Mangroove Desa Margasari, Lampung Timur

download Mangroove Desa Margasari, Lampung Timur

of 6

description

artikiel

Transcript of Mangroove Desa Margasari, Lampung Timur

ARTIKELPengelolaan Kawasan MangroveKawasan Hutan Mangrove di Desa Margasari, Lampung Timur

Disusun Oleh :Arni Khurnia SuciB0A013041

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGIPROGRAM STUDI D-III PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN dan KELAUTANPURWOKERTO2013Kawasan Hutan Mangrove di Desa Margasari, Lampung Timur

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang memiliki sifat yang khas dan unik. Tumbuhan mangrove ini mempunyai kemampuan khusus untuk beradaptasi dilingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang tidak stabil. Hutan Mangrove sebagai ekosistem alami berperan bagi potensi ekonomi baik secara langsung dan tidak langsung. Hutan ini memiliki fungsi ekolgis yang sangat penting, antara lain sebagai pencegah erosi dan abrasi pantai, serta habitat bagi laut tertentu. Hutan mangrove juga menyediakan bahan dasar untuk keperluan dasar rumah tangga maupun industri seperti kayu bakar, arang, kertas, juga obat-obatan. Adanya keterkaitan erat antara peran dan fungsi, baik secara ekonomi, ekologis, maupun sosial.Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Lampung yang secara geografis terletak pada 435 LS 460 LS dan 10445 BT 10555 BT, letak kebupaten ini berada di sepanjang pantai pesisir Timur Provinsi Lampung. Pesisir Timur Lampung ini merupakan salah satu kawasan hutan mangrove yang terpanjang di Provinsi Lampung. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut. Hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyedia kayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan dan lain-lain. Untuk menjaga kelestarian hutan mangrove ini perlu adanya kerjasama dan kemitraan dari berbagai pihak agar hutan tetap dapat berfungsi sebagaimana mestinya.Tekanan terhadap mangrove dari berbagai kepentingan saat ini terus berkembang, yang sangat mengancam keberadaannya. Hal ini tidak hanya dari segi peman-faatan lahan, tetapi juga dari segi pemanfaatan vegetasi mangrove, baik secara komersial maupun tradisional. Seiring dengan peningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan masyarakat, berakibat terjadi peningkatan pembangunan dan pemukiman. Demikian juga dengan pembagunan wilayah pesisir dan pantai sekitar kawasan mangrove tidak direncanakan secara bijaksana dan berwawasan lingkungan. Masalah tersebut pada awalnya juga terjadi pada hutan mangrove di Lampung Mangrove Center Desa Margasari Kabupaten Lampung Timur. Untuk mengurangi kerusakan dan melestarikan fungsi ekologis ekosistem mangrove, diperlukan suatu pendekatan yang rasional dalam pemanfaatannya dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan yang memanfaatkan hutan mangrove. Hutan mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata yang menarik. Penerapan ekowisata di kawasan hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari. Penerapan konsep ekowisata pada kawasan hutan mangrove secara umum diharapkan dapat mengurangi dampak pengerusakan lingkungan kawasan tersebut oleh masyarakat dan berpengaruh pada peningkatan ekonomi. Dengan adanya ekowisata akan memberikan alternatif wisata dan pendapatan bagi masyarakat. Informasi lain memberitakan tentang adanya penurunan hasil udang budidaya di Propinsi Lampung yang mencapai 18% di tahun 2009 akibat serangan virus sebagai dampak turunnya kualitas perairan. Turunnya kualitas perairan ini selain disebabkan karena akumulasi pengelolaan lingkungan yang kurang baik, berkurangnya areal mangrove di sekitar tambak sebagai pengendali kualitas perairan juga ditengarai sebagai penyebab utamanya. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa secara ekologi dan ekonomi, ekosistem mangrove memiliki fungsi yang sangat besar bagi manusia. Vegetasi hutan mangrove memiliki fungsi sebagai penahan ombak dan akan mencegah abrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar 200 m dengan kerapatan 30 pohon/100 m dengan diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar 50% energi gelombang tsunami. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang masih ber-mangrove (silvofishery). Walaupun fakta dan penelitian telah menunjukkan keuntungan yang sangat besar dari keberadaan mangrove, luas areal hutan mangrove terus menyusut. Ketidakjelasan kebijakan dan kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota, seringkali menjadi penyebab munculnya persoalan tumpang tindih peruntukan areal di atas hutan mangrove. Perubahan paradigma pengelolaan hutan dari pola sentralisasi ke desentralisasi menambah daftar panjang permasalahan.

