(MANAJEMEN PERSEDIAAN) - unmulmm35c.files.wordpress.com · persediaan, alasan tradisional pengadaan...

24
INVENTORY MANAGEMENT (MANAJEMEN PERSEDIAAN) Bagian awal bab ini membahas manajemen persediaan tradisional yang meliputi biaya persediaan, alasan tradisional pengadaan persediaan, dan EOQ (economic order quantity). Bagian berikutnya membahas tentang manajemen persediaan JIT (just-in-time) yang meliputi sistem pull, pendekatan JIT terhadap biaya setup dan biaya penyimpanan, solusi JIT untuk kinerja due-date, penghindaran shutdown dan reliabilitas proses, diskon dan kenaikan harga, dan keterbatasan JIT. Bagian akhir bab ini membahas mengenai teori constraint yang meliputi konsep dasar dan tahapan dalam teori constraint. A. MANAJEMEN PERSEDIAAN JUST-IN-CASE Manajemen persediaan penting untuk membentuk keunggulan kompetitif jangka panjang. Tingkat persediaan memengaruhi harga jual, kualitas, perekayasaan produk, kapasitas menganggur, waktu lembur, kemampuan merespons permintaan pelanggan, waktu tunggu, dan profitabilitas secara keseluruhan. Umumnya, perusahaan yang mempunyai tingkat persediaan lebih tinggi daripada para pesaingnya cenderung mempunyai posisi kompetitif yang lebih buruk. Manajemen persediaan berhubungan kuat dengan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas sekarang dan masa mendatang. Kebijakan manajemen persediaan telah menjadi suatu alat untuk bersaing. Biaya Persediaan Apabila permintaan terhadap persediaan yang diperoleh dad pemasok dapat diketahui dengan pasti untuk suatu periode tertentu, maka terdapat dua macam biaya yang berhubungan dengan persediaan, yaitu biaya pemesanan (ordering costs), dan biaya penyimpanan (carrying costs). Jika persediaan diproduksi secara internal, maka terdapat dua biaya, yaitu biaya setup dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan adalah biaya untuk memesan dan menerima pesanan. Misalnya, biaya pemrosesan suatu pesanan bahan, biaya asuransi pengiriman bahan yang dipesan, dan biaya pembongkaran. Biaya setup (setup costs) adalah biaya untuk penyiapan peralatan dan fasilitas agar dapat digunakan memproduksi suatu produk atau komponen tertentu. Misalnya, upah karyawan produksi menganggur, biaya fasilitas produksi menganggur, dan biaya

Transcript of (MANAJEMEN PERSEDIAAN) - unmulmm35c.files.wordpress.com · persediaan, alasan tradisional pengadaan...

INVENTORY MANAGEMENT

(MANAJEMEN PERSEDIAAN)

Bagian awal bab ini membahas manajemen persediaan tradisional yang meliputi biaya

persediaan, alasan tradisional pengadaan persediaan, dan EOQ (economic order quantity).

Bagian berikutnya membahas tentang manajemen persediaan JIT (just-in-time) yang meliputi

sistem pull, pendekatan JIT terhadap biaya setup dan biaya penyimpanan, solusi JIT untuk

kinerja due-date, penghindaran shutdown dan reliabilitas proses, diskon dan kenaikan harga,

dan keterbatasan JIT. Bagian akhir bab ini membahas mengenai teori constraint yang meliputi

konsep dasar dan tahapan dalam teori constraint.

A. MANAJEMEN PERSEDIAAN JUST-IN-CASE

Manajemen persediaan penting untuk membentuk keunggulan kompetitif jangka

panjang. Tingkat persediaan memengaruhi harga jual, kualitas, perekayasaan produk,

kapasitas menganggur, waktu lembur, kemampuan merespons permintaan pelanggan, waktu

tunggu, dan profitabilitas secara keseluruhan. Umumnya, perusahaan yang mempunyai

tingkat persediaan lebih tinggi daripada para pesaingnya cenderung mempunyai posisi

kompetitif yang lebih buruk. Manajemen persediaan berhubungan kuat dengan kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan kas sekarang dan masa mendatang. Kebijakan manajemen

persediaan telah menjadi suatu alat untuk bersaing.

Biaya Persediaan

Apabila permintaan terhadap persediaan yang diperoleh dad pemasok dapat diketahui

dengan pasti untuk suatu periode tertentu, maka terdapat dua macam biaya yang berhubungan

dengan persediaan, yaitu biaya pemesanan (ordering costs), dan biaya penyimpanan (carrying

costs). Jika persediaan diproduksi secara internal, maka terdapat dua biaya, yaitu biaya setup

dan biaya penyimpanan.

Biaya pemesanan adalah biaya untuk memesan dan menerima pesanan. Misalnya,

biaya pemrosesan suatu pesanan bahan, biaya asuransi pengiriman bahan yang dipesan, dan

biaya pembongkaran. Biaya setup (setup costs) adalah biaya untuk penyiapan peralatan dan

fasilitas agar dapat digunakan memproduksi suatu produk atau komponen tertentu. Misalnya,

upah karyawan produksi menganggur, biaya fasilitas produksi menganggur, dan biaya

pengujian. Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul karena menyimpan persediaan.

Misalnya, biaya asuransi persediaan, biaya karena barang ketinggalan jaman, biaya

kesempatan karena modal tertanam dalam persediaan, biaya penanganan bahan, dan biaya

ruang penyimpanan.

Terdapat kemiripan antara biaya pemesanan dengan biaya setup, yaitu keduanya

merupakan biaya yang harus terjadi untuk memperoleh persediaan. Perbedaannya hanya pada

sifat aktivitas sebelumnya, yaitu pengisian dan pemesanan persediaan pada biaya pemesanan,

sedangkan aktivitas penyusunan peralatan dan fasilitas pada biaya setup.

Jika permintaan tidak diketahui dengan pasti, jenis biaya yang ketiga muncul yaitu

biaya stockout. Biaya kehabisan sediaan (stockout costs) adalah biaya yang terjadi karena

tidak tersedianya produk yang dipesan oleh pelanggan. Misalnya, hilangnya penjualan

sekarang dan masa yang akan datang, biaya penghentian produksi, dan biaya mempercepat

aktivitas untuk memenuhi pesanan (expediting costs) yang meliputi biaya pengiriman yang

meningkat dan biaya lembur.

Alasan Tradisional untuk Memiliki Persediaan

Biaya persediaan harus diminimalkan untuk tujuan pemerolehan laba maksimal.

Namun, minimalisasi biaya penyimpanan menyebabkan peningkatan frekuensi pemesanan

dan berproduksi dalam jumlah yang kecil, sedangkan minimalisasi biaya pemesanan

menyebabkan pemesanan dalam jumlah besar dengan frekuensi pemesanan yang lebih sedikit,

atau minimalisasi biaya setup mengakibatkan periode produksi yang lebih lama dengan

frekuensi order produksi yang lebih sedikit. Jadi, minimalisasi biaya penyimpanan mendorong

jumlah unit persediaan nol atau kecil, dan minimalisasi biaya pemesanan atau setup

mendorong jumlah unit persediaan yang lebih besar. Oleh karena itu, kedua macam biaya

tersebut harus diseimbangkan agar biaya persediaan total dapat diminimalkan. Hal ini

merupakan salah satu alas an mengapa perusahaan mengadakan persediaan.

Alas an lain pemilikan persedian adalah adanya ketidakpastian permintaan. Antai kata

biaya pemesanan atau setup dapat dihindari, perusahaan masih mengadakan persediaan untuk

menghindari biaya stockout. Jika permintaan produk lebih besar daripada yang diharapkan,

persediaan dapat berfungsi sebagai cadangan yang memungkinkan perusahaan mampu

mengirim pesanan kepada pelanggan secara tepat waktu sehingga pelanggan akan puas.

