Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

10
1 Mangrove dengan Alat Pemecah Ombak (APO) sebagai Perlindungan Garis Pantai Bambang Yulistiyanto Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT-UGM Jl. Grafika 2 Yogyakarta 55281; Phone: +62-274-545675; Fax.: +62-274-545676 E-mail: [email protected] dan [email protected] 1 ABSTRAKSI Kerusakan pantai di Kabupaten Kutai Kertanegara disebabkan oleh serangan gelombang besar dan semakin menipisnya areal hutan mangrove di sepanjang garis pantai. Dalam kurun waktu 8 tahun terakhir areal hutan mangrove menyusut sekitar 400 km 2 . Agar daya dukung lingkungan meningkat terutama fungsi mangrove sebagai penahan erosi pantai dan daratan delta serta sebagai biofilter alami limbah tambak, hutan mangrove yang telah rusak atau hilang perlu dikembalikan melalui program reboisasi bibit bakau. Usaha penanaman kembali hutan bakau telah dilaksanakan Dinas Kehutanan, namun keberhasilannya belum maksimal. Ketika pohon bakau masih kecil, banyak yang rusak karena serangan gelombang. Usaha perlindungan dan pengamanan pantai yang dilakukan dengan menggunakan perlindungan alami, yaitu dengan reboisasi mangrove, perlu didukung oleh struktur APO. Struktur APO diperlukan sampai tanaman mangrove tumbuh cukup besar sehingga mampu menahan serangan gelombang. Bahan APO dipilih dari material yang banyak tersedia di sekitar lokasi, yaitu berupa kayu atau bambu. Struktur APO dikaji kemampuannya dalam meredam energi gelombang yang datang. Bentuk APO yang digunakan ada dua macam yaitu bentuk lengkung dan lurus. Untuk memperkuat tiang- tiang kayu maka ditambahkan perkuatan dengan batang miring sebagai penyangga, sehingga APO menjadi lebih stabil. Keywords: perlindungan pantai, mangrove, APO. 2 PENDAHULUAN Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas wilayah sekitar 27.263,10 Km2 terletak pada garis bujur antara 115°26’ Bujur Timur sampai dengan 117°36’ Bujur Timur serta terletak pada garis lintang dari 1°28’ Lintang Utara sampai dengan 1°08’ Lintang Selatan. Kabupaten Kutai Kartanegara pasca pemekaran wilayah, terbagi menjadi 18 Kecamatan (Anonim, 2006). Dari 18 kecamatan yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara, 6 kecamatan berada di daerah pesisir. Enam kecamatan tersebut meliputi: Kecamatan Samboja, Muara Jawa, Sanga-Sanga, Anggana, Muara Badak, dan Marang Kayu. Panjang garis pantai di 6 kecamatan tersebut sekitar 219 km, dimana di beberapa lokasi sudah mengalami kerusakan akibat gelombang dan alih fungsi lahan dari hutan mangrove menjadi pemanfaatan lahan untuk tambak ikan. Gambar 1 memberikan tata guna lahan di Kabupaten Kutai Kartanegara berdasarkan foto udara tahun 1999 (Gambar kiri) dan foto udara tahun 2003 yang diverifikasi dengan foto udara dari Google Earth (2007, Gambar kanan). Diperlihatkan dari gambar tersebut, telah terjadi alih fungsi lahan, dimana area hutan mangrove berkurang cukup signifikan, diantaranya berubah menjadi areal tambak. Luas areal hutan mangrove yang semula sekitar 1200 km 2 pada tahun 1999 (Bappeda, 2005), menyusut drastis menjadi sekitar 800 km 2 pada tahun 2007 (Bappeda, 2007). Proseding pada Seminar Nasional Manajemen Sumberdaya Air Partisipatif Guna Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim Global, 8 Agustus 2009

description

MANGROVE

Transcript of Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

Page 1: Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

1

Mangrove dengan Alat Pemecah Ombak (APO)

sebagai Perlindungan Garis Pantai

Bambang Yulistiyanto

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT-UGM

Jl. Grafika 2 Yogyakarta 55281; Phone: +62-274-545675; Fax.: +62-274-545676

E-mail: [email protected] dan [email protected]

