Manajemen Bencana File

156
UNIVERSITAS INDONESIA UPAYA PEMERINTAH KOTA PADANG UNTUK MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI (Suatu Studi Manajemen Bencana) TESIS ZIKRI ALHADI 0806441926 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PASCASARJANA ILMU ADMINISTRASI KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK JAKARTA 2011 Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Transcript of Manajemen Bencana File

Page 1: Manajemen Bencana File

UNIVERSITAS INDONESIA

UPAYA PEMERINTAH KOTA PADANG UNTUK MENINGKATKAN

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN

BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI

(Suatu Studi Manajemen Bencana)

TESIS

ZIKRI ALHADI

0806441926

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PASCASARJANA ILMU ADMINISTRASI

KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

JAKARTA

2011

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Administrator
Note
Silakan klik bookmarks untuk melihat atau link ke hlm
Page 2: Manajemen Bencana File

UNIVERSITAS INDONESIA

UPAYA PEMERINTAH KOTA PADANG UNTUK

MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT

DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA

GEMPA DAN TSUNAMI

(Suatu Studi Manajemen Bencana)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Administrasi (M.A.)

ZIKRI ALHADI

0806441926

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PASCASARJANA ILMU ADMINISTRASI

KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

JAKARTA

2011

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 3: Manajemen Bencana File

 

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Zikri Alhadi

NPM : 0806441926

Tanda Tangan :

Tanggal : 15 Juni 2010

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 4: Manajemen Bencana File

 

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh

Nama : Zikri Alhadi

NPM : 0806441926

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Publik

Judul Tesis : Upaya Pemerintah Kota Padang Untuk

Meningkatkan Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam

Menghadapi Ancaman Bencana Gempa dan

Tsunami (Suatu Studi Manajemen Bencana)

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan

yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Administrasi pada Program Studi

Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang : Drs. Kusnar Budi, M.Buss ( )

Pembimbing : Prof. Dr. Azhar Kasim, MPA ( )

Penguji : Dr. Roy Valiant Salomo, M.soc.sc ( )

Sekretaris Sidang : Dra. Lina Miftahul Jannah, M.Si ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 15 Juni 2011

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 5: Manajemen Bencana File

 

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Zikri Alhadi

NPM : 0806441926

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Publik

Departemen : Ilmu Administrasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui, untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonesklusif (Non – exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

UPAYA PEMERINTAH KOTA PADANG UNTUK MENINGKATKAN

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN

BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Jakarta

Pada Tanggal: 15 Juni 2011

Yang menyatakan

Zikri Alhadi

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 6: Manajemen Bencana File

 

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS ILMU – ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM PASCASARJANA

KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS

Nama : Zikri Alhadi

NPM : 0806441926

Judul : Upaya Pemerintah Kota Padang Untuk Meningkatkan

Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi

Ancaman Bencana Gempa dan Tsunami

(Suatu Studi Manajemen Bencana)

Pembimbing Tesis

Prof. Dr. Azhar Kasim, MPA

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 7: Manajemen Bencana File

 

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa terucap kepada Allah SWT, atas

limpahan rahmat dan karunia Nya dan shalawat serta salam kepada Baginda

Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke dalam zaman yang terang

benderang ini. Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai gelar Magister Administrasi (M.A.) pada Program Pascasarjana

Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Indonesia. Saya menyadari, bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, dari awal

masa perkuliahan hingga sampai akhir penulisan tesis ini, saya tidak akan dapat

menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, izinkan saya

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Azhar Kasim, MPA, selaku Pembimbing yang dalam

kesibukannya telah bersedia membimbing dan memberikan arahan serta

saran untuk penyelesaian tesis ini

2. Dr. Roy Valiant Salomo M.Soc.Sc, selaku Ketua Departemen Ilmu

Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

3. Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag. Rer. Pub, selaku Ketua Program Pascasarjana

Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia

4. Lina Miftahul Jannah, S.Sos, M.Si, selaku Sekretaris Program

Pascasarjana Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Indonesia

5. Seluruh Dosen serta staf sekretariat Program Pascasarjana Ilmu

Administrasi FISIP Universitas Indonesia, atas segenap pengetahuan,

arahan, bimbimgan serta bantuan selama penulis menjadi mahasiswa di

Universitas Indonesia

6. Drs. Dedi Henidal, MM, selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Kota Padang yang telah memberikan izin untuk penelitian ini

7. Patra Rina Dewi, SSi, M.Sc, selaku Direktur Eksekutif Komunitas Siaga

Tsunami yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan wawancara

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 8: Manajemen Bencana File

 

8. Ir. Revanche Jefrizal, selaku Staf Ahli PRB UNDP yang telah banyak

meluangkan waktu untuk diskusi tentang strategi pengurangan resiko

bencana

9. Silvia Eliza, ST, selaku Direktur Administrasi dan Keuangan KOGAMI

yang telah memberikan bantuan atas perizinan penelitian ini

10. Drs. Afrinaldi, selaku Kabid Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang yang telah

meluangkan waktunya untuk diwawancara

11. Hengky Mayones, SSi, selaku Staf Ahli BPBD Kota Padang yang teleh

memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan wawancara

12. Irsyadul, Amd,, selaku Manejer Advokasi KOGAMI yang telah banyak

membantu penulis dengan diskusi tentang kesiapsiagaan dan dalam

pencarian data – data.

13. Masudi, Amd, selaku Manejer SDM KOGAMI yang telah meluangkan

waktunya untuk berdiskusi dengan penulis.

14. Teman – teman staf dan relawan di KOGAMI yang telah banyak

memberikan bantuan untuk menyelesaikan penelitian ini.

15. Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah banyak memberikan dukungan

moril maupun materil sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.

16. Saudara – saudaraku yang telah banyak memberikan bantuan atas

penyelesaian penelitian ini,.

17. Rekan-rekan di Program Pascasarjana Ilmu Administrasi FISIP

Universitas Indonesia, atas bantuan, dukungan serta kebersamaan selama

menempuh pendidikan.

Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan moril ataupun materil, penulis ucapkan terima

kasih.

Jakarta, 15 Juni 2011

Zikri Alhadi

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 9: Manajemen Bencana File

 

ABSTRAK

Nama : Zikri Alhadi

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Publik

Judul : Upaya Pemerintah Kota Padang Untuk Meningkatkan

Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi

Ancaman Bencana Gempa dan Tsunami

(Suatu Studi Manajemen Bencana)

Tesis ini membahas tentang upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan

tsunami. Penelitian ini berfokus pada tahap pencegahan yang terkait dengan

peningkatan kesiapsiagaan sebagai bagian dari siklus manajemen

bencana.Pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan kualitatif dengan

jenis penelitian deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa upaya Pemerintah Kota

Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi

ancaman bencana gempa dan tsunami secara umum belum mencapai hasil yang

diinginkan. Ini dibuktikan dengan sikap Pemerintah Kota Padang yang lebih

mengutamakan penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat, edukasi

kesiapsiagaan yang belum merata, kerentanan bangunan terhadap gempa dan

tsunami yang masih tinggi, jalur dan lokasi evakuasi yang belum tersedia dan

mencukupi serta sistem peringatan dini yang masih butuh perbaikan. Untuk itu

Pemerintah Kota Padang perlu mengubah paradigma dalam penanggulangan

bencana dengan lebih memperhatikan tahap pencegahan (pra – bencana) berupa

kesiapsiagaan sebagai upaya untuk mengurangi resiko bencana gempa dan

tsunami jika terjadi

Kata kunci: Manajemen Bencana, Kesiapsiagaan, Pengurangan Resiko Bencana

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 10: Manajemen Bencana File

 

ABSTRACK

Name : Zikri Alhadi

Study Program : Public Administration Science

Tittle : Padang City Government Efforts to Raise

Public Awareness in Facing Potential Earthquake

and Tsunami (A Case Study ini Disaster Management)

This research discusses about the efforts of Padang City Government to raise

public awareness in facing potential earthquake and tsunami. This research

focuses on pre – disaster stage by raising preparedness as a part of disaster

management. This descriptive research uses qualitative method.

Based on the result, it is concluded that Padang City Government efforts to raise

public awareness in facing potential earthquake and tsunami have not yet achieved

the target. This can be inferred from the goverment’s disaster management

priority in the post-disaster emergency response, the uneven disaster preparedness

education, the poor building construction, the absence of sufficient evacuation

lines and centers as well as the need to maintain the early warning system. It is

recommended that the Padang City Government change its perspective in disaster

management by prioritizing in pre-disaster preparedness as an effort to reduce the

risk of potential earthquake and tsunami.

Keyword: Disaster Management, Preparedness, Disaster Risk Reduction

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 11: Manajemen Bencana File

 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... ii

TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS ...................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... vii

ABSTRAK .................................................................................................. viii

ABSTRACT .................................................................................................. ix

DAFTAR ISI .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 13

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 13

1.4 Signifikansi Penelitian ................................................................. 13

1.4 Batasan Penelitian ........................................................................ 14

1.5 Sistematika Penulisan .................................................................. 14

II.TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 17

2.1 Manajemen Bencana .................................................................... 17

2.2 Tujuan Manajemen Bencana ........................................................ 18

2.3 Model Manajemen Bencana ......................................................... 19

2.4 Tahapan Manajemen Bencana ..................................................... 20

2.5 Paradigma Penanggulangan Bencana .......................................... 23

2.6 Kesiapsiagaan ............................................................................... 26

2.7 Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................... 30

2.8 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 34

III. METODE PENELITIAN ................................................................... 37

3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................. 37

3.2 Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 38

3.3 Tempat Penelitian......................................................................... 39

3.4 Informan Penelitian ...................................................................... 40

3.5 Teknik Analisis Data .................................................................... 41

IV.HASIL PENELITIAN .......................................................................... 40

4.1 Geologi Kebencanaan ................................................................... 42

4.2 Kerentanan Kota Padang Terhadap Bencana ................................ 43

4.8.1 Kerentanan Terhadap Bencana Gempa dan Tsunami .......... 43

4.8.2 Kerentanan Terhadap Bencana Longsor .............................. 45

4.8.3 Kerentanan Terhadap Bencana Banjir ................................. 46

4.8.4 Kerentanan Terhadap Abrasi Pantai..................................... 48

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 12: Manajemen Bencana File

 

4.8.5 Kerentanan Terhadap Bencana Rob ..................................... 50

4.3 Sistem Peringatan Dini Tsunami Di Kota Padang ........................ 50

4.4 Perilaku Pemerintah ...................................................................... 56

4.5 Kerentanan Bangunan .................................................................... 68

4.6 Edukasi Kesiapsiagaan ................................................................... 76

4.6 Ketersedian Jalur Evakuasi ............................................................ 91

4.8 Ketersediaan Lokasi Evakuasi ....................................................... 99

4.9 Sistem Peringatan Dini ................................................................. 108

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 113

6.1 Kesimpulan ................................................................................ 113

6.2 Saran ........................................................................................... 114

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 115

LAMPIRAN ............................................................................................... 119

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 13: Manajemen Bencana File

 

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Korban Jiwa Akibat Gempa 30 September

di Kota Padang .......................................................................... 6

Tabel 2.1 Tahapan Manajemen Bencana ................................................ 22

Tabel 2.2 Pergeseran Pandangan Penanganan Bencana ......................... 25

Tabel 2.3 Dimensi Kesiapsiagaan ........................................................... 28

Tabel 4.1 Sebaran Spasial Tingkat Bahaya Longsor di Kota Padang ..... 46

Tabel 4.2 Sebaran Spasial Tingkat Bahaya Banjir Kota Padang ............ 48

Tabel 4.3 Tinggi Daerah menurut Kecamatan dari Permukaan Laut...... 50

Tabel 4.4 Data Kerusakan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial

Kota Padang Pasca Gempa 30 September 2009 ..................... 69

Tabel 4.5 Tempat –Tempat Evakuasi Yang Telah Diidentifikasi ........... 92

Tabel 4.6 Rencana Jalur Evakuasi di Kota Padang ................................. 95

Tabel 4.7 Lokasi Evakuasi Vertikal di Kota Padang ............................ 100

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 14: Manajemen Bencana File

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Diagram Penyusunan Renstra – RAD PRB Kota Padang .... 10

Gambar 2.1 Siklus Pengelolaan Bencana................................................. 21

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran ................................................. 21

Gambar 4.1 Potensi Tsunami di Kota Padang ......................................... 43

Gambar 4.2 Peta Analisis Struktur Tektonik Blok Mentawai.................. 44

Gambar 4.3 Sebaran Pusat Gempa di Padang dan Sekitarnya ................. 45

Gambar 4.4 Peta Tingkat Bahaya Longsor di Kota Padang..................... 46

Gambar 4.5 Peta Tingkat Bahaya Banjir di Kota Padang ........................ 47

Gambar 4.5 Peta Bahaya Abrasi Pantai di Kota Padang .......................... 49

Gambar 4.7 SOP Peringatan Dini Tsunami di Kota Padang .................... 55

Gambar 4.8 Skema Pendanaan PB di Kota Padang ................................. 61

Gambar 4.9 Materi Edukasi Kesiapsiagaan ............................................. 84

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 15: Manajemen Bencana File

 

DAFTAR FOTO

Foto 4.1 Gedung Plaza Andalas Pasca Gempa 20 September 2009 ... 72

Foto 4.2 Edukasi Kesiapsiagaan di Sekolah ....................................... 85

Foto 4.3 Rambu – Rambu Penunjuk Arah Evakuasi Tsunami............ 91

Foto 4.4 Kondisi Jalur Evakuasi di Gunung Pangilun ........................ 98

Foto 4.5 Gedung SMUN 1 Padang ................................................... 102

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 16: Manajemen Bencana File

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Transkip Wawancara .......................................................... 119

Lampiran 2 TOR KSB Kota Padang ...................................................... 138

Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup ......................................................... 140

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 17: Manajemen Bencana File

 

1 Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Padang termasuk daerah paling berisiko bila diterjang tsunami. Tanpa

peringatan dini dan persiapan evakuasi, diperkirakan 60 persen penduduk dapat

menjadi korban. Kepadatan penduduk Padang saat ini di atas 141.000 jiwa per

kilometer persegi dari total penduduk 900.000 jiwa yang kebanyakan berdomisili

di tepi pantai. Dengan kata lain pemukiman penduduk terfokus disekitar pantai.

Padang dan sekitarnya yang berada pada kerendahan dengan penduduk hampir

satu juta jiwa, bila diterjang oleh gelombang tsunami dengan ketinggian 5- 8

meter akan menelan banyak korban, apalagi di daerah tersebut untuk

penyelamatan diri sangat sulit. Atas dasar di atas dan penelitian para ahli yang

memprediksikan kota Padang sangat rawan dilanda gempa dan tsunami, maka

pemerintah dan elemen masyarakat setempat berusaha menciptakan suatu

mekanisme penanggulangan bencana gempa dan tsunami yang unsur

kesiapsiagaan sebagai instrumen utamanya mengingat kepadatan penduduk yang

tinggi di zona rawan tsunami.

Dari jumlah penduduk dan persentase penduduk yang cukup besar

mendiami daerah pantai barat Sumatera yang rawan tsunami tersebut, dapat

diperkirakan berapa besar korban jiwa yang akan ditimbulkan, apalagi daerah

padang merupakan dataran rendah yang cukup luas. Berdasarkan data yang dirilis

oleh Pemerintah Kota Padang, dataran rendah yang ada di Padang lebih dari 50

persen dari total hampir 700 Km² luas keseluruhan kota Padang Menurut

penelitian yang dilakukan oleh berbagai ahli geologi dari seluruh dunia yang

mengamati tentang masalah gempa dan tsunami meperkirakan bahwa pantai barat

Pulau Sumatera merupakan daerah yang sangat rawan akan gempa yang disusul

oleh tsunami yang akan menghantam pesisir barat pulau tersebut. Hal ini

diperkuat dengan terjadinya gempa dan tsunami di Aceh dan Nias yang memakan

korban ratusan ribu jiwa.

Para ahli gempa dari seluruh dunia secara dini menyatakan bahwa ratusan

ribu jiwa penduduk berada dalam ancaman gempa bumi raksasa dan tsunami pada

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 18: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

2

masa yang akan datang di Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Bukti-

bukti ilmiah secara meyakinkan menunjukkan bahwa peristiwa tersebut di masa

datang sungguh akan terjadi dalam masa dekat ini, yang tentunya tidak dapat

diketahui secara pasti. Mengingat gempa bumi besar yang telah terjadi dengan

siklus pengulangan setiap kisaran periode dua abad dan peristiwa yang terakhir

terjadi pada 172 tahun dan 208 tahun lalu, yaitu gempa bumi besar yang pernah

melanda Kepulauan Mentawai, sisi pantai barat Sumbar dan Bengkulu pada tahun

1797 dan 1833. (Kogami, 2009, p.4).

Bertolak dari pikiran tersebut saat ini pemerintah telah mengeluarkan

suatu upaya yang dinamakan upaya meningkatkan kesiapsiagaan sebagai sub

sistem dari manajemen bencana yang berfokus pada manajemen pra – bencana.

upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang dalam menghadapi

bencana gempa dan tsunami yang bertujuan untuk mengantisapsi secara tepat apa

yang harus dilakukan ketika bencana itu benar-benar akan datang dan dapat

meminimalisir jatuhnya korban. Selama ini kita lebih banyak melakukan kegiatan

pasca bencana berupa tanggap darurat dan rehabilitasi daripada kegiatan sebelum

bencana berupa kesiapsiagaan dan mitigasi menghadapi bencana. Padahal, apabila

kita memiliki sedikit perhatian terhadap kegiatan-kegiatan sebelum bencana, kita

dapat mereduksi potensi bahaya/ kerugian yang mungkin timbul ketika bencana.

