MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA: STUDI KASUS … · 2016. 11. 14. · meja teori melainkan...

235
MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA: STUDI KASUS PEMANFAATAN DANA AKSI PUASA PEMBANGUNAN DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG TESIS . PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN.. .. .. Diajukan oleh Bernadetta Rini Susanti 132222204. Kepada FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA: STUDI KASUS … · 2016. 11. 14. · meja teori melainkan...

  • MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA:

    STUDI KASUS PEMANFAATAN DANA AKSI PUASA PEMBANGUNAN

    DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG

    TESIS

    .

    PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN..

    .. ..

    Diajukan oleh

    Bernadetta Rini Susanti

    132222204.

    Kepada

    FAKULTAS EKONOMI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    2016

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • i

    MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA:

    STUDI KASUS PEMANFAATAN DANA AKSI PUASA PEMBANGUNAN

    DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG

    TESIS

    UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN

    MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2

    .

    PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN..

    .. ..

    Diajukan oleh

    Bernadetta Rini Susanti

    132222204.

    FAKULTAS EKONOMI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    2016

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    ABSTRAK

    Sampai sekarang, Gereja Katolik masih melihat kemiskinan sebagai sebuah

    persoalan yang penting dan mendesak untuk dibahas dan dicarikan jalan

    penyelesaiannya. Sikap Gereja itu tertuang dalam berbagai Ajaran Sosial Gereja.

    Dalam perspektif iman Katolik, kemiskinan bukanlah sebuah persoalan di balik

    meja teori melainkan sebuah persoalan konkret yang menyangkut martabat

    manusia sebagai gambaran Allah. Gereja mengajarkan agar umatnya

    sungguh-sungguh berpihak dan terlibat dalam usaha menyesejahterakan mereka

    yang miskin, lapar, dan tersingkir dalam kehidupan sosial masyarakat.

    Tesis ini merupakan penelitian dengan menggunakan desain studi kasus yang

    dimanfaatkan untuk mengevaluasi Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa

    Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang. Evaluasi Program Aksi Puasa

    Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang diletakkan dalam konteks persolan

    substansi dan aplikasi. Persoalan substansi berkaitan dengan landasan filosofi,

    idiologi dan tujuan yang hendak dicapai dalam Aksi Puasa Pembangunan.

    Persoalan aplikasi bersinggungan dengan manajemen keterlibatan sosial dalam

    pelaksanaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.

    Kerangka teori yang dikembangkan untuk tujuan evaluasi dengan

    menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori community

    empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility. Kombinasi dari dua

    hal berbeda ini akan menjadi panduan dalam penyusunan standar kinerja

    pelaksanaan Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang.

    Standar kinerja yang dihasilkan akan digunakan untuk mengukur kinerja yang

    aktual terjadi.

    Penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa Gereja, dalam hal ini

    Keuskupan Agung Semarang, perlu menyesuaikan kebijakan dan

    program-program strategisnya pada aspek empowering agar tujuan mulianya,

    yakni pengentasan umat/masyarakat dari kemiskinan dapat benar-benar tercapai.

    Kata Kunci: Keterlibatan Sosial, Ajaran Sosial Gereja, community empowerment,

    Corporate Social Responbility

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    ABSTRACT

    So far, Church still see poverty as an important and urgent issue to be

    discussed and to be sought its solution. That attitude is established by church in

    various Church Social Teachings. On the Catholic’s perspective, poverty is not an

    issue beyond a theory but a concrete problem corresponds with the dignity of

    human as an image of God. Church teaches its people to plead and involved in the

    effort on bringing welfare for the poor, the hunger, and the marginalized people to

    the society.

    This thesis is a research using study case design, applied to evaluate

    Utilization Program of Aksi Puasa Pembangunan fund on Semarang archdiocese.

    Aksi Puasa Pembangunan Evaluation Program on Semarang Archdiocese is

    placed on substantial and application context. Substantial issue is linked with

    philosophical cornerstone, ideology, and the goal that is going to be achieved in

    regards to Aksi Puasa Pembangunan. The application issue touches the social

    involvement management on the implementation of Utilization Program in

    regards to Aksi Puasa Pembangunan fund on Semarang Archdiocese

    Theoretical framework that is developed for evaluation goal uses the principle

    of Church Social Teachings and community empowerment theory in Corporate Social

    Responsibility dimension. Combination of these two different situations will be

    the guidance on composing the implementation of performance standard of Aksi

    Puasa Pembangunan program on Semarang Archdiocese. Standard of

    performance that is obtained will be used to measure the actual performance.

    This research arrives at its conclusion which is, Church, in this case

    Semarang Archdiocese, needs to harmonize its policy and its strategic program on

    the empowering aspect so that its noble goal, which is to eradicate its people from

    poverty, will truly be fulfilled.

    Keywords: Social involvement, Church Social Teaching, community

    empowerment, Corporate Social Responsibility

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    DAFTAR ISI

    Bab Halaman

    BAB I PENDAHULUAN 1

    1.1. Latar Belakang 1

    1.2. Perumusan Masalah 15

    1.3. Tujuan Penelitian 16

    1.4. Manfaat Penelitian 17

    1.4.1. Manfaat Teoretis 17

    1.4.2. Manfaat Praktis 17

    BAB II LANDASAN TEORI 18

    2.1. Pengantar 18

    2.2. Ajaran Sosial Gereja 19

    2.2.1. Pengertian tentang Ajaran Sosial Gereja 21

    2.2.2. Catatan Historis Ajaran Sosial Gereja 23

    2.2.3. Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja 30

    2.3. Community Empowerment dalam Dimensi Corporate 34

    Social Responbility

    2.3.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kegiatan Community 35

    Empowerment

    2.3.2. Partisipasi Masyarakat 40

    2.3.3. Kompetensi Agen Pemberdayaan 43

    2.4. Kerangka Berpikir 48

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN 50

    3.1. Pengantar 50

    3.2. Paradigma Penelitian dan Trianggulasi 51

    3.3. Strategi Penelitian Studi Kasus 56

    3.4. Metode Penelitian 62

    3.4.1. Desain Penelitian 62

    3.4.2. Data dan Metode Pengumpulan Data 66

    3.4.3. Metode Penelitian dan Analisis Data 71

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    Bab Halaman

    BAB IV DESKRIPSI PELAKSANAAN PROGRAM 76

    DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG

    4.1. Pengantar 76

    4.2. Gambaran Umum Keuskupan Agung Semarang 77

    4.3. Mekanisme Alur Kerja Program Pemanfaatan Dana APP 79

    Keuskupan Agung Semarang

    4.4. Capaian Kinerja Program Pemanfaatan Dana APP di 90

    Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun 2011-2012

    sampai dengan Tahun 2014-2015

    4.4.1. Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana Aksi 91

    Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang

    Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan

    2014-2015

    4.4.2. Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang 94

    Berdasarkan Lima Kategori Bidang Perhatian Periode

    Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015

    4.4.3. Sebaran Penerima Manfaat Program Pemanfaatan Dana 114

    APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun

    Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015

    BAB V EVALUASI PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP 130

    DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG DENGAN

    PARAMETER PRINSIP-PRINSIP ASG DAN TEORI

    COMMUNITY EMPOWERMENT

    5.1. Pengantar 130

    5.2. Analisis Kesesuaian Program Pemanfaatan Dana APP 132

    di Keuskupan Agung Semarang dengan Prinsip-Prinsip Ajaran

    Sosial Gereja

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    Bab Halaman

    5.2.1. Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana APP 134

    di Keuskupan gung Semarang Periode Tahun Anggaran

    2011-2012 sampai dengan 2014-2015: Catatan Kritis

    Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja

    5.2.2. Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang 139

    Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan

    2014-2015 Berdasarkan Lima Kategori Bidang Perhatian:

    Catatan Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial

    Gereja

    5.2.3. Sebaran Penerima Manfaat Program Dana APP di 145

    Keuskupan Agung PeriodeTahun Anggaran

    2011-2012 sampai dengan 2014-2015: Catatan

    Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja

    5.3. Telaah Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung 155

    Semarang Berdasarkan Kategori-Kategori Community

    Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility

    5.3.1. Profil Community Empowerment dalam Keterserapan 157

    Dana Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan

    Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012

    sampai dengan 2014-2015

    5.3.2. Partisipasi Umat/Masyarakat dalam Lima Kategori 171

    Bidang Perhatian Program Pemanfaatan Dana APP di

    Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran

    2011-2012 sampai dengan 2014-2015

    5.3.3. Korelasi Kompetensi Agen Pemberdayaan dengan 180

    Jumlah Proposal Disetujui dalam Sebaran Penerima

    Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di

    Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran

    2011-2012 sampai dengan 2014-2015

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    Bab Halaman

    5.4. Potensi Keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di 185

    Keuskupan Agung Semarang

    BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 188

    6.1. Kesimpulan 188

    6.2. Saran 192

    6.2.1. Bagi Penelitian Selanjutnya 192

    6.2.2. Bagi Pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP 193

    di Keuskupan Agung Semarang

    DAFTAR PUSTAKA 194

    LAMPIRAN 199

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    Tabel 3.1 Tabel Interpretasi Koefisien Kolerasi Product Moment 75

    Tabel 4.1 Tabel Jumlah Paroki di Keuskupan Agung Semarang 78

    Tabel 4.2 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 97-99

    Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun

    Anggaran 2011-2012

    Tabel 4.3 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 100-102

    Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun

    Anggaran 2012-2013

    Tabel 4.4 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 103-105

    Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun

    Anggaran 2013-2014

    Tabel 4.5 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 106-107

    Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun

    Anggaran 2014-2015

    Tabel 4.6 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 117-121

    Pemanfaatan Dana APP Panitia KAS Periode Tahun

    Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015

    Tabel 4.7 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 122-123

    Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Semarang

    Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan

    2014-2015

    Tabel 4.8 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 124

    Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Kedu

    Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan

    2014-2015

    Tabel 4.9 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 125

    Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Surakarta

    Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan

    2014-2015

    Tabel 4.10 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 126-128

    Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Yogyakarta

    Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan

    2014-2015

    Tabel 5.1 Kepemilikan Pedoman Pengelolaan Dana Sosial Gereja 144

    Paroki-Paroki di Kevikepan Yogyakarta

    Tabel 5.2 Evolusi Konsep CSR Berdasarkan Fokus Perhatian CSR 167

    Tabel 5.3 Tabel Perhitungan Koefisien Korelasi Jumlah Proposal 182-183

    Disetujui (x) dengan Kompetensi Agen Pemberdayaan

    (y) Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan

    Agung Semarang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    DAFTAR DIAGRAM

