Mandiri Sk 1 (Rhinitis Alergi)

29
TAMARA F.A (1102012292) SKENARIO 1 (RHINITIS ALERGI) 1. SALURAN NAFAS ATAS 1.1 MAKRO A. HIDUNG Mempunyai 2 buah nares anterior = aperture nasalis anterior = lubang hidung = nostril Vestibulum nasi adalah bagian depan rongga hidung, tempat muara nares anterior. Pada mucusa hidung, terdapat silia yang kasar untuk penyaring udara Rangka hidung terdiri dari bagian luar dibentuk oleh tulang- tulang : os nasal, processus frontalis os maxillaris Bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan disebut dengan cavum nasi (mulai dari nares anterior sampai ke nares posterior, yang dikenal dengan choanae) Cavum nasi (rongga hidung) mempunyai : dasar, atap, dinding lateral dan medial Dasar = dibentuk oleh processus palatinus os maxilla dan lamina horizontal os palatinus Atap = dibentuk oleh os frontale dan os nasal, bagian tengah oleh lamina cribrosa os ethmoidalis Dinding = bagian lateral oleh tonjolan tulang conchae nasalis (superior, media, inferior). Diantaranya ada saluran yang dinamakan meatus nasalis (superior, media, inferior) Sekat Antara kedua rongga hidung dibatasi oleh dinding yang berasal dari tulang dan mucusa disebut septum nasi, yang dibentuk oleh tulang-tulang : cartilage septi nasi, os vomer, lamina perpendicularis os ethmoidalis Persarafan hidung a. Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung : 1. Bagian depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari N.nasalis, N.ethmoidalis anterior → semuanya cabang N.opthalmicus (N.V1) 2. Bagian bawah belakang termasuk mucusa conchae nasalis depan dipersarafi oleh rami nasalis posterior (cabang dari N.maxillaris/N.V2) 1

description

wrap up rhinithis

Transcript of Mandiri Sk 1 (Rhinitis Alergi)

TAMARA F.A (1102012292) SKENARIO 1 (RHINITIS ALERGI)

1. SALURAN NAFAS ATAS1.1 MAKRO

A. HIDUNG Mempunyai 2 buah nares anterior = aperture nasalis anterior = lubang hidung = nostril Vestibulum nasi adalah bagian depan rongga hidung, tempat muara nares anterior. Pada mucusa

hidung, terdapat silia yang kasar untuk penyaring udara Rangka hidung terdiri dari bagian luar dibentuk oleh tulang-tulang : os nasal, processus frontalis

os maxillaris Bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan disebut dengan cavum nasi (mulai dari

nares anterior sampai ke nares posterior, yang dikenal dengan choanae) Cavum nasi (rongga hidung) mempunyai : dasar, atap, dinding lateral dan medial

Dasar = dibentuk oleh processus palatinus os maxilla dan lamina horizontal os palatinusAtap = dibentuk oleh os frontale dan os nasal, bagian tengah oleh lamina cribrosa os ethmoidalisDinding = bagian lateral oleh tonjolan tulang conchae nasalis (superior, media, inferior). Diantaranya ada saluran yang dinamakan meatus nasalis (superior, media, inferior)

Sekat Antara kedua rongga hidung dibatasi oleh dinding yang berasal dari tulang dan mucusa disebut septum nasi, yang dibentuk oleh tulang-tulang : cartilage septi nasi, os vomer, lamina perpendicularis os ethmoidalis

Persarafan hidunga. Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung :

1. Bagian depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari N.nasalis, N.ethmoidalis anterior → semuanya cabang N.opthalmicus (N.V1)

2. Bagian bawah belakang termasuk mucusa conchae nasalis depan dipersarafi oleh rami nasalis posterior (cabang dari N.maxillaris/N.V2)

3. Daerah nasopharynx dan conchae nasalis belakang mendapat persarafan sensorik dari cabang ganglion pterygolapatinum

b. Nervus olfactorius (N.I) Perdarahan hidung

a. Berasal dari a.carotis interna dan a. carotis externab. A. carotis interna mempercabangkan arteria opthalmica, selanjutnya bercabang lagi menjadi :

1. Arteria ethmoidalis anterior dengan cabang-cabang : a.nasalis externa, lateralis, a.septalis anterior

2. Arteria athmoidalis posterior, selanjutnya bercabang lagi menjadi a.nasalis posterios, a. nasalis posterior, lateral dan septal, a.palatinus majus

c. A.carotis externa mempercabangkan dari a.maxillaris ke A.spenopalatinumd. Ketika pembuluh darah diatas pada mukosa hidungmembentuk anyaman kapiler pembuluh

darah yang dinamakan plexis kisselbach (mudah pecah oleh trauma/infeksi sehingga sering menjadi sumber epitaxis (perdarahan hidung terutama pada anak

B. SINUS PARANASALIS Adalah sinus-sinus atau rongga-rongga yang berhubungan dengan cavum nasi. Ada 4 macam,

yaitu :

