Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

37
MAKALAH ORAL MEDICINE-1 MANIFESTASI ORAL AKIBAT DEFISIENSI NUTRISI Oleh : MEILINDA (04101004038) LINDA RIMADINI (04101004041) PUTRI INAYAH F.F (04101004042) DEDE WIGUNA (04101004043) SRI WAHYUNI (04101004044) Dosen Pembimbing : drg. Sulistiawati

Transcript of Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

Page 1: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

MAKALAH ORAL MEDICINE-1

MANIFESTASI ORAL

AKIBAT DEFISIENSI NUTRISI

Oleh :

MEILINDA (04101004038)

LINDA RIMADINI (04101004041)

PUTRI INAYAH F.F (04101004042)

DEDE WIGUNA (04101004043)

SRI WAHYUNI (04101004044)

Dosen Pembimbing : drg. Sulistiawati

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Page 2: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

2012

MANIFESTASI ORAL

AKIBAT DEFISIENSI NUTRISI

Nutrisi memiliki peranan penting dalam setiap tahap tumbuh kembang gigi

dan dalam menjaga keseimbangan lingkungan rongga mulut yang dihubungkan

dengan kesehatan gigi. Meningkatnya masalah gizi, tentunya berdampak pula pada

peningkatan prevalensi penyakit gigi dan mulut yang dapat mengakibatkan

bertambah buruknya masalah gizi tersebut. Mengetahui hubungan antara nutrisi yang

didapat dan kesehatan gigi dan mulut menjadi penting karena seringkali terdapat

karakteristik yang khas dari berbagai jaringan dalam rongga mulut yang lebih sensitif

terhadap defisiensi nutrisi, sehingga apabila tubuh mengalami defisiensi nutrisi

seringkali jaringan dalam rongga mulutlah yang pertama kali memperlihatkan efek

defisiensi nutrisi tersebut. Biasanya yang bermanifestasi pada rongga mulut adalah

defisiensi mineral, protein, dan vitamin.

1. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)

a. Definisi

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan radang yang terjadi pada

mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa

ulser tunggal maupun lebih dari satu dan dapat terjadi berulang-ulang pada

mukosa mulut tanpa adanya tanda-tanda suatu penyakit. SAR dapat menyerang

selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, serta palatum dalam

rongga mulut. Penyakit ini relatif ringan karena tidak bersifat membahayakan

jiwa dan tidak menular, namun SAR sangat menganggu.

b. Etiologi

Etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti. Ulser pada SAR

bukan karena satu faktor saja, tetapi multifaktorial yang memungkinkannya

berkembang menjadi ulser.

1

Page 3: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

Faktor Etiologi Berdasarkan Defisiensi Nutrisi

Defisiensi hematinic (besi, asam folat, vitamin B1, B2, B6, B12)

kemungkinan dua kali lebih besar terkena SAR dibandingkan orang yang sehat.

Pada penelitan di Jepang ditemukan adanya hubungan SAR dengan menurunnya

asupan makanan yang mengandung zat besi dan vitamin B1. Akan tetapi, pada

penelitian ini tidak dilakukan pengujian hubungan antara asupan makanan

dengan fakta-fakta defisiensi haematologi.

Pada penelitian yang baru-baru ini dilakukan di India dilaporkan adanya

korelasi antara konsentrasi nitrat dalam air minum dengan timbulnya SAR, nitrat

mengakibatkan meningkatnya aktivitas cytochrome B5 reductase dalam darah

dan kerentanan terjadinya recurrent stomatitis. Penjelasan dari teori ini

berhubungan dengan adanya kelebihan oksidasi NADH yang mendukung

timbulnya inflamasi pada mukosa mulut.

Defisiensi vitamin B1, B2, dan B6 telah ditemukan pada 28% pasien

yang menderita SAR. Defisiensi vitamin tersebut menyebabkan menurunnya

kualitas mukosa sehingga bakteri mudah melekat pada mukosa, dan menurunnya

sintesis protein sehingga menghambat metabolisme sel.

c. Gambaran Klinis

Ulser mempunyai ukuran yang bervariasi 1-30 mm, tertutup selaput

kuning keabu-abuan, berbatas tegas, dan dikelilingi pinggiran yang eritematous,

serta dapat bertahan untuk beberapa hari atau bulan. Karakteristik ulser yang

sakit terutama terjadi pada mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa

bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak, dan mukosa

orofaring.

d. Patogenesis

Stanley telah membagi karakter klinis dari SAR kepada 4 tahap yaitu :

1. Premonitori

Tahap premonitori terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi

SAR. Pada waktu prodromal, pasien akan merasa sensasi mulut terbakar

pada tempat di mana lesi akan muncul. Secara mikroskopis, sel-sel

2

Page 4: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

mononuklear akan menginfeksi epitelium, dan oedem akan mulai

berkembang.

2. Pre-ulseratif

Tahap pre-ulseratif terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan

lesi SAR. Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi

eritematous. Intesitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pra-ulseratif

ini.

3. Ulseratif

Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2

minggu. Pada tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan

diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas

nyeri yang berkurang.

4. Penyembuhan

Tahap penyembuhan terjadi pada hari ke-4 hingga 35. Ulser tersebut

akan ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan selalu tidak

meninggalkan jaringan parut di mana lesi SAR pernah muncul. Oleh karena

itu, semua lesi SAR menyembuh dan lesi baru berkembang.

e. Klasifikasi

1. SAR Tipe Mayor

Stomatitis tipe mayor disebut juga Recurrent Scarring Aphthous

Ulser atau Periadenitis mucosa necrotica recurrens (penyakit Sulton). Kira-

kira berkisar 10-15% dari kasus SAR adalah stomatitis aftosa tipe mayor.