    Diagram Halaman

    Diagram 4.1 Pembagian Kolekte Dana APP di KAS 81

    Diagram 4.2 Perbandingan Jumlah Penerimaan dan Pemanfaatan 93

    Dana Program Pemanfaatan Dana APP di KAS

    Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan

    2014-2015

    Diagram 4.3 Prosentase Keterserapan Dana APP di KAS 94

    Berdasar Lima Kepanitiaan

    Diagram 4.4 Jumlah Proposal Disetujui Program Pemanfaatan Dana 109

    APP di KAS Periode Tahun Anggaran 2011-2013

    sampai dengan 2014-2015

    Diagram 4.5 Pemanfaatan Dana APP di KAS Berdasarkan Lima 111

    Kategori Bidang Perhatian

    Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan

    2014-2015

    Diagram 4.6 Pemanfaatan Dana APP di KAS Berdasarkan Lima 113

    Kategori Bidang Perhatian di Lima Kepanitiaan

    Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan

    2014-2015

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    Gambar 3.1 Komponen Analisis Data 72

    Gambar 4.1 Flow Chart Mekanisme Akses Dana APP 85

    Gambar 4.2 Struktur Tim Kerja PSE KAS 86

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    DAFTAR SKEMA

    Skema Halaman

    Skema 2.1 Kerangka Berpikir 49

    Skema 5.1 Tipe Pelayan Pengelola Dana APP 163

    Kategori Pengembangan Sosial dan Ekonomi

    Program Pemanfaatan Dana APP di KAS

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Kesesuaian Program 199-200

    Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang

    dengan Prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja

    Lampiran 2 Kisi-kisi Intrumen Penelitian Profil Community 201-202

    Empowerment dalam pengelolaan Program Pemanfaatan

    Dana APP di Keuskupan Agung Semarang

    Lampiran 3 Pokok Kerangka Acuan Kuesioner Profil Community 203-204

    Empowerment dalam Pengelolaan Program Pemanfaatan

    Dana APP di Keuskupan Agung Semarang

    Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Tingkat Partisipasi

    Penerima Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP

    Di Keuskupan Agung Semarang

    Lampiran 5 Pokok Kerangka Acuan Penelitian Lapangan Tingkat 206-207

    Partisipasi Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP

    Di Keuskupan Agung Semarang

    Lampiran 6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Kompetensi Sebagai Agen 208-209

    Pemberdayaan Tim PSE Paroki di Keuskupan

    Agung Semarang

    Lampiran 7 Kuesioner Profil Tim Pengembangan Sosial Ekonomi 210-216

    Paroki

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. LATAR BELAKANG

    Data resmi yang dikeluarkan pemerintah menunjukkan bahwa di Indonesia

    masyarakat miskin saat ini berjumlah 28,59 juta orang (11,22 persen) bertambah

    sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang

    sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen). Data kemiskinan ini diukur dari biaya

    pemenuhan bahan pokok pangan dan papan minimum dengan kisaran konsumsi

    kalori 2.100 kilokalori (kkal) atau garis kemiskinan sekitar Rp. 289 041,91 per

    kapita per bulan. 1 Data ini memperlihatkan dengan jelas bahwa secara umum

    masih ada puluhan juta orang Indonesia yang taraf hidupnya berada di bawah

    garis kemiskinan.

    Pemicu kemiskinan dewasa ini sangat bersifat multideminsional. Dunia

    kerja yang secara mendasar telah diubah oleh berbagai kemajuan teknologi

    modern, mendeskripsikan kemajuan kualitatif yang luar biasa, namun sayangnya

    hal ini juga diikuti dengan bentuk-bentuk baru ketidakstabilan dan penindasan di

    berbagai masyarakat yang justru dianggap makmur. Di berbagai tempat tingkat

    kesejahteraan terus bertumbuh, namun juga terdapat peningkatan yang

    memprihatinkan dalam jumlah orang-orang yang menjadi miskin dan, karena

    1 Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada April 2014. Kegiatan tersebut bertujuan memotret kondisi sosial-ekonomi masyarakat, yang akan menjawab juga posisi terakhir kemiskinan di Indonesia. Badan Pusat Statistik. Diunduh dari http://bps.go.id

    1

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • berbagai alasan kesenjangan antara mereka yang miskin dan yang kaya terus

    melebar. Pasar bebas, sebuah proses ekonomi dengan segi-segi yang positif,

    bagaimanapun juga pada akhirnya memperlihatkan keterbatasan-keterbatasannya.

    Fenomena masalah sosial ini merupakan sebuah realitas sosial yang telah

    menjadi sebuah persoalan yang diperdebatkan, baik dalam ruang lingkup

    akademis maupun dalam ruang lingkup iman dan kepercayaan religius. Dari segi

    akademis, terdapat dua teori dan pendekatan terhadap kemiskinan, yakni teori-

    teori strukturalis, yang memandang kemiskinan dari sudut pandang sosial-politik

    (terutama teori-teori yang bermahzab Marxian), dan teori-teori kultural, terutama

    yang mendasarkan pendekatannya pada perspektif kebudayaan, seperti teori dan

    pendekatan kultural Oscar Lewis (Alhumami, 2008). Dari segi iman dan

    kepercayaan religius, Gereja Katolik menaruh perhatian yang serius terhadap

    persoalan kemiskinan dan upaya pengentasannya, seperti yang tertuang dari

    berbagai Ajaran Sosial Gereja.

    Perhatian terhadap kemiskinan dari aspek akademis maupun ajaran

    religius itu menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang

    mendesak untuk ditangani. Tidak mengherankan jika dengan semakin

    berkembangnya peradaban manusia, dan semakin meningkatnya kesadaran

    manusia akan pentingnya kesamaan harkat dan martabat manusia, telah

    menjadikan fenomena kemiskinan sebagai suatu permasalahan yang banyak

    mendapatkan sorotan. Secara akademis, berbagai telaah dalam ilmu sosial dan

    juga ilmu ekonomi banyak dilakukan, terutama untuk mendapatkan pemahaman

    yang lebih mendalam tentang konsep kemiskinan dan mencari titik temu

    2

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • penyelesaian yang benar-benar efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Sebagai

    sebuah realitas sosial, kemiskinan juga mendapat perhatian dari kaum religius,

    termasuk Gereja Katolik. Gereja merasa dipanggil untuk dapat berbuat sesuatu

    untuk mengentaskan kemiskinan sebagai jalan memulihkan martabat manusia

    sebagai citra Allah. Gereja senantiasa berupaya untuk membangun solidaritas

    dengan kaum miskin dan tersingkir, demi mengusahakan pembebasan mereka

    yang seutuhnya. Gereja adalah Umat Allah yang diharapkan ikut ambil bagian

    dalam keprihatinan Allah dan rencana karya penyelamatan-Nya bagi seluruh umat

    manusia. Salah satu bentuk keterlibatan nyata Gereja dalam upaya penanganan

    masalah sosial ini adalah adanya Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa

    Pembangun (APP) yang pelaksanaannya ditangani oleh Panitia APP baik di

    tingkat nasional maupun di tingkat keuskupan.2

    Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang yang

    akan dikaji dalam tesis ini dikelola oleh Panitia APP di Keuskupan Agung

    Semarang, yang terdiri dari lima kepanitiaan. Satu kepanitiaan di tingkat

    keuskupan dan empat kepanitiaan di tingkat kevikepan.3 Terdapat lima kategori

    pemanfaatan dana APP, yaitu: (1) kategori karitatif kemanusiaan, (2) kategori

    motivasi-animasi, (3) kategori bantuan pendidikan, (4) kategori bidang sosial

    kemasyarakatan dan pengembangan kemasyarakatan, dan (5) kategori bidang

    sarana-prasarana yang dikhususkan untuk merenovasi sarana-prasarana yang

    2 Keuskupan merupakan suatu wilayah gereja yang dipercayakan pada reksa pastoral seorang uskup dan pembantu-pembantunya. Keuskupan biasanya diberi nama menurut kota tempat tinggal uskup.

    3 Kevikepan bagian dari wilayah keuskupan yang dilayani oleh vikep (wakil uskup). Kevikepan mencakup sejumlah paroki. Kevikepan dibentuk untuk menciptakan koordinasi dan kerja sama yang lebih baik antarparoki sekevikepan.

    3

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • rusak atau timbul akibat bencana alam atau musibah (Panitia APP Keuskupan

    Agung Semarang, 2012:3). Berdasarkan data lapangan programasi dan

    implementasinya di tingkat basis dari laporan Program Pemanfaatan Dana APP

    tahun anggaran 2012 – 2013 dapat ketahui bahwa jumlah keseluruhan nominal

    yang dikelola di Keuskupan Agung Semarang sebesar Rp 2.348.959.126. Angka

    yang mendeskripsikan jumlah nominal yang cukup besar.

    Dari 1.024 proposal yang masuk di lima kepanitiaan pengelola Program

    Pemanfaatan Dana APP pada tahun anggaran 2012 – 2013, 57,13% merupakan

    permohonan bantuan yang bersifat karitatif. Kemudian 14,13% merupakan

    permohonan bantuan untuk pelaksanaan kegiatan retret, rekoleksi dan latihan

    kepemimpinan. Proposal yang bertujuan untuk pengembangan sosial-ekonomi dan

    kegiatan pemberdayaan sebanyak 28.74 %. Realisasi pemanfaatan dana APP

    berdasarkan permohonan proposal tersebut sebesar Rp 1.333.381.000. Termasuk

    dalam data ini pemanfaatan dana yang tidak melalui proposal, yaitu bantuan

    emergensi kemanusiaan. Dari nominal tersebut 49,09 % digunakan untuk

    bantuan yang bersifat karitatif. Sebanyak 9,58% diberikan sebagai bantuan

    pelaksanaan rekoleksi, retret dan pelatihan kepemimpinan. Untuk kegiatan yang

    bersifat pengembangan sosial-ekonomi dan pemberdayaan masyarakat sebesar

    38,57 %.4

    Deskripsi data yang dipaparkan di atas memperlihatkan ada persoalan

    penting yang perlu dicermati berkaitan dengan substansi maupun aplikasi Program

    4 Pada tahun 2014 penulis pernah mengadakan penelitian mengenai pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang dan dituangkan dalam bentuk makalah dengan judul Kemiskinan dan Upaya Pemberdayaannya dalam Perspektif Iman Katolik: Studi Kasus Pemanfaatan Dana APP Keuskupan Agung Semarang.

    4

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Pemanfaatan Dana APP. Persoalan substansi berkaitan dengan landasan filosofi,

    idiologi dan tujuan yang hendak dicapai dalam Aksi Puasa Pembangunan.

