Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

75
TUGAS KEUANGAN DAN PERBANKAN SYARIAH “MANAJEMEN PEGADAIAN” Disusun Oleh : Anna Rosalina (Nim : 123070046) Irma Yusnita (Nim : 123070050)

description

membahas mengenai perbedaan manajemen Pegadaian yang dikelola secara konvensional dibandingkan dengan manajemen Pegadaian yang dikelola secara syariah,di Indonesia

Transcript of Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Page 1: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

TUGAS

KEUANGAN DAN PERBANKAN SYARIAH

“MANAJEMEN PEGADAIAN”

Disusun Oleh :

Anna Rosalina (Nim : 123070046)

Irma Yusnita (Nim : 123070050)

MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2008

Page 2: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

MANAJEMEN PEGADAIAN

A. PENDAHULUAN

Unit layanan pegadaian syariah bermula dari terbitnya PP No.10 tanggal 1 April

1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu

dicermati bahwa PP 10/1990 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk

mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP No. 103 tahun 2000

yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pagadaian sampai sekarang.

Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16

Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus

diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat

Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep

pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus

yang menangani kegiatan usaha syariah.

Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada system administrasi modern

yaitu asas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan denganb nilai Islam.

Fungsi operasi Pegadaian syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang

Pegadaian Syariah / Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi

dibawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis

mandiri yang secara structural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.

Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai

Syariah (ULGS) cabang dewi sartika dibulan januari tahun 2003. menyusul kemudian

ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta ditahun yang sama

hingga September 2003. Masih ditahun yang sama pula, 4 kantor Cabang Pegadaian di

Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.

B. PENGERTIAN GADAI PADA KONVENSIONAL

Page 3: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Dalam kegiatan sehari-hari, uang selalu saja dibutuhkan untuk membeli atau

membayar berbagai keperluan. Dan yang menjadi masalah terkadang kebutuhan yang

ingin dibeli tidak dapat dicukupi dengan uang yang dimilikinya. Kalau sudah demikian

maka mau tidak mau harus mengurangi berbagai keperluan yang dianggap tidak penting,

namun untuk keperluan yang sangat penting terpaksa harus dipenuhi dengan berbagai

cara seperti meminjam dari berbagai sumber dana yang ada.

Jika kebutuhan dana jumlahnya besar, maka dalam jangka pendek sulit untuk

dipenuhi, apalagi jika harus dipenuhi lewat lembaga pebankan. Namun jika dana yang

dibutuhkan relatif kecil tidak jadi masalah, karena banyak tersedia sumber dana yang

murah dan cepat, mulai dari pinjaman ke tetangga, tukang ijon sampai kepinjaman dari

berbagai lembaga keuangan lainnya.

Bagi mereka yang memiliki barang-barang berharga kesulitan dana dapat segera

dipenuhi dengan cara menjual barang berharga tersebut, sehingga sejumlah uang yang

diinginkan dapat terpenuhi. Namun resikonya barang yang telah dijual akan hilang dan

sulit untuk kembali. Kemudian jumlah uang yang diperoleh terkadang lebih dari yang

diinginkan sehingga dapat mengakibatkan pemborosan.

Untuk mengatasi kesulitan di atas di mana kebutuhan dana dapat dipenuhi tanpa

kehilangan barang-barang berharga, maka masyarakat dapat menjaminkan barang-barang

berharga tertentu ke lembaga tertentu. Barang yang dijaminkan tersebut pada waktu

tertentu dapat ditebus kembali setelah pinjaman dilunasi. Kegiatan menjaminkan barang-

barang untuk memperoleh sejumlah uang dan dapat ditebus kembali setelah jangka waktu

tertentu tersebut disebut dengan nama usaha gadai.

Dengan usaha gadai masyarakat tidak perlu takut kehilangan barang-barang

berharganya dan jumlah uang yang diinginkan dapat disesuaikan dengan harga barang

yang dijaminkan. Perusahaan yang menjalankan usaha gadai disebut perusahaan

pegadaian dan secara resmi satu-satunya usaha gadai di Indonesia hanya dilakukan oleh

Perusahaan Pegadaian.

Secara umum pengertian usaha gadai adalah dengan lembaga gadai. kegiatan

menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh

sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan

perjanjian antara nasabah.

Page 4: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Pengertian gadai yang ada dalam syariah agak berbeda dengan pengertian gadai yang ada

dalam hukum positif, sebab pengertian gadai dalam hukum positif seperti yang

tercantum dalam Burgerlijk Wetbook (Kitap Undang-undang Hukum Perdata) adalah

suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang

diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang yang lain atas

namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil

pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang yang berpiutang

lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya

mana harus didahulukan (Pasal 1150 KUH Perdata).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa usaha gadai memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

1. Terdapat barang-barang berharga yang digadaikan.

2. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan.

3. Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali.

C. KEUNTUNGAN USAHA GADAI

Tujuan utama usaha pegadaian adalah untuk mengatasi agar masyarakat yang

sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon atau

tukang rentenir yang bunganya reltif tinggi. Perusahaan Pegadaian menyediakan

pinjaman uang dengan jaminan barang-barang berharga. Meminjam uang ke Perusahaan

Pegadaian bukan saja karena prosedurnya yang mudah dan cepat, tapi karena biaya yang

dibebankan lebih ringan jika dibandingkan dengan para pelepas uang atau tukang ijon.

Hal ini dilakukan sesuai dengan salah satu tujuan dari Perusahaan Pegadaian dalam

pemberian pinjaman kepada masyarakat dengan moto “menyelesaikan masalah tanpa

masalah”.

Jika seseorang membutuhkan dana sebenarnya dapat diajukan ke berbagai sumber

dana, seperti meminjam uang ke bank atau lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi

kendala utamanya adalah prosedurnya yang rumit dan memakan waktu yang relatif lebih

lama, di samping itu persyaratan yang lebih sulit untuk dipenuhi seperti dokumen yang

harus lengkap, membuat masyarakat mengalami kesulitan untuk memenuhinya. Begitu

Page 5: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

pula dengan jaminan yang diberikan harus barang-barang tertentu, karena tidak semua

barang dapat dijadikan jaminan di bank.

Namun di perusahaan pegadaian begitu mudah dilakukan, masyarakat cukup

datang ke kantor pegadaian terdekat dengan membawa jaminan barang tertentu, maka

uang pinjamanpun dalam waktu singkat dapat terpenuhi. Jaminannya pun cukup

sederhana sebagai contoh adalah jaminan jam tangan saja sudah cukup untuk

memperoleh sejumlah uang dan hal ini hampir mustahil dapat diperoleh di lembaga

keuangan lainnya.

Keuntungannya lain di pegadaian adalah pihak pegadaian tidak

mempermasalahkan untuk apa uang terrsebut digunakan dan hal ini tentu bertolak

belakang dengan pihak perbankan yang harus dibuat serinci mungkin tentang penggunaan

uangnya. Begitu pula dengan sangsi yang diberikan relatif ringan, apabila tidak dapat

melunasi dalam waktu tertentu. Sangsi yang paling berat adalah jaminan yang disimpan

akan dilelang untuk menutupi kekurangan pinjaman yang diberikan.

Jadi keuntungan perusahaan pegadaian jika dibandingkan dengan lembaga

keuangan bank atau lembaga keuangan lainya adalah:

1. Waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang yaitu pada hari itu juga, hal

ini disebabkan prosedurnya yang tidak berbelit-belit.

2. Persyaratan yang sangat sederhana sehingga memudahkan konsumen untuk

memenuhinya.

3. Pihak Pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut digunakan untuk apa,

jadi sesuai denan kehendak nasabahnya.

D. PRODUK-PRODUK PEGADAIAN

1. KCA (Kredit Cepat Aman)

Pemberian kredit sistem gadai, prosesnya cepat (hanya 15 menit), aman dan

mudah prosedurnya, dengan jaminan barang bergerak seperti perhiasan (emas dan

berlian), kendaraan bermotor dan barang bergerak lainnya.

