Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

10
TUGAS MANAJEMEN BISNIS MEDIA Industri Musik dan Film di Indonesia Disusun Oleh: Revinda Ayu Rahmania (111400072) Institut Manajemen Telkom Sekolah Manajemen Telekomunikasi dan Media Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika 2013

Transcript of Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

Page 1: Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

TUGAS

MANAJEMEN BISNIS MEDIA

Industri Musik dan Film di Indonesia

Disusun Oleh:

Revinda Ayu Rahmania (111400072)

Institut Manajemen Telkom

Sekolah Manajemen Telekomunikasi dan Media

Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika

2013

Page 2: Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

1. INDUSTRI PERFILMAN INDONESIA

Perfilman di Indonesia menjadi marak pada tahun 1980-an, banyak sekali

produksi film yang dilakukan, sehingga film-film pun banyak sekali yang tayang di

bioskop. Lalu dengan maraknya perfilman di Indonesia, pada tahun 1980-an Festival

Film Indonesia diadakan setiap tahun. Namun pada tahun 1990 perfilman Indonesia

mulai menurun karena hamper semua film-film muncul dengan bertemakan yang

khusus untuk orang dewasa.

Lalu pada awal 2000-an perfilman Indonesia

mulai bangkit, dengan munculnya Petualangan

Sherina yang dibuat oleh Mira Lesmana dan

Riri Riza. Film tersebut merupakan film

musical untuk semua umur, yang didukung

oleh sederet actor-aktris terkemuka seperti Didi

Petet, Mathias Muchus dan yang lainnya. Pada

saat itu bioskop-bioskop di Indonesia dipenuhi

dengan masyarakat yang ingin menonton

Petualangan Sherina, hal tersebut membangkitkan perfilman Indonesia yang sempat

menurun. Pada tahun 2001, muncullah film bertemakan horror yaitu Jelangkung, film

ini merupakan film yang memiliki penonton terbanyak untuk kategori film horror saat

itu.

Kemudian pada tahun 2002 muncul film Ada

Apa Dengan Cinta yang disutradarai oleh Rudi

Soedjarwo, film ini juga menandai bangkitnya

perfilman Indonesia, dengan film yang dibuat

untuk para remaja yang membuat para remaja

pada era tersebut merasa terhibur dengan

munculnya film ber genre remaja dengan cerita

yang menarik. Film Ada Apa Dengan Cinta

juga ditayangkan diluar negeri, seperti di

Malaysia, Filipina, Brunei, dan Singapur. Lalu setelah itu mulai bermunculan film-

Page 3: Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

film non komersial contohnya Pasir Berbisik yang dibintangi oleh Dian

Sastrowardoyo dan Christine Hakim. Film tersebut memenangkan banyak sekali

penghargaan yang membuat film Indonesia semakin dikenal. Dengan bangkitnya

perfilman Indonesia membuat Festival Film Indonesia kembali diadakan pada tahun

2004, setelah 12 tahun vakum karena menurunnya perfilman Indonesia.

1.2. Sejarah Perfilman Indonesia

1. 1990-1942

Awal mula perkembangan film Indonesia adalah pada tahun 1900, pada saat

itu muncul bioskop pertama kali, yaitu Gambar Idoep yang menayangkan

film-film bisu. Pada saatitu film-film yang bermunculan merupakan film bisu

dimana para pemainya tidak mengeluarkan suara melainkan hanya film

bergerak saja. Namun dengan seiringnya perkembangan film, pada tahun 1931

mulai muncul film bicara atau film dimana para pemainnya berbicara dan

mengeluarkan suara.

2. 1942-1949

Pada era ini adalah era dimana Indonesia dalam jajahan negaraJepang, dan

tentu saja film-film yang muncul digunakan sebagai alat propaganda yang

digunakan oleh bangsa Jepang.

3. 1950-1962

Pada tanggal 30 Maret 1950 adalah hari pertama pengambilan film

Darah&Doa yang dibuat oleh Usmar Ismail, film tersebut merupakan film

local pertama yang bercirikan Indonesia. Dengan adanya film tersebut

menjadikan tanggal 30 Maret menjadi tanggal Hari Film Nasional. Lalu pada

tahun 1951 muncul Metropoleya itu bioskop termegah pada saat itu. Dengan

munculnya Metropole mempengaruhi perkembangan perfilman Indonesia

juga, bioskop-bioskop di Indonesia pun semakin banyak bermunculan.