    Pertanyaan yang berkaitan dengan persoalan substansi ini antara lain apakah

    terdapat kesesuaian antara Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung

    Semarang dengan prinsip-prinsip keterlibatan sosial dalam pelayanan Gereja

    yang sesuai dengan Ajaran Sosial Gereja yang disampaikan oleh Magesterium

    Partikular dan Universal, seperti tertuang dalam ensiklik-ensiklik sosial. Inspirasi

    Ajaran Sosial Gereja dalam meneliti dan menyelami tanda-tanda zaman secara

    global apakah sudah dijadikan tuntunan oleh pengelola Program Pemanfaatan

    Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dalam melaksanakan tugas perutusan

    sosialnya.

    Pola aplikasi berkaitan dengan tata kelola dan dampak Program

    Pemanfaatan Dana APP tersebut terhadap empowering umat. Pola pemberian

    dukungan dana kepada penerima manfaat program yang berbasis proposal

    mensyaratkan adanya Tim PSE Lingkungan dan Tim APP/PSE/DanPaMis Paroki

    yang peka terhadap kebutuhan umat dan memiliki pengetahuan yang cukup

    mengenai eksistensi dana-dana yang bisa diakses oleh umat.5 Kondisi dari hasil

    pengamatan awal pengamatan di lapangan mendiskripsikan tidak semua Tim PSE

    Lingkungan dan Tim APP/PSE/DanPaMis di Paroki memenuhi persyaratan

    tersebut. Ketidakterpenuhinya salah satu kompetensi ini kemungkinan merupakan

    5 Di setiap Paroki minimal ada tiga jenis pendanaan yang bisa diakses oleh umat, yaitu: Dana Papa Miskin yang berasal dari 15% dari hasil kolekte umum dan amplop persembahan pada setiap hari Minggu, Dana APP yang ditinggal di Paroki berasal dari 25% dari keseluruhan dana yang diperoleh dari kolekte Minggu Palma serta kotak APP dan dana Tim Kerja PSE yang berasal baik dari dana program yang dianggarkan di RAPB Paroki maupun dana yang diperoleh dari permohonan kepada Panitia APP Kevikepan/Keuskupan/Nasional

    5

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • salah satu penyebab mengapa ada beberapa Paroki yang sama sekali belum pernah

    mengakses dana APP baik di tingkat Kevikepan maupun Keuskupan. Data

    keterserapan dana APP -sesuai dengan apa yang telah dipaparkan di paragraf

    terdahulu- yang sebagian besar masih berada di kategori karitatif juga merupakan

    sinyal bahwa tata kelola Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung

    Semarang perlu melakukan evaluasi terkait dalam hal identifikasi masalah

    penerima manfaat dan perencanaan program. Lemahnya perencanaan dalam suatu

    program memproyeksikan rendahnya koordinasi dan partisipasi baik pemangku

    kepentingan maupun penerima manfaat. Berdasarkan pengamatan awal inilah

    penulis berketetapan hati mengangkat persoalan ini sebagai bahan penulisan tesis.

    Tesis ini merupakan penelitian yang akan menerapkan prinsip-prinsip

    Ajaran Sosial Gereja dan Corporate Social Responbility dalam mengevaluasi

    Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Penelitian ini

    perlu dilakukan agar dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih

    baik mengenai bagaimana Gereja melibatkan diri dalam persoalan-persoalan

    kemiskinan dengan sebuah pengamatan khusus pada kasus Program Pemanfaatan

    Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Ada dua perspektif teoritis yang

    digunakan dalam tesis ini, yaitu landasan filosofis dana APP dan teori Corporate

    Social Responbility.

    Perpektif teoritis pertama yang digunakan dalam studi ini berkaitan dengan

    landasan filosofis dana APP. Landasan ini bersumber dari pemahaman mengenai

    dua hal yang sangat fundamental dalam pelaksanaan Program Pemanfaatan Dana

    APP di Keuskupan Agung Semarang. Pertama, mengenai apakah yang dimaksud

    6

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • dengan APP. Kedua, perihal Ajaran Sosial Gereja yang merupakan pedoman bagi

    umat kristiani dalam berlaku sebagai orang kristiani dalam tata duniawi yang

    semakin diliputi persaingan dan pengelompokkan sehingga mengakibatkan

    rusaknya relasi antarmanusia, baik secara pribadi maupun bersama karena

    terbatasnya persediaan kebutuhan manusiawi (Komisi Pengembangan Sosial

    Ekonomi-KWI, 2008:16)

    Inspirasi dasar APP bersumber pada pemurnian kehidupan Kristiani

    dengan gerakan-tobat bersama yang dilakukan selama Masa Pra-Paskah

    (Heuken, 2004:70). Pada masa ini seluruh umat mengolah diri dengan bermati

    raga, berpuasa dan berpantang. Aktivitas-aktivitas diarahkan pada yang bersifat

    membangan manusia seutuhnya. Mati raga, puasa dan pantang bukan sekedar

    tanda pertobatan pribadi demi kesucian diri sendiri, melainkan juga merupakan

    tanda lahiriah cinta kasih pada sesama. Demensi sosial dalam masa Pra-Paskah

    menjadi nyata dalam usaha-usaha untuk mengurangi penderitaan bersama dan

    sekaligus meningkatkan kesejahteraan bersama (Caritas Indonesia: LPPS,

    1994:1). Berdasarkan pengalaman, APP semakin memperlihatkan perkembangan

    sebagai medan untuk memperjuangkan keadilan sosial melalui gerakan-gerakan

    solidaritas umat dalam menanggapi segi-segi pembangunan dalam masyarakat.

    Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam ber-APP adalah membangkitkan

    kesadaran umat akan pentingnya pembaharuan diri dan masyarakatnya dalam

    membangun manusia Indonesia yang dicita-citakan. Di satu pihak, Gereja

    mempunyai tujuan keselamatan yang baru akan tercapai sepenuhnya di dunia

    yang akan datang. Di lain pihak, Gereja juga merupakan tanda kehadiran Allah

    7

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Penyelamat di dunia ini. Maka umat sebagai Gereja Allah di Indonesia ada demi

    masyarakat Indonesia. Sebagai tanda keselamatan, umat menghayati iman sebagai

    anggota masyarakat dan terlibat dalam pembangunan masyarakat (Caritas

    Indonesia: LPPS, 1994 : 2). Pembangunan adalah gerakan pengambilbagian

    dalam penderitaan dan wafat Tuhan Yesus demi kesejahteraan, kedamaian, dan

    keadilan sosial bagi semua manusia. Dengan APP diharapkan terjadi gerakan

    pemberdayaan masyarakat yang merupakan wujud dari pelayanan yang

    mengutamakan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel (Panitia APP

    Keuskupan Agung Semarang, 2009:17).

    Masa Pra-Paskah selain merupakan masa untuk olah kesalehan pribadi

    juga merupakan masa untuk mengembangkan solidaritas kemanusiaan dengan

    menghimpun dana dari umat selama masa puasa. Dana yang terkumpul disebut

    Dana Aksi Puasa Pembangunan. Secara garis besar ada dua bidang yang didukung

    pendanaannya oleh Panitia APP. Pertama, bidang pelayanan karitatif. Kedua,

    bidang pelayanan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (Panitia APP

    Keuskupan Agung Semarang, 2009:21). Terkait dengan pemanfaatannya untuk

    bidang yang kedua, secara nasional ditangani oleh Komisi Pengembangan Sosial

    Ekonomi Konperensi Waligereja Indonesia atau disebut sebagai Komisi PSE

    KWI. Sedangkan di setiap keuskupan ditangani oleh Komisi PSE Keuskupan.

    Dana APP dimaksudkan untuk menunjang program pembangunan dan

    kegiatan masyarakat Indonesia. Program ini mengutamakan asas solidaritas dan

    subsidiaritas, yakni sebagai bantuan penunjang usaha-usaha swadaya yang

    dilakukan oleh kelompok masyarakat. Adapun tujuannya adalah untuk:

    8

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • (1) meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat terutama umat katolik agar

    lebih peka terhadap kebutuhan sesama yang lemah-miskin atas dasar keadilan

    sosial; (2) meningkatkan taraf hidup dengan mengusahakan pelbagai usaha di

    bidang sosial ekonomi masyarakat; (3) meningkatkan kemampuan kerja

    organisasi yang menaruh perhatian pada usaha-usaha pembangunan masyarakat

    kecil (Caritas Indonesia: LPPS, 1994 : 4).

    Tanggung jawab sosial gereja adalah penegasan tentang upaya dan

    pergumulan gereja untuk mengatasi segala sesuatu yang membuat orang-orang

    miskin terus-menerus menjadi orang yang terpinggirkan dan tersingkirkan, yakni

    kelaparan, penyakit kronis, tuna aksara, kemiskinan, ketidakadilan dalam relasi

    internasional khususnya di bidang perdagangan, situasi ekonomi, dan neo-

    kolonialisme budaya yang kadang kala lebih kejam daripada kolonialisme politik.

    Gereja memiliki tanggung jawab untuk mewartakan pembebasan bagi jutaan

    manusia; tanggung jawab untuk melahirkan pembebasan, untuk memberikan

    kesaksian tentangnya, dan untuk memastikan bahwa pembebasan tersebut

    mencapai kepenuhannya (Paul VI, 1991, hal 296) . Dalam hal ini, signifikasi dan

    relevansi Gereja bagi masyarakat tampak bila Gereja sungguh-sungguh terlibat

    dalam pergulatan hidup masyarakat. Gereja tidak menjadi asing di tengah

    pergulatan masyarakat, tetapi ikut menyumbang dalam kehidupan bersama secara

    khusus dalam pengembangan sosial ekonomi, maupun dalam memperjuangkan

    keadilan, kedamaian dan keutuhan ciptaan (Dewan Karya Pastoral Keuskupan

    Agung Semarang, 2011).

    9

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Komitmen bahwa Gereja sungguh-sungguh terlibat dalam pergulatan

    hidup masyarakat muncul secara tegas dalam Arah Dasar (Ardas) Keuskupan

    Agung Semarang tahun 2006-2010 dan tahun 2011-2015. Berikut petikan alinea

    terkait kedua Ardas tersebut.

    Alinea ke-2 Arah Dasar Umat Allah KAS tahun 2006-2010:

    Dalam konteks masyarakat Indonesia yang sedang berjuang mengatasi korupsi, kekerasan, dan kerusakan lingkungan, umat Allah Keuskupan Agung Semarang terlibat secara aktif membangun habitus baru berdasarkan semangat Injil (bdk. Mat 5-7). Habitus baru dibangun bersama-sama: dalam keluarga dengan menjadikannya sebagai basis hidup beriman, dalam diri anak, remaja, dan kaum muda dengan melibatkan mereka untuk pengembangan umat, dalam diri yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir (KLMT) dengan memberdayakannya.

