Manajemen Migrain
Transcript of Manajemen Migrain
Manajemen Migrain, Nyeri kepala tipe Tegang, dan Nyeri Kepala Kluster di Unit Gawat Darurat
Friedman BW MD MSa, Rapoport AM MDb
aAlbert Einstein College of Medicine, Bronx NY, USAbDavid Geffen School of Medicine, UCLA, Los Angeles CA, USA
Abstrak
Nyeri kepala adalah keluhan utama yang paling umum kelima di bagian gawat darurat di Amerika Serikat, terhitung sebanyak 2 juta kedatangan pertahun atau 2.2 % dari seluruh kedatangan pasien di Unit gawat Darurat. Peran dari seorang dokter Unit Gawat darurat adalah untuk secepatnya mendiagnosis apakah nyeri kepala tersebut mengancam kehidupan atau menimbulkan kecacatan, juga meredakan rasa nyeri dengan efektif dan secepatnya. Berbagai pilihan terapi saat ini tersedia untuk nyeri kepala akut. Disini kita akan membahas tiga jenis nyeri kepala spesifik yaitu migrain, Nyeri kepala tipe tegang, dan nyeri kepala kluster, dan juga mendiskusikan beberapa strategi diagnostic dan terapetik yang sesuai dengan keadaan gawat darurat.
Kata kunci : gangguan primer nyeri kepala, migraine, nyeri kepala tegang, unit gawat darurat.
1
Ikhtisar dan Epidemiologi
Nyeri kepala adalah keluhan utama yang paling umum kelima di bagian gawat
darurat di Amerika Serikat, terhitung sebanyak 2 juta kedatangan pertahun atau 2.2 %
dari seluruh kedatangan pasien di Unit gawat Darurat 1,2. Namun demikian dari
perspektif populasi penggunaan pelayanan untuk pasien dengan nyeri kepala bisa
dibilang jarang 3. Banyak masyarakat Amerika tidak mengunjungi pelayana kesehatan
apapun untuk manajemen nyeri kepala mereka, mereka lebih memilih mengunjungi
dokter pelayanan primer 4. Berdasarkan data populasi mengindikasikan bahwa 94 %
penderita migraine di amerika tidak mengunjungi Unit gawat darurat selama satu
tahun, 3 % mengunjungi Unit Gawat Darurat sekali selama satu tahun, dan 3 % yang
lainnya mengunjungi Unit gawat Darurat lebih dari satu kali pertahun 3. Pasien
dengan nyeri kepala tipe tegang episodic cenderung lebih jarang mengunjungi Unit
Gawat Darurat sedangkan pasien dengan nyeri kepala kronik cenderung lebih suka
mengunjungi Unit gawat darurat 3.
Untuk memahami peran unit gawat darurat dalam manajemen nyeri kepala
dalam system kesehatan yang lebih luas, lebih dahulu harus diketahui alas an
mengapa pasien memilih unit gawat darurat untuk perawatan nyeri kepala mereka.
Salah satu model mengajukan dua alasan yaitu karena: “gejala pertama atau gejala
memburuk” atau “sebagai usaha terakhir” 5. Alasan pertama dicirikan dengan nyeri
kepala yang dirasa berbeda dengan sebelumnya, sehingga membuat pasien khawatir.
Alasan kedua dicirikan dengan nyeri kepala berulang yang membuat pasien frustasi,
dan berpotensi menimbulkan komplikasi dari penggunaan obat-obat yang berlebihan.
2
Sumber lain menggolongkan pasien nyeri kepala menjadi tiga kelompok. Kelompok
pertama adalah pasien yang mengunjungi unit gawat darurat karena nyeri kepala yang
benar-benar mengancam, disertai dengan demam, gejala fokal neurologis. Kelompok
ini sangat membutuhkan unit gawat darurat untuk penatalaksanaannya. Kelompok ini
sudah dijelaskan dengan baik dalam sebuah review 6,7. Kelompok kedua adalah
kelompok dengan onset baru nyeri kepala, atau nyeri kepala yang refrakter terhadap
pengobatan biasanya. Dalam kasus ini, nyeri kepala dimungkinkan karena proses
benigna maupun proses malignansi. Pasien ini tidak membutuhkan langkah
diagnostic di unit gawat darurat, mereka disana untuk mendapatkan terapi. Kelompok
yang terakhir adalah pasien dengan gangguan nyeri kepala episodic yang
mengunjungi unit gawat darurat karena tidak terdapatnya atau kesulitan akses menuju
pelayanan pasien rawat jalan di daerah mereka 3.
Pelayanan unit gawat darurat di perkotaan sangat erat dengan isu
sosioekonomi. Ketika peran factor sosioekonomi diteliti dalam model multivariate,
predictor paling penting penggunaan unit gawat darurat adalah sunit gawat darurat
digunakan untuk manajemen penyakit lainnya. Pendapatan rendah dan lemahnya
asuransi juga berhubungan dengan kunjungan unit gawat darurat 3. Oleh karenanya,
terkadang kunjungan ke unit gawat darurat terkadang didasari oleh alas an
sosioekonomi daripada alasan nyeri kepala itu sendiri. Dari perspektif pasien,
kunjungan ke unit gawat darurat sebenarnya tidak dikehendaki karena lamanya waktu
tunggu, suasana yang hiruk pikuk yang bisa menambah keluhan migrain.
3
Perawatan nyeri kepala di unit gawat darurat sering kali tidak optimal karena
biasanya perawatan didasarkan pada penanganan gawat darurat, bukan pada
penanganan yang berdasar pada penyakit primer yang mendasari keluhan nyeri
kepala tersebut 3.
