MANAJEMEN TERNAK POTONG

download MANAJEMEN TERNAK POTONG

of 36

description

Manajemen ternak potong

Transcript of MANAJEMEN TERNAK POTONG

MANAJEMEN TERNAK POTONG

OLEH :

AGIS CAHYONO. WL1A1 11 025

JURUSAN PETERNAKANFAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI2013

I. PENDAHULUANPada peternakan sapi, efisiensi reproduksi sangat penting artinya Karen berhubungan dengan keuntungan. Data mengenai penampilan reproduksi pada sapi telah banyak dilaporkan, namun, belum banyak laporan mengenai penampilan reproduksi sapi pada kondisi manajemen intensif. Studi yang menyeluruh pada penampilan reproduksi penting artinya dalam usaha meningkatkan efisiensi dan strategi pemeliharaan.Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi lokal Indonesia yang berasal dari Bali yang sekarang telah menyebar hamper ke seluruh penjuru Indonesia bahkansampai luar negeri seperti Malaysia, Filipina, dan Australia (Oka, 2010). Sapi Bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan sapi lainnya antara lain mempunyai angka pertumbuhan yang cepat, adaptasi dengan lingkungan yang baik, dan penampilan reproduksi yang baik. Sapi Bali merupakan sapi yang paling banyakdipelihara pada peternakan kecil karena fertilitasnya baik dan angka kematian yang rendah (Purwantara et al., 2012).Ads by OnlineBrowserAdvertisingAd OptionsPenampilan produktivitas dan reproduktivitas sapi Bali sangat tinggi. Talib et al. (2003) melaporkan bahwa rata-rata berat hidup sapi Bali saat lahir, sapih , tahunan dan dewasa berturtut-turut 16,8; 82,9; 127,5; dan 303 kg. Sapi Bali dilaporkan sebagai sapi yang paling superior dalam hal fertilitas dan angka konsepsi (Toelihere, 2002). Darmaja (1980) melaporkan bahwa angka fertilitas sapi Bali berkisar antara 83-86 %. Di Sulawesi Selatan, angka fertilitas sapi Bali adalah 82% (Wardoyo, 1950). Peternakan dengan sistem ekstensif seperti di Lombok menimbulkan penurunan penampilan reproduksi (Bamualim dan Wirdahayati, 2003). Fatah (1998) melaporkan bahwa sapi Bali yang dipelihara pada daerah kering di Timor memiliki angka fertilitasnya sampai 75%.Populasi sapi potong pada tahun 2009 mencapai 12,6 juta ekor dari sebelumnya sebanyak 11, 8 juta ekor. Jumlah ini meningkat sekitar 4,4% per tahun, tetapi tetap belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi. Jumlah tersebut hanya mampu menyuplai 60% penyediaan daging sapi lokal yang mencapai 264 ribu ton dari total kebutuhan 322 ribu ton, 58,1 ribu ton diambil dari daging sapi bakalan impor. (Direktorat Jendral Peternakan, 2009).Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sapi di dalam negeri. Berbagai macam bangsa sapi potong telah diimpor baik berupa ternak hidup maupun dalam bentuk semen beku untuk disilangkan dengan ternak local sehingga menghasilkan sapi-sapi silangan (Hartati, Maryono, dan Wijono, 2005; Aryogi, 2006).Ads by OnlineBrowserAdvertisingAd OptionsKeberhasilan usaha perkembang biakan sangat terkait dengan performans reproduksi dan tingkat mortalitas induk dan anak. Faktor performans reproduksi yang penting antara lain adalah: (i) angka kebuntingan (CR), (ii) jarak beranak atau calving interval (CI), (iii) serviceper conception atau S/C, serta (iv) jarak antara melahirkan sampai bunting kembali (DO).

