Mandiri Nanda

41
1. Memahami dan Menjelaskan Kejadian Luar Biasa 1.1. Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1969). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 949/ MENKES/SK/VII/2004 Peraturan Menteri Kesehatan RI No . 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa (KLB) : timbulnya atau meningkatnya kejadian Kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. 1.2. Kriteria KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM & PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu : 1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal. 2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun) 3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun). 4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya. 5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya. 6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya. 1 | Astiandra Mendolita (1102010039)

Transcript of Mandiri Nanda

Page 1: Mandiri Nanda

1. Memahami dan Menjelaskan Kejadian Luar Biasa

1.1. Definisi

Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1969).

Peraturan Menteri Kesehatan RI No 949/ MENKES/SK/VII/2004 Peraturan Menteri Kesehatan RI No . 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa (KLB) : timbulnya atau meningkatnya kejadian Kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

1.2. Kriteria

KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM & PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :

1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.

2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun)

3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).

4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.

6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.

7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya.

8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, “DHF/DSS”, (a) Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b) Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

9. Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan, Keracunan pestisida.

1 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 2: Mandiri Nanda

Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB

1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.

Penetapan dan Pemastian KLB

Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik), pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Dalam membandingkan insidensi penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). 

Pemastian KLB

Pada unit pelayanan kesehatan dengan sistem informasi yang berjalan baik dan jumlah kasus DBD dapat dideteksi sesuai dengan wilayah administratif seperti desa atau kelurahan, maka peningkatan kasus pada setiap wilayah dapat dijadikan peringatan dini sebelum terjadi KLB. Untuk memastikan bahwa peningkatan kasus adalah KLB atau bukan KLB, dapat dilakukan analisis pola minimum-maksimum kasus DBD  bulanan maupun mingguan dengan pembanding kasus DBD pada tahun-tahun sebelumnya. Selain dengan menetapkan pola maksimum-minimum, pada daerah desa atau kelurahan sebaiknya ditetapkan telah berjangkit KLB DBD apabila memenuhi satu kriteria sebagai berikut :

1. Terdapat satu kasus DBD atau lebih yang selama 3 bulan terakhir di daerah kabupaten/kota bersangkutan tidak ditemukan penderita DBD tetapi HI jentik Aedes Aegypti desa atau kelurahan tersebut lebih dari 5%.

2. Terdapat peningkatan bermakna jumlah kasus DBD dibandingkan keadaan sebelumnya.

3. Terdapat peningkatan bermakna dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama.

1.3. Faktor Etiologi Terjadinya KLB

Incidence Rate

Incidence rate dari suatu penyakit tertentu adalah jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk selama periode waktu tertentu.

Jumlah kasus baru suatu penyakit selama periode tertentu

Incidence Rate = ------------------------------------------------------------------ x 1000

Populasi yang mempunyai resiko

Contoh :

Pada bulan Desember 1988 di kecamatan X terdapat penderita campak 80 anak balita. Jumlah anak yang mempunyai resiko penyakit tersebut (anak balita) di kecamatan X = 8.000. Maka Incidence Rate penyakit campak tersebut adalah :

2 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 3: Mandiri Nanda

80 10

------- x 1.000 = ----- atau 0,010

8.000 1000

Beberapa catatan :

(a) Didalam mempelajari incidence diperlukan penentuan waktu atau saat timbulnya penyakit. Bagi penyakit-penyakit yang akut seperti influenza, infeksi stafilokokus, gastroenteritis, acute myocardial infartion dan cerebral hemorrhage. Penentuan incidence rate ini tidak begitu sulit berhubung waktu terjadinya dapat diketahui secara pasti atau mendekati pasti. Lain halnya dengan penyakit dimana timbulnya tidak jelas, disini waktu ditegakkan diagnosis pasti diartikan sebagai waktu mulai penyakit.

(b) Incidence rate selalu dinyatakan dalam hubungan dengan periode waktu tertentu seperti bulan, tahun dan seterusnya. Apabila penduduk berada dalam ancaman diserangnya penyakit hanya untuk waktu yang terbatas (seperti hanya dalam epidemi suatu penyakit infeksi) maka periode waktu terjadinya kasus-kasus baru adalah sama dengan lamanya epidemi. Incidence rate pada suatu epidemi disebut attack rate.

(c) Untuk penyakit yang jarang maka incidence rate dihitung untuk periode waktu bertahun-tahun. Didalam periode waktu yang panjang ini penyebut dapat berubah karena dalam waktu ini jumlah populasi yang mempunyai resiko juga dapat berubah.

(d) Pengetahuan mengenai incidence rate adalah berguna sekali didalam mempelajari faktor-faktor etiologi dari penyakit yang akut maupun kronis. Incidence rate adalah suatu ukuran langsung dari kemungkinan (probabilitas) untuk menjadi sakit. Dengan membandingkan incidence rate suatu penyakit dari berbagai penduduk yang berbeda didalam 1 atau lebih faktor (keadaan) maka kita dapat memperoleh keterangan faktor mana yang menjadi faktor resiko dari penyakit bersangkutan. Kegunaan semacam ini tidak dipunyai oleh prevalence rate.

Attack Rate

Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu

Jumlah kasus selama epidemi

Attack Rate = --------------------------------------------- x K (1000)

Populasi yang mempunyai resiko-resiko

Contoh :

Pada waktu terjadinya wabah morbili di kelurahan Y pada tahun 1987, terdapat 18 anak yang menderita morbili. Jumlah anak yang mempunyai resiko di kelurahan tersebut 2000 anak. Attack rate penyakit tersebut adalah :

18 9

------- x 1.000 = ----- atau 0,009

2.000 1000

3 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 4: Mandiri Nanda

Prevalence Rate

Prevalence rate mengukur jumlah orang di kalangan penduduk yang menderita suatu penyakit pada satu titik waktu tertentu.

Jumlah kasus-kasus penyakit yg ada pada satu titik waktu

Prevalence Rate = ------------------------------------------- x K (1000)

Jumlah penduduk seluruhnya

Contoh :

Kasus penyakit TBC paru di kecamatan Moyang pada waktu dilakukan survei pada Juli 1988 adalah 96 orang dari 24.000 penduduk di kecamatan tersebut. Maka Prevalence rate TBC di kecamatan tersebut adalah :

96 4

------- x 1.000 = ----- atau 0,004

24.000 1000

Catatan :

(a) Prevalence rate bergantung pada 2 faktor (1) jumlah orang yang telah sakit pada waktu yang lalu dan (2) lamanya menderita sakit. Meskipun hanya sedikit orang yang sakit dalam setahun, apabila penyakit tersebut kronis, jumlahnya akan meningkat dari tahun ke tahun dan dengan demikian prevalence secara relatif akan lebih tinggi dari incidence. Sebaliknya apabila penyakitnya akut (lamanya sakit pendek baik oleh karena penyembuhan ataupun oleh karena kematian) maka prevalence secara relatif akan lebih rendah daripada incidence.