1

i. Sinus sphenoidalis (2 buah) : mengeluarkan sekresinya melalu recessus sphenoethmoidalis keluar pada meatus superior

ii. Sinus frontalis : ke meatus mediaiii.Sinus ethmoidalis : ke meatus superior dan mediaiv. Sinus Maxillaris : ke meatus media, berbentuk pyramid terapat dalam corpus maxillare di

belakang pipi (os zygomaticum), dasar sinus berhubungan dengan akar gigi premolar dan molar

Sinus-sinus di atas dilapisi oleh mucoperiosteum dan terisi udara yang berfungsi sebagai resonator suara dan sekresi sinus dialirkan pada cavum nasi dan bila aliran tersumbat maka sinus berisi cairan dapat merubah kualitas suara

Pada sudut mata medial terdapat hubungan hidung dan mata melalui ductus nasolacrimalis tempat keluarnya air mata ke hidung melalui meatus inferior

Pada nasofaring terdapat hubungan hidung dengan rongga telinga melalui OPTA

C. NASOPHARYNX Adalah daerah yang terletak di belakang choanae / nares posterior dapat dicari dengan memakai

Rhinoscopy posterior :i. Tonsilla pharyngealis terletak di bagian atasii. Bagian ujung belakang conchae nasalisiii.Torus tubarius daerah yang menonjol osteum pharyngeum tubaiv. Osteum pharyngeum tuba auditiva (lubang yang menghubungkan hidung dengan bagian dalam

telinga)

D. LARYNX Adalah organ yang berperan sebagai sphincter pelindung pada system respirasi dan berperan

dalam pembentukan suara. Terletak setinggi vertebrae cervicalis 4,5 dan 6, di bawah lidah dan tulang os hyoid (batas dagu dan leher), dibagian depan terdapat otot-otot dan bagian lateral ditutupi kelenjar tiroid. Daerah ini dimulai dari aditus larynges sampai batas bawah cartilage cricoid

Rangka larynx dibentuk oleh : tulang (1 buah os hyoid) dan cartilage (1buah thyroid, 2buah arytenoid, 1buah epiglottis) yang dihubungkan oleh membrane dan ligamentum serta digerakkan oleh otot-otot larynx

Pada arytenoid di bagian ujung terdapat tulang rawan kecil yaitu, cartilage corniculata dan cuneiforme (Sepasang), cricoid (1buah) bentuk cincin bagian terbawah dari larynx

Larynx merupakan ruang yang berbentuk rongga disebut dengan cavitas larynges. Pada bagian atas disebut sebagai pintu larynx yang dikenal dengan aditus larynges dan bagian bawah lebih kecil dan terbentuk oleh cartilage cricoid yang berbentuk lingkaran

Cavitas larynges terbagi dalam 3 bagian :I. Vestibulum larynges : dari aditus sampai plica vestibularisII. Daerah tengah : dari plica vestibularis sampai setinggi vocalisIII. Daerah bawah : dari plica vocalis sampai ke pnggir bawah cartilage cricoid

Fossa piriformis adlaah recessus yang terdapat di Antara kedua sisi lipatan dan aditus larynges, yang dibatasi oleh plica aryepiglotica di medial dan cartilage tiroid sebelah lateral

Sinus laringis (ventriculus laringis) adalah ruang yang terdapat di Antara plica vestibularis dan plica vocalis

2

Os hyoid (1buah)a. Terbentuk dari jaringan tulangb. Mempunyai 2 cornu (cornu majus dan minus)c. Dapat diraba pada batas Antara leher atas dengan pertengahan dagud. Berfungsi tempat perlekatan otot mulut dan cartilage thyroid

Cartilage thyroid (1buah)a. Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolah yang dikenal dengan prominen’s laryngesb. Melekat ke atas dengan os hyoid dan ke bawah dengan cartilage cricoid, ke belakang dengan

arytenoidc. Jaringan ikatnya adalah membrane thyrohyoidd. Mempunyai cornu superior dan inferiore. Pendarahan dari a.thyroidea superior dan inferior

Cartilage arytenoid (2buah)a. Terletak posterior dari lamina cartilage thyroid dan diatas cartilage cricoidb. Mempunyai bentuk seperti burung penguin, ada cartilage corniculata dan cuneiformec. Kedua arythenoid dihubungkan oleh m.arythenoideus transversus

Epiglottisa. Tulang rawan berbentuk sendok, yang terletak di bawah radix lingueb. Tangkainya melekat pada cartilage thyroid di Antara kedua cartilage arythenoidc. Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngesd. Mempunyai lipatan plica epiglotica mediana dan lateralis, lekukkan di sisi kiri dan kanan

disebut sebagai valleculae. Berhubungan dengan cartilage arythenoid melalui m.aryeoigloticaf. Pada waktu biasa epiglottis terbuka, tetapi pada waktu menelan epiglottis menutup aditis

larynges supaya makanan tidak masuk ke larynx Cartilago cricoid

a. Batas bawah cartilage thyroid (daerah larynx)b. Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid medial

lateralc. Batas bawah adalah cincin pertama trachead. Berhubungan dengan cartilage arythenoid dengan m.cricoarytenoideus posterior dan lateralis

1.2 MIKROA. HIDUNG

Vestibulum : Pada permukaan dalam nares, terdapat Kelenjar sebasea, kelenjar keringat dan rambut tebal pendek / vibrissa