Kondisi hutan mangrove sebelum tahun 1987Hutan mangrove yang berada di Desa Margasari merupakan hutan yang tumbuh secara alami dan sangat lebat. Masyarakat Desa Margasari memanfaatkan hutan mangrove sebagai tempat untuk mencari ikan, kepiting, kayu bakar, bahan bangunan dan lain-lainnya. Saat itu pekerjaan masyarakat Desa Margasari didominasi oleh petani dan nelayan. Dalam pemanfaatan hutan mangrove, masyarakat belum memiliki peraturan yang baku, sehingga masyarakat banyak yang menebang pohon yang kayunya digunakan sebagai bahan bangunan untuk membangun kandang ternak serta sebagai kayu bakar. Hal ini disebabkan masyarakat tidak mengetahui fungsi dan manfaat hutan mangrove tersebut. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi dan manfaat hutan mangrove menyebabkan kondisi hutan menjadi rusak. Terlebih lagi saat masyarakat mulai mengenal usaha tambak yang memberikan keuntungan yang sangat besar. Masyarakat mulai merambah hutan mangrove untuk dijadikan sebagai areal tambak.

Kondisi hutan mangrove tahun 1987 1996Areal hutan mangrove yang ada di Desa Margasari sudah berubah fungsi menjadi tambak. Pada tahun 1985, kehidupan masyarakat mulai berubah, masyarakat yang dulu hanya bekerja sebagai petani-nelayan kini mulai beralih ke usaha tambak. Pada tahun 1990-an, hutan mangrove yang terdapat di sepanjang Pantai Timur Lampung mengalami kerusakan yang cukup parah, yang disebabkan oleh perubahan fungsi hutan mangrove menjadi tambak dan penebangan secara liar. Proses abrasi Pesisir Timur Lampung khususnya di Desa Margasari telah terjadi sejak tahun 1987-an, yaitu pada saat mulai maraknya pembukaan tambak. Proses abrasi yang terjadi di Desa Margasari telah menyebabkan tambak-tambak yang ada di desa tersebut rusak karena tergenang oleh air laut dan pemukiman penduduk pun rusak karena terkena gelombang pasang dari Laut Jawa. Hal ini terjadi karena hutan mangrove yang berfungsi untuk mencegah abrasi sudah hilang. Hasil pemotretan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Lampung pada tahun 1995 menunjukkan keadaan yang sangat memprihatinkan. Sepanjang garis pantai yang dapat dilihat hanyalah tambak serta tunggul sisa penebangan hutan mangrove.

