mandiri skenario 3

16
CINDY JULIA AMANDA 1102013063 I. MM Autoimun a. Definisi Penyakit autoimun: Sebuah penyakit yang terjadi saat jaringan tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri. Sistem kekebalan tubuh adalah organisasi yang kompleks di dalam tubuh yang dirancang biasanya untuk "mencari dan menghancurkan" penyerang dari tubuh, termasuk agen infeksi. Pasien dengan penyakit autoimun sering memiliki antibodi asing yang beredar di dalam darah mereka yang menyerang jaringan tubuh mereka sendiri. Contoh penyakit-penyakit autoimun termasuk lupus eritematosus sistemik, Sjogren syndrome, Hashimoto thyroiditis, rematoid artritis, Diabetes juvenile (tipe 1), polymyositis, dan skleroderma, Addison disease, vitiligo, pernicious anemia, glomerulonefritis, fibrosis paru. Penyakit autoimun yang lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pria. Ini terjadi karena estrogen perempuan dapat mempengaruhi sistem kekebalan menjadi beberapa penyakit autoimun. Selanjutnya, kehadiran dari salah satu penyakit autoimun meningkatkan kesempatan untuk mengembangkan penyakit autoimun lain secara simultan. http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=2402 b. Etiologi Pada pasien dengan gangguan autoimun, sistem kekebalan tubuh tidak bisa membedakan antara jaringan tubuh yang sehat dan antigen. Hasilnya adalah respon imun merusak jaringan tubuh normal. Tanggapan ini adalah reaksi hipersensitivitas yang mirip dengan respon saat kondisi alergi. Apa yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk tidak lagi membedakan antara jaringan tubuh yang sehat dan antigen tidak diketahui. Terdapat satu teori bahwa beberapa mikroorganisme ( seperti bakteri atau virus ) atau obat-obatan dapat memicu perubahan-perubahan ini, terutama pada orang yang memiliki gen yang membuat mereka lebih mungkin untuk mendapatkan gangguan autoimun . Penyebab pasti dari gangguan autoimun tidak diketahui. Faktor risiko tampaknya meliputi: Genetika - kecenderungan untuk gangguan autoimun tampaknya berjalan dalam keluarga. Namun, anggota keluarga dapat dipengaruhi oleh gangguan yang berbeda; misalnya, satu orang mungkin memiliki diabetes, sementara yang lain memiliki rheumatoid arthritis. Tampaknya kerentanan genetik saja tidak cukup untuk memicu reaksi autoimun, dan faktor lainnya harus berkontribusi. 1

description

c

Transcript of mandiri skenario 3

1[Type the document title]

CINDY JULIA AMANDA1102013063I. MM Autoimuna. DefinisiPenyakit autoimun: Sebuah penyakit yang terjadi saat jaringan tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri. Sistem kekebalan tubuh adalah organisasi yang kompleks di dalam tubuh yang dirancang biasanya untuk "mencari dan menghancurkan" penyerang dari tubuh, termasuk agen infeksi. Pasien dengan penyakit autoimun sering memiliki antibodi asing yang beredar di dalam darah mereka yang menyerang jaringan tubuh mereka sendiri.

Contoh penyakit-penyakit autoimun termasuk lupus eritematosus sistemik, Sjogren syndrome, Hashimoto thyroiditis, rematoid artritis, Diabetes juvenile (tipe 1), polymyositis, dan skleroderma, Addison disease, vitiligo, pernicious anemia, glomerulonefritis, fibrosis paru.

Penyakit autoimun yang lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pria. Ini terjadi karena estrogen perempuan dapat mempengaruhi sistem kekebalan menjadi beberapa penyakit autoimun. Selanjutnya, kehadiran dari salah satu penyakit autoimun meningkatkan kesempatan untuk mengembangkan penyakit autoimun lain secara simultan.

http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=2402

b. Etiologi

Pada pasien dengan gangguan autoimun, sistem kekebalan tubuh tidak bisa membedakan antara jaringan tubuh yang sehat dan antigen. Hasilnya adalah respon imun merusak jaringan tubuh normal. Tanggapan ini adalah reaksi hipersensitivitas yang mirip dengan respon saat kondisi alergi.

