MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA: STUDI KASUS … · 2016. 11. 14. · meja teori melainkan...
Transcript of MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA: STUDI KASUS … · 2016. 11. 14. · meja teori melainkan...
-
MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA:
STUDI KASUS PEMANFAATAN DANA AKSI PUASA PEMBANGUNAN
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
TESIS
.
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN..
.. ..
Diajukan oleh
Bernadetta Rini Susanti
132222204.
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
i
MANAJEMEN KETERLIBATAN SOSIAL GEREJA:
STUDI KASUS PEMANFAATAN DANA AKSI PUASA PEMBANGUNAN
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
TESIS
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2
.
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN..
.. ..
Diajukan oleh
Bernadetta Rini Susanti
132222204.
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vi
ABSTRAK
Sampai sekarang, Gereja Katolik masih melihat kemiskinan sebagai sebuah
persoalan yang penting dan mendesak untuk dibahas dan dicarikan jalan
penyelesaiannya. Sikap Gereja itu tertuang dalam berbagai Ajaran Sosial Gereja.
Dalam perspektif iman Katolik, kemiskinan bukanlah sebuah persoalan di balik
meja teori melainkan sebuah persoalan konkret yang menyangkut martabat
manusia sebagai gambaran Allah. Gereja mengajarkan agar umatnya
sungguh-sungguh berpihak dan terlibat dalam usaha menyesejahterakan mereka
yang miskin, lapar, dan tersingkir dalam kehidupan sosial masyarakat.
Tesis ini merupakan penelitian dengan menggunakan desain studi kasus yang
dimanfaatkan untuk mengevaluasi Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa
Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang. Evaluasi Program Aksi Puasa
Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang diletakkan dalam konteks persolan
substansi dan aplikasi. Persoalan substansi berkaitan dengan landasan filosofi,
idiologi dan tujuan yang hendak dicapai dalam Aksi Puasa Pembangunan.
Persoalan aplikasi bersinggungan dengan manajemen keterlibatan sosial dalam
pelaksanaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
Kerangka teori yang dikembangkan untuk tujuan evaluasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori community
empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility. Kombinasi dari dua
hal berbeda ini akan menjadi panduan dalam penyusunan standar kinerja
pelaksanaan Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang.
Standar kinerja yang dihasilkan akan digunakan untuk mengukur kinerja yang
aktual terjadi.
Penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa Gereja, dalam hal ini
Keuskupan Agung Semarang, perlu menyesuaikan kebijakan dan
program-program strategisnya pada aspek empowering agar tujuan mulianya,
yakni pengentasan umat/masyarakat dari kemiskinan dapat benar-benar tercapai.
Kata Kunci: Keterlibatan Sosial, Ajaran Sosial Gereja, community empowerment,
Corporate Social Responbility
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vii
ABSTRACT
So far, Church still see poverty as an important and urgent issue to be
discussed and to be sought its solution. That attitude is established by church in
various Church Social Teachings. On the Catholic’s perspective, poverty is not an
issue beyond a theory but a concrete problem corresponds with the dignity of
human as an image of God. Church teaches its people to plead and involved in the
effort on bringing welfare for the poor, the hunger, and the marginalized people to
the society.
This thesis is a research using study case design, applied to evaluate
Utilization Program of Aksi Puasa Pembangunan fund on Semarang archdiocese.
Aksi Puasa Pembangunan Evaluation Program on Semarang Archdiocese is
placed on substantial and application context. Substantial issue is linked with
philosophical cornerstone, ideology, and the goal that is going to be achieved in
regards to Aksi Puasa Pembangunan. The application issue touches the social
involvement management on the implementation of Utilization Program in
regards to Aksi Puasa Pembangunan fund on Semarang Archdiocese
Theoretical framework that is developed for evaluation goal uses the principle
of Church Social Teachings and community empowerment theory in Corporate Social
Responsibility dimension. Combination of these two different situations will be
the guidance on composing the implementation of performance standard of Aksi
Puasa Pembangunan program on Semarang Archdiocese. Standard of
performance that is obtained will be used to measure the actual performance.
This research arrives at its conclusion which is, Church, in this case
Semarang Archdiocese, needs to harmonize its policy and its strategic program on
the empowering aspect so that its noble goal, which is to eradicate its people from
poverty, will truly be fulfilled.
Keywords: Social involvement, Church Social Teaching, community
empowerment, Corporate Social Responsibility
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
DAFTAR ISI
Bab Halaman
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 15
1.3. Tujuan Penelitian 16
1.4. Manfaat Penelitian 17
1.4.1. Manfaat Teoretis 17
1.4.2. Manfaat Praktis 17
BAB II LANDASAN TEORI 18
2.1. Pengantar 18
2.2. Ajaran Sosial Gereja 19
2.2.1. Pengertian tentang Ajaran Sosial Gereja 21
2.2.2. Catatan Historis Ajaran Sosial Gereja 23
2.2.3. Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja 30
2.3. Community Empowerment dalam Dimensi Corporate 34
Social Responbility
2.3.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kegiatan Community 35
Empowerment
2.3.2. Partisipasi Masyarakat 40
2.3.3. Kompetensi Agen Pemberdayaan 43
2.4. Kerangka Berpikir 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 50
3.1. Pengantar 50
3.2. Paradigma Penelitian dan Trianggulasi 51
3.3. Strategi Penelitian Studi Kasus 56
3.4. Metode Penelitian 62
3.4.1. Desain Penelitian 62
3.4.2. Data dan Metode Pengumpulan Data 66
3.4.3. Metode Penelitian dan Analisis Data 71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ix
Bab Halaman
BAB IV DESKRIPSI PELAKSANAAN PROGRAM 76
DANA APP DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG
4.1. Pengantar 76
4.2. Gambaran Umum Keuskupan Agung Semarang 77
4.3. Mekanisme Alur Kerja Program Pemanfaatan Dana APP 79
Keuskupan Agung Semarang
4.4. Capaian Kinerja Program Pemanfaatan Dana APP di 90
Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun 2011-2012
sampai dengan Tahun 2014-2015
4.4.1. Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana Aksi 91
Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
4.4.2. Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang 94
Berdasarkan Lima Kategori Bidang Perhatian Periode
Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015
4.4.3. Sebaran Penerima Manfaat Program Pemanfaatan Dana 114
APP di Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun
Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015
BAB V EVALUASI PROGRAM PEMANFAATAN DANA APP 130
DI KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG DENGAN
PARAMETER PRINSIP-PRINSIP ASG DAN TEORI
COMMUNITY EMPOWERMENT
5.1. Pengantar 130
5.2. Analisis Kesesuaian Program Pemanfaatan Dana APP 132
di Keuskupan Agung Semarang dengan Prinsip-Prinsip Ajaran
Sosial Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
Bab Halaman
5.2.1. Keterserapan Dana Program Pemanfaatan Dana APP 134
di Keuskupan gung Semarang Periode Tahun Anggaran
2011-2012 sampai dengan 2014-2015: Catatan Kritis
Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja
5.2.2. Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang 139
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015 Berdasarkan Lima Kategori Bidang Perhatian:
Catatan Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial
Gereja
5.2.3. Sebaran Penerima Manfaat Program Dana APP di 145
Keuskupan Agung PeriodeTahun Anggaran
2011-2012 sampai dengan 2014-2015: Catatan
Kritis Berasas Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja
5.3. Telaah Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung 155
Semarang Berdasarkan Kategori-Kategori Community
Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility
5.3.1. Profil Community Empowerment dalam Keterserapan 157
Dana Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang Periode Tahun Anggaran 2011-2012
sampai dengan 2014-2015
5.3.2. Partisipasi Umat/Masyarakat dalam Lima Kategori 171
Bidang Perhatian Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran
2011-2012 sampai dengan 2014-2015
5.3.3. Korelasi Kompetensi Agen Pemberdayaan dengan 180
Jumlah Proposal Disetujui dalam Sebaran Penerima
Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang Periode Tahun Anggaran
2011-2012 sampai dengan 2014-2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xi
Bab Halaman
5.4. Potensi Keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di 185
Keuskupan Agung Semarang
BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 188
6.1. Kesimpulan 188
6.2. Saran 192
6.2.1. Bagi Penelitian Selanjutnya 192
6.2.2. Bagi Pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP 193
di Keuskupan Agung Semarang
DAFTAR PUSTAKA 194
LAMPIRAN 199
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Tabel Interpretasi Koefisien Kolerasi Product Moment 75
Tabel 4.1 Tabel Jumlah Paroki di Keuskupan Agung Semarang 78
Tabel 4.2 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 97-99
Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun
Anggaran 2011-2012
Tabel 4.3 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 100-102
Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun
Anggaran 2012-2013
Tabel 4.4 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 103-105
Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun
Anggaran 2013-2014
Tabel 4.5 Rekapitulasi Ketermanfaatan Dana APP di Kas 106-107
Berdasarkan Kategori Bidang Perhatian Periode Tahun
Anggaran 2014-2015
Tabel 4.6 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 117-121
Pemanfaatan Dana APP Panitia KAS Periode Tahun
Anggaran 2011-2012 sampai dengan 2014-2015
Tabel 4.7 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 122-123
Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Semarang
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Tabel 4.8 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 124
Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Kedu
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Tabel 4.9 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 125
Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Surakarta
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Tabel 4.10 Rekapitulasi Jumlah Proposal Disetujui Program 126-128
Pemanfaatan Dana APP Panitia Kevikepan Yogyakarta
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Tabel 5.1 Kepemilikan Pedoman Pengelolaan Dana Sosial Gereja 144
Paroki-Paroki di Kevikepan Yogyakarta
Tabel 5.2 Evolusi Konsep CSR Berdasarkan Fokus Perhatian CSR 167
Tabel 5.3 Tabel Perhitungan Koefisien Korelasi Jumlah Proposal 182-183
Disetujui (x) dengan Kompetensi Agen Pemberdayaan
(y) Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Halaman
Diagram 4.1 Pembagian Kolekte Dana APP di KAS 81
Diagram 4.2 Perbandingan Jumlah Penerimaan dan Pemanfaatan 93
Dana Program Pemanfaatan Dana APP di KAS
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Diagram 4.3 Prosentase Keterserapan Dana APP di KAS 94
Berdasar Lima Kepanitiaan
Diagram 4.4 Jumlah Proposal Disetujui Program Pemanfaatan Dana 109
APP di KAS Periode Tahun Anggaran 2011-2013
sampai dengan 2014-2015
Diagram 4.5 Pemanfaatan Dana APP di KAS Berdasarkan Lima 111
Kategori Bidang Perhatian
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
Diagram 4.6 Pemanfaatan Dana APP di KAS Berdasarkan Lima 113
Kategori Bidang Perhatian di Lima Kepanitiaan
Periode Tahun Anggaran 2011-2012 sampai dengan
2014-2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 3.1 Komponen Analisis Data 72
Gambar 4.1 Flow Chart Mekanisme Akses Dana APP 85
Gambar 4.2 Struktur Tim Kerja PSE KAS 86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
DAFTAR SKEMA
Skema Halaman
Skema 2.1 Kerangka Berpikir 49
Skema 5.1 Tipe Pelayan Pengelola Dana APP 163
Kategori Pengembangan Sosial dan Ekonomi
Program Pemanfaatan Dana APP di KAS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Kesesuaian Program 199-200
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
dengan Prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja
Lampiran 2 Kisi-kisi Intrumen Penelitian Profil Community 201-202
Empowerment dalam pengelolaan Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
Lampiran 3 Pokok Kerangka Acuan Kuesioner Profil Community 203-204
Empowerment dalam Pengelolaan Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang
Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Tingkat Partisipasi
Penerima Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP
Di Keuskupan Agung Semarang
Lampiran 5 Pokok Kerangka Acuan Penelitian Lapangan Tingkat 206-207
Partisipasi Manfaat Program Pemanfaatan Dana APP
Di Keuskupan Agung Semarang
Lampiran 6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Kompetensi Sebagai Agen 208-209
Pemberdayaan Tim PSE Paroki di Keuskupan
Agung Semarang
Lampiran 7 Kuesioner Profil Tim Pengembangan Sosial Ekonomi 210-216
Paroki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Data resmi yang dikeluarkan pemerintah menunjukkan bahwa di Indonesia
masyarakat miskin saat ini berjumlah 28,59 juta orang (11,22 persen) bertambah
sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang
sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen). Data kemiskinan ini diukur dari biaya
pemenuhan bahan pokok pangan dan papan minimum dengan kisaran konsumsi
kalori 2.100 kilokalori (kkal) atau garis kemiskinan sekitar Rp. 289 041,91 per
kapita per bulan. 1 Data ini memperlihatkan dengan jelas bahwa secara umum
masih ada puluhan juta orang Indonesia yang taraf hidupnya berada di bawah
garis kemiskinan.