1 ABSTRAKSI

Kerusakan pantai di Kabupaten Kutai Kertanegara disebabkan oleh serangan

gelombang besar dan semakin menipisnya areal hutan mangrove di sepanjang garis

pantai. Dalam kurun waktu 8 tahun terakhir areal hutan mangrove menyusut sekitar 400

km2. Agar daya dukung lingkungan meningkat terutama fungsi mangrove sebagai

penahan erosi pantai dan daratan delta serta sebagai biofilter alami limbah tambak, hutan

mangrove yang telah rusak atau hilang perlu dikembalikan melalui program reboisasi

bibit bakau. Usaha penanaman kembali hutan bakau telah dilaksanakan Dinas

Kehutanan, namun keberhasilannya belum maksimal. Ketika pohon bakau masih kecil,

banyak yang rusak karena serangan gelombang.

Usaha perlindungan dan pengamanan pantai yang dilakukan dengan menggunakan

perlindungan alami, yaitu dengan reboisasi mangrove, perlu didukung oleh struktur APO.

Struktur APO diperlukan sampai tanaman mangrove tumbuh cukup besar sehingga

mampu menahan serangan gelombang. Bahan APO dipilih dari material yang banyak

tersedia di sekitar lokasi, yaitu berupa kayu atau bambu. Struktur APO dikaji

kemampuannya dalam meredam energi gelombang yang datang. Bentuk APO yang

digunakan ada dua macam yaitu bentuk lengkung dan lurus. Untuk memperkuat tiang-

tiang kayu maka ditambahkan perkuatan dengan batang miring sebagai penyangga,

sehingga APO menjadi lebih stabil.

Keywords: perlindungan pantai, mangrove, APO.

2 PENDAHULUAN

Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas wilayah sekitar 27.263,10 Km2

terletak pada garis bujur antara 115°26’ Bujur Timur sampai dengan 117°36’ Bujur

Timur serta terletak pada garis lintang dari 1°28’ Lintang Utara sampai dengan 1°08’

Lintang Selatan. Kabupaten Kutai Kartanegara pasca pemekaran wilayah, terbagi

menjadi 18 Kecamatan (Anonim, 2006). Dari 18 kecamatan yang berada di Kabupaten

Kutai Kartanegara, 6 kecamatan berada di daerah pesisir. Enam kecamatan tersebut

meliputi: Kecamatan Samboja, Muara Jawa, Sanga-Sanga, Anggana, Muara Badak, dan

Marang Kayu. Panjang garis pantai di 6 kecamatan tersebut sekitar 219 km, dimana di

beberapa lokasi sudah mengalami kerusakan akibat gelombang dan alih fungsi lahan dari

hutan mangrove menjadi pemanfaatan lahan untuk tambak ikan. Gambar 1 memberikan

tata guna lahan di Kabupaten Kutai Kartanegara berdasarkan foto udara tahun 1999

(Gambar kiri) dan foto udara tahun 2003 yang diverifikasi dengan foto udara dari Google

Earth (2007, Gambar kanan). Diperlihatkan dari gambar tersebut, telah terjadi alih fungsi

lahan, dimana area hutan mangrove berkurang cukup signifikan, diantaranya berubah

menjadi areal tambak. Luas areal hutan mangrove yang semula sekitar 1200 km2 pada

tahun 1999 (Bappeda, 2005), menyusut drastis menjadi sekitar 800 km2 pada tahun 2007

(Bappeda, 2007).