Persediaan bahan baku atau suku cadang sering dipandang perlu karena adanya

ketidakpastian penawaran. Persediaan bahan baku atau suku cadang diperlukan untuk

memelihara kelancaran arus produksi apabila terjadi keterlambatan atau kegagalan

pengiriman yang dapat terjadi karena adanya pemogokan, cuaca buruk, atau kebangkrutan

pemasok.

Proses produksi yang belum andal dapat menimbulkan permintaan untuk berproduksi

lebih banyak untuk keperluan persediaan tambahan. Misalnya, perusahaan memutuskan untuk

memproduksi lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pelanggan

karena proses produksi biasanya menghasilkan sejumlah besar unit produk yang tidak sesuai

dengan standar atau spesifikasi. Persediaan juga diperlukan untuk mengantisipasi

kemungkinan kegagalan mesin produksi sehingga perusahaan mampu memelihara kontinuitas

pengiriman produk kepada pelanggan. Perusahaan dapat menyiapkan jumlah unit persediaan

di atas normal untuk memperoleh manfaat berupa diskon karena pembelian bahan yang lebih

banyak atau untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan harga bahan. Berikut ini adalah

alasan-alasan mengapa perusahaan mengadakan persediaan.

1. Untuk menyeimbangkan biaya pemesanan atau setup dengan biaya penyimpanan.

2. Untuk memuaskan permintaan pelanggan, misalnya pengiriman yang tepat waktu.

3. Untuk menghindari kemungkinan kegagalan produksi karena:

a. kegagalan mesin;

b. suku cadang atau bahan yang tidak memenuhi spesifikasi;

c. ketidaksediaan bahan atau suku cadang;

d. keterlambatan pengiriman bahan atau suku cadang oleh pemasok.

4. Sebagai cadangan terhadap proses produksi yang tidak andal.

5. Untuk memperoleh keuntungan berupa diskon karena membeli dalam kuantitas yang

lebih banyak.

6. Untuk mengantisipasi kemungkinan kenaikan harga bahan atau suku cadang.

Economic Order Quantity: Model Persediaan Tradisional

Dalam pengembangan kebijakan yang berhubungan dengan persediaan, perusahaan

harus mampu menjawab dua pertanyaan berikut ini.

1. Berapa banyak jumlah unit bahan atau suku cadang yang harus dipesan atau

diproduksi?

2. Kapan suatu pesanan atau aktivitas setup dilakukan?

Kuantitas Dipesan dan Total Biaya Pemesanan dan Penyimpanan. Apabila

permintaan diketahui dalam pemilihan kuantitas unit dipesan atau ukuran lot produksi,

manajer harus memerhatikan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan atau pengesetan.

Biaya pemesanan atau pengesetan dan penyimpanan total dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut.

TC = P(D/Q) + C(Q/2)

Keterangan:

TC = Biaya pemesanan atau pengesetan dan biaya penyimpanan total

P = Biaya memesan dan menerima pesanan atau biaya pengesetan suatu production run

D = Jumlah yang diminta tahunan

Q = Jumlah unit dipesan setiap kali suatu pesanan dipesan atau ukuran lot produksi

C = Biaya penyimpanan suatu unit persediaan selama satu tahun

Biaya penyimpanan persediaan dapat dihitung bagi organisasi yang mempunyai

persediaan, misalnya perusahaan eceran, jasa, dan manufaktur. Model biaya persediaan yang

menggunakan biaya pengesetan (setup) dan ukuran lot produksi sebagai masukan hanya

terjadi pada perusahaan yang memproduksi sendiri persediaannya, misalnya suku cadang atau

barang jadi.

Sebagai ilustrasi berikut ini data yang relevan untuk penentuan biaya persediaan pada

suatu perusahaan reparasi barang-barang elektronik. Suku cadang yang dibutuhkan dibeli dari

luar perusahaan. Data yang diperoleh disajikan berikut ini.

D = 20.000 unit

Q = 2.000 unit

P = Rp1.000 per pesanan

C = Rp40 per unit

Perhitungan:

1. Banyaknya pemesanan per tahun = D/Q = 20.000 unit/2.000 unit = 10 kali pemesanan.

2. Biaya pemesanan total = (D/Q) x P = 10 x Rp1.000 = Rp10.000.

3. Persediaan rata-rata = Q/2 = 2.000 unit/2 = 1.000 unit.

4. Biaya penyimpanan total = (Q/2) x C = 1.000 unit x Rp40 = Rp40.000.

5. Biaya persediaan total = Rp10.000 + Rp40.000 = Rp50.000.

Pemilihan jumlah unit dipesan sebanyak 2.000 unit yang menimbulkan biaya

persediaan Rp90.000 belum tentu merupakan pilihan yang terbaik, karena belum tentu

merupakan jumlah unit dipesan yang menimbulkan biaya persediaan yang terendah. Oleh

karena tujuan manajemen persediaan adalah meminimalkan biaya persediaan, maka model

EOQ diperlukan. Model EOQ merupakan suatu contoh push system. Dalam push system,

pemerolehan persediaan dipicu oleh antisipasi terhadap jumlah yang diminta pelanggan pada

masa mendatang, bukan reaksi terhadap jumlah yang diminta pelanggan sekarang. Dengan

demikian, prediksi terhadap jumlah unit diminta (D) menjadi sangat penting dalam analisis

ini.

Perhitungan EOQ. Rumus perhitungan EOQ adalah:

Q = EOQ = √

Q = EOQ =√

Q = EOQ = 1.000

Apabila jumlah yang dipesan = Q = 1.000 unit maka:

1. banyaknya pemesanan per tahun = D/Q = 20.000 unit/1.000 unit = 20 kali

pemesanan.

2. biaya pemesanan total = (D/Q) x P= 20 x Rp1.000 = Rp20.000.

3. persediaan rata-rata = Q/2 = 1.000 unit/2 = 500 unit.

4. biaya penyimpanan total = (Q/2) x C = 500 unit x Rp40 = Rp20.000.

5. biaya persediaan total = Rp20.000 + Rp20.000 = Rp40.000.

Jika jumlah unit dipesan sebanyak 1.000 unit, maka total biaya persediaan adalah

minimal yang ditandai dengan besaran biaya pemesanan (Rp20.000), atau sama dengan biaya

penyimpanan (Rp20.000).

Reorder Point

Titik pemesanan kembali (reorder point) adalah tingkat persediaan yang sebaiknya

pemesanan kembali dilakukan oleh perusahaan. Reorder point dipengaruhi oleh tingkat

persediaan minimal, EOQ, dan waktu tunggu (lead time). Waktu tunggu adalah jangka waktu

yang diperlukan untuk menunggu datangnya EOQ sejak pemesanan dilakukan. Berikut ini

penentuan reorder point jika perusahaan menetapkan persediaan minimal.

Reorder point = Persediaan minimal + (Tingkat penggunaan bahan rata-rata per hari

x Waktu tungggu dalam hari).

Persediaan minimal diperlukan untuk mengantisipasi fluktuasi jumlah yang diminta

oleh pelanggan. Persediaan minimal dapat ditentukan dengan mengalikan kelebihan tingkat

penggunaan maksimum di atas tingkat penggunaan rata-rata dengan waktu tunggu.

Persediaan minimal = (Tingkat penggunaan bahan maksimal per hari-Tingkat

penggunaan bahan rata-rata per hari) x Waktu tunggu dalam

hari

Penentuan reorder point jika perusahaan tidak menetapkan persediaan minimal adalah

sebagai berikut.

Reorder point = Tingkat penggunaan bahan per hari x Waktu tunggu dalam hari

Contoh:

Jika diketahui bahwa tingkat penggunaan maksimum bahan baku adalah 125 kg per hari,

sedangkan tingkat penggunaan bahan baku rata-rata adalah 100 kg per hari. Waktu tunggu

adalah 4 hari.