Klasifikasi Nyeri KepalaPeran dari seorang dokter Unit Gawat darurat adalah untuk secepatnya
mendiagnosis apakah nyeri kepala tersebut mengancam kehidupan atau menimbulkan
kecacatan, juga meredakan rasa nyeri dengan efektif dan secepatnya. Klasifikasi
standart menggolongkan nyeri kepala menjadi nyeri kepala organic yang dibagi lagi
menjadi nyeri kepala sekunder dan nyeri kepala primer. Nyeri kepala organic lebih
jauh lagi dapat digolongkan menjadi proses malignansi dimana membutuhkan
diagnosis dan terapi spesifik (seperti tumor, aneurisma, perdarahan subarachnoid,
meningitis bacterial) dan keadaan yang lebih jinak yang biasanya disebabkan oleh
infeksi virus. Kasus yang sering terdapat di unit gawat darurat adalah nyeri kepala
migraine, nyeri kepala tipe tegang, dan nyeri kepala kluster dimana gangguannya
memiliki manifestasi akut. Kriteria diagnostic untuk subtype nyeri kepala terdapat
dalam table 1.
Tabel 1. Criteria diagnostic untuk subtype nyeri kepala. Dari International Classification of Headache Disorders, 2nd edition 8
Migrain tanpa AuraA. Setidaknya 5 serangan dari poin B-DB. Serangan nyeri kepala 4-72 jam yang tidak mereda dengan pengobatanC. Paling tidak terdapat 2 karakteristik:
1. Unilateral2. Berdenyut3. Intensitas sedang hingga berat
4
4. Membatasi aktifitas fisik rutinD. Saat serangan terdapat:
1. Mual atau muntah,atau2. fotofobia
E. Bukan merupakan gangguan lainMigrain dengan tipikal aura
A. Setidaknya 2 serangan dari poin B-DB. Aura terdiri setidaknya satu dr berikut, tanpa kelemahan vasomotor:
Gejala visual yang reversibel Gejala sensori yang reversibel Gejala wicara yang reversibel
C. Dengan disertai minimal 2 berikut: Homonimus simtom visual dan atau gejala sensori unilateral Setidaknya gejala aura lebih dr 5 menit. Setiap gejala >5 menit dan <60 menit.
D. Migrain terjadi saat aura, atau migrain mengikuti auraE. Bukan merupakan gangguan lain
Nyeri kepala episodic tipe TegangA. Setidaknya 10 episode memenuhi kriteria B-DB. Nyeri kepala berlangsung antara 30 menit hingga 7 hariC. Minimal terdapat 2 karakteristik:
Lokasi bilateral Kencang seperti diikat (non-pulsating) Intensitas ringan hingga sedang Tidak diperberat oleh aktivitas rutin harian
D. Terdapat 2: Tanpa mual atau muntah Tanpa fotopobi
E. Bukan merupakan gangguan lainNyeri Kepala Kluster
A. Setidaknya memenuhi 5 serangan dari B-DB. Nyeri kepala unilateral berat-sangat berat di orbita, supraorbita, atau temporal selama
15-180 menitC. Nyeri kepala disertai paling tidak 1:
Injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral Kongesti nasal atau rinorea ipsilateral Odem kelopak mata ipsilateral Keringat di dahi atau wajah ipsilateral Miosis atau ptosis ipsilateral Rasa gelisah
5
D. Frekuensinya setiap 8 hari sekaliE. Bukan merupakan gangguan lain
Migrain merupakan gangguan nyeri kepala primer yang paling sering ditemui
di unit gawat darurat, walaupun di populasi umum lebih sering ditemui nyeri kepala
tipe tegang. Migraine sering terjadi unilateral, berdenyut, disertai mual, muntah,
fotopobia. Fenomena aura sensori dan visual bisa mendahului nyeri kepala, juga
seperti munculnya gejala kantuk, serta perubahan selera makan dan suasana hati 8. Ini
biasanya berlangsung selama 4 hingga 72 jam.
Nyeri kepala tipe tegang jarang yang berat hingga menimbulkan diabilitas
fungsional. Hal ini dijelaskan karena tidak terdapatnya criteria seperti dalam nyeri
kepala migraine yaitu, nyeri kepala biasnya bilateral, tidak berdenyut, dan dapat
dijelaskan dengan kata sederhana seperti menekan, sesak, tegang 8.
Nyeri kepala kluster adlah nyeri kepala autonomic trigeminal yang paling
sering. Di cirikan dengan rasa nyeri yang menyiksa di daerah periorbita dan
retroorbita disertai gejala autonomi cranial seperti rinorea, mata merah, miosis,
lakrimasi, dahi berkeringat, atau ptosis. Semua nyeri bersifat ipsilateral. Biasanya
berlangsung selama 45-60 menit, jarang yang lebih dari 180 menit. Biasanya saat tiba
di unit gawat darurat, keluhan sudah mereda. Tetapi dokter unit gawat darurat harus
tetap mendiagnosis dan menterapi pasien ini dengan tepat karena nyeri kepala
biasanya kembali lagi dalam waktu 24 jam 8.
6
Keakuratan diagnosis tipe nyeri kepala sangatlah penting karena menyangkut
terapi selanjutnya dan edukasi kepada pasien. Dua standar utama dari International
Headache Society`S International Classification Of Headache Disorder 8,9 telah
dikembangkan, yaitu alat skrining singkat seperti ID Migrain dan POUND (Tabel 2),
dapat memisahkan keluhan kepala migraine dari nyeri kepala primer yang lain 10,11.
Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dalam situasi akut. Karena pasien
sedang merasa sangat tidak nyaman terhadap nyeri kepalanya, sehingga lebih sulit
untuk mendapatkan riwayat penyakit pasien. Lagipula, pasien merasa nyeri kepala ini
lebih hebat dan berat dari pada sebelumnya sehingga pasien berpendapat ini adalah
nyeri kepala pertamanya.Sebuah penelitian menemukan bahwa ketika sebuah kriteria
ketat diterapkan di Unit gawat darurat, banyak pasien tidak terdiagnosis ke dalam
jenis gangguan nyeri kepala manapun, karena meraka menyatakan bahwa nyeri
kepala sebelumnya berbeda dengan saat ini 12.
Rhinosinusitis dan peningkatan tekanan darah juga bisa menimbulkan nyeri
kepala, tetapi pada level berapa peningkatan tekanan darah ini dapata menimbulkan
nyeri kepala adalah tidak jelas. Data klinis tentang obat anti-hipertensiv sebagai
terapi nyeri kepala adalah tidak jelas. Begitupula nyeri kepala yang diakibatkan oleh
karena peningkatan tekanan darah tidak cukup diterapi dengan obat-obatan analgetik
standar 13.
Nyeri kepala dengan rhinosinusitis akut sulit dibedakan dari gangguan nyeri
kepala primer, karena terkadang migraine disertai dengan infeksi saluran pernafasan
atas dan karena lakrimasi dan rhinorea merupakan komponen dari migraine, sinusitis,
7
dan beberapa TACs (Trigeminal autonom cephalgias) 14,15. Secara umum, gejala
autonomic patologi sinus dan migraine adalah bilateral, sedangkan TACs cenderung
ipsilateral terhadap nyeri. Jika nyeri disebabkan oleh infeksi sinus akut, biasanya
disertai dengan demam, nyeri sinus, bau busuk dan post nasal drip. Ini adalah
diagnosis yang penting dan pasien harus diterapi dengan tepat dan cepat.
Rhinosinusitis kronik bukan merupakan penyebab nyeri kepala akut 14,15.
Tabel 2. Instrumen skrining untuk migraine.
ID MIGRAIN [10] Apakah anda merasa mual atau tidak nyaman di perut anda? Apakah nyeri kepala membatasi anda dalam berjalan, belajar, atau
mengerjakan sesuatu yang menurut anda penting (paling tidak satu hari selama periode 3bulan)?
Mengganggu anda ( lebih banyak hal yang bisa dilakukan bila tidak nyeri kepala)?
Sensitivity of 0.81 (95% CI, 0.77 to 0.85) and a specificity of 0.75 (95% CI, 0.64 to0.84), relative to an IHS-basedmigraine diagnosis assigned by a headache specialist in a primary care setting.POUNDING [11](Kualitas berdenyut, durasinya 4-72 jam, lokasi unilateral, muntah atau mual)
Apakah nyeri kepala berdenyut? Nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam tanpa pengobatan? Lokasi nya unilateral Apakah terdapat mual muntah Apakah nyeri kepalanya membatasi pasien untuk beraktifitas
sehari-hari?If the patient answers “yes” to 4 or more of the 5 questions, the LR is 24 (95% CI, 1.5-388) (definite or possiblemigraine vs not migraine); for 3 criteria, the LR is 3.5 (95%CI, 1.3-9.2); and for 1 or 2 criteria, the LR is 0.41 (95%CI, 0.32-0.52).
Nyeri Kepala Yang Membutuhkan Investigasi Darurat
8
Nyeri kepala bisa merupakan gejala dari sebuah proses keganasan yang
mengancam hidup atau menimbulkan disabilitas fungsional, seperti tumor, meningitis
bacterial, atau penyakit serebrovaskular. Ketika pasien datang bersamaan dengan
tanda dan gejala gangguan neurologis atau terdapat meningismus, mereka
membutuhkan pelacakan lebih lanjut sampai dapat ditegakkan diagnosis sekunder
nyeri kepala yang akurat.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mengidentifikasi pasien manakah
yang membutuhkan diagnostic penunjang secara comprehensive di unit gawat
darurat? Beberapa merekomendasikan dilakukannya pencitraan otak dan pungsi
lumbal pada semua pasien dengan keluhan nyeri kepala “pertama, yang paling gawat,
atau sifatnya berubah” 7. Strategi konservatif ini sayangnya bisa menimbulkan
terjadinya over-testing. Petunjuk terdapatnya proses malignansi bisa tampak pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sebagai contoh, apabila terdapat nyeri kepala yang
tajam yang menghebat dalam waktu singkat sejak onsetnya, bisa mengarah pada
proses keganasan. Sedangkan nyeri kepala yang menghebat dalam kurun waktu lama
sejak onsetnya, maka bukan merupakan perdarahan subarahnoid 16. Diseksi karotis
dapat muncul dengan ptosis dan miosis dari sindrom Homer sebagai fungsi saraf
sympatis yang berjalan dengan arteri carotid juga terganggu 17. Lokasi kepala
biasanya ipsilateral dengan mata pada sindrom Horner dan disertai dengan nyeri
leher. Jika terdapat kecurigaan diseksi carotis, dokter unit gawat darurat, perlu
melakukan test valsava, menanyakan riwayat trauma leher 17 . malformasi
arteriovenous occipital dapat menyebabkan aura kontralateral menyerupai gangguan
9
penglihatan yang dapat terjadi dalam satu jam atau lebih. Thrombosis sinus vena
cerebral biasanya muncul pada individu dengan factor resiko tromboemboli atau
infeksi otak sebelumnya. Intracranial hipertensi idiopatik biasanya terdapat pada
wanita muda yang obesitas dengan keluhan penglihatan dan papiledema.
Protocol klinis untuk penatalaksanaan nyeri kepala di unit gawat darurat
amatlah penting. Hal ini diperkirakan dapat mengurangi konsultasi, meningkatkan
pemeriksaan yang tepat, dan terapi yang digunakan adalah terapi standard 21.
