Mandible Fracture Tomi
-
Upload
ahmad-faizal-bustomi -
Category
Documents
-
view
582 -
download
26
Transcript of Mandible Fracture Tomi
BAB I
PENDAHULUAN
Mandibula adalah tulang wajah terbanyak kedua umumnya yang mengalami
fraktur setelah tulang nasal. Fraktur mandibula merupakan fraktur wajah yang paling
umum terjadi dan membutuhkan perawatan. Komplikasi dan infeksi pada fraktur
mandibula lebih tinggi daripada fraktur tulang wajah lainnya karena posisi mandibula
yang berada didalam dasar mulut dan fungsinya dalam mendukung gigi geligi.
Mobility dan peran mandibula dalam sistem mastikasi, penelanan dan bicara
membuat penanganan operasi dan rehabilisasi fraktur mandibula sulit.1
Lokasi dan pola fraktur ditentukan oleh mekanisme injury dan arah dari
vektor daya. Usia pasien, adanya gigi geligi serta properti yang digunakan juga
mempunyai efek langsung terhadap karakteristik injury yang dihasilkan.
Tujuan penanganan fraktur tulang adalah untuk mengembalikan fungsi
sebagaimana mestinyadengan memastikan penyatuan segmen tulang dan
mengembalikan kekuatan seperti sebelum injury, mengembalikan setiap defect
permukaan yang mungkin timbul sebagai hasil dari injury dan untuk mencegah
infeksi pada daerah fraktur. Perbaikan fraktur mandibula khususnya sebagai bagian
dari sistem stomatognatik harus meliputi kemampuan untuk mengunyah dengan baik,
berbicara secara normal dan menyediakan pergerakan artikuasi sebesar sebelum
mengalami trauma. Untuk mencapai tujuan ini pengembalian oklusi normal pasien
menjadi hal yang terpenting.
1
BAB II
FRAKTUR MANDIBULA
2.1 Definisi Fraktur Mandibula
Fraktur didefinisikan sebagai deformitas linear atau terjadinya diskontinuitas
tulang yang disebabkan oleh rudapaksa.2
Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya
kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan trauma pada wajah
ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.2
2.2 Anatomi Mandibula
Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai
tempat menempelnya gigi geligi. Mandibula berartikulasi dengan basis kranii pada
sepasang sendi temporomandibular dan disangga oleh komplek ligamen-ligamen dan
neuromuskular. Komponen anatomi mandibula meliputi symphisis, parasymphisis,
body, angle, ramus, prosesus coronoid, condilus dan alveolar.1
Gambar 2.1. Anatomi Mandibula
2
Mandibula dibentuk oleh dua bagian simetris yang mengadakan fusi dalam
tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus, yaitu suatu lengkungan tapal
kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar yang mengarah keatas pada bagian
belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-masing ramus didapatkan dua buah
penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus. Prosessus
kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar dari korpus mandibula
pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum
yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang.
Bagian korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris
yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus mandibula
mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan korpus mandibula
kurang lebih 1 inchi dari simfisis didapatkan foramen mentalis yang dilalui oleh vasa
dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula cekung dan didapatkan
linea milohiodea yang merupakan origo m. Milohioid. Angulus mandibula adalah
pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi bawah korpus mandibula.
Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari dibawah
lobulus aurikularis. 3
Secara keseluruhan tulang mandibula ini berbentuk tapal kuda melebar di
belakang, memipih dan meninggi pada bagian ramus kanan dan kiri sehingga
membentuk pilar, ramus membentuk sudut 1200 terhadap korpus pada orang dewasa.
Pada yang lebih muda sudutnya lebih besar dan ramusnya nampak lebih divergens.
Dari aspek fungsinya, merupakan gabungan tulang berbentuk L bekerja untuk
mengunyah dengan dominasi (terkuat) m. Temporalis yang berinsersi di sisi medial
pada ujung prosesus koronoideus dan m. Masseter yang berinsersi pada sisi lateral
angulus dan ramus mandibula. M. Pterigodeus medial berinsersi pada sisi medial
bawah dari ramus dan angulus mandibula. M masseter bersama m temporalis
merupakan kekuatan untuk menggerakkan mandibula dalam proses menutup mulut.
M pterigoideus lateral berinsersi pada bagian depan kapsul sendi temporo-
3
mandibular, diskus artikularis berperan untuk membuka mandibula. Fungsi m
pterigoid sangat penting dalam proses penyembuhan pada fraktur intrakapsuler.
Pada potongan melintang tulang mandibula dewasa level molar II berbentuk
seperti ”U” dengan komposisi korteks dalam dan korteks luar yang cukup kuat.
Ditengahnya ditancapi oleh akar-akar geligi yang terbungkus oleh tulang kanselus
yang membentuk sistem haversian (osteons) diantara dua korteks tersebut
ditengahnya terdapat kanal mandibularis yang dilewati oleh syaraf dan pembuluh
darah yang masuk dari foramen mandibularis dan keluar kedepan melalui foramen
mentalis.
Lebar kanalis mandibula tersebut sekitar 3 mm ( terbesar) dan ketebalan
korteks sisi bukal yang tertipis sekitar 2.7mm sedang pada potongan level gigi
kaninus kanalnya berdiameter sekitar 1mm dengan ketebalan korteks sekitar 2.5-
3mm. Posisis jalur kanalis mandibula ini perlu diingat dan dihindari saat melakukan
instrumentasi waktu reposisi dan memasang fiksasi interna pada fraktur mandibula. 4
Gb. 2.2. Anatomi mandibula dari arah sagital
4
Gb. 2.4. Anatomi mandibula dari arah lateral5
Mandibula mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang merupakan
cabang pertama dari arteri maxillaris yang masuk melalui foramen mandibula
bersama vena dan nervus alveolaris inferior berjalan dalam kanalis alveolaris. Arteri
alveolaris inferior memberi nutrisi ke gigi-gigi bawah serta gusi sekitarnya kemudian
di foramen mentalis keluar sebagai a. Mentalis. Sebelum keluar dari foramen mentalis
bercabang menuju incisivus dan berjalan sebelah anterior ke depan didalam tulang.