Proseding pada Seminar Nasional Manajemen Sumberdaya Air Partisipatif Guna Mengantisipasi

Dampak Perubahan Iklim Global, 8 Agustus 2009

Page 2: Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

2

Gambar 1 Perubahan fungsi lahan di Kabupaten Kutai Kartanegara

Abrasi merupakan gejala kerusakan lingkungan yang sudah terjadi di beberapa

pantai di Kabupaten Kutai Kertanegara. Kerusakan tersebut terutama adalah karena

serangan gelombang yang pada bulan tertentu cukup besar dan karena rusaknya tanaman

pelindung pantai seperti pohon bakau. Kerusakan hutan mangrove yang sebagian telah

dikonversi ke lahan tambak menjadi fenomena yang harus ditangani untuk mencegah

abrasi dan intrusi air laut. Kerusakan hutan mangrove ini juga akan berdampak pada

terganggunya kehidupan flora dan fauna.

Usaha perlindungan dan pengamanan pantai dilakukan dengan menggunakan

perlindungan alami dengan mengaktifkan kembali pelindung alami yang telah rusak;

yaitu dengan reboisasi hutan mangrove. Selain untuk menanggulangi kerusakan pantai,

reboisasi hutan mangrove juga bertujuan untuk mengembalikan ekosistem lingkungan

pantai pada fungsi ekologis dan ekonomi yang sangat bermanfaat bagi umat manusia dan

meningkatkan produktivitas daerah lingkungan yang dilindungi oleh sabuk hijau (green

belt) ekosistem mangrove yang lestari dan proporsi yang berimbang

(http://www.beritabumi.or.id, 2006).

3 UPAYA PERLINDUNGAN PANTAI

Pemilihan tipe bangunan pelindung pantai tergantung pada kondisi pantai, tanah

dasar pantai yang dilindungi, ketersediaan material, dan peralatan untuk membuat

bangunan. Di Kabupaten Kutai Kertanegara, ketersediaan batu dan pasir untuk bangunan

sangat sulit. Bangunan pelindung pantai dari batu membutuhkan ukuran batu yang cukup

besar (berat batu lebih dari 300 kg per butir) dalam jumlah yang sangat banyak. Untuk

mendapatkan batu-batu tersebut di Kalimantan sangat sulit dan harus didatangkan dari

Pulau Sulawesi. Selain itu jenis tanah di lokasi pekerjaan berupa lumpur pasiran yang

mempunyai daya dukung rendah, sehingga apabila digunakan bangunan tumpukan batu

atau bangunan masif dari beton memerlukan fondasi yang cukup kuat. Di Kabupaten

Kutai Kertanegara ketersediaan kayu relatif lebih baik daripada batu, bangunan

pelindung pantai, terutama terkait dengan perlindungan tanaman manrove yang masih

muda menggunakan bangunan dari kayu.

Page 3: Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

3

Perlindungan yang saat ini mulai dikembangkan untuk melindungi bibit

mangrove dari serangan gelombang yang lebih besar yaitu menggunakan alat pemecah

ombak (untuk selanjutnya dalam tulisan ini disingkat dengan APO). Bangunan APO

terbuat dari tiang-tiang kayu yang dipancang ke dalam tanah. Untuk menambah

efektifitas bangunan tersebut terhadap perlindungan pantai dari serangan gelombang,

ditambahkan kayu melintang pada tiang pancang.

Selain untuk melindungi bibit mangrove, APO juga diharapkan dapat mengurangi

laju erosi pantai dan menangkap sedimen di daerah yang dilindungi. Bangunan APO

sebagai pelindung bibit mangrove terhadap serangan gelombang menuntut sebuah

perencanaan yang memperhitungkan kekuatan struktur dan stabilitas bangunan. Faktor

eksternal yang dominan dalam perencanaan tersebut adalah gaya gelombang.

Reboisasi bertujuan untuk mengadakan penanaman pada bekas areal atau kawasan

tegakan yang telah hilang atau mengalami kerusakan. Reboisasi mangrove dapat terjadi

melalui dua cara, yaitu permudaan secara alami dan permudaan buatan. Permudaan secara

alami merupakan proses pertumbuhan yang terjadi secara alami, berawal dari buah yang

telah masak dan jatuh ke substrat. Permudaan buatan dilakukan oleh manusia dengan

melakukan penanaman secara silvikultur, disesuaikan dengan kehidupan dari jenis

mangrove dan syarat zonasi pertumbuhannya. Penanaman jenis bibit mangrove diusahakan

sedemikian rupa sehingga mirip dengan kejadian di kawasan alaminya, misalnya masalah

zonasi, pasang atau penggenangan, dan salinitas.