Banyak hal yang mesti dilakukan oleh Pemko Padang dan segenap unsur

masyarakat dalam upaya meminimalisir jatuhnya korban jika bencana gempa dan

tsunami itu terjadi. Dan sampai saat ini belum ada satupun alat yang mampu

memprediksikan secara akurat kapan dan dimana akan terjadi gempa bumi dan

tsunami. Upaya penanganan bencana yang mesti dilakukan oleh Pemko Padang

terdiri dari kegiatan pra bencana, kebijakan saat terjadinya bencana, dan tahapan

pasca bencana.

Belajar dari peristiwa gempa bumi yang melanda Provinsi Sumatera Barat,

terutama Kota Padang tanggal 30 September 2009 yang lalu, seyogyanya lah

Pemerintah Kota Padang beserta seluruh elemen – elemen masyarakat berusaha

mempersiapkan diri sedini mungkin agar selalu siap siaga dalam menghadapi

kemungkinan terburuk. Dengan adanya upaya meningkatkan kesiapsiagaan

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 19: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

3

masyarakat dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami di Kota Padang,

diharapkan bisa meminimalisir jatuhnya korban jiwa.

Terbentuknya masyarakat yang siapsiaga dalam menghadapi bencana

merupakan hal penting bagi negara seperti Indonesia. Berdasarkan berbagai

faktor, misalnya letak geografis, Indonesia terletak pada lokasi yang rentan

terhadap berbagai jenis bencana alam, seperti:gempa bumi, tsunami, gunung

meletus, longsor, kekeringan, dan banjir, yang melanda Indonesia hanya dalam

kurun waktu Desember 2004 hingga Juli 2006. Dengan menyandang status

sebagai negara yang rawan bencana, masyarakat Indonesia penting mempelajari

cara hidup di tengah bahaya. Membangun budaya ketahanan masyarakat dalam

menghadapi dan mencegah dampak bencana memerlukan intervensi yang

inovatif, tepat, ekonomis, logis, berorientasi pada manusia dan kebutuhannya.

Dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan diperlukan sebuah visi. Visi

dari pembangunan kesiapsiagaan masyarakat perlu diintegrasikan ke dalam visi

pembangunan bangsa. Seperti yang telah ditunjukkan pada kasus Aceh dan

Jogjakarta, bencana dapat menimbulkan dampak yang serius pada komunitas

sekitar dan bahkan pada negara, baik dalam ruang lingkup struktur sosial maupun

perkembangan ekonomi. Karena bahaya tidak dipandang sebagai prioritas sosial

hingga saat bencana datang melanda, prioritas tersebut ditempatkan pada hal-hal

lain seperti penghidupan dan ekonomi dalam agenda pemerintahan dan

masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan mengintegrasikan risiko-

risiko bahaya ke dalam agenda pembangunan suatu negara berarti negara tersebut

melakukan suatu tindakan yang mengandung nilai strategis. Pembangunan

berkesinambungan harus dilakukan melalui pendekatan-pendekatan tertentu yang

dapat mengurangi terjadinya dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan akibat

bencana pada komunitas dan negaranya. Konferensi Dunia tentang Upaya

Pengurngan Risiko Bencana pada tahun 2005 menghasilkan “Kerangka Aksi

Hyogo” 2005- 2015, dengan tema “Membangun Ketahanan Negara dan

Masyarakat terhadap Bencana” menekankan bahwa berbagai upaya untuk

mengurangi risiko bencana seyogyanya terintegrasi secara sistematis dalam

kebijaksanaan, perencanaan, dan program bagi pembangunan berkesinambungan

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 20: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

4

dan pengurangan kemiskinan. Konferensi tersebut mengadopsi 5 (lima) prioritas

tindakan sebagai berikut:

1. Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana ditempatkan sebagai

prioritas nasional dan lokal dengan dasar institusional yang kuat dalam

pelaksanaannya.

2. Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memonitor risiko-risiko bencana

dan meningkatkan pemanfaatan peringatan dini.

3. Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun

suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan.

4. Mengurangi faktor-faktor risiko dasar.

5. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dengan respon yang efektif

pada semua tingkatan. (ISDR, 2005, p.2).

Untuk membangun ketahanan dalam menghadapi bencana perlu

manajemen bencana yang komprehensif, terutama pada kegiatan pra bencana

berupa peningkatan kesiapsiagaan. Berbagai kegiatan pra-bencana dalam upaya

meningkatkan kesiapsiagaan Kota Padang dalam menghadapi bencana gempa dan

tsunami juga giat dilakukan. Sepeti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa

kegiatan pra-bencana atau sebelum bencana terjadi harus lebih diutamakan dari

kegiatan pasca-bencana. Hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko dari dampak

bencana tersebut. Kegiatan-kegiatan pra-bencana khususnya peningkatan

kesiapsiagaan yang telah dilakukan Kota Padang diantaranya adalah, memperkuat

organisasi penanganan bencana, edukasi dan pelatihan penyelamatan diri, simulasi

evakuasi, memperlengkap dan memperbaiki sarana dan prasarana untuk

penyelamatan.

Selain itu saat ini sedang Kota Padang juga melaksanakan kegiatan

edukasi ke sekolah untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat sekolah dalam

menghadapi bencana secara intens. Maksud edukasi ke sekolah ini lebih kepada

menciptakan kesadaran terhadap kesiapsiagaan bencana semenjak dini. Dengan

adanya program ini anak-anak usia sekolah sebagai generasi penerus mempunyai

pegangan yang cukup untuk menyiapkan dirinya menghadapi bencana gempa dan

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 21: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

5

tsunami sehingga dampak dari bencana tersebut terhadap mereka bisa dikurangi

atau direduksi.

Dilihat dari fakta di atas memang banyak yang dilakukan dan sedang

direncanakan oleh Kota Padang bekerjasama dengan elemen-elemen Kota Padang

lainnya dalam upaya penanganan bencana gempa dan tsunami sehingga upaya –

upaya tersebut cukup membawa dampak positif dalam meningkatkan

kesiapsiagaan Kota Padang dalam menghadapi bencana tersebut. Namun tentu

saja semuanya belum cukup, dan mesti perbaikan dan pembenahan lebih lanjut.

Hal ini bisa dilihat dari fakta, bahwa pada gempa besar tanggal 30 September

2009 yang lalu masih banyak jatuh korban. Seperti yang kita ketahui, bencana

gempa bumi kembali melanda Provinsi Sumatera Barat yang mengakibatkan

ribuan jiwa menjadi korban dan ribuan rumah, fasilitas umum serta infrastruktur

rusak. Kepanikan melanda dimana – mana membuat keadaan menjadi kacau –

balau karena pada umumnya masyarakat yang tidak tahu harus berbuat apa,

disebabkan minimnya pengetahuan kebencanaan yang mereka miliki.

Hal seperti inilah yang banyak terlihat ketika gempa bumi melanda

Sumatera Barat, khususnya Kota Padang pada 30 September 2009 yang lalu.

Gempa bumi yang tergolong besar ini memakan banyak korban jiwa dan materi

dan ratusan ribu orang mengungsi ke tempat yang aman. Data final jumlah korban

meninggal di Sumatera Barat adalah sebanyak 1.195 orang. Data korban lainnya

adalah luka berat 619 orang dan luka ringan 1.179. sementara data kerugian

materi tercatat 114.797 rumah penduduk rusak berat, 676.198 rusak sedang, dan

67.828 rusak ringan . Kerusakan sarana fasilitas umum, tercatat jumlah kerusakan

sebanyak 2.163 ruang pendidikan, 51 unit fasilitas kesehatan, 1.001 rumah ibadah,

21 unit jembatan, 178 unit ruas jalan, dan 130 irigasi rusak berat. Sedangkan di

Kota Padang sendiri jumlah jiwa akibat gempa besar 2009 yang lalu, dilihat dari

tabel di bawah ini:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 22: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

6

Tabel 1.1: Jumlah korban jiwa akibat gempa 30 September 2009 di Kota Padang

No Kecamatan

Korban Jiwa

Hilang Mening

gal

Luka

Berat

Luka

Ringan Mengungsi

1 Lubuk Kilangan 0 3 1 1 0

2 Koto Tangah 1 20 3 30 0

3 Kuranji 0 6 9 7 0

4 Padang Barat 0 128 90 228 0

5 Padang Utara 0 13 2 0 0

6 Padang Selatan 0 20 2 12 0

7 Padang Timur 0 68 39 82 0

8 Nanggalo 0 17 10 28 0

9 Lubuk Begalung 3 31 24 29 0

10 Pauh 0 4 1 1 0

11 Bungus Teluk

Kabung 0 6 0 7 0

Jumlah 4 316 181 425 0

Sumber: Press Realese Pemko Padang, www.padang.go.id

Banyak korban yang berjatuhan ditenggarai karena kurangnya persiapan

untuk menghadapi kondisi terburuk dalam menghadapi bencana, terutama

bencana gempa, apalagi yang berpotensi tsunami. Contohnya berdesak – desakan

turun dari sebuah gedung yang tinggi, tentu merupakan hal yang membahayakan

saat terjadinya gempa besar yang bisa membuat struktur bangunan ambruk

seketika. Belum lagi dalam menghadapi bahaya tsunami yang kemungkinan bisa

menerjang ketika gempa besar terjadi. Pemandangan umum yang terjadi adalah

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 23: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

7

banyak masyarakat yang panik dan bingung mau berlari ke arah mana dan dengan

menggunakan moda transportasi yang sesuai.

Selain itu menurut pengamatan awal peneliti, jalur dan lokasi evakuasi

belum siap untuk menampung masyarakat yang mengungsi. Dari sedikit dan

sempitnya jalur evakuasi yang akan dilewati banyak orang dalam waktu yang

bersamaan, seperti yang terlihat waktu gempa besar tahun 2009 dimana jalanan

menjadi macet dan sangat padat sampai lokasi evakuasi yang tidak cukup untuk

menampung para pengungsi yang ingin menyelamatkan diri. Apalagi gedung –

gedung yang selama ini di proyeksikan sebagai tempat evakuasi, banyak yang

runtuh dan rusak parah, seperti Hotel Bumi Minang, Hotel Ambacang, Plaza

Andalas, Basko Mall dan berbagai gedung yang telah diindentifikasi sebagai

gedung yang aman tempat pengungsian sementara. Banyaknya gedung yang tidak

layak untuk dijadikan sebagai tempat evakuasi tentu menjadi persoalan tersendiri

bagi penduduk Kota Padang yang cukup padat terutama pada zona rawan tsunami.

Pelatihan kebencanaan yang dilakukan belum bisa meminimalisir jatuhnya

korban jiwa karena sarana dan prasarana untuk penyelamatan diri masih

amburadul. Banyaknya gedung yang runtuh pasca gempa 30 September 2009

terutama yang telah disiapkan untuk menjadi tempat evakuasi menjadi persoalan

yang harus segera di carikan solusinya. Masalah kekokohan bangunan kembali

mengemuka, terkait dengan perizinan dan pengawasan terhadap bangunan yang

akan didirikan yang dilakukan instansi terkait harus segera dibenahi. Beberapa

gedung yang telah di data pasca gempa Tahun 2009 yang lalu telah runtuh atau

mengalami kerusakan yang sangat parah. Hotel Ambacang contohnya, 200 orang

tertimbun di dalam reruntuhan gedung yang hancur karena gempa, karena tidak

sempat menyelamatkan diri. (padangtoday.com, 2009, p. 3).

Selain itu jalur evakuasi yang telah dipersiapkan oleh Pemko Padang saat

ini masih belum siap untuk menampung mobilitas warga yang ingin

menyelamatkan diri dari zona rawan tsunami ke zona aman tsunami. Pengalaman

gempa tahun 2007, 2008 dan 2009 membuktikan hal tersebut. Tentu hal ini sangat

berbahaya jika tsunami benar – benar terjadi, karena nyaris jalanan macet total.

Kemacetan terjadi di jalur – jalur evakuasi seperti di Jl. Jhoni Anwar, Jl. Raya

Andalas, Simpang Tabing arah By – Pass. (www.singgalang.co.id, 2010, p. 2).

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 24: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

8

Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan oleh Pemerintah Kota Padang dan

elemen masyarakat lainnya sebagai stakeholders di Kota Padang terutama dalam

bidang manajemen bencana khususnya peningkatan kesiapsiagaan. Peneliti sendiri

mengindentifikasi stakeholders Kota Padang terdiri dari: individu dan rumah

tangga, Pemerintah Kota Padang, komunitas sekolah, kelembagaan masyarakat

dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Untuk itu, semua pihak perlu

berdiskusi dan bersepakat untuk menciptakan metode meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang dalam menghadapi bencana gempa dan

tsunami dengan memperhatikan seluruh unsur baik pengetahuan dan sikap

kebencanaan dan menciptakan rencana untuk keadaan darurat agar jatuhnya

korban jiwa bisa diminimalisir jika bencana gempa dan tsunami terjadi di Kota

Padang. Gempa yang terjadi tahun 2005, 2007, dan yang paling akhir adalah

gempa besar yang meluluhlantakkan Kota Padang pada tahun 2009 lalu, telah

membuat berbagai lapisan masyarakat Kota Padang sadar bahwa mereka harus

hidup dalam kondisi rawan bencana, terutama bencana gempa dan tsunami.

Untuk itu Pemerintah Kota Padang beserta instansi – instansi lainnya

seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) giat melakukan berbagai kegiatan

pengurangan resiko bencana dalam bentuk kesiapsiagaan masyarakat.

Pengurangan resiko bencana bisa berupa edukasi masyarakat dan sekolah serta

pembenahan jalur – jalur evakuasi. Pembenahan sistem peringatan dini juga tidak

luput dilakukan agar makin cepat tanggap jika bencana terjadi sehingga bisa

meminimalisir jatuhnya korban jiwa.

Kesiapsiagaan Kota Padang dalam menghadapi bencana gempa dan

tsunami, tentu tidak timbul begitu saja karena tentu ada faktor – faktor yang

mempengaruhi tingkat kesiapsiagaan tersebut. Faktor – faktor yang

mempengaruhi ini bisa berupa faktor fisik seperti kondisi infrastruktur Kota

Padang maupun non fisik seperti tingkat pemahaman seluruh stake holders di

Kota Padang terhadap pentingnya kesiapsiagaan sebagai bagian dari pengurangan

resiko bencana gempa dan tsunami, baik dari pemerintah maupun masyarakatnya.

Peristiwa gempa bumi pada 30 September 2009, menjadi salah satu

momentum yang mampu untuk mengevaluasi upaya penanggulangan bencana

yang dilakukan oleh Kota Padang. Evaluasi tersebut meliputi hampir pada setiap

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 25: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

9

sektor, mulai dari penyusunan dan penetapan regulasi, penguatan kelembagaan,

penyelenggaraan tanggap darurat, peningkatan sarana dan prasarana hingga proses

sosialisasi kepada masyarakat. Banyaknya korban harta benda dan jiwa menjadi

salah satu indikator yang menggambarkan masih banyaknya perbaikan terhadap

sistem dan mekanisme penanggulangan bencana di tingkat pemerintah, khususnya

pada tahap mitigasi dan kesiapsiagaan yang didasarkan pada kearifan lokal dan

kapasitas lokal. Selain itu diperlukan juga upaya pemerataan penyebaran

informasi tentang bencana yang cepat dan tepat dengan memanfaatkan alat

pendukung yang aplikatif.

Berbagai upaya Pemko Padang telah dilakukan oleh Pemko Padang dalam

mensistematiskan pelaksanaan praktik pengurangan risiko bencana dengan

meningkatkan kesiapsiagaan, baik untuk pada pemerintahan, masyarakat dan

sekolah dengan mem-berdayakan seluruh stakeholders yang ada. Dan kebijakan

ini diwujudkan melalui konsep Pengurangan Resiko Bencana. Pemko Padang

menginisiasi pembentukan organisasi atau institusi yang menjamin

terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,

terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada

masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Hal ini berdasarkan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008. Pada level

pemerintah di kota Padang dibentuk lembaga yang disebut Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Lembaga ini merupakan badan pemerintah daerah yang bertugas dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap sebelum bencana (Pra-

Bencana), saat bencana (Tanggap Darurat) dan pasca bencana (Masa Pemulihan).

BPBD berfungsi untuk mengkoordinasikan penyusunan rencana penanggulangan

bencana daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun

dan ditinjau secara berkala sekali dalam 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila

terjadi bencana. Penyusunan rencana penanggulangan bencana disusun

berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh kepala Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB).

Dalam implementasi pengurangan resiko bencana dalam sistem

pemerintah ditekankan pada Rencana Strategis – Rencana Aksi Daerah untuk

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 26: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

10

Pengurangan Risiko Bencana Kota Padang (RENSTRA - RAD PRB),

kesiapsiagaan dan ketersediaan sumber daya manusia serta ketersediaan anggaran

pada masa tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana. Penyusunan RENSTRA

- RAD PRB Kota Padang yang dilakukan secara partisipatif melibatkan institusi

terkait Penanggulangan Bencana bertujuan untuk meminimalisir risiko bencana

dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya penanggulangan bencana dan

merevitalisasi institusi yang menangani penanggulangan bencana. Salah satu cara

untuk mengurangi resiko bencana adalah meningkatkan kesiapsiagaan.