(EOQ) 1.100

Persediaan Minimal

(ROP) 500

100

6 10 Hari

Persediaan minimal = (125 kg - 100 kg) x 4 hari = 100 kg.

Reorder point = 100 kg + (100 kg x 4 hari) = 500 kg.

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, pemesanan kembali dilakukan ketika tingkat

persediaan bahan baku sebanyak 450 kg. Peraga 12.1 menyajikan reorder point (ROP)

dengan EOQ sebesar 1.000 kg, ROP sebesar 500 kg, persediaan minimal sebesar 100 kg, dan

waktu tunggu 4 hari.

EOQ dan Manajemen Persediaan

Pendekatan tradisional untuk mengelola persediaan disebut just-in-case system. Dalam

beberapa situasi, just-in-case system sesuai kebutuhan, misalnya rumah sakit membutuhkan

obat-obatan dan perlengkapan medis yang harus tersedia sepanjang waktu untuk

mengendalikan situasi-situasi darurat. Penggunaan EOQ dan persediaan minimal akan sangat

masuk akal dalam lingkungan semacam itu. Penerimaan obat yang penting untuk menolong

korban serangan jantung secara just-in-time adalah tidak praktis. Umumnya, toko-toko

pengecer, perusahaan manufaktur maupun jasa yang berukuran kecil tidak mempuyai buying

power yang cukup untuk meminta kepada pemasok menerapkan pembelian secara just-in-

time.

B. MANAJEMEN PERSEDIAAN JUST-IN-TIME

Lingkungan manufaktur telah berubah secara cepat dalam dua dasawarsa terakhir.

Pasar kompetitif tidak memiliki batasan antarnegara. Komunikasi dan transportasi maju telah

berkontribusi secara signifikan terhadap penciptaan kompetisi global. Kemajuan teknologi

telah berkontribusi terhadap semakin pendeknya siklus kehidupan produk dan semakin

bervariasinya produk di pasar. Perusahaan luar negeri mampu menghasilkan produk

berkualitas tinggi dan fitur-fitur spesifik dengan biaya rendah. Tekanan kompetitif ini

mendorong perusahaan untuk meninggalkan EOQ dan mulai menggunakan pendekatan JIT.

JIT mempunyai dua tujuan strategis, yaitu meningkatkan laba dan memperbaiki posisi

kompetitif perusahaan. Kedua tujuan ini dicapai melalui pengendalian biaya, memperbaiki

kinerja pengiriman, dan memperbaiki kualitas. JIT menawarkan efisiensi biaya dan juga

fleksibilitas dalam merespons permintaan pelanggan terhadap kualitas produk yang lebih baik

dan variasi produk yang lebih banyak. Kualitas, fleksibilitas, dan efisiensi biaya adalah

prinsip-prinsip dasar untuk persaingan tingkat dunia.

Produksi dan pembelian secara JIT merepresentasi peningkatan produktivitas secara

berkelanjutan melalui penghilangan pemborosan. Aktivitas tidak bernilai tambah adalah

sumber utama pemborosan. Aktivitas bernilai tambah penting bagi perusahaan karena

menciptakan nilai bagi pelanggan. Penghilangan aktivitas tidak bernilai tambah selain

merupakan tujuan utama JIT, juga merupakan tujuan dasar perusahaan yang melakukan

perbaikan secara berkesinambungan. JIT tidak hanya sekadar manajemen persediaan.

Persediaan dipandang merepresentasi pemborosan karena di dalam persediaan terikat kas,

ruang, dan tenaga kerja. Persediaan juga menyembunyikan ketidakefisienan produksi dan

meningkatkan kerumitan sistem informasi perusahaan. Jadi, walaupun JIT lebih berfokus

pada manajemen persediaan, tetapi pengendalian persediaan memberikan manfaat tambahan

penting.

Pull System

JIT adalah pendekatan manufaktur yang memproduksi barang berdasarkan permintaan

yang sesungguhnya ada, bukannya berproduksi dengan jadwal tetap berdasarkan pada

proyeksi permintaan. Dalam pull system, permintaan pelanggan menarik bahan baku untuk

masuk proses produksi. Prinsip yang sama digunakan dalam proses produksi. Setiap aktivitas

produksi hanya dilakukan jika diperlukan untuk memenuhi permintaan aktivitas berikutnya.

Bahan baku atau suku cadang tersedia hanya pada waktu dibutuhkan untuk aktivitas produksi

sehingga permintaan tetap dapat dipenuhi.

Salah satu akibat JIT adalah pengurangan persediaan pada tingkat yang sangat rendah.

Pencapaian tingkat persediaan yang rendah penting untuk keberhasilan JIT. Namun, ide

pencapaian tingkat persediaan rendah bertentangan dengan alasan-alasan tradisional untuk

mengadakan persediaan. Alasan-alasan tradisional tersebut dipandang tidak relevan lagi.

Menurut pandangan tradisional, pengadaan persediaan akan memecahkan beberapa

masalah. Misalnya, penyelesaian masalah antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan

dilakukan dengan pemilihan tingkat persediaan yang meminimalkan jumlah kedua biaya

tersebut. Jika permintaan lebih besar daripada yang diharapkan atau jika produksi berkurang

karena kerusakan mesin dan ketidakefisienan produksi, maka persediaan berfungsi sebagai

cadangan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Persediaan bahan dapat mencegah

penghentian produksi karena keterlambatan pengiriman bahan, terjadinya produk rusak, dan

kegagalan mesin Akhirnya, persediaan sering menjadi solusi untuk masalah pembelian bahan

baku terbaik dengan biaya lebih kecil melalui pemanfaatan diskon.

JIT menolak penggunaan persediaan sebagai solusi masalah-masalah tersebut di atas.

Pada kenyataannya, persediaan tidak hanya dipandang sebagai pemborosan, tetapi juga

dipandang berhubungan langsung dengan kemampuan berkompetisi perusahaan. Persediaan

tinggi merupakan sinyal keberadaan masalah kualitas buruk, waktu tunggu yang lama, dan

kinerja tenggat (due-date performance) yang buruk. Manajemen persediaan JIT menawarkan

solusi alternatif yang tidak membutuhkan persediaan tinggi.

Biaya Pemesanan dan Penyimpanan: Pendekatan JIT

JIT menggunakan pendekatan yang berbeda untuk meminimalkan biaya pemesanan

dan penyimpanan total. Pendekatan tradisional memandang keberadaan biaya pemesanan dan

biaya penyimpanan sebagai biaya yang seharusnya terjadi, dan kemudian berusaha

menemukan kuantitas pemesanan yang menyeimbangkan terbaik kedua macam biaya

tersebut. Di pihak lain, JIT tidak memandang biaya pemesanan sebagai suatu yang diberikan

(given), tetapi JIT berusaha untuk mengurangi biaya-biaya tersebut menjadi nol. Jika biaya

pemesanan menjadi tidak signifikan, maka tinggal meminimalkan biaya penyimpanan yang

dapat dilakukan dengan mengurangi persediaan sampai tingkat yang sangat rendah.

Pendekatan ini menjelaskan pengurangan persediaan sampai dengan nol dalam sistem JIT.

Kontrak Jangka Panjang, Pengisian Kembali Berkelanjutan, dan Electronic Data

Interchange. Biaya pemesanan dapat dikurangi dengan mengembangkan hubungan yang

dekat dengan pemasok. Negosiasi kontrak jangka panjang untuk penyediaan bahan dari

pemasok luar akan mengurangi frekuensi pemesanan yang kemudian mengurangi biaya

pemesanan. Para pengecer telah menemukan cara untuk mengurangi biaya pemesanan dengan

menggunakan teknik pengisian kembali berkelanjutan (continuous replenishment). Dengan

persetujuan pengisian kembali, produsen menerapkan finigsi manajemen persediaan untuk

pengecer. Produsen memberitahu dan mengusulkan kepada pengecer mengenai kapan dan

banyaknya unit untuk dipesan kembali. Pengecer menelaah rekomendasi dan menyetujui

pesanan jika usulan yang diajukan masuk akal.