Arteri mentalis beranastomosis dengan arteri fasialis, arteri submentalis dan arteri
labii inferior. Arteri submentalis dan arteri labii inferior merupakan cabang dari arteri
fasialis. Arteri mentalis memberi nutrisi ke dagu. Aliran darah balik dari mandibula
melalui vena alveolaris inferior ke vena fasialis posterior. Daerah dagu mengalirkan
darah ke vena submentalis, yang selanjutnya mengalirkan darah ke vena fasialis
anterior. Vena fasialis anterior dan vena fasialis posterior bergabung menjadi vena
fasialis communis yang mengalirkan darah ke vena jugularis interna. 6
5
Gambar 2.5. Gambar persarafan mandibula
2.3 Biomekanik Mandibula
Secara biomekanik, mandibula dapat dianggap seperti balok kantilever yang
menggantung pada 2 titik yang digambarkan dengan perlekatan sendi
temporomandibular (TMJ). Otot-otot mastikasi menghasilkan daya yang beraksi pada
balok tersebut dan gigi bertindak sebagai fulkrum.1
Mandibula memiliki mobilitas dan gaya yang sangat banyak, sehingga dalam
melakukan penanganan fraktur mandibula harus benar-benar diperhatikan
biomekanik yang terjadi. Gerakan mandibula dipengaruhi oleh empat pasang otot
yang disebut otot-otot pengunyah, yaitu otot masseter, temporalis, pterigoideus
lateralis dan medialis. Otot digastricus bukan termasuk otot pengunyah tetapi
mempunyai peranan yang penting dalam fungsi mandibula. 7
Pada waktu membuka mulut, maka yang berkontraksi adalah m. Pterigoideus
lateralis bagian inferior, disusul m pterigoideus lateralis bagian superior ( yang
berinsersi pada kapsul sendi) saat mulut membuka lebih lebar. Sedangkan otot yang
berperan untuk menutup mulut adalah m. Temporalis dan masseter dan diperkuat lagi
6
oleh m. Pterigoideus medialis. Kekuatan dinamis dari otot pengunyah orang dewasa
pada gigi seri ± 40kg, geraham ±90kg, sedang kekuatan menggigit daerah incisivus
±10kg, premolar ±15 kg. 5
2.4 Etiologi
Fraktur mandibula dapat terjadi akibat trauma atau karena proses patologis.
Fraktur mandibula akibat trauma dapat terjadi karena perkelahian, kecelakaan
lalulintas, kecelakaan kerja, luka tembak, jatuh ataupun trauma saat pencabutan gigi.
Fraktur patologis dapat terjadi karena kekuatan tulang berkurang akibat adanya kista,
tumor jinak atau ganas pada rahang, osteogenesis imperfecta, osteomyelitis,
osteomalacia, atrofi tulang secara menyeluruh atau osteoporosis nekrosis atau
metabolic bone disease. Akibat adanya proses patologis tersebut, fraktur dapat terjadi
secara spontan seperti waktu bicara, makan atau mengunyah. 8
Etiologi terjadinya fraktur mandibula menurut Barrera9 adalah sebagai
berikut:
a) Kecelakaan kendaraan bermotor : 43%
b) Penyerangan/perkelahian : 34%
c) Kecelakaan kerja : 7%
d) Jatuh : 7%
e) Kecelakaan olah raga : 4%
f) Penyebab lainnya : 5%
7
2.5 Insidensi
Gambar 2.6 Insidensi fraktur mandibula berdasarkan lokasi anatomi
Insidensi fraktur mandibula sesuai dengan lokasi anatomisnya adalah :
prosesus kondiloideus (29.1%), angulus mandibula (24.5%), symphisis dan
parasymphisis mandibula (22%), korpus mandibula (16%), dentoalveolar (3.1%),
ramus (1.7%), processus koroinoideus (1.3%). (8,11,12)
2.6 Klasifikasi fraktur Mandibula
Langkah pertama dalam mengembangkan rencana perawatan yang tepat untuk
mendukung solusi operasi yang tepat adalah menentukan dengan jelas tipe injury
yang diderita pasien.8 Banyak klasifikasi fraktur mandibula yang ditulis dalam
berbagai buku, namun secara garis besar dikelompokkan menjadi :
2.6.1 Klasifikasi fraktur secara umum : 10
a. Simple/closed : tanpa adanya hubungan dengan dunia luar dan tidak ada
diskontinuitas dari jaringan sekitar fraktur.
b. Compound atau open :fraktur berhubungan dengan dunia luar yang
melibatkan kulit, mukosa atau membran periodontal.
c. Greenstick : fraktur dalam dimana satu korteks tulang patah dan kortek
lainnya bengkok. Biasanya terjadi pada anak karena periosteum tebal.
8
d. Comninuted : fraktur terdapat adanya fragmen yang kecil bisa berupa
fraktur simple atau compound.
e. Multiple : fraktur yang terjadi pada dua atau lebih garis fraktur pada tulang
yang sama tanpa adanya hubungan dengan satu sama lain.
f. Impacted : fraktur dengan salah satu fragmen fraktur di dalam fragmen
fraktur yang lain.
g. Atrophic : fraktur spontan yang terjadi pada tulang yang atrofi seperti pada
atrofi tulang rahang edentulous.
h. Indirect fracture : fraktur yang terjadi jauh dari lokasi trauma.
Gambar 2.7. Jenis fraktur (A) Simple fracture (B) compound fracture (C) comminuted fracture, (D) impacted fracture di daerah subcondylar kanan dan patholigic fracture didaerah angulus kiri, (E) direct dan indirec fraktur
2.6.2 Klasifikasi fraktur mandibula menurut lokasi anatomis terbagi sebagai
berikut:8,9
a) Alveolar : fraktur yang terjadi sebatas daerah dukungan gigi mandibula tanpa
mengganggu kontinuitas struktur tulang dibawahnya.
9
b) Symphysis : fraktur di daerah insisivus yang berjalan dari prosessus alveolaris
melewati border inferior mandibula dalam arah vertikal.
c) Parasimfisis : fraktur yang terjadi diantara foramen mentale dan aspek distal
insisivus lateral mandibula meluas dari prosessus alveolaris melewati border
inferior mandibula.
d) Body/Korpus : fraktur yang terjadi di daerah antara foramen mentale dan
bagian distal molar kedua mandibula meluas dari prosessus alveolaris
melewati border inferior mandibula.
e) Angulus/Angle : fraktur distal molar kedua mandibula meluas dari titik mana
saja kurva yang dibentuk oleh pertemuan body dan ramus didaerah retromolar
ke kurva yang dibentuk border inferior body mandibula dan border posterior
ramus mandibula.
f) Ramus : fraktur dimana garis fraktur meluas secara horizontal melalui border
anterior dan posterior ramus atau yang berjalan vertikal dari sigmoid notch ke
border inferior mandibula
g) Prosesus Kondilus : fraktur yang berjalan dari sigmoid notch ke border
posterior ramus mandibula sepanjang aspek superior ramus.
h) Prosesus Koronoid
Gambar 2.8. Lokasi fraktur (Fonseca, 2002)
10
Symphisis
2.6.3 Berdasar ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur ;
a. kelas I : gigi ada pada kedua bagian garis fraktur,
b. kelas II : gigi hanya ada pada satu bagian dari garis fraktur,
c. kelas III : tidak ada gigi pada kedua fragmen, mungkin gigi sebelumnya
memang sudah tidak ada (edentolous), atau gigi hilang saat
terjadi trauma.