Kondisi hutan mangrove tahun 2006 2009Pada tahun 1995 mulai digalakkan penanaman tanaman mangrove. Kegiatan penanaman tersebut dilakukan di areal tambak milik masyarakat yang sudah rusak karena abrasi. Rehabilitasi hutan mangrove dilakukan pada tahun 2006 hingga 2009. Berdasarkan hasil diskusi dengan masyarakat dan aparat desa luas hutan mangrove saat ini sudah mencapai 1.000 ha Upaya rehabilitasi selama ini telah dilakukan oleh beberapa pihak dengan menggunakan dana yang berasal dari APBN, APBD, dan swadaya masyarakat. Masyarakat sebagai pelaku utama dala pengelolaan hutan mangrove ternyata memberikan hasil yang sangat baik, pencapaian luas hutan mangrove pertahun mencapai lebih dari 100 ha, sehingga selama tiga tahun kegiatan ini berjalan telah tercapai luasan mangrove yang lebih dari 1.000 ha.Berawal dari keprihatinan akan keadaan hutan mangrove ini Universitas Lampung (Unila) bekerjasama dengan masyarakat Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai dan Pemerintah Daerah menggagas sebuah ide tentang pendirian suatu pusat kegiatan pengelolaan hutan mangrove yang disebutLampung Mangrove Center (LMC). Ada keunikan dalam pengelolaan terpadu LMC ini yang berawal dari kehendak masyarakat untuk menyerahkan hutan mangrove di desanya menjadi hutan pendidikan kepada Universitas Lampung. Selain itu, dipilihnya Desa Margasari sebagai lokasi LMC karena dinamika perubahan tutupan mangrove yang cukup panjang di daerah ini, mulai sejak keberadaan hutan mangrove alami setebal 700 meter ke arah laut pada era tahun 1970-an, hilangnya tutupan mangrove karena usaha pertambakan dan abrasi sekitar tahun 1987-1994, dan meluasnya lagi areal hutan mangrove yang sudah mencapai+300 hektar pada tahun 2009 hasil upaya rehabilitasi mangrove yang dimulai sejak tahun 1995.Tujuan didirikannya LMC adalah untuk mewujudkan suatu sistem tata kelola wilayah pesisir secara terpadu untuk keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat serta menjadi permodelan pengelolaan mangrove berskala nasional. Untuk mewujudkan tujuan ini beberapa kegiatan sudah, sedang dan akan dilaksanakan yang meliputi aspek legalitas, aspek tata ruang dan aspek pengembangan program. Pada tahun 2006, telah ditandatangani Naskah Kerjasama dan Kesepakatan antara Universitas Lampung dengan Kabupaten Lampung Timur tentang Pengelolaan Terpadu Hutan Mangrove 700 Hektar Berbasis Masyarakat di Wilayah Pesisir Lampung Timur. Kegiatan Pengelolaan ini dilaksanakan di wilayah Pantai Timur sepanjang 55 km yang berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Labuhan Maringgai dan Kecamatan Pasir Sakti. Untuk mempertahankan mangrove di sepanjang pantai timur memerlukan pendekatan teknologi mengatasi gempuran ombak dengan penerapan alat pemecah ombak berbasis masyarakat yang berfungsi sebagai pemecah gempuran ombak sekaligus melindungi dan mempercepat pertumbuhan mangrove, menangkap sediment sehingga menambah luasan tanah timbul. Adapun keberadaan hutan mangrove dan tanah timbul di desa-desa pesisir sepanjang pantai timur Kabupaten Lampung Timur.Tujuan kegiatan pengelolaan hutan mangrove dengan berbasis masyarakat adalah agar hutan mangrove dapat terjaga keberlangsungan dan kelestariannya, kehidupan masyarakat berjalan dengan baik tanpa merusak hutan mangrove, partisipasi masyarakat pada sebagai pengelolan hutan mangrove diharapkan tinggi. Oleh karena program ini sudah berjalan cukup lama maka timbul pertanyaan berkaitan dengan penyelenggaraan program, maka evaluasi terhadap program Pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat ini perlu dilakukan menilai dan mengukur keberhasilan program, baik dalam hal proses implementasi maupun dampaknya. Tujuan akhir evaluasi adalah memberikan masukan seluruh pihak yang terkait seperti Pemda Lampung Timur sebagai dasar untuk pengelolaan hutan mangrove di Wilayahnya, Universitas Lampung sebagai penyelenggara untuk mengadakan penelitian, pengabdian dan pendidikan kepada mahasiswa, masyarakat sebagai pengelola hutan dan tinggal disekitar hutan mangrove yang merasakan langsung dampak hutan mangrove dalam kehidupannya, sehingga diharapkan informasi yang diperoleh dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan mutu kegiatan dan untuk mendukung keberlanjutan program.Pada tangga 10 November 2011 dilakukan diskusi tentang pengelolaan hutan mangrove oleh para ahli yang bekerja dibidangnya. Setelah