Manajemen Kualitas Air Penetasan Telur

3
Manajemen kualitas air penetasan telur Telur kerapu sangat sensitive terhadap penanganan, pada fase perkembangan awal telur boleh dipindahkan dari jarring penangkap, dengan syarat embrio harus sudah memiliki mata. Selain itu factor kualitas air dari sebelum dipindahkan ke wadah selanjutnya memiliki parameter kualitas air yang sama. Pembenihan kerapu memiliki produksi telur sebanyak 100.000-300.000 butir dan akan menetas pada 18-20 jam setelah diinkubasi. Pada saat inkubasi telur-telur tersebut diperlakukan dengan hati-hati. Apabila hal tersebut tidak dilakukan akan membuat banyak kematian dan larva akan tumbuh tidak normal. Hal ini diperkuat oleh Sugama et.al (2012) bahwa suhu yang cocok untuk menghandling telur yang sudh ditetaskan oleh induk adalah 28 -30 ºC. Berdasarkan jurnal lain disebutkan bahwa semakin tinggi suhu dari air saat penetasan telur akan mempercepat telur itu menetas. Hal ini terbukti dalam penelitian Yulianti (tth) bahwa telur yang dipelihara pada suhu 30 ºC maupun 33 ºC memiliki kecepatan menetas lebih cepat dibandingkan dengan telur yang hanya diberikan perlakuan di suhu 27 ºC. dari penelitian tersebut dapat diberika kesimpulan bahwa suhu optimum untuk menetaskan telur adal 30-33 ºC. hasil ini juga diperkuat oleh Melianawati et.al (2010) bahwa suhu optimum untuk perkembangan embrio adalah 33 ºC, tetapi untuk standart baku penetasan telur berkisar antara 28-33 ºC. tetapi pada suhu optimum tersebut banyak telur yang mati karena tidak kuat menahan dari tinggi suhu, memang benar akan menetas lebih cepat tapi masalahnya juga banyak telur yang mati. Penetasan yang dilakukan selalu memiliki tahapan-tahapan yang harus dilewati, diantaranya adalah desinfeksi dan inkubasi. Pada proses desinfeksi pemberian larutan ozon agar telur bebas dari bahan organic dan pathogen. Selanjutnya taham inkubasi disini telur dijaga dari serangan pathogen maupun hal lain yang mampu membuat telur tersebut mati, pemberian air laut yang telah diseterilkan. Proses inkubasi juga memiliki maksud untuk membuat

description

kerapu

Transcript of Manajemen Kualitas Air Penetasan Telur

Page 1: Manajemen Kualitas Air Penetasan Telur

Manajemen kualitas air penetasan telur

Telur kerapu sangat sensitive terhadap penanganan, pada fase perkembangan awal telur boleh dipindahkan dari jarring penangkap, dengan syarat embrio harus sudah memiliki mata. Selain itu factor kualitas air dari sebelum dipindahkan ke wadah selanjutnya memiliki parameter kualitas air yang sama. Pembenihan kerapu memiliki produksi telur sebanyak 100.000-300.000 butir dan akan menetas pada 18-20 jam setelah diinkubasi. Pada saat inkubasi telur-telur tersebut diperlakukan dengan hati-hati. Apabila hal tersebut tidak dilakukan akan membuat banyak kematian dan larva akan tumbuh tidak normal. Hal ini diperkuat oleh Sugama et.al (2012) bahwa suhu yang cocok untuk menghandling telur yang sudh ditetaskan oleh induk adalah 28 -30 ºC.

Berdasarkan jurnal lain disebutkan bahwa semakin tinggi suhu dari air saat penetasan telur akan mempercepat telur itu menetas. Hal ini terbukti dalam penelitian Yulianti (tth) bahwa telur yang dipelihara pada suhu 30 ºC maupun 33 ºC memiliki kecepatan menetas lebih cepat dibandingkan dengan telur yang hanya diberikan perlakuan di suhu 27 ºC. dari penelitian tersebut dapat diberika kesimpulan bahwa suhu optimum untuk menetaskan telur adal 30-33 ºC. hasil ini juga diperkuat oleh Melianawati et.al (2010) bahwa suhu optimum untuk perkembangan embrio adalah 33 ºC, tetapi untuk standart baku penetasan telur berkisar antara 28-33 ºC. tetapi pada suhu optimum tersebut banyak telur yang mati karena tidak kuat menahan dari tinggi suhu, memang benar akan menetas lebih cepat tapi masalahnya juga banyak telur yang mati.