(b) Prevalence (terutama untuk penyakit kronis) penting untuk perencanaan kebutuhan fasilitas, tenaga dan pemberantasan penyakit. Prevalence yang dibicarakan di atas adalah point prevalence. Jenis ukuran lain yang juga digunakan ialah period prevalence.

Case Fatality Rate ( CFR )

Adalah perbandingan antara jumlah seluruh kematian karena satu penyebab penyakit tertentu dalam 1 tahun dengan jumlah penderita penyakit tersebut pada tahun yang sama. Digunakan untuk mengetahui penyakit –penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi. Rumus ini digunakan untuk melihat kaganasan penyakit tertentu.Rumus :

Jumlah seluruh kematian karena penyakit tsb

dlm kurun waktu tertentu

CFR = --------------------------------------------------------- x K (1000)

Jumlah seluruh penderita pd waktu yg sama

4 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 5: Mandiri Nanda

1.4. Penanggulangan / Cara Mengatasi

Penyidikan KLB

1. Dilaksanakan pada saat pertama kali mendapatkan informasi adanya KLB atau dugaan KLB.

2. Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB lanjutan.

3. Penyelidikan KLB untuk mendapatkan data epidemiologi KLB atau penelitian lainnya yang dilaksanakan sesudah KLB berakhir.

Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian (penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan datang (pengendalian). Sedangkan tujuan khusus Penyidikan KLB yaitu diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit, memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB, mengidentifikasi sumber dan cara penularan, mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB, dan mengidentifikasi populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi KLB.

Langkah-langkah Penyidikan KLB :

1) Persiapan penelitian lapangan.

2) Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB.

3) Memastikan diagnosis Etiologis.

4) Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan.

5) Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat.

6) Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan).

7) Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran.

8) Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB.

9) Merencanakan penelitian lain yang sistematis.

10) Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan.

11) Menetapkan sistem penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikan.

12) Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepala sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

Penanggulangan KLB 

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi.

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan

5 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 6: Mandiri Nanda

Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala / karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia

Upaya penanggulangan KLB

a) Penyelidikan epidemilogis.

b) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.

c) Pencegahan dan pengendalian.

d) Pemusnahan penyebab penyakit.

e) Penanganan jenazah akibat wabah.

f) Penyuluhan kepada masyarakat.

g) Upaya penanggulangan lainnya.

   

Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah.

Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan yang meliputi: pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular DBD, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB. Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah lainnya :

a) Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logisticb) Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.c) Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakatd) Memperbaiki kerja laboratorium

e) Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain

Tim Gerak Cepat (TGC) : Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis.

Tujuan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah membatasi penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya.

Kegiatan

Bila terjadi KLB/wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dengan interval 1 minggu), PSN DBD , larvasidasi, penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit, dan kegiatan penanggulangan lainnya yang diperlukan, seperti: pembentukan posko pengobatan dan posko penangggulangan, penyelidikan KLB, pengumpulan dan pemeriksaan spesimen serta peningkatan kegiatan surveilans kasus dan vektor, dan lain-lain.

6 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 7: Mandiri Nanda

1. Pengobatan dan Perawatan Penderita

Penderita DBD  derajat 1 dan 2  dapat dirawat puskesmas yang mempunyai fasilitas perawatan, sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus segera dirujuk ke Rumah Sakit.

2. Pemberantasan Vektor

a. Pengabutan (fogging/ULV)

              Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, dan tenaga lain yang telah dilatih.

               Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit

               Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum

               Insektisida : Sesuai dengan dosis

               Alat : Mesin fog atau ULV

               Cara : Fogging/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval

                                              satu minggu (petunjuk fogging terlampir)

         

b. Pemberantasan sarang jentik/nyamuk demam berdarah dengue (PSN

     DBD)

               Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing.

               Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya yang merupakan satu kesatuan epid

               Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk: tempat penampungan air,barang bekas ( botol aqua, pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat penampungan air di bawah kulkas, dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan dan tempat umum

               Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus. (disesuaikan dengan lokal spesifik daerah terjangkit).

                                                  Contoh: - Untuk daerah sulit air  PSNnya tidak menguras,tetapi  larvasidasi, ikanisasi, dll).

                                                                - Untuk daerah tandus tidak mengubur namun diamankan agar tidak menjadi tempat penampungan air.

                                                                - Untuk daerah mudah mendapatkan air menguras dengan sikat dan sabun .

                                                                - PLUS:  membakar obat nyamuk, menggunakan repelen, kelambu, menanam pohon sereh, zodia, lavender, geranium, pasang obat nyamuk semprot,

7 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 8: Mandiri Nanda

pasang kawat kasa dll. semprot, pasang kasa dll.

c. Larvasidasi

               Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas

                                             puskesmas/dinas kesehatan kabupaten/kota

               Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit

               Sasaran : Tempat penampungan air (TPA) di rumah dan tempat-

                                              tempat umum

               Insektisida : Sesuai dengan dosis ( Dan disesuaikan dengan sirkulasi pemakaian insektisida instruksi Dirjen PP & PL, terlampir surat intruksi)

               Cara                         :  larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB

                                                   ( petunjuk larvasidasi terlampir).

3. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Dinas kesehatan kabupaten/kota bersama puskesmas menyusun rencana kegiatan penyuluhan. Pelaksanaanya dikoordinasikan oleh  Bupati/Walikota setempat.

4. Penilaian Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB), meliputi :

a. Penilaian operasional

 Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui  persentase (coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengabutan, larvasidasi dan penyuluhan. Pada kunjungan tersebut dilakukan wawancara apakah rumah sudah dilakukanpengabutan, larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta penyuluhan.

b. Penilaian Epidemiologi

   Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD. Penilaian epidemiologis dilakukan dengan membandingkan data kasus/ kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB. Data-data tersebut digambarkan dalam grafik per mingguan atau bulanan dan dibandingkan pula dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama.

Indikator keberhasilan penanggulangan KLB

1. Menurunnya frekuensi KLB.2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.4. Memendeknya periode KLB.5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.

8 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 9: Mandiri Nanda

Penyelidikan Epidemiologis

Penyelidikan epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter.