Apa yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk tidak lagi membedakan antara jaringan tubuh yang sehat dan antigen tidak diketahui. Terdapat satu teori bahwa beberapa mikroorganisme ( seperti bakteri atau virus ) atau obat-obatan dapat memicu perubahan-perubahan ini, terutama pada orang yang memiliki gen yang membuat mereka lebih mungkin untuk mendapatkan gangguan autoimun .

Penyebab pasti dari gangguan autoimun tidak diketahui. Faktor risiko tampaknya meliputi: Genetika - kecenderungan untuk gangguan autoimun tampaknya berjalan dalam keluarga. Namun, anggota keluarga dapat dipengaruhi oleh gangguan yang berbeda; misalnya, satu orang mungkin memiliki diabetes, sementara yang lain memiliki rheumatoid arthritis. Tampaknya kerentanan genetik saja tidak cukup untuk memicu reaksi autoimun, dan faktor lainnya harus berkontribusi. Faktor lingkungan - kerentanan keluarga untuk gangguan autoimun mungkin berhubungan dengan faktor lingkungan yang umum, mungkin bekerja sama dengan faktor genetik. Jenis Kelamin - sekitar tiga perempat dari orang dengan gangguan autoimun adalah perempuan. Hormon seks - gangguan autoimun cenderung menyerang selama tahun-tahun subur. Beberapa gangguan tampaknya akan terpengaruh, untuk lebih baik atau lebih buruk, oleh perubahan hormon utama seperti kehamilan, melahirkan dan menopause. Infeksi - beberapa gangguan tampaknya dipicu atau diperburuk oleh infeksi tertentu.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000816.htm http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Autoimmune_disorders

Goronzy JJ, Weyand CM. The innate and adaptive immune systems. In: Goldman L, Ausiello D, eds.Cecil Medicine. 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2007: chap 42.Siegel RM, Lipsky PE. Autoimmunity. In: Firestein GS, Budd RC, Harris Ed, et al, eds.Kelley's Textbook of Rheumatology. 8th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2009:chap 15.

c. Mekanisme

Gambar 1. Gambaran utama mekanisme autoimunitas (Kindt, et. al., 2007)

Pelepasan Antigen Terasingkan (Sequestered Antigen)Sebetulnya sel T mampu untuk mengenali antigen self, karena pada masa pematangannya, sel T yang belum matang telah terpajan kepada banyak antigen self. Sel T yang tidak bisa mengenali self (T-cell self-reactive) akan dibuang, yaitu pada proses clonal deletion. Antigen dari jaringan yang berada diluar dari sirkulasi darah dan tidak diperkenalkan kepada sel T, tidak dapat menimbulkan self-tolerance. Pajanan antigen tersebut kepada sel T yang sudah matang, nantinya, dapat mengaktivasi respon imun.

Salah satu contohnya adalah pada Myelin Basic Protein (MBP), yaitu antigen yang terletak di luar sistem imun; MBP tidak terjangkau oleh sistem imun karena dihalang oleh blood-brain barrier. Pada percobaan, seekor hewan diinjeksi dengan MBP + adjuvant, yaitu untuk memaksimalisasi respon imun. Pada kasus tersebut, sistem imun hewan percobaan terpajan oleh antigen self yang asing, namun dalam keadaan nonfisiologis (dalam keadaan percobaan). Pada eksperimen yang sama, ternyata kasus tersebut dapat dicegah apabila MBP diinjeksi langsung ke timus, sehingga sel T dapat terpajan oleh antigen terkait pada saat pematangannya. (Kindt, et. al., 2007)

Mimikri MolekulerOleh karena berbagai hal, mikroba dan virus dapat menyebabkan terjadinya autoimunitas. Perlu disadari bahwa manusia terserang penyakit di mana penyakit tersebut endemik di wilayah tertentu. Namun seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia meningkat, dan menariknya, tingkat kejadian autoimunitas juga meningkat. Hal ini diduga karena beberapa mikroba atau virus tertentu memiliki determinan antigen yang mirip dengan antigen sel yang dimiliki host. Hal ini dinamakan mimikri. Pada satu studi, sebanyak 600 antibodi monoklonal yang spesifik terhadap 11 virus dites reaktivitasnya terhadap sel tubuh host. Sebanyak 3% dari antibodi spesifik virus tersebut ternyata juga berikatan dengan sel tubuh normal, sehingga disimpulkan bahwa mimikri molekuler bisa menjadi fenomena yang sering terjadi. (Kindt, et. al., 2007)