Gambar. 2.9. Tipe fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi
2.6.4.Berdasar arah fraktur dan kemudahan fragmen fraktur untuk direposisi.
Efek kerja otot pada fragmen fraktur merupakan hal yang penting
untuk digunakan sebagai dasar klasifikasi fraktur angulus dan korpus. Jenis
fraktur ini dapat diklasifikasikan sebagai.
(1) vertically favorable atau unfavorable dan
(2) horizontally favorable atau unfavorable.
Kriteria favorable dan unfavorable berdasarkan arah satu garis fraktur
terhadap gaya otot yang bekerja pada fragmen tersebut. Disebut favorable
apabila arah fragmen memudahkan untuk mereduksi tulang waktu reposisi
sedangkan unfavorable bila garis fraktur menyulitkan untuk reposisi.
11
Otot-otot yang melekat pada ramus (masseter, temporal dan ptrigoid
medialis) akan memindahkan segmen fraktur ke atas dan medial bila fraktur
tersebut vertically dan horizontally unfavorable. Kebalikannya, otot-otot yang
sama akan menstabilkan fragmen tulang pada fraktur vertically dan
horizontally favorable. Apabila fraktur terjadi pada daerah kaninus maka
simfisis mandibula akan bergeser ke arah posterior dan inferior oleh karena
tarikan otot digastrikus, geniohyoid dan genioglosus.
Gambar 2.10 Fraktur tipe vertically favorable atau unfavorable dan horizontally favorable atau unfavorable 13
2.7 Diagnosis Fraktur Mandibula
Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur
mandibula harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari pemeriksaan awal
12
(primar survey) yang meliputi pemeriksan airway, breathing, circulation dan
disability. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula harus diperhatikan
adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur
mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi
darah dan clot.
Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil, dilanjutkan
dengan dengan pemeriksaan lanjutan secondary survey yaitu pemeriksaan
menyeluruh dari ujung rambut sampai kepala.
Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa, apabila
merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme traumanya (mode of
injury), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2.7.1 Anamnesa Riwayat trauma yang akurat dapat menjadi informasi yang bernilai untuk
penegakan diagnosis dan penentuan perawatan. Namun, pada pasien yang
mendapat cedera pada daerah kepala, biasanya sulit atau tidak memungkinkan
untuk menjelaskan riwayat trauma yang telah terjadi. Pada situasi ini, riwayat
trauma dapat diperoleh dari petugas unit gawat darurat, perawat, orang yang
mendampingi yang pasien, atau siapapun yang melihat dengan jelas bagaimana
trauma terjadi (9).
Mendapatkan riwayat yang adekuat dari pasien trauma maksilofasial
adalah sulit, karena biasanya mereka tidak mampu merespon dengan baik.
Keadaan tidak sadar (koma), syok, amnesia, dan intoksikasi merupakan
hambatan yang sering terjadi dalam menjalin komunikasi dengan pasien.
Sumber terbaik yang dapat digunakan adalah keluarga dekat yang
menemaninya, temannya, polisi, atau pekerja pada unit gawat darurat. Penting
dicatat mengenai tanggal, waktu, tempat kejadian, dan peristiwa yang khusus.
Apabila cedera disebabkan karena kecelakaan mobil, apakah korban bertindak
sebagai pengemudi atau penumpang, apakah ia memakai sabuk pengaman yang
13
putus? Apabila pasien merupakan korban kejahatan, apakah digunakan senjata
tertentu? Apakah pasien jatuh atau tidak sadar. Kondisi medis resiko tinggi,
alergi, dan tanggal imunisasi tetanus juga harus dicatat. Penting juga dicatat ada
tidaknya tanda-tanda kecanduan alkohol dan obat-obatan, karena tingkat
kesadaran dipengaruhi oleh obat-obatan tersebut. Informasi mengenai waktu
makan dan minum yang terakhir sangat penting apabila akan dilakukan anestesi
umum 8.
Menurut Hupp, langkah pertama pada setiap proses diagnostik adalah
memperoleh sebuah riwayat trauma yang akurat. Riwayat trauma yang akurat
sebaiknya diperoleh dari pasien, yang meliputi informasi tentang who, when,
where, and how. Operator harus menanyakan pertanyaan-pernyataan kepada
pasien, orangtua pasien, atau seseorang yang menyertainya, antara lain :
a. Siapa pasien tersebut? Jawabannya meliputi nama pasien, umur, alamat,
nomor telepon, dan data demografi lainnya.
b. Kapan trauma itu terjadi? Pertanyaan ini merupakan salahsatu pertanyaan
penting karena beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa semakin
cepat gigi avulsi dapat direposisi, maka semakin baik prognosisnya. Sama
halnya dengan hasil yang diperoleh dari perawatan fraktur alveolar yang
disebabkan oleh penanganan yang terlambat.
c. Dimana trauma itu terjadi? Pertanyaan ini penting karena kemungkinan
terdapat kontaminasi bakteri atau kimia.
d. Bagaimana trauma itu terjadi? Trauma yang alami dapat memberikan
perkiraan tentang hasil cedera jaringan akan seperti apa nantinya. Sebagai
contoh, penumpang mobil yang terlempar ke depan dashboard dengan
kekuatan besar, selain dapat merusak beberapa gigi juga dapat
menyebabkan cedera leher yang tersembunyi.
e. Perawatan apa yang telah diberikan sejak trauma terjadi (bila ada)? Dari
pertanyaan ini didapatkan informasi mengenai kondisi awal dari daerah
14
cedera. Seperti pertanyaan, bagaimana gigi yang avulsi disimpan sebelum
diberikan kepada dokter gigi?
f. Apakah ditemukan adanya gigi atau serpihan gigi ditempat kejadian
trauma? Sebelum diagnosis dan rencana perawatan ditentukan, harus
terlebih dahulu diketahui jumlah gigi pasien sebelum trauma terjadi. Jika
selama pemeriksaan klinis ditemukan adanya gigi atau mahkota gigi yang
hilang dan tidak dapat diperkirakan apakah gigi atau mahkota gigi tersebut
hilang di tempat kejadian, maka diperlukan pemeriksaan radiografi pada
jaringan lunak sekitar mulut, dada, dan regio perut untuk memastikan ada
atau tidaknya gigi atau mahkota gigi tersebut di dalam jaringan atau rongga
badan lainnya.