Terapi Nyeri Kepala Akut
Pilihan terapi untuk nyeri kepala akut saat ini sangatlah
beragam. Dokter unit gawat darurat hendaknya bisa mendiagnosis
keadaan pasien, mempertimbangkan efek samping pengobatan,
kontraindikasi, dan riwayat pasien sebelumnya. Dokter
semampunya bisa menyediakan kesembuhan segera untuk pasien,
sehingga pasien dapat kembali berfungsi normal, dan
meminimalisir kunjungan kembali pasien ke unit gawat darurat.
Pertimbangan tambahan adalah bagaimana cara pemberian obat.
Apabila pasien tidak dapat menggunakan obat oral, maka jangan
memberikan tablet, atau menawarkan bentuk suposutoria daripada
metode invasive yakni kateter intravena. Pada pasien dengan mual
dan muntah, kemungkinan terdapat masalah dalam lambungnya,
hingga pengobatan oral tidaklah sesuai.
10
Idealnya seorang dokter unit gawat darurat tiba pada
diagnosis yang tepat dan memulai inisiasi terapi di unit gawat
darurat sesuai dengan dasar keparahan penyakit yang mendasari
munculnya nyeri kepala. Pada bagian di bawah ini akan dibahas
peran dari beberapa obat nyeri kepala untuk nyeri kepala.
Triptans
Saat ini sebagai terapi andalan untuk migraine. Triptan beraksi
sebagai agonis reseptor serotonin 1B/1D dalam system
trigeminovaskuler. Triptan mengganggu jalur nosiseptif pada migrai
akut dan meredekan nyeri. Triptan memiliki baik efek enti inflamasi
dengan mengeblok pelepasan calcitonin gene-related peptide
(CGRP) dan substansi P, dan juga efek vesokonstriktor 22.
Sumatriptan adalah agen prototip dari triptan sebagai satu-satunya
sediaan bentuk injeksi. Penelitian dua decade tentang sumatriptan
secara trial klinis mendemonstrasikan keamanan dan kefektifan
obat. Dalam keadaan gawat darurat, sumatriptan subcutan
mengungguli placebo pada pasien dengan migrain akut dalam
waktu kesembuhan yang bermakna 34 menit. Dari penelitian meta
analisis uji coba pada pasein rawat jalan menunjukan keefektifan
number needed to treat sebanyak dua 24. Sumatriptan
subcutaneous memiliki efek yang tidak menyenangkan dengan
11
number need to harm adalah 4. Kekambuhan nyeri kepala
sekeluarnya pasien dari Unit gawat darurat sebanyak kira-kira dua
per tiga seluruh pasien 23. Sumatriptan sebaiknya tidak digunakan
pada pasien hipertensi yang tidak terkontrol atau pasien dengan
resiko penyakit pembuluh darah jantung. Dosis ideal pada 6 mg;
dosis 4 mg bisa menurunkan angka kejadian efek samping,
sedangkan dosis yang lebih besar ternyata tidak lebih efektif 25,26.
Sumatriptan tidak begitu efektif pada pasien dengan durasi
migraine lebih dari beberapa jam atau pasien dengan allodynia
(peningkatan sensitifitas pada stimulus non-noxious normal)27.
Rizatriptan dan zolmitriptan tersedia dalam bentuk oral tablet
disintergrasi yang mungkin berguna bagi pasien yang tidak bisa
meminum air. Terdapat tujuh triptan dalam formulasi oral, dosis nya
tercantum dalam table 3. Sumatriptan dan zolmitriptan juga
terdapata dalam bentuk nasal spray. Dan akan dikembangkan
sumatriptan patch di masa yang akan datang.
Berdasarkan data terbatas juga menyarankan sumatriptan
efektif terhadap pengobatan pasien nyeri kepala tegang akut di unit
gawat darurat 28, bisa diadministrasikan pada indikasi ini apalagi
bila ada riwayat migraine sebelumnya. Pada nyeri kepala cluster
berespon baik terhadao sumatriptan subcutaneous29 dan triptan
12
nasal spray30,31. Sumatriptan tidak disarankan pada kehamilan,
walaupun tidak ada pelaporan kejadian teratogenik, dan obat ini
sering digunakan di eropa.
Table 3. Dosis Triptan
Merek Generik Merek dagang Dosis
Almotriptan Axert, almogram Tablets: 6.25mg, 12.5mg
Eletriptan relpax Tablets: 20mg, 40mg
Frovatriptan frova Tablets: 2.5mg
Naratriptan amerge Tablets: 2.5mg
RizatriptanMaxalt, Rizaliv, Rizalt Tablets: 5mg, 10mg
Orally disintegrating tablets: 5, 10mg
Sumatriptan
Imitrex, Treximet (sumatriptan + naproxen),Imigran, Imigran recovery
Tablets: 25mg, 50mg, 100mgNasal spray: 5, 20mgInjection: 4mg, 6mg subcutaneouslyTreximet tablets: sumatriptan 85 mg +naproxen sodium 500 mg
zolmitriptanZomig, Zomigon, AscoTop, Zomigoro
Tablets 2.5mg, 5mgNasal spray: 5mgOrally disintegrating tablets: 2.5mg,5mgComparable efficacy to droperidol
Dihydroergotamine (DHE)
13
Ergotamin tartrate adalah terapi kuno yang tidak umum digunakan
di amerika serikat saat ini. Bentuk ini lebih dapat ditoleransi dalam bentuk
dehydrogenated, reduksi dari dihidroergotamin 32. Aksi mekanisme sperti
triptan, melibatkan penghambatan jalur nosiseptif dalam system
trigeminovaskuler. DHE juga menstimulasi reseptor serotonin.