Proses pengisian kembali berkelanjutan dipermudah dengan EDI (electronic data

interchange). EDI memungkinkan pemasok mengakses database pembeli secara online.

Dengan mengetahui jadwal produksi pembeli, pemasok dapat mengirim suku cadang yang

dibutuhkan pada saat akan digunakan untuk produksi. EDI tidak menggunakan kertas, tidak

menggunakan faktur penjualan dan pesanan pembelian. Pemasok menggunakan jadwal

produksi yang ada dalam database untuk menentukan jadwal produksi dan pengiriman kepada

pembeli. Ketika suku cadang dikirim, suatu pesan elektronik dikirim oleh pemasok kepada

pembeli yang memberitahu bahwa barang dalam proses pengiriman. Ketika suku cadang

diterima, bar code dipindai dengan peralatan elektronik dan memulai proses pembayaran

barang kepada pemasok. Pada dasarnya, EDI merupakan perjanjian kerja tertutup antara

pemasok dengan pembeli.

Pengurangan Jangka Waktu Pemesanan. Pengurangan jangka waktu pemesanan

meminta perusahaan untuk mencari cara-cara yang lebih efisien dalam melakukan pemesanan.

Pengalaman menunjukkan bahwa pengurangan secara dramatis jangka waktu pemesanan

dapat dicapai. Dengan mengadopsi sistem JIT, jangka waktu pemesanan dapat dikurangi.

Keberhasilan pengurangan jangka waktu pemesanan dapat berbeda di antara perusahaan.

Kinerja Tenggat (Due-Date): Solusi JIT

Kinerja tenggat (due-date performance) adalah suatu ukuran kemampuan perusahaan

untuk merespons kebutuhan pelanggan. Pada masa lalu, persediaan barang jadi telah

digunakan untuk menjamin bahwa perusahaan mampu memenuhi tanggal pengiriman yang

diminta pelanggan. JIT menyelesaikan masalah kinerja tenggat tidak dengan membentuk

persediaan, tetapi dengan pengurangan waktu tunggu secara dramatis. Waktu tunggu yang

lebih pendek akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi tanggal-tanggal

pengiriman, dan merespons dengan cepat permintaan pasar sehingga kemampuan kompetitif

perusahaan meningkat. JIT memotong waktu tunggu dengan mengurangi waktu pemesanan,

memperbaiki kualitas, dan menggunakan pemanufakturan sistem sel.

Sel-sel pemanufakturan mengurangi jarak tempuh antara mesin dengan persediaan,

dan mengurangi waktu tunggu secara dramatis. Misalnya, pada suatu sistem pemanufakturan

tradisional, suatu perusahaan memerlukan waktu dua bulan untuk memproduksi suatu katup.

Dengan mengelompokkan mesin bubut dan mesin pengeboran yang digunakan untuk

membuat katup ke dalam sel-sel berbentuk U, waktu tunggu dapat dikurangi menjadi dua atau

tiga hari.

Penghindaran Shutdown dan Reliabilitas Proses: Pendekatan JIT

Kebanyakan shutdown (penutupan bisnis) terjadi karena tiga alasan, yaitu: kegagalan

mesin, bahan atau suku cadang yang buruk, dan ketidaktersediaan bahan atau suku cadang.

Pengadaan persediaan merupakan solusi tradisional untuk ketiga masalah tersebut.

Pendukung pendekatan JIT berpendapat bahwa persediaan tidak menyelesaikan

masalah tersebut, tetapi menutupi atau menyembunyikannya. JIT menyelesaikan ketiga

masalah tersebut dengan menekankan pada pemeliharaan preventif, pengendalian kualitas,

dan membangun hubungan baik dengan pemasok.

Pemeliharaan Preventif Total. Kegagalan mesin nol adalah tujuan pemeliharaan

preventif total. Dengan memberikan perhatian yang lebih banyak pada aktivitas pemeliharaan,

kerusakan mesin dapat dihindari. Tujuan ini lebih mudah dicapai dalam lingkungan JIT

karena tenaga kerja dilatih untuk mampu melakukan beberapa pekerjaan. Umumnya,

karyawan pada suatu sel manufaktur juga dilatih untuk mampu memelihara mesin yang

dioperasikannya. Oleh karena sifat pull-through JIT, tidak akan ada waktu produksi

menganggur bagi seorang karyawan pada suatu sel manufaktur. Sebagian waktu yang tersedia

digunakan untuk melakukan aktivitas pemeliharaan mesin oleh karyawan sel manufaktur yang

terlibat dalam aktivitas pemeliharaan preventif.

Pengendalian Kualitas Total. Masalah suku cadang atau bahan baku yang cacat dapat

diselesaikan dengan pencapaian zero-defect. Oleh karena produksi berdasar JIT tidak

menggunakan persediaan untuk menggantikan suku cadang atau bahan yang cacat, penekanan

pada kualitas untuk produksi bahan secara internal maupun pembelian bahan secara eksternal

akan meningkat secara signifikan. Pengurangan suku cadang atau bahan yang cacat juga

mengurangi justifikasi pengadaan persediaan yang diperlukan karena proses produksi yang

tidak andal.

Sistem Kanban. Sistem kanban adalah suatu sistem yang menjamin bahwa suku cadang atau

bahan tersedia ketika dibutuhkan. Sistem kanban adalah suatu sistem informasi yang

mengendalikan produksi melalui penggunaan kartu atau marker. Sistem kanban berfungsi

untuk menjamin bahwa produk atau suku cadang diproduksi dalam kuantitas yang diperlukan

pada waktu yang tepat. Hal ini adalah inti sistem manajemen persediaan JIT.

Sistem kanban menggunakan tiga macam kartu, yaitu: kartu kanban penarikan

(withdrawal), kartu kanban produksi, dan kartu kanban pemasok. Kartu kanban penarikan

menspesifikasi kuantitas yang oleh proses berikutnya seharusnya ditarik dari proses

sebelumnya. Kartu kanban produksi menspesifikasi kuantitas yang seharusnya diproduksi

oleh proses sebelumnya. Kartu kanban pemasokdigunakan untuk memberitahu pemasok

untuk mengirim lebih banyak suku cadang dan menentukan kapan suku cadang diperlukan.

Diskon dan Peningkatan Harga: Pembelian JIT versus

Penyelenggaraan Persediaan

Secara tradisional, persediaan diselenggarakan agar perusahaan dapat memperoleh

keuntungan dari diskon kuantitas dan berjaga-jaga terhadap kemungkinan kenaikan harga

barang yang dibeli pada masa mendatang. Tujuannya adalah untuk menekan biaya persediaan.

JIT mencapai tujuan yang sama tanpa dengan menyimpan persediaan. Solusi JIT adalah

bernegosiasi untuk kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasok pilihan yang berlokasi

dekat dengan fasilitas produksi perusahaan dan membangun keterlibatan pemasok secara

intensif. Pemasok tidak dipilih berdasarkan harga raja. Kinerja berupa kualitas suku cadang

atau bahan, dan kemampuan mengirim sesuai dengan kebutuhan dan komitmen pada

pembelian JIT merupakan pertimbangan utama. Manfaat lain kontrak jangka panjang adalah

penetapan harga dan kualitas suku cadang atau bahan yang dapat diterima. Kontrak jangka

panjang juga mengurangi secara dramatis frekuensi pesanan sehingga mengurangi biaya

pemesanan.

Keterbatasan JIT

JIT bukanlah pendekatan yang dapat dengan mudah diterapkan dengan hasil yang

cepat diperoleh. Implementasi JIT lebih merupakan suatu proses evolusi, bukannya suatu

proses revolusi. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran. JIT sering disebut sebagai suatu

program penyederhanaan, walaupun JIT tidak sederhana dan tidak mudah dilaksanakan.