2. KRASIDA (Kreddit Angsuran Sistem Gadai)

Pemberian kredit gadai bagi usaha mikro & kecil dengan sistem angsuran bunga

1% / bulan, jangka waktu maksimal 3 tahun dengan jaminan barang bergerak

Page 6: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

seperti perhiasan (emas dan berlian), kendaraan bermotor (sepeda motor &

mobil), dan barang bergerak lainnya (sama dengan KCA).

3. KREASI (Kredit Angsuran Sistem Fidusia)

Pemberian kredit sistem fidusia bagi usaha mikro & kecil dengan sistem angsuran

bung 1%/bulan, jangka waktu maksimal 2 tahun. Barang jaminan BPKB dan

survey kelayakan usaha.

4. JASA TAKSIRAN

Layanan untuk memberikan penilaian berbagai jenis dan kualitas perhiasan emas

dan berlian. Penaksir-penaksir kami akan menjelaskan kepada nasabah akan

karatase dan keaslian perhiasan nasabah.

5. JASA TITIPAN

Layanan penitipan/penyimpanan surat berharga / dokumen / sertifikat dan barang

berharga lainnya. Prosedur mudah, biaya murah dan barang / dokumen nasabah

akan aman.

E. PROSEDUR MEMPEROLEH PINJAMAN

Nilai taksiran atas barang yang akan digunakan tidak sama dengan besarnya

pinjaman yang diberikan. Setelah nilai taksiran ditentukan, petugas menentukan junlah

uang pinjaman yang dapat diberikan. Penentuan uang pinjaman ini juga ditentukan oleh

Perum Pagadaian berdasarkan golongan yang sesarnya berkisar antara 80-92%.

Pinjaman kemudian digolongkan atas dasar jumlah untuk menentukan syarat-

syarat pinjaman seperti besarnya sewa modal, jangka waktu pelunasan, jadwal atau waktu

pelelangan. Adapun tariff sewa modal per 15 hari adalah sebagai berikut :

Golongan Tarif Sewa Modal (Bunga) Pinjaman

Golongan A 0,15 % Rp. 5.000 – 150.000

Golongan B 1,2 % Rp. 151.000 – 500.000

Golongan C 1,3 % Rp. 510.000 – 20.000.000

Golongan D 1 % ≥ Rp. 20.500.000

Page 7: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Jangka waktu kredit yang diberikan oleh Perum Pegadaian adalah 120 hari atau 4

bulan, jika nasabah belum dapat mengembalikan pinjaman atau menebus maka dapat

diperpanjang atau digadai ulang. Permintaan atau perbaharui kredit dikenakan biaya

administrasi pada bank konvensional adalah sebesar 1 % dari uang pinjaman. Pemberian

uang pinjaman dan pelunasan pinjaman dapat digambarkan sebagai berikut :

E.1. Gambar pemberian uang pinjaman

E.2. Gambar pelunasan pinjaman

F. LELANG BARANG JAMINAN

1. NASABAH

3. KASIR

2. PENAKSIR

1. NASABAH

2. KASIR

3. Petugas penyimpan barang jaminan

Page 8: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Jika sampai batas waktu tertentu, nasabah tidak melunasi, mencicil atau

memperpanjang pinjaman, barang jaminan akan dilelang pada bulan ke 5. Pelelangan

dilaksanakan oleh Pegadaian sendiri (Staaatsblad tahun 1920 No. 133). Tanggal lelang

diumumkan melalui papan pengumuman dan media radio. Dalam hal barang jaminan

telah dilelang, maka nasabah masih berhak untuk menerima uang kelebihan yaitu hasil

penjualan dalam lelang setelah dikurangi uang pinjaman + sewa modal, biaya lelang.

Apabila kredit belum dapat dikembalikan pada waktunya dapat diperpanjang dengan cara

dicicil atau gadai ulang. Kedua cara ini secara otomatis akan memperpanjang jangka

waktu kredit.

Jika setelah dilelang teradi kelebihan maka uang kelebihan dapat diambil sesudah

pelelangan. Tenggang waktu pengambilan uang kelebihan ditentukan selama 1 (satu)

tahun setelah tanggal lelang. Apabial dalam waktu yang ditentukan tidak diambil maka

uang kelebihan (kadaluarsa) akan menjadi milik perusahaan.

G. PENGERTIAN GADAI DALAM SYARIAH

Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahn yang secara bahasa diartikan al-tsubut

wa al-dawam (tetap dan kekal) sebagian Ulama Luhgat memberi arti al-hab (tertahan).

Sedangkan definisi al-rahn menurut istilah yaitu menjadikan suatu benda yang

mempunyai nilai harta dalam pandangan syar’a untuk kepercayaan suatu utang, sehingga

memungkinkan mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.

Istilah rahn menurut Imam Ibnu Mandur diartikan apa-apa yang diberikan sebagai

jaminan atas suatu manfaat barang yang diagunkan. Dari kalangan Ulama Mazhab Maliki

mendefinisikan rahn sebagai “harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan hutang

yang bersifat mengikat“, ulama Mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan “menjadikan

suatu barang sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai

pembayar hak tersebut, baik seluruhnya maupun sebagiannya“. Ulama Syafii dan

Hambali dalam mengartikan rahn dalam arti akad yakni menjadikan materi (barang)

sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang

berhutang tidak bisa membayar hutangnya.

Page 9: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Berdasarkan dua landasan hukum tersebut ulama bersepakat bahwa rahn

merupakan transaksi yang diperbolehkan dan menurut sebagian besar (jumhur) ulama,

ada beberapa rukun bagi akad rahn yang terdiri dari, orang yang menggadaikan (ar-

rahn), barang-barang yang digadai (marhun), orang yang menerima gadai (murtahin)

sesuatu yang karenanya diadakan gadai, yakni harga, dan sifat akad rahn. Sedangkan

untuk sahnya akad rahn, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak yang

terlibat dalam akad ini yakni: berakal, baligh, barang yang dijadikan jaminan ada pada

saat akad, serta barang jaminan dipegang oleh orang yang menerima gadai (marhun) atau

yang mewakilinya.

Dengan terpenuhinya syarat-syarat di atas maka akad rahn dapat dilakukan karena

kejelasan akan rahin, murtahin dan marhun merupakan keharusan dalam akad rahn.

Sedangkan mengenai saat diperbolehkan untuk menggunaan akad rahn, al-Qur’an dan

al-Sunah serta ijma ulama tidak menetapkan secara jelas mengenai akad-akad atau

transaksi jual beli yang diizinkan untuk menggunakan akad rahn.

Sebagian kecil ulama, sebagaimana yang dikemukakan Ibn Rudy bahwa mazhab

Maliki beranggapan bawa gadai itu dapat dilakukan pada segala macam harga dan pada

semua macam jual beli, kecuali jual beli mata uang, dan pokok modal pada akad salam

yang berkaitan dengan tanggungan, hal ini disebabkan karena pada shaf pada salam

disyaratkan tunai, begitu pula pada harta modal. Sedangkan kelompok Fuqaha Zahiri

berpendapat bahwa akad gadai (rahn) tidak boleh selain pada salam yakni pada salam

dalam gadai, hal ini berdasar pada ayat yang berkenaan dengan gadai yang terdapat

dalam masalah hutang piutang barang jualan, yang diartikan mereka sebagai salam.

Dari bebrapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa sebagian ulama beranggapan

bahwa rahn dapat digunakan pada transaksi dan akad jual beli yang bermacam-macam,

walaupun ada perbedaan ulama mengenai waktu dan pemanfaatan dari barang yang

dijadikan jaminan tersebut.

Sedangkan benda Rahn yang digadai, dalam konsep fiqh merupakan amanat yang

ada pada murtahin yang harus selalu dijaga dengan sebaik-baiknya, dan untuk menjaga

serta merawat agar benda (barang) gadai tersebut tetap baik, kiranya diperlukan biaya,

yang tentunya dibebankan kepada orang yang menggadai atau dengan cara

Page 10: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

memanfaatkan barang gadai tersebut. Dalam hal pemanfaatan barang gadai, beberapa

ulama berbeda pendapat karena masalah ini sangat berkaitan erat dengan hakikat barang

gadai, yang hanya berfungsi sebagai jaminan utang pihak yang menggadai.