Kemunculan sumatriptan membuat peran DHE dalam manajemen nyeri
kepala akut berkurang. Efek samping dan kontraindikasi keduanya sama.
DHE memiliki keefektifan lebih kecil dari pada sumatriptan33. Penggunaan
secara drip intravena lambat 0.5-1.0 mg. anti-emetik biasanya digunakan
untuk mencegah kejadian keluhan mual; kombinasi ini tampaknya
meningkatkan keefektifan obat dalam uji coba. Jika DHE diberikan secara
injeksi intramuskuler, resiko mual lebih rendah, maka cara ini lebih
disukai apabila migraine berlangsung lama dan disertai sensitisasi sentral
dan allodynia. Dalam masa depan, DHE akan tersedia dalam bentuk oral
inhaler untuk penggunaan di rumah, meskipun tidak lebih efektif daripada
penggunaan intravena.
Anti-emetic/dopamine antagonists
Anti-emetik / antagonis dopamine pertama kali dilaporkan
memiliki efek anti migraine pada tahun 1970 34. Mekanisme aksi
masih belum sepenuhnya dipahami, tapi kemungkinan
berhubungan dengan blockade reseptor dopamine pada level
nucleus trigeminal caudalis 35. Data luas yang berhubungan dengan
14
migraine untuk droperidol 36,37, prochlorperazine 38,39,
chlorpromazine 40,42, metoclopramide 43,44, haloperidol 47, dengan
dosis disajikan pada table 4 36,37,40-43,48-51. Semua pengobatan ini bisa
menginduksi akathisia akut yang akan membaik sendiri, terutama
setelah penggunaan bolus intravena, maka pencegahan dengan
antikolinergik misalnya diphenhydramine bisa dipertimbangkan 52,53.
Efikasi golongan ini meluas ke nyeri kepala tipe tegang 48,49, dan
menurut sebuah data, juga bermanfaat untuk nyeri kepala kluster
akut 50. Metocloperamide menjadi pilihan pada kehamilan dan
disarankan sebagai terapi lini pertama pada pasien hamil dengan
nyeri kepala akut.
Tabel 4. Dosis penggunaan antagonis dopamin
Nama Dosis obat Efikasi Perhatian Obat yang umum digunakan
Chlorpromazine [40-42, 68-70]
0.1mg/kg IV
Placebo terkontrol dengan kualitas tinggi dan perbandingan uji coba efikasi
Orthostatic hypotension,akathisia
Droperidol [36, 37]
2.5mg IV, 2.75mg IM
Placebo terkontrol dengan kualitas tinggi dan perbandingan uji coba efikasi
Akathisia
Metoclopramide[43, 44]
10-80mg intravenous
Placebo terkontrol dengan
Akathisia
15
dripkualitas tinggi dan perbandingan uji coba efikasi
Prochlorperazine [38, 39]
10mg intravenous drip
Placebo terkontrol dengan kualitas tinggi dan perbandingan uji coba efikasi
Akathisia
Obat yang kurang umum digunakanOlanzapine [71] 10mg
intramuscularinjection
1 penelitian RCT menguji efikasi disbanding haloperidol
Haloperidol [47] 5mg intravenous drip
Placebo terkontrol minimal
Parenteral non-steroidal anti-inflammatory
Ketorolac intravena atau intramuscular dianggap sebagai terapi lini
pertama untuk nyeri kepala tipe tegang. Selain itu juga sebagai migraine
akut yang baik. Obat non steroid bisa dikombinasikan dengan obat-obat
diatas terutama untuk pencegahan nyeri kepala berulang.
Opioids
Opiat telah lama menjadi agen pilihan untuk manajemen
severe migraine akut dan terus berperan dominan dalam situasi
darurat karena ketersediannya dan sebagai alternative yang lebih
efektif. Beberapa pendapat tentang opiate dibahas di bawah ini
16
menyatakan bahwa penggunaan opiate menonjol di masyarakat
walau bukti yang mendukung adalah lemah.
-- Kurang efektif. Meperidine (pethidine) kurang efektif sebagai
terapi nyeri kepala akut dibandingkan DHE, triptans, dan anti-
emetic antagonis dopamine 51. Hanya terdapat data pembanding
yang minimal untuk morfin parental atau hydromorphone pada
migraine akut. Secara intuitif, opiate nampaknya kurang sesuai
digunakan sebagai terapi apabila tujuan terapi adalah untuk
membuat pasien kembali lagi bisa beraktifitas normal seperti
bekerja.
-- Tingginya angka kekambuhan. Data klinis yang terbatas
mengindikasikan bahwa gejala nyeri kepala lebih rentan kambuh
pada pasien yang mendapat terapi opait parental daripada pasien
yang mendapat terapi lain 51,52. Karena opiate tidak berimbas pada
proses yang mendasari migraine, pasien sering terbangun dengan
nyeri kepala yang sama.
-- Resiko menginduksi euphoria. Euphoria yang disebabkan oleh
penggunaan opiate menjadi alasan mengapa pasien sering kembali
datang ke ruang darurat, dan potensial untuk muncul terjadinya
penyalahgunaan.
17
-- Migrain menjadi kronis. Pasien dengan episodic migraine (<15
hari per bulan) yang diterapi dengan opiate (atau barbiturate)
memiliki peningkatan resiko mengalami nyeri kepala yang lebih
lama frekuensinya (>15 hari per bulan) di tahun berikutnya53.
Penggunaan opiate juga tampaknya menimbulkan nyeri kepala
migraine yang refrakter terhadap terapi standar54. Oleh karena hal-
hal ini, opiate diturunkan menjadi obat lini kedua pada manajemen
migraine akut. Sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi inisial
pada pasien dengan onset migraine baru.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana
memilah pasien di unit gawat darurat perihal mana yang
membutuhkan terapi opiate mana yang tidak. Penting bagi dokter
pada pasien penyakit kronis dilakukan skrining sekilas apakah
terdapat gangguan psikiatri ataukah terdapat pemakaian obat
berlebihan55.