Pada stadium permulaan berupa nodul atau plak yang kecil, lunak, merah

dan sakit yang jika pecah akan menjadi ulser tunggal, berbentuk oval dan

sangat sakit. Lesi lebih besar 1 cm dan dapat mencapai hingga 5 cm. SAR

tipe mayor dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut,

termasuk daerah-daerah berkeratin. Lesinya berupa ulser yang besar, dalam,

serta bertumbuh dengan lambat, biasanya terbentuk dengan tepi yang

menonjol atau meninggi, eritematous dan mengkilat, yang menunjukkan

bahwa terjadi edema. Lesi berbentuk kawah warna abu-abu dan keras jika

dipalpasi. Tipe ini sering diragukan dengan squamus karsinoma. Masa

3

Page 5: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

penyembuhannya sekitar 3-6 minggu. Lesi yang sembuh akan meninggalkan

jaringan parut setelah sembuh dan jaringan parut tersebut terjadi karena

keparahan dan lamanya ulser.

Gambar 1. SAR tipe mayor

2. SAR Tipe Minor

Tipe minor mengenai sebagian besar pasien SAR yaitu 75-85% dari

keseluruhan SAR, yang ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat dan

oval, dangkal, dengan diameter 1-10 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran

yang eritematous. Ulserasi dari tipe minor cenderung mengenai daerah-

daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal, dan dasar mulut.

Ulserasi biasa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas ulser dan

akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan

parut.

Gambar 2. SAR tipe minor

3. SAR Tipe Herpetiform

Stomatitis jenis ini terdapat hanya 5-10% dari semua kasus SAR.

Nama “herpetiform” digunakan karena mirip dengan lesi intraoral pada

infeksi virus herpes simplex primer (HSV), tetapi HSV tidak mempunyai

peran etiologi pada stomatitis herpetiform atau dalam setiap bentuk ulser

SAR lainnya. Bentuk lesi ini ditandai dengan ulser-ulser kecil, berbentuk

4

Page 6: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

bulat, sakit, penyebarannya luas, dan dapat menyebar di rongga mulut.

Seratus ulser kecil bisa muncul pada satu waktu, dengan diameter 1-3 mm,

bila pecah satu per satu ukuran lesi menjadi lebih besar. Ulser akan sembuh

dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas ulserasi herpetiformis.

Istilah ‘herpetiformis’ digunakan karena bentuk klinis dari ulserasi

herpetiformis (yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu)

mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes ini

tidak mempunyai peran etiologi pada ulserasi herpetiformis atau dalam

setiap bentuk ulserasi aphtosa.

Gambar 3. SAR Tipe Herpetiform

f. Penatalaksanaan

Sebagian besar SAR akan sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya

untuk mengurangi keluhan, kecuali jika ada infeksi sekunder ke jaringan

sekitarnya. Obat-obat yang lazim digunakan antara lain:

1. Analgesik lokal (tablet hisap atau obat kumur)

Misalnya Benzydamine (Tanflex, Tantum). Tablet hisap dapat digunakan

setiap 3-4 jam (maksimum 12 tablet per hari) hingga sembuh (maksimum 7

hari). Sedangkan obat kumur digunakan berkumur selama 1 menit, setiap 3

jam hingga sembuh (maksimum 7 hari).

2. Anestesi lokal (cairan atau gel oles)

Misalnya Lidokain, Benzokain, dioleskan pada sariawan (sering dioleskan

karena efek anestesi berlangsung singkat).

3. Antiseptik (obat kumur)

Misalnya povidone iodine (bethadine, septadine, molexdine), klorheksidin

(minosep), heksetidin (bactidol, hexadol).

5

Page 7: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

4. Kortikosteroid

Misalnya triamsinolon (ketricin, kenalog in orabase), dioleskan 2-3 kali

sehari sesudah makan (maksimal 5 hari).

Beberapa obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati stomatitis.

1. Benzokain dan Lidokain

Dapat digunakan untuk pasien yang menderita stomatitis dengan kesakitan

yang sedang atau parah. Obat ini berupa obat kumur yang kental yang dapat

digunakan untuk menghilangkan rasa sakit jangka pendek yang berlangsung

sekitar 10-15 menit.

2. Zilactin

Dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit selama 6 jam. Zilactin

dapat lengket pada ulser dan membentuk membran impermeabel yang

melindungi ulser dari trauma dan iritasi lanjut.

3. Ziladent

Bersifat sama dengan Zilactin yang juga mengandung benzokain untuk

topikal analgesik.

4. Larutan Betadyne

Digunakan secara topikal, memiliki efek yang sama dengan Zilactin dan

ziladent.

5. Dyclone

Berupa obat kumur yang digunakan sebelum makan dan sebelum tidur.

6. Aphthasol

Merupakan pasta oral amlexanox yang mirip dengan Zilactin yang

digunakan untuk mengurangi rasa sakit dengan membentuk lapisan

pelindung pada ulser.

7. Glukokortikoid

Dapat juga digunakan dalam penyembuhan ulser yang lebih cepat.

Digunakan baik secara oral atau topikal.

8. Topikal betametason

Mengandung sirup dan fluocinonide ointment, dapat digunakan pada kasus

SAR yang ringan.

6

Page 8: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

9. Prednison

Pemberian secara oral (sampai 15mg/hari) pada kasus SAR yang lebih

parah. Hasil terapeutik dapat dilihat dalam satu minggu.