    Alinea ke-3 Arah Dasar Umat Allah KAS tahun 2011-2015:

    Langkah pastoral yang ditempuh adalah pengembangan umat Allah, terutama optimalisasi peran kaum awam, secara berkesinambungan dan terpadu dalam perwujudan iman di tengah masyarakat; pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel; serta pelestarian keutuhan ciptaan. Langkah tersebut didukung oleh tata penggembalaan yang sinergis, mencerdaskan dan memberdayakan umat beriman serta memberikan peran pada berbagai kharisma yang hidup dalam diri pribadi maupun kelompok.

    Dua potongan alinea arah dasar KAS tersebut menunjukkan komitmen Gereja

    dalam hal keterlibatan sosial Gereja dalam menanggapi realitas kemiskinan.

    Mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel adalah bagian dari harta

    warisan Gereja, selalu ada bersama gereja. Bersama mereka, dikembangkan

    gerak pemberdayaan yang memerdekakan.

    Kegiatan Gereja demi keadilan dan partisipasi dalam perombakan dunia

    tersebut sepenuhnya sebagai demensi kostitutif pewartaan Injil (Roman Synod

    1971, 1991:270). Gereja yang dimaksudkan dalam studi ini adalah Gereja Katolik

    dengan bentuk-bentuk tanggung jawab sosial gereja yang diwujudkan dalam

    10

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • berbagai dokumen, seperti ketetapan Paus yang untuk selanjutnya disebut ensiklik

    maupun Ajaran Sosial Gereja.

    Perspektif teoritis kedua berkaitan dengan teori Corporate Social

    Responbility (CSR). Salah satu temuan utama ketika mempelajari CSR dari

    literatur adalah bahwa tidak ada satupun konsep yang secara universal dapat

    diterima sebagai definisi CSR. Definisi generik mengenai CSR yang mengandung

    pengertian cukup lengkap muncul dari World Business Council for Sustainable

    Development (Urip, 2014:6). CSR menurut World Business Council for

    Sustainable Development adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam

    pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan,

    keluarga karyawan, masyarakat lokal dan masyarakat luas dalam rangka

    meningkatkan kualitas kehidupan (Holme dan Watts, 2000). Selanjutnya bidang

    ini berkembang secara signifikan dan saat ini berkembang beragam teori,

    pendekatan dan terminologi mengenai CSR.

    Bidang ini merupakan isu akademis yang menarik perhatian banyak

    pakar manajemen. Carr (1996;55-62), meletakkan CSR dalam kerangka profit-

    making. Menurut Carr perusahaan memiliki standar etis yang lebih rendah

    daripada masyarakat pada umumnya dan tidak memiliki tanggung jawab sosial

    selain mematuhi hukum. Freedman (1996:241) berpendapat selain perusahaan

    memaksimalkan kekayaan shareholder dan mematuhi undang-undang, perusahaan

    juga harus bersifat etis. Freeman (2001) mengutamakan peran perusahaan untuk

    peduli tehadap masyarakat. Perusahaan harus peduli pada potensi kerugian dari

    perilaku bisnisnya dalam berbagai kelompok stakeholder. Carroll (2000)

    11

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • menyempurnakan tiga pendapat ahli terdahulu dengan menunjukkan bahwa CSR

    terdiri dari empat jenis tanggung jawab, yaitu: ekonomi, hukum, etika dan

    filantropis. Masing-masing tanggung jawab merupakan domain atau demensi dari

    model CSR yang terpisah. Namun, mereka masih saling terkait satu sama lain

    serta saling tergantung dengan beberapa cara.

    Pada akhirnya, meskipun muncul banyak definisi dan teori CSR , Panwar

    dan Hansen (2007) menegaskan bahwa CSR harus mengacu pada keseimbangan

    ekonomi, sosial dan lingkungan. Keseimbangan ini menempatkan CSR secara

    tegas dalam ranah sustainable development atau yang untuk selanjutnya disebut

    sebagai pembangunan berkelanjutan. Ide pembangunan berkelanjutan ini

    diterapkan di perusahaan dengan cara mengarahkan kegiatan bisnisnya pada

    penciptaan ketiga demensi nilai triple bottom line, yang sangat terkenal dengan

    istilah 3P, yaitu profit, planet dan people (Elkington, 1998). Langkah pencapaian

    triple bottom line dilebur dalam wawasan CSR. Profit membentuk landasan bagi

    keberlangsungan kegiatan perusahaan, dan juga merupakan prasyarat untuk

    tercapainya dua dimensi yang lain. Oleh sebab itu, meskipun perolehan laba

    secara berkelanjutan wajib terjaga, namun hanya pendekatan holistik terhadap

    semua keberlanjutan -di sinilah CSR memainkan peranan penting- yang akan

    memungkinkan perusahaan mempunyai daya saing.

    Terkait dengan hal di atas, maka dalam konteks pembangunan

    berkelanjutan, kesuksesan sebuah perusahaan dapat dicapai melalui pencapaian

    tujuan organisasi secara keseluruhan tanpa mengorbankan keseimbangan

    hubungan antara tiga demensi dari pembangunan berkelanjutan. CSR, dalam hal

    12

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ini merupakan sarana untuk menuju tujuan tersebut. Dibedakan 3 tingkatan dalam

    pelaksanaan CSR, yaitu: (1) community relation yang menekankan jalinan

    harmonis antara perusahaan dan masyarakat dengan program sponsorship dan

    charity; (2) community assistance yang berorientasi pada bantuan-bantuan sosial

    kemanusiaan yang bersifat insidental; dan (3) community empowerment yang

    bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan daya saing

    masyarakat. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, tingkatan community

    empowerment inilah yang paling sesuai untuk dilaksanakan (Resnawaty,

    2011:145-158).

    Seperti yang telah dipaparkan dalam paragraf terdahulu, perusahaan yang

    dianggap bertanggung jawab sosial adalah perusahaan yang secara sadar

    mengarahkan kegiatan bisnisnya pada penciptaan ketiga dimensi nilai, yaitu

    profit, people dan planet. Pendekatan holistik dan seimbang pada tiga dimensi

    nilai tersebut membentuk landasan bagi keberlanjutan kegiatan suatu perusahaan.

    Desain konsep triple bottom line dalam suatu perusahaan tersebut, diusulkan

    dalam studi ini untuk diadopsi dan diterapkan secara selektif pada pelaksanaan

    Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang sebagai

    prasyarat keberhasilan dan keberlanjutan program tersebut. Gereja sebagai

    sebuah organisasi nonprofit tetap harus mempertimbangkan aspek economic goal

    dalam melaksanakan peran sosialnya supaya berkelanjutan dan bukan sesaat,

    sementara dan tidak berkesinambungan. Sebagaimana perusahaan sebagai

    organisasi yang berorientasi pada profit juga mempertimbangkan aspek social

    goal agar keberlanjutan perusahaan tetap terjaga.

    13

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Berdasarkan latar belakang dan wawasan teoritis yang dipaparkan di atas,

    studi ini mengambil judul “Manajemen Keterlibatan Sosial Gereja: Studi Kasus

    Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang”. Ada tiga

    alasan yang mendasarinya. Pertama, keprihatinan penulis terhadap pendekatan

    dan metode tata kelola Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung

    Semarang dalam mewujudkan dimensi sosialnya. Seperti yang diuraikan dalam

    paragraf sebelumnya, Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung

    Semarang sebagian besar berada dalam kategori karitatif kemanusiaan. Dewasa

    ini, dalam kerangka pengembangan perlindungan sosial berbasis kebutuhan

    masyarakat fase karitatif semacam ini memerlukan fase lanjutan yang dapat

    menunjang dan melengkapi. Program yang bersifat karitatif tidak berarti buruk

    tetapi efeknya hanya akan bertahan dalam siklus yang amat pendek dan tidak

    berkelanjutan. Selain itu, pendekatan ini dinilai kurang mampu meningkatkan

    keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal (Resnawaty, 2011:145-158).

    Kedua, ada keinginan agar ilmu Social Responbility Management yang

    dikuasai ini ikut memberikan kontribusi dalam tata kelola Program Pemanfaatan

    Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dalam menangani masalah-masalah

    sosial. Perkembangan terkini dari ilmu Social Responbility Management yang

    diaplikasikan dalam sebuah Corporate, lebih menekankan pada pendekatan

    community development yang bercirikan konsep empowerment dan sustainable

    development dalam penanganan masalah sosial. Konsep ini akan didiskusikan

    secara akademis untuk menemukan titik temu dengan prinsip-prinsip Ajaran

    Sosial Gereja dalam melaksanakan dimensi sosialnya.

    14

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Ketiga, tersusunnya panduan yang lebih komprehensif dalam

    pengembangan dimensi sosial ekonomi masyarakat dalam perspektif tata kelola

    gereja. Terkait dengan hal ini pengembangan dimensi sosial ekonomi masyarakat

    tidak hanya cukup dimengerti dalam arti pengembangan kemakmuran masyarakat

    tetapi harus mencakup pengertian yang lebih luas, yakni pengembangan hubungan

    sosial masyarakat dalam tingkat ekonomi yang semakin baik.

    1.2. Perumusan Masalah

    Gereja sebagai salah satu entitas dalam kehidupan masyarakat memiliki

    tanggung jawab sosial, sehingga gereja perlu terlibat dan ambil bagian dalam

    penanganan masalah-masalah sosial. Program Pemanfaatan Dana APP di

    Keuskupan Agung Semarang merupakan salah satu bentuk keterlibatan sosial

    Gereja. Program ini menggunakan dana APP untuk mendukung pelayanan

    pemberdayaan umat katolik dan masyarakat pada umumnya yang bertujuan untuk

    memperbaiki kondisi dan kualitas hidup manusia, terutama bagi mereka yang

    kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.

    Data lapangan programasi dan implementasinya di tingkat basis dari

    laporan pemenfaatan dana APP tahun anggaran 2012 - 2013 memperlihatkan

    adanya suatu Persoalan yang perlu dicermati secara teliti dan mendalam terkait

    dengan persoalan substansi maupun aplikasi dalam pelaksanaan Program

    Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Secara lebih spesifik,

    persoalan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

    15

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1. Sejauh mana koherensi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan

    Agung Semarang dengan kerangka kerja Ajaran Sosial Gereja?

    2. Sejauh mana kesesuaian pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di

    Keuskupan Agung Semarang dengan kategori-kategori yang terdapat dalam

    konsep community empowerment?

    3. Sejauh mana potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di

    Keuskupan Agung Semarang?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi Program Pemanfaatan

    Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Secara lebih spesifik, tujuan

    penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

    1. Menganalisis tingkat koherensi Program Pemanfaatan Dana APP di

    Keuskupan Agung Semarang dengan kerangka kerja ASG.