Intervensi penyakit khusus
Magnesium intravena drip 2mg, dapat bermanfaat sebagai terapi
lini ke dua. Khususnya pada pasien migraine dengan aura57 dan
wanita hamil. Asam valproat drip intravena dosis 500mg-1gr
menunjukkan hasil pada uji coba terbuka58-60. Kafein intravena bisa
berguna, tapi belum ada data klinis yang di publikasikan. Bloking
18
nervus osipital dengan atau tanpa steroid dan anastetik regional
kerja lama bisa meredakan migraine akut pada beberapa pasien 61.
Oksigen telah diakui dengan baik sebagai terapi nyeri kepala
kluster. Digunakan 7-10 l per menit. Jika belum menimbulkan efek,
bisa digunakan 15 l per menit selama 15 menit. Pasien bisa dengan
duduk maupun berbaring dan tetap bernafas biasa lewat sungkup.
Pada beberapa kasus, nyeri kepala kluster kambuh kambail ketika
oksigen di lepas.
Perawatan post-UGD
Kira-kira sepertiga penderita migraine dan 19% pasien nyeri
kepala tegang akan mengalami nyeri kepala lebih hebat dalam
kurun waktu 24 jam setelah sekeluarnya dari unit gawat darurat64.
Strategi berbasis bukti untuk melawan nyeri kepala setelah
kunjungan sangatlah sedikit. Dexamethasone memiliki peran walau
kecil dengan number need to treat sebanyak sembilan 65. Pilihan
yang mungkin adalah dengan memberikan terapi yang sesuai
penyakit, seperti untuk migraine digunakan obat anti inflamasi non
steroid atau triptan, atau pada pasien dengan nyeri kepala tegang
menggunakan obat anti inflamasi non stereoid.
Pasien nyeri kepala kluster adalah penting untuk
mengevaluasi kekambuhanharian selama waktu tertentu (4-8
19
minggu) sebagai riwayat penyakit pasien. Dalam kasus ini, dokter
sebaiknya memulai terapi transisional dan terapi maintenan, dan
menyediakan resep sumatriptan, oksigan, dan manajemen penyakit
saat di rumah.
Walau kortikosteroid terkadang direkomendasikan sebagai
terapi transisional, bukti yang ada belum memadai. Prednisone
dosis tinggi dapat di turunkan secara bertahap selama satu minggu
hingga sepuluh hari. Verapamil menunjukkan keefektifannya dalam
terapi nyeri kepala kluster dimulai dari dosis 240mg perhari66.
Nyeri Kepala Karena Berlebihan Obat
Penggunaan yang sering dari analgetik sederhana maupun
kombinasi, obat yang mengandung butalbital, opiate, kafein,
triptan, bisa mengekserbasi nyeri kepala. Anamnesa lengkap nyeri
kepala termasuk frekuensi penggunaan obat. Pasien yang
mengalami nyeri kepala karena pengobatan berlebihan, disarankan
untuk segera mencari terapi medikamentosa alternatif67
Status Migrain
Status migrainosus adalah migraine yang berat yang tidak
sembuh dalam waktu 72 jam lebih walaupun sudah mendapat
terapi standard. DHE dan steroid biasanya efektif, walaupun
sebenarnya tidak ada terapi yang disetujui oleh FDA. Pemberian
20
pengobatan yang tersedia luas membuat kesembuhan di unit gawat
darurat bisa diusahakan, walau akan membutuhkan waktu dan
membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif.
Kesimpulan
Nyeri kepala merupakan keluhan utama yang umum di unit gawat
darurat. Dokter UGD harus bisa mengeliminasi penyebab sekunder
keganasan dan meredekan nyeri secepatnya dan seefektif mungkin.
Untuk migrain digunakan triptan, DHE, intravena anti-emetic
antagonis dopamine, dan obat anti-inflamasi non steroid adalah
rasional sebagai terapi lini pertama. Opiate paling dihindari. Nyeri
kepala tegang bisa diterapi dengan obat anti-inflamasi non steroid
atau anti-emetic antagonis dopamine. Nyeri kepala kluster akut
terapi terbaiknya adalah oksigen aliran tinggi dan parenteral
sumatriptan. Selain diagnosis, dokter UGD sebaiknya
memperhatikan angka kejadian kekambuhan nyeri kepala setelah
sepulangnya pasien dari UGD.
Daftar pustaka1. Goldstein, J.N., et al., Headache in United States emergency
departments:demographics, work-up and frequencyof pathological diagnoses. Cephalalgia,2006; 26(6):684-90.
2. McCaig, L.F. and C.W. Burt, NationalHospital Ambulatory Medical CareSurvey: 2003 Emergency Department Summary. Advance Data, 2005(358).
21
3. Friedman, B.W., et al., Use of the emergency department for severe headache. A population-based study. Headache, 2009; 49(1):p. 21-30.
4. Celentano, D.D., et al., Medication use and disability among migraineurs: a national probability sample survey. Headache, 1992; 32(5):223-8.
5. Edmeads, J., Emergency management of headache. Headache, 1988; 28(10):675-9.
6. Clinical policy: critical issues in the evaluation and management of patients presenting to the emergency department with acute headache. Ann Emerg Med, 2002; 39(1):108-22.
7. Edlow, J.A. and L.R. Caplan, Avoiding pitfalls in the diagnosis of subarachnoid hemorrhage. N Engl J Med, 2000;342(1):29-36.