Fosa Nasali. Konka media dan konka inferior ditutupi oleh epitel respirasiii. Konka superior epitel olfaktorius (bertingkat silindris)iii. Epitel olfaktorius disusun oleh :

1. sel penyokong2. sel basal3. sel olfaktorius

iv. Di dalam lamina propria konka terdapat pleksus venosa besar yang dikenal sebagai badan pengembang (Suell Bodies). Reaksi alergi dan inflamasi dapat menyebabkan pengembangan

3

badan-badan pengembang secara abnormal dalam kedua fosa dan berakibat sangat menghambat aliran udara

B. SINUS PARANASALIS Sinus paranasal adalah rongga buntu dalam tulang frontal, maksila, etmoid dan sfenoid Mereka dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet (sedikit) Mukus yang dihasilkan mengalir ke dalam saluran nasal sebagai akibat aktivitas sel2 epitel

bersilia Sinusitis adalah proses radang dari sinus dalam waktu lama terutama pada sumbatan lubang

keluarnya. Sinusitis menahun /kronik adalah komponen sindrom silia imotil yang ditandai oleh gangguan kerja dari silia

C. NASOFARING Dilapisi oleh epitel jenis respirasi (bagian yang kontak dengan palatum mole)

D. LARING Tulang rawan pada laring tsbt diikat oleh ligamen, kebanyakan berartikulasi oleh otot intrinsik

laring, yang merupakan otot rangka Tulang-tulang rawan tsbt berfungsi :

1. sebagai penyokong (menjaga agar jalan nafas tetap terbuka) 2. sebagai katup (untuk mencegah makanan atau cairan yg ditelan memasuki trakea3. Sebagai alat penghasil nada untuk fonasi

E. EPIGLOTIS Menjulur keluar dari tepian laring, meluas ke dlm faring Memiliki permukaan lingual dan laringeal Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis gepeng, mendekati basis epiglotis pada

sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan mjd epitel bertingkat silindris bersilia Pasangan atas membentuk pita suara palsu ( plika vestibularis) yg ditutupi oleh epitel respirasi

biasa dan dibawahnya tdp banyak kelenjar serosa di L. propria

2. FISIOLOGI DAN MEKANISME PERTAHANAN SALURAN NAFAS ATASProses pernapasan dibagi menjadi 2,yaitu:

1. Pernapasan luar (eksternal)

4

Dimana terjadi penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan.2. Pernapasan dalam (internal)

Akan terjadi penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya.

Fungsi pernapasan Mengeluarkan air dan panas dari tubuh Proses pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 dalam paru Meningkatkan aliran balik vena Mengeluarkan dan memodifikasikan prostaglandin

A. Mekanisme pernapasan berdasarkan anatomiPada waktu inspirasi udara masuk melalui kedua nares anterior → vestibulum nasi →cavum nasi

lalu udara akan keluar dari cavum nasi menuju → nares posterior (choanae) → masuk ke nasopharynx,masuk ke oropharynx (epiglottis membuka aditus laryngis) → daerah larynx → trakea.masuk ke bronchus primer → bronchus sekunder → bronchiolus segmentalis (tersier) → bronchiolus terminalis → melalui bronchiolus respiratorius → masuk ke organ paru → ductus alveolaris → alveoli.pada saat di alveoli terjadi pertukaran CO2 (yang dibawa A.pulmonalis)lalu keluar paru dan O2 masuk kedalam vena pulmonalis.lalu masuk ke atrium sinistra → ventrikel sinistra → dipompakan melalui aorta ascendens → masuk sirkulasi sistemik → oksigen (O2) di distribusikan keseluruh sel dan jaringan seluruh tubuh melalui respirasi internal,selanjutnya CO2 kembali ke jantung kanan melalui kapiler / vena → dipompakan ke paru dan dengan ekspirasi CO2 keluar bebas.

B. Mekanisme pernapasan berdasarkan fisiologinyaInspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot – otot ,inspirasi akan meningkatkan

volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi – 6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam saluran udara menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama pernapasan tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat ekspirasi.

C. Menjelaskan mekanisme / proses batuk dan bersinBatuk diawali dengan inspirasi dalam dan diikuti oleh ekspirasi kuat melawan glotis yang tertutup,hal

ini meningkatkan tekanan intrapleura mencapai 100 mm Hg / lebih,glotis terbuka secara tiba-tiba mengakibatkan ledakan aliran udara ke luar dengan kecepatan mencapai 965 km(600 mil) / jam.bersin merupakan hal yang serupa dengan glotis yang terus terbuka ,kedua reflex ini membantu pengeluaran iritan dan menjaga saluran udara tetap bersin.

3. RHINITIS ALERGI3.1 DEFINISI

5

adalah peradangan selaput hidung yang ditandai dengan bersin-bersin, hidung tersumbat, gatal hidung, dan rhinorrhea, dalam kombinasi apapun.

Rhinitis alergi adalah peradangan pada hidung, biasanya berhubungan dengan debit hidung berair dan gatal pada hidung dan mata.