Penetasan yang dilakukan selalu memiliki tahapan-tahapan yang harus dilewati, diantaranya adalah desinfeksi dan inkubasi. Pada proses desinfeksi pemberian larutan ozon agar telur bebas dari bahan organic dan pathogen. Selanjutnya taham inkubasi disini telur dijaga dari serangan pathogen maupun hal lain yang mampu membuat telur tersebut mati, pemberian air laut yang telah diseterilkan. Proses inkubasi juga memiliki maksud untuk membuat ozon yang diberikan saat desinfeksi hilang, hal tersebut dilakukan karena ozon merupakan bahan beracun. Dalam kedua proses tersebut peran salinitas harus tetap dijaga dalam ambang yang telah menjadi syarat baku. Pada pemberian ozon dan pencuian dengan air laut mampu memberikan shock terapi pada telur sehingga telur tidak dapat menetas, oleh sebab itu menjaga media berupa air khususnya salinitas harus dijaga. Hal ini ditujang oleh refrensi dari Yuliati (tth) bahwa salinitas yang baku untuk penetasan telur ikan kerapu adalah antara 28-32 ppt. sedangkan salinitas yang optimum adalah 30 ppt, meskipun pada penelitian tersebut peneliti melakukan percobaan pemberian perlakuan pada telur ikan kerpu yang diberi salinitas 28 ppt, 30 ppt dan 32 ppt tidak terdapat perbedaan nyata dalam hal penetasannya.

Berdasarkan hal mengenai salinitas, sudah disebutkan mengenai salinitas baku dan optimum, tetapi ternyata dengan salinitas rendah telur masih dapat menetas dengan apa adanya. Meskipun tingginya nilai mortalitas pada ikan salah satu yang mempengaruhi adalah salinitas. Hal ini mampu mempengaruhi dari semakin lamanya telur ikan tersebut menetas karena salinitas yang rendah. Hal ini diperkuat oleh Bulanin et.al (2003) bahwa telur ikan yang memiliki embrio mampu menetas lebih cepat apabila memiliki suhu dan salinitas yang tinggi. Tetapi pada

Page 2: Manajemen Kualitas Air Penetasan Telur

kenyataan perbedaan penetasan pada telur ikan kerapu tidak berbeda nyata dengan pemberian perlakuan salinitas sebesar 27 ppt. meskipun penetasan telur lebih cepat dengan pemberian salinitas tinggi hal ini tidak disarankan karena dapat membuat telur yang tidak memiliki daya tahan kuat terhadap dinamika osmosis yang terjadi, begitu pula dengan salinitas yang rendah.

Daftar pustaka

Sugama K, M.A Rimer, S Ismi, I Koesharyani, K Suwirya, N.A Girl, V.R Alava. 2013. Pengolahan Pembenihan Kerapu Macan. Australian Internasioanl Agriculture Reserch. Canbera

Yullianti S, P. Hari, T. Winanto. Tth. Proses embriogenesin dan perkembangan larva ikan kerapu macan pada suhu dan salinitas berbeda. Jurnal ilmu kelautan dan perikanan.

Melianawati, R., Imanto, P.T., Made, S. 2010. Perencanaan Waktu Tetas Telur Ikan Kerapu dengan Penggunaan Suhu Inkubasi yang Berbeda, Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 2 (2): 83-91.

Bulanin Usman, C.R Saad, R. Afandi, F.P Putri. 2003. Perkembangan embrio dan penyerapan kuning telur pada ikan kerapu bebek pada salinitas 27, 30 dan 33 ppt. jurnal mangrove dan pesisir. 3 (3)