Agar lebih jelasnya perbedaan pendapat para ulama mengenai pemanfaatan barang

gadai akan dipaparkan sebagai berikut:

1.      Pendapat Imam Syafii

Dalam kitab al-Um’nya Imam Syafii menjelaskan tetang pemanfaataan barang

jaminan sebagai berikut: “Manfaat dari barang jaminan adalah bagi yang

menggadaikan, tidak ada sesuatu pun dari barang jaminan itu bagi yang menerima

gadai.”

Sedangkan pendapat senada diutarakan Ulama Safiiyah bahwa orang yang

menggadaikan adalah yang mempunyai hak atas manfaat barang yang digadaikan,

meskipun barang yang digadai itu ada di bawah kekuasaan penerima gadai,

Kekuasaannya atas barang yang digadai tidak hilang kecuali ketika mengambil

manfaat atas barang gadai tersebut. Sedangkan penerima gadai tidak boleh

mengambil manfaat barang gadai jika hal itu disyaratkan dalam akad, tetapi jika

mengambil manfaatnya itu diizinkan oleh orang yang menggadai maka itu

diperbolehkan.

Ulama Safiiyah menyandarkan pendapat ini pada hadist yang diriwayatkan dari

Abu Hurairah sebagai berikut: “Gadaian itu tidak menutup akan yang punyanya dari

manfaat barang itu, faidahnya kepunyaan dia dan dia wajib mempertanggung

jawabkan resikonya (kerusakan dan biaya)”. Sedangkan Imam Syafii menyebutkan

hadis lain yang diriwayatkan Abu Hurairah yang menjelaskan bahwa, “barang

jaminan itu dapat ditunggangi dan diperah”. Secara tegas Imam Syafii memberi

penjelasan mengenai hadis di atas yakni bahwa yang boleh menunggangi dan

memeras barang gadai itu hanyalah pemiliknya dan bukan orang yang menerima

gadai.

Dari penjelasan dan dasar syar’i yang digunakan Imam Safii dan Ulama

Syafiiyah di atas dapat diartikan bahwa manfaat barang gadai hanyalah milik si

pegadai dan bukan orang yang menerima barang gadai, sedangkan hak bagi penerima

Page 11: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

gadai hanyalah mengawasi barang jaminan sebagai kepercayaan hutang yang telah

diberikannya kepada si pegadai dan dapat memanfaatkannya hanya jika seizin orang

yang menggadai.

2.      Pendapat Imam Malik (Malikiyah)

Ulama Malikiyah dalam hal pemanfaatan barang gadai berpendapat bahwa hasil

dari barang gadaian dan segala sesuatu yang dihasilkan dari padanya adalah hak yang

menggadaikan, dan hasil gadaian itu adalah bagi yang menggadaikan selama si

penggadai tidak mensyaratkan (Rahmat Syafii, 1997). Dengan kata lain jika murtahin

mensyaratkan bahwa hasil barang gadai itu untuknya, maka hal itu dapat dilakukan

dengan beberapa syarat:

a.      Utang terjadi karena jual beli dan bukan karena menguntung-kan.

b.      Pihak penerima gadai mensyaratkan bahwa manfaat dari barang gadai adalah

untuknya.

c.      Jangka waktu mengambil manfaat yang telah disyaratkan waktunya harus

ditentukan, dan jika tidak ditentukan dan tidak diketahui batas waktunya, maka

menjadi tidak sah (Sayyid Sabiq, hal. 188).

Jika syarat-syarat tersebut di atas telah jelas, maka menurut ulama Malikiyah

sah bagi penerima gadai untuk mengambil manfaat dari barang yang digadaikan.

Dari kedua pendapat ulama tersebut dapat diambil persamaan keduanya yaitu

bahwa manfaat barang jaminan gadai (rahn) ialah bagi orang yang memilikinya

(menggadainya). Sedangkan perbedaan yang nampak ialah pada bolehnya

pemanfaatan barang gadai dengan adanya syarat oleh Imam Malik sedangkan Imam

Syafii atau ulama Safiiyah membolehkan hanya dengan adanya izin dari penggadai

(orang yang mempunyai barang). Hadis yang dijadikan landasan oleh ulama yang

membolehkan pemanfaatannya ialah Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu

Hurairah sebagai berikut:

Sabda Rasulullah: “gadaian ditunggangi dengan nafkahnya, jika dia dijadikan

jaminan utang dan air susu diminum dengan nafkahnya jika dijadikan jaminan utang

dan kepada yang menunggangi dan meminum harus memberi nafkah” (HR Bukhari).

Page 12: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

3.      Pendapat Imam Ahmad Ibn Hambal (Hambaliyah)

Dalam hal pemanfaatan barang gadai ulama Hambaliyah lebih menekankan

pada jenis barang yang digadaikan, yakni pada apakah barang yang digadai tersebut

hewan atau bukan, dan bisa ditunggangi serta diperah susunya atau tidak. Jika barang

yang digadai tidak dapat ditungangi dan diperah, maka boleh bagi penerima gadai

mengambil manfaat atas barang gadai. Sedangkan jika barang gadai tersebut tidak

dapat ditunggangi dan diperah maka barang tersebut dapat diambil manfaatnya

dengan seizin yang menggadaikan secara suka rela dan selama sebab gadai itu bukan

dari sebab hutang. (Sayyid Sabiq, hal. 189)

Secara jelas dapat dikatakan bahwa adanya perbedaan pendapat dikalangan

Ulama madzhab dalam membahas pemanfaatan barang gadai di atas merupakan

refrensi bagi para pihak dalam transaksi gadai (rahn) untuk dapat memilih atau

mencari jalan tengah dalam hal pemanfaatan barang gadai sesuai dengan kebutuhan

dan kondisi yang ada, sehingga tujuan utama gadai sebagai pengikat pada transaksi

yang tidak tunai tidak terabaikan.

- Pengertian rahn adalah menahan harta salah satu milik si peminjam sebagai

jaminan atas jaminan yang diterimanya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa

rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.

- Murtahun adalah pemilik dana (perum pegadaian) yang memeberikan pinjaman

kepada rahn dengan menerima barang jaminan sebagai pelunas pinjaman yang

diberikan kepada rahn.

- Marhun adalah harta / barang yang dijadikan sebagai rahn/jaminan (di-rahn kan),

yaitu barang yang berharga atau mempunyai nilai ekonomis serta dapat disimpan /

bertahan lama, seperti emas perhiasan atau batangan, barang-barang elektronik,

kendaraan bermotor.

- Sighat adalah ijab qobul antara rahn dan murtahin yang dituangkan dalam satu

akad.

Page 13: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

- Akad adalah perjanjian, yaitu pertalian ijab dengan qobul menurut cara-cara yang

disyariatkan yang berpengaruh terhadap objek yang di akadkan dan menimbulkan

hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang melaksanakan akad.

- Al-Qardh adalah suatu akad pembiayaan dari murtahun (pihak yangn berpiutang)

kepada rahin (pihak yang berhutang) dengan ketentuan bahwa rahn wajib

mengembalikan dana yang diterimanya kepada murtahin pada waktu yang telah

disepakati oleh kedua belah pihak.

- Ijaroh adalah akad pemindahan manfaat atas suuatu barang atau jasa dalam jangka

waktu tertentu melalui pembayaran upah / sewa tempat, tanpa diikuti

peminadahaan kepemilikan barang itu sendiri.

- Musta’jir adalah pihak penyewa tempat atas barang yang sedang dijadikan

jaminan pelunasan utang kepada pegadaian.

- Mu’ajjir adalah pihak penyewa tempat atas barang yang sedang dijadikan jaminan

pelunasan pinjaman kepada musta’jir.

- Ma’jur adalah barang yang dijadikan objek sewa menyewa dalam akad ijaroh.

H. TUJUAN PENDIRIAN PEGADAIAN

Pada saat pendirian pegadaian syaraih oleh Bank Muamalat Indonesia dan Perum

Pegadaian melalui program musyarakah ditetapka visi dan misi dari pegadaian syariah

yang akan didirikan, yang keduanyA mensiratkan tujuan didirikannya pegadaian syariah.