3.2 ETIOLOGIRhinitis alergi disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap alergen seolah-olah itu

berbahaya. Sistem kekebalan tubuh adalah pertahanan alami tubuh terhadap infeksi dan penyakit. Jika sistem kekebalan tubuh Anda sensitif, maka akan bereaksi dengan menyerang alergen dengan cara yang sama menyerang virus dan infeksi. Dikenal alergen termasuk serbuk sari (jenis rhinitis alergi dikenal sebagai hay fever), tungau debu rumah dan hewan tertentu.

Banyak alergen abadi dan musiman menyebabkan rhinitis alergi. Debu tungau, kecoa, jamur dan bulu binatang, adalah contoh dari allergen yang terus menerus ada. Pohon, rumput dan serbuk sari ragweed adalah alergen luar ruangan terutama musiman. Serbuk sari musiman tergantung pada angin untuk penyerbukan silang. Tanaman yang bergantung pada penyerbukan serangga, seperti goldenrod dan dandelion, biasanya tidak menyebabkan rhinitis alergi. Spora jamur tumbuh dalam hangat, lingkungan lembab. Perhitungan spora jamur tertinggi terjadi pada awal musim semi, akhir musim panas dan awal musim gugur, tetapi spora jamur dapat diukur di dalam ruangan sepanjang tahun. Alergen hewan juga alergen dalam ruangan penting. Utama penyebab alergi kucing disekresikan melalui kelenjar sebaceous dari kulit hewan. Ini kecil, protein cahaya mampu tetap tersuspensi di udara selama enam jam dan dapat diukur selama beberapa bulan setelah kucing dihapus dari lingkungan indoor.

3.3 PATOFISIOLOGIhttp://emedicine.medscape.com/

Rhinitis alergi melibatkan radang selaput lendir hidung, mata, tabung eustachius, telinga tengah, sinus, dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain yang terpengaruh pada individu tertentu. Radang selaput lendir ditandai dengan interaksi yang kompleks dari mediator inflamasi tetapi akhirnya dipicu oleh imunoglobulin E respon (IgE)-dimediasi ke protein ekstrinsik.

Kecenderungan untuk mengembangkan alergi, atau IgE-mediated, reaksi terhadap alergen ekstrinsik (protein yang dapat menyebabkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik. Pada individu yang rentan, pajanan terhadap protein asing tertentu menyebabkan sensitisasi alergi, yang ditandai oleh produksi IgE spesifik diarahkan terhadap protein ini. Ini khusus mantel IgE permukaan sel mast, yang hadir dalam mukosa hidung. Ketika protein tertentu (misalnya, butiran serbuk sari tertentu) yang dihirup ke dalam hidung, dapat mengikat IgE pada sel mast, menyebabkan pembebasan segera dan tertunda dari sejumlah mediator.

Para mediator yang segera dirilis termasuk histamin, tryptase, chymase, kinins, dan heparin. Sel-sel mast cepat mensintesis mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2. Mediator ini, melalui berbagai interaksi , akhirnya mengarah pada gejala Rhinorrhea (yaitu, hidung tersumbat, bersin, gatal, kemerahan, merobek, bengkak, tekanan telinga, postnasal drip). Kelenjar mukosa distimulasi, menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas pembuluh darah meningkat, menyebabkan eksudasi plasma. Vasodilatasi terjadi, menyebabkan kemacetan dan tekanan. Saraf sensorik distimulasi, menyebabkan bersin dan gatal-gatal. Semua peristiwa ini dapat terjadi dalam hitungan menit, maka, reaksi ini disebut awal, atau langsung, fase reaksi. Lebih dari 4-8 jam, mediator ini, melalui interaksi yang rumit dari peristiwa, mengarah pada perekrutan sel inflamasi lain untuk mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit, dan makrofag. Ini hasil dalam peradangan lanjutan, disebut respon fase akhir. Gejala-gejala

6

respon akhir-fase yang mirip dengan fase awal, tetapi kurang bersin dan gatal-gatal dan kemacetan lebih dan produksi lendir cenderung terjadi. Tahap akhir dapat bertahan selama berjam-jam atau berhari-hari. Efek sistemik, termasuk kelelahan, mengantuk, dan malaise, dapat terjadi dari respon inflamasi. Gejala ini sering menyebabkan gangguan kualitas hidup.

3.4 KLASIFIKASIDahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) 2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. 2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: 1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga,

belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. 2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas (Bousquet et al, 2001).

3.5 MANIFESTASI KLINISa. Bersin

7

b. Gatal: Hidung, mata, telinga, mata, langit-langit c. rhinorrhea d. postnasal drip e. Kemacetan f. anosmia g. sakit kepalah. sakit telingai. Tearing j. Mata merahk. pembengkakan l. Kelelahan m. Mengantuk n. Malaise

Gejala khas meliputi bersin berulang, rhinorrhea (hidung meler), post-nasal drip, hidung tersumbat, gatal (gatal) mata, telinga, hidung atau tenggorokan, dan kelelahan umum. Gejala juga dapat meliputi mengi, merobek mata, sakit tenggorokan, dan gangguan bau. Batuk kronis dapat menjadi sekunder untuk postnasal drip, tapi tidak boleh salah untuk asma. Sakit kepala sinus dan telinga plugging juga umum

3.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDINGA. ANAMNESIS

8

B. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik harus fokus pada hidung, tetapi pemeriksaan fitur wajah, mata, telinga,

orofaring, leher, paru-paru, dan kulit juga penting. Carilah temuan fisik yang mungkin konsisten dengan penyakit sistemik yang berhubungan dengan rhinitis.