Penerapan JIT membutuhkan waktu, misalnya untuk membangun hubungan baik dengan

pemasok. Pemaksaan untuk suatu perubahaan segera dalam kualitas dan waktu pengiriman

mungkin tidak realistis dan dapat menyebabkan konfrontasi yang sulit di antara perusahaan

dengan pemasok. Kemitraan, bukannya pemaksaan, seharusnya menjadi dasar hubungan

dengan pemasok Untuk memperoleh manfaat pembelian secara JIT, perusahaan perlu

meredefinisi hubungan dengan pemasok. Pemaksaan konsesi dan mendiktekan termin

pembelian dapat menyebabkan pemasok melakukan pembalasan dengan mengenakan harga

jual yang tinggi dalam jangka panjang, atau tidak bersedia menjual kepada perusahaan.

Pemaksaan dan mendiktekan terhadap pemasok dapat menghilangkan manfaat pendekatan

JIT.

Karyawan juga dipengaruhi oleh JIT. Pengurangan persediaan yang dramatis akan

menyebabkan suatu aliran besar pekerjaan dan menimbulkan tekanan bagi karyawan

produksi. Pengurangan persediaan secara dramatis mungkin menyebabkan hilangnya

penjualan sebagai pangsa pasar dan menimbulkan tekanan bagi karyawan pemasaran.

Pengurangan persediaan dalam implementasi JIT sebaiknya mengikuti proses perbaikan yang

dilakukan oleh JIT, bukan semata-mata pengurangan persediaan secara dramatis.

Implementasi JIT adalah tidak mudah, membutuhkan kehati-hatian serta persiapan dan

perencanaan yang teliti.

Kelemahan JIT yang mencolok adalah ketiadaan persediaan untuk mengantisipasi

interupsi produksi. Kelangsungan penjualan diganggu oleh interupsi produksi yang tidak

terduga. Jika masalah ini terjadi, pendekatan JIT berusaha untuk menemukan dan

memecahkan masalah sebelum aktivitas produksi berikutnya terjadi. Pengecer yang juga

menggunakan JIT akan menghadapi masalah kekurangan barang. Jika permintaan meningkat

melebihi persediaan yang dimiliki pengecer, pengecer mungkin tidak mampu untuk

melakukan penyesuaian pesanan pembelian dan pemasoknya secara cepat untuk menghindari

hilangnya penjualan dan kemarahan pelanggan. Jadi, hilangnya penjualan merupakan biaya

yang nyata penerapan sistem JIT.

Sebagai alternatif, pendekatan pelengkap JIT adalah teori constraint. Pada dasamya,

teori constraint dapat digunakan dalam lingkungan manufaktur JIT yang juga mempunyai

batasan-batasan. Pendekatan teori constraint memberi tekanan kuat pada kualitas untuk

melindungi volume penjualan yang telah dicapai dan berusaha meningkatkan volume

penjualan pada masa mendatang dengan meningkatkan kualitas, mempercepat waktu respons,

dan juga mengurangi biaya operasi.

C. TEORI CONSTRAINT

Setiap perusahaan bisnis menghadapi masalah batasan sumber ekonomi yang dimiliki

dan permintaan pasar terhadap setiap produk yang dihasilkan. Batasan-batasan ini disebut

constraint. Teori kendala (theory of constraint) mengakui bahwa setiap organisasi dibatasi

oleh batasan-batasan. Teori constraint mengembangkan suatu pendekatan untuk mengelola

batasan-batasan untuk mendukung pencapaian tujuan perbaikan secara berkelanjutan. Teori

constraint menyatakan bahwa jika kinerja diperbaiki, suatu perusahaan harus

mengidentifikasi batasan-batasan, mengeksploitasi batasan-batasan dalam jangka pendek

maupun jangka panjang, dan menemukan cara-cara untuk mengatasi batasan-batasan yang

dihadapi.

Konsep Dasar Teori Constraint

Teori constraint berfokus pada tiga ukuran kinerja pengorganisasian, yaitu:

throughput, persediaan, dan biaya operasi.

1. Throughput adalah laba yang dihasilkan melalui penjualan. Secara operasional,

throughput adalah perbedaan antara penjualan dengan biaya variabel level unit (unit-

level variable costs), seperti bahan baku dan tenaga listrik. Tenaga kerja langsung

dipandang sebagai biaya level unit tetap (fixed unit-level expenses) dan biasanya tidak

dimasukkan dalam definisi throughput. Berdasarkan pemahaman ini throughput

berhubungan dengan margin kontribusi.

2. Persediaan adalah semua uang yang dibelanjakan organisasi untuk mengubah bahan

baku menjadi throughput.

3. Biaya operasional didefinisi sebagai semua uang yang dibelanjakan organisasi untuk

mengubah persediaan menjadi throughput.

Berdasarkan pada ketiga ukuran tersebut, tujuan manajemen adalah meningkatkan

throughput, meminimalkan persediaan, dan mengurangi biaya operasi.

Peningkatan throughput, minimalisasi persediaan, dan pengurangan biaya operasi

akan memengaruhi tiga ukuran kinerja keuangan yaitu peningkatan laba bersih, return on

investment, dan arus kas. Peningkatan throughput dan pengurangan biaya operasi biasanya

lebih ditekankan sebagai elemen-elemen kunci dalam memperbaiki ketiga ukuran keuangan

tersebut. Namun, peran minimalisasi persediaan dalam mencapai perbaikan kinerja secara

tradisional dianggap kurang penting daripada throughput dan biaya operasi.

Teori constraint menyatakan bahwa manajemen persediaan mempunyai peranan yang

lebih besar daripada yang diasunisikan dalam sudut pandang tradisional. Teori constraint

mengakui bahwa penurunan persediaan akan menurunkan biaya penyimpanan, yang

kemudian menurunkan biaya operasi, dan meningkatkan laba bersih. Teori constraint

berpendapat bahwa penurunan persediaan akan menimbulkan keunggulan kompetitif dengan

mempunyai produk yang lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat dalam merespons kebutuhan

pelanggan.

Produk yang Lebih Baik. Produk yang lebih baik berarti produk yang memiliki

kualitas lebih tinggi. Hal ini berarti perusahaan mampu memperbaiki produk dan

menyediakan produk yang lebih baik secara lebih cepat ke pasar. Pada dasarnya, persediaan

yang rendah akan memungkinkan ketidaksempurnaan produk dapat dideteksi secara lebih

cepat dan penyebab masalah tersebut dapat diidentifikasi. Perbaikan produk juga merupakan

suatu elemen kompetitif kunci. Produk baru atau yang telah diperbaiki harus mencapai pasar

dengan cepat sebelum pesaing mampu memproduksi produk dengan fitur yang sama. Tujuan

ini dipermudah pencapaiannya dengan persediaan produk yang rendah. Persediaan yang

rendah memungkinkan perubahan produk dikenalkan lebih cepat karena perusahaan

mempunyai produk lama dalam jumlah sedikit dalam bentuk barang jadi maupun barang

dalam proses yang mungkin harus segera dijual atau dibuang sebelum produk baru dikenalkan

Harga Jual yang Lebih Rendah. Persediaan yang tinggi membutuhkan kapasitas

produktif dan investasi yang lebih banyak dalam peralatan dan ruang. Oleh karena waktu

tunggu dan persediaan barang dalam proses biasanya berhubungan, persediaan yang tinggi

mungkin sering menyebabkan waktu lembur. Waktu lembur akan meningkatkan biaya operasi

dan merendahkan profitabilitas. Persediaan yang rendah akan mengurangi biaya

penyimpanan, biaya investasi per unit dalam persediaan, dan biaya operasi lain, seperti waktu

lembur dan biaya pengiriman khusus. Investasi dan biaya operasi yang lebih rendah

menyebabkan margin per unit setiap produk akan meningkat, dan memberi fleksibilitas yang

lebih dalam keputusan penentuan harga jual. Oleh karena itu, harga jual yang lebih rendah

dapat dilakukan apabila perusahaan menghadapi tingkat persaingan tinggi atau laba produk

yang lebih tinggi dapat dicapai jika kondisi kompetitif tidak mengharuskan harga jual yang

lebih rendah.

