manggis

17
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manggis (Garcinia mangostana Linn) 2.1.1 Karakteristik Manggis Klasifikasi buah manggis (Garcinia mangostana L) berdasarkan hasil identifikasi MEDA (2013) memiliki sistematika tanaman sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Clusiales Famili : Clusiaceae Genus : Garcinia Spesies : Garcinia mangostana L. Gambar 2.1 Manggis (Wiyarno,2011) Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia. Dari Asia Tenggara, tanaman

description

kjs

Transcript of manggis

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manggis (Garcinia mangostana Linn)2.1.1 Karakteristik Manggis Klasifikasi buah manggis (Garcinia mangostana L) berdasarkan hasil identifikasi MEDA (2013) memiliki sistematika tanaman sebagai berikut:Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Clusiales Famili : Clusiaceae Genus : Garcinia Spesies : Garcinia mangostana L.

Gambar 2.1 Manggis (Wiyarno,2011)

Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia atau Malaysia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Filipina, Papua New Guinea, Kamboja, Thailand, Srilanka, Madagaskar, Honduras, Brazil dan Australia Utara. Manggis merupakan salah satu buah unggulan Indonesia yang memiliki peluang ekspor cukup menjanjikan. Dari tahun ke tahun permintaan manggis meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap buah yang mendapat julukan ratu buah (Queen of Fruits). (Prihatman, 2000; ICUC, 2003).Di Indonesia manggis mempunyai berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), manggista (Sumatera Barat). Pohon manggis dapat tumbuh di dataran rendah sampai di ketinggian di bawah 1.000 m dpl. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah dengan ketinggian di bawah 500-600 m dpl. Pusat penanaman pohon manggis adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat (Jasinga, Ciamis, Wanayasa), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jawa Timur dan Sulawesi Utara (Prihatman, 2000; ICUC,2003).

2.1.2 Morfologi Tanaman ManggisMorfologi Tumbuhan Tumbuhan manggis berasal dari biji yang umumnya membutuhkan waktu 10-15 tahun untuk mulai berbuah. Tinggi batang mencapai 10-25 meter serta tajuk yang rindang berbentuk piramida. Diameter batang 25-35 cm dan kulit batang biasanya berwarna coklat gelap atau hampir hitam, kasar dan cenderung mengelupas. Getah manggis berwarna kuning dan terdapat pada semua jaringan utama tanaman (Liska, 2011). Sistem akar pada manggis mudah patah, lambat tumbuh, dan mudah terganggu karena tidak dijumpai akar rambut pada akar utama maupun akar lateral. Letak daun berhadapan, merupakan daun sederhana dengan tangkai daun pendek yang berhubungan dengan tunas, panjang tangkai daun 1,5-2 cm dengan helaian daun berbentuk bulat telur, bulat panjang atau elips dengan panjang 15-25 cm, lebar 7-13 cm, mengkilap, tebal dan kaku, ujung daun meruncing dan licin. Bunganya bersifat uniseksual. Bunga betina terdapat pada 25 pucuk ranting dan muda dengan diameter 5-6 cm. Tangkai bunga pendek dan tebal berwarna merah kekuningan (Liska, 2011). Buah manggis dihasilkan secara partenogenesis (tanpa penyerbukan), berbentuk bulat atau agak pipih dengan diameter 3,5-8 cm. Berat buah bervariasi, yakni sekitar 75-150 gram, tergantung pada umur pohon dan daerah geografisnya. Tebal kulit buah berkisar antara 0,8-1 cm, berwarna keunguan dan biasanya mengandung cairan kuning yang rasanya pahit. Buah manggis mengandung 2-3 biji. Segmen-segmen umumnya berukuran tidak sama dan biasanya 1-2 segmen besar mengandung biji. Biji-biji besar berbentuk pipih berwarna ungu gelap atau cokelat dengan panjang 2-2,5 cm, lebar 1,5-2,0 cm dan tebalnya antara 0,7-1,2 cm tertutup oleh serat lunak yang menyebar sampai ke dalam daging buah. Berat biji bervariasi antara 0,1-2,2 gram (Liska, 2011).