Bibit mangrove perlu dilindungi terhadap serangan gelombang semasa

pertumbuhannya. Ada beberapa cara perlindungan yang telah dilakukan saat ini. Cara yang

umum yaitu dengan mengikat bibit pada ajir atau dengan menanam bibit dalam bambu

bulat. Namun kedua cara tersebut hanya mampu melindungi tanaman terhadap serangan

gelombang yang relatif kecil. Perlindungan yang saat ini mulai dikembangkan yaitu

menggunakan alat pemecah ombak (APO). Fungsi alat ini adalah untuk melindungi

tanaman bakau, mengurangi terjadinya erosi pantai serta menangkap sedimen di belakang

bangunan. Bentuk APO dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

APO diletakkan di depan tanaman bakau yang akan dilindungi. Gelombang yang

datang dari laut lepas menuju pantai mengalami difraksi dan refleksi setelah mcngenai

APO. Gelombang yang terdifraksi ini diharapkan sebagai pembawa sedimen di daerah

yang dilindungi. Gundukan pasir yang terbentuk pada akhirnya dapat ditanami bibit

mangrove, sehingga luas areal mangrove yang terbentuk lebih besar.

Terjadinya refleksi gelombang oleh APO menyebabkan berkurangnya energi

gelombang menuju pantai. Dengan demikian tanaman bakau yang ada dapat terlindung

dari gelombang yang relatif besar. Bentuk alat yang digunakan saat ini ada dua macam

yaitu bentuk lengkung dan lurus. Penggunaan alat berbentuk lengkung diperlukan jika arah

gelombang bervariasi pada daerah yang dilindungi, Selain itu alat ini diharapkan bisa lebih

cepat membentuk endapan. Panjang alat ini sekitar 10 m dan diletakkan 20 m sampai 60 m

dari garis pantai. Alat berbentuk lurus biasanya diletakkan sekitar 20 meter dari garis

pantai atau di belakang dari alat yang pertama.

Di beberapa lokasi, Dinas Kehutanan telah berusaha membuat perlindungan pantai

dengan memancang tiang-tiang kayu yang berfungsi sebagai pemecah gelombang. Namun

struktur tersebut tidak efektif. Kerusakan pantai masih terjadi. Struktur tersebut tidak

berfungsi dengan baik karena tiang-tiang tidak cukup rapat untuk menahan gelombang

yang datang. Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan terhadap tiang-tiang yang sudah

dipancang, yaitu dengan menambah kayu atau papan melintang, sehingga struktur menjadi

lebih rapat.

Page 4: Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

4

Gambar 2. Alat Pemecah Ombak (APO)

Untuk memperkuat tiang-tiang kayu maka ditambahkan perkuatan dengan batang

miring sebagai penyangga. Dengan batang penyangga maka APO menjadi lebih stabil.

Gambar struktur APO diberikan dalam gambar-gambar berikut ini.

Gambar 3 APO kayu tipe lurus dengan papan melintang

4 PENEMPATAN BANGUNAN PANTAI

Usaha perlindungan dan pengamanan pantai yang dilakukan dengan

menggunakan perlindungan alami, yaitu dengan reboisasi mangrove, perlu didukung

oleh struktur APO. Tanpa perlindungan tersebut mangrove sulit tumbuh, karena ketika

Page 5: Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

5

tanaman masih kecil kemudian datang gelombang besar, maka tanaman tersebut akan

rusak. Struktur APO diperlukan sampai tanaman mangrove tumbuh cukup besar

sehingga mampu menahan serangan gelombang.