Tujuan Penyelidikan Epidemiologi:

1. Tujuan Umum: Mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita.

2. Tujuan khusus:

a. Mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya

b. Mengetahui ada /tidaknya jentik nyamuk penular DBD

c. Menentukan jenis tindakan yang akan dilakukan

Langkah- Langkah Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi:

1. Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD, petugas Puskesmas/ Koordinator DBD segera mencatat dalam Buku catatan Harian Penderita DBD.

2. Menyiapkan peralatan survei, seperti: tensimeter, termometer, senter, formulir PE, dan surat tugas.

3. Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan Ketua RW/RT setempat bahwa di wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanakan PE.

4. Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita membantu kelancaran pelaksanaan PE.

5. Pelaksanaan PE sebagai berikut:

a) Petugas Puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya melakukan wawancara dengan keluarga, untuk mengetahui ada tidaknya penderita DBD lainnya (sudah ada konfirmasi dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya), dan penderita demam saat itu dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya.

b) Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang jelas, dilakukan pemeriksaan kulit (petekie), dan  uji torniquet.

c) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air (TPA) dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam maupun di luar rumah/bangunan.

d) Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi tempat tinggal penderita.

e) Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja, maka PE selain dilakukan di rumah PE juga dilakukan di sekolah/tempat kerja penderita oleh puskesmas setempat.

f) Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil pemeriksaan terhadap penderita demam (tersangka DBD) dan pemeriksaan jentik dicatat dalam formulir PE ( lampiran 1)

g) Hasil PE segera dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk tindak lanjut lapangan dikoordinasikan dengan Kades/Lurah ( lampiran 2)

9 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 10: Mandiri Nanda

h) Bila hasil PE positif (Ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lainnya dan/atau ≥ 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan jentik (≥5%), dilakukan penanggulangan fokus (Fogging, Penyuluhan, PSN dan Larvasidasi selektif), sedangkan bila negatif dilakukan Penyuluhan, PSN dan Larvasidasi selektif

2. Memahami dan Menjelaskan Sistem Rujukan Kesehatan Masyarakat

Kesehatan atau sehat-sakit adalah suatu yang kontinum dimulai dari sehat wal afiat sampai dengan sakit parah. Kesehatan seseorang berada dalam bentangan tersebut. Demikian pula sakit ini juga mempunyai beberapa tingkat atau gradasi. Secara umum dapat dibagi dalam 3 tingkat, yakni sakit ringan (mild), sakit sedang (moderate) dan sakit parah (severe).

Dengan ada 3 gradasi penyakit ini maka menuntut bentuk pelayanan kesehatan yang berbeda pula. Untuk penyakit ringan tidak memerlukan pelayanan canggih. Namun sebaliknya untuk penyakit yang sudah parah tidak cukup hanya dengan pelayanan yang sederhana melainkan memerlukan pelayanan yang sangat spesifik. Oleh sebab itu, perlu dibedakan adanya 3 bentuk pelayanan, yakni :

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Oleh karena jumlah kelompok ini didalam suatu populasi sangat besar (lebih kurang 85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health services) atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan balkesmas.

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)

Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis. Contoh di Indonesia : rumah sakit tipe A dan B.

Dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata atau jenis pelayanan tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada didalam suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan diatasnya, demikian seterusnya. Penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain ini disebut rujukan.

Secara lengkap dapat dirumuskan sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik

10 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 11: Mandiri Nanda

terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya).

Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk bukan hanya pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium, dan sebagainya. Disamping itu rujukan tidak berarti berasal dari fasilitas yang lebih rendah ke fasilitas yang lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan diantara fasilitas-fasilitas kesehatan yang setingkat.

Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi 2, yakni :

a. Rujukan medik

Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien. Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan bahan-bahan pemeriksaan.

b. Rujukan kesehatan masyarakat

Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional.

Tujuan Sistem Rujukan Upaya Kesehatan 1). Umum:

11 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 12: Mandiri Nanda

Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung mutu pelayanan yang optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan beerhasil guna 

2). Khusus:

a. Dihasilkannya upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif secara berhasil guna dan berdaya guna

b. Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif secara berhasil guna dan berdaya guna.

Jalur Rujukan berlangsung sebagai berikut:

1). Intern antar petugas Puskesmas2). Antara Puskesmas Pembantu dengan Puskesmas3). Antara masyarakat dengan Puskesmas 4). Antara satu Puskesmas dengan Puskesmas yang lain5). Antara Puskesmas dengan RS, Laboratorium atau fasilitas kesehatan lainnya 

Upaya kesehatan Rujukan 

a) Meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas dalam menampung rujukan dari Puskesmas Pembantu dan Pos Kesehatan dari masyarakat

b) Mengadakan ”Pusat Rujukan Antara” dengan mengadakan ruangan tambahan untuk 10 tempat tidur perawatan penderita gawat darurat pada lokasi yang strategis

c) Meningkatkan sarana komunikasi antara unit-unit pelayanan kesehatan dengan perantaraan telpon atau radio komunikasi pada setiap unit pelayanan kesehatan

d) Menyediakan puskesmas keliling pada setiap kecamatan dalam bentuk kendaraan roda 4 atau perahu bermotor yang dilengkapi dengan radio komunikasi 

e) Menyediakan sarana pencatatan dan pelaporan yang memadai bagi sistem rujukan, baik rujukan medik maupun rujukan kesehatan 

f) Meningkatkan dana sehat masyarakat untuk menunjang pelayanan rujukan 

3. Memahami dan Menjelaskan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Imunisasi (jadwal, cara pemberian, waktu) di Puskesmas

Mutu Pelayanan Kesehatan dapat dilihat dalam 5 dimensi mutu yaitu :

1. Responsiveness (Cepat Tanggap)

Dimensi ini dimasukkan kedalam kemampuan petugas kesehatan menolong pelanggan dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan pelanggan. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pelayanan kesehatan yang responsif ditentukan oleh sikap staf yang didepan karena berhubungan langsung dengan para pengguna jasa dan keluarganya.

2. Reliability

Adalah kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan. Untuk meningkatkan reliability dibidang pelayanan kesehatan, pihak manajemen perlu membangun budaya kerja yang bermutu. Reliabilitas berkaitan dengan kemampuan menyampaikan layanan yang dijanjikan.

3. Assurance

12 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 13: Mandiri Nanda

Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang dipercaya oleh pelanggan. Dimensi ini meliputi faktor keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.

4. Empathy

Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya.

5. Tangible

Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai. Contohnya ruang penerimaan dan perawatan pasien yang bersih, nyaman, lengkap.

IMUNISASI

Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan, kekebalanseseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).

Tujuan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi lebih kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan.

