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh,melindungi area luka yang bebas dari kotoran dengan menjagakebersihan,dapat membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan. Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound HealingSociety (WHS) sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibatdari pengembalian kontinitas dan fungsi anatomi. Berdasarkan WHSsuatu penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normalnya struktur ,fungsi dan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka ditentukan oleh tipe luka dan lingkungan instrinsik

Page 7: Manuscript KDK FKUI

maupun ekstrinsik. Penyembuhan lukabisa berlangsung cepat. Pada luka bedah dapat diketahui adanya sintesiskolagen dengan melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitanyang mulai menyatu. Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari kelimasampai ketujuh post operasi. 1,2,4

Proses Penyembuhan Luka a. Fase inflamasi atau lag PhaseBerlangsung pada hari ke -5. Akibat luka terjadi pendarahan. Ikut keluar trombosit dan sel-sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentudan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah,mengatur tonus dingding pembuluh darah dan kemotaksisterhadap leukosit. Terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian darah. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedesis danmenuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkanserotonin dan histamlin yang meninggikan permeabilitas kapiler,terjadi aksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda radang. Leukosit, limfosit dan monosit menghancurkandan memakan kotoran maupun kuman (proses pagositosis).Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum adakekuatan pertautan luka sehingga di sebut fase tertinggal (lagphase).b. Fase proliferasi atau fibroblast Berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblast (menghubungkan sel-sel) yang berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas menghasilkan mukopolisakarid dan serat kolangen yang terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisekarid mengatur deposisi serat-serat kolangen yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut, yang tak diperlukan dihancurkan,dengan demikian luka me gkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler kapiler baru; membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi dasar luka, tempat diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata atau lebih rendah, tidak dapat naik pembentukan orignan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan luka tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka : penyatuhan kembali, penyerapan yang berlebih.

c. Fase remondeling atau fase resorpsiDapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tak ada rasa sakit maupun gatal Berlangsung dengan sintesis kolagen oleh fibroblas hinggas truktur luka menjadi utuh. Penyembuhan luka sebagai suatu proses yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari penyembuhan kontinuitas dan fungsi anatomi. Penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normal strukturnya, fungsinya dan penampilan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka di tentukan oleh tipe luka dan lingkungan ekstrinsik maupun intrinsik (Wound Healing Society). 2

Beberapa faktor dapat mempercepat dan memperlambat proses penyembuhan luka. Adapun faktor yang dapat mempercepat terjadinya proses penyembuhan luka antara lain : 4

1) pertimbangan perkembangan ; anak dan dewasa lebih cepat mengalami proses penyembuhan dibanding orang tua, 2) nutrisi ; nutrisi yang cukup akan mempercepat proses penyembuhan luka, 3) infeksi ; adanya infeksi dapat mempelambat fase-fase penyembuhan luka, 4) sirkulasi dan oksigenasi ; sirkulasi dan oksigenasi yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan, 5) keadaan luka ; Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan danefektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding dengan luka bersih, 6) obat ; Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparindan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka. Dengan demikian pengobatan luka akan berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama.

Sedangkan faktor-faktor yang memperlambat proses penyembuhan luka antara lain : 4

1) faktor intrinsik Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung lama dan penyembuhan luka terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada infeksi. Infeksi dapat berkembang saat pertahanan tubuh lemah. Diagnosa dari infeksi jika nilai kultur luka melebihi nilai normal. Kultur memerlukan waktu24-48 jam dan selama menunggu pasien di beri antibiotika spektrum luas. Kadang-kadang