Page 4: Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

4. 1962-1965

Pada era ini jumlah bioskop berkurang dan mengalami penurunan, perfilman

Indonesia pun menurun akibat gejolak politik yang terjadi. Penurunan jumlah

bioskop bias dilihat dari jumlah bioskop sebanyak 700 buah padatahun 1964

berkurang drastic menjadi 350 buah pada tahun 1965.

5. 1965-1970

Pada era ini juga perfilman Indonesia mengalami penurunan dikarenakan

adanya G30S PKI yang membatasi produksi film nasional menjadi sedikit.

Dengan produksi film yang sedikit membuat pasokan bioskop menjadi tidak

mencukupi. Bisa dibilang pada era ini sangat dipengaruhi gejolak politik

seperti pada era sebelumnya yang menimbulkan perederan film menjadi rusak.

6. 1970-1991

Pada era ini teknologi mulai

mengalami kemajuan, tentu

saja dibidang film juga

mengalami kemajuan sehingga

pembuatan film dan era

perbioskopan di Indonesia mengalami kemajuan. Pada era ini juga dunia

perfilman mengalami persaingan dengan TVRI. Lalu pada tahun 1978 muncul

Sinepleks Jakarta Theater oleh Sudwikatmono dan pada tahun 1987 muncul

Studio 21. Dengan banyaknya bioskop-bioskop besar bermunculan membuat

bioskop-bioskop kecil mengalami krisis dan mulai menurun. Pada masa itu

juga mulai marak pembajakan video tape.

7. 1991-1998

Pada era ini film-film di Indonesia mengalami mati suri, dalam setahun hanya

dua atau tiga film saja yang dibuat. Hal ini disebabkan banyak sekali film

yang muncul yang bertemakan seks yang membuat film Indonesia menjadi

rusak. Lalu pada era ini juga mulai bermunculan TV swasta dan munculnya

VCD, LD dan DVD.

Page 5: Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

8. 1998-sekarang

Pada era ini perfilman Indonesia sudah

mulai mengalami kebangkitan, yang

ditunjukkan dengan pertumbuhan jumlah

produksi film yang meningkat. Film-film

yang marak di Indonesia sampai sekarang

yaitu film bertemakan horror dan remaja.

Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju juga membuat perfilman

Indonesia meningkat. Lalu munculnya juga bioskop besar yang baru yaitu

Blitzmegaplex, yang ada hanya di kota Jakarta dan Bandung.

1.3. Penyebaran Film di Bioskop Indonesia

Selama tahun 2008-2012, rata-rata beredar 84 judul film Indonesia, walau polanya

sama, yaitu hanya sekitar 20 judul yang dianggap berhasil di pasar.

Tempat pemutaran film di tanah air terdiri atas 82 persen jaringan bioskop 21/XXI, 10

persen bioskop Blitz, dan delapan persen merupakan tempat pemutaran alternatif.

Namun, dari jumlah totalnya itu film nasional baru mengisi kuota 26 persen layar dan

24 persen jam tayang. Sisanya untuk menayangkan film impor.

Bioskop di Indonesia belum mampu menjangkau pelosok seluruh pulau di Indonesia.

Saat ini di Indonesia terdapat 162 bioskop dengan sebanyak 721 layar. Meski

demikian, persebaran bioskop tidak merata.

Tercatat 79,63 persen bioskop berada di Pulau Jawa, 7,41 persen di Pulau Sumatra,

4,94 persen di Pulau Kalimantan, 3,09 persen di Pulau Sulawesi, dan 0,5 - 2,5 persen

di Pulau Bali, Kepulauan Riau, dan Maluku. Pulau-pulau lainnya tidak punya

bioskop.

Page 6: Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

2. Perkembangan Industri Label Musik Indonesia

2.1. Pengkriteriaan Musik Indie dan Mainstream (Major Label)

Musik mempunyai cara pendistribusian hingga sampai pada ke telinga pendengar.