Cakupan Imunisasi

Definisi : Perbandingan antara jumlah anak usia 1-2 tahun yang telah mendapat imunisasi lengkap dengan jumlah anak uisa 1-2 tahun, dan biasanya dinyatakan dalam persen.

Kegunaan : Memberikan gambaran tentang tingkat pelayanan kesehatan terhadap anak usia 1-2 tahun. Cakupan yang baik minimal 80 persen.

Rumus

1 Jenis Imunisasi Dasar, dan PemberianDi Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan leh emerintah/ imunisasi dasar

dan ada juga yang hanya anjuran. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana telah diwajibkan oleh WHO ditambah dengan hepatitis B, sedangkan imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah dapat digunakan untuk mecegah suatu kejadian luar biasa atau penyakit endemik atau untuk kepentingan tertentu misal imunisasi meningitis pada jamaah haji.

Jenis-Jenis Imunisasi :a. Imunisasi pasif (passive immunization)

Imunisasi pasif ini adalah “Immunoglobulin” jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakitcampak (measles pada anak-anak). 

13 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 14: Mandiri Nanda

b. Imunisasi aktif (active immunization)Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :1. BCG, untuk mencegah penyakit TBC2. DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit diptheri, pertusis dan tetanus3. Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis4. Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles)5. Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis B (Notoatmodjo. 1997)

Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengerhui oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu : Tingginya kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi Potensi antigen yang disuntikkan Waktu pemberian imunisasi Status nutrisi terutama protein karena protein diperlukan untuk sintesis antibodi

Imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah diantaranyaA. BCG

BCG (Bacillus Calmette Guerin) merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC. Bisa pada TB meninges, TB milier seluruh lapang paru atau TB tulang. Vaksin BCG meruoakan. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung bakteri TB yang dilemahkan. Diberikan segera setelah bayi lahir atau 1 bulan. Tapi menurut rekomendasi IDAI diberikan pada usia 2-3bulan (tabel 1), bila vaksin BCG diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin, bila tidak memungkikan, BCG dapatdiberikan, namun observasi dalam 1minggu, bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan, perlu dievaluasi lebih lanjut untuk dignostik TB

Di Negara yang telah maju, imunisasi BCG diberikan kepada mereka yang mempunyai resikokontak dengan penderita TBC dan uji tuberkulinya masih negative, misalnya dokter, mahasiswaked ok t e r an , dan pe rawa t . U j i t ube rc u l i n ada l ah sua tu t e s ( u j i ) un tuk men ge t ahu i apak ah seseorang telah memiliki zat anti terhadap penyakit TBC atau belum. Di Indonesia pemberian imunisasi BCG tidak hanya terbatas pada mereka yang memiliki resikotinggi mengingat tingginya kemungkinan infeksi kuman TBC. Imunisasi BCG diberikan padasemua bay i ba ru l ah i r s ampa i u s i a ku rang da r i dua bu l an . Penyunt ikan b ia sanya d i l akukan dibagian atas lengan kanan (region deltoid) dengan dosis 0,05 ml reaksi yang mungkin timbulsetelah penyuntikan adalah :Kemerah-merahan disekitar suntikan, dapat timbul luka yang lama sembuh di daerah suntikan, dan terjadi pembengkakan di kelenjar sekitar daerah suntikan (biasanya di daerah ketiak).Bila terjadi hal tersebut di atas yang penting adalah menjaga kebersihan terutama daerah sekitar luka dan segera bawa ke dokter. Menurut penelitian yang dilakukan Muchtasraningsih (2005) terhadap sejumlah pasien TB paru BTA (+) rawat jalan selama tahun 300

B. Hepatitis BKandungan vaksin adalah HbsAg dalam bentuk cair, frekuensi pemberian pada waktu

12jam setelah lahirr (taebl 1) secara intramuskular. Hasil penelitian Muchlastriningsih (2005) bahwa pasien hepatitis yang dirawat jalan dan rawat inap dari glongan usia 15-44 tahun (50,54%). Adapuncara pemakaiannya (vaksin dari Koerean Green Cross) sebagai berikut :a. Imunisasi dasar dilakukan tiga kali. Dua kali pertama untuk merangsang

tubuhmenghasilkan zat anti dan yang ketiga untuk meningkatkan jumlah zat anti yang sudah ada

14 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 15: Mandiri Nanda

b. Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah untuk bayi baru lahir (0 – 11 bulan) dengan satukali suntikan dosis 0,5 ml satu bulan kemudian mendapat satu kali lagi.

Setelah itu,imunisasi ketiga diberikan pada saat bayi berusia 6 bulan, mengenai waktu pemberiansuntikan yang ketiga ada beberapa pendapat. Untuk pelaksanaan program diberikan 1 bulan setelah suntikan kedua. Hal ini semata-mata untuk kemudahan dalam pelaksanaan,tetapi kekebalan yang didapat tidaklah berbeda. Imunisasi hepatitis B ulangan dilakukansetiap 5 tahun sekali.

C. Imunisasi polioKandungannya adalah vairus yang dilemahkan, diberikan pada kunjungan pertama. Bayi yang lahir di rumah bersalin atau rumah sakit, vaksin OPV (oral) diberikan vaksin polio saat bayi dipulangkan utnuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Selanjutnya untuk polio 1, 2,3 dapat diberikan secara OPV atau IPV

D. DPT

DPT (Diptheri, Pertussis, Tetanus) merupakannn vaksin difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid), diberikan melalui intramuskular. Diberikan pada usia 6 minggu. Efek ringan pembengkakan lokal, nyeri lokal dan demam, nyeri berat mislnya menangis hebat, kesakitan 4jam atau lebih, kesadaran menurun, kejang, ensefalopati dan syok

Diberikan vaksin DTwp atau DtaP, Perbedaan utama pada komponen antigen untuk pertusis. Vaksin DTwP berisi sel bakteri Pertusis utuh yang berisi ribuan antigen, termasuk antigen yang tidak diperlukan, sehingga sering menimbulkan reaksi panas tinggi, bengkak, merah, nyeri ditempat suntikan. Sedangkan vaksin DTaP berisi bagian bakteri pertusis yang tidak utuh dan hanya mengandung sedikit antigen yang dibutuhkan saja, sehingga jarang menimbulkan reaksi tersebut. Karena proses pembuatan DTaP lebih rumit, maka harganya jauh lebih mahal.

Reaksi yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DTwP antara lain demam tinggi, rewel, di tempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan, yang akan hilang dalam 2 hari. Orangtua/pengasuh dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3 - 4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi-reaksi tersebut berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi/anak ke dokter. (Soedjatmiko IDAI, 2009).

Atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun. Program BIAS : disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan. Untuk anak umur di atas 7 tahun dianjurkan vaksin Td.

E. CampakDiberikan pada umur 9 bulan, vaksin penguat diberikan pada umur 5-7 tahun. Program BIAS : disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan.Imunisasi campak bisa diberikan sendiri atau bersama dalam imunisasi MMR. Vaksin ini mengandung virus yang dilemahkan. Efek samping ini seperti ruam dan pasan lokal. Menurut Muchlastriningsih (2005) jumlah pasien campak rawat jalan paling banyak dari goongan usia 5-14tahun (30,6%)

15 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 16: Mandiri Nanda

Selain imunisasi wajib di atas, ada imunisasi yang dianjurkan diantaranya :A. MMR

MMR (measles, mumps, dan rubella) merupakan imunisasi yang digunakan dalam memebrikan kekebalan terhadap campak/measles, gondong, / mumps dan cmpak jerman/ rubella. Dalam MMR antigen yang dipake adalah birus campak yang dilemahkan, virus Rubella strain RA 27/3 dan virus gondong.vaksin ini tidak dianjurkan untuk bayii dibawah usia 1 tahun karena dikhawatirkan terjadi interferensi dengan antibodi maternal yang tela ada. Khusus di daerah endemik, sebaiknya diberikan imunisasi campak monovalen pada usia 4-6bulan atau 9-11bulan dan booster/ulangan. dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum mendapat vaksin campak umur 9 bulan. Selanjutnya MMR ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun.

B. Tifoid

Ada 3 jenis vaksin tifoid diantaranya

kuman yang dimatikan diberikan pada bayi 6-12 bulan 0,1 ml ; 1-2 tahun 0,2ml ; 2-12 tahun 0,5ml. Pada imunisasi awal diberikan 2x dengan interval 4minggu kemudaian booster 1 tahun kemudian

kuman yang dilemahkan (vivotif, berna) diberikan dalam bentuk Icapsul enteric coastest seelum makan pada ari 1,2 dan 5 untuk anak usia dia atas 6 taun dan

Antigen celular Vi polisakarida (Typphin, VI, pasrteur Merius). Vaksin kuman yang dimatikan diberikan pada anak usia diatas 2tahun dan dapat diulang setiap 3 tahun

C. Variselladapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu

D. Hepatitis APemberian diberikan pada usia 1 tahun 2x interval 6-12bulan. Imunisasi awal menggunakan vaksin Hrvrix (hepatitis A strain HM175 yang dinonaktifkan) lalu booster pada 6 bulan setelahnya

E. HiBHiB (Haemophilus Influenzae tipe b) vaksin ini adalah bentuk polisakarida murni (PRP/purified capsular polysacharidae)diberikan pada usia 2 bulan, lalu 4 bulan lalu 6 bulan dan HiB 4 pada usia 15-24bulan

16 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 17: Mandiri Nanda

Tabel Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI (IDAI, 2012)

17 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 18: Mandiri Nanda

Tabel Kontra indikasi jenis vaksin (Wong, 2004)

18 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 19: Mandiri Nanda

Tabel kejadian yang mungkin terjadi pascaimunisasi (Wong, 2004)

Perkembangan Imunisasi di IndonesiaKegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar pada tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar. Pada tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO, yang selanjutnya dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972 juga dilakukan studi pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada tahun 1975 vaksinasi TT sudah dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. (Depkes RI,2005).

Program Imunisasi TT di IndonesiaVaksin jerap TT ( Tetanus Toxoid ) adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan terabsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi Wanita Usia Subur (WUS) atau ibu hamil, juga untuk pencegahan tetanus pada ibu bayi. (Depkes RI, 2005)

Sifat VaksinVaksin TT termasuk vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze Sensitive=FS) yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila terpapar/terkena dengansuhu dingin atau suhu pembekuan. (Depkes RI, 2005).

19 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 20: Mandiri Nanda

Jadwal Imunisasi TT ibu hamil1. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon pengantin) sudah mendapat TT sebanyak 2 kali, maka kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali, dicatat sebagai TT ulang dan pada kehamilan berikutnya cukup mendapat TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.

2. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon pengantin) atau hamil sebelumnya baru mendapat TT 1 kali, maka perlu diberi TT 2 kali selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup diberikan TT 1 kali sebagai TT ulang

3. Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan sebelumnya, cukup mendapat TT 1 kali dan dicatat sebagai TT ulang.

Cara pemberian dan dosis1. Sebelum digunakan, vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.2. Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosispemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalanterhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis ke empat dan ke lima diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ke tiga dan ke empat. Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada periodetrimester pertama.

3. Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan :• Vaksin belum kadaluarsa• Vaksin disimpan dalam suhu +2º - +8ºC• Tidak pernah terendam air.• Sterilitasnya terjaga• VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B.

4. Di posyandu, vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya

Efek SampingEfek samping jarang terjadi dan bersifat ringan, gejalanya seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan kadang-kadang gejala demam. (Depkes RI, 2005).

Kontraindikasi Vaksin TTIbu hamil atau WUS yang mempunyai gejala-gejala berat (pingsan) karena dosis pertama TT. (Depkes RI, 2005).

Kerusakan VaksinKeterpaparan suhu yang tidak tepat pada vaksin TT menyebabkan umur vaksin menjadi berkurang dan vaksin akan rusak bila terpapar /terkena sinar matahari langsung. (Depkes RI, 2005).

20 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 21: Mandiri Nanda

Perencanaan Program VaksinansiPada program imunisasi menentukan jumlah sasaran merupakan suatu unsuryang paling penting. Menghitung jumlah sasaran ibu hamil didasarkan 10 % lebih besar dari jumlah bayi. Perhitungan ini dipakai untuk tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.Sasaran Imunisasi Ibu Hamil = 1,1 x Jumlah bayi

Menentukan Target CakupanMenentukan target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan vaksin yang sebenarnya. Penetapan target cakupan berdasarkan tingkat pencapaian di masing-masing wilayah kerja maksimal 100 %.Target Cakupan Imunisasi Ibu Hamil yang akan dicapai :TT 1 Ibu hamil = 90% TT2 + (Plus TT3+TT4+TT5)=80%Menghitung Indeks Pemakaian Vaksin (IP)Menghitung indeks pemakaian vaksin berdasarkan jumlah cakupan imunisasi yang dicapai secara absolut dan berapa banyak vaksin yang digunakan.Dari pencatatan stok vaksin setiap bulan diperoleh jumlah ampul/vial vaksin yang digunakan. Untuk mengetahui berapa rata-rata jumlah dosis diberikan untuk setiap ampul/vial, yang disebut Indeks Pemakaian Vaksin (IP) dapat dihitung :

Jumlah suntikan (cakupan) yang dicapai tahun laluIP Vaksin = -----------------------------------------------------------------------------

Jumlah vaksin yang terpakai tahun lalu

Menghitung Kebutuhan Vaksin1. Setelah menghitung jumlah sasaran imunisasi, menentukan target cakupan dan

menghitung besarnya indeks pemakaian vaksin, maka data-data tersebut digunakan unuk menghitung kebutuhan vaksin.

2. Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke kabupaten/kota.(Depkes RI, 2005).

Sebelum menghitung jumlah vaksin yang kita perlukan, terlebih dahulu dihitung jumlah kontak tiap jenis Rumusnya :

Jumlah Kontak = Jumlah sasaran x Target cakupan

Untuk menghindari penumpukan vaksin, jumlah kebutuhan vaksin satu tahun harus dikurangi sisa vaksin tahun lalu. Rumus Kebutuhan Vaksin ;

Jumlah kontakKebutuhan Vaksin =--------------------- =....ampul/vial

4. Memahami dan Menjelaskan Perilaku Masyarakat Dalam Mencari Pengobatan dan Dalam Memanfaatkan Sistem Pelayanan Kesehatan Yang Ada

Melakukan pengobatan sendiri terhadap penyakit yang diderita, dengan menggunakan pengobatan tradisional, memanfaatkan pengobatan medis modern, dan pada penyakit tertentu menggabungkan jenis pengobatan tradisional dengan pengobatan medis modern dalam rangka mengobati penyakit yang diderita. Secara umum pola pencarian pengobatan yang paling dominan digunakan masyarakat adalah dengan melakukan pengobatan sendiri.

21 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 22: Mandiri Nanda

Pola pengobatan sendiri menjadi dominan dikarenakan umumnya masyarakat memiliki pengetahuan dan tekhnik khusus dalam meramu obat yang sesuai terhadap penyakitnya dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada dilingkungan sekitar. Melihat potensi besar dan manfaat yang luar biasa ini, melalui dinas Kesehatan maupun dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan bantuan masyarakat setempat diharapkan dapat melestarikan tekhnik tersebut dengan merangkumnya dalam bentuk buku, sehingga dapat menambah pustaka bangsa dan dapat dikembangkan maupun diwariskan pada masyarakat yang lain.

Analisis data SUSENAS 2001 ini dilakukan dalam upaya mendapatkan informasi tentang pola pengobatan sendiri menggunakan obat, obat tradisional, dan cara tradisional, serta pengobatan rawat jalan memanfaatkan pengobat tradisional oleh masyarakat Indonesia.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah analisis data sekunder hasil SUSENAS 2001 yang berupa kuesioner KOR, mencakup 889.413 responden. Pengumpulan data dilakukan secara cross sectional dengan pendekatan secara retrospektif kurun waktu sebulan sebelum survai berdasarkan block sensus dan rumah tangga yang terpilih.

Kesimpulan penelitian sebagai berikut:

a. Persentase penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri cenderung menurun, dalam hal ini penggunaan obat menurun, tetapi penggunaan obat tradisional dan cara tradisional meningkat.

b. Persentase penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat lebih tinggi pada kelompok usia kerja, pendidikan tamat SD, bekerja, pengeluaran sebulan per orang sampai dengan Rp 300.000, jenis keluhan sakit gigi, sakit kepala, batuk, pilek, dan demam, lama sakit tak lebih dari 3 hari, persepsi sakit ringan, biaya pengobatan tidak lebih dari Rp 2.000. Obat lebih banyak digunakan di kota Provinsi Kalimantan selatan.

c. Persentase penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional dan cara tradisional lebih tinggi pada kelompok usia lanjut, pendidikan tidak tamat SD, bekerja, pengeluaran sebulan per orang sampai dengan Rp 300.000, jenis keluhan lumpuh, campak, kejang, kecelakaan dan liver, lama sakit lebih dari 3 hari, persepsi sakit ringan, dan biaya pengobatan lebih dari Rp 10.000. Obat tradisional lebih banyak digunakan di desa Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Cara tradisional banyak digunakan di desa Kalimantan Barat.

d. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional adalah kelompok umur tinggi, pendidikan rendah, bekerja, tinggal di desa, sakit dalam waktu lama, dan biaya lebih dari Rp 10.000.

e. Persentase penduduk Indonesia yang memanfaatkan pengobat tradisional cenderung menurun, lebih tinggi pada kelompok usia balita dan usia lanjut, pendidikan rendah, tidak bekerja, pengeluaran sebulan per orang sampai dengan Rp 300.000, dengan jenis keluhan kecelakaan, campak, lumpuh, dan kejang, lama sakit 10 hari atau lebih, persepsi sakit tidak ringan, biaya pengobatan lebih dari Rp 10.000, tinggal di desa, di propinsi Sumatera Barat.

Berdasarkan pembahasan dan simpulan, disusun rekomendasi sebagai berikut;

a. Departemen Kesehatan perlu melakukan inventarisasi, identifikasi, evaluasi dan penelitian sehingga pengobatan tradisional yang aman dan bermanfaat dapat disebarluaskan kepada masyarakat sebagai pengobatan alternatif, khususnya keluhan

22 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 23: Mandiri Nanda

yang mempunyai prevalensi tinggi, misalnya lumpuh, campak, kejang, kecelakaan dan liver.

b. Departemen Kesehatan sudah waktunya melakukan pembinaan dan penataan yang lebih baik dan lebih luas terhadap pengobat tradisional mengingat masih banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa mereka dalam pengobatan rawat jalan penyakit kronis.

c. Departemen Kesehatan perlu membina dan meningkatkan kegiatan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) yang sudah ada di 12 propinsi sehingga pengobatan tradisional yang bermanfaat dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal. Di samping itu perlu dipertimbangkan untuk pembentukan Sentra P3T di propinsi-propinsi yang memiliki prevalensi tinggi dalam pemanfaatan obat tradisional, cara tradisional dan battra, yaitu Propinsi Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Sumatra Barat.

d. Badan POM seharusnya meninjau kembali perizinan makanan kesehatan (health food) yang banyak digunakan oleh masyarakat, dan dipromosikan sebagai bahan yang berkhasiat sebagaimana layaknya obat.

e. Sebagai akibat meningkatnya pemanfaatan pengobatan tradisional yang mungkin disebabkan oleh promosi melalui media massa, perlu dibentuk komite independen/lembaga swadaya masyarakat untuk membantu pemerintah mengawasi iklan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Pelayanan Kesehatan Masyarakat1) Sistem terdiri dari :

Input

Subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya sebuah sistem, seperti sistem pelayanan kesehatan :- Potensi masyarakat- Tenaga kesehatan

- Sarana kesehatan

Proses 

Kegiatan yg berfungsi untuk mengubah sebuah masukan menjadi sebuah hasil yg diharapkan dari sistem tersebut, yaitu berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan.