g. Bagaimana status kesehatan umum pasien? Penting diketahui tentang
riwayat kesehatan umum dari pasien tersebut sebelum dilakukan perawatan,
yang meliputi ada atau tidaknya alergi terhadap obat, kelainan jantung,
kelainan darah, penyakit umum lainnya, dan riwayat penyakit terakhir yang
diderita sebelum trauma.
h. Apakah pasien mengalami mual, muntah, pingsan, amnesia, sakit kepala,
gangguan penglihatan, atau kebingungan setelah kejadian? Bila jawabannya
ya maka kemungkinan ada indikasi cedera intrakranial dan operator harus
segera melakukan konsultasi medis.
i. Apakah ada gangguan oklusi? Apabila jawabannya ya maka kemungkinan
ada indikasi pergeseran gigi atau fraktur dentoalveolar ataupun fraktur
rahang
2.7.2 Pemeriksaan fisik
Dari inspeksi dilihat ada tidaknya deformitas, luka terbuka dan evaluasi
susunan / konfigurasi gigi saat menutup dan membuka mulut, menilai ada/tidaknya
maloklusi. Dilihat juga ada/tidaknya gigi yang hilang atau fraktur. Pada palpasi
dievaluasi daerah TMJ dengan jari pada daerah TMJ dan penderita disuruh buka-
15
tutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri, deformitas atau dislokasi. Untuk memeriksa
apakah ada fraktur mandibula dengan palpasi dilakukan evaluasi false movement
dengan kedua ibu jari di intraoral, korpus mandibula kanan dan kiri dipegang
kemudian digerakkan keatas dan kebawah secara berlawanan sambil diperhatikan
disela gigi dan gusi yang dicurigai ada frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak
sinkron antara kanan dan kiri maka false movement +, apalagi dijumpai perdarahan di
sela gusi 3.
Gambar 2.11. Palpasi pada batas inferior mandibula (A) Area preaurikular (B) kelainan mengindikasikan kemungkinan fraktur
Gambar 2.12. Metode bimanual palpasi untuk evaluasi false movement pada mandibula
16
2.7.3 Pemeriksaan penunjang
Pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang secara
radiologis untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Setiap pemeriksaan
radiologis diharapkan menghasilkan kualitas gambar yang meliputi area yang
dicermati yaitu daerah patologis berikut daerah normal sekitarnya.4 Pemeriksaan
yang dilakukan dapat berupa foto Rontgen, CT Scan atau MRI. Beberapa teknik
Rontgen dapat digunakan untuk melihat adanya fraktur mandibula antara lain ;
a. Foto skull AP/Lateral
Gambar 2.14. Gambaran foto dengan proyeksi PA menunnjukkan adanya fraktur pada parasimfisis kanan dan kondilus kiri 11
17
Gambar 2.13 Foto intraoral menunjukkan gambaran fraktur mandibula yang jelas,
terlihat dari adanya step pada dataran gigi rahang bawah
Gambar 2.13. Pasien dengan relasi oklusal yang abnormal. Kontak oklusi hanya didapat
pada regio molar, menunjukkan kemungkinan fraktur kondilus
b. Foto Lateral Oblique
Gambar 2.15. Gambaran foto proyeksi lateral oblique menunjukkan fraktur pada korpus mandibula 11
c. Foto Oklusal
Gambar 2.16. Foto proyeksi oklusal memperlihatkan suatu fraktur pada daerah simfisis 11
d. Foto Eisler
Foto ini dibuat untuk pencitraan mandibula bagian ramus dan korpus, dibuat
sisi kanan atau sisi kiri sesuai kebutuhan.
18
Gambar 2.17. Foto proyeksi Eisler 11
e. Towne’s view Dibuat untuk melihat proyeksi tulang maksila, zigoma dan mandibula
Gambar 2.18. Foto Towne’s yang memperlhatkan gambaran fraktur angulus mandibula kiri
f. Reverse Towne’s View
Dilakukan untuk melihat adanya fraktur leher kondilus mandibula terutama
yang terdorong ke medial dan bisa juga melihat dinding lateral maksila.
19
Gambar 2.19. Foto proyeksi Reverse Towne menunjukkan fraktur pada daerah sub kondilus
g. Panoramik. Disebut juga pantomografi atau rotational radiography dibuat untuk
mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus kanan sampai kondilus kiri
beserta posisi geliginya termasuk oklusi terhadap gigi maksila. Dibuat film
didepan mulut pada alat yang rotasi dari pipi kanan ke pipi kiri, sinar-x juga
berlawanan arah rotasi dari arah tengkuk sehingga tercapai proyeksi dari
kondulus kanan sampai kondilus kiri.
Keuntungan panoramik adalah ; cakupan anatomis yang luas, dosis
radiasi rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita
trismus,. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis yang jelas
daerah periapikal sebagaimana yang dihasilkan foto intra oral
20
Gambar 2.20. Foto panoramik menunjukkan gambaran suatu fraktur simfisis 11
h. CT Scan
Pemeriksaan ini pada kasus emergensi masih belum merupakan pemeriksaan
standar. Pusat pelayanan yang telah maju dalam penggunaan modalitas ini telah
menggunakan CT Scan terutama untuk fraktur maksilofasial yang sangat kompleks.
Pemeriksaan ini memberikan banyak informasi mengenai cidera di bagian dalam.
Gambar 2.21.. CT scan menunjukkan gambaran fraktur pada simfisis mandibula 11
21
Gambar 2.22. CT Scan 3D menunjukkan fraktur simfisis mandibula
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Gambar 2.23. MRI buka – tutup pada suatu gangguan pada discus artikularis akibat fraktur mandibula 11
22
2.8 Pertimbangan Khusus Pada Fraktur Mandibula10,13
2.8.1 Gigi Pada Garis Fraktur
Beberapa penelitian menyatakan bahwa tidak semua gigi yang dekat dengan
garis fraktur perlu dicabut bila terapi antibiotik dan fiksasi rigid diterapkan
sewajarnya.
Indikasi klinis untuk pencabutan gigi pada garis fraktur antara lain :
a) Gigi yang jelas sekali mobility dengan kelainan periapikal atau penyakit
periodontal yang signifikan.
b) Erupsi sebagian gigi M3 dengan pericoronitis atau berhubungan dengan kista.
c) Gigi yang menghalangi reduksi fraktur yang adekuat.
d) Gigi dengan fraktur akar
e) Gigi dengan permukaan akar yang terbuka dari apeks hingga margin gingiva
f) Tertunda cukup lama dari waktu fraktur untuk mendapatkan perawatan.