Fitur wajah umum shiners alergi adalah lingkaran hitam di sekitar mata dan terkait dengan vasodilatasi atau hidung

tersumbat. Lipatan hidung lipatan horizontal di bagian bawah jembatan hidung yang disebabkan oleh diulang menggosok ke atas dari ujung hidung dengan telapak tangan (yaitu salut alergi).

HidungPemeriksaan hidung paling baik dilakukan dengan spekulum hidung atau otoscope dengan adaptor

hidung. Di kantor spesialis, alat rhinolaryngoscope kaku atau fleksibel dapat digunakan. Mukosa turbinat hidung dapat bengkak (berawa) dan memiliki pucat, warna abu-abu kebiruan.

Beberapa pasien mungkin memiliki eritema dominan mukosa, yang juga dapat diamati dengan rhinitis medicamentosa, infeksi, atau vasomotor rhinitis. Sementara pucat, berawa, mukosa biru-abu-abu khas untuk rhinitis alergi, temuan pemeriksaan mukosa tidak dapat secara definitif membedakan antara penyebab alergi dan nonallergic rhinitis.

Menilai karakter dan kuantitas lendir hidung. Sekresi tipis dan berair ini sering berhubungan dengan rhinitis alergi, sedangkan sekret yang kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis, namun, lebih tebal, purulen, berwarna lendir juga dapat terjadi dengan rhinitis alergi.

Periksa septum hidung untuk mencari penyimpangan atau septum perforasi, yang mungkin ada karena rinitis kronis, penyakit granulomatosa, penyalahgunaan kokain, operasi sebelumnya, penyalahgunaan dekongestan topikal, atau, jarang, terlalu sering menggunakan steroid topikal.

9

Periksa rongga hidung untuk massa lainnya seperti polip atau tumor. Polip adalah massa abu-abu perusahaan yang sering dipasang tangkai, yang mungkin tidak terlihat. Setelah penyemprotan dekongestan topikal, polip tidak menyusut, sedangkan mukosa hidung sekitarnya tidak menyusut.

Telinga, Mata dan OrofaringLakukan otoscopy untuk mencari membran timpani retraksi, tingkat udara-cairan, atau gelembung.

Pertunjukan otoscopy pneumatik dapat dipertimbangkan untuk mencari mobilitas membran timpani abnormal. Temuan ini dapat dikaitkan dengan rhinitis alergi, terutama jika disfungsi tuba eustachius atau otitis media sekunder hadir.

Pemeriksaan mata dapat mengungkapkan temuan injeksi dan pembengkakan konjungtiva palpebral, dengan produksi air mata berlebih. Garis Dennie-Morgan (lipatan yang menonjol di bawah kelopak mata inferior) berhubungan dengan rhinitis alergi.

Cobblestoning istilah digunakan untuk menjelaskan garis-garis dari jaringan limfoid pada faring posterior, yang umumnya diamati dengan rhinitis alergi. Hipertrofi tonsil juga dapat diamati. Maloklusi (overbite) dan langit-langit tinggi melengkung dapat diamati pada pasien yang bernapas dari mulut mereka berlebihan.

LeherCari tanda adanya penyakit linfadenopati atau thyroid

ParuCari karakteristik asthma

KulitEvaluasi kemungkinan dermatitis atopik

LainnyaCari tanda penyakit sistemik yang dapat menyebabkan rhinitis (contoh : sarcoidosis, hypothyroidisme, immunodefisiensi, sindrom diskinesia silia dan penyakit jaringan penyambung lainnya)

C. PEMERIKSAAN LANJUTANa. In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002). b. In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang

10

dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).

(Medscape.com)Pengujian untuk reaksi terhadap alergen tertentu dapat membantu untuk mengkonfirmasi diagnosis

rhinitis alergi dan untuk menentukan pemicu alergi tertentu. Jika pemicu alergi tertentu diketahui, langkah-langkah menghindari kemudian tepat dapat direkomendasikan. Hal ini penting untuk mengetahui alergen pasien sensitif terhadap untuk melakukan imunoterapi alergen (perlakuan desensitisasi). Ke mana, tes alergi memberikan pengetahuan tingkat kepekaan terhadap alergen tertentu. Metode yang paling umum digunakan untuk menentukan alergi terhadap zat tertentu adalah tes kulit alergi (pengujian untuk reaksi hipersensitif) dan in vitro tes diagnostik, seperti tes radioallergosorbent (RAST), yang secara tidak langsung mengukur jumlah IgE spesifik terhadap antigen tertentu .

Tes alergi kulit (pengujian hipersensitif) merupakan metode vivo dalam penentuan langsung (IgE-mediated) hipersensitivitas terhadap alergen tertentu. Sensitivitas terhadap hampir semua alergen yang menyebabkan rhinitis alergi dapat ditentukan dengan tes kulit.