    2. Mengevaluasi pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan

    Agung Semarang berdasarkan kategori-kategori yang terdapat dalam konsep

    community empowerment.

    3. Menganalisis potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di

    Keuskupan Agung Semarang.

    16

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1.4. Manfaat Penelitian

    Penelitian mengenai evaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di

    Keuskupan Agung Semarang ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan

    manfaat praktis. Secara spesifik kedua manfaat tersebut dapat diuraikan sebagai

    berikut.

    1.4.1. Manfaat Teoretis

    1. Memperkaya kajian dalam Social Responbility Management, khususnya

    mengenai pendekatan CSR yang dapat diterapkan sebagai model tata kelola

    gereja untuk mewujudkan dimensi sosialnya.

    2. Mengembangkan konsep Social Responbility Management dalam tata kelola

    Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.

    1.4.2. Manfaat Praktis

    1. Menyajikan model manajemen CSR dalam pengelolaan dana APP di

    Keuskupan Agung Semarang.

    2. Memberikan rekomendasi tentang tata kelola pemanfaatan dana APP di

    Keuskupan Agung Semarang dalam penanganan masalah-masalah sosial

    dalam perspektif Social Responbility Management .

    17

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1. Pengantar

    Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian pendahuluan, tesis ini

    merupakan studi yang menggunakan pendekatan evaluasi untuk mengkaji

    Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Kata ‘evaluasi’

    dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan istilah ‘penilaian’

    yaitu suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu

    kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu

    standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya, serta

    bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-

    harapan yang ingin diperoleh. Dalam ilmu manajemen yang menekankan pada

    pelaksanaan empat fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian,

    pengkoordinasian dan pengendalian, evaluasi menempati fungsi pengendalian.

    Pengendalian adalah proses untuk mengetahui apakah aktivitas organisasi telah

    sesuai dengan perencanaan atau tidak. Kegiatan pengendalian meliputi empat

    langkah yaitu: pertama, menetapkan standar kinerja; kedua, mengukur kinerja

    secara aktual; ketiga, membandingkan kinerja aktual dengan standar; dan keempat,

    melakukan tindakan untuk perbaikan bila terjadi penyimpangan antara kinerja

    aktual dengan kinerja standar.

    18

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Terkait dengan hal di atas, evaluasi Program APP di Keuskupan Agung

    Semarang ini diletakkan dalam konteks persolan substansi dan aplikasi.

    Persoalan substansi berkaitan dengan landasan filosofi, idiologi dan tujuan yang

    hendak dicapai dalam Aksi Puasa Pembangunan. Persoalan aplikasi

    bersinggungan dengan manajemen keterlibatan sosial dalam pelaksanaan Program

    Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Evaluasi ini dengan

    menggunakan standar dan orang-orang yang terlibat dalam suatu kegiatan yang

    dievaluasi. Hasil dari evaluasi program akan digunakan sebagai bahan

    pertimbangan untuk meningkatkan kualitas perumusan, implementasi dan hasil

    dari program.

    Kerangka teori yang akan dikembangkan untuk tujuan evaluasi ini dengan

    menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori community

    empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility. Kombinasi dari dua

    hal berbeda ini akan menjadi panduan dalam penyusunan standar kinerja

    pelaksanaan Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang.

    Standar kinerja yang dihasilkan akan digunakan untuk mengukur kinerja yang

    aktual terjadi. Selanjutnya, hasil perbandingan kinerja aktual dengan standar

    kinerja akan digunakan untuk perbaikan apabila terjadi penyimpangan antara

    kinerja aktual dengan kinerja standar.

    2.2. Ajaran Sosial Gereja

    Ajaran sosial Gereja pada awalnya tidak dipikirkan sebagai sebuah sistem

    yang terstruktur tetapi muncul karena bergulirnya waktu, melalui sejumlah

    19

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • intervensi Magisterium atas persoalan-persoalan sosial. Ajaran sosial Gereja

    termasuk dalam ranah teologi, bukan ideologi, dan khususnya teologi moral

    (Paul II, 1987:424). Ajaran sosial Gereja tidak dapat didefinisikan selaras dengan

    parameter-parameter sosio-ekonomi. Ajaran sosial Gereja bukan sistem ideologis

    atau pragmatis yang bermaksud untuk menentukan dan menciptakan relasi-relasi

    ekonomi, politik dan sosial, melainkan sebuah kategori yang mandiri. Ajaran

    sosial Gereja merupakan perumusan cermat hasil-hasil refleksi yang saksama

    tentang realitas kehidupan, dalam masyarakat maupun dalam tatanan

    internasional, dalam terang iman dan tradisi Gereja. Ajaran itu bermaksud

    menafsirkan kenyataan-kenyataan itu, dengan menetapkan keselarasan ataupun

    perbedaannya dengan ajaran Injil tentang manusia dan panggilannya, panggilan

    sekaligus duniawi dan adikodrati. Tujuan Ajaran sosial Gereja adalah menuntun

    menuju perilaku Kristen.

    Selanjutnya, Ajaran Sosial Gereja bercorak teologis, khususnya teologi

    moral, sebab Ajaran Sosial Gereja merupakan pedoman-pedoman untuk

    bertindak” (Paul II, 1987:424). Ajaran ini menempatkan diri pada titik temu

    antara kehidupan serta hati nurani Kristen di satu pihak dan kenyataan-kenyataan

    konkret dunia di lain pihak. Ajaran itu terealisasi dalam usaha-usaha yang

    dijalankan oleh kaum beriman secara individu, keluarga-keluarga, komunitas yang

    berkecimpung dalam bidang kebudayaan dan kemasyarakatan, para tokoh politik

    dan pemimpin negara, untuk mewujudnyatakan serta menerapkan ajaran itu dalam

    realitas kehidupan (Paul II, 1991:477). Dalam ajaran sosial ini tercermin tiga taraf

    pengajaran, yaitu teologi moral yang berada dalam taraf fondasional motivasi;

    20

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • taraf direktive kaidah untuk kehidupan di tengah masyarakat; dan taraf

    deliberative hati nurani, yang dipanggil untuk mengantarai norma objektif serta

    norma umum dalam situasi sosial yang konkret dan tertentu. Ketiga taraf ini

    secara implisit menentukan pula metode yang tepat serta struktur epistemologis

    yang khas dari ajaran sosial Gereja (Pontifical Council for Justice and Peace,

    2005:73).

    Terkait dengan tujuan penelitian tesis ini, maka pada komponen landasan

    teori mengenai Ajaran Sosial Gereja akan dipaparkan mengenai tiga hal, yaitu:

    pengertian tentang Ajaran Sosial Gereja, catatan historis perjalanan Ajaran Sosial

    Gereja dan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Selanjutnya, untuk kepentingan

    penyusunan instrumen evaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan

    Agung Semarang akan digunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja yang

    merupakan nilai-nilai penting yang dirangkum dari setiap Ajaran Sosial Gereja

    yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya.

    2.2.1. Pengertian tentang Ajaran Sosial Gereja

    Istilah “Ajaran Sosial Gereja” atau dalam bahasa Inggris sering disebut

    Social Doctrines of the Catholic Church menunjuk pertama-tama pada Ajaran

    para Paus dalam Ensiklik atau Surat Apostolik mengenai persolan-persoalan

    sosial sejak Surat Ensiklik Rerum Novarum dari Paus Leo XIII. Perhatian Gereja

    untuk persoalan-persoalan sosial tentu saja tidak baru dimulai dengan dokumen

    tersebut, karena Gereja tidak pernah lupa menunjukkan perhatiannya terhadap

    masyarakat. Namun demikian, Ensiklik Rerum Novarum menandai permulaan

    21

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • kesadaran-kesadaran baru dalam hidup menggereja. Kesadaran baru ini dalam hal

    keterlibatan umat Katolik pada persoalan-persoalan politik, keadilan kerja, tata

    ekonomi dan relasi perdagangan, tata damai dunia, relasi pemilik modal dan

    buruh, kesehatan dan hidup manusia, teknologi komunikasi, radio, film, aneka

    perkembangan dan kemajuan global, hak asasi dan kebebasan beragama,

    kebebasan beremigrasi dan menentukan nasionalitas, soal-soal lingkungan dan

    pemanasan global.

    Ajaran Sosial Gereja bertujuan agar hidup beriman tidak hanya dipenuhi

    oleh sekedar “perbuatan-perbuatan saleh pribadi”, melainkan menampilkan

    dinamika partisipasi hidup beriman yang kongkret dalam pengalaman suka dan

    duka masyarakat. Ajaran Sosial Gereja memiliki tujuan agar umat beriman

    bertindak, bergerak, bekerja bersama-sama dalam cara-cara yang efektif untuk

    membangun tata hidup manusia. Cara efektif diwujudkan dalam aneka kerja

    sama pemberdayaan dan pengentasan sesama dari keterpurukan (Riyanto,

    2015:3).

    Selanjutnya, dalam Ajaran Sosial Gereja terdapat pemahaman yang

    menyeluruh mengenai keterlibatan nyata bagaimana iman Katolik mendorong

    umat untuk berkarya nyata. Ajaran Sosial Gereja memiliki jalan pikiran yang

    integral dalam semua tahapan. Pada prinsipnya dokumen-dokumen Ajaran Sosial

    Gereja berpolakan jalan pikiran To see, judge and act seperti yang termuat dalam

    Ensiklik Mater et Magistra dari Yohanes XXIII (Riyanto, 2015:12). To see

    memuat maksud bahwa Gereja pertama-tama menyimak, mendengarkan dan

    mempelajari segala persoalan yang ada dalam realitas sosial. To judge

    22

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • mengindikasikan langkah selanjutnya, yaitu Gereja memberikan refleksi teologis,

    penilaian, analitis, kritik, pembahasan atas realitas perkembangan yang ada dalam

    realitas tersebut. “Gereja” di sini adalah para pemimpin klerus maupun para tokoh

    umat. To act artinya Gereja mendesak umat Allah atau siapa pun yang

    berkehendak baik untuk bertindak konkret mempromosikan keadilan dan

    melawan segala bentuk ketidakadilan, mempromosikan perdamaian, dan tatanan

    sosial yang benar dan baik.

    2.2.2. Catatan Historis Ajaran Sosial Gereja

    Sebagai tanggapan terhadap masalah sosial besar yang pertama, Paus Leo

    XIII memaklumkan ensiklik sosial yang pertama, Rerum Novarum. Ensiklik yang

    dimaklumatkan pada tanggal 15 Mei 1891 ini menaruh perhatian pada masalah-

    masalah sosial secara sistematis. Juga pertama kali jalan pikiran ajaran sosial

    berangkat dari prinsip keadilan universal. Paus Leo XIII telah melihat parahnya

    kondisi kerja, karena eksploitasi oleh kapitalisme tanpa kontrol akibat revolusi

    industri, dan bangkitnya kekuatan sosialisme serta marxisme. Dengan berdasarkan

    hukum kodrat, Paus membela hak-hak buruh, pentingnya keadilan dan solidaritas,

    sekaligus juga meneguhkan hak kodrati atas kepemilikan pribadi (Leo XIII, 1891:

    15-40).