Pemicu kemiskinan dewasa ini sangat bersifat multideminsional. Dunia
kerja yang secara mendasar telah diubah oleh berbagai kemajuan teknologi
modern, mendeskripsikan kemajuan kualitatif yang luar biasa, namun sayangnya
hal ini juga diikuti dengan bentuk-bentuk baru ketidakstabilan dan penindasan di
berbagai masyarakat yang justru dianggap makmur. Di berbagai tempat tingkat
kesejahteraan terus bertumbuh, namun juga terdapat peningkatan yang
memprihatinkan dalam jumlah orang-orang yang menjadi miskin dan, karena
1 Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada April 2014. Kegiatan tersebut bertujuan memotret kondisi sosial-ekonomi masyarakat, yang akan menjawab juga posisi terakhir kemiskinan di Indonesia. Badan Pusat Statistik. Diunduh dari http://bps.go.id
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
berbagai alasan kesenjangan antara mereka yang miskin dan yang kaya terus
melebar. Pasar bebas, sebuah proses ekonomi dengan segi-segi yang positif,
bagaimanapun juga pada akhirnya memperlihatkan keterbatasan-keterbatasannya.
Fenomena masalah sosial ini merupakan sebuah realitas sosial yang telah
menjadi sebuah persoalan yang diperdebatkan, baik dalam ruang lingkup
akademis maupun dalam ruang lingkup iman dan kepercayaan religius. Dari segi
akademis, terdapat dua teori dan pendekatan terhadap kemiskinan, yakni teori-
teori strukturalis, yang memandang kemiskinan dari sudut pandang sosial-politik
(terutama teori-teori yang bermahzab Marxian), dan teori-teori kultural, terutama
yang mendasarkan pendekatannya pada perspektif kebudayaan, seperti teori dan
pendekatan kultural Oscar Lewis (Alhumami, 2008). Dari segi iman dan
kepercayaan religius, Gereja Katolik menaruh perhatian yang serius terhadap
persoalan kemiskinan dan upaya pengentasannya, seperti yang tertuang dari
berbagai Ajaran Sosial Gereja.
Perhatian terhadap kemiskinan dari aspek akademis maupun ajaran
religius itu menunjukkan bahwa kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang
mendesak untuk ditangani. Tidak mengherankan jika dengan semakin
berkembangnya peradaban manusia, dan semakin meningkatnya kesadaran
manusia akan pentingnya kesamaan harkat dan martabat manusia, telah
menjadikan fenomena kemiskinan sebagai suatu permasalahan yang banyak
mendapatkan sorotan. Secara akademis, berbagai telaah dalam ilmu sosial dan
juga ilmu ekonomi banyak dilakukan, terutama untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam tentang konsep kemiskinan dan mencari titik temu
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
penyelesaian yang benar-benar efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Sebagai
sebuah realitas sosial, kemiskinan juga mendapat perhatian dari kaum religius,
termasuk Gereja Katolik. Gereja merasa dipanggil untuk dapat berbuat sesuatu
untuk mengentaskan kemiskinan sebagai jalan memulihkan martabat manusia
sebagai citra Allah. Gereja senantiasa berupaya untuk membangun solidaritas
dengan kaum miskin dan tersingkir, demi mengusahakan pembebasan mereka
yang seutuhnya. Gereja adalah Umat Allah yang diharapkan ikut ambil bagian
dalam keprihatinan Allah dan rencana karya penyelamatan-Nya bagi seluruh umat
manusia. Salah satu bentuk keterlibatan nyata Gereja dalam upaya penanganan
masalah sosial ini adalah adanya Program Pemanfaatan Dana Aksi Puasa
Pembangun (APP) yang pelaksanaannya ditangani oleh Panitia APP baik di
tingkat nasional maupun di tingkat keuskupan.2
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang yang
akan dikaji dalam tesis ini dikelola oleh Panitia APP di Keuskupan Agung
Semarang, yang terdiri dari lima kepanitiaan. Satu kepanitiaan di tingkat
keuskupan dan empat kepanitiaan di tingkat kevikepan.3 Terdapat lima kategori
pemanfaatan dana APP, yaitu: (1) kategori karitatif kemanusiaan, (2) kategori
motivasi-animasi, (3) kategori bantuan pendidikan, (4) kategori bidang sosial
kemasyarakatan dan pengembangan kemasyarakatan, dan (5) kategori bidang
sarana-prasarana yang dikhususkan untuk merenovasi sarana-prasarana yang
2 Keuskupan merupakan suatu wilayah gereja yang dipercayakan pada reksa pastoral seorang uskup dan pembantu-pembantunya. Keuskupan biasanya diberi nama menurut kota tempat tinggal uskup.
3 Kevikepan bagian dari wilayah keuskupan yang dilayani oleh vikep (wakil uskup). Kevikepan mencakup sejumlah paroki. Kevikepan dibentuk untuk menciptakan koordinasi dan kerja sama yang lebih baik antarparoki sekevikepan.
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
rusak atau timbul akibat bencana alam atau musibah (Panitia APP Keuskupan
Agung Semarang, 2012:3). Berdasarkan data lapangan programasi dan
implementasinya di tingkat basis dari laporan Program Pemanfaatan Dana APP
tahun anggaran 2012 – 2013 dapat ketahui bahwa jumlah keseluruhan nominal
yang dikelola di Keuskupan Agung Semarang sebesar Rp 2.348.959.126. Angka
yang mendeskripsikan jumlah nominal yang cukup besar.
Dari 1.024 proposal yang masuk di lima kepanitiaan pengelola Program
Pemanfaatan Dana APP pada tahun anggaran 2012 – 2013, 57,13% merupakan
permohonan bantuan yang bersifat karitatif. Kemudian 14,13% merupakan
permohonan bantuan untuk pelaksanaan kegiatan retret, rekoleksi dan latihan
kepemimpinan. Proposal yang bertujuan untuk pengembangan sosial-ekonomi dan
kegiatan pemberdayaan sebanyak 28.74 %. Realisasi pemanfaatan dana APP
berdasarkan permohonan proposal tersebut sebesar Rp 1.333.381.000. Termasuk
dalam data ini pemanfaatan dana yang tidak melalui proposal, yaitu bantuan
emergensi kemanusiaan. Dari nominal tersebut 49,09 % digunakan untuk
bantuan yang bersifat karitatif. Sebanyak 9,58% diberikan sebagai bantuan
pelaksanaan rekoleksi, retret dan pelatihan kepemimpinan. Untuk kegiatan yang
bersifat pengembangan sosial-ekonomi dan pemberdayaan masyarakat sebesar
38,57 %.4
Deskripsi data yang dipaparkan di atas memperlihatkan ada persoalan
penting yang perlu dicermati berkaitan dengan substansi maupun aplikasi Program
4 Pada tahun 2014 penulis pernah mengadakan penelitian mengenai pemanfaatan dana APP di Keuskupan Agung Semarang dan dituangkan dalam bentuk makalah dengan judul Kemiskinan dan Upaya Pemberdayaannya dalam Perspektif Iman Katolik: Studi Kasus Pemanfaatan Dana APP Keuskupan Agung Semarang.
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Pemanfaatan Dana APP. Persoalan substansi berkaitan dengan landasan filosofi,
idiologi dan tujuan yang hendak dicapai dalam Aksi Puasa Pembangunan.
Pertanyaan yang berkaitan dengan persoalan substansi ini antara lain apakah
terdapat kesesuaian antara Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang dengan prinsip-prinsip keterlibatan sosial dalam pelayanan Gereja
yang sesuai dengan Ajaran Sosial Gereja yang disampaikan oleh Magesterium
Partikular dan Universal, seperti tertuang dalam ensiklik-ensiklik sosial. Inspirasi
Ajaran Sosial Gereja dalam meneliti dan menyelami tanda-tanda zaman secara
global apakah sudah dijadikan tuntunan oleh pengelola Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dalam melaksanakan tugas perutusan
sosialnya.