Melalui label lah musik dapat didistribusikan ke para pendengar. Biasanya, label

mempunyai dua karakter, pertama major label dan yang kedua indie label. Major label

adalah perusahaan musik dengan modal besar dan profit yang besar pula. Sedangkan

indie label adalah perusahaan musik dengan skala lebih kecil, bahkan terkadang milik

musisi itu sendiri.

Umumnya yang dimaksud dengan mainstream adalah arus utama, tempat di mana

band-band yang bernaung di bawah label besar, sebuah industri yang mapan. Band-

band tersebut dipasarkan secara meluas yang cakupan promosinya juga luas, nasional

maupun internasional. Mereka mendominasi promosi di seluruh media massa, mulai

dari media cetak, media elektronik hingga multimedia dan mereka terekspos dengan

baik. Sedangkan pembahasan untuk musik indie akan dilanjutkan lebih mendalam

pada bagian selanjutnya.

Dalam artikel yang berjudul Inilah Penyebab Keterpurukan Industri Musik Indonesia

dijelaskan bahwa salah satu penyebab keterpurukan industri musik Indonesia adalah

karena penguasaan berlebihan dari major label musik tempat seniman/musisi

bernaung. Penguasaan industri musik tersebut dimulai dari mengekang kreasi dari

seniman, mengatur pola distribusi hingga mempengaruhi selera musik masyarakat

(sorotnews.com). Disana, musisi Endah Widyastuti memaparkan bahwa keterpurukan

industri musik karena ada dominasi pemberitaan berlebihan media yang tidak

berimbang dan hanya dikuasai oleh pemegang industri tertentu, yaitu major label.

Page 7: Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

3. Musik Indie di Indonesia

Istilah indie berasal dari kata independent, yang artinya bebas, mandiri. Jadi, pada

dasarnya musik indie bisa diartikan sebagai musik yang mandiri, lepas dari jalur

mainstream atau arus utama, yang memegang teguh nilai otentik, experimentalisme,

anti komersial, kadang juga merupakan apresiasi terhadap dunia musik yang melawan

genre pop culture atau budaya pop.

Musik Indie sebelumnya sering disebut dengan nama music underground namun

istilah underground diganti dengan indie karena dirasa terlalu identik dengan music

metal. Istilah indie memiliki kesan lebih modern dan dapat diterima oleh genre music

manapun.

Tahun 1970-1980an

Musik Indie di Indonesia mulai muncul pada tahun

70an. Pada tahun 70an diadakanlah Underground

Music Festival, UMF adalah sebuah kompetisi

band antar kota besar di Indonesia menurut sebuah

majalah music pada zaman itu banyak band-band

rock seperti Godbless, Superkid, Bentoel, dll yang

mengikuti kompetisi band ini. Festival music ini

juga sering disebut sebagai cikal bakal

berkembangnya musik Indie di Indonesia.

Namun pada tahun 70-80an band indie Indonesia belum berani membicarakn isu-isu

social yang terjadi di Indonesia. Sebagian band bahkan hanya menyanyikan ulang

musik karya band lain (cover).

Tahun 1990an

Pada tahun 1990 barulah musik indie melaju pesat dan booming di Indonesia. Dengan

berbasiskan komunitas komunitas serta mengandalkan Fanzine atau Fans Magazine,

budaya indie semakin meluas. Banyak tanggapan yang menyatakan bahwa music

Indie Indonesia lahir pada tahun 90an. Selain itu ada juga yang menganggap bahwa

Page 8: Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

musik Indie di Indonesia lahir karena adanya PAS

Band. Namun nyatanya adalah PAS Band hanya

mempopulerkan, sedangkan yang melahirkan adalah

band-band jaman dahulu yang seperti penulis

jelaskan diatas telah menjadi cikal bakal music Indie

di Indonesia. Anggapan tersebut muncul mungkin

karena PAS Band berhasil menjual 5000 copy

albumnya yang bertajuk “Through The SAP” dan

berhasil mempopulerkan musik Indie di Indonesia.

Selanjutnya banyak band-band lain mengikuti PAS Band mengambil jalur Indie

music seperti BurgerKill, Rotten To The Cure, Puppen, dll. Di awal tahun 90an music

Indie di dominasi oleh aliran metal seperti band-band yang penulis sebutkan di atas.