Daya Tanggap. Pengiriman barang yang tepat waktu dan produksi dengan waktu

tunggu yang lebih cepat daripada yang diinginkan oleh pasar merupakan alat-alat kompetitif

penting. Pengiriman yang tepat waktu dihubungkan dengan kemampuan perusahaan dalam

memprediksi kapan memproduksi dan mengirimkan produk kepada pelanggan. Jika

perusahaan mempuanyai persediaan yang lebih tinggi daripada pesaingnya, hal ini berarti

bahwa waktu tunggu produksi perusahaan tersebut lebih lama daripada waktu tunggu industri.

Persediaan tinggi dapat mengaburkan waktu sesungguhnya yang diperlukan untuk

memproduksi dan memenuhi suatu pesanan. Persediaan rendah memungkinkan waktu tunggu

yang sesungguhnya dapat diamati lebih teliti dan tanggal-tanggal pengiriman barang dapat

lebih akurat ditentukan. Pernyingkatan waktu tunggu adalah penting. Penyingkatan waktu

tunggu ekuivalen dengan penurunan persediaan barang dalam proses. Suatu perusahaan yang

mempunyai waktu 10 hari untuk persediaan barang dalam proses mempunyai waktu tunggu

produksi rata-rata 10 hari. Jika perusahaan mampu mengurangi waktu tunggu 10 hari menjadi

5 hari, maka perusahaan hanya mempunyai waktu 50 hari untuk persediaan barang dalam

proses.

Apabila waktun tunggu dapat dikurangi, maka pengurangan waktu untuk persediaan

barang jadi mungkin juga dikurangi. Misalnya, jika waktu tunggu untuk suatu produk adalah

10 hari dan pasar meminta pengiriman berdasarkan permintaan, maka perusahaan harus

menyimpan barang jadi secara rata-rata selama 10 hari. Jika perusahaan mampu mengurangi

waktu tunggu produksi menjadi 5 hari, maka waktu untuk persediaan barang jadi juga dapat

dikurangi menjadi 5 hari. Jadi, tingkat persediaan memberi sinyal mengenai kemampuan

perusahaan dalam merespons permintaan. Persediaan yang relative lebih tinggi daripada

pesaing menunjukkan kegagalan kompetitif. Oleh karena itu, teori constraint menekankan

pengurangan persediaan dengan mengurangi waktu tunggu.

Tahap-Tahap Teori Constraint

Teori constraint mempunya lima tahap untuk mencapai tujuan perbaikan kinerja

pengorganisasian.

1. Mengidentifikasi batasan-batasan organisasi.

2. Mengeksplorasi batasan-batasan yang meningkat.

3. Mengesampingkan hal lain untuk keputusan-keputusan yang dibuat dalam tahap

kedua.

4. Mengurangi batasan-batasan yang meningkat.

5. Mengulang proses.

Tahap I: Indentifikasi Batasan Organisasi.

Batas-batasan yang dapat diklasifikasi menjadi:

1. Batasan eksternal adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang bersumber

dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar terhadap produk perusahaan, dan

2. Batasan internal adalah faktor-faktor yang membatasi perusahaan yang berasal dari

dalam perusahaan, misalnya keterbatasan kapasitas mesin.

Walaupun sumber ekonomi dan permintaan mungkin terbatas, bauran produk tertentu

mungkin tidak memenuhi semua permintaan atau menggunakan semua sumber ekonomi yang

tersedia. Batasan yang mempunyai sumber ekonomi yang tidak sepenuhnya digunakan oleh

suatu bauran produk disebut batasan langgar (loose constraint). Batasan mengikat (binding

constraint) adalah batasan yang mempunyai semua sumber ekonomi dimanfaatkan secara

penuh. Batasan-batasn eksternal maupun internal seharusnya diidentifikasi. Bauran produk

optimal diidentifikasi sebagai bauran produk perusahaan. Bauran produk optimal

menunjukkan banyaknya sumber ekonomi pada setiap batasan yang digunakan dan batasan-

batasan yang mengikat organisasi.

Keputusan bauran produk dapat mempunyai pengaruh signifikan terhadap

profitabilitas perusahaan. Setiap bauran produk merupakan suatu alternatif yang mempunyai

laba tertentu. Serorang manajer harus memilih bauran produk yang memaksimalkan laba total.

Pendekatan yang biasanya digunakan adalah dengan mengasumsikan bahwa hanya biaya

variabel berdasarkan unit yang relevan untuk pembuatan keputusan bauran produk. Jadi,

pendekatan ini mengasumsikan bahwa level nonunit adalah sama di antara bauran produk

yang berbeda. Bauran produk yang optimal adalah bauran produk yang memaksimalkan

margin kontribusi total.

Seseorang manajer harus memilih bauran produk optimal dengan batasa-batasan

tertentu yang dihadapi perusahaan. Misalnya, perusahaan memproduksi suku cadang X dan Y,

dengan margin kontribusi per unit masing-masing adalah Rp900 dan Rp1.800. Jika

perusahaan mampu menjual semua suku cadang tersebut, seseorang mungkin berpendapat

bahwa hanya suku cadang Y yang seharusnya diproduksi dan dijual karena mempunyai

margin kontribusi terbesar. Namun, solusi ini belum tentu solusi terbaik. Pemilihan bauran

optimal dapat secara signifikan dipengaruhi oleh hubungan antara sumber-sumber ekonomi

yang terbatas dengan masing-masing produk secara individual. Hubungan ini akan

mempengaruhi kuantitas setiap produk yang dapat diproduksi, dan kemudian akan

mempengaruhi margin kontribusi margin kontribusi total yang dapat dihasilkan.

Satu batasan Internal Mangikat. Apabila diasumsikan bahwa setiap suku cadang harus

dibor dengan menggunakan suatu mesin khusus. Perusahaan mempunyai 3 mesin bor dengan

waktu pengeboran total per minggu selama 120 jam pengeboran untuk ketiga mesin. Suku

cadang X per unit membutuhkan 1 jam pengeboran, dan suku cadang Y per unit

membutuhkan 3 jam pengeboran. Tidak ada batasan lain selain mesin pengeboran tersebut.

Oleh karena setiap unit X membutuhkan 1 jam pengeboran, maka 120 unit X dapat dihasilkan

per minggu. Jika margin kontribusi X per unit adalah Rp900, maka suku cadang X akan

menghasilkan margin kontribusi total Rp180.000 (Rp900 x 120 unit) per minggu. Di pihak

lain, suku cadang Y per unit membutuhkan 3 jam pengeboran, maka 40 unit Y dapat

dihasilkan per minggu. Apabila margin kontribusi Y per unit Rp1.800, maka margin

kontribusi total yang dihasilkan adalah Rp72.000 (Rp1.800 x 40 unit) per minggu. Jika

perusahaan memproduksi suku cadang X akan menghasilkan margin kontribusi total lebih

tinggi dari pada jika perusahaan hanya memproduksi suku cadang Y, walaupun margin

kontribusi per unit suku cadang Y dua kali lipat suku cadang X.