Visi pegadaian syariah adalah menjadi lembaga keuangan syariah terkemuka di

Indonesia. Sedangkan misinya ada tiga:

a. Memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin melakukan transaksi ang

halal.

b. Memberikan superior return bagi investor

c. Memberikan ketenangan kerja bagi karyawan.

Jadi tujuan pendirian pegadaian syariah meliputi seluruh stakeholder yang berkaitan

dengan usaha layanan pegadaian yaitu masyarakat, investor, dan karyawan.

Mengenai rukun dan sahya akad gadai dijelaskan oleh Pasaribu dan Lubis4

sebagai berikut :

Page 14: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

1. Adanya lafaz, yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai. (Ijab Qabul / sighot)

Lafaz dapat saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya

terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak.

2. Adanya pemberi dan penerima gadai. (Aqid)

Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang yang bertransaksi gadai yaitu rahin

(pemberi gadai) dan murthahin (penenima gadai) adalah Pemberi dan penerima

gadai haruslah orang yang berakal dan balig sehingga dapat dianggap cakap untuk

melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari’at Islam.

3. Adanya barang yang digadaikan. (Marhun)

Barang yang digadaikan harus ada pada saat dilakukan perjanjian gadai dan

barang itu adalah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemudian berada

dibawah pengasaan penerima gadai.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh rahin

(pemberi gadai) adalah:

a. dapat diserah terimakan

b. bermanfaat

c. milik rabin (orang yang menggadaikan)

d. jelas

e. tidak bersatu dengan harta lain

f. dikuasai oleh rahin

g. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan.

Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam buku “Minhajul Muslim” menyatakan bahwa

barang-barang yang tidak boleh diperjualbelikan, tidak boleh digadaikan, kecuali

tanaman dan buah-buahan dipohonnya yang belum masak. Karena penjualan

Page 15: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

tanaman dan buahbuahan dipohonnya yang belum masak tersebut haram, namun

untuk dijadikan barang gadai hal ini diperbolehkan, karena didalamnya tidak

memuat unsur gharar bagi murthahin. Dinyatakan tidak mengandung unsur

gharar karena piutang murthahin tetap ada kendati tanaman dan buah-buahan

yang digadaikan kepadanya mengalami kerusakan (AlJazairi, 2000: 532).

4. Adanya utang/ hutang.

Hutang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga

atau mengandung unsur riba.

Menurut ulama Hanafiyah dan Syafiiyah syarat utang yang dapat dijadikan alas

gadai adalah:

a. berupa utang yang tetap dapat dimanfaatkan;

b. utang harus lazim pada waktu akad;

c. utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.

Jika ada perselisihan mengenai besarnya hutang antara rahin dan murthahin, maka

ucapan yang diterima ialah ucapan rahin dengan disuruh bersumpah, kecuali jika

murthahin bisa mendatangkan barang bukti. Tetapi jika yang diperselisihkan

adalah mengenai marhun, maka ucapan yang diterima adalah ucapan murthahin

dengan disuruh bersumpah, kecuali jika rahin bisa mendatangkan barang bukti

yang menguatkan dakwaannya, karena. Rasulullah SAW bersabda: “barang bukti

dimintakan dari orang yang mengklaim dan sum pah dimintakan dan orang yang

tidak mengaku”. (Diriwayatkan Al-Baihaqi dengan sanad yang baik) (Al-Jazairi,

2000: 533).

Jika murthahin mengklaim telah mengembalikan rahn dan rahin tidak

mengakuinya, maka ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan disuruh

bersumpah, kecuali jika murthahin bisa mendatangkan barang bukti yang

menguatkan klaimnya (Al-Jazairi, 2000: 533).

Page 16: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Madzhab Maliki berpendapat bahwa gadai wajib dengan akad, setelah akad orang

yang menggadaikan (rahin) dipaksakan untuk menyerahkan barang untuk

dipegang oleh yang memegang gadaian (murtahin) (Sayyid Sabiq, 1987: 141).

Sedangkan menurut Al-Jazairi marbun boleh dititipkan kepada orang yang bisa

dipercaya selain murthahin sebab yang terpenting dan marhun tersebut dapat

dijaga dan itu bisa dilakukan oleh orang yang bisa dipercaya (Al-Jazairi, 2000:

532).

I. OPERASIONALISASI PEGADAIAN SYARIAH

Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian

konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga

menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.Prosedur untuk

memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti

identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam

waktu yang tidak relatif lama ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi

pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja

dengan waktu proses yang juga singkat.

Di samping beberapa kemiripandari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan

konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang

implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang 

ketiga aspek tersebut,  dipaparkan dalam uraian berikut.  

C.1.  Landasan Konsep

Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep

pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran

dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah : 

Quran Surat Al Baqarah : 283

Page 17: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

 

 

 

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu

tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang

dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai

sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya

(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah

kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang

menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya;

dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

Hadist

Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang

yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim 

Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang

gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung

risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah 

Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan

menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya

dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah

susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali

Muslim dan An Nasai 

Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka

punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah

Page 18: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya

yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah

mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia

harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-

Bukhari 

Ijtihad

Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat

boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai ini. Jumhur ulama

berpendapat bahwa disyariatkan pada waktu tidak berpergian maupun pada waktu

berpergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat

hadis tentang orang Yahudi tersebut di Madinah

Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh

al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)  

Landasan ini kemudian diperkuat  dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-

MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan

menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan

ketentuan sebagai berikut. 

a. Ketentuan Umum :

1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang )

sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak

boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi

nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan

perawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin,

namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan

penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.

Page 19: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan

berdasarkan jumlah pinjaman.

5. Penjualan marhun

5.1.Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera

melunasi utangnya.

5.2.Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual

paksa/dieksekusi.

5.3.Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan

dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

5.4.Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi

kewajiban rahin. 

b. Ketentuan Penutup

1.    Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui

Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2.    Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari

terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya. 

C.2. Teknik Transaksi

Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di

atas dua akad transaksi Syariah yaitu. 

1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam

sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan

memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian

Page 20: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai

jaminan atas utang nasabah.

2. Akad Ijaroh. Yaitu  akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui

pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas

barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik

sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan

akad

rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :

a.      Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang

(murtahin).

b.       Sighat ( ijab qabul)

c.       Harta yang dirahnkan (marhun)

d.       Pinjaman (marhun bih)

 Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah

dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang

bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah

disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah

timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya

perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi

Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati

oleh kedua belah pihak.

Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi : 

1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan

barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.

Page 21: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

2. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan

kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta,

pinjaman itu jelas dan tertentu.

3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang

dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin,

tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun

manfaatnya.

4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta

jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.

5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya

penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.

Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup

menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan

disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai

taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan

pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan.

Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah

ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan

adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.

Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan

kesepakatan :

1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum

empat bulan .

2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 80,- (delapan puluh rupiah)

dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat

melunasi pinjaman.

Tarif Ijaroh per 10 Hari :

Taksiran

Page 22: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Rp. 80 x ----------------------

Rp. 10.000

3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat

pencairan uang pinjaman. Dengan ketentuan sebagai berikut:

GOLONGAN PINJAMAN BIAYA ADM

GOL. A Rp. 20.000 – 150.000 Rp. 1.000

GOL. B Rp. 151.000 – 500.000 Rp. 5.000

GOL. C Rp. 501.000 – 1.000.5000 Rp. 8.000

GOL. D Rp. 1.001.000 – 5.000.000 Rp. 16.000

GOL. E Rp. 5.010.000 – 10.000.000 Rp. 25.000

GOL F Rp. 10.050.000 – 20.000.000 Rp. 40.000

GOL. G Rp. 20.100.000 – 50 Jt Rp. 50.000

GOL. H Rp. 50.100.000 – 200 Jt Rp. 60.000

Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk

o    melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu

empat bulan,

o    mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang

sudah berjalan ditambah bea administrasi,

o    atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo

nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.

Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan,

maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih

antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang

kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun

Page 23: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak

mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada

Badan Amil Zakat sebagai ZIS. 

Teknis operasional dalam lembaga pegadaian syariah dapat diilustrasikan sebagai

berikut:

J. PENDANAAN

Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan

kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar

terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana

yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah

dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah

melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian

juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback

up modal kerja.

K. PERBEDAAN PEGADAIAN KONVENSIONAL DAN PEGADAIAN

SYARIAH

Page 24: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Dari uraian diatas dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi

Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu

1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang

disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.

2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang

dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum

konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga

Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau

dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah

yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk

membenarkan penarikan bea jasa simpan.

Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang

digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti

yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya

pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan

dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar

sejumlah dari yang dipinjamkan.

Perbandingan Perhitungan Gadai Syariah dengan Gadai Konvensional

Pegadaian Syariah (Gadai Rahn) Pegadaian Konvensional (Gadai Emas)

Taksiran Marhun = Rp. 924.075 Taksiran Barang = Rp. 924.075

Uang Pinjaman yang diterima = 90% x Rp. 924.075

= Rp. 832.000

Uang Pinjaman yang diterima = 90% x Rp. 924.075

= Rp. 832.000

Biaya ADM Gol C = Rp. 8.000 Biaya ADM Gol C (1%x UP) = Rp. 8.500

Ijaroh per 10 hari x 3 (30 hari/1 bulan)

= Rp. 22.200

Tarif sewa modal (bunga, 1.3% per 15 hari x 2 =

2,6%/bulan) = Rp. 22.000

Total Rp. 862.200 Total Rp. 862.500

Page 25: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 103 TAHUN 2000

TENTANG

PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998

tentang Perusahaan Umum (PERUM) yang mencabut berlakunya Peraturan

Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan

Pengawasan Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM), dan

Perusahaan Perseroan (PERSERO), maka peraturan tentang Perusahaan Umum

(PERUM) Pegadaian perlu disesuaikan;

b. bahwa berhubung dengan hal tersebut dalam huruf a, maka dipandang perlu

untuk mengatur kembali peraturan tentang Perusahaan Umum (PERUM)

Pegadaian dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah

diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

2. Pandhuis Reglement (Aturan Dasar Pegadaian) Staatsblad Tahun 1928 Nomor

81;

3. Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara

(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor

1989);

Page 26: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969

Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-bentuk

Usaha Negara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor

40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum

(PERUM) (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 16, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3732);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM)

PEGADAIAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian , yang selanjutnya dalam Peraturan

Pemerintah ini disebut Perusahaan, adalah Badan Usaha Milik Negara

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, yang bidang

usahanya berada dalam lingkup tugas dan kewenangan Menteri Keuangan,

dimana seluruh modalnya dimiliki Negara berupa kekayaan Negara yang

dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.

2. Pembinaan adalah kegiatan untuk memberikan pedoman bagi Perusahaan dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian dengan maksud agar Perusahaan

dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna dan berhasil guna

serta dapat berkembang dengan baik.

3. Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap Perusahaan

dengan tujuan agar Perusahaan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya

dengan baik dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

4. Pemeriksaan adalah kegiatan untuk menilai Perusahaan dengan cara

membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang

seharusnya dilakukan, baik dalam bidang keuangan dan atau bidang teknis

operasional.

Page 27: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

5. Kepengurusan adalah kegiatan pengelolaan Perusahaan dalam upaya mencapai

tujuan Perusahaan, sesuai dengan kebijakan pengembangan usaha dan

pedoman kegiatan operasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

6. Menteri Keuangan adalah Menteri yang mewakili Pemerintah dalam setiap

penyertaan kekayaan Negara yang dipisahkan untuk dimasukkan ke dalam

Perusahaan dan yang bertanggungjawab dalam pembinaan sehari-hari

Perusahaan.

7. Direksi adalah organ Perusahaan yang bertanggung jawab atas kepengurusan

Perusahaan untuk kepentingan dan tujuan Perusahaan serta mewakili

Perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

8. Dewan Pengawas adalah organ Perusahaan yang bertugas melakukan

pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan

kegiatan kepengurusan Perusahaan.

BAB II

PENDIRIAN PERUSAHAAN

Pasal 2

Perusahaan yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 sebagai

PERJAN Pegadaian sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1990, dilanjutkan berdirinya dan meneruskan usaha-usaha selanjutnya

berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

BAB III

ANGGARAN DASAR PERUSAHAAN

Bagian Pertama

Umum

Pasal 3

(1) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah Badan Usaha Milik Negara

yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan usaha menyalurkan

uang pinjaman atas dasar hukum gadai.

(2) Perusahaan melakukan usaha-usaha berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam

Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.

Page 28: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, terhadap

Perusahaan berlaku Hukum Indonesia.

Bagian Kedua

Tempat Kedudukan dan Jangka Waktu

Pasal 4

Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta.

Pasal 5

Perusahaan didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.

Bagian Ketiga

Sifat, Maksud dan Tujuan

Pasal 6

Sifat usaha dari Perusahaan adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum

dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perusahaan.

Pasal 7

Maksud dan tujuan Perusahaan adalah :

a. turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke

bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang

keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

b. menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktek riba dan pinjaman tidak

wajar lainnya.

Bagian Keempat

Kegiatan dan Pengembangan Usaha

Pasal 8

Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Perusahaan

menyelenggarakan usaha :

a. penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai;

Page 29: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

b. penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, pelayanan jasa titipan,

pelayanan jasa sertifikasi logam mulia dan batu adi, unit toko emas, dan industri

perhiasan emas serta usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya

maksud dan tujuan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dengan

persetujuan Menteri Keuangan.

Pasal 9

Untuk mendukung pembiayaan kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan

Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dengan persetujuan Menteri

Keuangan Perusahaan dapat :

a. melakukan kerjasama usaha dengan badan usaha lain;

b. membentuk anak Perusahaan;

c. melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain.

Bagian Kelima

Modal

Pasal 10

(1) Modal Perusahaan merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara dan tidak terbagi atas saham-saham.

(2) Besarnya modal Perusahaan pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan adalah

sebesar seluruh nilai penyertaan modal Negara yang tertanam dalam Perusahaan,

berdasarkan penetapan Menteri Keuangan.

Pasal 11

Setiap penambahan dan pengurangan penyertaan modal Negara yang tertanam dalam

Perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

(1) Penerbitan obligasi dalam rangka pengerahan dana masyarakat oleh Perusahaan

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Page 30: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

(2) Rencana penerbitan obligasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus

diberitahukan oleh Perusahaan kepada para kreditor tertentu.

Pasal 13

(1) Dalam hal Perusahaan menerbitkan obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12

ayat (1) dan Negara melakukan pengurangan penyertaan modal pada Perusahaan, maka

rencana pengurangan modal Negara tersebut harus diberitahukan kepada kreditur

sebelum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Pengurangan penyertaan modal Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak

boleh merugikan kepentingan pihak ketiga.

Pasal 14

Semua alat-alat likuid yang tidak segera diperlukan oleh Perusahaan disimpan dalam

bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keenam

Pembinaan

Pasal 15

(1) Pembinaan dan pelaksanaan pembinaan sehari-hari Perusahaan dilakukan oleh

Menteri Keuangan.

(2) Pembinaan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan

menetapkan kebijakan pengembangan usaha.

(3) Kebijakan pengembangan usaha merupakan arah dalam mencapai tujuan

Perusahaan, baik menyangkut kebijakan investasi, pembiayaan usaha, sumber

pembiayaannya, penggunaan hasil usaha Perusahaan dan kebijakan pengembangan

lainnya.

(4) Pembinaan sehari-hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan

memberikan pedoman bagi Direksi dan Dewan Pengawas dalam menjalankan kegiatan

operasional Perusahaan.

(5) Pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disusun berdasarkan kebijakan

pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Page 31: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

(6) Dalam rangka memantapkan pembinaan dan pengawasan Perusahaan, Menteri

Keuangan sewaktu-waktu apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari Direksi dan

Dewan Pengawas.

