Mandiri Hiv nia

45
LI.1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN IMMUNODEFISIENSI LO.1.1. DEFINISI Imunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak- anak maupun dewasa), serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya terletak pada sistem kekebalan. Gangguan pada sistem kekebalan juga menyebabkan kanker atau infeksi virus, jamur atau bakteri yang tidak biasa. LO.1.2. ETIOLOGI Dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Defisiensi imun primer a. Kongenital/genetic (terkadang bermanifestasi, tetapi keadaan klinis terjadi pada usia lebih lanjut) 2. Defisiensi imun sekunder a. Malnutrisi b. Kanker generalisata c. Pengobatan imunosupresan d. Infeksi penyakit (HIV/AIDS) e. Immatur limfosit Selain itu dapat diakibatkan oleh : Penyebab Defisiensi Imun Defek Genetik Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin) Defek gen tunggal khusus pada sistem imun ( misal defek tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T) Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik (misal common variable immunodeficiency) Obat atau Toksin Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin) Antikonvulsan (fenitoin)

description

med

Transcript of Mandiri Hiv nia

LI.1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN IMMUNODEFISIENSILO.1.1. DEFINISI

Imunodefisiensi adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan berlangsung lebih lama dari biasanya. Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun dewasa), serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya terletak pada sistem kekebalan. Gangguan pada sistem kekebalan juga menyebabkan kanker atau infeksi virus, jamur atau bakteri yang tidak biasa.

LO.1.2. ETIOLOGIDapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Defisiensi imun primer a. Kongenital/genetic (terkadang bermanifestasi, tetapi keadaan klinis terjadi

pada usia lebih lanjut)2. Defisiensi imun sekunder

a. Malnutrisi b. Kanker generalisatac. Pengobatan imunosupresand. Infeksi penyakit (HIV/AIDS)e. Immatur limfosit

Selain itu dapat diakibatkan oleh :

Penyebab Defisiensi Imun

Defek Genetik

Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin) Defek gen tunggal khusus pada sistem imun ( misal defek tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T)   Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik  (misal common variable immunodeficiency)

Obat atau Toksin

Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin) Antikonvulsan (fenitoin)

Penyakit Nutrisi dan Metabolik

Malnutrisi (misal kwashiorkor) Protein losing enteropathy (misal limfangiektasia intestinal)Defisiensi vitamin (misal biotin, atau transkobalamin II)Defisiensi mineral (misal Seng pada Enteropati Akrodermatitis)

Kelainan Kromosom

Anomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi IgA selektif (trisomi 18)

Infeksi Imunodefisiensi transien (pada campak dan varicella) Imunodefisiensi permanen (infeksi HIV, infeksi rubella kongenital)

LO.1.3. KLASIFIKASI

1. Defisiensi Imun Non-Spesifika) Komplemen

Dapat berakibat meningkatnya insiden infeksi dan penyakit autoimun (SLE), defisiensi ini secara genetik. Kongenital: Menimbulkan infeksi berulang /penyakit kompleks imun

(SLE dan glomerulonefritis). Fisiologik: Ditemukan pada neonatus disebabkan kadar C3, C5, dan

faktor B yang masih rendah. Didapat: Disebabkan oleh depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi

protein/kalori)b) Interferon dan lisozim

Interferon kongenital: Menimbulkan infeksi mononukleosis fatal Interferon dan lisozim didapat: Pada malnutrisi protein/kalori

c) Sel NK Kongenital : Pada penderita osteopetrosis (defek osteoklas dan

monosit), kadar IgG, IgA, dan kekerapan autoantibodi meningkat. Didapat : Akibat imunosupresi atau radiasi.

d) Sistem fagositMenyebabkan infeksi berulang, kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan jumlah neutrofil yang menurun, resiko meningkat apabila jumlah fagosit turun < 500/mm3. Defek ini juga mengenai sel PMN. Kuantitatif: Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh

menurunnya produksi atau meningkatnya destruksi. Penurunan produksi diakibatkan pemberian depresan (kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik (defek perkembangan sel hematopioetik). Peningkatan destruksi merupakan fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin).

Kualitatif: Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan membunuh mikroba intrasel.- Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren mikroba gram –

dan +)- Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik)- Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan membunuh

benda asing)- Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom sehingga tidak

mampu melepas isinya, penderita meninggal pada usai anak)- Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus, eksim

kronis, dan otitis media. Kadar IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia).

- Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan infeksi mikroba berat. Jumlah neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu)

- Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan fagositsosis buruk, efeks sitotoksik neutrofil, sel NK, sel T terganggu. Ditandai infeksi bakteri dan jamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka)

2. Defisiensi Imun Spesifika) Kongential/primer (sangat jarang terjadi)

Sel B

Defisiensi sel B ditandai dengan penyakit rekuren (bakteri)1. X-linked hypogamaglobulinemia2. Hipogamaglobulinemia sementara3. Common variable hypogammaglobulinemia4. Disgamaglobulinemia

Sel TDefisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren1. Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital)2. Kandidiasis mukokutan kronik

Kombinasi sel T dan sel B1. Severe combined immunodeficiency disease2. Sindrom nezelof3. Sindrom wiskott-aldrich4. Ataksia telangiektasi5. Defisiensi adenosin deaminase

b) Fisiologik Kehamilan

Defisiensi imun seluler dapat diteemukan pada kehamilan.Hal ini karena pningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk trofoblast. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen

Usia tahun pertamaSistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih belum matang.

Usia lanjutGolongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi atrofi timus dengan fungsi yang menurun.

c) Defisiensi imun didapat/sekunder Malnutrisi Infeksi Obat, trauma, tindakan, kateterisasi, dan bedah Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin dapat mengganggu

kemotaksis neutrofil. Kloramfenikol, tetrasiklin dapat menekan antibodi sedangkan rifampisin dapat menekan baik imunitas humoral ataupun selular.

Penyinaran Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, dosis rendah menekan

aktivitas sel Ts secara selektif Penyakit berat Penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti Hodgkin, mieloma

multipel, leukemia dan limfosarkoma. Uremia dapat menekan sistem imun dan menimbulkan defisiensi imun.Gagal ginjal dan diabetes menimbulkan defek fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas. Imunoglobulin juga dapat menghilang melalui usus pada diare

Kehilangan Ig/leukosit

Sindrom nefrotik penurunan IgG dan IgA, IgM norml.Diare (linfangiektasi intestinal, protein losing enteropaty) dan luka bakar akibat kehilangan protein.

Stres Agammaglobulinmia dengan timoma Dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi.