Pola aplikasi berkaitan dengan tata kelola dan dampak Program
Pemanfaatan Dana APP tersebut terhadap empowering umat. Pola pemberian
dukungan dana kepada penerima manfaat program yang berbasis proposal
mensyaratkan adanya Tim PSE Lingkungan dan Tim APP/PSE/DanPaMis Paroki
yang peka terhadap kebutuhan umat dan memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai eksistensi dana-dana yang bisa diakses oleh umat.5 Kondisi dari hasil
pengamatan awal pengamatan di lapangan mendiskripsikan tidak semua Tim PSE
Lingkungan dan Tim APP/PSE/DanPaMis di Paroki memenuhi persyaratan
tersebut. Ketidakterpenuhinya salah satu kompetensi ini kemungkinan merupakan
5 Di setiap Paroki minimal ada tiga jenis pendanaan yang bisa diakses oleh umat, yaitu: Dana Papa Miskin yang berasal dari 15% dari hasil kolekte umum dan amplop persembahan pada setiap hari Minggu, Dana APP yang ditinggal di Paroki berasal dari 25% dari keseluruhan dana yang diperoleh dari kolekte Minggu Palma serta kotak APP dan dana Tim Kerja PSE yang berasal baik dari dana program yang dianggarkan di RAPB Paroki maupun dana yang diperoleh dari permohonan kepada Panitia APP Kevikepan/Keuskupan/Nasional
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
salah satu penyebab mengapa ada beberapa Paroki yang sama sekali belum pernah
mengakses dana APP baik di tingkat Kevikepan maupun Keuskupan. Data
keterserapan dana APP -sesuai dengan apa yang telah dipaparkan di paragraf
terdahulu- yang sebagian besar masih berada di kategori karitatif juga merupakan
sinyal bahwa tata kelola Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang perlu melakukan evaluasi terkait dalam hal identifikasi masalah
penerima manfaat dan perencanaan program. Lemahnya perencanaan dalam suatu
program memproyeksikan rendahnya koordinasi dan partisipasi baik pemangku
kepentingan maupun penerima manfaat. Berdasarkan pengamatan awal inilah
penulis berketetapan hati mengangkat persoalan ini sebagai bahan penulisan tesis.
Tesis ini merupakan penelitian yang akan menerapkan prinsip-prinsip
Ajaran Sosial Gereja dan Corporate Social Responbility dalam mengevaluasi
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Penelitian ini
perlu dilakukan agar dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih
baik mengenai bagaimana Gereja melibatkan diri dalam persoalan-persoalan
kemiskinan dengan sebuah pengamatan khusus pada kasus Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Ada dua perspektif teoritis yang
digunakan dalam tesis ini, yaitu landasan filosofis dana APP dan teori Corporate
Social Responbility.
Perpektif teoritis pertama yang digunakan dalam studi ini berkaitan dengan
landasan filosofis dana APP. Landasan ini bersumber dari pemahaman mengenai
dua hal yang sangat fundamental dalam pelaksanaan Program Pemanfaatan Dana
APP di Keuskupan Agung Semarang. Pertama, mengenai apakah yang dimaksud
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
dengan APP. Kedua, perihal Ajaran Sosial Gereja yang merupakan pedoman bagi
umat kristiani dalam berlaku sebagai orang kristiani dalam tata duniawi yang
semakin diliputi persaingan dan pengelompokkan sehingga mengakibatkan
rusaknya relasi antarmanusia, baik secara pribadi maupun bersama karena
terbatasnya persediaan kebutuhan manusiawi (Komisi Pengembangan Sosial
Ekonomi-KWI, 2008:16)
Inspirasi dasar APP bersumber pada pemurnian kehidupan Kristiani
dengan gerakan-tobat bersama yang dilakukan selama Masa Pra-Paskah
(Heuken, 2004:70). Pada masa ini seluruh umat mengolah diri dengan bermati
raga, berpuasa dan berpantang. Aktivitas-aktivitas diarahkan pada yang bersifat
membangan manusia seutuhnya. Mati raga, puasa dan pantang bukan sekedar
tanda pertobatan pribadi demi kesucian diri sendiri, melainkan juga merupakan
tanda lahiriah cinta kasih pada sesama. Demensi sosial dalam masa Pra-Paskah
menjadi nyata dalam usaha-usaha untuk mengurangi penderitaan bersama dan
sekaligus meningkatkan kesejahteraan bersama (Caritas Indonesia: LPPS,
1994:1). Berdasarkan pengalaman, APP semakin memperlihatkan perkembangan
sebagai medan untuk memperjuangkan keadilan sosial melalui gerakan-gerakan
solidaritas umat dalam menanggapi segi-segi pembangunan dalam masyarakat.
Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam ber-APP adalah membangkitkan
kesadaran umat akan pentingnya pembaharuan diri dan masyarakatnya dalam
membangun manusia Indonesia yang dicita-citakan. Di satu pihak, Gereja
mempunyai tujuan keselamatan yang baru akan tercapai sepenuhnya di dunia
yang akan datang. Di lain pihak, Gereja juga merupakan tanda kehadiran Allah
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Penyelamat di dunia ini. Maka umat sebagai Gereja Allah di Indonesia ada demi
masyarakat Indonesia. Sebagai tanda keselamatan, umat menghayati iman sebagai
anggota masyarakat dan terlibat dalam pembangunan masyarakat (Caritas
Indonesia: LPPS, 1994 : 2). Pembangunan adalah gerakan pengambilbagian
dalam penderitaan dan wafat Tuhan Yesus demi kesejahteraan, kedamaian, dan
keadilan sosial bagi semua manusia. Dengan APP diharapkan terjadi gerakan
pemberdayaan masyarakat yang merupakan wujud dari pelayanan yang
mengutamakan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel (Panitia APP
Keuskupan Agung Semarang, 2009:17).
Masa Pra-Paskah selain merupakan masa untuk olah kesalehan pribadi
juga merupakan masa untuk mengembangkan solidaritas kemanusiaan dengan
menghimpun dana dari umat selama masa puasa. Dana yang terkumpul disebut
Dana Aksi Puasa Pembangunan. Secara garis besar ada dua bidang yang didukung
pendanaannya oleh Panitia APP. Pertama, bidang pelayanan karitatif. Kedua,
bidang pelayanan pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (Panitia APP
Keuskupan Agung Semarang, 2009:21). Terkait dengan pemanfaatannya untuk
bidang yang kedua, secara nasional ditangani oleh Komisi Pengembangan Sosial
Ekonomi Konperensi Waligereja Indonesia atau disebut sebagai Komisi PSE
KWI. Sedangkan di setiap keuskupan ditangani oleh Komisi PSE Keuskupan.
Dana APP dimaksudkan untuk menunjang program pembangunan dan
kegiatan masyarakat Indonesia. Program ini mengutamakan asas solidaritas dan
subsidiaritas, yakni sebagai bantuan penunjang usaha-usaha swadaya yang
dilakukan oleh kelompok masyarakat. Adapun tujuannya adalah untuk:
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
(1) meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat terutama umat katolik agar
lebih peka terhadap kebutuhan sesama yang lemah-miskin atas dasar keadilan
sosial; (2) meningkatkan taraf hidup dengan mengusahakan pelbagai usaha di
bidang sosial ekonomi masyarakat; (3) meningkatkan kemampuan kerja
organisasi yang menaruh perhatian pada usaha-usaha pembangunan masyarakat
kecil (Caritas Indonesia: LPPS, 1994 : 4).
Tanggung jawab sosial gereja adalah penegasan tentang upaya dan
pergumulan gereja untuk mengatasi segala sesuatu yang membuat orang-orang
miskin terus-menerus menjadi orang yang terpinggirkan dan tersingkirkan, yakni
kelaparan, penyakit kronis, tuna aksara, kemiskinan, ketidakadilan dalam relasi
internasional khususnya di bidang perdagangan, situasi ekonomi, dan neo-
kolonialisme budaya yang kadang kala lebih kejam daripada kolonialisme politik.
Gereja memiliki tanggung jawab untuk mewartakan pembebasan bagi jutaan
manusia; tanggung jawab untuk melahirkan pembebasan, untuk memberikan
kesaksian tentangnya, dan untuk memastikan bahwa pembebasan tersebut
mencapai kepenuhannya (Paul VI, 1991, hal 296) . Dalam hal ini, signifikasi dan
relevansi Gereja bagi masyarakat tampak bila Gereja sungguh-sungguh terlibat
dalam pergulatan hidup masyarakat. Gereja tidak menjadi asing di tengah
pergulatan masyarakat, tetapi ikut menyumbang dalam kehidupan bersama secara
khusus dalam pengembangan sosial ekonomi, maupun dalam memperjuangkan
keadilan, kedamaian dan keutuhan ciptaan (Dewan Karya Pastoral Keuskupan
Agung Semarang, 2011).
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Komitmen bahwa Gereja sungguh-sungguh terlibat dalam pergulatan
hidup masyarakat muncul secara tegas dalam Arah Dasar (Ardas) Keuskupan
Agung Semarang tahun 2006-2010 dan tahun 2011-2015. Berikut petikan alinea
terkait kedua Ardas tersebut.
Alinea ke-2 Arah Dasar Umat Allah KAS tahun 2006-2010:
Dalam konteks masyarakat Indonesia yang sedang berjuang mengatasi korupsi, kekerasan, dan kerusakan lingkungan, umat Allah Keuskupan Agung Semarang terlibat secara aktif membangun habitus baru berdasarkan semangat Injil (bdk. Mat 5-7). Habitus baru dibangun bersama-sama: dalam keluarga dengan menjadikannya sebagai basis hidup beriman, dalam diri anak, remaja, dan kaum muda dengan melibatkan mereka untuk pengembangan umat, dalam diri yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir (KLMT) dengan memberdayakannya.
Alinea ke-3 Arah Dasar Umat Allah KAS tahun 2011-2015:
Langkah pastoral yang ditempuh adalah pengembangan umat Allah, terutama optimalisasi peran kaum awam, secara berkesinambungan dan terpadu dalam perwujudan iman di tengah masyarakat; pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel; serta pelestarian keutuhan ciptaan. Langkah tersebut didukung oleh tata penggembalaan yang sinergis, mencerdaskan dan memberdayakan umat beriman serta memberikan peran pada berbagai kharisma yang hidup dalam diri pribadi maupun kelompok.