Pasal 16

Menteri Keuangan tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang

dilakukan Perusahaan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan melebihi

nilai kekayaan Negara yang telah dipisahkan ke dalam Perusahaan, kecuali apabila :

a. Menteri Keuangan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk

memanfaatkan Perusahaan semata-mata untuk kepentingan pribadi;

b. Menteri Keuangan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan

Perusahaan; atau

c. Menteri Keuangan langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum

menggunakan kekayaan Perusahaan.

Bagian Ketujuh

Direksi Perusahaan

Pasal 17

(1) Kepengurusan Perusahaan dilakukan oleh Direksi.

(2) Jumlah anggota Direksi paling banyak 5 (lima) orang, dan seorang diantaranya

diangkat sebagai Direktur Utama.

(3) Penambahan jumlah anggota Direksi melebihi jumlah sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2), dilakukan dengan persetujuan Presiden.

Pasal 18

Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perorangan yang :

a. memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman dan

berkelakuan baik serta memiliki dedikasi untuk mengembangkan usaha guna

kemajuan Perusahaan;

Page 32: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

b. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau

menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan

bersalah menyebabkan suatu perseroan atau PERUM dinyatakan pailit; dan

c. berkewarganegaraan Indonesia.

Pasal 19

(1) Antara anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga

baik menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk hubungan yang timbul

karena perkawinan.

(2) Jika hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terjadi sesudah

pengangkatan anggota Direksi, maka anggota Direksi tersebut harus mengajukan

permohonan kepada Menteri Keuangan untuk dapat melanjutkan jabatannya.

(3) Permohonan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

diajukan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak terjadinya hubungan

keluarga.

(4) Anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat melanjutkan jabatannya

sampai dikeluarkannya keputusan Menteri Keuangan bagi anggota Direksi tersebut

mengenai dapat atau tidak dapat melanjutkan jabatan.

(5) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diberikan dalam

jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak permohonan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) diajukan.

(6) Dalam hal keputusan Menteri Keuangan belum dikeluarkan dalam jangka waktu

sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Menteri Keuangan dianggap memberikan

keputusan bahwa anggota Direksi dapat melanjutkan jabatannya.

Pasal 20

Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap :

a. Direktur Utama atau Direktur pada Badan Usaha Milik Negara, Daerah dan

Swasta atau jabatan lain yang berhubungan dengan kepengurusan perusahaan;

Page 33: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

b. jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam instansi/lembaga Pemerintah

Pusat atau Daerah;

c. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Pasal 21

(1) Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan.

(2) Anggota Direksi diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat

kembali.

Pasal 22

(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh Menteri

Keuangan apabila berdasarkan kenyataan anggota Direksi :

a. tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;

b. tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan atau

ketentuan Peraturan Pemerintah ini;

c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perusahaan;

d. dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan

dan atau kesalahan yang bersangkutan dengan kepengurusan perusahaan.

(2) Keputusan pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.

(3) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara tertulis dan

disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak

anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu secara tertulis oleh Menteri Keuangan

tentang rencana pemberhentian tersebut.

(4) Selama rencana pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) masih dalam

proses, maka anggota Direksi yang bersangkutan dapat melanjutkan tugasnya.

(5) Jika dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penyampaian

pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Menteri Keuangan tidak

Page 34: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

memberikan keputusan pemberhentian anggota Direksi tersebut, maka rencana

pemberhentian tersebut menjadi batal.

(6) Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d,

merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.

(7) Kedudukan sebagai anggota Direksi berakhir dengan dikeluarkannya keputusan

pemberhentian oleh Menteri Keuangan.

Pasal 23

(1) Direksi diberi tugas dan mempunyai wewenang untuk :

a. memimpin, mengurus dan mengelola Perusahaan sesuai dengan tujuan

Perusahaan dengan senantiasa berusaha meningkatkan daya guna dan hasil

guna Perusahaan;

b. menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan Perusahaan;

c. mewakili Perusahaan di dalam dan di luar pengadilan;

d. melaksanakan kebijakan pengembangan usaha dalam mengurus Perusahaan

yang telah digariskan Menteri Keuangan;

e. menetapkan kebijakan Perusahaan sesuai dengan pedoman kegiatan operasional

yang ditetapkan Menteri Keuangan;

f. menyiapkan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran

Perusahaan;

g. mengadakan dan memelihara pembukuan dan administrasi Perusahaan sesuai

dengan kelaziman yang berlaku bagi suatu perusahaan;

h. menyiapkan struktur organisasi dan tata kerja Perusahaan lengkap dengan

perincian tugasnya;

i. melakukan kerjasama usaha, membentuk anak Perusahaan dan melakukan

penyertaan modal dalam badan usaha lain dengan persetujuan Menteri

Keuangan;

Page 35: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

j. mengangkat dan memberhentikan pegawai Perusahaan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

k. menetapkan gaji, pensiun/jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi para

pegawai Perusahaan serta mengatur semua hal kepegawaian lainnya, sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

l. menyiapkan Laporan Tahunan dan laporan berkala.

(2) Untuk menyelenggarakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), Direksi berwenang menetapkan kebijaksanaan teknis dan non teknis sesuai dengan

kebijakan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e.

Pasal 24

(1) Dalam menjalankan tugas-tugas Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

23 :

a. Direktur Utama dapat bertindak atas nama Direksi berdasarkan persetujuan para

anggota Direksi lainnya;

b. para Direktur berhak dan berwenang bertindak atas nama Direksi, masing-masing

untuk bidang yang menjadi tugas dan wewenangnya.

(2) Apabila salah satu atau beberapa anggota Direksi berhalangan tetap menjalankan

pekerjaannya atau apabila jabatan itu terluang dan penggantinya belum diangkat atau

belum memangku jabatannya, maka jabatan tersebut dipangku oleh anggota Direksi

lainnya yang ditunjuk sementara oleh Menteri Keuangan.

(3) Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak terjadinya keadaan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri Keuangan menunjuk anggota Direksi

yang baru untuk memangku jabatan yang terluang sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2).

(4) Apabila semua anggota Direksi berhalangan tetap menjalankan pekerjaannya atau

jabatan Direksi terluang seluruhnya dan belum diangkat, maka sementara waktu

pengurusan Perusahaan dijalankan oleh Dewan Pengawas.

Page 36: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

(5) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23

ayat (1) huruf c, Direksi dapat melaksanakan sendiri atau menyerahkan kekuasaan

tersebut kepada :

a. seorang atau beberapa orang anggota Direksi; atau

b. seorang atau beberapa orang pegawai Perusahaan baik sendiri maupun bersama-

sama; atau

c. orang atau badan lain; yang khusus ditunjuk untuk hal tersebut.

Pasal 25

Dalam melaksanakan tugasnya Direksi wajib mencurahkan perhatian dan pengabdiannya

secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan Perusahaan.

Pasal 26

Anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) huruf a tidak berwenang

mewakili Perusahaan apabila :

a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Perusahaan dengan anggota Direksi

yang bersangkutan;

b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan

dengan kepentingan Perusahaan.

Pasal 27

Besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Pasal 28

(1) Rapat Direksi diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali.

(2) Dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibicarakan hal-hal yang

berhubungan dengan Perusahaan sesuai dengan tugas, kewenangan dan kewajibannya.

(3) Keputusan rapat Direksi diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.

Page 37: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

(4) Dalam hal tidak tercapai kata mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara

terbanyak.

(5) Untuk setiap rapat dibuatkan risalah rapat.

Pasal 29

(1) Rencana Jangka Panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf f,

sekurang-kurangnya memuat :

a. evaluasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang sebelumnya;

b. posisi Perusahaan pada saat penyusunan Rencana Jangka Panjang;

c. asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang;

d. penetapan sasaran, strategi, kebijakan dan program kerja Rencana Jangka

Panjang beserta keterkaitan antara unsur-unsur tersebut.

(2) Rancangan Rencana Jangka Panjang yang telah ditandatangani bersama dengan

Dewan Pengawas disampaikan kepada Menteri Keuangan, untuk disahkan.