Eosinopenia atau aplasia sel darah merah juga dapat menyertai

d) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

LO.1.4. PATOFISIOLOGI

LO.1.5. PENATALAKSANAAN

LO.1.6. PENCEGAHAN

LI.2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN HIV/AIDSLO.2.1. DEFINISI

AIDS merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome. Syndrome berarti kumpulan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit. Deficiency berarti kekurangan, Immune berarti kekebalan, dan Aquired berarti diperoleh atau didapat, dalam hal ini “diperoleh” mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan penyakit keturunan. Seseorang menderita AIDS bukan karena ia keturunan dari penderita AIDS, tetapi karena ia terjangkit atau terinfeksi virus penyebab AIDS. Oleh karena itu, AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang.

AIDS merupakan suatu sindroma yang amat serius, dan ditandai oleh adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh penderitanya.Dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV

VIRUS HIVHIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian Menimbulkan AIDS. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T4 CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik.

HIV adalah virus RNA yang termasuk dalam family Retroviridae subfamili Lentivirinae. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuK membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Satu kali terinfeksi oleh retrovirus, maka infeksi ini akan bersifat permanen, seumur hidup.

LO.2.2. ETIOLOGI

Pada tahun 1983, ilmuwan Perancis Montagnier (Institute Pasteur, Paris) mengisolasi virus dari pasien dengan gejala limfadenopati dan menemukan virus HIV. Oleh sebab itu, virus tersebut dinamakan lymphadenopathy associated virus (LAV). Pada tahun 1984 Gallo (National Institute of Health, USA) menemukan virus human T lymphotropic virus (HTLV-III) yang juga menyebabkan AIDS.

Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan bebrapa tipe HIV, yaitu HIV-1 yang sering menyerang manusia, dan HIV-2 yang ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV termasuk ssubfamili Lentivirinae dari family Retroviridae.

Asam nukleat dari family retrovirus adalah RNA yang mampu membentuk DNA dari RNA. Enzim reverse transcriptase menggunakan RNA virus sebagai ‘cetakan’ untuk membentuk DNA. DNA ini bergabung dengan kromosom induk (sel limfosit T4 dan sel makrofag) yang berfungsi sebagai pengganda virus HIV.

Secara sederhana, sel HIV terdiri dari :

1. Inti – RNA dan enzim reverse transcriptase (polimerase), protease, dan integrase.2. Kapsid – antigen p243. Envelope (antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41)

Waktu paruh virus (virion half-life) berlangsung cepat. Sebagian besar virus akan mati, tetapi karena mulai awal infeksi, replikasi virus berjalan sangat cepat dan terus-menerus. Dalam sehari sekitar 10 miliar virus dapat diproduksi. Replikasi inilah yang menyebabkan kerusakan system kekebalan tubuh. Tingginya jumlah virus dalam darah ditunjukkan dengan angka viral load, sedangkan tingkat kerusakan system kekebalan tubuh ditunjukkan dengan angka CD4.

Klasifikasi HIV terbagi dua tipe yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan organisasi genom dan hubungan filogenik dengan lentivirus primate lain. Perbedaan antara HIV-1 dan HIV-2 yaitu HIV-1 memiliki gen Vpu, sedangkan HIV-2 memiliki gen Vpx. HIV-1 yang paling umum tersebar di dunia, HIV-2 tersebar di Afrika Barat.

a. HIV-1

Merupakan penyebab utama AIDS di seluruh dunia. Genom HIV mengkode Sembilan protein esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Pada HIV-1 terdapat protein Vpu yang membantu pelepasan virus. Terdapat 3 tipe dari HIV-1 berdasarkan alterasi pada gen amplopnya yaitu tipe M, N, dan O.

b. HIV-2

Protein Vpu pada HIV-1 digantikan dengan protein Vpx yang dapat meningkatkan infektivitasnya (daya tular) dan mungkin merupakan hasil duplikasi dari protein lain (Vpr). Walaupun sama-sama menyebabkan penyakit klinis dengan HIV-2 tetapi kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1.

LO. 2.3. EPIDEMIOLOGI

Penularan HIV terjadi melalui :

Hubungan seksual- Prevalensi 70-80%- Penularan melalui hubungan seksual semakin menurun, karena kesadaran

untuk memakai kondom. Jarum suntik

- Prevalensi 5-10%- Penularan HIV melalui jarum suntik akibat dari penggunaan narkoba yang

secara bergantian. Transfusi darah

- Resiko penularan sebanyak 90%- Prevalensi 3-5%

Penularan vertikal dari ibu yang terinfeksi kepada janinnya atau bayinya yang baru lahir.- Secara intrauterine, intrapartum dan postpartum (ASI)- Angka transmisi mencapai 20-50%- Bayi yang mendapatkan ASI dari ibu yang positif HIV beresiko tinggi

terkena HIV

Kasus HIV/AIDS di dunia bertambah banyak setiap tahunnya. Dilaporkan pada bulan Maret 2005 tercatat 6789 kasus di Indonesia. Namun, diduga jumlah tersebut kurang dari jumlah sebenarnya, diperkirakan oleh Departemen Kesehatan RI sebanyak 90.000-130.000 kasus. Tercatat kasus terbanyak terdapat di daerah Jakarta, diikuti oleh Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, dan Bali. Dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia Tenggara, angka kasus HIV/AIDS di Indonesia termasuk yang paling rendah. Hal ini dikarenakan lemahnya system pencatatan dan pelaporan, serta terbatasnya peralatan laboratorium penunjang, dan rendahnya kemampuan diagnosis.

UNAIDS memperkirakan pada tahun 1993 jumlah penderita HIV didunia sebanyak 12 juta orang dan pada akhir tahun 2000 sebanyak 20 juta orang prevalensi AIDS pada tahun 1993 sebesar 900.000,sedangkan pada akhir tahun 2000 sebesar 2

juta.pada tahun 2001 insiden infeksi HIV-baru pada anak sebanyak 800.000 dengan 580.000 kematian akibat HIV/AIDS. Dari 800.000 anak,65.000 kasus diperkirakan terjadi diasia selatan dan asia tenggara.

Di Indonesia HIV pertama kali dilaporkan dibali pada april 1987(terjadi para orang belanda).pada tahun 1999 terdapat 635 kasus HIV dan pada 183 kasus-baru AIDS. Mulai tahun 2000-2005 terjadi peningkatan kasus HIV dan AIDS secara signifikan di Indonesia. Kasus AIDS tahun 2000 tercatat 255 orang,meningkat menjadi 316 orang pada tahun 2003. Dan meningkat cepat menjadi 2638 orang pada tahun 2005. Dari data tersebut,DKI Jakarta memiliki penderita terbesar,diikuti oleh jawa timur,papua,jawa barat, dan bali. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh semakin membaiknya system pencatatan dan pelaporan kasus dan semakin bertambahnya sarana pelayanan diagnostic kasus dengan klinik voluntary counselling and testing (VCT).