2.8.2 Fraktur Kondilus
Penanganan fraktur kondilus masih merupakan topik yang kontroversial
dalam bidang oral and maxillofacial surgery. Tujuan perawatan fraktur mandibula
termasuk pengembalian bentuk dan fungsi yang meliputi perbaikan oklusi, jangkauan
pergerakan dan simetris wajah.
MacLennan mengembangkan sistem klasifikasi yang menggambarkan derajat
pergeseran fraktur kondilus yang berguna dalam memilih rencana perawatan operasi.
a) Tipe I : fraktur non displaced.
b) Tipe II : fraktur melibatkan deviasi segmen proksimal atau kondilar dengan
sedikit angulasi tetapi tidak terdapat overlap atau pemisahan
segmen fraktur.
c) Tipe III : fraktur kondilus displaced dan segmen fraktur overlap
d) Tipe IV : dislokasi fraktur dimana kondilus seluruhnya berpindah keluar dari
fossa dan kapsul yang membatasinya.
23
Gambar 2.24. Klasifikasi MacLennan fraktur kondilus dan anak panak menunjukkan arah daya : (A) Fraktur non-displaced, (B) Fraktur Deviasi, (C-E) Displaced fractures dan (F)
Dislocated fractures
Kebanyakan fraktur kondilus lebih baik dirawat dengan closed reduction.
Penanganan fraktur kondilus pada saat ini termasuk tehnik endoskop. Open reduction
digunakan pada keadaan dimana closed reduction tidak memungkinkan atau disfungsi
mandibula akan terjadi jika open redution tidak dilakukan. Disfungsi mandibula
dapat dihubungkan dengan dislokasi fraktur yang menyebabkan mekanisme berhenti,
perpindahan kondilus kedalam middle cranial fossa, benda asing dalam ruang sendi
atau dislokasi ekstrakapsular lateral kondilus.
Indikasi absolut untuk open reduction fraktur kondilus :
a) Fraktur yang menghalangi penempatan gigi keadaan stabil dan oklusi dapat
direproduksi.
b) Dislokasi fraktur yang menyebabkan secara mekanis berhenti dan
menghalangi fungsi mandibula.
24
c) Dislokasi kepala kondilus ke dalam middle cranial fossa.
d) Benda asing dalam ruang sendi.
e) Dislokasi ekstrakapsular lateral kondilus.
Indikasi relatif untuk open reduction fraktur kondilus :
a) Kondisi Kesehatan yang tidak memungkinkan dengan fiksasi
maxillomandibular.
b) Fraktur kondilus bilateral dan fraktur comminuted midface
c) Fraktur kondilus bilateral yang menghalangi kestabilan dan pengembalian
oklusi
d) Fraktur displaced kondilus dan ketidakmampuan menggunakan fiksasi
maxillomandibular karena tidak adanya gigi palsu sebelumnya atau resorpsi
alveolar yang berat yang menghalangi pembuatan splint.
2.8.3. Fraktur Comminuted
Penanganan fraktur comminuted mandibula patut mendapat pertimbangan
khusus karena secara teknis fraktur ini lebih sulit untuk diperbaiki dan tingkat
terjadinya komplikasi lebih tinggi. Alasan tingkat komplikasinya lebih tinggi
meliputi:
a) Untuk menghasilkan farktur ini diperlukan daya yang besar disekitar jaringan
injury.
b) Secara teknis lebih sulit untuk mereduksi dan mendapatkan stabilitas dari
segmen fraktur.
c) Resiko terjadinya iskemi atau nekrotik avaskular dari segmen tulang.
Walaupun tulang tengkorak maxillofacial kaya akan suplai vaskular, fragmen
fraktur yang lebih kecil dalam fraktur comminuted dapat kehilangan suplai darah dan
menjadi nekrosis yang dapat menyebabkan infeksi atau non-union fraktur
Pada beberapa keadaan fragmen tulang dapat digantikan sebagai graft tulang
bebas dengan aplikasi screw fiksasi. Penggunaan locking reconstruction plate cocok
untuk memperbaiki fraktur comminuted mandibula yang besar. Jenis fiksasi ini
25
memungkinkan pembedah untuk mengkat daerah comminuted dan memfiksasi plate
ke proksimal dan distal segment tulang yang intak. Fragmen comminuted kemudian
dapat direduksi dan distabilkan menggunakan srew positional.
2.8.4. Fraktur Edentulous Mandibula
Edentulous mandibula memberikan tantangan tersendiri bagi ahli bedah.
Tulang yang tipis dan suplai darah yang sedikit membuat penanganan fraktur ini
sungguh sulit. Nonunion adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada perawatan
fraktur ini. Pada pasien edentulous, penyatuan fraktur merupakan pertimbangan
objektif utama sedangkan oklusi tidak dipertimbangkan.8
Atropi mandibula adalah faktor etiologi fraktur itu sendiri dan pertimbangan
masalah dalam memperbaiki injury. Metode penanganan sebelumnya meliputi closed
reduction fraktur menggunakan gigi palsu pasien dengan circumskeletal wires,
external fixators, internal wires, plat dan screw kecil (baik sub dan supra periosteal),
rekontruksi plat dan screw 13
Kebanyakan fraktur edentulous mandibula terjadi pada body dan kondilus
daripada daerah angle atau parasymphisis. Tanpa gigi geligi untuk stabilisasi segmen,
sebagian besar segmen edentulous secara signifikan akan displaced dari tarikan otot
pada tulang yang lebih lemah dan lebih kecil.
Tingkat atropi adalah faktor pertimbangan dalam menentukan pilihan
pembedahan. Closed reduction untuk fraktur edentulous mandibula merupakan
pilihan perawatan efektif, tetapi pasien harus memiliki kondisi-kondisi yang
menguntungkan antara lain :
a) Kualitas dan kuantitas tulang cukup
b) Pembengkakan minimal
c) Bentuk ridge bagus
d) Kedalaman vestibulum cukup
e) Angulasi fraktur favorable
f) Potensi penyembuhan baik
26
Imobilisasi segmen akan sulit walaupun prostetik sangat pas. Close reduction
adalah pilihan yang reasonable pada pasien yang tidak dapat ataupun tidak
menginginkan tindakan yang lebih ekstensif. Periode fiksasi maxillomandibula yang
lebih lama direkomendasikan pada pasien yang lebih tua untuk memastikan
penyembuhan yang cukup. Kontraindikasi fiksasi maxillomandibula meliputi
penyakit psikiatri, perubahan status neurologi yang signifikan dan status pulmory atau
nutrisi yang secara signifikan membahayakan.