Penyusunan RENSTRA - RAD PRB Kota Padang melalui beberapa tahap

sebagaimana terlihat pada Gambar 5.1

Gambar 1.1 Diagram Penyusunan Renstra-RAD PRB Kota Padang

Sumber: BPBD Kota Padang

Dalam rancangan renstra RAD ini, kesiapsiagaan dalam menghadapi

ancaman bencana adalah satu hal yang penting untuk dibangun sistem pemerintah.

Indikator telah adanya kesiapsiagaan yang terbangun apabila adanya pengetahuan

yang memadai tentang bencana dan penanggulangannya, adanya rencana

evakuasi, adanya sistem peringatan dini, tersedianya sumberdaya yang dapat

dimobilisasi saat terjadi bencana dan adanya kebijakan institusi dalam

pengurangan risiko bencana.

Upaya meningkatkan kesiapsiagaan dapat dilakukan melalui peningkatan

ketahanan komunitas. Konsep peningkatan ketahanan komunitas adalah dengan

menurunkan kerentanan dan meningkatkan kapasitas komunitas. Peningkatan

Kapasitas Komunitas dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 27: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

11

ketrampilan komunitas dalam mewujudkan manajemen pengurangan risiko

bencana yang tepat dan baik serta penyediaan fasilitas pendukung.

Membangun sistem penanggulangan bencana berbasis masyarakat adalah

upaya untuk pengurangan risiko bencana di tingkat masyarakat. Hal ini menjadi

penting karena keterbatasan pemerintah dan lembaga penanggulangan bencana

dalam memberikan bantuan pada saat terjadi bencana. Selain itu sistem ini

bertujuan untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki masyarakat sehingga

mampu membantu diri, keluarga dan komunitasnya pada saat terjadi bencana.

Pembangunan sistem di masyarakat diawali dengan pemetaan ancaman bencana

dan analisis risiko bencana di komunitas. Berdasarkan analisis inilah dibangun

kapasitas dan kelembagaan penanggulangan bencana komunitas. Kelompok

Penanggulangan Bencana (KPB) komunitas ini dibentuk secara partisipatif yang

anggotanya semua unsur yang terdapat dalam komunitas.

Pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP) di tingkat komunitas juga

disusun untuk pengaturan peran dan fungsi unsur komunitas pada saat terjadi

bencana. Hal ini juga dilengkapi dengan Rencana Aksi Komunitas untuk

Pengurangan Risiko Bencana. Indikator telah terbangunnya kesiapsiagaan

komunitas dalam menghadapi ancaman bencana adalah : Pertama, adanya rencana

aksi pengurangan risiko bencana ditingkat komunitas dan keluarga, Kedua,

tersedianya sumber daya manusia yang memiliki kapasitas dalam penanganan

darurat (Tim Reaksi Cepat/ TRC) di komunitas, Ketiga, tersedianya jalur evakuasi

dan tempat relokasi komunitas.

Sementara itu, implementasi sistem pengurangan risiko bencana di sekolah

ditekankan dalam dua aspek. Pertama, pembuatan sistem kelembagaan di sekolah

yang anggotanya merupakan unsur yang terdapat di sekolah. Kelembagaan ini

diberikan peningkatan kapasitas melalui pelatihan, uji coba dan pembuatan

standar operasional prosedur. Kelembagaan ini disebut Kelompok Siaga Bencana

Sekolah (KSBS). Kedua, Peningkatan pengetahuan siswa tentang kebencanaan

dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan disekolah melalui kurikulum muatan

lokal Siaga Bencana. Kurikulum ini sedang diujicoba di 12 sekolah di Kota

Padang.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 28: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

12

Pembuatan kurikulum Siaga Bencana juga berdasarkan pada standar

Hyogo Framework for Action (HFA) dengan tujuan untuk mensistimatiskan

praktik-praktik Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di tingkat sekolah, sehingga

dapat terlaksana secara terencana dan terukur. Proses Pembuatan Standar

Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dibuat oleh unsur pemerintahan,

tim ahli kurikulum, guru, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait dalam

penangulangan bencana.

Untuk itu, Pemerintah Kota Padang telah menjalin kerjasama yang baik

dalam usaha kesiapsiagaan bencana dengan Yayasan Komunitas Siaga Tsunami

Kerjasama ini dapat dilihat dari beberapa kegiatan terkait penanggulangan

bencana dan telah menginisiasi pembentukan berbagai Jejaring Siaga Bencana di

Kota Padang. Komunitas Siaga Tsunami sebelumnya telah berupaya mendukung

pemerintah Kota Padang dalam penyusunan dokumen RENSTRA-PB dan RAD-

PRB Kota Padang.

Hasil RENSTRA-PB dan RAD-PRB Kota Padang tahun 2008-2012 antara

lain menformulasikan visi “Padang Siaga Bencana” yang perlu ditindaklanjuti

melalui 3 misi utama untuk mencapainya. Namun setelah tiga tahun berjalan,

diperkuat dengan peristiwa gempa 30 september 2009 akan menjadi momentum

yang tepat untuk mengevaluasi sistem yang telah dibuat dan direncanakan oleh

pemerintah sebelumnya. Hal ini diharapkan dapat menjadi upaya yang lebih baik

dan sesuai dengan kondisi dan pengalaman yang telah dialami.

Kebijakan dalam penanggulangan bencana yang berfokus pada

kesiapsiagaan terlihat dari penelusuran beberapa dokumen yang mengindikasikan

ada keseriusan Pemko Padang. Ini bisa dilihat dalam dokumen RAD PB. yang

bermaterikan bagaimana komitmen Pemko Padang dalam mengurangi dampak

dari resiko bencana gempa dan tsunami jika terjadi. Dalam upaya mewujudkan

komitmen tersebut seperti yang dimuat dalam RAD PB Kota Padang yang disusun

dengan mempertimbangkan isu utama yang teridentifikasi dalam proses

Penanggulangan Bencana di Kota Padang. Kegiatan tersebut disesuaikan dengan

kemampuan pemerintah Kota Padang dalam melaksanakan upaya

penanggulangan bencana.

Pada penelitian ini penulis akan lebih menitikberatkan pada upaya

Pemerintah Kota Padang untuk menciptakan kesiapsiagaan masyarakat dalam

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 29: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

13

menghadapi bencana gempa dan tsunami, sesuai Undang – Undang No 24 Tahun

2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 34 sampai pasal 47 yang memuat

tentang pentingya penanganan bencana yang dimulai dengan kebijakan pra

bencana. Kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa

pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan

penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana

(disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan

perumusan kebijakan - kebijakan penanggulangan bencana (disaster management

policies). Dan penelitian ini dilakukan agar mendeskripsikan bagaimana upaya

peningkatan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang dalam menghadapi bencana

gempa dan tsunami, serta menganalisis faktor – faktor yang digunakan untuk

menjelaskan manajemen pra bencana khususnya peningkatan kesiapsiagaan

masyarakat serta menjembatani dengan kondisi faktual yang terjadi terkait dengan

bencana gempa yang begitu sering terjadi di Kota Padang dan masih terus

mengancam hingga saat ini.

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan

tsunami

1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami

1.3.2 Signifikansi Penelitian

1. Untuk menambah wawasan pengetahuan penulis baik secara teoritis maupun

praktis, khususnya mengenai manajemen bencana

2. Untuk menambah wawasan mengenai upaya Pemerintah Kota Padang untuk

meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan

tsunami

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 30: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

14

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan dapat

memberikan sumbangan pemikiran dan informasi yang bermanfaat dalam

bidang studi manajemen bencana terutama pada tahap kesiapsiagaan dalam

menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami.

1.4 Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini tentu diperlukan batasan agar penelitian tetap terarah.

Untuk itu penulis akan coba membatasi penelitian pada manajemen pra bencana

khususnya upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan

dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami

1.5 Sistematika Penelitian

Dalam penelitian tesis ini diperlukan adanya suatu urian mengenai

susunan dari penelitian yang di buat agar pembahasan teratur dan terarah pada

permasalahan yang sedang di bahas. Untuk itu tesis ini akan di bagi dalam 5 bab,

yaitu sebagai berikut

1. Bab I Pendahuluan, dalam bab ini akan diuraikan hal- hal yang melatar

belakangi masalah yang akan dibahas.selain itu juga diuraikan pokok

permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, serta diakhiri dengan

sistematika penulisan.

2. Bab II Tinjauan Pustaka, dalam bab ini penulis mencoba mengemukakan

tentang teori – teori yang berkaitan dengan upaya peningkatan

kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang dalam menghadapi bencana gempa

dan tsunami.

3. Bab III, Metode Penelitian yang terdiri dari Model Penelitian, Teknik

Pengumpulan Data, Tempat Penelitian, Teknik Penentuan Informan dan

Metode Analisis Data.

4. Bab IV berisikan hasil penelitian dan analisa. Pada bab ini penulis

memulai untuk medeskripsikan bagaimana upaya Pemerintah Kota Padang

untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadai ancaman

bencana gempa dan tsunami.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 31: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

15

5. Bab V, Penutup yaitu bab yang mengakhiri dari semua uraian serta analisa

yang dilakukan oleh penulis berupa kesimpulan dan saran dari hasil

penelitian

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 32: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Manajemen Bencana

Studi mengenai manajemen bencana muncul untuk memecahkan

masalah kebencanaan yang akhir – akhir ini makin sering menjadi ancaman

keberlangsungan suatu kehidupan. Bencana yang ditimbulkan oleh alam atau

karena ulah manusia perlu segera diupayakan penanggulangan dan

penanganannya secara cepat, tepat, terpadu, dan terkoordinasi melalui kegiatan

pencegahan, penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Menurut Rahmat,

manajemen bencana merupakan “seluruh kegiatan yang meliputi aspek

perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi

bencana.” (Purnomo, 2010, p. 93). Di sisi lain, Carter dalam menjelaskan

“pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu terapan (aplikatif) yang mencari, dengan

mengobservasi sistematis dan analisis bencana untuk meningkatkan tindakan –

tindakan (measures) terkait dengan preventif (pencegahan), mitigasi

(pengurangan), persiapan, respon darurat, dan pemulihan. (Purnomo, 2010, p 93).

Khan (2008) menjelaskan secara komprehensif defenisi dari

manajemen bencana sebagai “sum total of all activities, programmes and

measures which can be taken up before, during and after a disaster with the

purpose to avoid a disaster, reduce its impact or recover from its losses.” (p. 46).

Untuk mencari solusi atas persoalan bencana yang merupakan masalah publik,

maka dibutuhkan manajemen bencana agar dampak buruk dari bencana bisa

direduksi. Manajamen bencana seperti yang di jelaskan Asia Disaster

Prepereadness Center (2004), yaitu: “Disaster management includes

administrative decisions and operational activities that involve prevention,

mitigation, preparedness, response, recovery, and rehabilitation. (p. 1-2).

Sedangkan menurut Sadisun (2004), manajemen bencana merupakan suatu

kegiatan yang terpadu, dinamis dan berkelanjutan, yang dilaksanakan semenjak

sebelum kejadian bencana, pada saat atau sesaat setelah bencana hingga pasca

bencana .(p. 2). Dengan demikian manajemen bencana berarti keterpaduan antara

seluruh tahapan bencana dari pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana.

16 Universitas Indonesia

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 33: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

17

Sementara itu University of Wisconsin mendefinisikan manajemen bencana

sebagai: "the range of activities designed to maintain control over disaster and

emergency situation and to provide a framework for helping at-risk persons to

avoid or recover from the impact of disaster. Disaster management deals with

situation that occurs prior to, during, and after the disaster. (Djohanputro, 2009,

p. 1)

Sementara itu menurut Carter (2008) pengelolaan bencana didefenisikan

sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan

observasi sistematis dan analisis bencana, untuk meningkatkan tindakan –

tindakan (measures) terkait dengan preventif (pencegahan), mitigasi

(pengurangan), persiapan, respons darurat dan pemulihan. Sedangkan pengelolaan

bencana terpadu didefeiniskan sebagai suatu proses yang mempromosikan

koordinasi pengembangan dan pengelolaan bencana dan pengelolaan aspek

lainnya yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam tujuan

mengoptimalkan resultan kepentingan ekonomi dan kesehjateraan sosial,

khususnya dalam kenyamanan dan keamanan terhadap bencana dalam sikap yang

cocok / tepat tanpa mengganggu kestabilan dari ekosistem – ekosistem penting.

Proses ini mengimplementasikan suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang

mencari, dengan observasi sistematis dan analisis bencana, untuk meningkatkan

tindakan- tindakan yang terorganisir terkait dengan pencegah, pengurangan,

persiapan, respons darurat dan pemulihan. (Kodoatie, 2008, p. 48)

2.2 Tujuan Manajemen Bencana

Tujuan manajemen bencana secara sederhana tentu saja meminimalisir

jatuhnya korban jiwa dan harta benda. Banyak pihak yang kurang menyadari

pentingnya mengelola bencana dengan baik. Salah satu faktornya adalah bencana

belum tahu kapan dan dimana pastinya akan terjadi walaupun ancamannya bisa

diperkirakan. Untuk tujuan itulah manajemen bencana diperlukan agar manusia

senantiasa siap jika bencana itu terjadi. Menurut Ramli ada beberapa tujuan

manajemen bencana, diantaranya:

1. Mempersiapkan diri untuk menghadapi semua bencana atau kejadian yang

tidak diinginkan

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 34: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

18

2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu

bencana atau kejadian.

3. Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau organisasi

tentang bencana sehingga terlibat dalam proses penananganan bencana.

4. Melindungi anggota masyarakat dari bahaya atau dampak bencana sehingga

korban dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi. (Ramli, 2010, p. 11).

Sedangkan Djohanpoetro (2009) menjelaskan tujuan dari manajemen

bencana adalah sebagai berikut:

1. Menghindari kerugian pada indiviu, masyarakat, maupun negara

melalui tindakan dini (sebelum bencana terjadi). Tindakan ini

termasuk ke dalam tindakan pencegahan. Oleh karenanya, tindakan

menghindari ini efektif sebelum bencana itu terjadi.

2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat, maupun negara

berupa kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan

lingkungan bila bencana tersebut terjadi. Tujuannya adalah agar bisa

meminimalisasi kerugian akan efektif bila bencana itu telah terjadi.

3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan

masyarakat yang terkena bencana. Ada juga yang menyebut tindakan

ini sebagai pengentasan. Tujuan utamanya adalah untuk membantu

individu dan masyarakat yang terkena bencana supaya bisa bertahan

hidup dengan cara melemaskan penderitaan yang langsung terjadi pada

mereka yang terkena bencana

4. Untuk memperbaiki kondisi sehingga individu dan masyarakat dapat

mengatasi permasalahan akibat bencana. Perbaikan kondisi terutama

diarahkan kepada perbaikan infratruktur seperti jalan, listirk,

penyediaan air bersih, sarana komunkasi, dan sebagainya

5. Untuk mempercepat pemulihan kondisi sehingga individu dan

masyarakat bangkit ke kondisi sebelum bencana, atau bahkan

mengejar ketinggalan dari individu atau masyarakat lain yang tidak

terkena bencana. Perbaikan infrastruktur seperti dijelaskan di atas

tidaklah cukup. Itu hanya mengembalikan ke kondisi semula sehingga

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 35: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

19

aktivitas ekonomi dan sosial berjalan dengan baik sebagaimana

layaknya sebuah wilayah. (p. 4-7)

Sementara Eatkin (2008) menyimpulkan tujuan dari bencana adalah

sebagai berikut:

a. Minimize the loss, pain and damage caused by disasters, within the

larger social context.

b. Minimize the damage caused by disasters, while maintaining the

structures of rights, power and wealth within society, as well as the

institutions that support them. (p. 15).

2.3 Model Manajemen Bencana

Dalam mengatasi persoalan kebencanan, ada beberapa cara yang disebut

sebagai model manajemen bencana. Menurut Makki, terdapat lima model

manajemen bencana yaitu:

1. Disaster management continuum model, Model ini mungkin merupakan

model yang paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas

sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen

bencana di dalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation,

reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning.

2. Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini membagi

tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu

dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana.

Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management continuum

model.

3. Contract-expand model. Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap

yang ada pada manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation,

reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya

tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada

kondisi bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana tahap tertentu

lebih dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain

seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 36: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

20

4. The crunch and release model. Manajemen bencana ini menekankan

upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat

tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski

hazard tetap terjadi.

5. Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya

manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk

kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk

mengurangi risiko tersebut. (APDC, 2004, p. 3 – 6).

2.4 Tahapan Manajemen Bencana

Bantuan bencana pada dasarnya memerlukan suatu mekanisme khusus

yang meliputi kegiatan – kegiatan mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat,

rehabilitasi, dan rekonstruksi yang dilakukan secara terus menerus dan

berkesinambungan. (Purnomo, 2010, p. 89). Sementara Rahmat menjelaskan,

secara garis besar manajemen bencana terbagi atas:

1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, serta peringatan dini;

2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat

untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and

rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian.

3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan,

rehabilitasi, dan rekonstruksi. (p. 4).