(buku ilmu penyakit tropis)

UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.

Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%.500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[97] Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.

Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.

LO. 2.4. KLASIFIKASI

WHO mengklasifikasikan HIV/AIDS pada orang dewasa menjadi 4 stadium klinis, yaitu :

1. Stadium I Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya Limfadenopati generalisata.

2. Stadium II Simptomatik, aktivitas normal, berat badan menurun <10%, terdapat kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti Dermatitis seroboik, Prorigo, Onikomikosis, Ulkus yang berulang dan Kheilitis angularis, Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir, adanya infeksi saluran nafas bagian atas seperti Sinusitis bakterialis.

3. Stadium III Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur < 50%, berat badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, terdapat Kandidiasis orofaringeal, TB paru dalam 1 tahun terakhir, infeksi bakterial yang berat seperti Pneumonia dan Piomiositis.

4. Stadium IV, Pada umumnya kondisi tubuh sangat lemah, aktivitas ditempat tidur >50%, terjadi HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi opurtunistik seperti Pneumonia Pneumocystis carinii, Toksoplasmosis otak, Diare Kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan, Kriptosporidiosis ekstrapulmonal, Retinitis virus sitomegalo, Herpes simpleks mukomutan >1 bulan, Leukoensefalopati multifocal progresif, Mikosis diseminata seperti histopasmosis, Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan paru, Tuberkulosis di luar paru, Limfoma, Sarkoma Kaposi, serta Ensefalopati HIV.

LO. 2.5. MK

Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

Gejala Klinis

Gejala Mayor a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulanb. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulanc. Demam berkepanjangan lebih dari 1 buland. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologise. Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala Minor a. Batuk menetap lebih dari 1 bulanb. Dermatitis generalisatac. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulangd. Kandidiasis orofaringeale. Herpes simpleks kronis progresiff. Limfadenopati generalisatag. Renitis virus Sitomegalo

Gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

a. Fase awal Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.

b. Fase lanjutPenderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.

c. Fase akhirSelama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain:a. Manifestadi tumor diantaranya;

1) Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.

2) Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun.

b. Manifestasi Oportunistik diantaranya 1) Manifestasi pada Paru

a) Pneumonia Pneumocystis (PCP)Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.

b) Cytomegalo Virus (CMV)Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS.

c) Mycobacterium Avilum Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.

d) Mycobacterium TuberculosisBiasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru.

2) Manifestasi pada GastroitestinalTidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan.3) Manifestasi NeurologisSekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer (Siregar, 2008).

LO. 2.6. PATOGENESIS

Virus HIV termasuk kedalam family Retrovirus sub family Lentivirinae. Virus family ini mempunyai enzim yang disebut reverse trancriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk

yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetic virus juga ikut diturunkan

Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permengaktivasi mukaan seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, Sel NK, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama HIV. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi Sel T. secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut gpl120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen

Setelah HIV menginfeksi sesesorang, kemudian terjadi sindrom retroviral akutu semaca flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan antibodi negative menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi. Pada masa ini tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehar dan merasa sehat serta test HIV belum bias mendeteksi keberadaana virus ini, tahap ini disebut juga sebagai periode jendela (window periode)

Kemudian dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secarbertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4+ akan mencapai <200 sel/ microliter.

Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+ pada rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang

Dalam tubuh ODHA (orang dengan HIV AIDS), partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terkena HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap.

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakan gejala akibat infeksi oportunistik seperti penurunan BB, demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkolosis, infeksi jamur, herpes, dll. Virus HIV yang telah berhasil masuk kedalam tubuh seseorang, juga akan menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, dan sel-sel mikrogilia di otak, sel-sel Hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel-sel epitel pada usus, dan sel Langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalan encefalopat, dan pada sel epitel usus adalah diare kronis.

HIV menginfeksi terutama dengan tiga cara utama yaitu :1. Hubungan seksual diluar nikah2. Transfusi darah3. Penggunaan narkotika suntik

Perlekatan virus

Virion virus mempunyai tonjolan terdiri dari gp120 (pada selubung permukaan/eksternal) dan gp41 (pada bagian transmembran), (gp : glikoprotein, angka mengacu pada massa protein dalam ribuan dalton). Limfosit CD4

+

merupakan target utama pada infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4

+ (berfungsi dalam imunologis yang penting). HIV menginfeksi sel dengan berikatan dengan reseptor sel T CD4

+. gp120 berikatan kuat dengan reseptor sel T CD4

+, agar gp41 dapat memerantarai fusi membran virus ke membran sel, selain itu diperlukan koreseptor pada permukaan sel T yaitu CCR5/CXCR4.

Individu yang mewarisi defisiensi (homozigot) gen koreseptor CCR5/CXCR4 resisten terhadap timbulnya AIDS, walaupun berulang kali terpajan HIV (1% orang Amerika keturunan Caucasian), dan yang heterozigot tidak terlindung dari AIDS, akan tetapi awitan penyakit melambat, hal ini belum pernah ditemukan pada homozigot populasi Asia dan Afrika. Sel-sel lain yang rentan terinfeksi adalah makrofag, monosit (berfungsi sebagai resevoar/APC untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus), sel NK, sel B, sel endotel, sel epitel, sel Langerhans, sel dendritik, sek mikroglia, dan berbagai jaringan tubuh dikarenakan sifat HIV yang politrofik. APC yang terinfeksi HIV akan menuju ke limfonodus regional, virus dapat dideteksi 5 hari setelah inokulasi. Dalam limfonodus APC baru dapat dideteksi dengan teknik hibridisasi in situ 7-14 hari setelah inokulasi.

Replikasi virus

1. Perlekatan virus dengan sel T CD4+

2. Fusi dan masuknya virus kedalam sel T CD4+

3. Pelepasan nukleokapsid dan bekerjanya enzim reverse transcriptase yang membuat satu untai RNA menjadi DNA salinan untai ganda virus.