Open reduction dengan aplikasi fiksasi internal rigid ukuran yang memadai
memberikan stabilisasi dan penyembuhan yang bisa lebih diprediksi untuk fraktur
edentulous. Kerugian tehnik ini meliputi kemungkinan besar tertekannnya syaraf,
dibutuhkan pembukaan periosteal yang luas dan penggunaan screw yang lebih besar
yang dapat mematahkan mandibula yang atropi berat pada saat pemasangannya. Plate
dan screw yang lebih kecil dapat digunakan dengan pembukaan periosteal yang lebih
sedikit dan penempatan screw yang lebih tepat.
Untuk reduksi dan stabilisasi segmen mandibula yang adekuat diperlukan
pertimbangan jumlah banyaknya tulang yang ada dalam penatalaksanaan fraktur
edentulous mandibula. Pada mandibula yang mengalami atropi berat penyembuhan
kemungkinan tidak terjadinya walaupun prinsip open reduction dan fiksasi internal di
aplikasin dengan baik. Pada keadaan tersebut penanganan meliputi rekontruksi garft
tulang pada saat perbaikan fraktur.
2.8.5 Fraktur mandibula anak
Mandibula lebih mudah mengalami injury pada semua kelompok umur
dibandingkan tulang wajah tengah. Pola fraktur tergantung tingkat perkembangan
mandibula. Tekanan fraktur kondilus adalah keadaan yang biasa pada awal masa
anak-anak karena leher kondilus pendek tebal dan perbandingan tulang cancellous
kortikal tinggi. Resiko fraktur leher kondilus meningkat seiring perkembangan anak
dan pemanjangan leher kondilus.
27
Gambar 2.25 . Perbandingan kondilus dewasa dan anak. (A) leher kondilus relatif sempit dan permukaan artikular tebal (B) leher kondilus relatif luas
dan permukaan artikular tipis
Suplai vaskularisasi mandibila berasal dari suplai periosteum dan endosteal.
Suplai darah dari endosteal lebih menonjol pada anak-anak sementara suplai darah
dari periosteum lebih penting pada dewasa sehingga potensial penyembuhan pada
tulang anak lebih besar.
Perbedaan anatomi antara ana dengan dewasa mempengaruhi kejadian dan
pola fraktur.Pasien anak seringkali memungkinkan displace yang minimal atau
fraktur greenstick mandibula karena elastisitas mandibula yang lebih besar dan
adanya perkembangan benih gigi
Pemeriksaan klinis pada pasien trauma anak sama dengan pada pasien dewasa
yaitu : maloklusi, pembukaan mulut terbatas, deviasi pada pembukaan mulut, injury
pada gigi yang terkait, ekimosis dan laserasi intra oral. Pemeriksaan foto panoramik
merupakan pilihan untuk mengevaluasi fraktur mandibula anak.
Non-displaced fraktur pada pasien anak yang sudah mengerti dan dapat
mematuhi intruksi dapat dirawat secara konservatif dengan diet cair dan observasi
ketat. Kebanyakan fraktur lain terutama yang terjadi pada anak yang mendekati
remaja perawatan dilakukan dengan imobilisasi selama 2 minggu. Penempatan
interdental wire dan arch bar pada gigi sulung atau gigi dewasa yang baru erupsi suit
dan seringkali tidak memungkinkan. Imobilisasi harus dilakukan baik pada acrylic
lingual splint dan circummandibular wire atau fiksasi maxillomandibular dengan
circumskeletal wire.
28
BAB III
PENATALAKSANAAN FRAKTUR MANDIBULA
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan
seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk
penanganan syok (circulaation), penaganan luka jaringan lunak dan imobilisasi
sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah
penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara
tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction)), fiksasi fragmen
fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak
bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.2
Tujuan utama penatalaksanaan fraktur mandibula adalah mengembalikan
oklusi yang stabil, mengembalikan bidang pergerakan yang adekuat, mengembaikan
bentuk wajah dan lengkung mandibula, mengembalikan fungsi tanpa sakit, mencegah
internal derangement sendi temporomandibula dan mencegah gangguan
perkembangan mandibula.13
Evaluasi klinis secara keseluruhan dilakukan dengan teliti, pemeriksaan klinis
fraktur dilakukan secara benar, kerusakan gigi dievaluasi dan dirawat bersamaan
dengan perawatan fraktur mandibula, mengembalikan oklusi merupakan tujuan dari
perawatan fraktur mandibula. Apabila terjadi fraktur mulitple di wajah, fraktur
mandibula lebih baik dilakukan perawatan terlebih dahulu dengan prinsip dari dalam
keluar, dari bawah keatas..
Penanganan fraktur mandibula secara umum dibagi menjadi 2 metode yaitu
closed reduction dan open reduction.
3.1. Closed Reduction
Adalah suatu penanganan fraktur mandibula secara konservatif, yaitu dengan
melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis fraktur dan imobilisasi dengan
interdental wiring atau eksternal pin fixation.
29
Indikasi untuk closed reduction antara lain ;
a. Favorable fracture :
closed reduction mengurangi resiko keadaan tidak sehat
b. Comminuted fracture :
Comminuted fracture dirawat sebagai kantung tulang selama periosteum
intak. Suplai darah yang baik dari wajah akan memfasilitasi fragmen tulang
kecil untuk bersatu dan sembuh, sedangkan open reduction akan
membahayakan suplai vaskular fragmen fraktur.
c. Fraktur atropi berat edentulous mandibula :
Open reduction membutuhkan pembukaan periosteum yang merupakan
sumber utama suplai darah untuk edentulous mandibula. Oleh karena itu
closed reduction menjadi pilihan perawatan. dengan menggunakan protesa
mandibula “gunning splint” dan sebaiknya dikombinasikan dengan kawat
circum mandibula- circumzygomaticum.
d. Kurangnya soft tissue yang menutupi tempat fraktur :
Plate tulang, screw, wire berpengaruh dengan penyambungan tulang oleh
kerusakan yang lebih lanjut dari soft tissue yang menutupinya.
e. Fraktur pada anak-anak yang melibatkan perkembangan gigi geligi :
Open reduction merupakan resiko terhadap perkembangan benih gigi.
f. Fraktur koronoid :
Fraktur ini biasanya tidak membutuhkan perawatan kecuali terdapat gangguan
oklusi atau melibatkan kerusakan pada lengkung zigomatikus
g. Fraktur kondilus :
Umumnya perawatan dilakukan dengan closed reduction ketika gangguan
oklusi minimal dan pada kasus non-displaced fracture
Teknik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed reduction
adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur daerah
kondilus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibula
30
Beberapa teknik fiksasi intermaksilaris 6 ;
a. Teknik Gilmer
Merupakan teknik yang mudah dan efektif tetapi mempunyai kekurangan
yaitu mulut tidak dapat dibuka untuk melihat daerah fraktur tanpa mengangkat
kawat. Kawat tersebut dilingkarkan pada leher gigi, kemudian diputar searah
jarum jam sampai tegang. Dilakukan pada gigi atas dan bawah sampai oklusi
baik. Kemudian kedua kawat atas dan bawah digabungkan dan diputar dengan
hubungan vertikal maupun silang, untuk mencegah tergelincir ke anterior dan
posterior.