Agar daya dukung lingkungan meningkat terutama fungsi mangrove sebagai

penahan erosi pantai dan daratan delta serta sebagai biofilter alami limbah tambak, hutan

mangrove yang telah rusak atau hilang perlu dikembalikan melalui program reboisasi

bibit bakau. Reboisasi hutan mangrove dilakukan pada daerah pantai yang telah mundur.

Perlindungan pohon mangrove yang masih muda terhadap serangan gelombang

dilakukan dengan melindunginya dengan menggunakan alat pemecah ombak APO.

Gambar-gambar berikut ini adalah tata letak bangunan pelindung pantai di

beberapa lokasi.

a. Pantai Handil Muara Baru 1

Gambar 4. Tata Letak Bangunan Pelindung Pantai di Handil Muara Baru 1

Pantai Handil Muara Baru berada di Kecamatan Samboja, berada di tepi jalan lokal tersier

dan keadaan jalannya kurang baik dan agak kotor. Terjadi kerusakan garis pantai oleh

ombak, dimana sekitar 100 m dari garis pantai yang semula tumbuh pohon api-api

(sejenis bakau), saat ini terkikis. Untuk perlindungan garis pantai, dinas kehutanan

memasang pemecah ombak sederhana dari kayu-kayu yang dipancang. Akan tetapi

Page 6: Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

6

efektifitasnya kurang mampu menahan energi gelombang yang datang, sehingga

diperlukan APO tambahan yang dilengkapi dengan kayu pancang miring. Penempatan

APO diberikan pada Gambar 4, dimana di belakang APO dapat ditanami kembali dengan

tanaman bakau api-api (Avicennia spp) atau bakau (Rhizophora spp).

b. Pantai Handil Muara Baru 2

Lokasi Handil Muara Baru II ini tidak jauh berbeda dari Handil Muara Baru I. Pada jarak

± 100 meter dari jalan sudah dipasang pemecah ombak dari kayu (sederhana) yang

diprakarsai oleh dinas kehutanan. Dijumpai beberapa pohon api-api yang tumbang

karena diterjang ombak, dan sudah ada usaha untuk meremajakan pohon-pohon pantai,

yaitu dengan menanam (peremajaan) pohon api-api yang masih kecil-kecil serta telah

disemai pembibitannya. Akan tetapi penanaman pohon api-api ini kurang berhasil, karena

sebelum besar, pohon tersebut sudah rusak oleh hantaman ombak. Untuk itu perlu upaya

penanaman kembali bibit bakau yang dilindungi dengan sistem APO, dimana lokasinya

diberikan pada Gambar 5.

c. Pantai Kresik

Pantai Kersik berada di Kecamatan Merangkayu, dimana perumahan penduduk

berada sekitar 200 m dari garis pantai. Informasi dari masyarakat setempat, selama kurun

Gambar 5. Tata Letak Bangunan

Pelindung Pantai di Handil Muara

Baru 2

Page 7: Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

7

waktu 36 tahun telah terjadi perubahan garis pantai, dimana garis pantai mundur sejauh

sekitar 1 km dari pantai sekarang. Pada saat itu pantai banyak ditumbuhi pohon bakau, tetapi

saat ini pohon tersebut sudah musnah karena serangan gelombang. Panjang pantai yang rusak

sekitar 5 km. Gelombang besar terjadi pada bulan November-Desember, di mana tinggi

gelombang mencapai 2 m. Sampai saat ini belum ada usaha untuk melakukan perlindungan

terhadap abrasi pantai. Penduduk mengharapkan adanya perlindungan pantai dan penanaman

kembali hutan bakau.

d. Pantai Terusan

Pantai Terusan berada di Desa Terusan Kecamatan Marangkayu. Masyarakat di daerah ini

banyak melakukan budidaya tambak. Di areal pertambakan banyak ditanam pohon bakau.