4. cDNA bermigrasi ke dalam inti sel dengan bantuan enzim integrase5. Integrasi ke dalam inti sel pejamu menghasilkan DNA provirus dan memicu

transkripsi membentuk mRNA6. mRNA virus ditranslasikan menjadi enzim-enzim dan protein struktural oleh

ribosom sel7. RNA genom virus dari inti sel dibebaskan ke sitoplasma8. RNA virus bergabung dengan protein-protein virus, yang sebelumnya enzim

protease memotong dan menata protein virus menjadi segmen-segmen kecil mengelilingi RNA virus yang menonjol keluar sel pejamu

9. Virion HIV baru siap dibebaskan dari sel T CD4+ yang terbungkus oleh sebagian

sitoplasma dari membran sel T CD4+

LO. 2.7. DIAGNOSIS

A. FISIKBanyak orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa mereka terinfeksi karena mereka tidak mengalami gejala setelah mereka pertama kali terinfeksi HIV. Sebagian dari mereka memiliki gejala mirip flu dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah terpapar virus. Mereka mengeluh demam, sakit kepala, kelelahan, dan terjadi pembesaran kelenjar getah bening di leher. Gejala-gejala ini biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Setelah itu, orang tersebut merasa normal dan tidak memiliki gejala. Fase ini sering berlangsung tanpa gejala selama bertahun-tahun. Pemeriksaan darah adalah cara paling umum untuk mendiagnosis HIV. Tes ini bertujuan untuk mencari antibodi terhadap virus HIV. Orang yang terkena virus harus segera

dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tindak lanjut tes mungkin diperlukan, tergantung pada waktu awal paparan.

Sebelum dilakukan tes, pemeriksaan anamnesis juga perlu dilakukan untuk mengetahui gaya hidup pasien apakah termasuk gaya hidup berisiko tinggi.

B. PENUNJANGa. ELISA

ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV. Jika tes ELISA positif, tes Western blot biasanya dilakukan untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Jika tes ELISA negatif, tetapi ada kemungkinan pasien tersebut memiliki HIV, pemeriksaan harus diulang lagi dalam satu sampai tiga bulan.

ELISA sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%, cukup sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu untuk beberapa bulan setelah terinfeksi. Meskipun hasil tes mungkin negatif selama periode ini, pasien mungkin memiliki tingkat penularan tinggi. Biasanya tes ini memberikan hasil positif setelah 2-3 bulan terinfeksi.

b. Pemeriksaan Air LiurPad kapas digunakan untuk memperoleh air liur dari bagian dalam pipi. Pad ditempatkan dalam botol dan diserahkan ke laboratorium untuk pengujian. Hasil dapat diperoleh dalam tiga hari. Hasil positif harus dikonfirmasi dengan tes darah.

c. Viral Load Test Tes ini bertujuan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Umumnya, tes ini digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan atau mendeteksi dini infeksi HIV. Tiga teknologi yang digunakan untuk mengukur viral load HIV dalam darah: Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Branched DNA (bDNA) and Nucleic Acid Sequence-Based Amplification Assay (NASBA). Prinsip-prinsip dasar dari tes ini sama. HIV dideteksi menggunakan urutan DNA yang terikat secara khusus pada virus. Penting untuk dicatat bahwa hasil dapat bervariasi antara tes.

d. Western Blot Ini adalah pemeriksaan darah yang sangat sensitif sebesar 99,6-100%, yang digunakan untuk mengkonfirmasi hasil tes ELISA positif. Tetapi pemeriksaan ini cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Western Blot merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan berarti western blot positif. Tes ini harus diulangi lagi setelah 2 minggu dengan sampel yang sama. Jika western blot tetap tidak bisa disimpulkan maka tes western blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV negative

e. PCR (Polymerase chain reaction) PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas

Metode Pengambilan Darah Tes HIVTerdapat beberapa metode yang biasa digunakan dalam pengambilan darah untuk tes HIV yaitu:

1. Unlinked Anonymous Adalah pemeriksaan anti HIV terhadap sampel darah yang diambil untuk pemeriksaan-pemeriksaan lain, dan setelah menghilangkan semua identitas penderita. Hasil pemeriksaan ini tidak dapat dihubungkan kembali dengan si penderita.

2. Voluntary Anonymous. Metode ini dilakukan dengan pemberian sampel darah secara sukarela oleh seseorang setelah yang bersangkutan menandatangani surat persetujuan. Pada sampel ini hanya diberikan nomor kode. Hasil pemeriksaan dapat dilihat oleh yang bersangkutan dari pengumuman hasil tanpa seorang lainpun mengetahuinya, termasuk petugas surveilans.

3. Voluntary ConfidentialMetode ini dilakukan dengan sukarela oleh seseorang untuk diperiksa darahnya tetapi hasilnya hanya diketahui oleh petugas kesehatan tertentu dan petugas ini harus merahasiakannya.

4. MandatoryMetode ini dilakukan terhadap semua orang yang mempunyai maksud tertentu. Pemeriksaan ini dilandasi suatu dasar hukum sehingga tidak ada yang dapat menghindar dari pemeriksaan ini.

5. CompulsatoryMetode ini biasa dilakukan pada kelompok masyarakat yang kemerdekaannya dibatasi, misalnya seperti narapidana, pusat rehabilitasi narkotika, para resosialisasi PSK. Kelompok ini biasanya diwajibkan untuk mengikuti pemeriksaan anti HIV.

Informed Consent – Testing HIVInformed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yang diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes HIV dan tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian. Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan persetujuan tertulisnya. Untuk klien yang tidak mampu mengambil keputusan bagi dirinya karena keterbatasan dalam memahami informasi maka tugas konselor untuk berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan informasi sehingga klien memahami dengan benar dan dapat menyatakan persetujuannya.

Tes HIV adalah tes darah yang dilakukan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau belum. Hal ini perlu dilakukan agar seseorang

bisa mengetahui secara pasti status kesehatannya, terutama status kesehatan yang menyangkut risiko perilaku seksualnya selama ini.

Prinsip Testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya. Testing dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan untuk penelitian

Screening dan konfirmasi diagnosis HIV

Strategi IHanya dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka

dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan nonreaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (>99%). Strategi II

Menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya nonreaktif, maka dilaporkan hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagensia dengan sensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda jenis antigen atau tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah nonreaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate. Strategi III

Menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan tes ketiga nonreaktif, atau tes pertama reaktif, sementara tes kedua dan ketiga nonreaktif, maka keadaan ini disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu diperhatikan juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang berbeda asal antigen atau tekniknya, serta memiliki spesifisitas yang lebih tinggi.

Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV, yang paling sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB).

Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapatkan konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia bisa mendapat informasi yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk keperluan survei tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan diberi tahu hasil tesnya.

Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan untuk memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana mempertahankan perilaku yang tidak berisiko. Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh.