Output

Hasil yang diperoleh dari sebuah proses, Output pelayanan kesehatan : pelayanan yang berkualitas, efektif dan efisien serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga pasien sembuh & sehat optimal.

Dampak

Akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari sistem, relative lama waktunya. Dampak sistem Pelayanan kesehatan adalah masyarakat sehat, angka kesakitan & kematian menurun.

Umpan balik (feedback)

Suatu hasil yang sekaligus menjadikan masukan dan ini terjadi dari sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, berupa kualitas tenaga kesehatan

23 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 24: Mandiri Nanda

Lingkungan

Semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan.

2) Tingkat Pelayanan Kesehatan

Menurut Leavel & Clark dalam memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada tingkat pelayanan kesehatan yg akan diberikan, yaitu :

Health promotion (promosi kesehatan)

Merupakan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan melalui peningkatan kesehatan, Contoh : kebersihan perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan.

Specifik protection (perlindungan khusus)

Masyarakat terlindung dari bahaya/ penyakit2 tertentu. Cth : Imunisasi, perlindungan keselamatan kerja

Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini & pengobatan segera)

Sudah mulai timbulnya gejala penyakit, Cth : survey penyaringan kasus.

Disability limitation (pembatasan cacat)

Dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan.

Rehabilitation (rehabilitasi)

Dilaksanakan setelah pasien didiagnosa sembuh. Sering pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan seperti latihan- latihan yang diberikan pada pasien.

3) Lembaga pelayanan kesehatan

Rawat jalan Institusi Hospice

Community Based Agency

4) Lingkup sistem pelayanan kesehatan

Tertiary health service : tenaga ahli/subspesialis (RS tipe A atau B) Secondary health care : RS yg tersedia tenaga spesialis

Primary health care : Puskesmas, balai kesehatan

5) Rumah sakit dapat dibagi dalam beberapa jenis menurut kategorinya :

Menurut pemilik : pemerintah, swasta Menurut filosofi yang dianut : profit hospital dan non profit hospital Menurut jenis pelayanan yang diselenggarakan : General Hospital dan Specialty

Hospital

Menurut lokasi (pemerintah) : pusat, provinsi dan kabupaten

24 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 25: Mandiri Nanda

6) Menurut  kemampuan yang dimiliki rumah sakit di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa kategori :

Rumah sakit tipe A : Specialis dan sub specialis lebih luas, Top referral hospital

Rumah sakit tipe B :  Specialis dan sub specialis terbatas, pelayanan rujukan dari kabupaten

Rumah sakit tipe C : Spesialis terbatas, Pelayanan rujukan dari Puskesmas

Rumah sakit tipe D : Pelayanan rujukan dari Puskesmas

Rumah sakit tipe E : (rumah sakit khusus) : RS Jiwa, RS Jantung, RS Paru, kanker, Kusta.

Puskesmas :

Posyandu balita dan lansia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Polindes (poliklinik desa)

UKM. Puskesmas  dibina oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota terkait kegiatan upaya kesehatan masyarakat (UKM). Pemerintah dan peran serta aktif masyarkat dan swasta. Mencakup: promkes, pemeliharaan kes, P2M, keswa, pengendalian penyakit tdk menular, sanitasi dasar, gizi masyarakat.

UKP, Puskesmas dibina oleh rumah sakit kabupaten/kota terkait upaya kesehatan perorangan (UKP). UKP dapat diselenggarakan oleh masyarakat, swasta dan Pemerintah. Mencakup: promkes, pencegahan, pengobatan rwt jalan, pengobt rwt inap, rehabilitasi.

7) Trend Issu pelayanan kesehatan

Adanya fragmentasi pelayanan penerapan otonomi penetapan Puskesmas sebagai ujung tombak Alokasi anggaran promotive dan prepentive

Serta kurangnya sumber daya manusia

8) Faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan

Ilmu pengetahuan & teknologi baru Pergeseran nilai masyarakat Aspek legal dan etik Ekonomi

Politik

9) Masalah sistem pelayanan kesehatan

Upaya Kesehatan Pembiayaan Kesehatan Sumber Daya Manusia Kesehatan

25 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 26: Mandiri Nanda

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan Manajemen dan Informasi Kesehatan

Pemberdayaan Masyarakat

10) Undang- undang sistem pelayanan kesehatan

Landasan Adil, yaitu Pancasila

Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28 A ayat (1), setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan.

5. Memahami dan Menjelaskan Cara Menjaga Kesehatan dan Berobat Dalam Islam

Hidup Sehat ala Rasulullah

1. Makan secukupnyaTelah termaktub dalam surat cintaNya QS.Thaha ayat 81:Artinya: makanlah di antara rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan Barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia.

Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa janganlah kita berlebihan dalam makan karena akan berdampak buruk bagi kesehatan kita. Berbagai penyakit dapat muncul kalau kita sembarangan dan tidak mengatur pola makan kita dengan baik.

Makan adalah salah satu sarana untuk mendapatkan energi agar dapat melanjutkan aktifitas. Namun, jika kita makan terlampau kenyang juga tak baik untuk kesehatan kita, bisa menyebabkan kegemukan dan jika terlalu kenyang kita pun akan menjadi malas untuk melakukan aktifitas selanjutnya. Makan secukupnya sesuai dengan kadar kemampuan lambung kita untuk menampungnya dan memprosesnya menjadi energi, juga tak boleh makan terlampau sedikit karena kita akan cepat kehabisan energi dan akhirnya lemas saat beraktifitas.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasul menyatakan bahwa hendaknya manusia hendaknya menjaga keseimbangan tubuhnya, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara. Karena itu, tindakan berlebihan dalam makan sungguh tidak sesuai dengan ajaran Rasul SAW.