Margin kontribusi per unit untuk setiap produk tidak penting. Margin kontribusi per

unit sumber ekonomi merupakan faktor penentu. Produk yang menghasilkan margin

kontribusi per unit jam pengeboran yang tertinggi seharusnya dipilih. Suku cadang X

menghasilkan margin kontribusi per jam pengeboran Rp900 (Rp900/1 jam pengeboran),

sedangkan suku cadang Y hanya menghasilkan margin kontribusi Rp600 per jam pengeboran

(Rp1.800/3 jam pengeboran). Jadi bauran optimal adalah 120 unit suku cadang X dan tidak

memproduksi suku cadang Y akan menghasilkan margin kontribusi total Rp108.000 per

minggu. Perhatikan bahwa bauran produk ini menggunakan seluruh kapasitas 120 jam

pengeboran sehingga batasan jam pengeboran ini merupakan batasan yang mengikat.

Batasan Mengikat Internal dan Batasan Mengikat Eksternal. Margin kontribusi per unit

sumber ekonomi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi bauran produk optimal ketika

terdapat batasan mengikat eksternal. Misalnya, diasumsikan dengan batasan internal yang

sama yaitu 120 jam pengeboran, tetapi perusahaan juga menghadapi batasan eksternal yaitu

hanya dapat menjual 30 unit suku cadang X dan 100 unit suku cadang Y. batasan internal

memungkinkan perusahaan memproduksi 120 suku cadang X, tetapi hal ini bukan lagi pilihan

yang menguntungkan karena perusahaan memproduksi 120 unit suku cadang X, tetapi hal inio

bukan lagi pilihan yang menguntungkan karena perusahaan hanya dapat menjual suku cadang

X ke luar sebanyak 30 unit. Jadi perusahaan menghadapi suatu batasan eksternal mengikat

yang memengaruhi keputusan sebelumnya yaitu hanya memproduksi dan menjual suku

cadang X. Oleh karena margin kontribusi per unit sumber ekonomi yaitu Rp900 untuk suku

cadang X dan Rp600 untuk suku cadang Y, maka masih masuk akal untuk memproduksi dan

menjual suku cadang Y. perusahaan seharusnya memproduksi lebih dulu 30 unit suku cadang

X dengan menggunakan 30 jam pengeboran dan sisanya 90 jam pengeboran digunakan untuk

memproduksi 30 unit suku cadang Y (1 Unit Y membutuhkan 3 jam pengeboran). Jadi,

bauran produk optimal adalah 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y yang

menghasilkan margin kontribusi total Rp81.000 per minggu ((Rp900 x 30 unit X) + (Rp1.800

x 30 unit Y)).

Tahap II: Eksploitasi Batasan Mengikat

Salah satu cara penggunaan terbaik batasan mengikat adalah untuk menjamin bahwa bauran

produk optimal diproduksi. Namun, pemanfaatan terbaik batasan mengikat lebih ekstensif

daripada hanya menjamin memproduksi bauran produk yang optimal. Tahap ini adalah inti

filosofi teori constraint pada manajemen batasan jangka pendek dan secara langsung

berhubungan dengan tujuan teori constraint untuk mengurangi persediaan dan memperbaiki

kinerja.

Dalam kebanyakan organisasi hanya terdapat beberapa batasan sumber ekonomi yang

mengikat. Batasan mengikat utama didefinisi sebagai drummer (penabuh genderang). Apabila

hanya terdapat satu batasan mengikat internal dalam perusahaan maka batasan ini menjadi

drummer. Tingkat produksi batasan drummer akan menentukan tingkat produksi seluruh

pabrik. Proses produksi hilir akan mengikuti batasan drummer. Penjadwalan untuk proses

produksi hilir adalah mudah. Ketika suatu suku cadang diselesaikan dalam proses drummer,

maka proses produksi berikutnya dimulai. Demikian juga, setiap operasi berikutnya dimulai

ketika operasi sebelumnya telah selesai. Proses produksi hulu yang memberikan masukan

bagi batasan drummer dijadwal untuk memproduksi dalam tingkat yang sama dengan batasan

drummer. Penjadwalan pada tingkat drummer mencegah proses produksi hulu mempunyai

persediaan barang dalam proses yang berlebihan.

Penjadwalan proses produksi hulu terdapat dua fitur tambahan yang digunakan teori

constraint dalam mengatur batasan untuk merendahkan jumlah persediaan dan memperbaiki

kinerja organisasi yaitu buffer (cadangan) dan ropes (pengikat). Pertama, suatu buffer

persediaan ditentukan di muka untuk batasan mengikat utama. Buffer persediaan disebut

sebagai time buffer. Time buffer adalah persediaan yang dibutuhkan untuk memelihara

batasan sumber ekonomi digunakan selama interval waktu tertentu. Tujuan suatu time buffer

adalah untuk melindungi throughput organisasi dari gangguan yang dapat diatasi dalam

interval waktu tertentu. Misalnya, jika memerlukan waktu satu hari untuk mengatasi

kebanyakan interupsi yang terjadi di proses hulu sebelum batasan drummer, maka buffer dua

hari adalah waktu yang seharusnya cukup untuk melindungi throughput dari interupsi macam

apa pun. Jadi, dalam penjadwalan, operasi sebelum batasan drummer seharusnya

memproduksi suku cadang yang dibutuhkan batasan drummer untuk dua hari di muka dari

penggunaan yang dijadwalkan. Setiap operasi yang mendahului dijadwal lebih awal sehingga

suku cadang tiba pada waktu dibutuhkan oleh operasi berikutnya.

Ropes adalah tindakan yang dilakukan untuk mengikatkan tingkat bahan baku yang

dimasukkan ke operasi pertama di pabrik dengan tingkat produksi pada batasan drummer.

Tujuan suatu rope adalah untuk menjamin bahwa persediaan barang dalam proses tidak

melebihi yang dibutuhkan untuk time buffer. Jadi, tingkat (rate) pada batasan drummer

digunakan untuk membatasi tingkat bahan baku yang masuk proses pertama dan

mengendalikan secara efektif tingkat pada proses produksi pertama. Tingkat pada proses

pertama kemudian mengendalikan tingkat pada proses berikutnya. Sistem persediaan pada

teori constraint sering disebut drum-buffer-rope (DBR) system.

Berikut ini contoh lanjutan yang mengilustrasikan drum-buffer-rope (DBR) system.

Misalnya, perusahaan mempunyai tiga proses produksi yang berurutan yaitu penggerindaan,

pengeboran, dan pengkilapan. Setiap proses tersebut mempunyai batasan sumber. Permintaan

untuk suku cadang juga terbatas, yaitu suku cadang X sebanyak 30 unit dan suku cadang Y

sebanyak 100 unit. Kemudian, diasumsikan bahwa hanya ada satu batasan mengikat internal

yaitu pengeboran sehingga bauran optimal adalah 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku

cadang Y untuk per minggu. Dua proses lain yaitu penggerindaan dan pengkilapan merupakan

batasan longgar karena mampu memproduksi suku cadang lebih banyak daripada bauran

optimal tersebut. Oleh karena proses pengeboran memberikan masukan kepada proses

pengkilapan, maka proses pengeboran dapat didefinisi sebagai batasan drummer untuk

seluruh pabrik. Diasumsikan bahwa permintaan harian dalam minggu adalah sama yaitu 6 unit

untuk setiap suku cadang (satu minggu terdiri atas 5 hari keija). Time buffer selama 2 hari

akan memerlukan 24 unit suku cadang lengkap dari proses penggerindaan, yaitu 12 unit suku

cadang X dan 12 unit suku cadang Y. Untuk menjamin bahwa time buffer tidak melebihi

tingkat 6 unit per hari untuk setiap suku cadang, bahan baku yang dimasukkan ke proses

penggerindaan seharusnya hanya sebanyak kebutuhan untuk memproduksi 6 unit untuk setiap

suku cadang per hari. Inilah rope pada proses produksi tersebut yaitu mengikatkan bahan

baku yang dimasukkan ke proses pertama ke tingkat pada batasan drummer.