Page 8: Manuscript KDK FKUI

benda asing dalam luka adalah sumber infeksi. Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap aspek penyembuhan. Suplai darah dapat terbatas karena kerusakan pada pembulu darah Jantung/ Paru. Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan nutrisi pada luka, serta aktifitas dari sel pertumbuhan tubuh. Neutropil memerlukan oksigen untuk menghasilkan oksigen peroksida untuk membunuh patogen. Demikian juga fibroblast dan fagositosis terbentuk lambat. Satu-satunya aspek yang dapat meningkatkan penyembuhan luka pada keadaan hipoksia adalah angiogenesis. 2) Faktor ekstrinsik Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi malnutrisi, perubahan usia dan penyakit seperti diabetes melitus. Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa area dari proses penyembuhan. Kekurangan protein menurunkan sintesa dari kolagen dan leukosit. Kekurangan lemak dan karbonhidrat memperlambat semua fase penyembuhan luka karena protein di rubah menjadi energi selama malnutrisi. Kekurangan Vitamin menyebabkan terlambatnya produksi dari kolagen, respon imun dan respon koagulasi. Pasien tua yang mengalami penurunan respon inflamatori yang memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan penurunan sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat. Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami gangguan yang secara bersamaan menghambat penyembuhan luka seperti Diabetes Melitus. Diabetes Melitus adalah gangguan yang menyebabkan banyak pasien mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan karena gangguan sintesa kolagen,angiogenesis dan fagositosis. Peningkatan kadar glukosa mengganggu transport sel asam askorbat kedalaman bermacam sel termasuk fibroblast dan leukosit .Hiperglikemi juga menurunkan leukosit kemotaktis, arterosklerosis, kususnya pembuluh darah kecil, juga pada gangguan suplai oksigen jaringan. Neurapati diobotik merupakan gangguan penyembuhan lebih lanjut dengan mengganggu komponen neurologis dari penyembuhan. Kontrol dari gulu darah setelah operasi memudahkan penyembuhan luka secara normal. Merokok adalah gangguan Vasokontriksi dan hipoksia karena kadar Co2 dalam rokok serta membatasi suplai oksigen ke jaringan. Merokok meningkatkan arteriosklerosis dan platelet agregasi. Lebih lanjut kondisi ini membatasi jumlah oksigen dalam luka. Penggunaan steroid memperlambat penyembuhan

dengan menghambat kologen sintesis, Pasien yang minum steroid mengalami penurunan strenght luka, menghambat kontraksi dan menghalangi epitilisasi. Untungnya Vitamin A ada untuk meningkatkan penyembuhan luka yang terhambat karena gangguan atau penggunaan steroid.

Pengkajian masalah kesehatan dapat digambarkan pada gambar dibawah ini :

Pada kasus ini pasien mengalami vulnus laceratum karena kecelakaan lalu lintas yang dialaminya. Luka terjadi di bagian parietal kepalanya. Pasien yang berkerja sebagai loper koran dengan bantuan sepeda dan bekerja dari pukul 4 pagi hari dan selesai sekitar pukul 5 sore mempunyai resiko terjadinya kecelakaan jika tidak menggunakan alat pelindung berupa helm. Aktivitas pada pasien merupakan aktivitas yang berat sehingga pasien membutuhkan energi yang cukup, dapat dipenuhi dari diet sesuai kalori yang dibutuhkan oleh pasien. pola makan pasien yang tidak teratur merupakan masalah yang dihadapi terkait angka kecukupan kalori pada pasien, sehingga diperlukan edukasi terhadap pasien mengnai pola makan yang teratur serta memberikan contoh ajuran makan yang baik sesuai angka kecukupan gizi dan kalori pasien.

Pasien kurang mengetahui tentang kondisi lukanya, sehingga dilakukan intervensi berupa edukasi kondisi luka dan cara perawatan luka yang baik. Sehingga pada akhir kunjungan didapatkan luka pasien yang membaik dibanding kunjungan sebelumnya. Pasien merupakan geriatri yang rentan mengalami penyakit metabolik dan degneratif, terlebih pasien mempunyai riwayat darah tinggi di keluarganya dan pada hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah pasien yaitu 130/90 mmhg yang termasuk kedalam prehipertensi

Page 9: Manuscript KDK FKUI

menurut JNC VII. Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu 120/80mmHg. Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII :5

Kategori Tekanan darah sistol Tekanan darah diastolNormal < 120 < 80Prehipertensi 120 – 139 80 – 89 Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99 Hipertensi stage 2 ≥ 160 ≥ 100

Oleh karena itu dianjurkan untuk dilakukang skrining pada pasien berupa, pemeriksaan GDS, kolesterol total, dan asam urat. Setelah dilakukan informed consent pada pasien, pasien menyetujui untuk dilakukannya skrining. Hasil pemeriksaan skrining pada pasien GDS: 104 mg/dl (normal), kolesterol total :187 mg/dl (normal), Asam Urat: 5,1 (normal). Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan untuk saat ini pasien tidak memiliki penyakit metabolik.