Dua potongan alinea arah dasar KAS tersebut menunjukkan komitmen Gereja
dalam hal keterlibatan sosial Gereja dalam menanggapi realitas kemiskinan.
Mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel adalah bagian dari harta
warisan Gereja, selalu ada bersama gereja. Bersama mereka, dikembangkan
gerak pemberdayaan yang memerdekakan.
Kegiatan Gereja demi keadilan dan partisipasi dalam perombakan dunia
tersebut sepenuhnya sebagai demensi kostitutif pewartaan Injil (Roman Synod
1971, 1991:270). Gereja yang dimaksudkan dalam studi ini adalah Gereja Katolik
dengan bentuk-bentuk tanggung jawab sosial gereja yang diwujudkan dalam
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
berbagai dokumen, seperti ketetapan Paus yang untuk selanjutnya disebut ensiklik
maupun Ajaran Sosial Gereja.
Perspektif teoritis kedua berkaitan dengan teori Corporate Social
Responbility (CSR). Salah satu temuan utama ketika mempelajari CSR dari
literatur adalah bahwa tidak ada satupun konsep yang secara universal dapat
diterima sebagai definisi CSR. Definisi generik mengenai CSR yang mengandung
pengertian cukup lengkap muncul dari World Business Council for Sustainable
Development (Urip, 2014:6). CSR menurut World Business Council for
Sustainable Development adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan,
keluarga karyawan, masyarakat lokal dan masyarakat luas dalam rangka
meningkatkan kualitas kehidupan (Holme dan Watts, 2000). Selanjutnya bidang
ini berkembang secara signifikan dan saat ini berkembang beragam teori,
pendekatan dan terminologi mengenai CSR.
Bidang ini merupakan isu akademis yang menarik perhatian banyak
pakar manajemen. Carr (1996;55-62), meletakkan CSR dalam kerangka profit-
making. Menurut Carr perusahaan memiliki standar etis yang lebih rendah
daripada masyarakat pada umumnya dan tidak memiliki tanggung jawab sosial
selain mematuhi hukum. Freedman (1996:241) berpendapat selain perusahaan
memaksimalkan kekayaan shareholder dan mematuhi undang-undang, perusahaan
juga harus bersifat etis. Freeman (2001) mengutamakan peran perusahaan untuk
peduli tehadap masyarakat. Perusahaan harus peduli pada potensi kerugian dari
perilaku bisnisnya dalam berbagai kelompok stakeholder. Carroll (2000)
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
menyempurnakan tiga pendapat ahli terdahulu dengan menunjukkan bahwa CSR
terdiri dari empat jenis tanggung jawab, yaitu: ekonomi, hukum, etika dan
filantropis. Masing-masing tanggung jawab merupakan domain atau demensi dari
model CSR yang terpisah. Namun, mereka masih saling terkait satu sama lain
serta saling tergantung dengan beberapa cara.
Pada akhirnya, meskipun muncul banyak definisi dan teori CSR , Panwar
dan Hansen (2007) menegaskan bahwa CSR harus mengacu pada keseimbangan
ekonomi, sosial dan lingkungan. Keseimbangan ini menempatkan CSR secara
tegas dalam ranah sustainable development atau yang untuk selanjutnya disebut
sebagai pembangunan berkelanjutan. Ide pembangunan berkelanjutan ini
diterapkan di perusahaan dengan cara mengarahkan kegiatan bisnisnya pada
penciptaan ketiga demensi nilai triple bottom line, yang sangat terkenal dengan
istilah 3P, yaitu profit, planet dan people (Elkington, 1998). Langkah pencapaian
triple bottom line dilebur dalam wawasan CSR. Profit membentuk landasan bagi
keberlangsungan kegiatan perusahaan, dan juga merupakan prasyarat untuk
tercapainya dua dimensi yang lain. Oleh sebab itu, meskipun perolehan laba
secara berkelanjutan wajib terjaga, namun hanya pendekatan holistik terhadap
semua keberlanjutan -di sinilah CSR memainkan peranan penting- yang akan
memungkinkan perusahaan mempunyai daya saing.
Terkait dengan hal di atas, maka dalam konteks pembangunan
berkelanjutan, kesuksesan sebuah perusahaan dapat dicapai melalui pencapaian
tujuan organisasi secara keseluruhan tanpa mengorbankan keseimbangan
hubungan antara tiga demensi dari pembangunan berkelanjutan. CSR, dalam hal
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ini merupakan sarana untuk menuju tujuan tersebut. Dibedakan 3 tingkatan dalam
pelaksanaan CSR, yaitu: (1) community relation yang menekankan jalinan
harmonis antara perusahaan dan masyarakat dengan program sponsorship dan
charity; (2) community assistance yang berorientasi pada bantuan-bantuan sosial
kemanusiaan yang bersifat insidental; dan (3) community empowerment yang
bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan daya saing
masyarakat. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, tingkatan community
empowerment inilah yang paling sesuai untuk dilaksanakan (Resnawaty,
2011:145-158).
Seperti yang telah dipaparkan dalam paragraf terdahulu, perusahaan yang
dianggap bertanggung jawab sosial adalah perusahaan yang secara sadar
mengarahkan kegiatan bisnisnya pada penciptaan ketiga dimensi nilai, yaitu
profit, people dan planet. Pendekatan holistik dan seimbang pada tiga dimensi
nilai tersebut membentuk landasan bagi keberlanjutan kegiatan suatu perusahaan.
Desain konsep triple bottom line dalam suatu perusahaan tersebut, diusulkan
dalam studi ini untuk diadopsi dan diterapkan secara selektif pada pelaksanaan
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang sebagai
prasyarat keberhasilan dan keberlanjutan program tersebut. Gereja sebagai
sebuah organisasi nonprofit tetap harus mempertimbangkan aspek economic goal
dalam melaksanakan peran sosialnya supaya berkelanjutan dan bukan sesaat,
sementara dan tidak berkesinambungan. Sebagaimana perusahaan sebagai
organisasi yang berorientasi pada profit juga mempertimbangkan aspek social
goal agar keberlanjutan perusahaan tetap terjaga.
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Berdasarkan latar belakang dan wawasan teoritis yang dipaparkan di atas,
studi ini mengambil judul “Manajemen Keterlibatan Sosial Gereja: Studi Kasus
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang”. Ada tiga
alasan yang mendasarinya. Pertama, keprihatinan penulis terhadap pendekatan
dan metode tata kelola Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang dalam mewujudkan dimensi sosialnya. Seperti yang diuraikan dalam
paragraf sebelumnya, Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung
Semarang sebagian besar berada dalam kategori karitatif kemanusiaan. Dewasa
ini, dalam kerangka pengembangan perlindungan sosial berbasis kebutuhan
masyarakat fase karitatif semacam ini memerlukan fase lanjutan yang dapat
menunjang dan melengkapi. Program yang bersifat karitatif tidak berarti buruk
tetapi efeknya hanya akan bertahan dalam siklus yang amat pendek dan tidak
berkelanjutan. Selain itu, pendekatan ini dinilai kurang mampu meningkatkan
keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal (Resnawaty, 2011:145-158).
Kedua, ada keinginan agar ilmu Social Responbility Management yang
dikuasai ini ikut memberikan kontribusi dalam tata kelola Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang dalam menangani masalah-masalah
sosial. Perkembangan terkini dari ilmu Social Responbility Management yang
diaplikasikan dalam sebuah Corporate, lebih menekankan pada pendekatan
community development yang bercirikan konsep empowerment dan sustainable
development dalam penanganan masalah sosial. Konsep ini akan didiskusikan
secara akademis untuk menemukan titik temu dengan prinsip-prinsip Ajaran
Sosial Gereja dalam melaksanakan dimensi sosialnya.
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Ketiga, tersusunnya panduan yang lebih komprehensif dalam
pengembangan dimensi sosial ekonomi masyarakat dalam perspektif tata kelola
gereja. Terkait dengan hal ini pengembangan dimensi sosial ekonomi masyarakat
tidak hanya cukup dimengerti dalam arti pengembangan kemakmuran masyarakat
tetapi harus mencakup pengertian yang lebih luas, yakni pengembangan hubungan
sosial masyarakat dalam tingkat ekonomi yang semakin baik.
1.2. Perumusan Masalah
Gereja sebagai salah satu entitas dalam kehidupan masyarakat memiliki
tanggung jawab sosial, sehingga gereja perlu terlibat dan ambil bagian dalam
penanganan masalah-masalah sosial. Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang merupakan salah satu bentuk keterlibatan sosial
Gereja. Program ini menggunakan dana APP untuk mendukung pelayanan
pemberdayaan umat katolik dan masyarakat pada umumnya yang bertujuan untuk
memperbaiki kondisi dan kualitas hidup manusia, terutama bagi mereka yang
kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel.
Data lapangan programasi dan implementasinya di tingkat basis dari
laporan pemenfaatan dana APP tahun anggaran 2012 - 2013 memperlihatkan
adanya suatu Persoalan yang perlu dicermati secara teliti dan mendalam terkait
dengan persoalan substansi maupun aplikasi dalam pelaksanaan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Secara lebih spesifik,
persoalan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1. Sejauh mana koherensi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang dengan kerangka kerja Ajaran Sosial Gereja?
2. Sejauh mana kesesuaian pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang dengan kategori-kategori yang terdapat dalam
konsep community empowerment?
3. Sejauh mana potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi Program Pemanfaatan
Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Secara lebih spesifik, tujuan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Menganalisis tingkat koherensi Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang dengan kerangka kerja ASG.
2. Mengevaluasi pengelolaan Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang berdasarkan kategori-kategori yang terdapat dalam konsep
community empowerment.
3. Menganalisis potensi keberlanjutan Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di
Keuskupan Agung Semarang ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Secara spesifik kedua manfaat tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut.
1.4.1. Manfaat Teoretis
1. Memperkaya kajian dalam Social Responbility Management, khususnya
mengenai pendekatan CSR yang dapat diterapkan sebagai model tata kelola
gereja untuk mewujudkan dimensi sosialnya.