10. Thalidomide

Merupakan obat hipnotis yang mengandung imunosupresif dan anti-

inflamasi. Obat ini telah digunakan dalam pengobatan stomatitis aftosa

rekuren mayor, sindrom Behcet, serta eritema nodosum. Namun, resiko

pada teratogenesis telah membatasi penggunaannya.

11. Klorheksidin

Merupakan obat kumur antibakteri yang mempercepat penyembuhan ulser

dan mengurangi keparahan lesi SAR. Selain itu, tetrasiklin diberikan sesuai

dengan efek anti streptokokus, tetrasiklin 250 mg dalam 10 cc sirup

direkomendasikan sebagai obat kumur, satu kali sehari selama dua minggu.

12. Levamisol

Digunakan sebagai perawatan yang mungkin untuk SAR, namun karena

efek samping immunostimulatornya, pemakaian obat ini kurang

diindikasikan.

13. Pemberian steroid topikal

Merupakan pilihan pertama, aplikasi fluocinonide (0,05% campuran salep

1:1 dengan orabase) atau jika flucinonide tidak efektif dapat diberikan

clobetasol propionate (0,05% campuran salep 1:1 dengan orabase).

Pemberian obat-obatan tertentu yang tidak diperbolehkan hanya dapat

merusak jaringan normal di sekeliling ulser dan bila pemakaiannya berlebihan

maka akan mematikan jaringan dan dapat memperluas ulser.

2. Keilitis Angularis

a. Definisi

Keilitis angularis merupakan suatu keadaan reaksi inflamasi pada sudut

mulut atau komisura labial yang biasanya dimulai dari mucocutaneous junction

dan dapat berlanjut ke kulit. Dikarakteristikkan sebagai bentuk berfisur, kulit

7

Page 9: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

merekah, sensasi rasa terbakar, dan mengering pada sudut mulut. Keilitis

angularis juga disebut sebagai perleche (menjilat dalam bahasa Perancis),

angular stomatitis dan cheilosis.

Keilitis angularis dapat terjadi secara unilateral dalam kasus-kasus

infeksi disebabkan Candida albicans, Staphylococcus aureus, dapat berupa

gangguan bentuk anatomis dari satu per tiga dari wajah bagian bawah dan akibat

kebiasaan buruk, dapat juga terjadi secara bilateral yang disebabkan oleh

defisiensi nutrisi, anemia dan diabetes mellitus, terjadinya lesi dapat bervariasi

dari beberapa hari ke beberapa tahun tergantung kepada etiologi.

b. Etiologi

Keilitis angularis ialah penyakit klinis yang multifaktorial yang dapat

disebabkan oleh empat faktor utama yaitu agen infeksi, faktor mekanikal,

defisiensi imun, dan defisiensi nutrisi yang dapat terjadi secara sendiri atau

berupa kombinasi beberapa faktor. Umumnya pada orang dewasa disebabkan

oleh agen infeksi atau faktor mekanikal, sedangkan pada anak-anak yang lebih

menonjol disebabkan defisiensi nutrisi dan defisiensi imun.

Faktor Etiologi Berdasarkan Defisiensi Nutrisi

Defisiensi nutrisi merupakan hasil ketidakseimbangan antara penyediaan

dan kebutuhan yaitu ketika pasokan gizi tidak memadai untuk memenuhi

tuntutan tubuh. Ketidakseimbangan ini mungkin hasil dari satu dari tiga

penyebab utama yaitu kurang asupan, gangguan pencernaan dan penyerapan,

atau makin banyaknya ekskresi. Defisiensi pada satu jenis nutrisi dapat berperan

kepada defisiensi nutrisi-nutrisi yang lainnya.

Defisiensi nutrisi seperti defisiensi besi, asam folat, dan vitamin B (B2,

B6, B12) dapat dikaitkan dengan keilitis angularis. Hal ini menunjukkan pola

makanan yang buruk dapat menyebabkan terjadinya keilitis angularis. Walaupun

hubungan defisiensi nutrisi dengan keilitis angularis tidak dijelaskan dengan

lebih lanjut dalam sains medis, tetapi terdapat indikasi yang jelas bahwa

keduanya saling berhubungan. Satu penjelasan yang nyata yaitu bahwa vitamin

dan mineral adalah esensial untuk mempertahankan sistem imun, bila tidak

mencukupi, sistem imun akan menjadi lemah dan mikroorganisme yang biasa

8

Page 10: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

menjadi flora normal seperti Candida albicans dapat berproliferasi dan

menyebabkan infeksi. Terutama pada anak-anak karena sering tidak menjaga

nutrisi yang baik sehingga menyebabkan defisiensi nutrisi.