Tabel 2. Beberapa antigen yang struktur molekulernya mirip antigen sel normal manusia (Kindt, et. al., 2007)

Ekspresi MHC kelas II yang Tidak SesuaiPada penderita insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM), sel beta pankreasnya mengekspresi molekul MHC kelas I dan II dalam kadar yang tinggi. Sel beta yang normal seharusnya memproduksi MHC kelas I yang rendah, dan sama sekali tidak mengekspresi MHC kelas II. Ekspresi yang tidak tepat ini, yang seharusnya hanya diekspresi oleh Antigen Presenting Cell (APC), menyebabkan sensitasi sel T-Helper kepada peptida sel beta, yang kemudian dapat mengaktivasi sel B atau sel Tc dan menyerang antigen self. (Kindt, et. al., 2007)

d. Jenis penyakit Addison disease: gangguan yang terjadi ketika kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan cukup hormon. Celiac disease: penyakit yang mengganggu saluran pencernaan sehingga tak bisa menyerap nutrisi secara baik. Penderita celiac disease tak bisa mengkonsumsi segala bentuk protein yang berasal dari gluten, yang banyak di temukan dalam gandum, roti, dan tepung. Dermatomyositis: suatu penyakit multisistem, yang terutama ditandai oleh radang non-supuratif pada otot rangka. Graves disease: suatu gangguan autoimun di mana terdapat suatu defek genatik dalam limfosit Ts dan sel Th merangsang sel B untuk sintesis antibody terhadap antigen tiroid. Tiroiditis Hashimoto: peradangan kelenjar tiroid yang sering menyebabkan hipotiroidisme. Tiroiditis Hashimoto merupakan jenis tiroiditis yang paling sering ditemukan. Paling sering terjadi pada wanita usia lanjut dan cenderung diturunkan. Multiple sclerosis: salah satu penyakit sistem syaraf pusat (otak dan jaringan syaraf sum-sum tulang belakang) akibat kerusakan myelin. Myelin adalah materi yang melindungi syaraf, berfungsi seperti lapisan pelindung pada kabel listrik dan memudahkan syaraf untuk mengirim impulsnya dengan cepat. Kecepatan dan efisiensi pengiriman impuls inilah yang memungkinkan sebuah gerakan tubuh yang halus, cepat,dan terkoordinasi dilakukan hanya dengan sedikit upaya. Myasthenia Gravi: penyakit autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. IstilahMyasthenia adalah bahasa Latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius. Pernicious Anemia: pengurangan sel daral merah akibat dari gangguan penyerapan vitamin b12 pada saluran cerna. Reactive arthritis: suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Sindrom Sjogren: Sindrom Sjogren adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan gejala mata kering, mulut kering, dan penyakit jaringan ikat lainnya seperti rheumatoid artritis(paling umum), lupus, skleroderma atau polimiositis. Sistemic lupus erythematosus: penyakit otoimun kronis yang di tandai dengan berbagai antibodi yang membentuk kompleks imun dan menimbulkan inflamasi padaa berbagai organ. Diabetes tipe 1: yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya produksi insulin oleh pankreas.

e. Klasifikasi

http://thyroid.about.com/od/endocrineautoimmune1/l/blcauses.htm

Penyakit Autoimun Organ-SpecificPenyakit autoimun yang melibatkan kerusakan seluler terjadi ketia sel limfosit atau antibodi berikatan dengan antigen membran sel, sehingga menyebabkan lisis ataupun respon inflamasi pada organ terkait. Lama kelamaan, struktur sel yang rusak itu diganti oleh jaringan penyambung (scar tissue), dan fungsi organ nya menurun.