2. Mengembangkan konsep Social Responbility Management dalam tata kelola
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Menyajikan model manajemen CSR dalam pengelolaan dana APP di
Keuskupan Agung Semarang.
2. Memberikan rekomendasi tentang tata kelola pemanfaatan dana APP di
Keuskupan Agung Semarang dalam penanganan masalah-masalah sosial
dalam perspektif Social Responbility Management .
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengantar
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian pendahuluan, tesis ini
merupakan studi yang menggunakan pendekatan evaluasi untuk mengkaji
Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Kata ‘evaluasi’
dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan istilah ‘penilaian’
yaitu suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu
kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu
standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya, serta
bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-
harapan yang ingin diperoleh. Dalam ilmu manajemen yang menekankan pada
pelaksanaan empat fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian dan pengendalian, evaluasi menempati fungsi pengendalian.
Pengendalian adalah proses untuk mengetahui apakah aktivitas organisasi telah
sesuai dengan perencanaan atau tidak. Kegiatan pengendalian meliputi empat
langkah yaitu: pertama, menetapkan standar kinerja; kedua, mengukur kinerja
secara aktual; ketiga, membandingkan kinerja aktual dengan standar; dan keempat,
melakukan tindakan untuk perbaikan bila terjadi penyimpangan antara kinerja
aktual dengan kinerja standar.
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Terkait dengan hal di atas, evaluasi Program APP di Keuskupan Agung
Semarang ini diletakkan dalam konteks persolan substansi dan aplikasi.
Persoalan substansi berkaitan dengan landasan filosofi, idiologi dan tujuan yang
hendak dicapai dalam Aksi Puasa Pembangunan. Persoalan aplikasi
bersinggungan dengan manajemen keterlibatan sosial dalam pelaksanaan Program
Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan Agung Semarang. Evaluasi ini dengan
menggunakan standar dan orang-orang yang terlibat dalam suatu kegiatan yang
dievaluasi. Hasil dari evaluasi program akan digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk meningkatkan kualitas perumusan, implementasi dan hasil
dari program.
Kerangka teori yang akan dikembangkan untuk tujuan evaluasi ini dengan
menggunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja dan teori community
empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility. Kombinasi dari dua
hal berbeda ini akan menjadi panduan dalam penyusunan standar kinerja
pelaksanaan Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang.
Standar kinerja yang dihasilkan akan digunakan untuk mengukur kinerja yang
aktual terjadi. Selanjutnya, hasil perbandingan kinerja aktual dengan standar
kinerja akan digunakan untuk perbaikan apabila terjadi penyimpangan antara
kinerja aktual dengan kinerja standar.
2.2. Ajaran Sosial Gereja
Ajaran sosial Gereja pada awalnya tidak dipikirkan sebagai sebuah sistem
yang terstruktur tetapi muncul karena bergulirnya waktu, melalui sejumlah
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
intervensi Magisterium atas persoalan-persoalan sosial. Ajaran sosial Gereja
termasuk dalam ranah teologi, bukan ideologi, dan khususnya teologi moral
(Paul II, 1987:424). Ajaran sosial Gereja tidak dapat didefinisikan selaras dengan
parameter-parameter sosio-ekonomi. Ajaran sosial Gereja bukan sistem ideologis
atau pragmatis yang bermaksud untuk menentukan dan menciptakan relasi-relasi
ekonomi, politik dan sosial, melainkan sebuah kategori yang mandiri. Ajaran
sosial Gereja merupakan perumusan cermat hasil-hasil refleksi yang saksama
tentang realitas kehidupan, dalam masyarakat maupun dalam tatanan
internasional, dalam terang iman dan tradisi Gereja. Ajaran itu bermaksud
menafsirkan kenyataan-kenyataan itu, dengan menetapkan keselarasan ataupun
perbedaannya dengan ajaran Injil tentang manusia dan panggilannya, panggilan
sekaligus duniawi dan adikodrati. Tujuan Ajaran sosial Gereja adalah menuntun
menuju perilaku Kristen.
Selanjutnya, Ajaran Sosial Gereja bercorak teologis, khususnya teologi
moral, sebab Ajaran Sosial Gereja merupakan pedoman-pedoman untuk
bertindak” (Paul II, 1987:424). Ajaran ini menempatkan diri pada titik temu
antara kehidupan serta hati nurani Kristen di satu pihak dan kenyataan-kenyataan
konkret dunia di lain pihak. Ajaran itu terealisasi dalam usaha-usaha yang
dijalankan oleh kaum beriman secara individu, keluarga-keluarga, komunitas yang
berkecimpung dalam bidang kebudayaan dan kemasyarakatan, para tokoh politik
dan pemimpin negara, untuk mewujudnyatakan serta menerapkan ajaran itu dalam
realitas kehidupan (Paul II, 1991:477). Dalam ajaran sosial ini tercermin tiga taraf
pengajaran, yaitu teologi moral yang berada dalam taraf fondasional motivasi;
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
taraf direktive kaidah untuk kehidupan di tengah masyarakat; dan taraf
deliberative hati nurani, yang dipanggil untuk mengantarai norma objektif serta
norma umum dalam situasi sosial yang konkret dan tertentu. Ketiga taraf ini
secara implisit menentukan pula metode yang tepat serta struktur epistemologis
yang khas dari ajaran sosial Gereja (Pontifical Council for Justice and Peace,
2005:73).
Terkait dengan tujuan penelitian tesis ini, maka pada komponen landasan
teori mengenai Ajaran Sosial Gereja akan dipaparkan mengenai tiga hal, yaitu:
pengertian tentang Ajaran Sosial Gereja, catatan historis perjalanan Ajaran Sosial
Gereja dan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja. Selanjutnya, untuk kepentingan
penyusunan instrumen evaluasi Program Pemanfaatan Dana APP di Keuskupan
Agung Semarang akan digunakan prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja yang
merupakan nilai-nilai penting yang dirangkum dari setiap Ajaran Sosial Gereja
yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya.
2.2.1. Pengertian tentang Ajaran Sosial Gereja
Istilah “Ajaran Sosial Gereja” atau dalam bahasa Inggris sering disebut
Social Doctrines of the Catholic Church menunjuk pertama-tama pada Ajaran
para Paus dalam Ensiklik atau Surat Apostolik mengenai persolan-persoalan
sosial sejak Surat Ensiklik Rerum Novarum dari Paus Leo XIII. Perhatian Gereja
untuk persoalan-persoalan sosial tentu saja tidak baru dimulai dengan dokumen
tersebut, karena Gereja tidak pernah lupa menunjukkan perhatiannya terhadap
masyarakat. Namun demikian, Ensiklik Rerum Novarum menandai permulaan
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
kesadaran-kesadaran baru dalam hidup menggereja. Kesadaran baru ini dalam hal
keterlibatan umat Katolik pada persoalan-persoalan politik, keadilan kerja, tata
ekonomi dan relasi perdagangan, tata damai dunia, relasi pemilik modal dan
buruh, kesehatan dan hidup manusia, teknologi komunikasi, radio, film, aneka
perkembangan dan kemajuan global, hak asasi dan kebebasan beragama,
kebebasan beremigrasi dan menentukan nasionalitas, soal-soal lingkungan dan
pemanasan global.
Ajaran Sosial Gereja bertujuan agar hidup beriman tidak hanya dipenuhi
oleh sekedar “perbuatan-perbuatan saleh pribadi”, melainkan menampilkan
dinamika partisipasi hidup beriman yang kongkret dalam pengalaman suka dan
duka masyarakat. Ajaran Sosial Gereja memiliki tujuan agar umat beriman
bertindak, bergerak, bekerja bersama-sama dalam cara-cara yang efektif untuk
membangun tata hidup manusia. Cara efektif diwujudkan dalam aneka kerja
sama pemberdayaan dan pengentasan sesama dari keterpurukan (Riyanto,
2015:3).
Selanjutnya, dalam Ajaran Sosial Gereja terdapat pemahaman yang
menyeluruh mengenai keterlibatan nyata bagaimana iman Katolik mendorong
umat untuk berkarya nyata. Ajaran Sosial Gereja memiliki jalan pikiran yang
integral dalam semua tahapan. Pada prinsipnya dokumen-dokumen Ajaran Sosial
Gereja berpolakan jalan pikiran To see, judge and act seperti yang termuat dalam
Ensiklik Mater et Magistra dari Yohanes XXIII (Riyanto, 2015:12). To see
memuat maksud bahwa Gereja pertama-tama menyimak, mendengarkan dan
mempelajari segala persoalan yang ada dalam realitas sosial. To judge
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
mengindikasikan langkah selanjutnya, yaitu Gereja memberikan refleksi teologis,
penilaian, analitis, kritik, pembahasan atas realitas perkembangan yang ada dalam
realitas tersebut. “Gereja” di sini adalah para pemimpin klerus maupun para tokoh
umat. To act artinya Gereja mendesak umat Allah atau siapa pun yang
berkehendak baik untuk bertindak konkret mempromosikan keadilan dan
melawan segala bentuk ketidakadilan, mempromosikan perdamaian, dan tatanan
sosial yang benar dan baik.
2.2.2. Catatan Historis Ajaran Sosial Gereja
Sebagai tanggapan terhadap masalah sosial besar yang pertama, Paus Leo
XIII memaklumkan ensiklik sosial yang pertama, Rerum Novarum. Ensiklik yang
dimaklumatkan pada tanggal 15 Mei 1891 ini menaruh perhatian pada masalah-
masalah sosial secara sistematis. Juga pertama kali jalan pikiran ajaran sosial
berangkat dari prinsip keadilan universal. Paus Leo XIII telah melihat parahnya
kondisi kerja, karena eksploitasi oleh kapitalisme tanpa kontrol akibat revolusi
industri, dan bangkitnya kekuatan sosialisme serta marxisme. Dengan berdasarkan
hukum kodrat, Paus membela hak-hak buruh, pentingnya keadilan dan solidaritas,
sekaligus juga meneguhkan hak kodrati atas kepemilikan pribadi (Leo XIII, 1891:
15-40).