Untuk mengukur status nutrisi, paramater yang sering digunakan ialah

antropometri gizi. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan

dengan mengukur beberapa parameter, antara lain umur, berat badan, tinggi

badan, dan lain-lain. Antropometri yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan berat badan dan tinggi badan adalah dengan indeks massa tubuh

(BMI). Indeks massa tubuh ini dapat dibagikan atas dua indeks yaitu indeks

massa tubuh untuk anak-anak usia 2-20 tahun dan indeks massa tubuh untuk

orang dewasa. Untuk anak-anak, indeks massa tubuh dihitung dengan membagi

berat badan dengan tinggi badan yang dipangkat dua (BB/TB2). Hasil

perhitungan indeks massa tubuh dicocokkan dengan kategori yang terdapat

dalam tabel baku pertumbuhan indeks massa tubuh menurut umur anak untuk

dapat mengetahui status gizi anak termasuk dalam kategori underweight, normal,

overweight atau obese. Bagi orang dewasa, perhitungan hanya dilakukan dengan

membagi berat badan dengan tinggi badan yang dipangkat dua (BB/TB2) dan

kemudian nilai yang didapatkan dicocokkan dengan kategori underweight,

normal, overweight atau obese.

c. Gambaran Klinis

Pada sudut mulut dapat terjadi secara simetri berupa eritema, rasa sakit,

dan pembentukan fisur (celah). Yang paling sering sebagai daerah eritema dan

udema yang berbentuk segitiga pada kedua komisura atau dapat berupa atropi,

eritema, ulser, krusta dan pelepasan kulit sampai terjadi eksudasi yang berulang.

Reaksi jangka panjang, terjadi supurasi dan jaringan granulasi. Kadang-kadang

lesi dapat menyeliputi vermilion ke kulit dalam bentuk fisur atau garis lurus

yang dalam berasal dari sudut mulut disebut rhagades, dalam bentuk yang lebih

parah, terutama pada pemakai protesa.

9

Page 11: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

Gambar 4. Keilitis angularis

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan harus meliputi tindakan-tindakan pencegahan (seperti

menghilangkan faktor-faktor traumatik, kebersihan mulut yang teliti, dan

pembentukan kembali dimensi vertikal yang benar) dikombinasikan dengan

antijamur topikal dan terapi antibiotik. Tambahan vitamin terbukti juga

menguntungkan.

3. Glossitis Defisiensi

a. Etiologi

Kekurangan zat besi, asam foliat, vitamin B12 (jarang vitamin B yang

lain) dapat menimbulkan nyeri lidah yang tampak normal, atau tampak merah,

serta tidak berpapil.

b. Insiden

Jarang, kecuali pada tahap malabsorbsi, anemia pernisiosa, atau kadang-

kadang pada orang vegetarian atau yang berdiet berlebihan.

c. Gambaran Klinis

Lidah tampak normal, terlihat lesi garis atau bercak merah (terutama pada

kekurangan vitamin B12), tidak memiliki papilla, dengan eritema (pada

kekurangan zat besi, asam foliat, atau vitamin B), atau pucat (kekurangan zat

besi). Depapilasi lingual dimulai pada ujung dan tepi dorsum, tetapi nantinya

10

Page 12: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

akan mengenai seluruh bagian dorsum. Ada berbagai pola dari keadaan ini.

Selain itu, juga terlihat ulserasi mulut dan stomatitis angularis.

Gambar 5. Glossitis Defisiensi

Tipe defisiensi lain

Riboflavin : Papila membesar pada mulanya, tetapi nantinya hilang.

Niasin : tidak membengkak, membesar, merah, seperti daging sapi

Piridoksin : lidah membengkak serta keunguan.

d. Pemeriksaan

Pemeriksaan darah. Pemeriksaan vitamin atau biopsy jarang dilakukan.

e. Diagnosis

Dari eritema migrant. Lichen planus, kandidosis akut.

f. Perawatan

Terapi penggantian setelah penyebab defisiensi diketahui dengan jelas.

4. Leukoplakia

a. Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), leukoplakia merupakan

makula mukosa kronis yang berwarna putih di mana penyakit ini tidak dapat

dikarakterisasi secara klinis dan patologi dibandingkan dengan penyakit lainnya.

Leukoplakia adalah lesi prekanker yang berkembang di daerah lidah dan pada

11

Page 13: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

bagian dalam pipi karena adanya iritasi kronis. Terkadang leukoplakia

berkembang pula pada daerah genitalia eksternal wanita.

b. Etiologi

Leukoplakia paling sering menyerang membran mukus pada mulut yang

terjadi karena iritasi. Lesi biasanya akan berkembang pada bagian lidah, tetapi

terkadang berkembang pula pada bagian dalam lidah. Leukoplakia juga

berkembang pada daerah genitalia eksternal wanita, namun penyebabnya belum

diketahui.

Etiologi yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui

dengan pasti, tetapi predisposisi menurut beberapa ahli ahli klinis terdiri dari

faktor yang beraneka ragam, yaitu faktor lokal, faktor sistemik, dan malnutrisi

vitamin.

Faktor Etiologi Berdasarkan Defisiensi Nutrisi

Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan

keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa

respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula merupakan

manifestasi dari asupan vitamin A yang tidak cukup. Apabila kelainan tersebut

parah, gambarannya mirip dengan leukoplakia. Selain itu, pada percobaan

dengan menggunakan binatang tikus, dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin

B kompleks akan menimbulkan perubahan hiperkeratotik.

c. Gambaran Klinis

Penderita leukoplakia tidak mengeluhkan rasa nyeri, tetapi lesi pada

mulut tersebut sensitif terhadap rangsangan sentuh, makanan panas, dan

makanan yang pedas.

Dari pemeriksaan klinis, ternyata oral leukoplakia mempunyai

bermacam-macam bentuk. Secara klinis, lesi ini sukar dibedakan dan dikenal

pasti karena banyak lesi lain yang memberikan gambaran yang serupa serta

tanda-tanda yang hampir sama. Pada umumnya, lesi ini lebih banyak ditemukan

pada penderita dengan usia di atas 40 tahun dan lebih banyak terjadi pada pria

daripada wanita. Hal ini terjadi karena sebagian besar pria merupakan perokok

berat. Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lidah, bibir,

12

Page 14: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

palatum lunak dan keras, daerah dasar mulut, gingival, mukosa lipatan bukal,

serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah

terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu

akan berbeda.

Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, berbatas

jelas, dan permukaannya tampak melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa

keras, tebal, berfisure, halus, datar atau agak menonjol. Kadang-kadang lesi ini

dapat berwarna seperti mutiara putih atau kekuningan. Pada perokok berat,

warna jaringan yang terkena berwarna putih kecoklatan.

Gambar 6. Leukoplakia

Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :

1. Homogenous leukoplakia

Homogenous leukoplakia merupakan bercak putih yang kadang-

kadang berwarna kebiruan, permukaannya licin, rata, dan berbatas jelas.

Pada tahap ini, tidak dijumpai adanya indurasi.

Gambar 7. Homogenous leukoplakia

2. Erosif leukoplakia

Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan

pada umumnya sudah disertai dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan lesi

mulai terasa kasar dan dijumpai juga permukaan lesi yang erosif.

3. Speckled atau verocuos leukoplakia

13

Page 15: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

Speckled atau verocuos leukoplakia merupakan stadium leukoplakia

di mana permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi

tidak mengkilat. Timbulnya indurasi menyebabkan permukaan menjadi

kasar dan berlekuk-lekuk. Saat ini, lesi telah dianggap berubah menjadi

ganas. Karena biasanya dalam waktu yang relatif singkat akan berubah

menjadi tumor ganas seperti squamus sel karsinoma, terutama bila lesi ini

terdapat di lidah dan dasar mulut.

Gambar 8. Speckled leukoplakia

d. Pemeriksaan Histopatologis

Pemeriksaan histopatologis akan membantu menentukan penegakan

diagnosis leukoplakia. Bila diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan

sitologi, akan tampak adanya perubahan keratinisasi sel epitelium, terutama pada

bagian superfisial.

Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian,

yaitu :

1. Hiperkeratosis

Pada hiperkeratosis proses ini ditandai dengan adanya suatu

peningkatan yang abnormal dari lapisan ortokeratin atau stratum corneum,

dan pada tempat-tempat tertentu terlihat dengan jelas. Dengan adanya

sejumlah ortokeratin pada daerah permukaan yang normal maka akan

menyebabkan permukaan epitel rongga mulut menjadi tidak rata, serta

memudahkan terjadinya iritasi.

2. Parakeratosis

Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat

timbulnya pengerasan pada lapisan keratinnya. Parakeratin dalam keadaan

normal dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu di dalam rongga mulut.

14

Page 16: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

Apabila timbul parakeratosis di daerah yang biasanya tidak terdapat

penebalan lapisan parakeratin maka penebalan parakeratin disebut sebagai

parakeratosis. Dalam pemeriksaan histopatologis, adanya ortokeratin,

parakeratin, dan hiperparakeratosis kurang dapat dibedakan antara satu

dengan yang lainnya. Meskipun demikian, pada pemeriksaan yang lebih

teliti lagi akan ditemukan hiperortokeratosis, yaitu keadaan di mana lapisan

granularnya terlihat menebal dan sangat dominan. Sedangkan

hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun pada kasus-kasus

yang parah.

3. Akantosis

Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari

lapisan spinosum pada suatu tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi

parah disertai pemanjangan, penebalan, penumpukan dan penggabungan

dari retepeg atau hanya kelihatannya saja. Terjadinya penebalan pada

lapisan stratum spinosum tidak sama atau bervariasi pada tiap-tiap tempat

yang berbeda dalam rongga mulut. Bisa saja suatu penebalan tertentu pada

tempat tertentu dapat dianggap normal, sedangkan penebalan tertentu pada

daerah tertentu bisa dianggap abnormal. Akantosis kemungkinan

berhubungan atau tidak berhubungan dengan suatu keadaan

hiperortikeratosis maupun parakeratosis. Akantosis kadang-kadang tidak

tergantung pada perubahan jaringan yang ada di atasnya.

4. Diskeratosis atau displasia

Pada diskeratosis, terdapat sejumlah kriteria untuk mendiagnosis

suatu displasia epitel. Meskipun demikian, tidak ada perbedaan yang jelas

antara displasia ringan, displasia parah, dan atipia yang mungkin dapat

menunjukkan adanya suatu keganasan atau berkembang ke arah karsinoma

in situ. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis adanya displasia epitel

adalah: adanya peningkatan yang abnormal dari mitosis; keratinisasi sel-sel

secara individu; adanya bentukan “epithel pearls” pada lapisan spinosum;

perubahan perbandingan antara inti sel dengan sitiplasma; hilangnya

polaritas dan disorientasi dari sel; adanya hiperkromatik; adanya

pembesaran inti sel atau nucleus; adanya dikariosis atau nuclear atypia dan

15

Page 17: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

“giant nuclei”; pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sitoplasma; serta

adanya basiler hiperplasia dan karsinoma intra epitel atau carcinoma in situ.

5. Carcinoma in situ

Carsinoma in situ secara klinis tampak datar, merah, halus, dan

granuler. Mungkin secara klinis carcinoma in situ kurang dapat dilihat. Hal

ini berbeda dengan hiperkeratosis atau leukoplakia yang dalam pemeriksaan

intra oral kelainan tersebut tampak jelas. Pada umumnya, antara displasia

dan carsinoma in situ tidak memiliki perbedaan yang jelas. Displasia

mengenai permukaan yang luas dan menjadi parah, menyebabkan

perubahan dari permukaan sampai dasar.

e. Diagnosis

Untuk menetapkan diagnosis oral leukoplakia, perlu pemeriksaan dan

gambaran histopatologis. Hal ini untuk mengetahui adanya proses diskeratosis.