Sedangkan Wolensky menunjukkan proses manajemen bencana terdiri

dari empat tahap, yaitu: “tahap sebelum bencana (mitigation and preparedness

planning), tahap tanggap darurat (immeditiate pre and post impact), tahap

pemulihan jangka dekat (dua tahun), dan tahap pemulihan jangka panjang.

(Purnomo, 2010, p. 87).

Sementara itu kondoatie menyebutkan setiap bencana mempunyai

karakteristik yang berbeda – beda namun pada hakikatnya pola pengelolaannya

secara substanis hampir sama. Oleh karena itu dapat dibuat siklus perencanaan

bencana yang skema seperti dibawah ini:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 37: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

21

Gambar 2.1: Siklus Pengelolaan Bencana

Sumber: Kondoatie, Analisa Ancaman Bencana Hydro – Meterologis di Indonesia

2008

Walaupun pendapat para ahli tersebut berbeda namun pada intinya

menyebutkan tahapan manajemen bencana dalam tiga tahap, yaitu sebelum

terjadinya bencana, pada waktu bencana terjadi dan sesudah bencana terjadi.

Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:

C. Saat

menjelang

bencana

Kesiapsiagaan

Mitigasi

Pencegahan

Action Plan

Perencanaan dan

Pengembangan

Penelitian/Studi

Pemulihan

Respon / Tindakan

Darurat dan Pertolongan

Dampak

Bencana

B. Pra

Bencana

A. Jauh

Sebelum

Bencana

E. Pasca

Bencana

D. Saat

Bencana

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 38: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

22

Tabel 2.1: Tahapan – Tahapan Manajemen Bencana

Peneliti Tahapan

Wolensky Sebelum terjadi bencana (mitigation

and prepereadness)

Tanggap darurat (immeditiate pre

and post impact)

Pemulihan jangka dekat (2 tahun)

Pemulihan jangka panjang (10

tahun)

Waugh Peringatan (prevention)

Perencanaan dan Persiapan

(planning and prepereadness)

Tanggapan (response)

Pemulihan (recovery)

Helsoot dan Ruitenberg Peringatan (prepereadness)

Emergensi (emergency)

Pemulihan (recovery)

Sumber: Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, 2010, Manajemen Bencana,

Yogyakarta, Media Pressindo. Hal 87

Khan (2008) menyimpulkan siklus manajemen bencana dalam tiga

tahapan utama yaitu:

1. Before a disaster (pre-disaster). Pre-disaster activities those which are

taken to reduce human and property losses caused by a potential

hazard. For example, carrying out awareness campaigns,

strengthening the existing weak structures, preparation of the disaster

management plans at household and community level, etc. Such risk

reduction measures taken under this stage are termed as mitigation

and preparedness activities.

2. During a disaster (disaster occurrence). These include initiatives taken

to ensure that the needs and provisions of victims are met and

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 39: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

23

suffering is minimized. Activities taken under this stage are called

emergency response activities.

3. After a disaster (post-disaster). There are initiatives taken in response

to a disaster with a purpose to achieve early recovery and

rehabilitation of affected communities, immediately after a disaster

strikes. These are called as response and recovery activities. (p. 47).

2.5 Paradigma Pengurangan Resiko Bencana

Kesiapsiagaan sebagai bagian dari strategi pengurangan resiko bencana

yang mendahulukan aspek pencegahan terhadap dampak dari bencana. Pada saat

ini bencana, tidak lagi dianggap sebagai teguran dari alam atau kecelakaan semata

yang tidak bisa dicegah dan diprediksi kapan akan datangnya. Juga tak hanya

berupa kejadian yang disebabkan oleh alam yang makin meningkat akibat

buruknya pengelolaan sumber daya alam. Sehingga, bencana tidak hanya dilihat

dari faktor penyebabnya saja, tetapi juga akibatnya terhadap masyarakat. Definisi

mutakhir terhadap bencana dijelaskan bahwa bencana tidak bisa dibedakan lagi

berdasarkan sebabnya, tetapi berdasarkan dampaknya, sehingga didefenisikan

sebagai berikut: “suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat

sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi

materi, ekonomi, atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat

tersebut untuk mengatasinya dengan sumber daya mereka sendiri. (Parlan, 2010,

p. 6)

Menurut Parlan (2010), pada tingkat global, pandangan terhadap bencana

juga mengalami perubahan, dulu bencana semata – mata relevan dengan

kedaruratan, dan lebih ditekankan pada cara menanggulangi bencana setelah

terjadi. Sedang menurut pandangan perlindungan sipil, bencana terkait erat

dengan proses pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan di seluruh siklus

bencana menjadi, serangkaian kegiatan baik sebelum, pada saat, maupun sesudah

terjadi bencana yang dirancang untuk memberikan kerangka kerja bagi

perorangan atau masyarakat berisiko terkena bencana untuk menghindari,

mengendalikan resiko, mengurangi, menanggulangi, maupun memulihkan diri

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 40: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

24

dari dampak bencana. (p. 7). Sementara itu pujiono mengungkapkan ada tiga hal

penting dalam perubahan paradigma penanggulangan bencana, yaitu:

1. Dari respon darurat ke manajemen resiko, perubahan ini mendorong

perubahan radikal cara pandang. Tadinya penanggulangan bencana

dipandang sebagai tindakan khusus terbatas pada keadaan darurat,

dilakukan oleh pakar saja, kompleks, mahal dan cepat. Sekarang,

penanggulangan bencana bukan lagi sekedar merespons kedaruratan,

melainkan tindakan untuk melakukan manajemen resiko.

2. Perlindungan rakyat, sebagai wujud pergeseran cara pandang dari

kekuasaan pemerintah ke perlindungan sebagai hak asasi rakyat.

Tadinya perlindungan diberikan sebagai bukti kemurahan penguasa

untuk rakyatnya. Dengan demokratisasi dan otonomi daerah,

akuntabilitas pemerintah daerah bergeser lebih dekat ke konstituen.

Pemerintah daerah adalah pihak yang diberikan mandat oleh

konstituennya untuk, antara lain, menciptakan dan membagi

kesehjateraan, dan memastikan perlindungan. Pergerseran ini

mengharuskan Pemerintah Daerah untuk melihat perlindungan sebagai

suatu mandat yang sama dengan mandat ekonomi dan kesehjateraan

3. Dari tanggung jawab pemerintah ke urusan bersama masyarakat. ini

berkaitan dengan bagaimana membawa penanggulangan bencana dari

ranah pemerintah ke arah urusan kemaslahatan bersama, dimana

semua aspek penanggulangan bencana, mulai dari kebijakan,

kelembagaan, koordinasi dan mekanisme harus menggalakkan peran

serta masyarakat luas dan dunia usaha. (Parlan, 2010, p. 8).

Ketiga perubahan paradigma tersebut meliputi perubahan, diantaranya

adalah perubahan dari aspek bencana, pandangan yang berpengaruh saat ini dan

adanya pandangan alternatif sebagai pilihan.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 41: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

25

Tabel 2.2. Pergeseran Pandangan Penanganan Bencana

Aspek Pandangan Dominan Pandangan Alternatif

Hakekat Bencana Penyimpangan dari

kewajaran

Bagian dari kewajaran,

timbul masalah – masalah

yang tidak teratasi

Cara Pandang Bencana dilihat sebagai

kejadian yang berdiri sendiri

Bencana merupakan bagian

dari proses pembangunan

yang normal

Hubungan dengan

komunitas

Kurang menganalisa

hubungan – hubungan

dengan kondisi komunitas

pada keadaan normal

Analisa terhadap kondisi

komunitas pada keadaan

normal merupakan faktor

yang mendasar dalam

mengenali bencana

Kaitan dengan

kewajaran

Kurang ditekankan Menekankan pada solusi

yang mengubah struktur

hubungan dalam komunitas

yang menjadi lebih rentan

terhadap bencana

Sarana

penyelesaian

Didominasi rekayasa,

teknik, hokum dan

stabilisasi

Menekankan pada solusi

yang mengubah struktur

hubungan dalam komunitas

menjadi penyebab komunias

menjadi lebih rentan terhadap

bencana

Susunan

keorganisasian

Institusi yang terlibat dalam

intervensi sangat terpusat

dengan tingkat partisipasi

komunitas sangat rendah

Partisipatori institusi yang

terlibat tersebar, sehingga

komunitas menjadi pemeran

utama dalam penyusunan

strategi, dimana komunitas

tidak dipandang sebafai

korban tetapi mitra

Ciri pemerintahan Kurang akuntabel, kurang

transparan, kurang dapat

dipercaya

Lebih akuntabel, transparan

dan menekankan kepercayaan

Waktu

penanggulangan

Pasca kejadian Setiap waktu dengan

penekanan pada sebelum

keajadian bencana

Arah kerja Pemulihan ke taraf sebelum

bencana

Bencana merupakan

kesempatan mereformasi

komunitas menuju kondisi

yang lebih baik

Sumber: Hening Parlan, Paradigma Penanggulangan Bencana, 2008 Yogyakarta,

Sheep Indonesia, Hal 9

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 42: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

26

Dengan adanya perubahan paradigm tersebut diharapkan akan terjadi

pengurangan resiko yang sistematis yang pada akhirnya masyarakat/komunitas

akan mampu bertahan dari situasi – situasi sulit dalam berbagai bencana

2.6 Kesiapsiagaan

Dari pengalaman dalam menangani berbagai kejadian bencana di berbagai

belahan bumi ini, dalam 20 tahun terakhir ini telah dirasakan pentingnya

meningkatkan kesiapsiagan masyarakat, bukan saja pada tingkat pemerintahan

dari suatu negara atau suatu daerah, tetapi juga pada tingkatan komunitas yang

langsung merasakan dan harus menghadapi bencana itu sendiri, terutama sebelum

bantuan atau pertolongan datang dari instansi atau badan-badan pertolongan atau

penanganan bencana yang resmi. Pengertian komunitas dapat didekati dengan

definisi dari McMillan & Chavis sebagai berikut: “community is defined as a

feeling that members have a belonging, a feeling that members matter to one

another and to the group, and a shared faith that members’ need will be met

through their commitment to be together” (LIPI, 2006, p.1 )

Pada realitasnya, di masyarakat masih banyak terdapat berbagai penafsiran

yang berbeda terhadap konsep kesiapsiagaan. Dalam kajian untuk pengembangan

kerangka penilaian kesiapsiagaan masyarakat ini, telah digunakan suatu konsep

atau pengertian dari Nick Carter dalam LIPI/ISDR (2006), mengenai

kesiapsiagaan dari suatu pemerintahan, suatu kelompok masyarakat atau individu,

sebagai berikut: “tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan,

organisasiorganisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu

menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk ke

dalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan

bencana, pemeliharaan sumberdaya dan pelatihan personil. (LIPI, 2006, p. 2).

Sementara itu, Sutton (2006) mengatakan bahwa konsep dari

kesiapsiagaan sendiri adalah

“The concept of disaster preparedness encompasses measures aimed at

enhancing life safety when a disaster occurs, such as protective actions

during an earthquake, hazardous materials spill, or terrorist attack. It also

includes actions designed to enhance the ability to undertake emergency

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 43: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

27

actions in order to protect property and contain disaster damage and

disruption, as well as the ability to engage in post-disaster restoration and

early recovery activities. (p. 3).

Sutton (2006) juga menambahkan bahwa kesiapsiagaan itu adalah

“commonly viewed as consisting of activities aimed at improving response

activities and coping capabilities. However, emphasis is increasingly being

placed on recovery preparedness, that is, on planning not only in order to

respond effectively during and immediately after disasters but also in order to

successfully navigate challenges associated with short- and longer-term recovery

(p. 3).

Sutton (2006) juga membuat standar penilaian kemampuan untuk

kesiapsiagaan yaitu The Capabality Assesment of Readiness yang berisikan

elemen sebagai berikut:

a. Laws and Authorities

b. Hazard Identification and Risk Assessment

c. Hazard Mitigation

d. Resource Management

e. Direction, Control, and Coordination

f. Communications and Warning

g. Operations and Procedures

h. Logistics and Facilities

i. Training

j. Exercises, Evaluations, and Corrective Actions

k. Crisis Communications, Public Education, and Information

l. Finance and Administration. (p. 4).

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 44: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

28

Sedangkan dimensi dan aktiftas kesiapsiagaan sendiri menurut Sutton

adalah:

Tabel 2.3 Dimensi Kesiapsiagaan

Dimension Activities

Hazard Knowledge Conducting hazard, impact, and vulnerability

assessments, Using loss estimation software, scenarios,

census data; Understanding potential impacts on

facilities, structures, infrastructure, populations;

Providing hazard information to diverse stakeholders

Management, Direction and

Coordination

Assigning responsibilities; Developing a division of labor

and a common vision of response-related roles and

responsibilities; Forming preparedness committees,

networks; Adopting required and recommended

management procedures (e.g., National Incident

Management System). Providing training experiences,

conducting drills, educating the public

Formal and Informal Response

Plans and Agreement

Developing disaster plans, evacuation plans, memoranda

of understanding, mutual aid agreements, collaborative

partnerships, resourcesharing agreements; Participating

in broader and more general planning arrangements

(e.g., neighborhood and community preparedness groups,

Urban Area Security Initiative regional plans, industry-

wide preparedness initiatives)

Supportive Resources Acquiring equipment and supplies to support response

activities; Ensuring coping capacity, Recruiting staff;

Identifying previously unrecognized resources;

Developing logistics capabilities

Life Safety Protection Preparing family members, employees, others to take

immediate action to prevent death and injury, e.g.,

through evacuating, sheltering in place, using “safe

spaces” within structures, taking emergency actions to

lessen disaster impacts on health and safety; Containing

secondary threats, e.g. fire following earthquakes

Property Protection Acting expediently to prevent loss or damage of property;

protecting inventories, securing critical records;

Ensuring that critical functions can be maintained during

disaster; Containing secondary threats

Emergency Coping and

Restoration of Key Function

Developing the capacity to improvise and innovate

Developing the ability to be self-sustaining during

disasters; Ensuring the capacity to undertake emergency

restoration and early recovery measures

Initiation of Recovery Preparing recovery plans; developing ordinances and

other legal measures to be put into place following

disasters; Acquiring adequate insurance; Identifying

sources of recovery aid

Sumber: Jeanet Sutton, Disaster Preparedness, University of Colorado, 2006, 6

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 45: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

29

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana

dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini,

peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan

pengurangan risiko bencana menerapkan konsep kembang- susut (expand –

contract), yang merepresentasikan secara lebih baik peranan dari berbagai

komponen kegiatan pengelolaan bencana yang berjalan secara parallel.

Konsep kesiapsiagaan yang digunakan digunakan pada kajian kerangka

penilaian kesiapsiagaan masyarakat di sini lebih ditekankan pada menyiapkan

kemampuan untuk dapat melaksanakan kegiatan tanggap darurat secara cepat dan

tepat. Kegiatan tanggap darurat meliputi langkah-langkah tindakan sesaat sebelum

bencana, seperti: peringatan dini (bila memungkinkan) meliputi penyampaian

peringatan dan tanggapan terhadap peringatan; tindakan saat kejadian bencana,

seperti: melindungi/ menyelamatkan diri, melindungi nyawa dan beberapa jenis

benda berharga, tindakan evakuasi, dan tindakan yang harus dilakukan segera

setelah terjadi bencana, seperti: SAR, evakuasi, penyediaan tempat berlindung

sementara, perawatan darurat, dapur umum, bantuan darurat, survei untuk

mengkaji kerusakan dan kebutuhan-kebutuhan darurat serta perencanaan untuk

pemulihan segera (infrastuktur kritis, sarana sosial, seperti: pendidikan dan

ibadah). Selain itu juga dijelaskan elemen – elemen dalam kesiapsiagaan

Terkait masalah kesiapsiagaan masyarakat, beberapa sumber mengatakan

bahwa untuk menciptakan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dalam

menghadapi ancaman bencana, terdiri dari beberapa faktor kritis, diantaranya:

1. pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana

2. kebijakan dan panduan

3. rencana untuk keadaan darurat bencana

4. sistim peringatan bencana

5. kemampuan untuk memobilisasi sumber daya. (LIPI, 2006, p. 3).