Pada permulaan tahun 1930-an, menyusul krisis ekonomi dahsyat tahun
1929, Paus Pius XI menerbitkan Ensiklik Quadragesimo Anno, dalam konteks
memperingati ulang tahun ke-40 Rerum Novarum. Ensiklik ini menegaskan
kembali prinsip-prinsip dalam Rerum Novarum dan mengaplikasikannya dalam
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
situasi zaman itu. Paus menolak solusi komunisme yang menghilangkan hak-hak
pribadi. Namun juga sekaligus mengkritik persaingan kapitalisme sebagai yang
akan menghancurkan dirinya sendiri. Ajaran Paus Pius XI (1931:41-80)
menunjukkan bagaimana Ajaran Sosial Gereja berkembang dan menjadi lebih
spesifik, terutama dalam mempertahankan prinsip-prinsip : perdamaian dan
keadilan, solidaritas, kesejahteraan umum, subsidiaritas, hak milik, hak untuk
berserikat, dan peranan fundamental keluarga dalam masyarakat.
Paus Pius XI juga melawan rezim-rezim totaliter yang tengah menggejala
di Eropa pada masa kepausannya. Paus Pius XI melancarkan protes menentang
penyalahgunaan kekuasaan oleh rezim fasis totaliter di Italia dengan Ensiklik Non
Abbiamo Bisogno. Terbitnya Ensiklik Mit Brennender Sorge tentang situasi
Gereja Katolik di bawah Reich Jerman pada tanggal 14 Maret 1937 juga
merupakan tanggapan atas situasi zaman itu. Teks Mit Brennender Sorge
dibacakan di setiap Gereja Katolik di Jerman, setelah disebarkan dengan rahasia.
Ensiklik tersebut keluar setelah tahun-tahun kesewenang-wenangan dan tindak
kekerasan, dan ensiklik itu secara tegas diminta dari Paus Pius XI oleh para Uskup
Jerman setelah Reich menerapkan langkah-langkah yang kian keras dan represif
pada tahun 1936, khususnya yang berkenaan dengan kaum muda yang diwajibkan
untuk mendaftarkan diri menjadi anggota Gerakan Kaum Muda Hitler (Pontifical
Council for Justice and Peace, 2005:91).
Bersama dengan Ensiklik Divini Redemptoris tentang komunisme
ateistik dan ajaran sosial Kristen, Paus Pius XI menyajikan sebuah kritik yang
sistematis terhadap komunisme, dengan menyebutnya sebagai “yang secara
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
intrinsik merupakan kejahatan”, dan menyiratkan bahwa sarana-sarana utama
untuk membenahi kejahatan yang dilakukan olehnya dapat ditemukan dalam
pembaruan kehidupan Kristen, praktik cinta kasih injili, pemenuhan tugas-tugas
keadilan baik pada tingkat antarpribadi maupun sosial dalam kaitan dengan
kesejahteraan umum, serta pelembagaan kelompok-kelompok profesi dan lintas-
profesi (Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:92).
Paus Yohanes XXIII, dalam ensikliknya Mater et Magistra yang
dipublikasikan tanggal 15 Mei 1961 untuk merayakan 70 tahun Rerum
Novarum mengingatkan kembali semangat Rerum Novarum dan Quadragesimo
Anno serta mengambil satu langkah maju dalam proses melibatkan seluruh jemaat
Kristen. Ensiklik ini mengungkapkan keprihatinan mendalam Paus akan keadilan.
Paus mencermati tumbuhnya jurang antara negara kaya dan miskin, sebagai
produk dari sistem tata dunia yang tidak adil dan akibat dari penekanan yang
terlalu kuat pada kemajuan industri, perdagangan, dan teknologi zaman itu. Dalam
ensiklik ini diajukan pula “jalan pikiran” Ajaran Sosial Gereja: see, judge, and
act. Gereja Katolik didesak untuk berpartisipasi secara aktif dalam memajukan
tata dunia yang adil (John XXIII, 1961:80-124).
Perdamaian dan perang adalah tema penting Ensiklik Pacem in Terris
yang terbit pada tanggal 11 April 1963. Paus Yohanes XXIII, menyerukan
perdamaian kepada dunia. Pada saat itu baru terjadi krisis Kuba, salah satu masa
paling menegangkan dalam perang dingin dengan ancaman nuklirnya. Masa itu
juga ditandai dengan berakhirnya kolonialisme di banyak negara, yang diwarnai
dengan perselisihan tragis, yang melibatkan rasisme, tribalisme, dan aplikasi
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
brutal ideologi marxisme. Untuk memajukan tatanan sosial yang penuh damai,
Paus mendukung partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan
berkaitan dengan kesejahteraan umum, terutama melalui proses-proses demokratis
(John XXIII, 1963:125-156).
Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes dari Konsili Vatikan II merupakan
sebuah tanggapan yang sarat makna dari pihak Gereja terhadap berbagai harapan
dan kerinduan dunia dewasa ini. Gaudium et Spes (kegembiraan dan harapan),
merupakan dokumen Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern,
hasil Konsili Vatikan II tanggal 7 Desember 1965. Dokumen ini merupakan
refleksi para Bapa Konsili tentang kehadiran Gereja di tengah dunia modern.
Dalam refleksi itu, mereka mengaplikasikan ajaran-ajaran Gereja tentang moral
dan sosial pada harapan-harapan dan tantangan-tantangan yang dialami di banyak
negara pada masa itu. Para Bapa Konsili sangat kuat mendorong partisipasi umat
Katolik dalam berbagai dimensi kehidupan duniawi (Second Vatikan Council,
1965:157-220).
Dokumen lain dari Konsili Vatikan II yang sangat penting dalam
kumpulan ajaran sosial Gereja adalah Pernyataan Dignitatis Humanae, di mana
hak untuk kebebasan beragama dimaklumkan dengan sangat jelas dan tegas.
Dokumen ini menyajikan tema tersebut dalam dua bab. Yang pertama, yang
bercorak umum, menegaskan bahwa kebebasan beragama dilandaskan pada
martabat pribadi manusia dan bahwa kebebasan itu mesti dikokohkan sebagai
sebuah hak sipil dalam tatanan hukum masyarakat. Bab kedua mengkaji tema
tersebut dalam terang wahyu serta menjelaskan dampak-dampak pastoralnya,
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
sembari menunjukkan bahwa itu adalah sebuah hak yang tidak hanya bersangkut
paut dengan orang sebagai individu tetapi juga dengan berbagai kelompok orang
(Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:97).
Ensiklik Populorum Progressio dimaklumatkan oleh Paus Paulus VI pada
26 Maret 1967. Paus Paulus VI berbicara di pihak jutaan rakyat dari negara-
negara berkembang. Berhadapan dengan semakin lebarnya jurang antara negara-
negara kaya dan miskin, Paus menegaskan bahwa keadilan tidak bisa dipisahkan
dari pembangunan dan kemajuan. Pembangunan dan kemajuan harus ditujukan
pada perkembangan manusia secara integral. Isu tentang marginalisasi kaum
miskin akibat pembangunan banyak dibahas. Ensiklik ini mendorong banyak umat
Katolik untuk menjalankan option for the poor dan menghadapi sebab-sebab
penindasan (Paul VI, 1967:221-244).
Pada permulaan tahun 1970-an, dalam sebuah suasana pergolakan dan
kontroversi ideologis yang kuat, Paus Paulus VI meninjau kembali ajaran sosial
Paus Leo XIII dan memperbaharuinya, dalam kesempatan ulang tahun ke-80
Rerum Novarum, dengan Surat Apostolik Octogesima Adveniens. Paus membahas
persoalan-persoalan khas tahun 70an dengan surat apostolik kepada Kardinal
Maurice Roy. Surat tersebut menyerukan persoalan keadilan sosial dengan
memperhitungkan ancaman komunisme dan masalah-masalah serius lain, seperti
urbanisasi, diskriminasi rasial, teknologi baru, dan peran umat Katolik dalam
politik. Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi dipandang menjadi salah satu
sebab lahirnya “kemiskinan baru”. Paus mendorong umat untuk bertindak
mengambil bagian secara aktif dalam masalah-masalah politik dan mendesak
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
untuk memperjuangkan nilai-nilai injili guna membangun keadilan sosial (Paul
VI, 1971:244-267).
Dokumen Justicia in Mundo yang dikenal juga dengan Convenientes ex
Universo. Dokumen ini merupakan hasil Sinode para uskup di Roma tahun 1971.
Para uskup, yang berkumpul di Roma untuk sinode tahun 1971, menyuarakan
untuk jutaan orang yang tinggal di negara-negara berkembang. Mereka tidak
hanya menyerukan diakhirinya kemiskinan dan penindasan, namun juga
perdamaian abadi dan keadilan sejati. Dalam Gereja, sebagaimana di dalam dunia,
keadilan harus dipertahankan dan dipromosikan. Misi Gereja tanpa ada suatu
upaya konkret dan tegas mengenai tindakan perjuangan keadilan, tidaklah
integral. Misi Kristus dalam mewartakan datangnya Kerajaan Allah mencakup
pula datangnya keadilan. Keadilan merupakan dimensi konstitutif pewartaan Injil.
Para uskup juga menyerukan dihormatinya hak untuk hidup, hak-hak perempuan,
dan perlunya pendidikan keadilan. Dokumen ini banyak diinspirasikan oleh
seruan keadilan dari Gereja-Gereja di Afrika, Asia, dan Latin Amerika, khususnya
pengaruh pembahasan tema “pembebasan” oleh para uskup Amerika Latin di
Medellin (Roman Synod, 1971:267-283).
Sembilan puluh tahun setelah Rerum Novarum, Yohanes Paulus II
mempersembahkan Ensiklik Laborem Exercens bagi kerja sebagai kebaikan
hakiki pribadi manusia, unsur utama kegiatan ekonomi serta kunci bagi seluruh
persoalan sosial. Laborem Exercens memaparkan sebuah spiritualitas serta etika
kerja dalam konteks refleksi teologis dan filosofis yang sangat mendasar. Kerja
tidak boleh dipahami hanya dalam arti objektif dan materiil akan tetapi juga harus
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
dimengerti makna subjektifnya. Ensiklik ini mengkritik komunisme dan
kapitalisme sekaligus sebagai yang memperlakukan manusia sekedar sebagai
“alat”. Manusia dipandang sebagai instrumen penghasil kemajuan dan
perkembangan. Manusia mempunyai hak untuk bekerja, menerima upah yang
adil, sekaligus memiliki hak untuk hidup secara manusiawi dengan pekerjaannya
(Paul II, 1981:351-391).