Meskipun pada pemeriksaan histopatologis tampak adanya proses diskeratosis,

masih sulit dibedakan dengan carsinoma in situ, karena di antara keduanya tidak

memiliki batasan yang jelas. Pemeriksaan histopatologis juga diperlukan untuk

mengetahui ada tidaknya sel-sel “atypia” dan infiltrasi sel ganas yang masuk ke

jaringan yang lebih dalam. Keadaan ini biasanya ditemukan pada squamous sel

carsinoma ‘karsinoma sel skuamosa’. Karsinoma sel skuamosa merupakan kasus

tumor ganas rongga mulut yang terbanyak dan lokasinya pada umumnya di

lidah. Penyebab yang pasti dari karsinoma sel skuamosa belum diketahui, tetapi

banyak lesi yang merupakan permulaan keganasan dan faktor-faktor yang

mempermudah terjadinya karsinoma tersebut. Lesi pra-ganas dan faktor-faktor

predisposisi itu adalah leukoplakia, perokok, pecandu alkohol, adanya iritasi

setempat, defisiensi vitamin A, B, B12, kekurangan gizi, dan lain-lain. Seperti

halnya lesi pra-ganas rongga mulut lainnya, dalam stadium dini karsinoma ini

tidak memberikan rasa sakit. Rasa sakit baru terasa apabila terjadi infeksi

sekunder. Oleh karena itu, apabila ditemukan adanya lesi pra-ganas dalam

rongga mulut, terutama leukoplakia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan

histopatologi.

16

Page 18: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

f. Diagnosis Banding

Leukoplakia memiliki gambaran klinis yang mirip dengan beberapa

kelainan. Oleh karena itu, diperlukan adanya “diferensial diagnosis” atau

diagnosis banding untuk membedakan apakah kelainan tersebut adalah lesi

leukoplakia atau bukan. Pada beberapa kasus, leukoplakia tidak dapat dibedakan

dengan lesi yang berwarna putih di dalam rongga mulut tanpa dilakukan biopsi.

Jadi, cara membedakannya dengan leukoplakia adalah dengan pengambilan

biopsi. Ada beberapa lesi berwarna putih yang juga terdapat dalam rongga

mulut, yang memerlukan diagnosis banding dengan leukoplakia. Lesi tersebut

antara lain syphililitic mucous patches; “lupus erythematous” dan “white sponge

nevus”; infeksi mikotik, terutama kandidiasis; white folded gingivo stomatitis;

serta terbakarnya mukosa mulut karena bahan-bahan kimia tertentu, misalnya

minuman atau makanan yang pedas.

Untuk menentukan diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan

yang teliti baik secara klinis maupun histopatologis, karena lesi ini secara klinis

mempunyai gambaran yang serupa dengan “lichen plannus dan “white sponge

naevus”.

Untuk menentukan diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan

yang teliti baik secara klinis maupun histopatologis, karena lesi ini secara klinis

mempunyai gambaran yang serupa dengan “lichen plannus” dan “white sponge

naevus”.

g. Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan leukoplakia yang terpenting adalah mengeliminir

faktor predisposisi yang meliputi penggunaan tembakau (rokok), alkohol,

memperbaiki higiene mulut, memperbaiki maloklusi, dan memperbaiki gigi

tiruan yang letaknya kurang baik. Penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan

adalah dengan melakukan eksisi secara “chirurgis” atau pembedahan terhadap

lesi yang mempunyai ukuran kecil atau agak besar. Bila lesi telah mengenai

17

Page 19: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

dasar mulut dan meluas, maka pada daerah yang terkena perlu dilakukan

“stripping”.

Pemberian vitamin B kompleks dan vitamin C dapat dilakukan sebagai

tindakan penunjang umum, terutama bila pada pasien tersebut ditemukan adanya

faktor malnutrisi vitamin. Peranan vitamin C dalam nutrisi erat kaitannya dengan

pembentukan substansi semen intersellular yang penting untuk membangun

jaringan penyangga. Karena, fungsi vitamin C menyangkut berbagai aspek

metabolisme, antara lain sebagai elektron transport. Pemberian vitamin C dalam

hubungannya dengan lesi yang sering ditemukan dalam rongga mulut adalah

untuk perawatan suportif melalui regenerasi jaringan, sehingga mempercepat

waktu penyembuhan. Perawatan yang lebih spesifik sangat tergantung pada hasil

pemeriksaan histopatologi.

h. Prognosis

Apabila permukaan jaringan yang terkena lesi leukoplakia secara klinis

menunjukkan hiperkeratosis ringan maka prognosisnya baik. Tetapi, bila telah

menunjukkan proses diskeratosis atau ditemukan adanya sel-sel atipia maka

prognosisnya kurang menggembirakan, karena diperkirakan akan berubah

menjadi suatu keganasan.

5. Xerostomia

a. Definisi

Xerostomia secara harfiah “mulut kering” (xeros = kering dan stoma =

mulut). Xerostomia merupakan sensasi subjektif berupa kekeringan mulut yang

sering, namun tidak selalu berhubungan dengan hipofungsi kelenjar saliva atau

berkurangnya aliran saliva, namun adakalanya jumlah atau aliran saliva normal

tetapi seseorang tetap mengeluh mulutnya kering.

b. Etiologi

Xerostomia dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain efek

radioterapi, efek farmakologis atau efek samping obat-obatan, gangguan kelenjar

18

Page 20: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

saliva, gangguan sistem syaraf, faktor-faktor lokal seperti kebiasaan buruk,

kelainan kongenital, defisiensi nutrisi dan hormonal, keadaan fisiologis serta

penyakit sistemik.