2.1.3 Kandungan Kimia Ekstrak Kulit Buah Manggis Secara umum, kandungan kimia yang terdapat dalam kulit manggis adalah xanthone, mangostin, garsinon, flavonoid, dan tanin (Miryanti, Sapei, Budiono dan Indra, 2011). Xanthone merupakan substansi kimia alami yang tergolong senyawa polyphenolic. Xanthone sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh sebagai antioksidan, antiproliferatif, antiinflamasi dan antimikroba (Mardiana, 2012). Senyawa xanthone yang telah teridentifikasi diantaranya adalah 1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2.8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on dan 1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)-9Hxanten-9-on. Keduanya lebih dikenal dengan nama alfamangostin dan gamma-mangostin (Jinsart, 1992).

Tabel 1. Komposisi Tepung Kulit ManggisKomponenKadar (% bk)

Air9

Abu2,58

Gula Total6,92

Protein2,69

Serat Kasar30,05

Lainnya (tannin, lemak,dll)48,76

Sumber : Mertiva, 1995

2.2 Ekstrak 2.2.1 Pengertian Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas (Depkes RI, 1995). Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air, etanol dan campuran air etanol (Depkes RI, 1979).

2.2.2 Metode Ekstraksi Menurut Ditjen POM (2000) beberapa metode ekstraksi: 1. Cara dingin Maserasi, adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. 2. Cara panas Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50o C. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96- 98o C) selama waktu tertentu (15-20 menit). Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Tikus Wistar (Rattus norvegicus)Klasifikasi tikus Putih menurut Armitage (2006) adalah sebagai berikut : Kingdom: Animalia Fillum : Chordata Klas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Rattus Species : Rattus norvegicusTikus putih lebih besar dari famili tikus umumnya dimana tikus ini panjangnya dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai ujung ekor, dan berat 140-500 gr. Tikus jantan biasanya memiliki ukuran yang lebih besar dari tikus betina, berwarna putih, memiliki ukuran ekor yang lebih panjang dari tubuhnya. Data biologi tikus disajikan pada tabel berikut (Kusumawati 2004) :Tabel 2.3.1. Data Biologi Tikus PutihNoKondisi BiologisJumlah

1Berat BadanJantanBetina300-400 gr250-300 gr

2Lama Hidup2,5-3 tahun

3Temperatur tubuh37,5 C

4Kebutuhan AirKebutuhan Makanan8-11 ml/100 grBB5 gr/100 grBB

5Umur Dewasa50-60 hari

6Volume darah57-70 ml/kg

7Tekanan DarahSistolikDiastolik84-174 mmHg54-145 mmHg

8Frekuensi jantung330-480 / menit

9Frekuensi respirasi66-114 / menit

10Tidal volume0,6 1,25 mm

Dibandingkan dengan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih mudah berkembang biak. Jika tikus liar dapat hidup selama 4-5 tahun, tikus laboratorium jarang hidup lebih dari 3 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain. Tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung dan tikus tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo,1988).

2.4GinjalGinjal terletak retroperitoneal pada dinding abdomen, masing-masing terdapat di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra torakal 12 sampai vertebra lumbal 3. Ginjal diperdarahi oleh arteri renalis yang letaknya setinggi diskus intervertebralis vertebra lumbal 1 dan vertebra lumbal 2. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabang-cabang membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis dan arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomerulus. Bila ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan yaitu korteks dibagian luar dan medulla di bagian dalam (Guyton & Hall, 2007). Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, nefron terdiri atas korpuskulum renal, tubulus kontortus proksimal, ansa henle dan tubulus kontortus distal seperti yang terlihat pada Gambar 1 (Junqueira et al, 2007).

Nefron Renal (tubulus ginjal) (Junqueira et al, 2007)