Dengan memperkenalkan ekstrak alergen yang dicurigai secara perkutan, (awal-fase) reaksi langsung inflamasi (merah dan panas) dapat diproduksi. Pengantar perkutan dapat dicapai dengan menempatkan setetes ekstrak pada kulit dan menggaruk atau menusuk jarum melalui epidermis bawah drop. Tergantung pada teknik yang tepat digunakan, pengujian ini disebut sebagai awal, tusukan, atau pengujian tusukan. Antigen dalam ekstrak mengikat IgE pada sel mast kulit, menyebabkan awal-fase (tipe langsung) reaksi, yang menghasilkan pelepasan mediator seperti histamin (lihat Patofisiologi). Hal ini umumnya terjadi dalam waktu 15-20 menit. Histamin yang dilepaskan menyebabkan reaksi merah dan panas (A wheal sentral diproduksi oleh infiltrasi cairan, dan eritema sekitarnya dihasilkan karena vasodilatasi, dengan gatal bersamaan.). Ukuran dari reaksi merah kasar berkorelasi dengan tingkat kepekaan terhadap alergen.

Dalam tes alergi vitro, yaitu, RAST, memungkinkan pengukuran jumlah IgE spesifik untuk alergen individual dalam sampel darah. Jumlah IgE spesifik diproduksi untuk alergen tertentu sekitar berkorelasi dengan sensitivitas alergi terhadap zat tersebut. Tes ini memungkinkan penentuan IgE spesifik untuk sejumlah alergen yang berbeda dari satu sampel darah, tetapi sensitivitas dan spesifisitas tidak selalu sebagus tes kulit yang akurat (tergantung pada laboratorium dan uji yang digunakan untuk RAST). Seperti dengan tes kulit, hampir semua alergen yang menyebabkan rhinitis alergi (lihat Penyebab) dapat ditentukan dengan menggunakan RAST, meskipun pengujian untuk beberapa alergen kurang mapan dibandingkan dengan orang lain.

i. Total serum IgEIni adalah pengukuran tingkat total IgE dalam darah (terlepas dari spesifisitas). Sementara pasien

dengan rhinitis alergi lebih cenderung memiliki kadar total IgE tinggi daripada populasi normal, tes ini tidak sensitif maupun spesifik untuk rhinitis alergi. Sebanyak 50% pasien dengan rhinitis alergi memiliki tingkat normal IgE total, sedangkan 20% dari individu nonaffected dapat mengalami peningkatan kadar IgE total. Oleh karena itu, tes ini umumnya tidak digunakan sendiri untuk menegakkan diagnosis rinitis

11

alergi, tetapi hasilnya dapat membantu dalam beberapa kasus bila dikombinasikan dengan faktor-faktor lain.

ii. Total jumlah eosinofil dalam darahSeperti dengan total serum IgE, suatu jumlah eosinofil tinggi ini mendukung diagnosis rinitis

alergi, tetapi tidak sensitif maupun spesifik untuk diagnosis. Hasil kadang-kadang bisa membantu ketika dikombinasikan dengan faktor-faktor lain.

iii.Sitologi hidung: Pap hidung kadang-kadang dapat membantu untuk menegakkan diagnosis rinitis alergi. Sampel

sekresi dan sel-sel dikorek dari permukaan mukosa hidung menggunakan probe khusus sampling. Sekresi yang ditiup dari hidung yang tidak memadai. Kehadiran eosinofil konsisten dengan rhinitis alergi tetapi juga dapat diamati dengan Nares. Hasil yang tidak sensitif maupun spesifik untuk rhinitis alergi dan tidak boleh digunakan secara eksklusif untuk menegakkan diagnosis.

DIAGNOSIS BANDING1. Sinusitis akut2. Sinusitis kronik

3.7 PENATALAKSANAAN (NON FARMAKO)Pengelolaan rhinitis alergi terdiri dari 3 kategori utama dari pengobatan, (1) langkah-langkah pengendalian lingkungan dan menghindari alergen, (2) manajemen farmakologis, dan (3) imunoterapi.

1. Langkah-langkah Pengendalian Lingkungan dan Menghindari Alergen i. Menghindari pencetus (alergen). Amati benda-benda apa yang menjadi pencetus(debu, serbuk

sari, bulu binatang, dll)ii. Jika perlu, pastikan dengan skin test

iii. Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan berkebun. Jika harus berkebun, gunakan masker wajah

2. Menggunakan obat untuk mengurangi gejalai. Antihistamin

ii. Dekongestaniii. Kortikosteroid nasaliv. Sodium kromolinv. Ipratropium bromida

vi. Leukotriene antagonis

3. ImunoterapiImunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran alergen dan terapi medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis rinitis alergi. Terdapat beberapa cara pemberian imunoterapi seperti injeksi subkutan, pernasal, sub lingual, oral dan lokal. Pemberian imunoterapi dengan menggunakan ekstrak alergen standar selama 3 tahun, terbukti memiliki efek preventif pada anak penderita asma yang disertai seasonal rhinoconjunctivitis mencapai 7 tahun setelah imunoterapi dihentikan

12

3.8 PENCEGAHANCara terbaik untuk mencegah reaksi alergi adalah dengan menghindari alergen yang menyebabkan

itu. Namun, hal ini tidak selalu mudah. Alergen, seperti tungau debu, akan sulit untuk spot dan dapat berkembang biak bahkan rumah terbersih. Hal ini juga kadang-kadang bisa sulit untuk menghindari kontak dengan hewan peliharaan, terutama jika mereka milik teman-teman dan keluarga.