Faktor Etiologi Berdaarkan Defisiensi Nutrisi

Defisiensi nutrisi, seperti anemia pernisiosa, anemia defisiensi zat besi,

defisiensi vitamin A dan B dapat menyebabkan xerostomia.

c. Patogenesis

Jumlah seluruh saliva tiap 24 jam diperkirakan berkisar antara 500-600

ml, dan separuhnya dihasilkan dalam keadaan istirahat, di bawah pengaruh

rangsangan dengan pH sekitar 6-7. Saliva adalah sekresi eksokrin mukoserous

berwarna bening dengan sifat sedikit asam yang dihasilkan dan disekresikan

oleh tiga pasang kelenjar besar saliva yaitu kelenjar parotis, submandibularis,

dan sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil. Kelenjar saliva dibangun

dari lobus yang terdiri dari asinus, duktus interkalalata (ID), dan duktus striata

(DS). Hasil sekresi saliva dikumpulkan di dalam sel-sel sekretori, yang dalam

kelompok asinus, yang diatur mengelilingi lumen atau suatu lubang, dimana

produk-produk sekresi diserahkan, dan hasil sekresi ditimbun di dalam sel-sel

asinar dalam glandula sekresi. Derajat asam dan kapasitas bufer saliva sering

dipengaruhi perubahan-perubahan yang disebabkan oleh karena irama siang dan

malam, diet, dan rangsangan kecepatan sekresi.

Sekresi saliva terjadi di bawah kontrol saraf parasimpatis dan simpatis.

Saraf parasimpatis menyebabkan sekresi saliva cair, glandula parotis

mengeluarkan saliva yang encer. Rangsangan saraf simpatis menyebabkan

vasokonstriksi dan sekresi saliva sedikit pada bahan organik dari kelenjar

submandibula. Produksi relatif glandula submandibula adalah 70% dan glandula

sublingualis 30%. Produksi atau sekresi setiap jenis kelenjar saliva terhadap

volume cairan sangat bergantung pada sifat rangsangan. Perasaan mulut kering

terjadi bila kecepatan resorpsi air oleh mukosa mulut bersama-sama dengan

penguapan air kurang dari 0,06 ml/ menit (3ml/ jam), akan timbul keluhan mulut

kering. Bila produksi saliva berkurang dari 20 ml/ hari dan berlangsung pada waktu

yang lama, maka keadaan ini disebut xerostomia.

19

Page 21: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

Gambar 9. Kelenjar saliva

Produksi saliva yang berkurang selalu disertai dengan perubahan dalam

komposisi saliva yang mengakibatkan sebagian besar fungsi saliva tidak dapat

berjalan lancar, sehingga mengakibatkan timbulnya beberapa keluhan pada

penderita mulut kering. Gejala klinis dan komplikasi oral yang terkait dengan

xerostomia meliputi saliva yang berbusa, kental atau bertalian, bibir kering dan

pecah, rasa terbakar, lidah berfisur dan bernodul, pipi yang kering dan pucat,

kelenjar saliva bengkak dan sakit, rasa haus yang meningkat, sulit mengunyah,

sulit menelan (disfagia), sulit berbicara (disfoni) dan gangguan pengecapan.

Akibat xerostomia dapat meningkatkan infeksi oral seperti kandidiasis dan

infeksi oropharing, meningkatkan penumpukan plak penumpukan mukus,

meningkatkan insiden karies, terjadi perubahan flora normal dan perubahan

mukosa di rongga mulut.

Umumnya penderita xerostomia sangat sulit untuk memakan makanan

kering seperti biskuit, pemakaian gigi palsu mempunyai masalah pada retensi

gigi palsu, luka akibat gigi palsu dan tidak lengket ke palatum, rasa terbakar

kronis, halitosis dan tidak tahan makan makanan pedas. Keluhan xerostomia

umumnya lebih banyak pada malam hari karena produksi saliva berada pada

circadian level paling rendah selama tidur, dapat juga disebabkan karena

bernafas melalui mulut. Kesulitan berbicara dan makan dapat mengganggu

interaksi sosial dan menyebabkan menghindari pertemuan sosial.

Xerostomia sangat sering disebabkan oleh obat-obatan, lebih dari 600

obat yang umum digunakan yang dapat menyebabkan gangguan pada mulut atau

20

Page 22: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

berkurangnya fungsi kelenjar saliva. Mekanisme xerostomia yang disebabkan

obat-obatan meningkatkan pH optimal menjadi 7,4. Ace-inhibitor adalah salah

satu obat yang menyebabkan xerostomia.

d. Gambaran Klinis

Gambaran klinis xerostomia antara lain hilangnya genangan saliva pada

dasar mulut, mukosa terasa lengket bila disentuh oleh jari ataupun ujung gagang

instrumen. Mukosa mulut juga terlihat memerah dan pada kasus-kasus yang

lebih lanjut permukaan dorsal lidah terlihat berfisur dan berlobul.

Gambar 10. Xerostomia

e. Diagnosis

Diagnosis xerostomia ditentukan berdasarkan anamnesis yang terarah,

pemeriksaan klinis dalam rongga mulut dan pemeriksaan laboratorium. Dalam

melakukan anamnesis dengan penderita dapat diajukan beberapa pertanyaan-

pertanyaan terarah yang dapat menentukan penyebab dan mendiagnosis

xerostomia. Pemeriksaan klinis dapat dilakukan dengan melihat gejala-gejala

klinis yang tampak dalam rongga mulut.