2.4.1 Fisiologi GinjalGinjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi utama ginjal ada dua, yaitu fungsi ekskresi dan fungsi non ekskresi (Price SA, 2006). Komposisi dan volume cairan ekstrakseluler ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus (Guyton & Hall, 2007). 12.4.2 Mekanisme Filtrasi Glomerolus adalah bagian kecil dari ginjal yang melalui fungsi sebagai saringan yang setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500ml plasma, mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 ml (10 %) disaring keluar (Guyton & Hall, 2007). Cairan yang disaring yaitu filtrasi glomerolus, kemudian mengalir melalui tubulus renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan meninggalkan yang tidak diperlukan. Keadaan normal semua glukosa diabsorpsi kembali, kebanyakan produk sisa buangan dikeluarkan melalui urine, diantaranya kreatinin dan ureum. Kreatinin sama sekali tidak direabsorpsi di dalam tubulus, akan tetapi sejumlah kecil kreatinin benar-benar disekresikan ke dalam tubulus oleh tubulus proksimalis sehingga jumlah total kreatinin meningkat kira-kira 20 % (Guyton & Hall, 2007). Jumlah filtrasi glomerolus yang dibentuk setiap menit pada orang normal rata-rata 125 ml per menit, tetapi dalam berbagai keadaan fungsional ginjal normal dapat berubah dari beberapa mililiter sampai 200 ml per menit, jumlah total filtrat glomerolus yang terbentuk setiap hari rata-rata sekitar 180 liter, atau lebih dari pada dua kali berat badan total, 90 persen filtrat tersebut biasanya direabsorpsi di dalam tubulus, sisanya keluar sebagai urin (Guyton & Hall, 2007). 15 4.

2.4.2 Mekanisme Reabsorbsi Tubulus Reabsorbsi tubulus merupakan proses penyerapan zat-zat yang diperlukan tubuh dari lumen tubulus ke kapiler peritubulus. Proses ini merupakan transport transepitel aktif dan pasif karena sel-sel tubulus yang berdekatan dihubungkan oleh tight junction. Glukosa dan asam amino direabsorbsi seluruhnya di sepanjang tubuus proksimal melalui transport aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorbsi secara akif dan disekresi ke dalam tubulus distal. Reabsorbsi natrium terjadi secara aktif disepanjang tubulus kecuali pada ansa henle pars desenden. H2O, Cl-, dan ureum direabsorpsi dalam tubulus proksimal melalui transpor pasif (Guyton & Hall, 2007).

2.4.3 Mekanisme Sekresi Tubulus Sekresi adalah proses perpindahan zat dari kapiler peritubulus kembali ke lumen tubulus. Proses sekresi yang terpenting adalah sekresi , dan ion-ion organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di sepanjang tubulus distal, ion akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan asam basa. Asam urat dan disekresi ke dalam tubulus distal. Sekitar 5 % dari kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan dalam urine dan kontrol sekresi ion tersebut diatur oleh hormon antidiuretik (ADH) (Guyton & Hall, 2007).