Debu tungau adalah salah satu penyebab terbesar alergi. Mereka adalah serangga mikroskopis yang berkembang biak dalam debu rumah tangga. Berikut adalah beberapa cara yang dapat Anda membatasi jumlah tungau di rumah Anda:

Pertimbangkan membeli kasur udara-permeabel dan selimut penutup oklusif (jenis tempat tidur bertindak sebagai penghalang terhadap tungau debu dan kotoran mereka).

Pilih kayu atau penutup lantai bahan vinyl yang keras bukannya karpet. Bantal bersih, mainan, tirai dan furnitur berlapis secara teratur, baik dengan mencuci atau debu

mereka. Gunakan bantal sintetis dan selimut akrilik bukannya selimut wol atau bulu selimut. Gunakan vacuum cleaner dilengkapi dengan udara partikulat efisiensi tinggi (HEPA) filter karena

dapat mengeluarkan debu lebih dari penyedot debu biasa. Gunakan basah, kain bersih untuk menyeka permukaan karena debu kering dapat menyebarkan

alergen lanjut. Pusatkan upaya Anda pada pengendalian tungau debu di daerah rumah Anda di mana Anda menghabiskan sebagian besar waktu, seperti kamar tidur dan ruang tamu.

Hewan Peliharaan Bukan bulu hewan yang menyebabkan reaksi alergi, tetapi paparan serpihan kulit mati mereka, air

liur dan urin yang kering. Jika Anda tidak dapat melepas hewan peliharaan, sebaiknya : menjaga hewan peliharaan di luar rumah sebanyak mungkin atau membatasi mereka untuk satu

ruangan, sebaiknya satu tanpa karpet tidak membiarkan hewan peliharaan di kamar tidur mencuci hewan peliharaan setidaknya sekali dua minggu mencuci semua selimut dan furniture yang sudah pernah ditempati hewan peliharaan Anda Jika Anda mengunjungi teman atau saudara dengan hewan peliharaan, minta mereka untuk tidak

vacuum debu pada hari karena akan mengganggu alergen ke udara. Minum obat antihistamin satu jam sebelum memasuki rumah yang dihuni hewan peliharaan dapat membantu mengurangi gejala.

Serbuk Bunga periksa laporan cuaca tentang serbuk dan diam di dalam rumah ketika serbuk sedang banyak hindari menjemur pakaian dan alas Kasur ketika jumlah serbuk tinggi pakai kacamata yang rapat untuk melindungi mata dari serbuk tutup pintu dan jendela saat pertengahan pagi dan awal sore, ketika serbuk di udara banyak mandi, keramas dang anti baju setelah dari luar rumah hindari daerah rumput seperti lapangan atau taman jika anda punya lahan, minta orang lain untuk memotong rumputnya

13

3.9 KOMPLIKASI1. Polip Hidung

Adalah daging bengkak yang tumbuh dari perbatasan hidung atau sinus. Berkembang ketika membrane nasal mengalami inflamasi dan bengkak, terkadang karena rhinitis. Berbentuk seperti tetesan airmata (tear drop) ketika sedang tumbuh dan terlihat seperti anggur saat tumbuh penuh. Ukurannya bermacam-macam dan kadang berwarna kuning, abu atau merah muda. Bisa tumbuh di salah satu daerah atau kedua lubang hidung. Dapat menyebabkan :

Mengganggu pernapasan Menurunkan indera penciuman Memblok sinus-sinus dan menyebabkan sinusitis

Polip kecil dapat dikecilkan dengan kortikosterois hidung spray sehingga tidak menyebabkab obstruksi hidung. Polip besar perlu dilakukan operasi pengambilan

2. SinusitisTerjadi ketika sinus inflamasi atau terinfeksi. Ketika sinus penuh dengan mucus, cairan akan mengalir. Tetapi cairan ini tidak dapat keluar (contoh : karena diblok, maka dapat diinfeksi oleh bakteria.

4. FARMAKOTERAPI UNTUK RHINITIS ALERGI

1. ANTIHISTAMIN Suatu zat atau obat untuk menekan reaksi histamin sebagai faktor alergen bagi tubuh. Mekanisme :

i. Menahan aktifitas sel mast untuk tidak mengalami degranulasiii. Terdapat 2 blocker : AH1 dan AH2

Antihistamin 1i. Farmakodinamik :

Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan.

ii. Farmakokinetik :Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar tertinggi terdapat pada

paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati.

iii. Penggolongan AH1a. AH generasi 1 Contoh : etanolamin,Etilenedamin,Piperazin ,Alkilamin ,Derivat fenotiazin Keterangan : sedasi ringan-berat, antimietik dan komposisi obat flu, antimotion sickness Indikasi AH1 berguna untuk penyakit : Alergi, Mabuk perjalanan, Anastesi lokal, Untuk asma

berbagai profilaksis Efek samping

14

Vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.

b. Antihistamin golongan 1 – lini pertama Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Bersifat lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada SSP dan plasenta. Kolinergik Sedatif : Oral (difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin) dan Topikal (Azelastin)

Antagonis Reseptor H2 (AH2) Contoh : simetidin dan ranitidine Farmakodinamik : Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2

akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi asam lambung dihambat.