Skrining HIV

Mempunyai makna melakukan pemeriksaan HIV pada suatu populasi tertentu, sementara uji diagnostik HIV berarti melakukan pemeriksaan HIV pada orang-orang dengan gejala dan tanda yang konsisten dengan infeksi HIV. CDC menyatakan bahwa infeksi HIV memenuhi seluruh kriteria untuk dilakukan skrining, karena:

a. Infeksi HIV merupakan penyakit serius yang dapat didiagnosis sebelum timbulnya gejala.

b. HIV dapat dideteksi dengan uji skrining yang mudah, murah, dan noninvasif. c. Pasien yang terinfeksi HIV memiliki harapan untuk lebih lama hidup bila

pengobatan dilakukan sedini mungkin, sebelum timbulnya gejala. d. Biaya yang dikeluarkan untuk skrining sebanding dengan manfaat yang akan

diperoleh serta dampak negatif yang dapat diantisipasi. Di antara wanita hamil, skrining secara substansial telah terbukti lebih efektif dibandingkan pemeriksaan berdasarkan risiko untuk mendeteksi infeksi HIV dan mencegah penularan perinatal. CDC merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HIV secara rutin

untuk setiap orang berusia 13-64 tahun yang datang ke sarana pelayanan kesehatan meskipun tanpa gejala. Selain itu, CDC juga merekomendasikan agar pemeriksaan HIV dimasukkan dalam pemeriksaan rutin antenatal bagi wanita hamil.11 Sementara pemeriksaan wajib HIV lebih ditekankan untuk dilakukan pada donor darah dan organ. Pemeriksaan wajib HIV juga dapat dilakukan pada bidang perekrutan tentara

atau tenaga kerja imigran.Panduan WHO mengenai PITC tahun 2007 menyebutkan bahwa metode ini

dapat diterapkan pada wilayah dengan tingkat epidemiologi HIV yang berbeda- beda, yaitu daerah dengan epidemi HIV yang rendah, daerah dengan tingkat epidemi HIV yang terkonsentrasi, dan daerah dengan tingkat epidemi yang meluas. Yang dimaksud dengan epidemi yang rendah adalah infeksi HIV hanya ditemukan pada beberapa individu dengan perilaku berisiko (WPS, pengguna narkoba suntik, laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki); angka prevalensinya tidak melebih 5% pada subpopulasi tertentu. Sementara itu, yang dimaksud dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi adalah infeksi HIV telah menyebar di subpopulasi tertentu, namun tidak ditemukan di populasi umum. Hal ini menunjukkan aktifnya hubungan antara risiko dengan subpopulasi; angka prevalensi pada subpopulasi melebihi 5%, namun tidak sampai 1% pada wanita hamil. Kemudian, yang dimaksud tingkat epidemi yang meluas adalah infeksi HIV telah ditemukan pada populasi umum, dengan prevalensi pada wanita hamil melebihi 1%.

Pada semua tingkat epidemi, PITC direkomendasikan untuk dilakukan kepada orang dewasa, remaja, atau anak dengan gejala dan tanda klinis yang sesuai dengan infeksi HIV; anak yang terpapar HIV atau anak yang lahir dari ibu yang HIV positif; anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi, di daerah dengan epidemi yang meluas, yang tidak membaik dengan terapi yang optimal; serta pria yang menginginkan untuk dilakukan sirkumsisi sebagai pencegahan penularan HIV.

Pada daerah dengan epidemi yang meluas, PITC direkomendasikan untuk diterapkan kepada pasien rawat inap dan rawat jalan, termasuk pasien TB; pelayanan kesehatan antenatal, persalinan dan post partum; pelayanan infeksi menular seksual; pelayanan kesehatan untuk populasi yang berisiko; pelayanan kesehatan untuk anak usia dibawah 10 tahun; pelayanan kesehatan untuk remaja; pelayanan pembedahan; dan layanan kesehatan reproduksi, termasuk keluarga berencana.

Untuk daerah dengan tingkat epidemi rendah atau terkonsentrasi, PITC dapat dipertimbangkan untuk diaplikasikan pada tempat pelayanan infeksi menular seksual; pelayanan kesehatan untuk populasi paling berisiko; pelayanan antenatal, persalinan, dan pascamelahirkan; serta pelayanan untuk TB.

Panduan nasional Inggris tahun 2008 tentang pemeriksaan HIV merekomendasikan pemeriksaan HIV secara rutin kepada orang-orang berikut:

a. Semua pasien yang datang ke sarana pelayanan kesehatan di mana HIV, termasuk infeksi primer HIV, menjadi salah satu diagnosis banding.

b. Semua pasien yang didiagnosis dengan infeksi menular seksual. c. Semua partner seksual dari laki-laki atau wanita yang diketahui HIV positif. d. Semua laki-laki dengan riwayat berhubungan seksual dengan laki-laki e. Semua wanita partner seksual dari laki-laki yang berhubungan seks dengan

laki-laki. f. Semuapasiendenganriwayatpenggunaannarkobasuntik. g. Semua laki-laki dan wanita yang diketahui berasal dari negara/daerah dengan

prevalensi HIV yang tinggi (>1%).

Semua laki-laki dan wanita yang berhubungan seksual di luar atau di dalam Inggris dengan pasangan yang diketahui berasal dari negara/daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.

Uji Konfirmasi HIV

Pemeriksaan Anti-HIV konfirmasi merupakan pemeriksaan tahap kedua setelah uji saring. Pemeriksaan ini diperlukan ketika hasil uji saring positif atau positif palsu (hasil uji saring menyatakan positif, namun sebenarnya tidak terinfeksi HIV). Bila pada pemeriksaan ini menunjukkan hasil positif, maka hampir dapat dipastikan bahwa seorang individu terinfeksi HIV.

LO. 2.8. DIAGNOSIS BANDING

a. Lesi putih pada perokok

Lesi putih dimukosa mulut dapat merupakan gambaran yang khas yang berhubungan

dengan cara – cara orang merokok. Pada orang yang merokok mempunyai bercak –

bercak keratosis yang terlihat pada area dimana ludah terkumpul yaitu pada

vestibularis bagian bawah. Kadang terlihat pada dorsum lungua. Pada orang yang

menggunakan pipa terlihat hyperkeratosis ini pada palatum durum. Orang yang

menghisap ceruptu menunjukkan effek yang maksimum pada gusi.

b. Moniliasis

Disebut juga dengan candidosis, ini disebabkan karena jamur ragi candida albicans.

Lesi – lesi putih menyerang membrana mukosa mulut dan jaringan epitel dibawahnya.

Dapat juga mengenai tractus gastro intestinalis, tractus repiratorius, vagina, dan kulit.

Pada bayi moniliasis ditandai dengan lesi putih atau kebiruan yang berbecak-becak

dimukosa mulut dan bisa meluas disekeliling mulut. Bercak ini biasanya tidak sakit

dan sukar diangkat, kalau diangkat akan meninggalkan permukaan yang kasar dan

berdarah.