    Pada permulaan tahun 1930-an, menyusul krisis ekonomi dahsyat tahun

    1929, Paus Pius XI menerbitkan Ensiklik Quadragesimo Anno, dalam konteks

    memperingati ulang tahun ke-40 Rerum Novarum. Ensiklik ini menegaskan

    kembali prinsip-prinsip dalam Rerum Novarum dan mengaplikasikannya dalam

    23

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • situasi zaman itu. Paus menolak solusi komunisme yang menghilangkan hak-hak

    pribadi. Namun juga sekaligus mengkritik persaingan kapitalisme sebagai yang

    akan menghancurkan dirinya sendiri. Ajaran Paus Pius XI (1931:41-80)

    menunjukkan bagaimana Ajaran Sosial Gereja berkembang dan menjadi lebih

    spesifik, terutama dalam mempertahankan prinsip-prinsip : perdamaian dan

    keadilan, solidaritas, kesejahteraan umum, subsidiaritas, hak milik, hak untuk

    berserikat, dan peranan fundamental keluarga dalam masyarakat.

    Paus Pius XI juga melawan rezim-rezim totaliter yang tengah menggejala

    di Eropa pada masa kepausannya. Paus Pius XI melancarkan protes menentang

    penyalahgunaan kekuasaan oleh rezim fasis totaliter di Italia dengan Ensiklik Non

    Abbiamo Bisogno. Terbitnya Ensiklik Mit Brennender Sorge tentang situasi

    Gereja Katolik di bawah Reich Jerman pada tanggal 14 Maret 1937 juga

    merupakan tanggapan atas situasi zaman itu. Teks Mit Brennender Sorge

    dibacakan di setiap Gereja Katolik di Jerman, setelah disebarkan dengan rahasia.

    Ensiklik tersebut keluar setelah tahun-tahun kesewenang-wenangan dan tindak

    kekerasan, dan ensiklik itu secara tegas diminta dari Paus Pius XI oleh para Uskup

    Jerman setelah Reich menerapkan langkah-langkah yang kian keras dan represif

    pada tahun 1936, khususnya yang berkenaan dengan kaum muda yang diwajibkan

    untuk mendaftarkan diri menjadi anggota Gerakan Kaum Muda Hitler (Pontifical

    Council for Justice and Peace, 2005:91).

    Bersama dengan Ensiklik Divini Redemptoris tentang komunisme

    ateistik dan ajaran sosial Kristen, Paus Pius XI menyajikan sebuah kritik yang

    sistematis terhadap komunisme, dengan menyebutnya sebagai “yang secara

    24

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • intrinsik merupakan kejahatan”, dan menyiratkan bahwa sarana-sarana utama

    untuk membenahi kejahatan yang dilakukan olehnya dapat ditemukan dalam

    pembaruan kehidupan Kristen, praktik cinta kasih injili, pemenuhan tugas-tugas

    keadilan baik pada tingkat antarpribadi maupun sosial dalam kaitan dengan

    kesejahteraan umum, serta pelembagaan kelompok-kelompok profesi dan lintas-

    profesi (Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:92).

    Paus Yohanes XXIII, dalam ensikliknya Mater et Magistra yang

    dipublikasikan tanggal 15 Mei 1961 untuk merayakan 70 tahun Rerum

    Novarum mengingatkan kembali semangat Rerum Novarum dan Quadragesimo

    Anno serta mengambil satu langkah maju dalam proses melibatkan seluruh jemaat

    Kristen. Ensiklik ini mengungkapkan keprihatinan mendalam Paus akan keadilan.

    Paus mencermati tumbuhnya jurang antara negara kaya dan miskin, sebagai

    produk dari sistem tata dunia yang tidak adil dan akibat dari penekanan yang

    terlalu kuat pada kemajuan industri, perdagangan, dan teknologi zaman itu. Dalam

    ensiklik ini diajukan pula “jalan pikiran” Ajaran Sosial Gereja: see, judge, and

    act. Gereja Katolik didesak untuk berpartisipasi secara aktif dalam memajukan

    tata dunia yang adil (John XXIII, 1961:80-124).

    Perdamaian dan perang adalah tema penting Ensiklik Pacem in Terris

    yang terbit pada tanggal 11 April 1963. Paus Yohanes XXIII, menyerukan

    perdamaian kepada dunia. Pada saat itu baru terjadi krisis Kuba, salah satu masa

    paling menegangkan dalam perang dingin dengan ancaman nuklirnya. Masa itu

    juga ditandai dengan berakhirnya kolonialisme di banyak negara, yang diwarnai

    dengan perselisihan tragis, yang melibatkan rasisme, tribalisme, dan aplikasi

    25

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • brutal ideologi marxisme. Untuk memajukan tatanan sosial yang penuh damai,

    Paus mendukung partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan

    berkaitan dengan kesejahteraan umum, terutama melalui proses-proses demokratis

    (John XXIII, 1963:125-156).

    Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes dari Konsili Vatikan II merupakan

    sebuah tanggapan yang sarat makna dari pihak Gereja terhadap berbagai harapan

    dan kerinduan dunia dewasa ini. Gaudium et Spes (kegembiraan dan harapan),

    merupakan dokumen Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern,

    hasil Konsili Vatikan II tanggal 7 Desember 1965. Dokumen ini merupakan

    refleksi para Bapa Konsili tentang kehadiran Gereja di tengah dunia modern.

    Dalam refleksi itu, mereka mengaplikasikan ajaran-ajaran Gereja tentang moral

    dan sosial pada harapan-harapan dan tantangan-tantangan yang dialami di banyak

    negara pada masa itu. Para Bapa Konsili sangat kuat mendorong partisipasi umat

    Katolik dalam berbagai dimensi kehidupan duniawi (Second Vatikan Council,

    1965:157-220).

    Dokumen lain dari Konsili Vatikan II yang sangat penting dalam

    kumpulan ajaran sosial Gereja adalah Pernyataan Dignitatis Humanae, di mana

    hak untuk kebebasan beragama dimaklumkan dengan sangat jelas dan tegas.

    Dokumen ini menyajikan tema tersebut dalam dua bab. Yang pertama, yang

    bercorak umum, menegaskan bahwa kebebasan beragama dilandaskan pada

    martabat pribadi manusia dan bahwa kebebasan itu mesti dikokohkan sebagai

    sebuah hak sipil dalam tatanan hukum masyarakat. Bab kedua mengkaji tema

    tersebut dalam terang wahyu serta menjelaskan dampak-dampak pastoralnya,

    26

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • sembari menunjukkan bahwa itu adalah sebuah hak yang tidak hanya bersangkut

    paut dengan orang sebagai individu tetapi juga dengan berbagai kelompok orang

    (Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:97).

    Ensiklik Populorum Progressio dimaklumatkan oleh Paus Paulus VI pada

    26 Maret 1967. Paus Paulus VI berbicara di pihak jutaan rakyat dari negara-

    negara berkembang. Berhadapan dengan semakin lebarnya jurang antara negara-

    negara kaya dan miskin, Paus menegaskan bahwa keadilan tidak bisa dipisahkan

    dari pembangunan dan kemajuan. Pembangunan dan kemajuan harus ditujukan

    pada perkembangan manusia secara integral. Isu tentang marginalisasi kaum

    miskin akibat pembangunan banyak dibahas. Ensiklik ini mendorong banyak umat

    Katolik untuk menjalankan option for the poor dan menghadapi sebab-sebab

    penindasan (Paul VI, 1967:221-244).

    Pada permulaan tahun 1970-an, dalam sebuah suasana pergolakan dan

    kontroversi ideologis yang kuat, Paus Paulus VI meninjau kembali ajaran sosial

    Paus Leo XIII dan memperbaharuinya, dalam kesempatan ulang tahun ke-80

    Rerum Novarum, dengan Surat Apostolik Octogesima Adveniens. Paus membahas

    persoalan-persoalan khas tahun 70an dengan surat apostolik kepada Kardinal

    Maurice Roy. Surat tersebut menyerukan persoalan keadilan sosial dengan

    memperhitungkan ancaman komunisme dan masalah-masalah serius lain, seperti

    urbanisasi, diskriminasi rasial, teknologi baru, dan peran umat Katolik dalam

    politik. Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi dipandang menjadi salah satu

    sebab lahirnya “kemiskinan baru”. Paus mendorong umat untuk bertindak

    mengambil bagian secara aktif dalam masalah-masalah politik dan mendesak

    27

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • untuk memperjuangkan nilai-nilai injili guna membangun keadilan sosial (Paul

    VI, 1971:244-267).

    Dokumen Justicia in Mundo yang dikenal juga dengan Convenientes ex

    Universo. Dokumen ini merupakan hasil Sinode para uskup di Roma tahun 1971.

    Para uskup, yang berkumpul di Roma untuk sinode tahun 1971, menyuarakan

    untuk jutaan orang yang tinggal di negara-negara berkembang. Mereka tidak

    hanya menyerukan diakhirinya kemiskinan dan penindasan, namun juga

    perdamaian abadi dan keadilan sejati. Dalam Gereja, sebagaimana di dalam dunia,

    keadilan harus dipertahankan dan dipromosikan. Misi Gereja tanpa ada suatu

    upaya konkret dan tegas mengenai tindakan perjuangan keadilan, tidaklah

    integral. Misi Kristus dalam mewartakan datangnya Kerajaan Allah mencakup

    pula datangnya keadilan. Keadilan merupakan dimensi konstitutif pewartaan Injil.

    Para uskup juga menyerukan dihormatinya hak untuk hidup, hak-hak perempuan,

    dan perlunya pendidikan keadilan. Dokumen ini banyak diinspirasikan oleh

    seruan keadilan dari Gereja-Gereja di Afrika, Asia, dan Latin Amerika, khususnya

    pengaruh pembahasan tema “pembebasan” oleh para uskup Amerika Latin di

    Medellin (Roman Synod, 1971:267-283).