Pemukiman penduduk berada di dekat pantai, yang saat ini kondisinya sudah kritis. Rumah

terdekat dengan garis pantai hanya berjarak sekitar 50 m. Beberapa tahun terakhir banyak

tambak yang hancur, dan tercatat 2 rumah roboh karena serangan gelombang. Informasi

penduduk, sejak tahun 1975 sampai sekarang, diperkirakan mundurnya garis pantai mencapai

200 m atau sekitar 5-7 meter per tahun. Di sepanjang pantai banyak pohon kelapa yang

tumbang karena serangan gelombang. Untuk mencegah kerusakan pantai pernah dilakukan

perlindungan dengan menanam pohon bakau, namun karena gelombang besar, ketika pohon

bakau masih kecil banyak yang hancur. Untuk itu penanaman bakau perlu dilindungi dengan

APO, yang penempatannya diskemakan pada Gambar 7.

Gambar 6. Tata Letak Bangunan

Pelindung Pantai di Pantai Kresik

Page 8: Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

8

e. Pulau Pangempang

Untuk pantai Pulau Pangempang, erosi terjadi karena gelombang yang datang dengan

membentuk sudut terhadap garis pantai sehingga menyebabkan terjadinya angkutan sedimen

sepanjang pantai (littoral drift). Dengan adanya litoral drift ini pantai mundur 1-2 m/tahun

sepanjang 3 km, sehingga dikhawatirkan beberapa tahun ke depan Pulau Pangempang

terpisah dari daratan. Untuk mengendalikan mundurnya garis pantai, diperlukan satu seri

groin yang dipasang di sepanjang pantai. Groin dibuat dari tiang kayu yang dipancang

berderet. Dengan adanya groin ini maka arus sepanjang pantai akan terhambat sehingga

angkutan sedimen sepanjang pantai akan berkurang/terhenti. Diharapkan bangunan ini akan

menahan terangkutnya sedimen ke tempat lain.

Gambar 7. Tata Letak Bangunan

Pelindung Pantai di Pantai Terusan

Page 9: Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

9

5 KESIMPULAN

Kerusakan pantai di Kabupaten Kutai Kertanegara disebabkan oleh serangan gelombang

besar dan semakin menipisnya areal hutan mangrove di sepanjang garis pantai.

Agar daya dukung lingkungan meningkat terutama fungsi mangrove sebagai penahan

erosi pantai dan daratan delta serta sebagai biofilter alami limbah tambak, hutan

mangrove yang telah rusak atau hilang perlu dikembalikan melalui program reboisasi

bibit bakau.

Dinas Kehutanan telah berusaha membuat perlindungan pantai dengan memancang tiang-

tiang kayu yang berfungsi sebagai pemecah gelombang. Namun struktur tersebut tidak

efektif dan perlu disempurnakan dengan menambah kayu atau papan melintang, sehingga

struktur menjadi lebih rapat. Untuk memperkuat tiang terhadap serangan gelombang,

tiang-tiang tersebut disangga dengan tiang miring.

Gambar 8. Tata Letak Bangunan

Pelindung Pantai di Pantai Pangempang

Page 10: Mangrove Alat Pemecah Ombak Bambang Yulistiyanto

10

Perlindungan pohon mangrove yang masih muda terhadap serangan gelombang dilakukan

dengan melindunginya dengan menggunakan alat pemecah ombak APO. Penempatan

bangunan APO di beberapa lokasi pantai yang sudah mengalami kerusakan diupayakan

untuk mempertahankan atau mengembalikan garis pantai ke kondisi sebelum terjadi

kerusakan, yaitu di lokasi Pantai Handil Muara Baru, Pantai Kresik, dan Pantai Terusan.

Di Pula Pangempang dimana terjadi abrasi oleh gelombang dan adanya arus sejajar

pantai, perlu ditempatkan satu seri groin yang terbuat dari bahan kayu.

6 REFERENSI

Anonim, 2006, Kabupaten Kutai Kartanegara Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Bappeda Kutai Kartanegara : Masterplan Pengamanan dan Perlindungan Daerah Pantai

terhadap Erosi, 2007

Bappeda Kutai Kartanegara : ATLAS Sumberdaya Pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara,

2005.

http://www.beritabumi.or.id, 19 Oktober 2006