Ada beberapa pemeriksaan laboratoris pada kelenjar saliva sebagai

pemeriksaan penunjang diagnosis. Pemeriksaan tersebut adalah: pemeriksaan

jumlah sekresi saliva, sialography, dan biopsi. Pemeriksaan jumlah sekresi saliva

atau sialometri dapat dilakukan dengan menampung saliva selama 3-5 menit

dengan bantuan perangkat penampung saliva. Laju aliran saliva normal yang

tidak distimulasi dari kelenjar parotis adalah sekitar 0,4-1,5 ml/ menit. Laju

aliran saliva normal yang tidak distimulasi ‘keadaan istirahat’ seluruh saliva 0,3-

0,5 ml/ menit dan yang distimulasi adalah 1-2 ml/ menit. Jika laju aliran saliva

kurang dari 0,1ml/ menit maka keadaan ini dikatakan sebagai xerostomia,

21

Page 23: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

meskipun aliran berkurang mungkin tidak selalu dikaitkan dengan keluhan

kekeringan pada mulut. Sialography dan biopsi dilakukan untuk membantu

diagnosis penyebab xerostomia. Sialography merupakan gambaran radiografis

dari kelenjar saliva beserta duktusnya. Sialography dilakukan untuk memeriksa

apakah ada penyumbatan atau kerusakan pada duktus yang mengakibatkan

terjadinya xerostomia. Biopsi terhadap kelenjar saliva biasanya dilakukan untuk

membantu diagnosa xerostomia akibat Sjorgren’s syndrome.

f. Penatalaksanaan

Xerostomia memerlukan dukungan multifase jangka panjang, termasuk

bahan seperti pelembab, saliva buatan, pilocarpine, perawatan fluorida,

instruksi-instruksi kebersihan mulut, dan konseling nutrisi.

6. Scorbutic Gingivitis

a. Definisi dan Etiologi

Scorbutic gingivitis adalah gingivitis yang terjadi pada pasien yang

mengalami defisiensi vitamin C. Gingivitis ini merupakan respon terkondisi

terhadap plak bakteri. Defisiensi tidaklah menyebabkan inflamasi gingiva, tetapi

hanya menyebabkan hemorhagi, degenerasi kolagen, dan oedema pada jaringan

ikat gingiva. Perubahan ini memodifikasi respon gingiva terhadap iritan lokal

sedemikian sehingga reaksi pertahanan yang normal terhambat dan inflamasi

bertambah parah. Kombinasi efek defisiensi vitamin C akut dengan inflamasi

menyebabkan pembesaran gingiva yang menyolok pada scurvy.

b. Gambaran Klinis

Distribusi marginalis

Warna merah kebiru-biruan, lunak, dan mudah tercabik

Permukaan licin dan berkilat

Pendarahan bisa spontan atau dengan iritasi ringan

Permukaan gingiva sering terjadi nekrosis disertai pembentukan membran

semu

22

Page 24: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

Gambar 11. Scorbutic gingivitis

c. Mekanisme Berperannya Vitamin C pada Penyakit Periodontal

1. Level vitamin C yang rendah akan mempengaruhi metabolisme kolagen

dalam periodonsium, sehingga mempengaruhi kemampuan regenerasi dan

perbaikan jaringan, namun belum ada hasil penelitian yang mendukung

hipotesa ini.

2. Defisiensi vitamin C menghambat pembentukan tulang yang akan menjurus

ke kehilangan tulang.

3. Defisiensi vitamin C meningkatkan permeabilitas epitel krevikular terhadap

dekstran tertritiasi; vitamin C dalam level yang tinggi dibutuhkan untuk

memelihara fungsi penghalang dari epitel terhadap produk bakteri.

4. Peningkatan level vitamin C meningkatkan aksi kemotaksis dan aksi migrasi

lekosit, tanpa mempengaruhi aksi fagositosisnya; tampaknya diperlukan

megadosis vitamin C untuk memperbaiki aktivitas bakterisidal lekosit.

5. Level vitamin C yang optimal diperlukan untuk memelihara integritas

mikrovaskulatur periodonsium, demikian juga respon vaskular terhadap

iritasi bakteri.

6. Penurunan level vitamin C yang drastis bisa mengganggu keseimbangan

ekologis bakteri dalam plak sehingga meningkatkan patogenitasnya.

d. Penatalaksanaan

Perawatan yang dilakukan selain perawatan gigi menyeluruh, termasuk

tindakan oral hygiene juga diberikan suplemen vitamin C dan vitamin-vitamin

lain yang dapat memperbaiki kondisi gingiva.

23

Page 25: Manifestasi Oral Akibat Defisiensi Nutrisi

DAFTAR PUSTAKA

Birnbaum W. 2009. Diagnosis Kelainan dalam Mulut: Petunjuk bagi Klinisi. Jakarta:

EGC.

Carranza F.A., Newman M.G., Takei H.H. 2002. Caranza’s Clinical Periodontology,

9th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Greenberg, M.S., Glick M. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment

Tenth Edition. Hamilton: BC Decker Inc.

Langlais, Robert P. 1998. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.

Jakarta : Hipokrates.

Scully C., Cawson R.A. 1991. Atlas Bantu Kedokteran Gigi: Penyakit Mulut.

Jakarta: Hipokrates.

24