2.4.4 Ureum Ureum disintesis dalam hati sebagai produk sampingan metabolisme makanan dan protein endogen (Saraswati 2011). Reaksi dimulai dengan derivat asam amino oritin yang bergabung dengan satu molekul karbondioksida dan satu molekul amonia untuk membentuk zat kedua, yaitu sitrulin. Sitrulin kemudian bergabung dengan molekul amonia lain untuk membentuk arginin, yang kemudian dipecah menjadi oritin dan ureum. Ureum berdifusi dari sel hati ke cairan tubuh dan di keluarkan melalui ginjal. Oritin dipakai kembali dalama siklus berulang-ulang (Guyton & Hall, 2007). Ureum dihidrolisis di dalam air dengan bantuan urease sehingga dihasilkan amonia dan karbondioksida. Kadar ureum dalam darah bergantung pada katabolisme (pemecahan) protin dalam hati yyang diekskresikan ke dalam urin melalui ginjal. Ketika air direabsorbsi dari tubulus, konsentrasi ureum dalam lumen tubulus meningkat sehingga muncul gradient konsentrasi yang menyebabkan reabsorbsi ureum (Fuadi, 2009). Ureum tidak bisa memasuki tubulus sebanyak air, sehingga ureum direabsorbsi secara pasif dari tubulus. Kadar ureum yang tinggi dalam tubuh akan bersifat toksik karena sifatnya yang mendenaturasikan protein (Price, 2005). Pada tikus putih jantan ureum diekskresikan rata-rata 30 gr/hari dan dalam darah yang normal adalah 1530 mg/dL, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam pembentukan 17 ureum (Fuadi, 2009; Kee, 2008). Ureum dalam darah atau biasa disebut blood urea nitrogen (BUN). Nilai BUN mungkin akan meningkat jika seseorang secara berkepanjangan memakan makanan yang mengandung banyak protein. Jarang sekali ada kondisi yang menyebabkan kadar BUN dibawah normal. Membesarnya volume plasma yang paling sering menjadi penyebab. Kerusakan hati harus berat sekali sebelum terjadi BUN karena sintesis melemah (Lab Technologist, 2010). Konsentrasi BUN juga dapat digunakan sebagai petunjuk laju filtrasi glomelurus (LFG). Ureum dalam darah cepat meninggi daripada kreatinin bila fungsi ginjal menurun. Jika kerusakan ginjal berat dan permanen, kadar ureum terus-menerus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar (LabTechnologist, 2010). 7. 2.4.5 Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin fosfat otot yang merupakan produk sampingan katabolisme otot dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan difiltrasi oleh glomerulus diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama disana terikat secara reversibel dengan fosfat dalam bentuk fosfokreatin, yakni senyawa penyimpan energi (Kee J.L., 2008). Kreatin disintesis di dalam hati dari metionin, glisisn dan arginin. Dalam otot rangka, kreatin difosforilasi membentuk fosforil kreatin, merupakan simpanan tenaga penting bagi sintesis ATP. ATP yang dibentuk oleh glikolisis dan fosforlasi oksidatif 18 bereaksi dengan kreatinin membentuk ADP dan fosfokreatin yang mengandung ikatan fosfat energi tinggi, lebih tinggi dari ATP. Fosfokreatin dapat saling memindahkan energi dalam ATP. Bila ATP banyak dalam sel, sebagian besar energinya digunakan untuk mensintesis fosfokreatin, sehingga terbentuk cadangan energi. Jika ATP mulai habis, energi dalam fosfokreatin ditransfer kembali menjadi ATP (Fuadi, 2009). Hasil buangan kreatin adalah kreatinin yang sangat bergantung pada filtrasi glomerulus yang akan di eksresikan seluruhnya di dalam urin (Guyton & Hall, 2007). Jumlah kreatinin yang diproduksi sebanding dengan massa otot. Kenaikan kadar kreatinin tidak dipengaruhi oleh asupan makanan atau minuman (Saraswati, 2011). Kadar normal kreatinin pada tikus putih, yaitu 0,20,8 mg/dL. Kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin J.E, 2009). Berkurang aliran darah dan urin tidak banyak mengubah ekskresi kreatinin, karena perubahan singkat dalam pengaliran darah dan fungsi glomerulus dapat diimbangi oleh meningkatnya seksresi kreatinin oleh tubulus. Jika pengurangan fungsi ginjal terjadi secara lambat dan disamping itu massa otot juga menyusun secara perlahan, maka ada kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama, meskipun ekskresi per 24 jam kurang dari normal biasanya ini menjadi petunjuk ke arah sebab ureumnya tidak normal (LabTechnologist, 2010). Aktifitas fisik yang berkebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah dan kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal dapat mempengaruhi kadar kreatinin (Guyton & Hall, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta : Depkes RI.Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.ICUC, 2003, Fruit to the Future Mangosteen, Factsheet, No 8, International Centre for Underutilized Crops.Jinsart, W., Ternai, B., Buddhasukh, D., dan Polya G.M. 1992. Inhibition of wheat embryo calcium-dependent protein kinase and other kinases by mangostin and gamma-mangostin. Phytochemistry. 31(11):3711-3713.Kusumawati, D., 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Liska-Yunitasari. 2011. Gempur 41 Penyakit dengan Buah Manggis : Khasiat dan Cara Pengolahannya untuk Pengobatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.Mangkoewidjojo S, Smith JB. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia.Mardiana, L. 2012. Ramuan dan khasiat kulit manggis. (B. P. W., Ed.) Jakarta: Penebar Swadaya.Miryanti, A., Sapei, L., Budiono, K., & Indra, S. 2011. Ekstraksi. Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.Nugroho, A. E. 2007. Manggis (Garcinia mangostana L.) : Dari Kulit Buah yang Terbuang Hingga Menjadi Kandidat Suatu ObatPrihatman, K., 2000, Manggis (Garcinia mangostana L.), Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BPP Teknologi, Jakarta.