Untuk mengetahui bagaimana upaya peningkatan kesiapsiagaan

masyarakat dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami dibutuhkan sejumlah

indicator untuk mempermudah penilaian. Hasil Penelitian Tim LIPI membuat

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 46: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

30

beberapa indikator untuk dijadikan parameter yang digunakan dalam mengukur

kesiapsiagaan masyarakat adalah:

1. Pengetahuan dan sikap terdiri dari empat variabel, yaitu:

a. Pemahaman tentang bencana alam

b. Pemahaman tentang kerentanan lingkungan

c. Pemahaman tentang kerentanan bangunan fisik dan fasilitas-fasilitas

penting untuk keadaan darurat bencana

d. Sikap dan kepedulian terhadap resiko bencana

2. Rencana untuk keadaan darurat diterjemahkan menjadi delapan

variabel, yaitu:

A. Organisasi pengelola bencana, termasuk kesiapsiagaan bencana

B. Jalur dan Lokasi Evakuasi

C. Sistem Peringatan Dini

D. Rencana Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan

keamanan ketika terjadi bencana

E. Peralatan dan perlengkapan evakuasi

F. Fasilitas-fasilitas penting untuk keadaan darurat

G. Edukasi dan simulasi evakuasi. (LIPI, 2006, p. 12).

2.7 Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dijelaskan

sebagai berikut :

A. Peneliti: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Judul Penelitian:

Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi Bencana Gempa

dan Tsunami di Kabupaten Aceh Besar, Kota Bengkulu dan Kota

Bengkulu, Tahun 2006. Temuan Penting Penelitian:

1. Di Kabupaten Aceh Besar

a. Hasil survei untuk ketiga komunitas yaitu rumah tangga, sekolah dan

pemerintah menjadi dasar perhitungan indeks kesiapsiagaan setiap

kelompok komunitas. Indeks pada setiap komunitas merupakan

gabungan dari kelima parameter yang disepakati menjadi ukuran

kesiapsiagaan tiap komunitas yaitu: Pengetahuan dan sikap, Kebijakan

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 47: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

31

dan arahan, Rencana tanggap darurat, Sistem peringatan dan

Mobilisasi sumber daya. Berdasarkan hasil perhitungan mengenai

kesiapsiagaan masyarakat perdesaan Aceh dalam mengantisipasi

bencana, angka indeks total yang diperoleh adalah 52, atau dapat

dikategorikan sebagai kondisi kurang siap.

b. Indeks sistem peringatan dini pada semua komunitas menunjukkan

bahwa masyarakat masih kurang siap baik dalam penyediaan sistem

peringatan, maupun merespons jika mendengar tanda peringatan

tersebut. Sampai sekarang, sistem peringatan terhadap akan terjadinya

bencana tsunami belum tersedia di lokasi kajian, meskipun

keterlambatan mengetahui adanya bencana, telah banyak

menyebabkan korban jiwa di daerahnya. Selama ini masyarakat tidak

menyadari bahwa daerahnya rawan bencana, sampai bencana tsunami

memusnahkan semuanya. Karena keawaman masyarakat dalam hal

bencana, maka satu-satunya peringatan yang dimiliki oleh sebagian

komunitas merupakan gerakan reflek masyarakat untuk

menyelamatkan diri ke tempat yang dianggap aman dalam waktu yang

sangat singkat. Karena pengalaman tersebut sebagian komunitas

sepakat tentang pentingnya sistem peringatan yang dapat dijadikan

pedoman untuk mengurangi resiko bencana. Sedangkan nilai indeks

mobilisasi sumber daya yang merupakan nilai parameter terendah

untuk semua komunitas (kurang dari 40), menunjukkan keadaan

masyarakat yang belum siap untuk menggerakkan kesiapsiagaan. Hal

ini lebih disebabkan oleh masih tingginya ketergantungan kehidupan

masyarakat pada pihak luar, sehingga kurang memperhatikan

kebutuhan untuk meningkatkan kesiapsiagaan, kecuali mendapat

bantuan dari pihak lain.

2. Di Kota Bengkulu:

a. Hasil kajian menggambarkan bahwa Kota Bengkulu termasuk di dalam

kategori kurang siap untuk mengantisipasi bencana alam, diindikasikan

dari indeks kesiapsiagaan kota ini yang baru mencapai angka 51 dari

nilai nilai indeks maksimum sebesar 100. Gambaran tersebut

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 48: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

32

didasarkan pada kekurang siapan semua stakeholders utama, yaitu:

rumah tangga, komunitas sekolah dan pemerintah. Pemerintah,

meskipun menduduki posisi tertinggi dengan nilai indeks sebesar 54,

juga masih termasuk dalam kategori kurang siap. Rumah tangga yang

merupakan cerminan dari masyarakat Kota Bengkulu mempunyai

indeks kesiapsiagaan sebesar 51, berada pada posisi ke dua diantara

dua stakeholders lainnya. Sedangkan komunitas sekolah, yang

seharusnya merupakan sumber pengetahuan bagi masyarakat, ternyata

paling kurang siap, indeks kesiapsiagaannya hanya mencapai angka 48

atau paling rendah, jika dibandingkan dengan rumah tangga dan

pemerintah Kota Bengkulu.

b. Kurangnya kesiapsiagaan masyarakat Kota Bengkulu juga berkaitan

dengan masih minimnya dukungan dari stakeholders pendukung.

Analisa mengungkapkan bahwa dukungan dari stakeholders

pendukung, seperti: kelembagaan masyarakat, LSM dan Organisasi

Non Pemerintah (ORNOP), kelompok profesi dan pihak swasta masih

sangat terbatas. Meskipun di Kota Bengkulu terdapat banyak LSM,

belum satupun LSM yang konsen dengan kesiapsiagaan masyarakat

untuk mengantisipasi bencana. Peran LSM-LSM selama ini masih

terbatas pada penanganan korban pasca bencana, seperti yang terjadi

pada bencana gempa tahun 2000 dan banjir yang sering melanda kota

ini pada musim hujan.

3. Di Kota Padang:

a. Hasil kajian kesiapsiagaan menghadapi bencana yang dilakukan di

Kota Padang menunjukkan nilai indeks kesiapsiagaan sebesar 63,55.

Nilai indeks tersebut merupakan nilai indeks gabungan antara nilai

indeks pemerintah, komunitas sekolah dan nilai indeks rumah tangga

dengan bobot masing-masing stakeholder yang hampir sama. Bobot

untuk nilai indeks pemerintah sebesar 35 persen, untuk masyarakat

(rumah tangga) sebesar 35 dan untuk komunitas sekolah sebesar 30

persen. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa kesiapsiagaan

khususnya pada„tahap tanggap darurat apabila terjadi bencana, maka

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 49: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

33

yang akan bertindak paling awal adalah masyarakat. Nilai indeks

kesiapsiagaan kota Padang (63,55) termasuk dalam kategori hampir

siap. Namun jika dicermati lebih lanjut, nilai indeks masing-masing

stakeholder menunjukkan perbedaan yang cukup berarti. Nilai indeks

pemerintah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nlai indeks

komunitas sekolah dan rumah tangga. Nilai indeks pemerintah sebesar

75 dan termasuk dalam kategori siap, sedangkan indeks pada

komunitas sekolah dan rumah tangga masing-masing 59 dan 56, masuk

dalam kategori hampir siap.

b. Kendatipun demikian tingginya nilai indeks pemerintah ini perlu

ditinjau implimentasinya di lapangan. Semua indikator kesiapsiagaan

bencana, terutama dari parameter rencana tanggap darurat dan

mobilisasi sumber daya telah terpenuhi, akan tetapi pelaksanaan di

lapangan belum optimal, terlihat dari masih timpangnya parameter

indeks kesiapsiagaan pemerintah kota dan kecamatan. Hal yang perlu

mendapat perhatian Pemerintah Kota Padang untuk lebih

memaksimalkan implementasi rencana kesiapsiagaan menghadapi

bencana di lapangan adalah optimalisasi peran dan fungsi Satlak.

Pemerintah Kota Padang telah membentuk Satlak dengan SK walikota.

Organisasi Satlak ini terdiri dari berbagai unsur dari instansi

pemerintah kota, LSM dan organisasi profesi. Meskipun telah

terbentuk, Satlak Kota Padang belum optimal melaksanakan

fungsinya.

c. Berbagai upaya dan kegiatan tentang kesiapsiagaan menghadapi

bencana yang dilaksanakan di Kota Padang dalam beberapa tahun

terakhir ini dikoordinir oleh salah satu dinas pemerintah kota, yaitu

Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana. Secara organisatoris,

Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kota Padang

mempunyai kendala untuk melakukan koordinasi, karena kapasitas

kelembagaan tidak bisa secara resmi melakukan koordinasi dengan

instansi lainnya di jajaran pemerintah kota. Jika melakukan koordinasi,

seperti melakukan rapat koordinasi undangannya harus melalui

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 50: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

34

sekertaris kota (sekot). Jika peran Satlak dioptimalkan, maka fungsi

koordinasi tersebut menjadi tanggung jawab Satlak dan secara

kelembagan menjadi wewenangnya.

B. Peneliti: Masyarakat Peduli Bencana Indonesia (MPBI) dan UNESCO,

Judul Penelitian: Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi

Bencana Gempa dan Tsunami di Nias Selatan, Tahun 2007. Temuan

Penting:

a. Kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Teluk Dalam yang diwakili

oleh Desa Lagundri, Kelurahan Teluk Dalam dan Bawomataluo masuk

dalam kategori hampir siap. Posisi ini berada tingkatan ketiga

kesiapsiagaan menghadapi bencana di bawah kategori sangat siap dan

siap. Dari ketiga target kelompok kajian ini hanya individu/rumah

tangga saja yang pada tingkat siap, sedangkan aparat pemerintah dan

komunitas berada pada tingkat kurang siap.

b. Sumberdaya manusia pada pemerintahan lokal terlihat kurang mampu

dalam menangani permasalahan gempa bumi beberapa tahun lalu. Hal

ini mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah

menjadi bertambah rendah. Dana kuantitatif dan data kualitatif

menegaskan bahwa pemerintah kurang mampu memobilisasi

penanggulangan bencana, factor birokrasi dimana inisiatif menunggu

atasan mereka menjadi masalah klasik.

c. Di sisi lain kelompok – kelompok masyarakat sudah pada tahap frustasi

menghadapi pemerintah setempat, hal itu dikarenakan pengalaman

penanganan bencanan alam Tahun 2005 hingga penelitian ini

dilaksanakan dirasakan kurang adil. Kekuatan social masyarakat lemah

dalam menghadapi pemerintah, karena kekuataan riil pada masyarakat

di Nias Selatan hanya berada sampai batas desa.

2.8 Kerangka Pemikiran

Dalam mengatasi dampak dari berbagai bencana yang sering terjadi di

Indonesia, diperlukan suatu manajemen bencana yang terpadu untuk

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 51: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

35

mengantisipasi jatuhnya korban sebagai akibat dari bencana tersebut. Penerapan

manajemen bencana merupakan sangat penting karena menyangkut keselamatan

dan keamanan publik. Sehubungan dengan itu, Kota Padang sebagai daerah yang

sangat berpotensi tsunami menurut penelitian para ahli membuat diperlukannya

suatu upaya untuk meminimalisir dampak dari bencana tersebut.

Dalam kebijakan penanganan bencana terdapat beberapa tahap yang telah

disampaikan oleh beberapa ahli, secara garis besar di bagi atas kebijakan pra

bencana, berupa mitigasi dan kesiapsiagaan, kebijakan tanggap darurat, dan

kebijakan pasca bencana berupa rehabilitasi dan rekonstruksi.

Dalam penelitian ini akan lebih memfokuskan pada tahapan pra bencana

yang khususnya berkaitan dengan upaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.

Sebagai bagian dari manajemen bencana, upaya untuk menciptakan kesiapsiagaan

masyarakat sering dilupakan. Kebanyakan kegiatan penanggulangan bencana

lebih difokuskan pada saat terjadi dan pasca bencana. Padahal kegiatan pra

bencana seperti upaya kesiapsiagaan merupakan salah satu cara untuk

meminimalisir jatuhnya korban.

Salah satu kegiatan pra – bencana yang dibutuhkan untuk meminimalisir

jatuhnya korban jiwa adalah meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam

menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami. Menciptakan kesiapsiagaan

masyarakat perlu dilakukan dengan berbagai cara di antaranya, bagaimana

pengetahuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana dan rencana –

rencana aksi yang diperlukan untuk meghadapi ancaman bencana tersebut.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan di atas maka penulis

menyusun kerangka pemikiran sebagai berikut:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 52: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

36

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran

.

Penanganan Bencana

Pra Bencana

Kesiapsiagaan

Upaya Pemerintah Kota Padang Untuk Meningkatkan

Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi

Ancaman Gempa dan Tsunami

A. Perilaku Pemerintah

B. Kerentanan Bangunan

C. Edukasi Kesiapsiagaan

D. Jalur – Jalur Evakuasi

E. Lokasi – Lokasi Evakuasi

F. Sistem Peringatan Dini

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 53: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

37

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka metode penelitian ini adalah

pendekatan positivisme dengan pendekatan kualitatif. Keyakinan dasar dari

paradigma positivism berakar pada paham ontologi realism yang menyatakan

bahwa realitas berada dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hokum alam.

Penelitian berupaya mengungkap kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana

realitas tersebut senyatanya berjalan. Pendekatan positivis tidak mengenal adanya

spekulasi semua berdasakan data empiris. Penelitian positivis ini mempunyai

empat ciri, yaitu diarahlan pada fakta – fakta, diarahkan pada perbaikan terus

menerus dari syarat – syarat hidup, berusaha ke arah kepastian dan berusaha ke

arah kecermatan. (Prasetya, 2006, p. 4).

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan penelitian kualitatif yang dilihat dari perolehan data selama penelitian

berlangsung, dimana penelitian ini mendekripiskan cara – cara hidup, cara – cara

pandang, ataupun ungkapan – ungkapan emosi dari waraga masyarakat yang

diteliti terkait dengan suatu gejala yang ada dalam kehidupan mereka. Maka dari

itu, dalam penelitian ini menggunakan data subyektif yang merupakan perspektif

dari pelaku yang diteliti (informan) tanpa adanya pengurangan atau penambahan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Moelong yang mengemukakan bahwa

“Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati.

Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori

substantif yang berdasarkan data.” (Moleong, 1997, 3). Adapun ciri – ciri dari

penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang telah

dijelaskan oleh Ardiansyah (2007) adalah:

1. Menyajikan deskripsi yang mendalam dan lengkap, sehingga informasi

yang disampaikan nampak hidup sebagimana adanya dan pelaku –

pelaku mendapat tempat untuk memainkan peranannya

37

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 54: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

38

2. Bersifat grounded atau berpijak di bumi, yaitu betul – betul empirik

sesuai dengan konteksnya

3. Bercorak holistik

4. Menyajikan informasi yang terfokus

5. Mempunyai kemampuan untuk berbicara dengan para pembacanya

karena disajikan dengan bahasa biasa dan bukannya dengan bahasa

teknis yang sulit dimengerti pembaca. (p. 2).

Selain itu, peneliti mempergunakan metode deskriptif yang dipergunakan

untuk menyusun dan menganalisis data sehingga dapat diperoleh gambaran

mengenai masalah yang dihadapi saat penelitian. Metode penelitian deskriptif ini

mengacu pada pendapat Sugiyono (2005), yaitu: “Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu

variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau

menghubungkan antara variabel satu dengan variable lain.” (p. 11).

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

sebagai berikut :

1. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan

dengan mencari, mengumpulkan dan mempelajari buku-buku serta literatur-

literatur lain yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, guna

memperoleh data sekunder yang akan dijadikan landasan teori dalam melihat

dan membahas kenyataan yang ditemui dalam penelitian dilapangan. Pada

penelitian ini, data-data sekunder didapat dari buku-buku, selebaran-

selebaran, dan informasi dari internet tentang penanganan bencana gempa

dan tsunami dan kajian kesiapsiagaan masyarakat di Kota Padang.

2. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan

cara mengadakan pengamatan langsung ke objek yang diteliti. Melakukan

penelitian langsung ke lapangan berguna untuk mengetahui permasalahan

yang terjadi sekaligus untuk memperoleh data primer yang dibutuhkan.

Adapun data dan informasi dikumpulkan dengan cara :

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 55: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

39

a. Observasi Pasif, yaitu pengumpulan data dan atau informasi dengan

mengamati langsung terhadap obyek yang sedang diteliti untuk mengetahui

kondisi yang sebenarnya dalam implementasi kebijakan penanggulangan

bencana gempa dan tsunami oleh Pemko Padang yang dfokuskan pada

BPBD Kota Padang karena satuan tersebut berfungsi sebagai Pusat

Pengendalian Operasi (Pusdalops) Penanganan Bencana di Kota Padang.

Selain itu observasi jiga dilakukan di Komunitas Siaga Tsunami (Kogami)

yang merupakan LSM mitra Pemko Padang dalam penanganan bencana.

b. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data dan fakta dengan

cara melakukan tanya jawab langsung atau meminta penjelasan langsung

dari pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian. Wawancara yang

digunakan adalah wawancara yang tidak terstruktur. Seperti yang

dikemukakan Sugiyono (2005) “Wawancara tidak terstruktur adalah

wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya.” (p. 160). Wawancara tidak terstruktur atau terbuka

bertujuan untuk dapat melakukan penelitan yang lebih mendalam tentang

informan dan didasarkan pada kejujuran dari informan. Proses wawancara

rencannya akan dilakukan pada BPBD Kota Padang dan Kogami dengan

melibatkan sejumlah jajaran masing-masing institusi tersebut. Sedangkan

sifat pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan terbuka (open ended

question), hal ini akan memungkinkan peneliti bisa mendapatkan informasi

sebanyak mungkin, sehingga tidak terjadi salah interprestasi dalam

memahami jawaban informan. (Sugiyono, 2005, p. 160).

3.3 Tempat Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi kebijakan penanganan bencana gempa dan

tsunami dilakukan di instansi Pemerintah Kota (Pemko) Padang yaitu di Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang dan LSM Komunitas

Siaga Tsunami.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 56: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

40

3.4 Informan Penelitian

Dalam penelitian ini informan berasal Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Kota Padang. Semua informan yang di dinas ini mempunyai

peluang untuk diwawancarai. Namun fokus wawancara tehadap informan akan

difokuskan kepada informan yang mempunyai wewenang strategis dalam

penanganan bencana gempa dan tsunami.