Barulah pada pertengahan tahun 90an muncul band dengan aliran selain metal. Band

ini bernama Pure Saturday. Pada tahun 1995, Pure Saturday mencetak album

pertamanya yang bertajuk “Not A Pup E.P”

Tahun 2000an

Pada tahun 2000an music indie semakin

booming di Indonesia. Pada masa ini band

indie asal Bandung bernama Mocca berhasil

menjual 100.000 copy albumnya.

Keberhasilan Mocca memunculkan sederet

nama yang juga berhasil mencuri perhatian

dijajaran music Indie Indonesia.

Nama-nama band seperti The S.I.G.I.T, The Upstairs, Bangku Taman, Efek Rumah

Kaca, Teenage Dead Star, The Adams, White Shoes and And The Couple Company,

dan Goodnight elektrik berhasil memiliki ketenaran di Industri music Indonesia dan

Page 9: Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

bahkan nama-nama band diatas berhasil masuk dalam daftar 20 album terbaik versi

majalah Rolling Stone.

Pada masa ini music Indie mulai berani membicarakan isu isu sosial di Indonesia.

Seperti Efek Rumah Kaca dalam lagu “Di Udara” bercerita soal kematian Munir,

kemudian dalam lagu “Cinta Melulu” yang mengkritik music Indonesia dalam

membuat lagu-lagu cinta, dan pada lagu “Jalang” yang mengkritik kebijakan UU

Pornografi dan Pornoaksi.

Selain ERK, Ras Muhammad dalam music reggae nya sering disebut berani dalam

berbicara realitas isu isu social di Indonesia. Kemudian Band Metal sepert Marjinal,

Bunga Hitam, Burger Kill, Seringai, dan lain-lain juga berani membuat lagu yang

berbau kritik social.

Saat ini banyak band-band indie yang mendapat kontrak dari label-label rekaman.

Sebagian orang menganggap hal ini sebagai pengkhianatan terhadap makna music

Indie sendiri yaitu Independent atau mandiri. Sebagian lagi menganggap hal ini

sebagai peluang untuk memperkenalkan music secara massal.

3.1 Perbandingan Musik Indie Indonesia dan Negara Lain

Penelitian yang dilakukan oleh Dimas Anindityo yang berjudul Research On How

Indonesian Indie Music Artists Live In Indonesia’s Underdeveloped Market

memaparkan jika major label dapat menegaskan keberadaan mereka dengan

memproduksi lagu pop murahan di Indonesia, itu tidak sama dengan musisi indie.

Tidak seperti di Inggris dan Amerika Serikat, dimana musik indie sekarang menjadi

hal umum dan industri bisa menerima mereka. Namun di Indonesia, musik indie

masih dalam proses penerimaan.

Yang membedakan musik indie di Indonesia dan di negara lain adalah penonton

jarang yang mau bayar tiket, tidak pernah beli minuman jika sedang di rockclub dan

kurang mau membeli rilisan. Dalam konotasi positif adalah banyaknya band-band

baru yang lahir dengan berbagai macam jenis musik baru. Kalau 10 tahun yang lalu

Page 10: Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia

ketika sebuah majalah musik memperkenalkan tren thrash metal maka semuanya

menjadi anak metal. Tapi sekarang tidak ada sebuah tren yang mendominasi, ketika

ada tren emo tidak semua ikut menjadi anak emo tapi masih ada anak indie pop, new

wave, high octane rock dan lain-lain. Penggemar musik sekarang ini lebih segmented.

Yang unik lagi, industri musik indie Jepang dan Jerman memiliki sesuatu yang

mereka tidak punya, yaitu spirit untuk stick together. Di Indonesia semua musisi

berkomunikasi, berkumpul dan bersilaturahmi dengan sehat, baik anak metal maupun

new wave, indie pop dengan hardcore, mereka semua tetap mempunyai hubungan

baik. Bahkan ada event yang bernama SGM atau sintinggilamiring di mana band

besar atau kecil dengan berbagai aliran dapat tampil di satu panggung. Di luar negeri

kekerabatan seperti ini jarang ditemui, bahkan band dengan aliran yang sama pun

belum tentu kenal.