Gambar 3.1 IMF dengan metode Gilmer
b. Teknik eyelet (ivy loop) Keuntungan teknik ini bahan mudah didapat dan sedikit menimbulkan
kerusakan jaringan periodontal serta rahang dapat dibuka dengan hanya
mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah putus waktu
digunakan untuk fiksasi intermaksiler.
31
Gambar 3.2 Eyelet (ivy loop)
c. Teknik continous loop (stout wiring)
Terdiri dari formasi loop kawat kecil yang mengelilingi arkus dentis bagian
atas dan bawah, dan menggunakan karet sebagai traksi yang
menghubungkannya
Gambar 3.3. Stout wiring, kawat melewati interdental space antara molar kedua dan tiga
Gambar 3.4. Band elastik atau kawar pada ligatur Stout
32
d. Teknik arch bar
Indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak cukup untuk
pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila, didapatkan fragmen
dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai
dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris.
Keuntungan penggunaan arch bar ialah mudah didapat, biaya murah, mudah
adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah menyebabkan keradangan pada
ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat digunakan pada penderita
dengan edentulous luas.
Gb. 3.5. Wiring dengan teknik arch bar menggunakan Erich bar
Gb. 3.6. Wiring dengan teknik arch bar menggunakan Jalenko
33
e. Teknik Kazanjian
Dengan menggunakan kawat yang kuat untuk tempat karet dipasang
mengelilingi bagian leher gigi. Teknik ini untuk gigi yang hanya sendiri atau
insufisiensi pada bagian dari pemasangan arch bar.
Gambar. 3.7. IMF dengan elastic band pada Kazanjian buttons
f. Teknik Bone Screw
Sistem lain untuk mencapai fiksasi maxillomandibula menggunakan IMF
bone screw. Potensi komplikasi pada sistem ini adalah kondilus dapat tertarik
dari fossa pada pasien yang tidak memiliki gigi geligi posterior jika kawat
ditarik terlalu kuat.
34
Gambar 3.8 . Intermaxillary fixation (IMF) bone screw dan maxillomandibula fixation wire
3.2 Open Reduction
Open reduction adalah tindakan operasi untuk melakukan koreksi defromitas-
maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah dengan melakukan fiksasi
dengan interosseus wiring atau dengan mini plat+skrup serta imobilisasi dengan
menggunakan interdental wiring.
Indikasi untuk open reduction antara lain :
a. Unfavourable fracture pada sudut mandibula.
b. Unfavourable fracture pada symphisis atau korpus mandibula.
Bila dikerjakan dengan reposisi tertutup, fraktur jenis ini cenderung untuk
terbuka pada batas inferior sehingga mengakibatkan maloklusi.
c. Displaced fraktur kondilus bilateral
d. Perawatan tertunda dari fragmen fraktur non-contacting displaced.
e. Malunions diperlukan osteotomi.
f. Fraktur mandibula dimana maksila lawannya edentulous
g. Fraktur edentulous mandibula dengan displacement yang hebat.
h. Kasus dimana closed reduction merupakan kontra indikasi.
35
i. Medical compromised pasien. Kelompok pasien ini antara lain pasien dengan
penurunan fungsi paru, gangguan GI dan pasien dengan gangguan psikiatri
atau neurologis.
j. Multiple fraktur tulang wajah dimana tulang mandibula harus difiksasi
terlebih dahulu sehingga menghasilkan patokan yang stabil dan akurat untuk
rekonstruksi.
k. Fraktur lain : pertimbangan open reduction dengan bone graf pada fraktur
edentulous mandibula atrofi hebat dengan displacement segmen fraktur yang
berat atau nonunion setelah closed reduction fraktur edentulous mandibula
atrofi hebat.
Untuk mencapai fraktur dapat dilakukan insisi baik di intra oral maupun ekstra
oral. Daerah insisi saat pembedahan di pilih yang paling dekat dengan fraktur dan
yang paling sedikit menimbulkan kerugian.
Empat metode insisi di daerah wajah adalah 4.8,13 :
1. Intraoral
a. Keuntungannya dibanding pendekatan ekstra oral adalah lebih mudah
dilakukan dan tidak menyebabkan jaringan parut ekstra oral.
b. Kemungkinan komplikasi dan infeksi persentasenya hampir sama dengan
pendekatan ekstra oral.
c. Fraktur simfisis dan parasimfisis dapat diakses melalui insisi genioplasti.
Perhatikan serabut saraf mentalis agar tidak terpotong.
d. Fraktur korpus, angulus dan ramus dapat diakses melalui insisi di
vestibular yang dapat memanjang hingga linea oblique setinggi dataran
oklusal mandibula.
36
Gambar 3.9. Pendekatan intra oral untuk reduksi fraktur symphisis dan parasymphisis
2. Submandibula
a. Sering disebut Risdon Approach.
b. Insisi dilakukan 2 cm di bawah sudut mandibula pada lipatan kulit.
c. Lebar insisi sekitar 4-5 cm
Gambar 3.10. Insisi submandibular
3. Retromandibular
a. Pertama kali diperkenalkan oleh Hinds dan Girotti (1967)
b. Insisi dilakukan kurang lebih 0,5 cm dibawah lubang telinga dan meluas
ke arah inferior 3 – 3.5 cm di daerah batas posterior mandibula yang
dapat memanjang ke bawah sudut mandibula.
37
Gambar 3.11. Insisi retromandibula
4. Preaurikular
a. Pendekatan ini paling baik untuk membuka daerah TMJ.
b. Insisi dilakukan pada lipatan preaerikular, kurang lebih sepanjang 2,5-3,5
cm.
d. Perhatikan agar tidak melakukan insisi ke arah inferior, karena dapat
melukai saraf fasialis yang masuk ke batas posterior glandula parotis.