Pasal 30

(1) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23

ayat (1) huruf f sekurang-kurangnya memuat :

a. Rencana Kerja Perusahaan;

b. Anggaran Perusahaan;.

c. Proyeksi Keuangan Pokok Perusahaan;

d. hal-hal lain memerlukan pengesahan oleh Menteri Keuangan.

(2) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diajukan kepada Menteri Keuangan, paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun

anggaran dimulai, untuk memperoleh pengesahan.

Page 38: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

(3) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

disahkan oleh Menteri Keuangan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tahun

anggaran berjalan.

(4) Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan belum disahkan oleh Menteri

Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka Rencana Kerja dan Anggaran

Perusahaan tersebut dianggap sah untuk dilaksanakan sepanjang telah memenuhi

ketentuan tata cara penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.

Bagian Kedelapan

Dewan Pengawas

Pasal 31

(1) Pada Perusahaan dibentuk Dewan Pengawas.

(2) Jumlah anggota Dewan Pengawas disesuaikan dengan kebutuhan Perusahaan paling

sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang, seorang diantaranya diangkat

sebagai Ketua Dewan Pengawas.

(3) Dewan Pengawas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas

untuk kepentingan dan tujuan Perusahaan.

Pasal 32

Yang dapat diangkat sebagai Dewan Pengawas adalah orang perorangan yang :

a. memiliki dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan dan

dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya; dan

b. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau

menjadi anggota Direksi, Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan

bersalah menyebabkan suatu perseroan atau PERUM dinyatakan pailit.

Pasal 33

Anggota Dewan Pengawas tidak dibenarkan memiliki kepentingan yang bertentangan

dengan atau mengganggu kepentingan Perusahaan.

Pasal 34

Page 39: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Dewan Pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat Departemen Keuangan dan

departemen/instansi lain yang kegiatannya berhubungan dengan Perusahaan, atau

pejabat lain yang ditetapkan Menteri Keuangan.

Pasal 35

(1) Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan.

(2) Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk masa jabatan yang sama dengan anggota

Direksi dan dapat diangkat kembali.

(3) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan

pengangkatan anggota Direksi.

Pasal 36

(1) Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh

Menteri Keuangan, apabila berdasarkan kenyataan anggota Dewan Pengawas :

a. tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;

b. tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan dan atau ketentuan

Peraturan Pemerintah ini;

c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perusahaan; atau

d. dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan

dan atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan

dalam perusahaan.

(2) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan setelah

yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.

(3) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara tertulis dan

disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak

anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan diberitahu secara tertulis oleh Menteri

Keuangan tentang rencana pemberhentian tersebut.

(4) Selama rencana pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) masih dalam

proses, maka anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan dapat melanjutkan

tugasnya.

Page 40: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

(5) Jika dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penyampaian

pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Menteri Keuangan tidak

memberikan keputusan pemberhentian anggota Dewan Pengawas tersebut, maka

rencana pemberhentian tersebut menjadi batal;

(6) Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d,

merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.

(7) Kedudukan sebagai anggota Dewan Pengawas berakhir dengan dikeluarkannya

keputusan pemberhentian oleh Menteri Keuangan.

Pasal 37

(1) Dewan Pengawas bertugas untuk :

a. melaksanakan pengawasan terhadap pengurusan Perusahaan yang dilakukan oleh

Direksi;

b. memberi nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan kegiatan pengurusan

Perusahaan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a termasuk pengawasan

terhadap pelaksanaan :

a. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;

b. ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini;

c. kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;

d. ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 38

(1) Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban :

a. memberikan pendapat dan saran kepada Menteri Keuangan mengenai Rencana

Kerja dan Anggaran Perusahaan yang diusulkan Direksi;

b. mengikuti perkembangan kegiatan Perusahaan, memberikan pendapat dan saran

kepada Menteri Keuangan mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi

pengurusan Perusahaan;

Page 41: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

c. melaporkan dengan segera kepada Menteri Keuangan apabila terjadi gejala

menurunnya kinerja Perusahaan;

d. memberikan nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan pengurusan

Perusahaan.

(2) Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) kepada Menteri Keuangan secara berkala dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Pasal 39

Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Dewan Pengawas mempunyai wewenang

sebagai berikut :

a. melihat buku-buku, surat-surat serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas

untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan Perusahaan;

b. memasuki pekarangan, gedung dan kantor yang dipergunakan oleh Perusahaan;

c. meminta penjelasan dari Direksi dan atau pejabat lainnya mengenai segala

persoalan yang menyangkut pengelolaan Perusahaan;

d. meminta Direksi dan atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direksi untuk

menghadiri rapat Dewan Pengawas;

e. menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-

hal yang dibicarakan;

f. berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini, memberikan persetujuan atau

bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu;

g. berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini atau keputusan rapat

pembahasan bersama, melakukan tindakan pengurusan Perusahaan dalam hal

Direksi tidak ada; dan

h. memberhentikan sementara Direksi, dengan menyebutkan alasannya.

Pasal 40

Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Pengawas, Menteri Keuangan

dapat mengangkat seorang Sekretaris Dewan Pengawas atas beban Perusahaan.

Page 42: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Pasal 41

Jika dianggap perlu Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya dapat memperoleh

bantuan tenaga ahli yang diikat dengan kontrak untuk waktu tertentu atas beban

Perusahaan.

Pasal 42

Semua biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas Dewan Pengawas

dibebankan kepada Perusahaan dan secara jelas dimuat dalam Rencana Kerja dan

Anggaran Perusahaan.

Pasal 43

(1) Rapat Dewan Pengawas diselenggarakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.

(2) Dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibicarakan hal-hal yang

berhubungan dengan Perusahaan sesuai dengan tugas, kewenangan dan kewajiban

Dewan Pengawas.

(3) Keputusan rapat Dewan Pengawas diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.

(4) Dalam hal tak tercapai kata mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara

terbanyak.

(5) Untuk setiap rapat dibuat risalah rapat.

Bagian Kesembilan

Satuan Pengawasan Intern

Pasal 44

(1) Satuan Pengawasan Intern melaksanakan pengawasan intern keuangan dan

operasional Perusahaan.

(2) Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh

seorang Kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama.

Pasal 45

Satuan Pengawasan Intern bertugas :

Page 43: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

a. membantu Direktur Utama dalam melaksanakan pemeriksaan intern keuangan

dan operasional Perusahaan, menilai pengendalian, pengelolaan dan

pelaksanaannya pada Perusahaan serta memberikan saran-saran perbaikannya;

b. memberikan keterangan tentang hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas

Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada

Direksi.

Pasal 46

Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan

atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang

dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern.

Pasal 47

Atas permintaan tertulis Dewan Pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil

pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana

dimaksud dalam pasal 45 huruf b.

Pasal 48

Dalam pelaksanaan tugasnya, Satuan Pengawasan Intern wajib menjaga kelancaran

pelaksanaan tugas satuan organisasi lainnya dalam Perusahaan sesuai dengan tugas

dan tanggung jawabnya masing-masing.

Bagian Kesepuluh

Sistem Akuntansi dan Pelaporan

Pasal 49

Tahun buku Perusahaan adalah tahun takwim, kecuali jika ditetapkan lain oleh Menteri

Keuangan.

Pasal 50

Perhitungan Tahunan dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.

Pasal 51

Page 44: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Perusahaan ditutup, Direksi wajib

menyampaikan Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf l

kepada Menteri Keuangan, yang memuat sekurang-kurangnya :

a. Perhitungan Tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau

dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan

atas dokumen tersebut;

b. laporan mengenai keadaan dan jalannya Perusahaan serta hasil yang telah

dicapai;

c. kegiatan utama Perusahaan dan perubahan selama tahun buku;

d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan

Perusahaan;

e. nama anggota Direksi dan Dewan Pengawas; dan

f. gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Dewan Pengawas.

Pasal 52

(1) Laporan Tahunan ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Dewan Pengawas

serta disampaikan kepada Menteri Keuangan.

(2) Dalam hal ada anggota Direksi atau Dewan Pengawas tidak menandatangani Laporan

Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disebutkan alasannya secara

tertulis.