Melalui Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis, Yohanes Paulus II memperingati
ulang tahun ke-20 Populorum Progressio dan masih dalam konteks kebutuhan
akan solidaritas, kebebasan, dan keadilan. Ensiklik ini berfokus pada makna dan
nilai pribadi manusia. Dengan visi global tentang perubahan-perubahan sosial,
Yohanes Paulus II mengamati relasi antarnegara, mencela beban hutang pada
negara-negara dunia ketiga dan imperialisme baru (Paul II, 1987:392-431).
Pada ulang tahun ke-100 Rerum Novarum, Yohanes Paulus II
memaklumatkan ensiklik sosialnya yang ketiga, Centesimus Annus. Ensiklik ini
memunculkan kembali prinsip-prinsip fundamental pandangan Kristen tentang
organisasi sosial dan politik yang selama ini menjadi tema utama dari ensiklik
sebelumnya. Analisis yang jelas dan mendalam tentang “hal-hal baru”, dan
khususnya terobosan besar tahun 1989 dengan tumbangnya sistem Soviet,
memperlihatkan penghargaan terhadap demokrasi serta ekonomi pasar dalam
konteks sebuah solidaritas (Paul II, 1991:432-477).
Ensiklik Caritas in Veritate ditulis oleh Benediktus XVI dan terbit 29 Juni
2009. Ensiklik ini berbicara tentang perkembangan integral manusia dalam kasih
dan kebenaran. Ensiklik ini mendiskusikan krisis finansial global dalam konteks
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
meluasnya relativisme. Pandangan Benediktus XVI melampaui kategori-kategori
tradisional kekuasaan pasar negara yang berpaham kapitalisme dan kekuasaan
negara yang berpaham sosialisme. Dengan mengamati bahwa setiap keputusan
ekonomi memiliki konsekuensi moral, Paus menekankan pengelolaan ekonomi
yang berfokus pada martabat manusia (Riyanto, 2015:65).
2.2.3. Prinsip-Prinsip Ajaran Sosial Gereja
Gereja Katolik merupakan Gereja yang hidup. Gereja yang menunjukkan
sikap-sikap responsif dan keberpihakan terhadap masalah-masalah sosial, seperti
mengusahakan tercapainya keadilan dan perdamaian, pembelaan martabat
manusia, pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan hidup.
Responsivitas tersebut sangat jelas terlihat dalam paparan mengenai catatan
historis Ajaran Sosial Gereja. Selanjutnya, dari catatan historis Ajaran Sosial
Gereja dapat dilihat suatu prinsip-prinsip yang bercorak umum dan fundamental
terkait dengan realitas masyarakat dalam keseluruhannya: dari relasi-relasi yang
dekat dan langsung ke relasi-relasi yang diperantarai politik, ekonomi dan hukum;
dari relasi-relasi di antara berbagai komunitas dan kelompok ke relasi-relasi di
antara orang perorangan dan bangsa-bangsa.
Pontifical Council for Justice and Peace (2004) dalam Compendium of the
Social Doctrine of the Church mengemukakan adanya empat prinsip Ajaran
Sosial Gereja. Prinsip-prinsip tersebut adalah: martabat pribadi manusia, yang
menjadi dasar bagi semua prinsip lain serta isi ajaran sosial Gereja; kesejahteraan
umum; subsidiaritas; dan solidaritas. Prinsip-prinsip Ajaran Sosial Gereja tersebut
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
memiliki nilai dalam kesatuannya, saling keterkaitan di antaranya serta dalam
perumusannya. Hal ini terkait dengan pemahaman bahwa ajaran sosial Gereja
merupakan kumpulan ajaran terpadu yang menafsirkan berbagai realitas sosial
modern secara sistematis. Demikian juga dalam pengkajiannya, masing-masing
prinsip ini tidak dapat berdiri sendiri secara individual dan digunakan secara
terpisah dan tidak berkaitan satu dengan yang lain. Suatu pemahaman teoretis
yang mendalam dan penerapan aktual atas satu dari prinsip-prinsip sosial ini
akan menimbulkan resiproksitas, komplementaritas serta interkoneksitas yang
menjadi bagian dari struktur prinsip-prinsip tersebut. Lebih dari itu, prinsip-
prinsip fundamental ajaran sosial Gereja ini menyajikan tidak hanya sekedar
warisan refleksi yang permanen yang merupakan bagian hakiki dari pesan Kristen
namun prinsip-prinsip tersebut menunjukkan jalan yang akan ditempuh untuk
membangun sebuah kehidupan sosial yang baik, autentik dan diperbaharui
(Pontifical Council for Justice and Peace, 2005:162).
Berikut ini akan diuraikan secara singkat keempat prinsip Ajaran Sosial
Gereja.
1) Prinsip hormat akan martabat dan hidup manusia
Setiap manusia diciptakan menurut citra Allah. “Setiap manusia di
sini maksudnya siapa pun, tidak dibeda-bedakan atas dasar ras, seks, usia,
asal-usul, agama, orientasi seksual, status ekonomi, kesehatan, prestasi atau
aneka ciri natural yang lain. Keluhuran manusia tidak tergantung dari apa
yang dikerjakan atau diraih atau siapa dia. Ketika manusia dilahirkan, ia
mempunyai hak untuk hidup. Ajaran Sosial Gereja menegaskan bahwa
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
“hidup” di sini tidak sekedar bernafas tetapi juga berkaitan dengan
eksistensinya sebagai manusia yang memiliki hak untuk hidup layak.
2) Prinsip kesejahteraan umum
Prinsip kesejahteraan umum mengacu pada pengertian bahwa
kesejahteraan itu milik bersama bukan milik beberapa orang . Karena milik
bersama, kesejahteraan itu berkaitan dengan sistem yang adil bukan berkaitan
dengan pembagian materi yang adil. Sistem yang adil mengarah pada sistem
tata kehidupan yang memungkinkan semua orang mendapat kesempatan yang
sama untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kesejahteraan umum
merupakan kondisi yang diciptakan dengan tujuan agar setiap orang dan
kelompok dapat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan potensi
sepenuhnya.
Kesejahteraan umum merupakan tanggung jawab setiap individu.
Dengan kata lain, prinsip ini menegaskan bahwa setiap individu bertanggung
jawab terhadap individu yang lain; bahwa orang lain adalah tanggung jawab
kita. Tanggung jawab tersebut mewajibkan setiap individu untuk bekerja
sama membangun kondisi-kondisi sosial yang menjamin agar setiap pribadi
dan kelompok dalam masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan
mewujudkan potensi mereka. Selain itu, prinsip kesejahteraan umum
memiliki kedalaman maksud untuk memprioritaskan keadilan yang
menyejahterakan terutama bagi mereka yang lemah dan miskin.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3) Prinsip subsidiaritas
Prinsip subsidiaritas terkait dengan permasalahan bagaimana sebuah
tata kebijakan dan tanggung jawab dilaksanakan. Apabila lembaga di tingkat
bawah mampu mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya maka lembaga di
tingkat atas jangan mengambil alih. Ketika kewenangan efektif dikerjakan di
tingkat bawah, atasan tidak perlu memperumit dengan berbagai kebijakan
yang mengambil alih tanggung jawab ataupun kebijakan.
Prinsip Subsidiaritas memungkinkan partisipasi dari lembaga atau
individu di lapis bawah dalam menentukan diri sendiri dan di sinilah
tercermin penghargaan martabat manusia. Individu atau lembaga yang secara
langsung terkena dampak dari suatu kewenangan atau kebijakan seharusnya
memiliki peran dalam pengambilan keputusan atau kebijakan tersebut.
Intinya, bagaimana melibatkan individu atau lembaga lapis bawah dalam
setiap pengambilan keputusan yang nantinya akibatnya akan diterima oleh
individu atau lembaga lapis bawah tersebut.
4) Prinsip solidaritas
Solidaritas adalah sebuah kebajikan moral yang autentik, bukan suatu
perasaan belas kasihan atau rasa sedih karena nasib buruk sekian banyak
orang. Sebaliknya, solidaritas ialah tekad yang teguh dan tabah untuk
membaktikan diri kepada kesejahteraan umum, artinya kepada kesejahteraan
semua orang dan setiap orang perorangan karena kita semua sungguh
bertanggung jawab atas semua orang. Istilah “solidaritas”, yang digunakan
secara luas oleh Magisterium,mengungkapkan secara ringkas kebutuhan
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
untuk mengakui ikatan-ikatan kokoh yang mempersatukan semua orang dan
kelompok-kelompok sosial satu sama lain, ruang yang diberikan kepada
kebebasan manusia bagi pertumbuhan bersama dimana di dalamnya semua
orang berbagi dan berperan serta.
2.3. Community Empowerment dalam Dimensi Corporate Social Responbility
Community Empowerment merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang
lebih bermakna daripada sekedar aktivitas charity. Hal ini disebabkan dalam
pelaksanaan CSR dengan Community Empowerment terdapat kolaborasi
kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi,
produktivitas dan keberlanjutan (Sri Urip, 2014:81). Community Empowerment
mengacu pada proses yang memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan
kontrol atas hidup mereka. Community adalah kelompok masyarakat yang
kemungkinan memiliki hubungan atau kemungkinan tidak , tetapi mereka berbagi
kepentingan bersama, keprihatinan atau identitas. Community ini kemungkinan
berada di tingkat lokal, nasional maupun internasional, dengan kepentingan
tertentu atau luas. Empowerment mengacu pada proses dimana orang
mendapatkan kontrol atas faktor-faktor dan keputusan yang menentukan hidup
mereka. Ini adalah proses dimana mereka meningkatkan aset dan atribut mereka
dan membangun kapasitas untuk mendapatkan akses, mitra, jaringan , dalam
rangka untuk mendapatkan kontrol. "Mengaktifkan" menyiratkan bahwa orang
tidak bisa "diberdayakan" oleh orang lain; mereka hanya dapat memberdayakan
diri dengan mengakuisisi berbagai bentuk kekuasaan yang lebih. Ini
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
mengasumsikan bahwa orang adalah aset untuk mereka sendiri, dan peran agen
eksternal adalah untuk mengkatalisis, memfasilitasi atau "menemani" masyarakat
dalam memperoleh kekuasaan (Labonte dan Laverack, 2008).