Untuk memperoleh data primer dalam penelitian ini, peneliti menentukan

orang – orang atau informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk

menjadi informan kunci yang ada relevansinya dengan topik penelitian. Hal ini

dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa informan yang dipilih tersebut

bertanggung jawab dan memiliki kewenangan serta berperan aktif di dalam

menjalankan dalam kebijakan penanggulangan bencana di Kota Padang

Disamping itu informan juga berasal dari pihak – pihak yang terlibat

langsung (stakeholders) dengan kebijakan ini, sehinggan diharapkan dapat

memberikan gambaran yang objektif tentang permasalahan kesiapsiagaan

masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami.

Adapun key informan dalam penelitian ini adalah:

1. Kepala BPBD Kota Padang

2. Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD Kota Padang

3. Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang.

4. Kepala Seksi Penyelamatan BPBD Kota Padang

5. Tim Teknis Penanggulangan Bencana BPBD Kota Padang

6. Jajaran Staf dan Relawan Komunitas Siaga Tsunami

7. Fasilitator – Fasilitator Pengurangan Resiko Bencana Kota Padang

8. Tim Ahli Pengurangan Resiko Bencana UNDP.

9. Sekolah dan masyarakat di zona rawan gempa dan tsunami

Dalam penelitian ini informan berasal Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Kota Padang. Semua informan yang di dinas ini mempunyai

peluang untuk diwawancarai. Namun fokus wawancara tehadap informan akan

difokuskan kepada informan yang mempunyai wewenang strategis dalam

penanganan bencana gempa dan tsunami.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 57: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

41

Selain itu informan juga berasal dari Komunitas Siaga Tsunami, salah satu

LSM yang menjadi mitra Pemko Padang dalam kegiatan penanggulangan

bencana. LSM ini cenderung berfungsi sebagai “konsultan” bagi Pemko Padang

dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa dan tsunami. Di Kogami ini

penulis berhubungan hampir dengan seluruh anggotanya yang berkompeten dalam

masalah kebencanaan terutama kegiatan pra - bencana.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, memiliki analisis data kualitatif, yaitu data yang

diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data

yang bermacam-macam (triangulasi). Isitilah triangulasi pertama kali

dipergunakan Denzin mengemukakan bahwa; “…them term triangulation a term

borrowed from navigation and military and strategic, to argue for the combinaton

of methedologist in the study of the same phenomenon”. (Creswell, 1994, p. 174).

Selanjutnya Jick mengatakan: “the concept of triangulaiton was based on

the assumtion that any bias inherent in when used, in conjugtion whit other data

resourcess, investigators and methods” dan dilakukan secara terus-menerus

sampai datanya jenuh. Dalam triangulasi dilakukan dengan:

1. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara

mendalam dengan informan.

2. Membandingkan data hasil observasi dengan isu suatu dokumen yang

berkaitan.

3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan. (Creswell, 1994, p. 174).

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 58: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Geologi Kebencanaan Kota Padang

Geologi daerah kota Padang dibentuk oleh batuan metamorf, batuan

sedimen, batuan vulkanik, batuan terobosan dan endapan aluvial. Kisaran umur

batuan tersebut dari Jura hingga resen. Batuan yang lebih tua berada di bagian

timur wilayah kota Padang. Penyebaran batuannya tercermin dari bentuk

morfologinya. Morfologi landai atau dataran rendah, seperti tempat dimana

Bandara Internasional Minangkabau berada, disusun oleh endapan alluvial.

Endapan ini terdiri dari lanau, pasir dan kerikil.

Selain itu juga dijumpai endapan rawa seperti yang terdapat di sebelah

utara bandara. Secara umum, cekungan Padang dapat dibedakan atas 3 unit

geologi, pertama "Kipas Aluvial" yang terletak pada dataran bagian selatan dan

sebelah timur Kotamadya Padang yang merupakan aluvial multi siklus yang

ekstensif, terdiri dan flufiovulkanik yang terkonsolidasi dengan deposit lahar,

vulkanik tuff dan andesit yang umumnya ditutupi oleh lapisan pasir kasar

Pleistosen dengan ketebalan antara 5 sampai dengan 10 m, kedua "Daerah

Timbunan Pasir Pantai" terdiri dari 15 buah perbukitan pasir yang rendah yang

berisolasi dengan lebar +3 km terletak dis sebelah utara dan merupakan tahapan

pembentukan pantai pada masa Pleistosen, ketiga daerah "Rawa rawa Belakang"

yang terdapat antara masing-masing timbunan pasir dan merupakan deposit

lagoonal yang dominan diisi oleh lumpur sampai pasir lempungan.

Wilayah Barat Indonesia secara tektonik merupakan wilayah yang sangat

dinamis. Hal ini disebabkan oleh proses subduksi / interaksi 2 lempeng, yaitu

Lempeng Indo-Australia dengan Eurasia (gambar 4.1). Dengan adanya proses

tersebut daerah Padang menjadi rawan terhadap peristiwa gempabumi. Potensi

sumber gempa di Daerah Padang terdapat pada 3 zona, yaitu pada zona subduksi

(baik inter dan intraplate), pada Zona Sesar Mentawai dan pada Zona Sesar

Sumatera.

Berdasarkan perhitungan dari USGS, diketahui bahwa pada peristiwa

gempabumi Padang yang terjadi pada tanggal 30 September 2009, telah

42

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 59: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

43

menghasilkan percepatan gelombang gempa maksimum di daerah Kota Padang

antara 240-320 gals atau 0,24 – 0,33 g (24-33%g). Suatu daerah yang mengalami

percepatan (gelombang gempa) maksimum sebesar nilai tersebut termasuk

kedalam klasifikasi goncangan sangat kuat (very strong) dengan potensi

perusakan menengah atau bila diklasifikasikan dalam skala MMI kurang lebih

termasuk dalam skala VII MMI.

Gambar 4.1

Potensi Bencana Tsunami di Kota Padang

Sumber: Majalah National Geographic, edisi Maret 2005

Dalam peta tersebut dijelaskan bahwa Kota Padang merupakan wilayah

yang memiliki potensi tertinggi dan memiliki dampak yang paling besar di dunia

apabila bencana tsunami terjadi.

4.2 Kerentanan Kota Padang terhadap Bencana

4.2.1 Kerentanan terhadap Bencana Gempa bumi dan Tsunami

Kota Padang merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat

kerentanan yang tingi terhadap bencana gempa dan tsunami. Hal ini disebabkan

oleh kondisi fisik wilayahnya yang berada pada pesisir pantai yang memiliki zona

tumbukan aktif Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, dekat dengan

zona patahan mentawai dan sesar Semangko.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 60: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

44

Kondisi geologi penyebab tingginya kerawanan bencana gempa di Kota

Padang tersebut di atas diperlihatkan pada Gambar struktur tektonik Blok

Mentawai seperti pada Gambar 4.2

Gambar 4.2

Peta Analisis Struktur Tektonik Blok Mentawai

Sumber : Peta Seismotektonik Indonesia 2005

Berdasarkan Kondisi geologi tersebut di atas, posisi Kota Padang pada

peta wilayah rawan bencana gempabumi Indonesia, menurut skala Intensitas

Modified Mercalli berada pada skala VI sampai kurang dari V. Memperhatikan

data sejarah kegempaan yang intensif dengan magnitude rendah sampai tinggi, di

Kota Padang terlihat kejadian gempa pada tahun 1833 dengan skala magnitude 9;

tahun 1861 skala magnitude 8,5; tahun 1935 skala magnitude 7,7; tahun 2000

skala magnitude 7,8; dan tahun 2002 skala magnitude 7,6. Tahun 2005 terjadi

gempa yang berpusat di Samudera Indonesia yang mengguncang Kota Padang dan

sekitarnya, serta pada 6 Maret tahun 2007 terjadi gempa patahan sesar semangko

yang getarannya juga terasa hingga Kota Padang dan sebagian infrastruktur kota

mengalami kerusakan. Pada 2 tahun terakhir juga terjadi gempabumi besar yaitu

pada September 2009 skala 7,6 dan gempa bumi dan tsunami pada Oktober 2010

skala 6,4 yang getarannya terasa ke Kota Padang.

Kerentanan Kota Padang terhadap Bencana tsunami adalah potensi

terjadinya gelombang laut yang terjadi akibat adanya suatu perubahan permukaan

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 61: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

45

dasar laut berupa patahan dengan gerak tegak (vertikal) akibat gempa bumi.

Tsunami dihasilkan dari gempa kuat atau sangat kuat dengan episentrum sangat

dangkal (30 km) yang dapat mengakibatkan tingginya gelombang laut.

Memperhatikan sebaran bencana gempa bumi di Kota Padang dengan sebagian

besar episentrumnya berada di laut, ditambah kondisi morfologi kota Padang

sebagai kota pesisir pantai, telah meningkatkan kerentanan Kota Padang terhadap

ancaman bencana Tsunami. Berdasarkan peta sebaran tsunami Indonesia, daerah

Sumatera Barat memiliki sejarah kejadian tsunami yaitu tahun 1818, 1961, 1908,

dan 1909.

Sebaran episentrum kejadian gempa di Kota Padang yang berpusat di laut,

dan berpotensi menyebabkan Tsunami diperlihatkan pada Gambar 4.3:

Gambar 4.3

Sebaran Pusat Gempa di Kota Padang dan Sekitarnya

Sumber: Peta Kerawanan Gempa dan Tsunami BNPB

4.2.2 Kerentanan terhadap Bencana Longsor

Analisis tingkat bahaya longsorlahan di daerah Kota Padang disusun

berdasarkan kondisi karakteristik fisik daerah. Hasil analisis tingkat bahaya

longsorlahan pada daerah Kota Padang menunjukkan sebagian besar daerahnya

memiliki tingkat bahaya longsorlahan yang sedang dan tinggi. Untuk lebih

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 62: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

46

No KecamatanLuas total

(ha)

Bahaya

Longsor

Luas Bahaya

Longsor (ha)

Luas Bahaya

Longsor (%)

1 Koto tangah 21594 Rendah 21.516,00 99,63

Koto tangah Sedang 46,00 0,21

Koto tangah Tinggi 32,00 0,14

2 pauh 15952 Rendah 15.304,00 95,93

pauh Sedang 3,00 0,01

pauh Tinggi 645,00 4,04

3 Kuranji 5794 Rendah 5.377,00 92,80

Kuranji Tinggi 417,00 7,19

4 nanggalo 1112 Rendah 1.093,00 98,29

nanggalo Tinggi 19,00 1,70

5 Pdg utara 617 Rendah 617,00 100,00

6 Lubuk kilangan 8363 Rendah 7.675,00 91,77

Lubuk kilangan Tinggi 688,00 8,22

7 Pdg timur 639 Rendah 638,00 99,84

Pdg timur Tinggi 1,00 0,15

8 Pdg barat 507 Rendah 507,00 100,00

9 Lubuk begalung 2711 Rendah 2.476,00 91,33

Lubuk begalung Tinggi 235,00 8,66

10 Pdg selatan 1118 Rendah 952,00 85,15

Pdg selatan Tinggi 166,00 14,84

11 Bungus tlk kabung 9975 Rendah 99,54 99,78

Bungus tlk kabung Tinggi 21,00 0,21

jelasnya sebaran spasial tingkat bahaya longsor dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan

Gambar 4.4

Tabel 4.1

Sebaran Spasial Tingkat Bahaya Longsor lahan Kota Padang

Sumber: Analisis Data 2007 KOGAMI

Gambar 4.4 Peta Tingkat Bahaya Longsor di Kota Padang

Sumber: BPBD Kota Padang

4.2.3 Kerentanan terhadap Bencana Banjir

Kota Padang di lihat dari geomorfologinya merupakan perpaduan antara

bentuklahan pebukitan vulkanik bagian timur, bentuklahan fluvial bagian tengah

dan bentuk lahan marin bagian barat. Daerah bagian timur merupakan perbukitan

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 63: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

47

vulkanik yang lebih tinggi dari daerah bagian tengah dan barat, sehingga daerah

bentuklahan fluvial dan marin yang dilalui oleh beberapa sungai besar seperti

Batang Bungus, Batang Arau, Batang Kuranji dan Batang Air Dingin serta masih

ada lagi 18 sungai kecil lainnya yang mempunyai aliran permanen sepanjang

tahun, sering mengalami banjir. Hal ini di dukung lagi bahwa Kota Padang

merupakan daerah tropis mempunyai curah hujan yang cukup tinggi rata-rata

326,67 mm perbulan dengan rata-rata hari hujan 16 hari perbulan. Apalagi luapan

sungai tersebut bersamaan dengan terjadinya pasang di laut.

Bahaya banjir di kota Padang, memiliki sebaran spasial umumnya di

daerah satuan bentuklahan dataran aluvial pantai (M2), Depresi antar beting (M3),

Rawa belakang (F3), Dataran banjir (F4), dataran aluvial (F2) dan Gosong sungai

(F4) yaitu daerah sepanjang aliran sungai dan pantai.

Secara spasial, sebaran tingkat bahaya banjir diperlihatkan pada Tabel 4.2

dan Gambar 7.7

Gambar 4.5

Peta Tingkat Bahaya Bajir di Kota Padang

Sumber: Analisis Data Tahun 2007 KOGAMI

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 64: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

48

Tabel 4.2

Sebaran Spasial Tingkat Bahaya Banjir Kota Padang

Sumber: Hasil analisis tahun 2007 KOGAMI

4.2.4 Kerentanan Terhadap Abrasi Pantai

Berdasarkan faktor penentu akresi/erosi pantai dari kesepuluh pantai yang

diambil datanya, tiga pantai yang ada mengalami abrasi, yaitu pantai Pasir

Sabalah I dengan nilai 0,0508 , Pasir Parupuk I dengan nilai 0,0533, Pasir

No Kecamatan Luas Total (Ha) Bahaya Banjir Luas Bahaya Banjir (Ha) Luas Bahaya Banjir (%)

1 Koto Tangah 21594 Tinggi 790 3,65Koto Tangah Rendah 20059 92,89Koto Tangah Sedang 745 3,45

2 Pauh 15953 Rendah 15690 98,35Pauh Sedang 263 1.64

3 Kuranji 5794 Tinggi 87 1,50Kuranji Rendah 4905 84,65Kuranji Sedang 802 13,84

4 Nanggalo 1112 Tinggi 160 14,38Nanggalo Rendah 420 37,76Nanggalo Sedang 532 47,84

5 Padang Utara 617 Tinggi 503 81,52Padang Utara Rendah 68 11,02Padang Utara Sedang 46 7,45

6 Lubuk Kilangan 8363 Rendah 8343 99,76Lubuk Kilangan Sedang 20 0,23

7 Padang Timur 639 Tinggi 260 40,68Padang Timur Rendah 328 51,33Padang Timur Sedang 51 7,98

8 Padang Barat 508 Tinggi 429 84,44Padang Barat Rendah 79 15,55

9 Lubuk Begalung 2711 Tinggi 5 0,18Lubuk Begalung Rendah 2289 84,43Lubuk Begalung Sedang 417 15,38

10 Padang Selatan 1118 Tinggi 80 7,15Padang Selatan Rendah 879 78,62Padang Selatan Sedang 159 14,22

11 Bungus Teluk Kabung 9976 Tinggi 114 1,14Bungus Teluk Kabung Rendah 9729 97,52Bungus Teluk Kabung Sedang 133 1,33

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 65: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

49

Parupuk II dengan nilai 0,0545, sesuai dengan rumus nilai koefisien Go< 0,0556,

ketiga nilai Go pada ketiga pantai tersebut berada dibawah nilai 0,0556 sedangkan

pantai yang mengalami akresi adalah pantai Pasir sabalah II dengan nilai 0,1269,

Parkit dengan nilai 0,1126, Pantai Padang I dengan nilai 0,1447 dan Pantai

Bungus dengan nilai 0,1178, sesuai dengan rumus nilai koefisien Go> 0,1111.

Dari keempat pantai yang ada didapat nilai Go kurang dari 0,1111. Artinya pantai

yang ada cendrung bertambah. Hal ini dapat dilihat dari garis pantai di kota

padang umumnya memiliki garis pantai yang hampir datar dan sedikit terdapat

teluk. Faktor yang mempengaruhi terjadinya akresi pada pantai di kota padang

adalah tingginya muatan sedimen yang berasal dari daratan.

Hal ini dapat dilihat dari material pantai yang sebagian materialnya berupa

pasir yang berwarna hitam yang berasal dari daratan, kecuali untuk Pantai Bungus

materialnya berwarna putih dan banyak ditemukan cangkang karang, Hal ini

ditandai dengan nilai Go > 0,1111. dan yang mengalami/berada dalam suatu

keseimbangan dinamis (Dynamic Equilibrium) adalah pantai Pasir Jambak dengan

nilai 0,0709, Bunghatta dengan nilai 0,1047, dan Pantai Padang II dengan nilai

0,0592. Nilai koefisien ketiga pantai ini berada dalam range 0,0556 ≤ 0,1111.

Abrasi pantai yang terjadi pada daerah Pasir Sabalah I, Pasir Parupuk I

dan II disebabkan oleh karena pantai tersebut memiliki resistensi batuan yang

lemah, sehingga proses yang berasal dari laut dapat mengikis daerah pantai, dan

pembangunan jetti (tanggul penahan arus) tidak memperhitungkan arah sudut

datang gelombang. Secara spasial, sebaran ancaman bahaya abrasi pantai

diperlihatkan pada Gambar 4.6

Gambar 4.6

Peta Bahaya Abrasi Pantai Kota Padang

Sumber: Hasil Analisis Data 2007 KOGAMI – Pemko Padang

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 66: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

50

4.2.5 Kerentanan terhadap Bencana Rob (Limpahan Air Laut)

Rob atau limpahan air laut adalah banjir yang disebabkan oleh air laut

yang pasang yang menggenangi daratan, merupakan permasalahan yang terjadi di

daerah yang lebih rendah dari muka air laut.