Tahap III: Mengesampingkan Hal Lain untuk Pembuatan

Keputusan pada Tahap II

Batasan drummer pada dasarnya menentukan kapasitas untuk keseluruhan pabrik. Semua

departemen lainnya seharusnya diatur untuk kebutuhan batasan drummer. Cara ini meminta

perusahaan untuk mengubah cara pandang mereka. Misalnya, penggunaan ukuran efisiensi

pada tingkat departemen mungkin tidak lagi sesuai. Sebagai kelanjutan dari contoh

berikutnya, usaha untuk memaksimalkan efisiensi produktif pada departemen penggerindaan

dapat mengakibatkan persediaan barang dalam proses yang berlebihan. Apabila kapasitas

departemen penggerindaan adalah 80 unit suku cadang per minggu, maka departemen

penggerindaan akan menambah produksi 20 unit suku cadang per minggu, di atas bauran

optimal 60 unit suku cadang yaitu 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y berdasar

batasan drummer yaitu departemen pengeboran. Oleh karena itu, dalam periode satu tahun

kelebihan persediaan barang dalam proses adalah 1.000 unit (20 unit x 50 minggu kerja).

Departemen pengkilapan harus berproduksi mengikuti departemen sebelumnya yaitu

departemen penggerindaan yang merupakan batasan drummer. Oleh karena itu, produksi di

departemen pengkilapan dapat dikendalikan berdasarkan output departemen pengeboran.

Tahap IV: Mengurangi Batasan Mengikat

Setelah tindakan-tindakan dilakukan untuk penggunaan terbaik batasan yang ada, langkah

berikutnya adalah memulai suatu program perbaikan berkelanjutan untuk mengurangi

batasan-batasan mengikat yang dimiliki. Misalnya, apabila perusahaan menambah setengah

shift kerja pada departemen pengeboran, maka kapasitas akan meningkat dari 120 jam

pengeboran menjadi 180 jam pengeboran per minggu. Adanya tambahan 60 jam pengeboran,

perusahaan dapat meningkatkan produksi suku cadang Y dari 30 unit menjadi 50 unit atau

terdapat produksi tambahan 20 unit suku cadang Y (1 unit Y membutuhkan 3 jam

pengeboran). Oleh karena suku cadang Y mempunyai margin kontribusi per unit Rp1.800,

maka throughput akan meningkat Rp36.000 per minggu (Rp1.800 x 20 unit), dengan asumsi

bahwa departemen penggerindaan dan pengkilapan dapat menghasilkan 20 unit suku cadang

Y per minggu. Departemen penggerindaan mempunyai kapasitas 80 unit dan setiap unit suku

cadang X dan Y masing-masing membutuhkan 1 jam penggerindaan, sehingga digunakan 60

jam penggerindaan. Jadi, produksi tambahan 20 unit masih dapat dikerjakan dalam kapasitas

yang tersedia.

Jika departemen pengkilapan mempunyai kapasitas 160 jam dan suku cadang X per

unit menggunakan 2 jam dan suku cadang Y menggunakan 1 jam. Apabila bauran optimal

sebelumnya, yaitu 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y, maka 90 jam

pengkilapan digunakan. Penambahan produksi sebanyak 20 unit suku cadang Y, perusahaan

membutuhkan 20 jam pengkilapan tambahan. Kebutuhan ini dapat terpenuhi karena terdapat

kapasitas menganggur 70 jam pengkilapan (160 jam - 90 jam). Jadi, perubahan dari bauran

produk terdiri atas 30 unit suku cadang X dan 30 unit suku cadang Y menjadi bauran produk

30 unit suku cadang X dan 50 unit suku cadang Y, adalah mungkin dilakukan. Pertanyaannya

adalah apakah penambahan setengah shift kerja akan lebih menguntungkan. Pertanyaan ini

dapat dijawab dengan membandingkan biaya tambahan kebijakan penambahan setengah shift

kerja dengan penambahan throughput Rp36.000 per minggu. Jika biaya tambahan untuk

setengah shift kerja adalah Rp 150 per jam, maka biaya tambahan total adalah Rp9.000 per

minggu (Rp150 x 60 jam), dan keputusan penambahan setengah shift kerja adalah

menguntungkan.

Tahap V: Pengulangan Proses

Akhirnya, batasan sumber berupa aktivitas pengeboran akan ditinggalkan pada suatu titik

yang batasan tersebut tidak mengikat lagi. Misalnya, jika perusahaan menambah satu shift

kerja penuh untuk operasi pengeboran, maka kapasitas yang tersedia menjadi 240 jam

pengeboran. Batasan pengeboran dan pengkilapan mampu memproduksi lebih banyak suku

cadang Y, tetapi proses penggerindaan tidak dapat menambah produksi karena departemen

penggerindaan mempunyai kapasitas maksimum 80 unit per minggu untuk kombinasi suku

cadang X dan Y. Jadi, batasan drummer yang baru adalah penggerindaan. Ketika batasan

drummer baru diidentifikasi, maka proses teori constraint diulang. Tujuannya adalah untuk

melakukan perbaikan kinerja secara berkelanjutan dengau mengelola batasan.

DAFTAR ISI

1. Batasan drummer adalah batasan mengikat yang utama dalam proses produksi suatu

perusahaan.

2. Batasan longgar (loose constraint) adalah batasan yang mempunyai sumber ekonomi

yang tidak sepenuhnya digunakan oleh suatu bauran produk.

3. Batasan mengikat (binding constraint) adalah batasan-batasan yang semua sumber

ekonominya dimanfaatkan secara penuh.

4. Biaya pemesanan (ordering costs) adalah biaya untuk menempatkan atau menerima

pesanan.

5. Biaya penyimpanan (carrying costs) adalah biaya yang timbul untuk menyimpan

persediaan, misalnya, biaya asuransi persediaan, biaya karena ketinggalan jaman,

biaya kesempatan karena modal tertanam dalam persediaan, biaya penanganan bahan,

dan biaya ruang penyimpanan.

6. Biaya setup adalah biaya untuk penyiapan peralatan dan fasilitas untuk dapat

digunakan memproduksi suatu produk atau komponen tertentu.

7. Biaya kehabisan sediaan (stockout costs) adalah biaya yang terjadi karena tidak

tersedianya produk yang dipesan oleh pelanggan.

8. Electronic data interchange (EDI) adalah suatu sistem komputerisasi yang

menghubungkan database pemasok dengan database pembeli secara online.

9. Kinerja tenggat (due-date performance) adalah suatu ukuran kemampuan perusahaan

untuk merespons kebutuhan pelanggan.

10. Model economic order quantity (EOQ) adalah suatu model untuk meminimumkan

biaya persediaan dengan menentukan kuantitas pemesanan yang ekonomis.

11. Persediaan minimal adalah kuantitas persediaan yang harus selalu tersedia untuk

mengantisipasi fluktuasi jumlah yang diminta oleh pelanggan.

12. Ropes adalah tindakan yang dilakukan untuk mengikatkan tingkat bahan baku yang

dimasukkan ke operasi pertama di pabrik dengan tingkat produksi pada batasan

drummer.

13. Sistem kanban adalah suatu sistem yang menjamin bahwa suku cadang atau bahan

tersedia ketika dibutuhkan.

14. Sistem just-in-case adalah suatu pendekatan tradisional untuk pengelolaan persediaan.

15. Sistem pull adalah suatu sistem pengendalian produksi berdasarkan permintaan pasar.

16. Teori constraint adalah suatu teori yang mengembangkan suatu pendekatan yang

mengelola batasan-batasan untuk mendukung pencapaian tujuan perbaikan secara

berkelanjutan.

17. Throughput adalah perbedaan antara penjualan dengan biaya variabel level unit (unit-

level variable costs), seperti bahan baku dan tenaga listrik.

Time buffer adalah persediaan yang dibutuhkan untuk memelihara batasan sumber ekonomi

digunakan selama interval waktu tertentu.