Farmakokinetik a) Bioavibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian intravena atau

intramuskular. Ikatan absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin diberikan segera setelah makan.

b) Bioavibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien penyakit hati.

Indikasi : efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum. Efek samping : pusing, mual, malaise, libido turun, disfungsi seksual.

2. DEKONGESTAN Dekongestan nasal adalah alfa agonis yang banyak digunakan pada pasien rinitis alergika atau

rinitis vasomotor dan pada pasien ISPA dengan rinitis akut. Obat ini menyebabkan venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor alfa 1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung.

Obat golongan ini disebut obat adrenergik atau obat simptomimetik, karena obat ini merangsang saraf simpatis. Kerja obat ini digolongkan 7 jenis :

1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, misal : vasokontriksi mukosa hidung sehingga menghilangkan pembengkakan mukosa pada konka.

2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus dan bronkus, misal : bronkodilatasi.3. Perangsangan jantung : peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.4. Perangsangan Sistem Saraf Pusat : perangsangan pernapasan dan aktivitas psikomotor.5. Efek metabolik : peningkatan glikogenolisis dan lipolisis.6. Efe endokrin : modulasi sekresi insulin, renin, dan hormon hipofisis.7. Efek prasipnatik : peningkatan pelepasan neurotransmiter.

A. Obat Dekongestan Orali. Efedrin

Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.

15

Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat diatasi dengan pemberian sedatif.Dosis. Dewasa : 60 mg/4-6 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jamAnak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

ii. FenilpropanolaminDekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi

pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.

Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP. Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat. Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jamAnak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

iii. FenilefrinAdalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta.

Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkan tekanan darah.

B. Obat Dekongestan TopikalDerivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin).

Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.

3. KORTIKOSTEROID INHALASI Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral, dan inhalasi.

Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.

Berikut ini contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:16

Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosis.

MEKANISME AKSI Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi keparahan asma jika digunakan secara teratur.

INDIKASI Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan mencegah gejala asma.

KONTRAINDIKASI Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid.

EFEK SAMPING Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal ini tergantung

dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih aman, karena

17

Nama generik Nama dagang di Indonesia

Bentuk Sediaan

Dosis dan Aturan pakai

Beclomethasone dipropionate

Becloment (beclomethasone dipropionate 200μg/ dosis)

Inhalasi aerosol

Inhalasi aerosol: 200μg , 2 kali seharianak: 50-100 μg 2 kali sehari

Budesonide Pulmicort (budesonide

100 μg, 200 μg, 400 μg / dosis)

Inhalasi aerosolSerbuk inhalasi

Inhalasi aerosol: 200 μg, 2 kali sehariSerbuk inhalasi: 200-1600 μg / hari dalam dosis terbagianak: 200-800 μg/ hari dalam dosis terbagi

Fluticasone Flixotide (flutikason propionate50 μg , 125 μg /dosis)

Inhalasi aerosol

Dewasa dan anak > 16 tahun: 100-250 μg, 2 kali sehariAnak 4-16 tahun; 50-100 μg, 2 kali sehari

efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan karatak.

RESIKO KHUSUS Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan pertumbuhan anak

yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi tinggi badan orang dewasa.

Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.

CARA PENGGUNAAN INHALER a) Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkinb) Ambillah inhaler, kemudian kocokc) Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawahd) Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut (jangan meletakkan mulut

kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler)e) Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan menekan inhaler

(waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk bekerja secara efektif)

f) Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh)

g) Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter

18

h) Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek samping yang mungkin terjadi.

Kortikosteroid (nasal corticosteroid spray) paling efektif untuk rhinitis alergi. 1. Tidakan operatif. Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti,

inferior turbinoplasty perlu dipikirkan jika konka inferior hipertrofi berat dan tidak bisa dikecilkan dengan kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

2. ImunoterapiTujuan : penurunan Ig E dan pembentukan IgG blockin antibody. Yang umum digunakan adalah intradermal dan sublingual.

5. ANATOMI PERNAFASAN DALAM ISLAM

DAFTAR PUSTAKA

19

Gleadle, J. (2005). At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga

http://emedicine.medscape.com/article/134825

http://www.cigna.com/healthwellness/hw/medical-topics/allergic-rhinitis-hw33436

http://www.healthcentral.com/encyclopedia/408/208.html

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hay-fever/basics/

Leeson dan Paparo. 1996. BukuAjarHistologi, ed. 5.Jakarta : EGC

Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas Yarsi

Sherwood lauralee.2001. “Fisiologi Manusia dari sel ke system”.Jakarta.EGC

ww.nhs.uk/Conditions/Rhinitis---allergic

20