    Sembilan puluh tahun setelah Rerum Novarum, Yohanes Paulus II

    mempersembahkan Ensiklik Laborem Exercens bagi kerja sebagai kebaikan

    hakiki pribadi manusia, unsur utama kegiatan ekonomi serta kunci bagi seluruh

    persoalan sosial. Laborem Exercens memaparkan sebuah spiritualitas serta etika

    kerja dalam konteks refleksi teologis dan filosofis yang sangat mendasar. Kerja

    tidak boleh dipahami hanya dalam arti objektif dan materiil akan tetapi juga harus

    28

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • dimengerti makna subjektifnya. Ensiklik ini mengkritik komunisme dan

    kapitalisme sekaligus sebagai yang memperlakukan manusia sekedar sebagai

    “alat”. Manusia dipandang sebagai instrumen penghasil kemajuan dan

    perkembangan. Manusia mempunyai hak untuk bekerja, menerima upah yang

    adil, sekaligus memiliki hak untuk hidup secara manusiawi dengan pekerjaannya

    (Paul II, 1981:351-391).

    Melalui Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis, Yohanes Paulus II memperingati

    ulang tahun ke-20 Populorum Progressio dan masih dalam konteks kebutuhan

    akan solidaritas, kebebasan, dan keadilan. Ensiklik ini berfokus pada makna dan

    nilai pribadi manusia. Dengan visi global tentang perubahan-perubahan sosial,

    Yohanes Paulus II mengamati relasi antarnegara, mencela beban hutang pada

    negara-negara dunia ketiga dan imperialisme baru (Paul II, 1987:392-431).

    Pada ulang tahun ke-100 Rerum Novarum, Yohanes Paulus II

    memaklumatkan ensiklik sosialnya yang ketiga, Centesimus Annus. Ensiklik ini

    memunculkan kembali prinsip-prinsip fundamental pandangan Kristen tentang

    organisasi sosial dan politik yang selama ini menjadi tema utama dari ensiklik

    sebelumnya. Analisis yang jelas dan mendalam tentang “hal-hal baru”, dan

    khususnya terobosan besar tahun 1989 dengan tumbangnya sistem Soviet,

    memperlihatkan penghargaan terhadap demokrasi serta ekonomi pasar dalam

    konteks sebuah solidaritas (Paul II, 1991:432-477).

    Ensiklik Caritas in Veritate ditulis oleh Benediktus XVI dan terbit 29 Juni

    2009. Ensiklik ini berbicara tentang perkembangan integral manusia dalam kasih

    dan kebenaran. Ensiklik ini mendiskusikan krisis finansial global dalam konteks

    29

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • meluasnya relativisme. Pandangan Benediktus XVI melampaui kategori-kategori

    tradisional kekuasaan pasar negara yang berpaham kapitalisme dan kekuasaan

    negara yang berpaham sosialisme. Dengan mengamati bahwa setiap keputusan

    ekonomi memiliki konsekuensi moral, Paus menekankan pengelolaan ekonomi

    yang berfokus pada martabat manusia (Riyanto, 2015:65).

    2.2.3. Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja

    Gereja Katolik merupakan Gereja yang hidup. Gereja yang menunjukkan

    sikap-sikap responsif dan keberpihakan terhadap masalah-masalah sosial, seperti

    mengusahakan tercapainya keadilan dan perdamaian, pembelaan martabat

    manusia, pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan hidup.

    Responsivitas tersebut sangat jelas terlihat dalam paparan mengenai catatan

    historis Ajaran Sosial Gereja. Selanjutnya, dari catatan historis Ajaran Sosial

    Gereja dapat dilihat suatu prinsip-prinsip yang bercorak umum dan fundamental

    terkait dengan realitas masyarakat dalam keseluruhannya: dari relasi-relasi yang

    dekat dan langsung ke relasi-relasi yang diperantarai politik, ekonomi dan hukum;

    dari relasi-relasi di antara berbagai komunitas dan kelompok ke relasi-relasi di

    antara orang perorangan dan bangsa-bangsa.

    Pontifical Council for Justice and Peace (2004) dalam Compendium of the

    Social Doctrine of the Church mengemukakan adanya empat prinsip Ajaran

    Sosial Gereja. Prinsip-prinsip tersebut adalah: martabat pribadi manusia, yang

    menjadi dasar bagi semua prinsip lain serta isi ajaran sosial Gereja; kesejahteraan

    umum; subsidiaritas; dan solidaritas. Prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja tersebut

    30

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • memiliki nilai dalam kesatuannya, saling keterkaitan di antaranya serta dalam

    perumusannya. Hal ini terkait dengan pemahaman bahwa ajaran sosial Gereja

    merupakan kumpulan ajaran terpadu yang menafsirkan berbagai realitas sosial

    modern secara sistematis. Demikian juga dalam pengkajiannya, masing-masing

    prinsip ini tidak dapat berdiri sendiri secara individual dan digunakan secara

    terpisah dan tidak berkaitan satu dengan yang lain. Suatu pemahaman teoretis

    yang mendalam dan penerapan aktual atas satu dari prinsip-prinsip sosial ini

    akan menimbulkan resiproksitas, komplementaritas serta interkoneksitas yang

    menjadi bagian dari struktur prinsip-prinsip tersebut. Lebih dari itu, prinsip-

    prinsip fundamental ajaran sosial Gereja ini menyajikan tidak hanya sekedar

    warisan refleksi yang permanen yang merupakan bagian hakiki dari pesan Kristen

    namun prinsip-prinsip tersebut menunjukkan jalan yang akan ditempuh untuk

    membangun sebuah kehidupan sosial yang baik, autentik dan diperbaharui

    (Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:162).

    Berikut ini akan diuraikan secara singkat keempat prinsip Ajaran Sosial

    Gereja.

    1) Prinsip hormat akan martabat dan hidup manusia

    Setiap manusia diciptakan menurut citra Allah. “Setiap manusia di

    sini maksudnya siapa pun, tidak dibeda-bedakan atas dasar ras, seks, usia,

    asal-usul, agama, orientasi seksual, status ekonomi, kesehatan, prestasi atau

    aneka ciri natural yang lain. Keluhuran manusia tidak tergantung dari apa

    yang dikerjakan atau diraih atau siapa dia. Ketika manusia dilahirkan, ia

    mempunyai hak untuk hidup. Ajaran Sosial Gereja menegaskan bahwa

    31

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • “hidup” di sini tidak sekedar bernafas tetapi juga berkaitan dengan

    eksistensinya sebagai manusia yang memiliki hak untuk hidup layak.

    2) Prinsip kesejahteraan umum

    Prinsip kesejahteraan umum mengacu pada pengertian bahwa

    kesejahteraan itu milik bersama bukan milik beberapa orang . Karena milik

    bersama, kesejahteraan itu berkaitan dengan sistem yang adil bukan berkaitan

    dengan pembagian materi yang adil. Sistem yang adil mengarah pada sistem

    tata kehidupan yang memungkinkan semua orang mendapat kesempatan yang

    sama untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kesejahteraan umum

    merupakan kondisi yang diciptakan dengan tujuan agar setiap orang dan

    kelompok dapat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan potensi

    sepenuhnya.

    Kesejahteraan umum merupakan tanggung jawab setiap individu.

    Dengan kata lain, prinsip ini menegaskan bahwa setiap individu bertanggung

    jawab terhadap individu yang lain; bahwa orang lain adalah tanggung jawab

    kita. Tanggung jawab tersebut mewajibkan setiap individu untuk bekerja

    sama membangun kondisi-kondisi sosial yang menjamin agar setiap pribadi

    dan kelompok dalam masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan

    mewujudkan potensi mereka. Selain itu, prinsip kesejahteraan umum

    memiliki kedalaman maksud untuk memprioritaskan keadilan yang

    menyejahterakan terutama bagi mereka yang lemah dan miskin.

    32

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3) Prinsip subsidiaritas

    Prinsip subsidiaritas terkait dengan permasalahan bagaimana sebuah

    tata kebijakan dan tanggung jawab dilaksanakan. Apabila lembaga di tingkat

    bawah mampu mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya maka lembaga di

    tingkat atas jangan mengambil alih. Ketika kewenangan efektif dikerjakan di

    tingkat bawah, atasan tidak perlu memperumit dengan berbagai kebijakan

    yang mengambil alih tanggung jawab ataupun kebijakan.

    Prinsip Subsidiaritas memungkinkan partisipasi dari lembaga atau

    individu di lapis bawah dalam menentukan diri sendiri dan di sinilah

    tercermin penghargaan martabat manusia. Individu atau lembaga yang secara

    langsung terkena dampak dari suatu kewenangan atau kebijakan seharusnya

    memiliki peran dalam pengambilan keputusan atau kebijakan tersebut.

    Intinya, bagaimana melibatkan individu atau lembaga lapis bawah dalam

    setiap pengambilan keputusan yang nantinya akibatnya akan diterima oleh

    individu atau lembaga lapis bawah tersebut.

    4) Prinsip solidaritas

    Solidaritas adalah sebuah kebajikan moral yang autentik, bukan suatu

    perasaan belas kasihan atau rasa sedih karena nasib buruk sekian banyak

    orang. Sebaliknya, solidaritas ialah tekad yang teguh dan tabah untuk

    membaktikan diri kepada kesejahteraan umum, artinya kepada kesejahteraan

    semua orang dan setiap orang perorangan karena kita semua sungguh

    bertanggung jawab atas semua orang. Istilah “solidaritas”, yang digunakan

    secara luas oleh Magisterium,mengungkapkan secara ringkas kebutuhan

    33

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • untuk mengakui ikatan-ikatan kokoh yang mempersatukan semua orang dan

    kelompok-kelompok sosial satu sama lain, ruang yang diberikan kepada

    kebebasan manusia bagi pertumbuhan bersama dimana di dalamnya semua

    orang berbagi dan berperan serta.

    2.3. Community Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility

    Community Empowerment merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang

    lebih bermakna daripada sekedar aktivitas charity. Hal ini disebabkan dalam

    pelaksanaan CSR dengan Community Empowerment terdapat kolaborasi

    kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi,

    produktivitas dan keberlanjutan (Sri Urip, 2014:81). Community Empowerment

    mengacu pada proses yang memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan

    kontrol atas hidup mereka. Community adalah kelompok masyarakat yang

    kemungkinan memiliki hubungan atau kemungkinan tidak , tetapi mereka berbagi

    kepentingan bersama, keprihatinan atau identitas. Community ini kemungkinan

    berada di tingkat lokal, nasional maupun internasional, dengan kepentingan

    tertentu atau luas. Empowerment mengacu pada proses dimana orang

    mendapatkan kontrol atas faktor-faktor dan keputusan yang menentukan hidup

    mereka. Ini adalah proses dimana mereka meningkatkan aset dan atribut mereka

    dan membangun kapasitas untuk mendapatkan akses, mitra, jaringan , dalam

    rangka untuk mendapatkan kontrol. "Mengaktifkan" menyiratkan bahwa orang

    tidak bisa "diberdayakan" oleh orang lain; mereka hanya dapat memberdayakan

    diri dengan mengakuisisi berbagai bentuk kekuasaan yang lebih. Ini

    34

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • mengasumsikan bahwa orang adalah aset untuk mereka sendiri, dan peran agen

    eksternal adalah untuk mengkatalisis, memfasilitasi atau "menemani" masyarakat

    dalam memperoleh kekuasaan (Labonte dan Laverack, 2008).