Pada orang dewasa penyakit ini bisa diserti dengan adanya inflamasi, erythema, atau

adanya daerah di badan yang berwarna merah dan sakit. Daerah lesi dapat terdapat

dimana saja pada oral mukosa dan sering terdapat dibawah prothesa yang dipakai.

c. Lupus vulgaris

Menunjukkan adanya bercak – bercak dimulut sebagai akibat dari adanya TBC yang

post primair Selain jaringan menunjukkan ulcus TBC, pada mukosa mulut terjadi

bercak putih yang teratur terdapat disekeliling luka tersebut.

d. Lichen planus

Penyakit yang disangka sebagai penyakit yang bersifat psikosomatis, sedang sebab

sebenarnya belum diketahui. Tekanan emosi, keadaan keluarga yang tidak tenang,

situasi yang tegang dari seseorang dapat menimbulkan penyakit ini.

Lesi putih yang timbul pada lichen planus ini munculnya dioral mukosa, dapat

didahului dengan bercak-bercak yang ada dikulit atau bisa bersamaan atau

mendahului. Lichen planus harus dibedakan dengan lesi – lesi lain terutama dengan

leukoplakia.

Lesi dari lichen planus dikulit terlihat sebagai papula yang jelas, bersudut atau

polygonal, berwarna merah keunguan dan berkilat. Biasanya lesi ini terdapat disekitar

permukaan fleksi dari pergelangan tangan, bagian depan lengan, pergelangan kaki dan

vulva. Sering terdapat disepanjang bekas garutan atau bekas luka kulit.

Dimulut dapat dijumpai di pipi, lidah, bibir dan gingiva. Kebanyakan bilateral tetapi

bisa juga unilateral dan juga dapat bersifat diffus.

e. Lupus erythematosus

Penyakit yang dapat meluas ke membrana mukosa mulut. Lesi pada mukosa mulut ini

nampak sesudah lesi pada kulit terlihat. Jika lesi pada kulit tidak terlihat maka

diagnosa untuk lupus erythematosus pada membrana mukosa mulut ini sukar

ditentukan. Pada kulit lesi ditandai dengan bentuk irreguler, berwarna merah dengan

bertambah luas pada tepinya dan jika menyembuh akan meninggalkan bekas pada

bagian sentral, sering nampak bilateral.

Pipi, dahi, hidung atau telinga adalah daerah yang sering terkena lupus erythematosus.

25 % dari penyakit ini menimbulkan lesi pada oral mukosa. Biasanya terlihat pada

lidah, palatum durum lidah dan bibir, dan jarang terdapat pada gingiva. Lesi pada oral

mukosa ini berwarna merah, athropi dan mudah berdarah. Lesi yang berkembang

akan menunjukkan ulcus yang besar dan dangkal, dimana pada tepi – tepinya terdapat

ujung yang keputihan.

Pada tepi ulcus ini terdapat pembuluh darah yang kecil yang banyak jumlahnya yang

besar tersusun secara radikal. Pada keadaan yang diffus akan terlihat terjadinya nanah

di oral mukosa dan seringkali lesinya terlihat keunguan. Jika menyembuh luka

tersebut aan diganti dengan cikatrik yang tipis dan halus.

LO. 2.9. PENATALAKSANAAN

A. PENGOBATAN

Pengobatan suportif Yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat sintomatik, vitamin dan dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin.

Pengobatan infeksi oportunistikYaitu pengobatan yang ditujukan untuk infeksi oportunistik dan dilakukan secara empiris.

Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretrovira (ARV)

TERAPI ANTIRETROVIRALPengobatan ODHA dewasa dengan antiretroviral dibagi menjadi dua kelompok:1. Regimen ARV Lini Pertama

a. Golongan Nucleoside RTI (NRTI): Abacavir (ABC) 400 mg sekali sehari Didanosine (ddl) 250 mg sekali sehari (BB<60 kg) Lamivudine (3TC) 300 mg sekali sehari Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg setiap 12 jam

b. Nucleotide RTI Tenofovir (TDF) 300 mgsekali sehari (obat baru)

c. Non-nucleoside RTI (NNRTI) Efavirenz (EFV)600 mg sekali sehari

Nevirapine (NPV) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, selanjutnya setelah 12 jam

d. Protease Inhibitor (PI) Indinavir/ritronavir (IDV/r) 800 mg/100 mg setiap 12 jam Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 400 mg/100 mg setiap 12 jam Nelfinavir (NFV) 1250 mg setiap 12 jam Sequinavir/r (SQV/r) 1000 mg/100 mg setiap 12 jam Ritonavir (RTV, r) 100 mg

Pilihan pengobatan adalah kombinasi 2 NRTI + 1 NNRTI:1. AZT + 3TC + NVP2. AZT + 3TC +EVP3. d4T + 3TC + NVP4. d4T +3TC + EFV

2. Regimen ARV Lini KeduaIni merupakan alternative pengobatan apabila yang pertama gagal:1. AZT atau d4T diganti dengan TDF atau ABC2. 3TC diganti dengan ddl3. NVP atau EFV diganti dengan LPV/r atau SQV/r

Obat ARV menjadi pilihan terapi karena: ARV memperlambat progresivitas penyakit dan dapat memperpanjang daya

tahan tubuh Obat ini aman, mudah, dan tidak mahal. Angka transmisi dapat diturunkan

sampai mendekati nol melalui identifikasi dini ibu hamil dengan HIV positif dan pengelolaan klinis yang agresif

Imunisasi belum memuaskanTujuan Terapi ARV

Menurunkan angka kematian dan angka perawatan di rumah sakit Menurunkan viral load Meningkatkan CD4 (pemulihan respons imun) Mengurangi resiko penularan Meningkatkan kualitas hidup

Kriteria untuk memberikan terapi antiretrovirus sebagai berikut : Tes HIV secara sukarela disertai konseling yang mudah dijangkau untuk

mendiagnosis HIV secara dini. Tersedia dana yang cukup untuk membiayai Anti Retrovirus Terapi (ART)

selama sedikitnya 1 tahun Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian

tentang ART, pentingnya kepatuhan pada terapi, efek samping yang mungkin terjadi, dll.

Konseling lanjutan untuk memberi dukungan psikososial dan mendorong kepatuhan serta untuk menghadapi masalah nutrisi yang dapat timbul akibat ART

Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb, tes fungsi hati, dll.

Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum dan infeksi oportunistik akibat HIV

Tersedianya obat yang bermutu dengan jumlah yang cukup, termasuk obat untuk infeksi oportunistik dan penyakit yang berhubungan dengan HIV.

Tersedianya tim kesehatan termasuk dokter, perawat, konselor, pekerja sosial, dukungan sebaya. Tim ini seharusnya membantu pembentukan kelompok dukungan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan pendampinya. Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan umpan balik tentang penatalaksanaan penyakit HIV yang efektif termasuk sistem untuk menyebar luaskan informasi dan pedoman baru.