Penyakit Autoimun Sistemik (non organ-specific)Pada penyakit autoimun sistemik, respon imunnya diarahkan kepada banyak antigen target, sehingga melibatkan banyak jaringan dan organ. Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan pada regulasi imun, sehingga menyebabkan munculnya sel T dan sel B yang hiperaktif. Kerusakan jaringan terjadi di banyak bagian tubuh. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh cell-mediated immune respone maupun direct cellular damage (seperti yang sudah disebutkan pada penyakit autoimun organ-specific).

f. Pemeriksaan Autoimun Antinuclear antibody test: jenis tes autoantibody yang mencari antibodi antinuclear, yang menyerang inti sel dalam tubuh. Autoantibody test: salah satu dari beberapa tes yang mencari antibodi spesifik untuk jaringan tubuh. Complete blood count (CBC)-mengukur jumlah sel darah merah dan putih dalam darah. Ketika sistem kekebalan tubuh secara aktif melawan sesuatu, angka-angka ini akan bervariasi dari biasanya. C-reactive protein (CRP): tinggi CRP merupakan indikasi peradangan di seluruh tubuh . Erythrocyte sedimentation rate (ESR): tes ini secara tidak langsung mengukur berapa banyak peradangan dalam tubuh Anda

http://www.healthline.com/health/autoimmune-disorders#Diagnosis

II. MM lupusa. DefinisiLupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel tubuh sendiri, mengakibatkan peradangan dan kerusakan jaringan. Lupus dapat mempengaruhi setiap bagian tubuh, tetapi paling umum mempengaruhi kulit, sendi, ginjal, jantung dan pembuluh darah. Perjalanan penyakit ini tidak dapat diprediksi, dengan periode suar (flare) dan remisi. Lupus dapat terjadi pada semua usia dan lebih umum pada perempuan. Manifestasi kulit cukup bervariasi dan dapat hadir dengan lesi terlokalisasi, rambut rontok menyebar dan kepekaan terhadap matahari. Nama kondisi ini berasal dari fakta bahwa ruam fotosensitif yang terjadi pada wajah menyerupai serigala.

http://kamuskesehatan.com/arti/lupus-eritematosus-sistemik/

b. EtiologiSystemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan sehat. Hal ini dapat mempengaruhi kulit, sendi, ginjal, otak, dan organ lainnya.

Penyebab yang mendasari penyakit autoimun tidak sepenuhnya diketahui.

SLE jauh lebih umum pada wanita dibandingkan pria. Ini dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering muncul pada orang antara usia 10 dan 50. Afrika Amerika dan Asia lebih sering terkena daripada orang-orang dari ras lain.

SLE juga dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti: Isoniazid Hydralazine Procainamide

c. PatogenesisPenderita SLE memproduksi autoantibodi yang targetnya meliputi banyak antigen jaringan, misalnya DNA, histon, sel darah merah, trombosit, leukosit, dan faktor pembekuan; interaksi antara auto-antibodi dengan antigen-antigen tersebut dapat menimbulkan gejala klinik yang berbeda. Misalnya saja, autoantibodi yang spesifik dengan sel darah merah dan trombosit, dapat menyebabkan lysis yang dimediasi oleh komplemen, sehingga menyebabkan hemolytic anemia dan thrombocytopenia. Ketika terjadi komplek imun antara autoantibodi dengan antigen nukleus yang ada di sepanjang dinding pembuluh darah, maka dapat terjadi hipersensitivitas tipe III. Komplek tersebut dapat mengaktivasi sistem komplemen, sehingga komplek imun dirusak dan juga menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Hal inilah yang menyebabkan vasculitis dan glomerulonephritis.