Pasal 53

(1) Perhitungan Tahunan disampaikan oleh Direksi kepada Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan untuk diperiksa.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Akuntan

Publik yang ditunjuk oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan

ketentuan bahwa hasil pemeriksaannya disetujui oleh Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan.

(3) Apabila Perusahaan mengerahkan dana masyarakat, pemeriksaan Perhitungan

Tahunan dilakukan oleh Akuntan Publik.

Page 45: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

(4) Laporan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau

Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) disampaikan

secara tertulis oleh Direksi kepada Menteri Keuangan untuk disahkan.

(5) Perhitungan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diumumkan dalam surat

kabar harian.

Pasal 54

(1) Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4) membebaskan Direksi

dari tanggung jawab terhadap segala sesuatunya yang termuat dalam Perhitungan

Tahunan tersebut.

(2) Dalam hal dokumen Perhitungan Tahunan yang diajukan dan disahkan tersebut

ternyata tidak benar dan atau menyesatkan maka anggota Direksi dan Dewan Pengawas

secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak ketiga yang dirugikan.

(3) Anggota Direksi dan Dewan Pengawas dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena

kesalahannya.

Pasal 55

(1) Laporan berkala baik laporan triwulan, laporan semester maupun laporan lainnya

tentang kinerja Perusahaan disampaikan kepada Dewan Pengawas.

(2) Tembusan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan

kepada Menteri Keuangan.

Pasal 56

Laporan tahunan, Perhitungan Tahunan, laporan berkala dan laporan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Bagian ini, disampaikan dengan bentuk, isi dan tata cara

penyusunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kesebelas

Pegawai Perusahaan

Pasal 57

Page 46: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Pengadaan, pengangkatan, penempatan, pemberhentian, kedudukan, kepangkatan,

jabatan, gaji/upah, kesejahteraan dan penghargaan kepada pegawai Perusahaan diatur

dan ditetapkan oleh Direksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Pasal 58

(1) Segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku bagi Pegawai Negeri tidak berlaku

bagi pegawai Perusahaan.

(2) Direksi dapat mengatur dan menetapkan ketentuan eselonisasi jabatan tersendiri bagi

pegawai Perusahaan.

Bagian Keduabelas

Penggunaan Laba

Pasal 59

(1) Setiap tahun buku, Perusahaan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih

untuk cadangan tujuan, penyusutan dan pengurangan lainnya yang wajar.

(2) Empat puluh lima persen (45%) dari sisa penyisihan laba bersih sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), dipakai untuk :

a. cadangan umum yang dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-

kurangnya 2 (dua) kali lipat dari modal yang ditempatkan;

b. sosial dan pendidikan;

c. jasa produksi;

d. sumbangan dana pensiun; dan

e. sokongan dan sumbangan ganti rugi.

(3) Penetapan persentase pembagian laba bersih Perusahaan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

Pasal 60

(1) Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

59 disetorkan sebagai Dana Pembangunan Semesta.

Page 47: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

(2) Dana Pembangunan Semesta yang menjadi hak Negara wajib disetorkan ke

Bendahara Umum Negara segera setelah Laporan Tahunan disahkan sesuai ketentuan

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Bagian Ketigabelas

Ketentuan lain-lain

Pasal 61

Tata cara penjualan, pemindahtanganan atau pembebanan atas aktiva tetap Perusahaan

serta penerimaan pinjaman jangka menengah/panjang dan pemberian pinjaman dalam

bentuk dan cara apapun serta tidak menagih lagi dan menghapuskan dari pembukuan

piutang dan persediaan barang oleh Perusahaan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 62

Pengadaan barang dan jasa Perusahaan yang menggunakan dana langsung dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 63

(1) Selain organ Perusahaan, pihak lain manapun dilarang turut mencampuri pengurusan

Perusahaan.

(2) Organ Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Direksi dan Dewan

Pengawas.

(3) Departemen/instansi Pemerintah tidak dibenarkan membebani Perusahaan dengan

segala bentuk pengeluaran.

(4) Perusahaan tidak dibenarkan membiayai keperluan pengeluaran Departemen/instansi

Pemerintah.

Pasal 64

(1) Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar Perusahaan

dinyatakan pailit berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan.

Page 48: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

(2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan

Perusahaan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap

anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

(3) Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan

atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian

tersebut.

Pasal 65

(1) Anggota Direksi dan semua pegawai Perusahaan yang karena tindakan-tindakan

melawan hukum menimbulkan kerugian bagi Perusahaan, diwajibkan mengganti kerugian

tersebut.

(2) Ketentuan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terhadap anggota Direksi

diatur oleh Menteri Keuangan, sedangkan terhadap pegawai Perusahaan diatur oleh

Direksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 66

Semua surat dan surat berharga yang termasuk kelompok pembukuan dan administrasi

Perusahaan disimpan di tempat Perusahaan atau tempat lainnya sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 67

(1) Pembubaran Perusahaan dan penunjukan likuidaturnya ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah.

(2) Semua kekayaan Perusahaan setelah diadakan likuidasi, menjadi milik Negara.

(3) Likuidatur mempertanggungjawabkan likuidasi kepada Menteri Keuangan.

(4) Menteri Keuangan memberi pembebasan tanggung jawab tentang pekerjaan yang

telah diselesaikan likuidatur.

Pasal 68

Pimpinan satuan organisasi dalam Perusahaan bertanggung jawab melakukan

pengawasan melekat dalam lingkungan tugasnya masing-masing.

Page 49: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

BAB IV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 69

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan pelaksanaan yang

telah ditetapkan dan diberlakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1990, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan

ketentuan baru yang ditetapkan dan diberlakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 70

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 10

tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 71

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah

ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 1November 2000

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 10 November 2000

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Page 50: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

ttd

DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 200

Page 51: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

FATWA DSN 25/DSN-MUI/III/2002: RAHN

Pertama: Hukum

Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk

Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.

Kedua: Ketentuan Umum

1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang)

sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun

tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak

mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya

pemeliharaan dan perawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin,

namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan

penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.

4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan

berdasarkan jumlah pinjaman.

5. Penjualan Marhun

Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera

melunasi hutangnya.

Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka Marhun dijual

paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.

Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya

pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya

menjadi kewajiban Rahin.

Ketiga: Ketentuan Penutup

Page 52: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan

di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan

Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari

ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana

mestinya.

Ditetapkan di: Jakarta

Tanggal: 15 Rabi’ul Akhir 1423 H / 26 Juni 2002 M

Page 53: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Qs. Al Baqarah ayat 282

Page 54: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu ber mu’amalah tidak secara tunai

untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menulistannya. Dan hendaklah seorang

penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan jangan lah penulis enggan

menulisnyasebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan

hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan

hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan jangan lah ia mengurangi sedikitpun

dari pada hutangnya. Jika orang yang berhutang itu lemah akalnya atau lemah

(keadaanya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan maka hendaklah walinya

mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-

laki diantaramu). Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan

dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka

seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)

apa bila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil

meupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu adil disisi Allah dan

lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)

keraguanmu, (tulislah Mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai

yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)kamu tidak

menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan

saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya

hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah yang

mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Page 55: Manajemen Pegadaian Konvensional vs Syariah

DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr.H.Veithzal Rivai, M.B.A; Andria Permata Veithzal, S.Acct., M.B.A; Ferry N.

Idroes, S.E., M.M.. 2007. Bank and Financial Institution Management. Edisi 1.

Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada.

Abdul Ghofur Anshori. 2007. Gadai Syariah di Indonesia. Jakarta: Gadjah Mada

Univercity Press.

Ruslan Abdul Ghafur. Konsep Gadai Syariah (Ar-Rahn) Dalam Fiqih.01 Maret 2008.

MSI-UII.

Ari Agung Nugraha. Gambaran Umum Usaha Pegadaian Syariah. Perum Pegadaian

Cabang Batam.

Vibisnews.com. Konsep, Operasionalisasi, dan Prospek Pegadaian Syariah di Indonesia.

Al-Quran dan Terjemahannya.