    Berdasarkan uraian di atas dapat kita ketahui bahwa dalam konsep

    ‘Community Empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility’

    teridentifikasi tiga unsur pembentuk konsep, yaitu: Community Empowerment,

    partisipasi masyarakat dan kompetensi agen pemberdayaan. Instrumen evaluasi

    Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang akan

    dikembangkan berdasarkan tiga hal tersebut. Berikut akan diuraikan ketiga

    kerangka konseptual tersebut.

    2.3.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kegiatan Community Empowerment

    Konsep CSR telah dikembangkan sejak pertengahan abad 20. Konsep ini

    banyak diperdebatkan dan dibahas dalam beberapa konteks sehingga

    memunculkan berbagai gambaran mengenainya (Griffin, 2006:13-14). Tidak ada

    konsep yang resmi dan baku mengenai CSR. Konsep ini selalu berkembang dari

    masa ke masa.

    European Commision mendefinisikan CSR sebagai bentuk integrasi

    sukarela masalah sosial dan lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis dan

    interaksi mereka dengan pemangku kepentingan. Hal ini memuat pengertian

    bahwa dalam menjalankan perusahaan, para pemangku kepentingan di perusahaan

    berorientasi membantu lingkungan sosial yang berada di sekitar perusahan dan itu

    dilakukan dengan sukarela. Menurut Michael Hopkins (2007), CSR merupakan

    35

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • bidang yang memusatkan perhatian pada upaya pemangku kepentingan untuk

    berperilaku beretika dan bertanggung jawab. Selanjutnya perilaku beretika dan

    bertanggung jawab itu diaplikasikan dalam tujuan CSR, yaitu untuk menciptakan

    standar kehidupan yang lebih tinggi dengan menciptakan laba usaha untuk orang

    yang berada di dalam maupun di luar perusahaan (Hopkins, 2007). Pernyataan

    tersebut menekankan bahwa dengan CSR diharapkan adanya keuntungan yang

    dapat di raih baik oleh pihak perusahaan maupun pihak di luar perusahaan yang

    dalam hal ini adalah masyarakat.

    Namun demikian, bagaimana agar pelaksanaan kegiatan CSR memberi

    nilai optimum bagi bisnis dan masyarakat masih harus dipahami dengan baik.

    Kegiatan seperti pameran yang bertema cinta lingkungan hidup dengan

    memamerkan konsep penghematan energi, pengelolaan limbah, dan gagasan

    kepedulian lingkungan lainnya sering dianggap sebagai prakarsa CSR. Padahal,

    kegiatan sesekali seperti ini tanpa disertai dengan peningkatan kompetensi,

    pelatihan, pemberdayaan, penyediaan lapangan pekerjaan dan penciptaan

    kemakmuran tidak akan memberi hasil yang menguntungkan dan oleh karenanya

    juga tidak membawa manfaat berkelanjutan baik bagi perusahaan maupun

    masyarakat.

    Jika perusahaan menekankan pelaksanaan kegiatan CSR-nya pada

    persoalan yang tidak relevan dengan lingkungan setempat, maka kegiatan terbaik

    sekalipun akan gagal menciptakan manfaat yang diharapkan baik untuk

    masyarakat maupun perusahaan. Keterlibatan perusahaan dalam kesepakatan

    sosial supaya relevan pada umumnya dengan mempertimbangkan beberapa faktor,

    36

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • yaitu keadaan ekonomi, sosial, dan budaya di negara tempat bisnis tersebut

    beroperasi Urip, 2015:16). Berdasarkan uraian di atas, dalam kerangka

    kepentingan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan prinsip

    CSR yang efektif seharusnya ditempatkan dalam konteks pemahaman bisnis akan

    strategi bisnis perusahaan yang diimbangi pemahaman akan kebutuhan

    masyarakat.

    Pelaksanaan CSR yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat

    menempatkan CSR pada konsep pembangunan berbasis masyarakat. Konsep ini

    mengandung pengertian bahwa pembangunan berangkat dari kebutuhan

    masyarakat, direncanakan, dan dilaksanakan oleh masyarakat dengan

    memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dan dapat diakses oleh masyarakat

    setempat (Theresia, 2014:28). Pembangunan tidak dirumuskan oleh “orang luar”

    atau elit masyarakat yang merasa lebih tahu dan lebih pandai untuk merumuskan

    pembangunan yang cocok bagi masyarakatnya. Sejalan dengan konsep di atas,

    pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi, telah diterima dan berkembang

    dalam berbagai literatur sebagai salah satu bentuk pembangunan berbasis

    masyarakat (Theresia, 2014:91).

    Selanjutnya, istilah ‘Pemberdayaan masyarakat’ merupakan alih bahasa

    dari kata ‘empowerment’. Kata power dalam empowerment diartikan sebagai

    ‘daya’ sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan. Daya

    mengandung pengertian kemampuan untuk melakukan sesuatu atau bertindak

    (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993:188). Empowerment

    merupakan sebuah konsep untuk mengatasi masalah-masalah yang

    37

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • menghubungkan ‘daya’ dengan pembagian kesejahteraan. Keadaan

    keterbelakangan dan kemiskinan seperti diutarakan di bab sebelumnya terjadi

    karena ketidakseimbangan dalam kepemilikan atau akses pada sumber-sumber

    ‘daya’. Proses historis yang panjang akhirnya menyebabkan terjadinya

    dispowerment, yakni peniadaan ‘daya’ pada sebagian besar masyarakat.

    Akibatnya, muncul lapisan masyarakat yang tidak memiliki akses yang memadai

    terhadap aset produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang ‘memiliki

    daya’. Pada gilirannya keterbelakangan secara ekonomi mengakibatkan mereka

    makin jauh dari kekuasaan.

    Pemberdayaan merupakan konsep yang berkaitan dengan kekuasaan.

    Istilah kekuasaan seringkali identik dengan kemampuan individu atau masyarakat

    khususnya kelompok rentan dan lemah untuk memiliki kekuatan dan

    kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya; (b) menjangkau sumber-

    sumber produktif; (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan (Suharto,

    2005:58). Dalam konteks ini pemberdayaan menekankan pada aspek pelimpahan

    wewenang atau memberi kekuasaan kepada individu sehingga mampu mengatur

    diri dan lingkungannya sesuai dengan keinginan, potensi, dan kemampuan yang

    dimilikinya.

    Selanjutnya, dalam konsep pemberdayaan tidak sekedar termuat proses

    pemberian kewenangan atau kekuasaan saja kepada mereka yang lemah dan

    miskin. Pemberdayaan juga merupakan suatu proses menyiapkan masyarakat

    supaya memiliki sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk

    meningkatkan kapasitas diri masyarakat didalam menentukan masa depan mereka,

    38

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat

    itu sendiri (Ife, 1995). Dalam hal ini, konsep pemberdayaan dikaitkan dengan

    proses mendidik dengan tujuan peningkatan kualitas individu, kelompok

    masyarakat supaya mampu berdaya, memiliki daya saing, serta mampu hidup

    mandiri.

    Pemberdayaan memiliki makna kesetaraan, adil dan demokrasi tanpa

    adanya tekanan atau dominasi dalam suatu komunitas atau masyarakat. Perbedaan

    karakter dan kemampuan individu adalah suatu keniscayaan. Namun setiap

    individu memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Realitas kesetaraan dan

    perbedaan individu ini menjadi prinsip dalam melakukan pemberdayaan. Dengan

    demikian pemberdayaan merupakan proses meningkatkan kemampuan individu

    atau masyarakat untuk berdaya yang dilakukan secara demokratis agar mampu

    membangun diri dan lingkungannya dalam meningkatkan kualitas kehidupannya

    sehingga mampu hidup mandiri dan sejahtera (Anwas, 2014:50).

    Penuntasan kemiskinan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat

    menekankan pada proses bukan semata-mata output dari proses tersebut. Oleh

    karena itu ukuran keberhasilan pemberdayaan adalah seberapa besar partisipasi

    atau keberdayaan yang dilakukan oleh individu atau masyarakat. Semakin banyak

    masyarakat terlibat dalam proses tersebut, semakin berhasil kegiatan

    pemberdayaan tersebut. Keberdayaan dalam konteks masyarakat merupakan

    kemampuan individu berpartisipasi aktif dalam masyarakat (Anwas, 2014:51).

    39

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Dalam kerangka penelitian ini , upaya memberdayakan masyarakat, akan

    dilihat dari tiga sisi. Pertama, memberdayakan analog dengan membangun

    kondisi yang mendorong potensi masyarakat berkembang . Pijakan dari konsep ini

    adalah bahwa setiap individu atau masyarakat memiliki kapasitas yang dapat

    dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan

    mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan kapasitas yang

    dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkan. Kedua, memperkuat kapasitas

    atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Konsep ini dapat direalisasikan melalui

    kegiatan pendidikan, pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan. Individu

    dan masyarakat perlu dibiasakan untuk belajar menggunakan berbagai sumber

    yang tersedia. Sumber belajar bisa berupa buku, orang lain, alat, bahan dan juga

    lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Ketiga, dalam istilah pemberdayaan

    termuat juga pengertian menggerakkan partisipasi aktif individu dan masyarakat

    seluas-luasnya. Partisipasi ini mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan,

    pelaksanaan, dan evaluasi.

    2.3.2. Partisipasi Masyarakat

    Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat tentu membutuhkan

    partisipasi masyarakat, terutama partisipasi masyarakat yang menjadi sasaran

    program. Tanpa partisipasi masyarakat, maka efektivitas pelaksanaan program

    perlu dipertanyakan. Oleh karena itu, dinamika partisipasi masyarakat dalam

    program pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai salah satu indikator

    penting dalam pemberdayaan masyarakat (Anwas,2014:92). Partisipasi

    40

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • masyarakat mempunyai peranan penting ,hal ini didasarkan pada pertimbangan

    bahwa masyarakat dapat berperan bukan saja sebagai objek tetapi juga berperan

    sebagai subyek.

    Partisipasi masyarakat pada dasarnya merupakan kesediaan secara

    sukarela dari seseorang untuk membantu kegiatan pembangunan yang

    berlangsung di daerahnya. Partisipasi yang dilakukan dengan sukarela tersebut

    akan membuat masyarakat merasa turut menjadi bagian dari kegiatan tersebut

    (Mulyadi, 2011:21). Keith Davis (dalam Sastropoetro, 1988:89) men