LO. 2.10. PENCEGAHAN

1. Pencegahan primerPencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya agar orang sehat tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit.32 Pencegahan primer merupakan hal yang paling penting, terutama dalam merubah perilaku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : a. Pencegahan dilakukan dengan tindakan seks yang aman dengan

pendekatan “ABC” yaitu, Abstinence, artinya absen seks ataupun tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah merupakan metode paling aman untuk mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual, jika tidak memungkinkan pilihan kedua adalah Be Faithful, artinya tidak berganti-ganti pasangan. Jika kedua hal tersebut tidak memungkinkan juga, maka pilihan berikutnya adalah penggunaan kondom secara konsisten (Use Condom).

b. Berhenti menjadi pengguna NAPZA terutama narkotika suntikan, atau mengusahakan agar selalu menggunakan jarum suntik yang steril serta tidak mengunakannya secara bersama-sama.

c. Di sarana pelayanan kesehatan harus dipahami dan diterapkan kewaspadaan universal (universal precaution) untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui darah. Kewaspadaan universal ini meliputi cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan, penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan, pengelolaan dan pembuangan alat tajam secara hati-hati, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi dengan benar.

d. Pencegahan penyebaran melalui darah dan donor darah dilakukan dengan skrining adanya antibodi HIV, demikian pula semua organ yang akan didonorkan, serta menghindari transfusi, suntikan, jahitan dan tindakan invasif lainnya yang kurang perlu.

e. WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan vertikal dari ibu kepada anak yaitu dengan cara mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah terinfeksi HIV/AIDS mengusahakan supaya tidak terjadi kehamilan, bila sudah hamil dilakukan pencegahan supaya tidak menular dari ibu kepada bayinya dan bila sudah terinfeksi diberikan dukungan serta perawatan bagi ODHA dan keluarganya.

2. Pencegahan sekunder

Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya sistem imun secara progresif sehingga muncul berbagai infeksi opurtunistik yang akhirnya dapat berakhir pada kematian. Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang efektif. sehingga pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut : a. Pengobatan suportif yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan

umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simptomatik dan pemberian vitamin.

b. Pengobatan infeksi opurtunistik merupakan pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS. Jenis-jenis mikroba yang menimbulkan infeksi sekunder adalah protozoa (Pneumocystis carinii, Toxoplasma, dan Cryptotosporidium), jamur (Kandidiasis), virus (Herpes, cytomegalovirus/CMV, Papovirus) dan bakteri (Mycobacterium TBC, Mycobacterium ovium intra cellular, Streptococcus, dll). Penanganan terhadap infeksi opurtunistik ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme penyebabnya dan diberikan terus-menerus.

c. Pengobatan antiretroviral (ARV), ARV bekerja langsung menghambat enzim reverse transcriptase atau menghambat kinerja enzim protease. Pengobatan ARV terbukti bermanfaat memperbaiki kualitas hidup, menjadikan infeksi opurtunistik menjadi jarang dan lebih mudah diatasi sehingga menekan morbiditas dan mortalitas dini, tetapi ARV belum dapat menyembuhkan pasien HIV/AIDS ataupun membunuh HIV.

3. Pencegahan tersierOrang yang didiagnosis HIV biasanya banyak menerima diskriminasi saat membutuhkan pengobatan HIV ataupun bantuan dari fasilitas rehabilitasi obat, selain itu juga dapat mendatangkan trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. ODHA perlu diberikan dukungan berupa dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin. Misalnya : a. Memperbolehkannya untuk membicarakan hal-hal tertentu dan

mengungkapkan perasaannyab. Membangkitkan harga dirinya dengan melihat keberhasilan hidupnya

atau mengenang masa lalu yang indah c. Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya d. Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat

mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain e. Selain itu perlu diberikan perawatan paliatif (bagi pasien yang tidak

dapat disembuhkan atau sedang dalam tahap terminal) yang mencakup : pemberian kenyamanan (seperti relaksasi dan distraksi, menjaga pasien tetap bersih dan kering, memberi toleransi maksimal terhadap permintaan pasien atau keluarga), pengelolaan nyeri (bisa dilakukan dengan teknik relaksasi, pemijatan, distraksi, meditasi, maupun pengobatan antinyeri), persiapan menjelang kematian meliputi penjelasan yang memadai tentang keadaan penderita, dan bantuan mempersiapkan pemakaman.

LO. 2.11. PROGNOSIS

Tanpa pengobatan, waktu hidup bersih rata-rata setelah terinfeksi HIV diperkirakan 9 sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, di daerah-daerah dimana banyak tersedia, pengembangan ARV sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi kematian tingkat dari penyakit dengan 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang yang terinfeksi HIV baru didiagnosis sekitar 20 tahun.

Tanpa terapi antiretroviral, kematian biasanya terjadi dalam waktu satu tahun. Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antara individu dan telah terbukti dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan host dan fungsi kekebalan tubuh.

LO. 2.12. KOMPLIKASI

Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T yang diserang, kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi oportunistik. Komplikasi-komplikasi pada pasien yang terjangkit HIV menyebabkan AIDS. Obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active Anti-Retroviral Therapy (ART), sekarang tersedia untuk menghambat replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini membantu untuk memperpanjang hidup, mengembalikan sistem kekebalan pasien hingga mendekati aktivitas normal dan mengurangi kemungkinan infeksi oportunistik. Kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan diberikan untuk mengurangi kemungkinan resistensi.

Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi oportunistik:

Tuberkulosis (TB)Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang yang hidup dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan banyak ahli menganggap bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar.

SalmonelosisKontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan, kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIV-positif.

Cytomegalovirus (CMV)Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh lainnya.

KandidiasisKandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini menyebabkan peradangan dan timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut, kerongkongan atau vagina. Anak-anak mungkin memiliki gejala parah

terutama di mulut atau kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.

Cryptococcal MeningitisMeningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.

ToxoplasmolisisInfeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.

KriptosporidiosisInfeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS.

Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS: Sarkoma Kaposi

Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada orang dengan HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah atau ungu pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-organ internal, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.

LimfomaKanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan.Komplikasi lainnya:

Wasting SyndromePengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun masih tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan sebagai penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai dengan diare, kelemahan kronis dan demam.

Komlikasi NeurologisWalaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah demensia AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi mental berkurang.

LI.3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ETIKA TENTANG HIV AIDSMengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan masyarakat. Stigma sering kali menyebabkan

terjadinya diskriminasi dan akan mendorong munculnya pelanggaran HAM bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dan keluarganya. (Kesrepro, 2007).

Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA; atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan status HIV mereka; atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau dipercayai hidup, dengan HIV/AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (Kesrepro, 2007)

KODEKIPasal 8Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIENPasal 12Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.Pasal 13Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Kaidah Dasar Bioetik

- Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien. Melahirkan informed consent

- Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih banyak manfaatnya daripada buruknya.

- Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk kedaan pasien. Primum non nocere atau above all do no harm.

- Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributiv justice)Aspek hukum dan HAM merupakan dua komponen yang sangat penting dan ikut berpengaruh terhadap berhasil tidaknya program penanggulangan HIV/ AIDS yang dilaksanakan.

Terdapat dua hak asasi fundamental yang berkaitan dengan epidemi HIV/ AIDS yaitu : hak terhadap kesehatan dan hak untuk bebas dari diskriminasi.

Secara garis besar di dalam UU Kesehatan perlindungan hukum terhadap penderita HIV/AIDS diatur mengenai :

1. Hak atas pelayanan kesehatanUndang-Undang Kesehatan mewajibkan perawatan diberlakukan kepada seluruh masyarakat tanpa kecuali termasuk penderita HIV AIDS. Dalam Pasal 5 UU

Kesehatan  dinyatakan bahwa terdapat kesamaan hak tiap orang dalam mendapatkan akses atas sumber daya kesehatan, memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.Tugas pemerintah dalam hal ini untuk menyediakan tenaga medis, paramedik dan tenaga kesehatan lainnya yang cukup dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi penderita HIV/AIDS dan menjamin ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan serta jaminan ketersediaan obat dan alat kesehatan diatur dalam UU Kesehatan dan berlaku juga bagi penderita HIV/AIDS.

2. Hak atas informasiPasal 7 UU Kesehatan secara tegas mengatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan serta informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan atas dirinya pada pasal 8.

Peningkatan pendidikan untuk menangani HIV dan AIDS termasuk metode pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dan penyebaran HIV dan AIDS, misalnya melalui penyuluhan dan sosialisasi merupakan upaya dalam memberikan informasi mengenaiHIV/AIDS. 

3. Hak atas kerahasiaanHak atas kerahasiaan dalam UU Kesehatan diatur dalam Pasal 57 dimana setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatannya. Selain itu UUPK No. 29/2004 juga mengatur mengenai rahasia medis dan rekam medis ini pada paragraph 3 dan 4 tentang rekam medis dan rahasia kedokteran.

Rahasia Medis itu bersifat pribadi, hubungannya hanya antara dokter - pasien. Ini berarti seorang dokter tidak boleh mengungkapkan tentang rahasia penyakit pasien yang dipercayakannya kepada orang lain, tanpa seizin si pasien. Masalah HIV / AIDS banyak sangkut pautnya dengan Rahasia Medis sehingga kita harus berhati hati dalam menanganinya.

Dalam mengadakan peraturan hukum, selalu terdapat dilema antara kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan. Seringkali harus dipertimbangkan kepentingan mana yang dirasakan lebih berat. Dalam sistim Demokrasi, hak asasi seseorang harus diindahkan, namun hak asasi ini tidaklah berarti bersifat mutlak. Pembatasan dari hak asasi seseorang adalah hak asasi orang lain didalam masyarakat itu. Jika ada pertentangan kepentingan, maka hak perorangan harus mengalah terhadap kepentingan masyarakat banyak.

4. Hak atas persetujuan tindakan medisDalam pasal 56 UU Kesehatan diatur tentang persetujuan tindakan medis atau informed consent. Masalah AIDS juga ada erat kaitannya dengan Informed Consent. Merupakan tugas dan kewajiban seorang dokter untuk memberikan informasi tentang penyakit-penyakit yang diderita pasien dan tindakan apa yang

hendak dilakukan, disamping wajib merahasiakannya. Pada pihak lain kepentingan masyarakat juga harus dilindungi.

Semua tes HIV harus mendapatkan informed consent dari pasien setelah pasien diberikan informasi yang cukup tentang tes, tujuan tes,implikasi hasil tes positif ataupun negatif yang berupa konseling prates.

LI.4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PANDANGAN ISLAM TENTANG PENYEBAB HIV/AIDS

Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas tersebut. Hal ini meliputi media-media yang merangsang (pornografi-pornoaksi), tempat-tempat prostitusi, club-club malam, tempat maksiat dan pelaku maksiat.

1. Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukanmuhrim berkholwat (berduaan/pacaran).Sabda Rasulullah Saw:‘Laa yakhluwanna rojulun bi imroatin Fa inna tsalisuha syaithan’artinya: “Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi (bukan muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga”. (HR. Baihaqy)

2. Islam mengharamkan perzinahan dan segala yang terkait dengannya.Allah Swt berfirman:

“Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan” (QS al Isra’[17]:32)

3. Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan ). Firman Allah Swt dalam surat al A’raf ayat 80-81 : “ Dan (kami juga telah mengutus) Luth ( kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: Mengapa kamu mengerjakan perbuatan kotor itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun manusia (didunia ini) sebelummu? Sesungghnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu ( kepada mereka ), bukan kepada wanita, Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. ( TQS. Al A’raf : 80-81)

4. Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi.Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya. Rafi’ ibnu Rifa’a pernah bertutur demikian: ’ Nahaana Shallallaahu ’alaihi wassalim’an kasbi; ammato illa maa ’amilat biyadaiha. Wa qaala: Haa kadza bi’ashobi’ihi nakhwal khabzi wal ghazli wan naqsyi.’artinya: “Nabi Saw telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda “Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.”

5. Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta mengharamkan narkoba.Sabda Rasulullah Saw :“Kullu muskirin haraamun” artinya : “Setiap yang menghilangkan akal itu adalah haram (HR. Bukhori Muslim) “Laa dharaara wa la dhiraara” artinya : ”Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang lain.” (HR. Ibnu Majah). Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal dan menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks bebas inilah media utama penyebab virus HIV/AIDS.

6. Tugas Negara memberi sangsi tegas bagi pelaku mendekati zina. Pelaku zina muhshan (sudah menikah) dirajam, sedangkan pezina ghoiru muhshan dicambuk 100 kali. Adapun pelaku homoseksual dihukum mati; dan penyalahgunaan narkoba dihukum cambuk. Para pegedar dan pabrik narkoba diberi sangsi tegas sampai dengan mati. Semua fasilitator seks bebas yaitu pemilik media porno, pelaku porno, distributor, pemilik tempat-tempat maksiat, germo, mucikari, backing baik oknum aparat atau bukan, semuanya diberi sangsi yang tegas dan dibubarkan