2. Tidur yang cukup

26 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 27: Mandiri Nanda

Setelah seharian beraktifitas, tubuh kita perlu beristirahat. Tidur yang cukup untuk ukuran orang dewasa adalah sekitar 6-8 jam. Tidur cukup sangat penting untuk menjaga kesehatan tubuh kita, apalagi untuk kita yang berstatus sebagai pekerja, tidur cukup dapat meningkatkan daya konsentrasi saat bekerja. Kalau tubuh kita kekurangan tidur, maka kita akan sulit untuk berkonsentrasi, tubuh kita terasa lemas, dan sulit untuk berpikir jernih. Dan buat kita yang berstatus sebagai pencari ilmu, maka kita akan terancam gangguan mengantuk di kelas. Bagaimana kita akan dapat menyerap ilmu yang disampaikan sang guru/dosen bila kita mengantuk? sungguh sebuah kerugian besar bukan?

3. BerolahragaDengan berolahraga, maka peredaran kita akan menjadi lancar, pembakaran kalori menjadi energi bisa menjadi optimal. Banyak berolahraga dapat menjauhkan kita dari berbagai macam penyakit, karena itu kita tak boleh malas dalam berolahraga. Minimal satu kali satu minggu, untuk menyeimbangkan gerak otot dan memperlancar asupan oksigen ke dalam otak sehingga meningkatkan daya konsentrasi. Olahraga tak mesti di tempat fitness yang mahal, berjalan kaki atau bersepeda termasuk sarana olahraga yang mudah dan murah.

4. Bangun Pagi atau SubuhKetika fajar menjelang, atau ketika subuh. Udara masih bersih dari polusi, sehingga sangat bagus untuk kesehatan paru-paru. Bangunlah lebih pagi untuk mendapatkan asupan udara bersih bagi paru-paru kita. Dengan bangun lebih pagi, kita juga bisa merencanakan apa yang akan kita lakukan secara lebih cermat dan tak terburu-buru. Agar bisa bangun lebih pagi, maka kita pun harus bisa tidur lebih awal.

5. Puasa Senin-KamisSelain berpahala, dengan berpuasa di hari Senin dan Kamis memberikan waktu bagi lambung kita untuk beristirahat. Bayangkan, setiap hari lambung kita disuruh bekerja keras untuk mencerna makanan setiap pagi, siang dan malam. Saat berpuasa, lambung kita akan beristirahat dan memproses makanan yang belum tercerna sebelumnya, juga dapat menyaring racun yang mungkin tersimpan dalam tubuh kita karena proses pencernaan makanan yang kurang sempurna.

6. Menjaga KebersihanSatu hal lagi yang tak kalah pentingnya dalam gaya hidup sehat adalah menjaga kebersihan. Tempat yang kotor rentan menyebabkan penyakit, maka dari itu islam sangat menganjurkan untuk menjaga kebersihan diri, tempat tinggal, dan juga pakaian. Bahkan Rasulullah sendiri juga mengatakan bahwa kebersihan itu merupakan sebagian daripada iman.

27 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 28: Mandiri Nanda

Maka, dengan menjaga kebersihan juga akan berdampak positif bagi kesehatan kita.

HUKUM BEROBATPara fuqoha’ (ahli fiqih)  bersepakat bahwa berobat hukum asalnya dibolehkan, kemudian mereka berbeda pendapat (mengenai hukum berobat, -ed) menjadi beberapa  pendapat yang masyhur[3]:1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya perintah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam  untuk berobat dan asal hukum perintah adalah wajib, ini adalah salah satu pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafi’iyah, dan madzhab Hanabilah.2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan bersabar, dan ini adalah madzhab Syafi’iyah.3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan dalil- dalil yang sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini adalah  madzhab Hanafiyah dan salah satu pendapat madzhab Malikiyah).4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya, Imam Qurtubi rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud,  Abu Dardaradhiyallahu ‘anhum, dan sebagian para Tabi’in.5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya dan lebih baik berobat bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan madzhab Syafi’iyah.

ISLAM MEMERINTAHKAN UMATNYA UNTUK BEROBATBerobat pada dasarnya dianjurkan dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya memelihara jiwa dan raga, dan ini termasuk salah satu tujuan syari’at islam ditegakkan, terdapat banyak hadits dalam hal ini, diantaranya;

1. Dari Abu Darda berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:بالحرام تتداووا وال ، فتداووا ، دواء داء لكل وجعل ، والدواء الداء أنزل الله إن

‘’Sesungguhnya  Alloh menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang haram.’’ (HR.Abu Dawud 3874, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if al-Jami’ 2643)

2. Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam:

داء : ( إال شفاء له وضع إال داء يضع لم الله فإن ، تداووا قال ؟ نتداوى أال الله رسول يا

الهرم ) : : ( ) قال ؟ هو وما الله رسول يا قالوا واحد‘’Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?, Nabi bersabda,’’berobatlah, karena sesungguhnya Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit (yang tidak ada obatnya),’’ mereka bertanya,’’apa itu’’ ? Nabi

28 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )

Page 29: Mandiri Nanda

bersabda,’’penyakit tua.’’(HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sunan Ibnu Majah 3436)

BEROBAT HUKUMNYA BERBEDA-BEDA1. Menjadi wajib dalam beberapa kondisi:a.Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka menyelamatkan jiwa adalah wajib.b.Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib padahal dia mampu berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini adalah untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.c.Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular adalah wajib untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.d.Jika penyakit diduga kuat  mengakibatkan kelumpuhan total, atau  memperburuk penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu mudhorot yang timbul lebih banyak daripada maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah untuk diri dan keluarga, atau membebani orang lain dalam perawatan dan biayanya, maka dia wajib berobat untuk kemaslahatan diri dan orang lain.

2.  Berobat menjadi sunnah/ mustahabJika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri dan orang lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular , maka berobat menjadi sunnah baginya.

3. Berobat menjadi mubah/ bolehJika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti kondisi hukum wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau tidak berobat.4. Berobat menjadi makruh dalam beberapa kondisia. Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang digunakan diduga kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena hal itu diduga kuat akan berbuat sis- sia dan membuang harta.b.Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga dari ujian ini, maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa hadits Ibnu Abbas dalam kisah seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya kepada masalah ini.c.Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim  menjadi sadar dengan penyakit yang diderita, tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu lebih baik tidak berobat.d.Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu penyakit, dan dengan penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni dosanya dengan sebab kesabarannya.Dan semua kondisi ini disyaratlkan jika penyakitnya tidak mengantarkan kepada kebinasaan, jika mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu berobat, maka berobat menjadi wajib.

5. Berobat menjadi haramJika berobat dengan sesuatu yang haram atau cara yang haram maka hukumnya haram, seperti berobat dengan khomer/minuman keras, atau sesuatu yang haram lainnya.

29 | A s t i a n d r a M e n d o l i t a ( 1 1 0 2 0 1 0 0 3 9 )