Aktivasi komplemen yang berlebihan pada penderita SLE berat menyebabkan peningkatan kadar produk sampingan komplemen (C3a dan C5a) di dalam serum. C5a dapat memicu peningkatan ekspresi complemen receptor tipe 3 (CR3) pada netrofil, yang mampu memfasilitasi agregasi netrofil dan penempelan netrofil ke dinding pembuluh darah. Ketika netrofil menempel ke pembuluh darah kecil, jumlah netrofil yang bersirkulasi dapat berkurang, dan menyebabkan vasculitis. (Kindt, et. al., 2007)

d. Manifestasi klinis Penglihatan kabur Demam Malaise Nyeri sendi Sendi bengkak Kehilangan nafsu makan Nyeri dada pleuritik Ruam kulit Semakin buruk dengan sinar matahari Ruam "Kupu-kupu" di jembatan dari hidung dan pipi Penurunan berat badan

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000446.htm

Gejala lain tergantung pada bagian mana dari tubuh dipengaruhi:

Otak dan sistem saraf: sakit kepala, mati rasa, kesemutan, kejang, masalah penglihatan, perubahan kepribadian Pencernaan saluran: nyeri perut, mual, dan muntah Jantung: irama jantung yang abnormal (aritmia) Paru-paru: batuk darah dan kesulitan bernapas Kulit: warna kulit merata, jari-jari yang berubah warna saat (fenomena Raynaud) dingin Beberapa orang memiliki gejala kulit saja. Ini disebut lupus diskoid.

e. Faktor penyebabFaktor GenetikFenomena autoimun sering terjadi dalam lingkup keluarga. Dalam artian, hubungan darah terdekat (misalnya antara orangtua dengan anak), memiliki insidens subklinik yang tinggi. Pada kasus Systemic Lupus Erythematosus (SLE), dua pasien bersaudara memiliki kemungkinan 20 kali lebih tinggi untuk mengidap penyakit tersebut, jika dibandingkan dengan peluang keseluruhan populasi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa autoimunitas dipengaruhi oleh faktor genetik.

Kelainan MHC, Terkait dengan Faktor GenetikPada beberapa penyakit autoimun, ditemukan kelainan Major Histocompatibility Complex (MHC), yang ternyata terkait dengan genetik. Misalnya saja pada pasien yang memiliki alel HLA-B27, maka kemungkinannya untuk terserang penyakit autoimun ankylosing spondylitis adalah 20 kali lebih tinggi daripada yang tidak memiliki alel tersebut. Hal yang menarik adalah, pada kasus penyakit tersebut, 90% penderitanya adalah laki-laki (tidak seperti penyakit autoimun lainnya).

Faktor HormonalGenotip XX dan XY tidak hanya menentukan kelamin, namun juga berbagai macam efek dalam kehidupan. Salah satunya adalah kemungkinan untuk menyebabkan penyakit autoimun, karena berdasarkan statistik, wanita lebih banyak terserang daripada pria. Pada penyakit SLE, wanita memiliki kemungkinan terserang 10 kali lebih tinggi daripada pria. Namun, angka tersebut turun menjadi 2,5 kalinya ketika wanita telah menopause. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit autoimun SLE terkait dengan kadar estrogen.

Tabel 1. Beberapa penyakit autoimun yang insidence rate nya lebih tinggi pada wanita (Roitt & Delves, 2011)

Diet (Makanan)Diet dikatakan dapat memengaruhi terjadinya penyakit autoimun, meskipun bukti nyatanya (evidence) belum jelas. Minyak ikan yang mengandung omega-3 polyunsaturated fatty acid (PUFA) memiliki aktivitas antiinflamasi, dan menurut studi tertentu, sangat bermanfaat pada pasien penderita Rheumatoid Arthritis. Namun studi meta-analisis lain mengatakan bahwa diet tersebut dapat meningkatkan terjadinya penyakit.

Obat-obatanBanyak penyakit autoimun yang dilaporkan terkait dengan obat-obat tertentu, dan salah satu yang paling jelas diketahui adalah drug-induced lupus. Procainamide dan quinidine (untuk mengatasi arrhytmia) dan hydralazine (obat antihipertensi) dikatakan dapat menyebabkan terjadinya SLE.

f. Klasifikasig. PemeriksaanPemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik didapatkan:a. Sakit pada persendian (arthralgia)b. Demam di atas 38Cc. Bengkak pada sendi (arthritis)d. Penderita lemah, malaise, dan kelelahane. Ruam pada kulitf. Gejala anemiag. Sakit di dada jika menghirup nafas dalamh. Ruam berbentuk kupu-kupu melintang pada pipi dan hidungi. Photophobiaj. Jari terlihat putih/biru pucat saat dingin (Raynauds Phenomenon)k. Sariawan pada rongga mulut dan tenggorokan