Berdasarkan uraian di atas dapat kita ketahui bahwa dalam konsep
‘Community Empowerment dalam dimensi Corporate Social Responbility’
teridentifikasi tiga unsur pembentuk konsep, yaitu: Community Empowerment,
partisipasi masyarakat dan kompetensi agen pemberdayaan. Instrumen evaluasi
Program Aksi Puasa Pembangunan di Keuskupan Agung Semarang akan
dikembangkan berdasarkan tiga hal tersebut. Berikut akan diuraikan ketiga
kerangka konseptual tersebut.
2.3.1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kegiatan Community Empowerment
Konsep CSR telah dikembangkan sejak pertengahan abad 20. Konsep ini
banyak diperdebatkan dan dibahas dalam beberapa konteks sehingga
memunculkan berbagai gambaran mengenainya (Griffin, 2006:13-14). Tidak ada
konsep yang resmi dan baku mengenai CSR. Konsep ini selalu berkembang dari
masa ke masa.
European Commision mendefinisikan CSR sebagai bentuk integrasi
sukarela masalah sosial dan lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis dan
interaksi mereka dengan pemangku kepentingan. Hal ini memuat pengertian
bahwa dalam menjalankan perusahaan, para pemangku kepentingan di perusahaan
berorientasi membantu lingkungan sosial yang berada di sekitar perusahan dan itu
dilakukan dengan sukarela. Menurut Michael Hopkins (2007), CSR merupakan
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
bidang yang memusatkan perhatian pada upaya pemangku kepentingan untuk
berperilaku beretika dan bertanggung jawab. Selanjutnya perilaku beretika dan
bertanggung jawab itu diaplikasikan dalam tujuan CSR, yaitu untuk menciptakan
standar kehidupan yang lebih tinggi dengan menciptakan laba usaha untuk orang
yang berada di dalam maupun di luar perusahaan (Hopkins, 2007). Pernyataan
tersebut menekankan bahwa dengan CSR diharapkan adanya keuntungan yang
dapat di raih baik oleh pihak perusahaan maupun pihak di luar perusahaan yang
dalam hal ini adalah masyarakat.
Namun demikian, bagaimana agar pelaksanaan kegiatan CSR memberi
nilai optimum bagi bisnis dan masyarakat masih harus dipahami dengan baik.
Kegiatan seperti pameran yang bertema cinta lingkungan hidup dengan
memamerkan konsep penghematan energi, pengelolaan limbah, dan gagasan
kepedulian lingkungan lainnya sering dianggap sebagai prakarsa CSR. Padahal,
kegiatan sesekali seperti ini tanpa disertai dengan peningkatan kompetensi,
pelatihan, pemberdayaan, penyediaan lapangan pekerjaan dan penciptaan
kemakmuran tidak akan memberi hasil yang menguntungkan dan oleh karenanya
juga tidak membawa manfaat berkelanjutan baik bagi perusahaan maupun
masyarakat.
Jika perusahaan menekankan pelaksanaan kegiatan CSR-nya pada
persoalan yang tidak relevan dengan lingkungan setempat, maka kegiatan terbaik
sekalipun akan gagal menciptakan manfaat yang diharapkan baik untuk
masyarakat maupun perusahaan. Keterlibatan perusahaan dalam kesepakatan
sosial supaya relevan pada umumnya dengan mempertimbangkan beberapa faktor,
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
yaitu keadaan ekonomi, sosial, dan budaya di negara tempat bisnis tersebut
beroperasi Urip, 2015:16). Berdasarkan uraian di atas, dalam kerangka
kepentingan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan prinsip
CSR yang efektif seharusnya ditempatkan dalam konteks pemahaman bisnis akan
strategi bisnis perusahaan yang diimbangi pemahaman akan kebutuhan
masyarakat.
Pelaksanaan CSR yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat
menempatkan CSR pada konsep pembangunan berbasis masyarakat. Konsep ini
mengandung pengertian bahwa pembangunan berangkat dari kebutuhan
masyarakat, direncanakan, dan dilaksanakan oleh masyarakat dengan
memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dan dapat diakses oleh masyarakat
setempat (Theresia, 2014:28). Pembangunan tidak dirumuskan oleh “orang luar”
atau elit masyarakat yang merasa lebih tahu dan lebih pandai untuk merumuskan
pembangunan yang cocok bagi masyarakatnya. Sejalan dengan konsep di atas,
pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi, telah diterima dan berkembang
dalam berbagai literatur sebagai salah satu bentuk pembangunan berbasis
masyarakat (Theresia, 2014:91).
Selanjutnya, istilah ‘Pemberdayaan masyarakat’ merupakan alih bahasa
dari kata ‘empowerment’. Kata power dalam empowerment diartikan sebagai
‘daya’ sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan. Daya
mengandung pengertian kemampuan untuk melakukan sesuatu atau bertindak
(Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1993:188). Empowerment
merupakan sebuah konsep untuk mengatasi masalah-masalah yang
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
menghubungkan ‘daya’ dengan pembagian kesejahteraan. Keadaan
keterbelakangan dan kemiskinan seperti diutarakan di bab sebelumnya terjadi
karena ketidakseimbangan dalam kepemilikan atau akses pada sumber-sumber
‘daya’. Proses historis yang panjang akhirnya menyebabkan terjadinya
dispowerment, yakni peniadaan ‘daya’ pada sebagian besar masyarakat.
Akibatnya, muncul lapisan masyarakat yang tidak memiliki akses yang memadai
terhadap aset produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang ‘memiliki
daya’. Pada gilirannya keterbelakangan secara ekonomi mengakibatkan mereka
makin jauh dari kekuasaan.
Pemberdayaan merupakan konsep yang berkaitan dengan kekuasaan.
Istilah kekuasaan seringkali identik dengan kemampuan individu atau masyarakat
khususnya kelompok rentan dan lemah untuk memiliki kekuatan dan
kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya; (b) menjangkau sumber-
sumber produktif; (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan (Suharto,
2005:58). Dalam konteks ini pemberdayaan menekankan pada aspek pelimpahan
wewenang atau memberi kekuasaan kepada individu sehingga mampu mengatur
diri dan lingkungannya sesuai dengan keinginan, potensi, dan kemampuan yang
dimilikinya.
Selanjutnya, dalam konsep pemberdayaan tidak sekedar termuat proses
pemberian kewenangan atau kekuasaan saja kepada mereka yang lemah dan
miskin. Pemberdayaan juga merupakan suatu proses menyiapkan masyarakat
supaya memiliki sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keahlian untuk
meningkatkan kapasitas diri masyarakat didalam menentukan masa depan mereka,
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam komunitas masyarakat
itu sendiri (Ife, 1995). Dalam hal ini, konsep pemberdayaan dikaitkan dengan
proses mendidik dengan tujuan peningkatan kualitas individu, kelompok
masyarakat supaya mampu berdaya, memiliki daya saing, serta mampu hidup
mandiri.
Pemberdayaan memiliki makna kesetaraan, adil dan demokrasi tanpa
adanya tekanan atau dominasi dalam suatu komunitas atau masyarakat. Perbedaan
karakter dan kemampuan individu adalah suatu keniscayaan. Namun setiap
individu memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Realitas kesetaraan dan
perbedaan individu ini menjadi prinsip dalam melakukan pemberdayaan. Dengan
demikian pemberdayaan merupakan proses meningkatkan kemampuan individu
atau masyarakat untuk berdaya yang dilakukan secara demokratis agar mampu
membangun diri dan lingkungannya dalam meningkatkan kualitas kehidupannya
sehingga mampu hidup mandiri dan sejahtera (Anwas, 2014:50).
Penuntasan kemiskinan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat
menekankan pada proses bukan semata-mata output dari proses tersebut. Oleh
karena itu ukuran keberhasilan pemberdayaan adalah seberapa besar partisipasi
atau keberdayaan yang dilakukan oleh individu atau masyarakat. Semakin banyak
masyarakat terlibat dalam proses tersebut, semakin berhasil kegiatan
pemberdayaan tersebut. Keberdayaan dalam konteks masyarakat merupakan
kemampuan individu berpartisipasi aktif dalam masyarakat (Anwas, 2014:51).
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Dalam kerangka penelitian ini , upaya memberdayakan masyarakat, akan
dilihat dari tiga sisi. Pertama, memberdayakan analog dengan membangun
kondisi yang mendorong potensi masyarakat berkembang . Pijakan dari konsep ini
adalah bahwa setiap individu atau masyarakat memiliki kapasitas yang dapat
dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan
mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan kapasitas yang
dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkan. Kedua, memperkuat kapasitas
atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Konsep ini dapat direalisasikan melalui
kegiatan pendidikan, pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan. Individu
dan masyarakat perlu dibiasakan untuk belajar menggunakan berbagai sumber
yang tersedia. Sumber belajar bisa berupa buku, orang lain, alat, bahan dan juga
lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Ketiga, dalam istilah pemberdayaan
termuat juga pengertian menggerakkan partisipasi aktif individu dan masyarakat
seluas-luasnya. Partisipasi ini mulai dari tahapan perencanaan, pengembangan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
2.3.2. Partisipasi Masyarakat
Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat tentu membutuhkan
partisipasi masyarakat, terutama partisipasi masyarakat yang menjadi sasaran
program. Tanpa partisipasi masyarakat, maka efektivitas pelaksanaan program
perlu dipertanyakan. Oleh karena itu, dinamika partisipasi masyarakat dalam
program pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai salah satu indikator
penting dalam pemberdayaan masyarakat (Anwas,2014:92). Partisipasi
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
masyarakat mempunyai peranan penting ,hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa masyarakat dapat berperan bukan saja sebagai objek tetapi juga berperan
sebagai subyek.
Partisipasi masyarakat pada dasarnya merupakan kesediaan secara
sukarela dari seseorang untuk membantu kegiatan pembangunan yang
berlangsung di daerahnya. Partisipasi yang dilakukan dengan sukarela tersebut
akan membuat masyarakat merasa turut menjadi bagian dari kegiatan tersebut
(Mulyadi, 2011:21). Keith Davis (dalam Sastropoetro, 1988:89) men