Gb. 3.12. Insisi preaurikular
38
Ada dua macam fiksasi pada intermaksilar :
1. Wire Intraosteal Wiring (Wire osteosynthesis)
Wire Intraosteal Wiring dapat ditempatkan intraoral maupun ekstra oral satu
dari tiga teknik dasar:
a) Simple straight wire
Kawat harus diletakkan sehingga arah tarikannya tegak lurus tempat
fraktur. Tehnik ini dapat melalui cortical plate bukal dan lingual atau
mungkin digunakan pada cortical plate bukal saja. Teknik ini sangat
berguna pada fraktur daerah sudut dimana soket molar ketiga dapat
dengan mudah dan cepat digunakan untuk simple straight buccal cortex
wire.
b) Figure-of-eight wire
Teknik wiring ini terbukti meningkatkan kekuatan dibandingkan dengan
simple technique pada batas inferior dan superior fraktur angulus
c) Transosseous circum-mandibular wiring (Obwegeser’s technique)
Teknik ini sangat berguna ketika fraktur berjalan oblique dibandingka
dengan border inferior mandibula. Jika garis fraktur terlau vertikal kawat
dapat berpindah kedalam garis fraktur.
39
Gambar 3.13. A. Simple wiring technique, B. Figure-of-eight wire, C.Transosseous circum-mandibular wire
2. Fiksasi dengan plat atau screw
Terdapat dua jenis metode fikasasi fraktur, yaitu load bearing osteosynthesis
dan load sharing osteosynthesis:
Gambar. 3.14. Load bearing osteosynthesis (A) dan load sharing osteosynthesis (B)
a. Load bearing osteosynthesis
Plat yang kaku menahan tekanan saat fungsi di daerah fraktur. Hal ini
didapat dengan mengunci plat rekonstruksi. Indikasi yaitu untuk
penatalaksanaan fraktur pada edentulous atropi, fraktur kominuted dan
fraktur mandibula kompleks lainnya.
40
(A)
(B)
Gb. 3.15. Load bearing osteosynthesis
b. Load sharing osteosynthesis
Stabilitas daerah fraktur didapat dari resistensi friksional antara tepi tulang
dan benda yang digunakan untuk fiksasi. Contoh load sharing
osteosynthesis adalah fiksasi dengan lag screw, compression plating. Load
sharing osteosynthesis tidak dapat digunakan dalam petalaksanaan fraktur
kominuted kerena kurangnya dukungan tulang di daerah fraktur.
Gambar. 3.16. Load sharing osteosynthesis dengan lag screw
Contoh lain load sharing osteosynthesis adalah teknik fiksasi dengan
menggunakan miniplate yang dipopulerkan oleh Champy. Teknik ini
disebut juga fiksasi semi rigid.
41
Gambar. 3.17. Teknik fiksasi dengan miniplate Champy
Champy mempopulerkan penatalaksanaan fraktur mandibula dengan
fiksasi miniplate yang ditempatkan pada ideal lines of osteosynthesis.
Teknik ini dapat digunakan pada simple fracture yang masih memiliki
dukungan tulang yang memadai.
Gambar. 3.18. Champy’s ideal lines of osteosynthesis
Ellis menyatakan berdasarkan penelitian yang dilakukannya, pada fraktur
angulus mandibula dengan penatalaksanaan ORIF, penggunaan load
sharing miniplate memberikan komplikasi yang lebih kecil daripada pada
penggunaan fikasasi load bearing. Dalam menangani fraktur mandibula
umumnya digunakan lebih dari satu modalitas sebab terdapat banyak
variasi biomekanik dan problem klinis untuk mencapai mobilitas fiksasi di
regio fraktur 3.
42
3.3 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi selama perawatan fraktur mandibula jarang terjadi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur mandibula sebagai berikut 8,10,13
a) Delayed union dan nonunion
b) Infeksi
c) Malunion
d) Ankilosis sendi temporomandibula
e) Trauma saraf alveolar inferior dan cabang-cabangnya
43
BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur mendibula terjadi 36-70% dari fraktur maksilofasial. Trauma pada
umumnya diderita lebih banyak pada laki-laki dibandingkan pada perempuan dengan
rentang usia terbanyak pada usia 20-30 tahun..Penyebab utama fraktur manibula di
beberapa negara adalah kecelakaan kendaraan bermotor.
Tujuan dari perawatan fraktur mandibula utamanya adalah untuk
mengembalikan fungsi mengunyah dan bicara. Hal ini dapat dicapai dengan
pemilihan modalitas yang tepat, teknik operasi yang benar terutama dalam
pencapaian oklusi mandibula, serta perawatan pasca operasi dan rehabilitasi. Dalam
tatalaksana fraktur mandibula perlu dipahami biomekanik mandibula sehingga dapat
diperkirakan letak fiksasi yang benar dan didapatkan hasil yang memuaskan.
Pada prinsipnya ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula, yaitu cara
tertutup atau disebut juga perawatan konservatif dan cara terbuka yang ditempuh
dengan cara pembedahan. Pada teknik tertutup imobilisasi dan reduksi fraktur dicapai
dengan penempatan peralatan fiksasi maksilamandibular. Pada prosedur terbuka
bagian yang mengalami fraktur di buka dengan pembedahan dan segmen fraktur
direduksi serta difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat/plat yang
disebut dengan wire atau plate osteosynthesis. Kedua teknik ini tidak selalu
dilakukan tersendiri tetapi kadang-kadang diaplikasikan bersama atau disebut dengan
prosedur kombinasi
44
DAFTAR PUSTAKA
Bailey B.J, Johnson J.T. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 4th ed. Lippicott
William & Wilkins. 2006
Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A.
Management of Mandibular Fractures. Available at
http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf. 2007.
Ellis, E III, DDS. Assessment Of Patients With Facial Fractures. Vol 18.
Emergency Medicine Clinics of North America. 2000.
Fonseca R.J. Oral and Maxillofacial Trauma. 3rd ed. St Louis: Elsevier Saunders.
2005.
Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. Ed.
Ke-5. Mosby Elsevier. St. Louis. 2008.
Lopez-Arcas,J.M,MD,DDS,PhD.Intermaxillary Fixation Techniques, EACFMS
Workbook, Bruges.2010
Marciani RD, Carlson ER, Braun TW. Oral and Maxillofacial Surgery Volume II.
Ed. Ke-2. Saunders Elsevier. St. Louis. 2009.
Michael Miloro. Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Sugery. BC
Decker Inc.Hamilton. London. 2004.
Barrera E Jose, Batuello G Stephen., 2006. Mandibular Body Fractures, eMedicine
Journal.
Balaji. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd ed. Elsevier. New Delhi.
2009
Tawfilis A.R. Facial Trauma, Panfacial Fractures. eMedicine Journal. 2006.
Widell T. Fractures Mandible, Vol 2, eMedecine Journal. 2001.
Andersson L, Kahnberg K.E, Pogrel M.S. Oral and Maxillofacial Surgery. 1st ed.
Blackwell Publishinh ltd. 2010
45