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang pada SLE yang paling utama adalah tes autoantibodi. Tes antibodi antinukleus dilakukan dengan melakukan immunofluorescence. Tes tersebut cukup sensitif namun tidak spesifik terhadap SLE; tes ini dapat menghasilkan nilai positif tidak hanya pada penderita lupus, tapi juga pada penderita rheumatoid arthritis, autoimmune thyroid disease, scleroderma, dan Sjgren syndrome. Hasil negatif yang tidak benar (false-negative) dapat terjadi pada pemeriksaan dengan ELISA. Pemeriksaan antibodi terhadap DNA untai ganda dan terhadap Sm teruji spesifik SLE, namun tidak sensitif, karena positif pada 60% (spesivisitas) dan 30% (sensitivitas) penderita. (Papadakis, 2013)

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan antara lain:a. Pemeriksaan darah lengkap untuk melihat jumlah leukosit, trombosit, limfosit, dan kadar Hb serta LED.b. Tes ANA (Antinuclear Antibody), yaitu tes deteksi antibodi anti-nukleus yang memiliki sensitivitas yang tinggi namun spesivisitas yang rendahc. Tes Anti dsDNA (double stranded DNA), spesifik untuk SLE dan umumnya titer meningkat sebelum SLE kambuhd. Tes antibodi anti-S (smith)e. Tes Anti-RNP (Ribonukleoprotein), anti-ri/anti-SS-a, anti La (antikoagulan lupus anti SSB, dan antibodi antikardiolipin). Titernya tidak terkait dengan kambuhnya SLEf. Komplemen C3, C4, dan CH50g. Tes anti ssDNA (single stranded). Pasien dengan anti ssDNA positif cenderung menderita nefritis.

Tabel 4. Frekuensi autoantibodi yang ditemukan pada beberapa penyakit autoimun tertentu

2.1 Diagnosis & Diagnosis BandingDiagnosis ditegakkan apabila supsek penderita SLE menunjukkan 4 dari 11 gejala sebagaimana dijabarkan pada tabel 4:

Tabel 5. Sebelas gejala (baik pada pemeriksaan fisik maupun penunjang) penderita SLE (Papadakis, 2013)

Diagnosis BandingDengan adanya gejala di berbagai organ, maka penyakit-penyakit yang didiagnosis banding banyak sekali. Beberapa penyakit yang berasosiasi dengan SLE mempunyai gejala-gejala yang menyerupai SLE, yaitu arthritis reumatika, sklerosis sistemik, dermatomiositis, dan purpura trombositopenik

h. Diagnosis dan Diagnosis bandingi. PenangananTatalaksana pada SLE dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana untuk SLE yang tidak mengancam jiwa, dan tatalaksana untuk SLE yang dapat mengancam jiwa. Setelah penderita didiagnosis SLE, terdapat algoritma dalam penentuan terapi yang tepat.

Gambar 2. Algoritma dalam penentuan treatment SLE (Fauci, 2008)

Terapi KonservatifTerapi ini dilakukan pada penderita SLE yang tidak mengancam jiwa. Penderita pada umumnya merasakan lemah, sakit/nyeri badan, adanya autoantibodi SLE, namun tidak menunjukkan kerusakan organ. Managemen terapi dilakukan dengan cara mengurangi gejala. Obat analgesik dan antimalaria merupakan obat andalan. NSAID sangat berguna sebagai analgesik/antiinflamasi, terutama pada arthritis. Beberapa obat pilihan dijelaskan pada tabel 6

Hidroksiklorokuin 400mg/hari (bila hingga 6 bulan tidak memberikan respon baik, maka pemberian dihentikan). Hidroksiklorokuin di atas penggunaan selama 6 bulan perlu diberikan lebih hati-hati karena berisiko toksik pada mata (perlu diperiksa oftalmologik).

Apabila pemberian obat anti malaria tidak berespon baik, pertimbangkan pemberian kortikosteroid dosis rendah (