Sebagian besar wilayah Kota Padang berada pada ketinggian 0-10 meter

dpl dengan jumlah penduduk yang tinggi. Hal ini berpotensi terkena limpahan air

laut baik itu disebabkan oleh air pasang, maupun karena penurunan muka tanah

akibat gempabumi.

Ketinggian daerah Kota Padang berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada

Tabel 4.3

Tabel 4.3

Tinggi Daerah menurut Kecamatan dari Permukaan Laut

No Kecamatan Tinggi

(meter dpl) Kepadatan

1 Bungus Teluk

Kabung 0 – 850 242

2 Lubuk Kilangan 25 – 1.853 518

3 Lubuk Begalung 8 – 400 3.552

4 Padang Selatan 0 - 322 6.427

5 Padang Timur 4 – 10 10.860

6 Padang Barat 0 – 8 8.859

7 Padang Utara 0 – 25 9.593

8 Nanggalo 3 – 8 7.416

9 Kuranji 8 – 1.000 2.156

10 Pauh 10 – 1.600 375

11 Koto Tangah 0 – 1600 715

Padang 0 – 1.853 1.260

Sumber: BPS, Padang dalam Angka 2009

4.3 Sistem Peringatan Dini Tsunami di Kota Padang

Dalam mengembangkan sistem peringatan dini yang berbasis masyarakat,

terutama sistem – sistem dimana peringatan bisa diberikan tepat waktu dan dapat

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 67: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

51

dipahami oleh mereka yang menghadapi resiko. Pemerintah harusnya secara

berkala sistem informasi sebagai bagian sistem peringatan dini untuk memastikan

bahwa tindakan yang cepat dan terkoordinir diambil pada waktu siaga atau

keadaan darurat.

Untuk itu, Pemko Padang telah membuat suatu sistem peringatan dini

tsunami sebagai wujud kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman gempa dan

tsunami. Sistem peringatan dini berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana merupakan serangkaian kegiatan pemberian peringatan

sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana

pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

Pada umumnya Sistem Peringatan Dini Kondisi Bencana di Kota Padang

harus mampu digunakan untuk pemberitahuan secara umum kemasyarakat serta

dapat pula digunakan untuk melaporkan kejadian bencana kepada Pusat

Pengendalian Operasi (Pusdalops) Kota Padang. Bagi yang ditujukan kepada

masyarakat, Sistem Peringatan Dini ini harus memiliki sifat, pertama, mampu

memberikan informasi bencana apa yang sedang terjadi.Kedua, mampu

memberikan informasi kemana orang harus evakuasi.

Sesuai SOP Peringatan Dini Tsunami yang di rancang oleh Pemko

Padang, pada gempa yang berpotensi tsunami maka SOP yang berlaku menurut

hasil observasi adalah: Bila terjadi bencana gempa bumi yang berpotensi tsunami

dengan ciri-ciri: Lamanya lebih kurang satu menit, manusia tidak bisa berdiri

tegak dengan sempurna akibat goncangan tersebut, struktur utama bangunan

retak/hancur. Maka, masyarakat segera melaksanakan evakuasi setelah gempa

selesai dengan berjalan kaki atau mengendarai kendaraan roda dua hingga ke

daerah/bangunan aman yang memiliki ketinggian lebih dari 8 - 10 meter diatas

permukaan laut dan tetap bertahan di daerah tersebut sambil menunggu

pengumuman resmi dari walikota melalui : Radio RRI Kota Padang, FM-RDS di

mesjid yang telah ditentukan atau sirine dengan bunyi tertentu:

Sementara prosedur yang dilakukan ketika masyarakat telah mengungsi

adalah:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 68: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

52

1. Radio Amatir: Segera melaporkan ke Pusdalop tentang berita telah terjadi

evakuasi masyarakat sesaat gempa selesai dengan menggunakan radio

komunikasi di frekuensi 143.50

2. Pusdalops PB: Piket Siaga Pusdalops menerima dan mengumpulkan

informasi dari anggota radio amatir di lapangan dengan menggunakan radio

komunikasi (repeater/VHF) dan menutup seluruh jalur komunikasi dengan

masyarakat dan pemerintah yang bertanya situasi terakhir.

3. Piket Siaga Pusdalops segera mencari/menunggu data dari BMG untuk

Bulettin I BMG yang memastikan ada atau tidaknya potensi tsunami dari

gempa yang telah terjadi.

4. Piket Siaga Pusdalops segera setelah menerima buletin I BMG

meneruskannya ke walikota dengan menggunakan telephone atau radio VHF

di frekuensi 143.50 atau kurir dengan pesan: “Info BMG: Gempa hh-bb-tt;

jj:mm:dd berpotensi tsunami; Info Petugas Lapangan : telah terjadi evakuasi

masyarakat dipesisir pantai; menunggu Bulettin 2 BMG; mohon perintah

evakuasi resmi masyarakat”

5. Walikota Padang: segera setelah menerima informasi dari Piket Siaga

Pusdalops memberikan instruksi: “Laksanakan Evakuasi sesuai dengan

protap, Kota Padang Berada dalam Kondisi Darurat Bencana”

6. Piket Siaga Pusdalops setelah mendapat perintah resmi dari walikota atau bila

dalam jangka waktu 10 menit, walikota tidak memberikan jawaban, maka

Piket Siaga Pusdalops segera melaksanakan :

a. aktivasi Sirene Peringatan Dini dari tombol Pusdalop

b. memberikan peringatan dini ke pada mesjid-mesjid yang telah

ditentukan 5 buah mesjid tiap sektor evakuasi dengan FM-RDS dengan

bunyi peringatan : "Bahaya Tsunami!!! Segera selamatkan diri, lari

ketempat lebih tinggi x meter"

c. memberikan perintah resmi kepada Group Siaga Bencana dengan

menggunakan Repeater VHF 143.50 dan diulang setiap 10 menit hingga

pembatalan peringatan dini dari BMG, bunyi perintah: "Disini Posko

Siaga Pusdalops Kota Padang. BKMG Memberitakan telah terjadi

gempa berpotensi tsunami. Diperkirakan ketinggian mencapai xx meter.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 69: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

53

Kepada seluruh unsur Pusdalops Kota Padang, bersiap untuk melakukan

proses tanggap darurat"

Sedangkan bagi masyarakat sendiri, pemerintah juga merancang SOP yang

diharapkan bisa meminimalisir jatuhnya korban jiwa. SOP tersebut mengatur

bagaimana seharusnya masyarakat bertindak ketika ada gempa yang berpotensi

tsunami. Menurut paparan dari BPBD Kota Padang, gambaran SOP untuk

masyarakat adalah:

“Setelah mendengar Sirene Peringatan Dini atau Pengumuman FM RDS,

terus melaksanakan evakuasi hingga ke daerah yang telah ditetapkan dan

bertahan hingga pengumuman pembatalan peringatan dini dari walikota

melalui: Radio RRI Kota Padang atau FM-RDS di mesjid yang telah

ditentukan atau sirine dengan bunyi tertentu”.

Setelah mendengar perintah resmi Piket Siaga Pusdalops segera

melaksanakan evakuasi pasukan ke daerah aman sambil memandu masyarakat ke

daerah Relokasi yang ditetapkan dan menunggu pengumuman pembatalan

peringatan dini dari walikota melalui: Radio RRI Kota Padang atau FM-RDS di

mesjid yang telah ditentukan atau sirine dengan bunyi tertentu. Bila telah di dapat

Bulettin BMG yang menyatakan hantaman Tsunami selesai melalui Ranet atau

FM-RDS atau Radio VHF dengan Frekuensi 143.50, maka, Piket Siaga Pusdalops

segera setelah menerima Buletin BMG meneruskannya ke walikota dengan

menggunakan telephone atau radio VHF di frekuensi 143.50 atau kurir dengan

pesan: “Info BMG: hantaman tsunami selesai; tidak ada potensi susulan; mohon

peringatan pembatalan”

Pada saat yang sama Walikota Padang, segera setelah menerima informasi

dari Piket Siaga Pusdalops memberikan instruksi: “jalankan prosedur peringatan

pembatalan; aktifkan group siaga pusdalops; laksanakan prosedur masa tanggap

darurat”. Setelah Piket Siaga Pusdalops setelah mendapat perintah resmi dari

walikota atau bila dalam jangka waktu 10 menit, walikota tidak memberikan

jawaban, maka Piket Siaga Pusdalops segera melaksanakan:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 70: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

54

a. Aktivasi Sirene Pembatalan Peringatan Dini dari tombol Pusdalops

b. Memberikan pembatalan peringatan dini ke pada mesjid-mesjid yang telah

ditentukan 5 buah mesjid tiap sektor evakuasi dengan FM-RDS dengan bunyi

peringatan: "tsunami selesai! tetap di lokasi relokasi"

c. memberikan perintah resmi kepada Group Siaga Bencana dengan

menggunakan Repeater VHF 143.50 dan diulang setiap 10 menit, bunyi

perintah:

"Disini Posko Siaga Pusdalops Kota Padang. BMG Menyatakan hantaman

selesai. Kepada seluruh Group Siaga Pusdalops Kota Padang, bersiap

untuk melakukan proses tanggap darurat pada daerah terdekat"

d. memberikan himbauan kepada pimpinan Pusdalops dan BPBD Kota Padang

segera bergabung di Ruang Pusat Pengendali Operasi Penanganan Bencana

(RUPUSDALOPS) Kota Padang dengan menggunakan Repeater VHF

143.50 dan diulang setiap 10 menit.

Sementara itu masyarakat, setelah mendengar sirene pembatalan

peringatan dini, tetap berada di lokasi relokasi dan menunggu pengumuman

selanjutnya dari Pimpinan daerah relokasi masing-masing. Setelah mendengar

perintah resmi Piket Siaga Pusdalops segera menunjuk unsur Muspika yang

berada di daerah relokasi masing-masing sebagai pimpinan daerah relokasi dan

segera melapor kepada pimpinan masing-masing pasukan Group Siaga bila

memungkinkan. Dan Pimpinan Pusdalops dan BPBD Kota Padang setelah

mendengar himbauan resmi dari Piket Siaga Pusdalops segera menuju ke lokasi

secepatnya dan mulai memimpin Prosedur Tanggap Darurat Penanganan Bencana

Tsunami.

Untuk lebih jelasnya Standar Operasional Prosedur (SOP) Sistem

Peringatan Dini Tsunami yang dibangun di kota Padang dapat dilihat pada pada

gambar di bawah ini:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 71: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

55

Gambar 4.7 : Standar Operasional Prosedur Sistem Peringatan Dini Kota Padang

(sumber: Pemerintah Kota Padang)

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 72: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

4.4 Perilaku Pemerintah Terhadap Kesiapsiagaan

Dalam upaya Pemko Padang untuk peningkatan kesiapsiagaan masyarakat

dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami, komitmen tersebut bisa

terlihat dari berbagai program – program yang sedang dilaksanakan dan

direncanakan. Selama ini aksi nyata dari program – program yang bertujuan

meningkatkan kesiapsiagaan masih domninan dilakukan oleh LSM seperti edukasi

dan sosialiasasi kesiapsiagaan. Sementara peran Pemko Padang adalah pada

perbaikan kerentanan fisik infrastruktur Kota, seperti perbaikan jalur – jalur

evakuasi dan pembangunan lokasi evakuasi. Di sisi lain, berbagai program sedang

direncanakan oleh Pemko Padang terkait dengan penanggulangan bencana

terutama pada aspek kesiapsiagaan seperti yang di ajukan dalam Rencana Aksi

Daerah Penanggulangan Bencana (RAD PB) Kota Padang. Dari tahap

perencanaan memang Pemko Padang sudah menunjukkan komitmen yang

menekankan bahwa pentingnya aspek kesiapsiagaan untuk mengurangi resiko

bencana, seperti yang disampaikan oleh Kabid Kesiapsiagan BPBD Kota Padang:

“Justru kesiapsiagan ini yang bergerak setiap hari, karena ini harus selalu

kita persiapkan. Kami bekerja setiap hari untuk menjamin ada upaya untuk

meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Dan kami sudah banyak

membuat proposal untuk itu. Ini kan tidak banyak orang yang tahu”

Hal ini tentu terkait dengan berbagai perencanaan kebijakan yang telah

dan sedang di rumuskan oleh Pemko Padang yang berfokus pada pengurangan

resiko bencana gempa dan tsunami sebagai upaya preventif untuk mengurangi

dampak dari bencana tersebut. Sikap Pemko Padang terhadap upaya peningkatan

kesiapsiagaan ini mulai terlihat sejak terbentuknya BPBD Kota Padang sebagai

lembaga yang bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana. Dengan

adanya BPBD arah kebijakan penanggulangan bencana di Kota Padang mulai

fokus. Sesuai dengan yang disampaikan oleh staf ahli BPBD Kota Padang:

“Dengan berdirinya BPBD Kota Padang pada tahun 2009 lalu, Pemko

Padang mulai membuktikan kepeduliannya terhadap kerawanan bencana

di Kota Padang. Ini kan juga perintah dari UU No 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana. Aparatur BPBD Kota Padang sedikit demi

56

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 73: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

57

sedikit di tingkatkan pengetahuan dan kapasitasnya dalam penanggulangan

bencana. Pelatihan – pelatihan tersebut telah dilakukan sejak tahun 2009

terhadap pejabat dan staff BPBD Kota Padang baik mengenai

kesiapsiagaan, tanggap darurat maupun rehab dan rekon”

Keberadaan BPBD sebagai ujung tombak Pemerintah Kota Padang dalam

penanggulangan bencana makin terarah, karena selama ini masing – masing

instansi baik dari pemerintah sendiri maupun dari LSM – LSM bergerak sendiri –

sendiri. Dan aspek kesiapsiagaan merupakan salah satu tahap penanganan bencana

yang menjadi fokus Pemerintah Kota Padang. Ini sesuai dengan pernyataan dari

Manejer Advokasi Komunitas Siaga Tsunami yang menyatakan:

”Kalau kita melihat sejak ada badan khusus penanggulangan bencana yaitu

BPBD Kota Padang, alhamdulillah penanganan bencana sudah mulai

membaik, termasuk juga aspek kesiapsiagaan. Pemerintah sudah mulai

peduli dan fokus terhadap penanganan bencana secara keseluruhan. Baru –

baru ini kita sedang melakukan pedampingan terhadap BPBD Kota

Padang dalam membuat rencana aksi daerah (RAD), yang lebih

difokuskan pada kesiapsiagaan. Nah RAD ini nantinya akan dicoba

disinkronkan dengan rencana kerjanya BPBD Kota Padang. Paradigma

inilah yang berubah di Pemko Padang, dengan berusaha menganggarkan

dana untuk kegiatan kesiapsiagaan. Yang mana sebelumnya ini kurang

diperhatikan atau malah tidak diperhatikan sama sekali. Peran KOGAMI

sendiri lebih ke fasilitator dan motivator”.

Dalam Rencana Pengurangan Resiko Bencana di Kota Padang,

pembentukan organisasi dan lembaga pada semua level berfungsi untuk menjaga

terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,

terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada

masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Pada level pemerintah di

kota Padang dibentuk lembaga yang disebut Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD). Lembaga ini merupakan badan pemerintah daerah yang bertugas

dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap sebelum

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 74: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

58

bencana (Pra-Bencana), saat bencana (Tanggap Darurat) dan pasca bencana (Masa

Pemulihan).

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) berfungsi untuk

mengkoordinasikan penyusunan rencana penanggulangan bencana daerah sesuai

dengan kewenangannya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan ditinjau secara

berkala sekali dalam 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

Penyusunan rencana penanggulangan bencana disusun berdasarkan pedoman yang

ditetapkan oleh kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pada

level komunitas masyarakat dibentuk organisasi penanggulangan bencana yang

disebut Kelompok Penanggulangan Bencana (KPB). Kelompok ini beranggotakan

dari berbagai unsur yang ada dalam komunitas. Kelompok ini dibentuk secara

partisipatif bersama masyarakat dan diberi peningkatan kapasitas sehingga

memiliki kemampuan dalam analisis risiko bencana di komunitas, penyusunan

sistem pengurangan risiko bencana (PRB) di komunitas, pembuatan rencana aksi

komunitas untuk pengurangan risiko bencana (RAK-PRB), membangun

kesiapsiagaan di dalam komunitas serta memiliki kemampuan dalam penanganan

darurat pada tahap awal terjadinya bencana di komunitas.

Sementara itu pada level komunitas sekolah juga dibentuk lembaga yang

bertugas dalam menyusun sistem pengurangan risiko bencana untuk komunitas

sekolah. Sistem ini meliputi pembangunan sistem kesiapsiagaan, sistem

penanganan darurat dan sistem pemulihan pasca bencana yang difokuskan pada

penanganan korban luka dan traumatic healing. Lembaga ini disebut Kelompok

Siaga Bencana Sekolah (KSBS) yang anggotanya meliputi semua komponen

dalam komunitas sekolah yaitu guru, murid dan pegawai sekolah.