Pasien yang menjadi tulang punggung keluarga merasa terbebani dengan tugasnya tersebut karena harus mencari nafkah untuk keluarganya mengingat usianya yang sudah memasuki lanjut usia, sehingga dilakukan pemeriksaan deprsi pada pasien menggunakan tool geriatric depression score. Pada pemeriksaan didapatkan skor GDS 11 yang berarti pasien menderita depresi ringan akan tetapi tidak memenuhi kriteria PPDGJ III tentang depresi sehingga disimpulkan pasien tidak mengalami depresi. 3

Dalam penatalaksanaannya seorang dokter perlu memperhatikan pasien seutuhnya, tidak hanya tanda dan gejala penyakit namun juga psikologisnya. Pembinaan keluarga yang dilakukan pada kasus ini tidak hanya mengenai penyakit pasien, tetapi juga mengenai masalah-masalah lainnya seperti fungsi psikosoial keluarga dan perilaku kesehatan keluarga. Pola berobat keluarga yang masih kuratif sulit untuk dirubah walaupun sudah dilakukan intervensi berupa edukasi tentang pentingnya upaya pecegahan penyakit, hal ini dapat disebabkan beberapa faktor baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Dukungan keluarga dan pelaku rawat membaik setelah dilakukannya

pendekatan terhadap keluarga dan pelaku rawat khususnya istri pasien, sehingga proses penyembuhan luka berjalan dengan baik.

Kesimpulan

1. Membutuhkan waktu yang lma dalam menyelesaikan masalah ini, dibutuhkan kerjasama yang baik antara provider kesehatan dengan keluarga.

2. Peran keluarga amat penting dalam perawatan dan pengobatan anggota keluarga yang sakit

3. Keluarga mempengaruhi timbulnya suatu penyakit dan sembuhnya suatu penyakit

4. Dalam melakukan intervensi terhadap pasien tidak hanya memandang dalam hal klinis tetapi juga terhadap psikososialnya, oleh karenanya diperlukan pemeriksaan dan penanganan yang holistik, komperhensif dan berkesinambungan.

Saran

1. Tidak hanya fokus pada keluhan pasien tetapi mencari faktor resiko internal dan eksternal.

2. Managemen risk merupakan cara penanganan yang terbaik untuk penyelesaian masalah pasien.

3. Pada pelayanan kesehatan yang bersinambungan, holistik dan komprehensif pada praktek primer sehingga terbentuk hubungan interpersonal yang baik antara dokter dan pasien.

4. Family conference amat diperlukan dalam primary care untuk membantu masalah pasien berkaitan dengan masalah psikososial.

5. Untuk pembaca, memperkenalkan manajemen resiko, konseling, bukan hanya medikamentosa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kozier, B., Erb., & Oliver, R. (2004), Fundamental of nursing; consept, process and practice, (fourth edition)

Page 10: Manuscript KDK FKUI

California: Addison-Wesley Publishing CO

2. Taylor C, Lilis C, LeMone. P. (1997). Fundamental of Nursing: The Art and Science of Nursing Care. Philadelphia: Lippinott-Raven Publishers.

3. Montorio I., Izal M . 1996. The Geriatric Depression Scale : A review of its Development dan Utility. International Psychogeriatric, vol. 8, No. 1,1996: 103-109

4.  Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

5. Chobanian A, et al,. 2003. Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluasion, and Treatment oh High Blood Pressure. American Heart Association. Dowloaded from http://hyper.ahajournals.org/content/42/6/1206