II. PEMBAHASANPenampilan Reproduksi Sapi Bali Rata-rata umur sapi Bali mengalami berahi pertama dan melahirkan pertama kali, serta calving interval adalah berturut-turut 718,57 12,65; 1104,61 23,82; dan 350,46 27,98 hari. Services perconception dengan inseminasi buatan adalah 1,65 0,87 (Tabel 1).Tabel 1. Penampilan Reproduksi Sapi Bali yang dipelihara di PulukanPerformans reproduksiMinimum(hari)Maksimum(hari)Rataan(hari)Std. Deviasi(hari)

AFHAFCCIAngka konsepsi kawin suntik692,001046,00313,001,00741,001163,00411,004,00718,57141104,6154350,45711,657112,6497723,8208727,981450,87255

Rata-rata umur sapi Bali mengalami berahi pertama adalah 718,57 12,65. Hasil pengamatan umur sapi Bali yang mengalami berahi pertama lebih cepat bila dibandingkan dengan sapi local di Banglades. Pada sapi lokal Banglades umur pertama berahi adalah 1179 2,6 hari (Al-Amin and Nahar, 2007). Perbedaan ini kemungkinan diakibatkan perbedaan bangsa sapi tersebut.Ads by OnlineBrowserAdvertisingAd OptionsRata-rata umur pertama melahirkan pada penelitian ini didapat bahwa 1104,51 23.82 hari atau 36,8 bulan. Hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan hasil yang dilaporkan oleh Gunawan et al. (2011) yaitu sebesar 43.86 0.70 bulan. Hasil ini sesuai kisaran yang dilaporkan oleh Alberro (1983) yaitu 35,1 53 bulan pada sapi Bos indicus di daerah tropik. Umur pertama melahirkan pada sapi Bali lebih rendah jika dibandingkan dengan sapi Red Chitagong asal Bangladesh. Pada sapi Red Chitagong umur pertama melahirkan adalah 42 1,8 bulan (Hasanuzzaman et al., 2012), sedangkan Habib et al. (2010) melaporkan bahwa pada sistem peternakan intensifumur pertama melahirkan adalah 40,93 1,74 bulan. Umur pertama melahirkan pada sapi Bali sesuai juga dengan kisaran sapi Asia Tenggara seperti yang dilaporkan Shamsudin et al. (2006) yaitu bervariasi antara 33 - 40 bulan.Rata-rata angka calving interval pada penelitian ini adalah sebesar 350,45 27,98 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan CI yang lebih rendah dibandingkan laporan Mohamad et al.(2005) yaitu sebesar 411 64 hari dan Gunawan et al. (2011) sebesar 360,93. CIpada penelitian ini juga lebih rendah bila dibandingkan dengan CI sapi asli di daerah tropis. Kamal (2010) melaporkan bahwa rata-rata CI sapi yang hidup di daearah tropik berkisar antara 365-536 hari.Sebanyak 35 ekor sapi yang dikawinkan secara inseminasi buatan menunjukkan angka konsepsi rata-rata 1,6. Mohamad et al. (2005) menyatakan bahwa angka konsepsi sapi Bali adalah 1,7. Angka konsepsi pada penelitian ini lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan Mohamad et al. (2005). Angka konsepsi pada penelitian ini juga lebih kecil bila dibandingkan dengan SPC pada sapi lokal Bangladesh. Pada sapi local Bangladesh SPC adalah 1,5 (Al-Amin dan Nahar, 2007). Hasil studi ini merefleksikan bahwa di pusat pembibitan Sapi Bali Pulukan telah terjadi perbaikan kualitas genetik sapi Bali serta didukung oleh manajemen pakan dan pemeliharaan yang baik.

Reproduksi Sapi Peranakan Ongole dan Peranakan LimousinService per Conception (S/C)Ads by OnlineBrowserAdvertisingAd OptionsSapi Peranakan Ongole memiliki angka S/C yang lebih rendah dibandingkan dengan sapi Peranakan Limousin. Astuti (2004) menyatakan semakin rendah nilai S/C maka semakin tinggi nilai fertilitasnya, sebaliknya semakin tinggi nilai S/C akan semakin rendah tingkat fertilitasnya. Dari hasil penelitian menunjukkan angka nilai S/C yang baik, karena menurut Affandi (2003) menyebutkan nilai S/C yang normal adalah 1,6 sampai 2,0.Apabila S/C rendah, maka nilai kesuburan sapi betina semakin tinggi dan apabila nilai S/C tinggi, maka semakin rendah tingkat kesuburan sapi-sapi betina tersebut.

Tabel 1. Nilai Service per Conception (S/C) pada Sapi Peranakan Ongole dan Peranakan Limousin.Jenis Sapi (n)Nilai S/C

Peranakan Ongole (50)Peranakan Limousin (50)1,281,34

Days OpenRata-rata CI sapi Peranakan Limousin lebih panjang bila dibandingkan dengan sapi Peranakan Ongole dan berdasarkan uji-t tidak berpasangan memperlihatkan perbedaan yang nyata (p