8. The International Classification of Headache Disorders- 2nd Edition. Cephalalgia, 2004; 24(Supplement 1):1- 151.
9. Classification and diagnostic criteria for headache disorders, cranial neuralgias and facial pain. Headache Classification Committee of the International Headache Society. Cephalalgia, 1988; 8 Suppl 7:1-96.
10. Lipton, R.B., et al., A self-administered screener for migraine in primary care: The ID Migraine(TM) validation study. Neurology, 2003; 61(3): 375-82.
11. Detsky, M.E., et al., Does this patient with headache have a migraine or need neuroimaging? JAMA, 2006; 296(10): 1274-83.
12. Friedman, B.W., et al., Applying the International Classification of Headache Disorders to the Emergency Department: An Assessment of Reproducibility and the Frequency With Which a Unique Diagnosis Can be Assigned to Every Acute Headache Presentation. Ann Emerg Med, 2007.
13. Tronvik, E., et al., Prophylactic treatment of migraine with an angiotensin II receptor blocker: a
randomized controlled trial. JAMA, 2003; 289(1): 65-9.14. Cady, R.K., et al., Sinus headache: a neurology, otolaryngology,
allergy, and primary care consensus on diagnosis and treatment. Mayo Clin
Proc, 2005; 80(7): 908-16.15. Cady, R.K. and C.P. Schreiber, Sinus headache or migraine?
Considerations in making a differential diagnosis. Neurology, 2002; 58(9 Suppl 6):S10-4.
16. Linn, F.H., et al., Headache characteristics in subarachnoid haemorrhage and benign thunderclap
22
headache. J Neurol Neurosurg Psychiatry, 1998; 65(5): 791-3.17. Schievink, W.I., Spontaneous dissection of the carotid and
vertebral arteries. N Engl J Med, 2001; 344(12): 898-906.18. Semple, P.L., J.A. Jane, Jr., and E.R. Laws, Jr., Clinical relevance
of precipitating factors in pituitary apoplexy. Neurosurgery, 2007; 61(5):956-61; discussion 961-2.
19. Seymour, J.J., R.M. Moscati, and D.V. Jehle, Response of headaches to nonnarcotic analgesics resulting in missed intracranial hemorrhage. Am J Emerg Med, 1995; 13(1):43-5.
20. Rosenberg, J.H. and S.D. Silberstein, The headache of SAH responds to sumatriptan. Headache, 2005; 45(5):597-8.
21. Grimaldi, D., et al., Risk stratification of non-traumatic headache in the emergency department. J Neurol, 2009; 256(1):51-7.
22. Goadsby, P.J., R.B. Lipton, and M.D. Ferrari, Migraine—current understanding and treatment. N Engl J Med, 2002; 346(4):257-70.
23. Akpunonu, B.E., et al., Subcutaneous sumatriptan for treatment of acute migraine in patients admitted to the emergency department: a multicenter study. Ann Emerg Med, 1995; 25(4):464-9.
24. Oldman, A.D., et al., Pharmacological treatments for acute migraine: quantitative systematic review. Pain, 2002; 97(3):247-57.
25. Treatment of migraine attacks with sumatriptan. The Subcutaneous Sumatriptan International Study Group. N Engl J Med, 1991; 325(5):316-21.
26. Cady, R.K., et al., Treatment of acute migraine with subcutaneous sumatriptan. Jama, 1991; 265(21):2831-5.
27. Burstein, R., B. Collins, and M. Jakubowski, Defeating migraine pain with triptans: a race against the development of cutaneous allodynia. Ann Neurol, 2004; 55(1):19-26.
28. Miner, J.R., et al., Sumatriptan for the treatment of undifferentiated primary headaches in the ED. Am J Emerg Med, 2007; 25(1):60-4.
29. Treatment of acute cluster headache with sumatriptan. The Sumatriptan Cluster Headache Study Group. N Engl J Med, 1991; 325(5):322-6.
30. Rapoport, A.M., et al., Zolmitriptan nasal spray in the acute treatment of cluster headache: a double-blind study. Neurology, 2007; 69(9):821-6.
23
31. van Vliet, J.A., et al., Intranasal sumatriptan in cluster headache: randomized placebo-controlled doubleblind study. Neurology, 2003; 60(4):630-3.
32. Silberstein, S.D. and D.C. McCrory, Ergotamine and dihydroergotamine: history, pharmacology, and efficacy. Headache, 2003; 43(2):144-66.
33. Winner, P., et al., A double-blind study of subcutaneous dihydroergotamine vs subcutaneous sumatriptan in the treatment of acute migraine. Arch Neurol, 1996; 53(2):180-4.
34. Matts, S.G., Metoclopramide in the treatment of migraine. Practitioner, 1974; 212(1272):887-90.
35. Akerman, S. and P.J. Goadsby,Dopamine and migraine: biology and clinical implications. Cephalalgia, 2007; 27(11):1308-14.
36. Miner, J.R., et al., Droperidol vs. prochlorperazine for benign headaches in the emergency department. Acad Emerg Med, 2001; 8(9):873-9.
37. Silberstein, S.D., et al., Acute migraine treatment with droperidol: A randomized, double-blind, placebocontrolled trial. Neurology, 2003; 60(2):315-21.
38. Friedman, B.W., et al., A Randomized Controlled Trial of Prochlorperazine Versus Metoclopramide for Treatment of Acute Migraine. Ann Emerg Med, 2007.
39. Jones, J., et al., Randomized doubleblind trial of intravenous prochlorperazine for the treatment of acute headache. Jama, 1989; 261(8):1174-6.
40. Bigal, M.E., C.A. Bordini, and J.G. Speciali, Intravenous chlorpromazine in the emergency department treatment of migraines: a randomized controlled trial. J Emerg Med, 2002; 23(2):141-8.