kegiatan diskusi selesai, maka dilanjutkan dengan penanaman pohon bakau (Rhizhopora mucronata) di lokasi hutan pendidikan Universitas Lampung dan penanaman bibit Akasia (Acacia auriculiformis), Mangga (Mangivera indica), Rambutan (Nethelium lappacaum) masing-masing 100 bibit yang akan ditanam di sekitar tambak masyrakat dan halaman rumah masyarakat agar bermanfaat baik secara ekonomi maupun ekologi mengingat saat ini kondisi lingkungan hidup makin rusak, sehingga Garsy mengajak masyarakat untuk kembali berkeinginan mencintai lingkungannya dimulai dengan hal-hal kecil salah satunya yaitu dengan menanam dan merawat pohon baik diwilayah pinggir pantai yang berupa pohon bakau maupun disekitar halaman mereka yang masih berdekatan dengan wilayah pantai.Kedepan Garsy siap untuk mengabdi kepada masyarakat baik berupa menjadi fasilitator di wilayah pesisir maupun menjadi pendamping masyarakat agar hutan diwilayah pesisir pantai tetap lestari mengingat Lampung Timur adalah salah satu wilayah yang memiliki jumlah kawasan hutan mangrove terbesar di Lampung dan memiliki potensi yang cukup banyak. Maka hutan mangrove di Lampung Timur khususnya di Labuhan Maringgai perlu menjadi contoh bagi wilayah-wilayah lain khususnya Lampung dan umumnya Indonesia untuk dapat melestarikan hutan mangrove berikut wilayah disekitar kawasan hutan mangrove yang berbasis masyarakat. Tidak sebatas sebagai contoh saja namun Garuda Sylva akan mencoba mempromosikan hutan Mangrove tersebut untuk menjadi lokasi sekolah alam dan wisata pendidikan lingkungan hidup bagi siswa/i sekolah dan masyarakat umum. Dalam dunia pendidikan, Garsy akan membantu mempromosikan hutan mangrove di Margasari tersebut dapat menjadi stasiun penelitian bagi para peneliti-peneliti. Karena hal tersebut sangat strategis dengan keberadaan Universitas Lampung sebagai kawah candra dimuka keilmuan sehingga Garsy dan dunia pendidikan tetap beriringan sesuai dengan kemajuan dunia keilmuan.Hutan mangrove memiliki berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi yang dimiliki hutan mangrove adalah sebagai berikut: a. Fungsi fisik; menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi (abrasi) dan intrusi air laut, peredam gelombang dan badai, penahan lumpur, penangkap sedimen, pengendali banjir, mengolah bahan limbah, penghasil detritus, memelihara kualitas air, penyerap CO2 dan penghasil O2serta mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami. b. Fungsi biologis; merupakan daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk mencari makan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) dari berbagai biota laut, tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota, sumber plasma nutfah (hewan, tumbuhan dan mikroorganisme) dan pengontrol penyakit malaria. c. Fungsi sosial ekonomi; sumber mata pencarian, produksi berbagai hasil hutan (kayu, arang, obat dan makanan), sumber bahan bangunan dan kerajinan, tempat wisata alam, objek pendidikan dan penelitian, areal pertambakan, tempat pembuatan garam dan areal perkebunan. Selain memberikan perlindungan terhadap daratan, hutan mangrove juga memberikan nilai positif bagi budidaya tambak ikan dan udang yang dikembangkan oleh masyarakat. Sehubungan dengan keberadaan hutan mangrove yang berada dalam kawasan hutan lindung, maka program Hutan Desa Mangrove akan dikembangkan. Hutan Desa Mangrove adalah sebuah solusi terbaik bagi masyarakat dan kelestarian hutannya. Apabila berhasil, kawasan ini akan menjadi Hutan Desa Mangrove pertama di Provinsi Lampung. Pesona hutan mangrove dan pantai di Kabupaten Lampung Timur menjadi sebuah alternatif tujuan wisata di Provinsi Lampung. Dengan keberadaannya di sisi lintas timur, menjadikan kawasan ini sangat strategis dan sangat mudah dijangkau oleh masyarakat Sumatera dan Jawa yang melintasinya. Jalan lintas timur merupakan jalan yang menghubungkan seluruh provinsi di sisi timur Sumatera dari Lampung hingga Aceh, yang terkoneksi dengan pelabuhan penyeberangan Bakauheni. Keindahan hutan dengan berbagai jenis tanaman, serta habitat dari beberapa satwa menjadi daya tarik bagi wisata jasa lingkungan dan ekowisata. Selain itu, tentunya dapat juga menjadi wisata pendidikan bagi siswa, serta lokasi penelitian bagi mahasiswa dan dosen. Tak kalah menariknya, kawasan ini menjadi lengkap dengan adanya lokasi wisata kuliner dari hasil laut dan tambak.