41. Cameron, J.D., P.L. Lane, and M. Speechley, Intravenous chlorpromazine vs intravenous metoclopramide in acute migraine headache. Acad Emerg Med, 1995; 2(7):597-602.
42. Kelly, A.M., et al., Intravenous chlorpromazine versus intramuscular sumatriptan for acute migraine. J Accid Emerg Med, 1997; 14(4):209-11.
43. Colman, I., et al., Parenteral metoclopramide for acute migraine: meta-analysis of randomised controlled trials. Bmj, 2004; 329(7479):1369-73.
44. Friedman, B.W., et al., A trial of metoclopramide vs sumatriptan for the emergency department treatment of migraines. Neurology, 2005; 64(3):463- 8.
24
45. Stiell, I.G., et al., Methotrimeprazine versus meperidine and dimenhydrinate in the treatment of severe migraine: a randomized, controlled trial. Ann Emerg Med, 1991; 20(11):1201-5.
46. Friedman, B.W., et al., A clinical trial of trimethobenzamide/diphenhydramine versus sumatriptan for acute migraines. Headache, 2006; 46(6):934-41.
47. Honkaniemi, J., et al., Haloperidol in the acute treatment of migraine: a randomized, double-blind, placebocontrolled study. Headache, 2006; 46(5):781-7.
48. Bigal, M.E., C.A. Bordini, and J.G. Speciali, Intravenous chlorpromazine in the acute treatment of episodic tensiontype headache: a randomized, placebo controlled, double-blind study. Arq Neuropsiquiatr, 2002; 60(3-A):537-41.
49. Cicek, M., et al., Prospective, randomised, double blind, controlled comparison of metoclopramide and pethidine in the emergency treatment of
acute primary vascular and tension type headache episodes. Emerg Med J, 2004; 21(3):323-6.
50. Caviness, V.S., Jr. and P. O'Brien, Cluster headache: response to chlorpromazine. Headache, 1980; 20(3):128-31.
51. Friedman, B.W., et al., The relative efficacy of meperidine for acute migraine. A meta-analysis (abstract). Acad Emerg Med, 2008;15(5).
52. Colman, I., et al., Use of narcotic analgesics in the emergency department treatment of migraine headache. Neurology, 2004; 62(10):1695-700.
53. Bigal, M.E. and R.B. Lipton, Excessive acute migraine medication use and migraine progression. Neurology, 2008; 71(22):1821-8.
54. Jakubowski, M., et al., Terminating migraine with allodynia and ongoing central sensitization using parenteral administration of COX1/COX2 inhibitors. Headache, 2005; 45(7):850- 61.
55. Maizels, M., V. Saenz, and J. Wirjo, Impact of a group-based model of disease management for headache. Headache, 2003; 43(6):621-7.
56. Matchar, D.B., et al., The headache management trial: a randomized study of coordinated care. Headache, 2008; 48(9):1294-310.
57. Bigal, M.E., et al., Intravenous magnesium sulphate in the acute treatment of migraine without aura and migraine with aura. A
25
randomized, double-blind, placebo-controlled study. Cephalalgia, 2002; 22(5):345-53.
58. Edwards, K.R., J. Norton, and M. Behnke, Comparison of intravenous valproate versus intramuscular dihydroergotamine and metoclopramide for acute treatment of migraine headache. Headache, 2001; 41(10):976-80.
59. Mathew, N.T., et al., Intravenous valproate sodium (depacon) aborts migraine rapidly: a preliminary report. Headache, 2000; 40(9):720-3.
60. Tanen, D.A., et al., Intravenous sodium valproate versus prochlorperazine for the emergency department treatment of acute migraine headaches: a prospective, randomized, double-blind trial. Ann Emerg Med, 2003; 41(6):847- 53.
61. Ashkenazi, A. and M. Levin, Greater occipital nerve block for migraine and other headaches: is it useful? Curr Pain Headache Rep, 2007; 11(3):231-5.
62. Kudrow, L., Response of cluster headache attacks to oxygen inhalation. Headache, 1981; 21(1):1-4.
63. Rozen, T.D., High oxygen flow rates for cluster headache. Neurology, 2004; 63(3):593.
64. Friedman, B.W., et al., Recurrence ofprimary headache disorders afteremergency department discharge: frequency and predictors of poor pain and functional outcomes. Ann Emerg Med, 2008; 52(6):696-704.
65. Colman, I., et al., Parenteral dexamethasone for preventing recurrent migraine headaches: A systematic review of the literature. Academic Emergency Medicine, 2008; 15(5).
66. May, A., et al., EFNS guidelines on the treatment of cluster headache and other trigeminal-autonomic cephalalgias. Eur J Neurol, 2006; 13(10):1066-77.
67. Dodick, D. and F. Freitag, Evidencebased understanding of medicationoveruse headache: clinical implications. Headache, 2006; 46 Suppl 4:S202-11.
68. Lane, P.L., B.A. McLellan, and C.J. Baggoley, Comparative efficacy of chlorpromazine and meperidine with dimenhydrinate in migraine headache. Ann Emerg Med, 1989; 18(4):360-5.
69. McEwen, J.I., H.M. O'Connor, and H.B. Dinsdale, Treatment of migraine with intramuscular chlorpromazine. Ann Emerg Med, 1987; 16(7):758-63.
70. Shrestha, M., et al., Ketorolac vs chlorpromazine in the treatment of acute migraine without aura. A prospective,
26
randomized, double-blind trial. Arch Intern Med, 1996; 156(15):1725-8.
71. Hill, C.H., J.R. Miner, and M.L. Martel, Olanzapine versus droperidol for the treatment of primary headache in the emergency department. Acad Emerg Med, 2008; 15(9):806-11.
27