Sebagai wujud komitmen dalam menanggulangi bencana, Pemerintah Kota

Padang berusaha menyusun sebuah Rencana Penanggulangan Bencana (RPB)

untuk meminimalisir kerugian yang mungkin timbul akibat bencana jika terjadi.

RPB Kota Padang disusun berdasarkan visi dan misi penanggulangan bencana di

Kota Padang. Selain itu RPB juga mempertimbangkan kondisi kerentanan dan

kemampuan daerah dalam penanggulangan bencana yang diidentifikasi dan

dianalisis secara partisipatif oleh seluruh pemangku kepentingan terkait

penanggulangan bencana di Kota Padang.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 75: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

59

RPB Kota Padang disusun berdasarkan visi dan misi penanggulangan

bencana di Kota Padang. Faktor kunci keberhasilan penanggulangan bencana

yang diperoleh melalu analisa SWOT yang digunakan sebagai dasar penyusunan

kebijakan dan strategi penanggulangan bencana di Kota Padang. Kebijakan yang

diambil dalam penanggulangan bencana di Kota Padang seperti yang terdapat

dalam RPB adalah sebagai berikut

1. Mengoptimalkan upaya penanganan darurat bencana dengan membangun

sistem komando yang efektif dan di uji coba secara berkala.

2. Mendorong percepatan realisasi kerjasama PRB lintas batas dan regional.

3. Menjamin ketersediaan distribusi barang dan jasa serta perlindungan dan

kepastian hukum di bidang ekonomi, sentra produksi, fasilitas publik

serta status kepemilikan properti berdasarkan analisis risiko bencana.

4. Menggalang kerjasama antara pemerintah, perguruan tinggi serta dunia

usaha dalam mengelola sumberdaya dan peningkatan kapasitas PB.

5. Menggalang kontribusi dunia usaha (BUMN/ BUMD, Swasta) dalam

pemenuhan kebutuhan kontijensi, sistem informasi dan komunikasi.

6. Memperbaharui mekanisme dan penerapan secara konsekuen analisis

risiko bencana dalam IMB, tata ruang dalam pembangunan berskala

besar.

7. Mempersiapkan kapasitas tanggap darurat Kota Padang berdasarkan

rencana kontijensi.

8. Memberdayakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam

pemulihan fasilitas dan utilitas umum.

9. Memindahkan secara bertahap fasilitas pelayanan publik dari daerah

rawan bencana ke daerah aman.

10. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana penanggulangan

bencana.

Komitmen ini hanya pada mayoritas masih pada tahap perencanaan,

sementara aksi nyata yang telah di lakukan Pemko Padang dalam meningkatkan

kesiapsiagaan masih belum optimal. Program kesiapsiagaan yang dilakukan masih

didominasi oleh kalangan LSM yang bergerak dalam bidang kebencanaan.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 76: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

60

Sementara keterlibatan Pemko sendiri, mayoritas masih pada tahapan pemberian

izin program. Contohnya pada Tahun 2010 ada program Sekolah Siaga Bencana

(SSB) sebagai bagian dari edukasi peningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di

bidang pendidikan yang dilakukan oleh Komunitas Siaga Tsunami bekerja sama

dengan World Vision dengan rekomendasi dari Pemko Padang. Selain itu Palang

Merah Indonesia juga melakukan edukasi dengan berbagai program di masyarakat

Kota Padang yang berfokus pada kesiapsiagaan. Program ini bertujuan membuat

sekolah percontohan dimana sekolah tersebut diharapkan bisa menjadi Pilot

Project dalam pengurangan resiko bencana berbasis sekolah. Ini sesuai yang

disampaikan oleh Staf BPBD Kota Padang:

”Dengan adanya program SSB ini diharapkan menjadi trigger bagi

pemerintah untuk dapat mengaplikasikan program pengurangan resiko

bencana di sekolah – sekolah yang rawan bencana.”

Bantuan dari LSM sebagai mitra Pemko Padang dalam upaya

meningkatkan kesiapsiagaan untuk menghadapi ancaman gempa dan tsunami

sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan banyaknya program dan kegiatan yang

dilakukan dengan kerjasama antara Pemko Padang dan LSM, seperti penyusunan

Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Bencana (RAD PB) di Kota Padang. Peran

LSM adalah untuk memfasilitasi Pemko Padang untuk lebih fokus pada upaya

peningkatan kesiapsiagaan dengan memberikan masukan dan pelatihan.

Sementara itu program yang diinisiasi oleh Pemko Padang sendiri masih

dalam tahap awal program, salah satunya Program Kelompok Siaga Bencana

(KSB) yang berbasiskan peningkatan kesiapsiagaan pada setiap kelurahan yang

ada di Kota Padang. Seperti yang disampaikan oleh Kabid Kesiapsiagaan BPBD

Kota Padang, Afrinaldi tentang KSB ini:

”Untuk mempermudah penyebaran informasi kebencanaan kepada

masyarakat, kita merencanakan akan membentuk perpanjangan tangan di

kelurahan dalam bentuk kelompok siaga bencana (KSB) yang anggotanya

adalah masyarakat yang berpengaruh di kelurahan dan wakil dari

kelurahan.”

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 77: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

61

Untuk meningkatkan kapasitas KSB seperti yang terdapat dalam TOR

KSB Kota Padang di masing – masing kelurahan akan dilakukan pelatihan yang

bertujuan untuk:

1. Adanya peningkatan kapasitas komunitas dalam penanggulangan dan

pengurangan risiko bencana.

2. Adanya tenaga terampil yang memiliki pengetahuan/keterampilan

dasar dalam penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana

dan penanganan darurat yang berbasis komunitas.

3. Adanya analisis daerah dan perencanaan evakausi secara sederhana di

tingkat kelurahan yang berbasis komunitas. (BPBD, 2011, p. 4).

Komitmen Pemerintah juga bisa dilihat dari beberapa anggaran yang

disediakan dalam penanggulangan bencana khususnya kesiapsiagaan. BPBD Kota

Padang sebagai lembaga yang berfungsi menjadi koordinator dalam

penanggulangan bencana di Kota Padang, tidak memiliki anggaran yang cukup

untuk melakukan semua kegiatan penanggulangan bencana secara mandiri. Dana

penanggulangan bencana berada pada masing – masing SKPD yang digunakan

sesuai dengan bidangnya. Sumber anggarannya berasal dari APBN, APBD dan

bantuan baik dari dalam maupun luar negeri, untuk lebih jelasnya bisa dilihat

skema berikut:

Gambar 4.8: Skema Pendanaan PB di Kota Padang

Sumber: BPBD Kota Padang

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 78: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

62

Permasalahan dana adalah masalah krusial dalam penanggulangan

bencana. Dana yang dibutuhkan bisa di dapat dari berbagai sumber, seperti dari

APBN, APBD, maupun pinjaman dan sumbangan dari luar negeri. Ketika

permasalahan dana ini disampaikan ke BPBD Kota Padang, Kabid Kesiapsiagaan

menyampaikan:

”dana penanggulangan bencana berasal dari berbagai sumber. Dana – dana

tersebut ditempatkan di berbagai SKPD. BPBD sendiri hanya

merekomendasikan kebutuhan penanggulangan bencana kepada SKPD

tersebut. Kami tidak mengetahui persisnya dana tersebut, karena mereka

belum melaporkan kepada kami”

Tidak diketahui berapa dana yang dipersiapkan oleh Pemko Padang karena

masih kurangnya koordinasi antara SKPD dengan BPBD Kota Padang sebagai

leading sector dalam penanggulangan bencana. Menurut pemaparan dari Staf

BPBD Kota Padang:

”persoalan informasi dana ini sudah lama menjadi persoalan. SKPD hanya

menjalankan programnya sendiri. Misalnya saja pembenahan infrastruktur,

yang dilakukan Dinas Prasana Jalan dan Pemukiman, dananya mereka

yang anggarkan dan belum ada memberikan tembusan kepada kami

tentang program yang mereka lakukan. Begitu juga di SKPD yang lain,

kami mesti jemput bola mencari informasi tersebut, dan kadang mereka

enggan memberitahukan”

Dari paparan para staf BPBD Kota Padang di atas, masih terlihat belum

adanya keterpaduan antara setiap SKPD di Kota Padang dalam melakukan

kegiatan penanganan bencana. Beberapa SKPD bergerak sendiri, tanpa ada

koordinasi dengan BPBD sebagai lembaga yang di tunjuk oleh Undang – Undang

sebagai koordinator dalam penanggulangan bencana.

Sementara itu, di Kota Padang sendiri telah terjadi beberapa kali gempa

besar sejak Tahun 2004 lalu. Artinya kurang lebih tujuh tahun sejak tsunami di

Aceh yang membawa informasi baru tentang tingginya kerawanan pantai barat

Pulau Sumatera terhadap ancaman gempa dan tsunami. Seharusnya sudah ada

program yang berfokus pada kesiapsiagaan yang di inisiasi oleh Pemerintah Kota

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 79: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

63

Padang yang benar – benar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara

nyata. Ada beberapa pernyataan masyarakat tentang minimnya perhatian

pemerintah terhadap edukasi kesiapsiagaan, seperti yang disampaikan oleh Deno,

warga Kelurahan Air Tawar Barat:

”Selama ini kami belum dapat edukasi atau pelatihan sekalipun dari

pemerintah, padahal tempat tinggal kami sangat dekat dengan pantai.

Kami menyelamatkan diri hanya berdasrkan insting saja. Kalau ada gempa

besar kami lari ke tempat yang tinggi untuk menghindari tsunami”

Minimnya upaya Pemko Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan

masyarakat terlihat dari minimnya program – program penanggulangan bencana

yang dilaksanakan dengan aksi nyata yang menyentuh seluruh lapisan masyarat

Kota Padang. Ini sesuai dengan kritikan dari Direktur Eksekutif Komunitas Siaga

Tsunami yang mengatakan:

“Secara keseluruhan belum. Kalau sudah, berarti sudah

terimplementasikan program – program yang telah direncanakan. Sampai

saat ini masih gladi posko, show on force, atau cuma memperlihatkan

kekuatan aparat tanggap darurat dalam pawai – pawai. Secara substansi

implementasi program kesiapsiagaan yang benar – benar menyentuh

masyarakat masih nihil. Kalau edukasi selama ini banyak dilakukan oleh

LSM – LSM yang care terhadap pengurangan resiko bencana. Bahkan

RAD yang menjadi acuan untuk pengurangan resiko bencana termasuk

kesiapsiagaan KOGAMI yang memfasilitasi untuk menjadi dokumen yang

nantinya akan dilegalkan

Menurut pengamatan peneliti di lokasi penelitian, kebanyakan kegiatan

yang dilakukan adalah Apel Kesiapasiagaan yang berupa show on force para

personel tanggap darurat dan peralatannya yang di bawa keliling Kota Padang

agar masyarakat bisa melihat bahwa Kota Padang telah siaga. Sementara substansi

kesiapsiagaan itu sendiri sering dilupakan, yang bertujuan untuk menciptakan

respons yang tepat pada saat yang tepat ternyata tidak begitu diperhatikan. Ketika

hal ini ditanyakan ke Kabid Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang, mengatakan:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 80: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

64

”Sebenarnya kami telah berusaha untuk membuat program tentang

kesiapsiagaan masyarakat, namun kami mempunyai keterbatasan dalam

hal sumber daya manusia dan anggaran. Tapi percayalah kami terus

bergerak setiap hari, ada beberapa proposal yang sedang kami buat,

semoga bisa secepatnya bisa diimplementasikan dan masyarakat

merasakan manfaatnya. Ini terkait dengan fungsi BPBD hanya sebagai

koordinator. BPBD hanya bisa menyarankan kepada instansi terkait misal,

Dinas Pendidikan agar menganggarkan dana untuk pelatihan

kesiapsiagaan di sekolah atau dalam pembuatan rambu – rambu evakuasi,

BPBD meminta Dinas Komunikasi dan Informatika menganggarkannya.

Jadi BPBD tidak memiliki anggaran yang khusus karena fungsinya hanya

sebagai Koordinator terhadap SKPD lain, inilah yang membuat sulit kami

bergerak”

Peran BPBD sebagai koordinator dalam penanggulangan bencana dapat

dilihat dari Perda No 3 Tahun 2008 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 11

Ayat 2, yang menyatakan Badan Penanggulangan Daerah sebagai lembaga

pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara

terencana, terpadu, dan menyeluruh. Jadi, peran BPBD sesuai dengan amanat

perda hanya sebagai badan koordinasi yang merencanakan kegiatan

penanggulangan bencana secara terpadu dan lintas sektor. Dan permasalahan

terletak pada fungsi BPBD yang hanya sebagai koordinator yang

mengkoordinasikan seluruh instansi terkait agar satu langkah dalam penanganan

bencana. Satu langkah ini dimaksudkan agar tidak ada tumpang tindah dan saling

berebut peran dalam penanggulangan bencana.

BPBD sendiri sesungguhnnya tidak memiliki tools yang begitu lengkap,

karena sarana dan prasarana yang digunakan tersebar di berbagai macam instansi.

Misalnya, ambulans adalah milik dinas kesehatan, mobil pemadam kebakaran ada

di dinas pemadam kebakaran, atau alat – alat SAR banyak dimiliki oleh Tim SAR

baik dari Badan SAR Kota Padang, maupun milik TNI, Polri dan lembaga –

lembaga kemasyarakatan lainnya. Jadi, fungsi BPBD Kota Padang sendiri adalah

bagaimana agar semua stakeholders tersebut bisa bersinergi agar penanggulangan

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 81: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

65

bencana bisa berjalan lebih baik dan optimal. Ini sesuai dengan pernyataan dari

Staf Ahli Pengurangan Resiko Bencana (PRB) UNDP mengatakan:

“Begini ya, kita menganggap BPBD ini semacam rumah kosong, terus isi

perabotannya dari siapa? Ya dari SKPD – SKPD yang ada, misalnya dari

Dinas PU, Dinas Pendidikan, Dinas PU, Dinas Tata Ruang, Dinas

Perhubungan dan sebagainya.”

BPBD tidak mempunyai kekuatan yang cukup mengerjakan setiap

kebijakan penanggulangan bencana dan mesti bekerja sama lintas instansi,

sehingga dalam penyatuan ide dan gagasan tentang pengurangan resiko bencana

yang berfokus pada kesiapsiagaan menjadi sulit. Ketidakmampuan BPBD Kota

Padang ini sebenarnya sudah di perkirakan oleh stakeholders masyarakat Kota

Padang lainnya, dan berusaha membantu mengurangi beban dan mendorong

BPBD Kota Padang agar lebih professional, terutama untuk lebih memperhatikan

kesiapsiagaan untuk mengurangi resiko bencana, seperti yang di ungkapkan oleh

Manejer Edukasi Komunitas Siaga Tsunami: “

“Kita selama ini melihat bahwa pemerintah daerah memang harus dibantu

dalam penanggulangan bencana ini. Jadi kita beda dengan LSM lain yang

sering mendemo atau mengkritik pemerintah. Ketika kita melihat

pemerintah daerah masih lemah dalam penanggulangan bencana terutama

kesiapsiagaan, maka kami mencoba memberikan pedampingan untuk

pemerintah agar lebih memperhatikan ini. Bisa dalam bentuk seminar,

workshop, atau asistensi dalam pembuatan SOP penanggulangan bencana.

Jadi kerjasama kami sudah cukup baik dengan pemerintah Kota Padang.

Selain itu, kami juga melakukan edukasi sendiri langsung ke masyarakat

Kota Padang tentunya dengan izin dari Pemko Padang dan program kami

sangat banyak bergerak di bidang ini dengan kerjasama dan bantuan

lembaga – lembaga lain, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Inikan juga termasuk meringankan tugas Pemko Padang untuk

meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.”

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 82: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

66

Sejak terbentuk Tahun 2008 BPBD Kota Padang dalam berbagai kegiatan

banyak didukung oleh LSM – LSM baik lokal maupun internasional. LSM – LSM

ini yang memberikan pelatihan dan pedampingan pada pematangan organisasi

BPBD. Selain itu, peran LSM dalam memotivasi agar Pemko Padang lebih

memperhatikan kesiapsiagaan diakui sendiri oleh BPBD Kota Padang, seperti

yang diungkapkan oleh, Staf Ahli BPBD Kota Padang,

“Memang selama ini program kerja kami banyak bekerja sama dengan

LSM, termasuk kesiapsiagaan. LSM tersebut ada yang berbasis lokal,

nasional maupun asing”

Dari persoalan sikap pemerintah di atas terletak pada bagaimana merubah

paradigma pemerintah yang selama ini masih berpikir bahwa, tahap tanggap

darurat adalah tahapan yang penting dan melupakan tahapan pra – bencana,

seperti kesiapsiagaan. Saat ini paradigma pemerintah masih berkutat pada

persoalan tanggap darurat atau saat terjadinya bencana. Seharusnya pemerintah

juga memberi porsi seimbang kepada upaya peningkatan kesiapsiagaan yang

bergerak pada tataran preventif dan bertujuan bagaimana meminimalisir jatuhnya

korban jiwa maupun kerugian materi.

Komitmen Pemerintah Kota Padang juga bisa dilihat dari Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang sampai 2013, yang berisikan:

1. Mengarahkan pengembangan kegiatan permukiman (terutama ke arah

Utara dan Timur) untuk mengurangi tekanan perkembangan fisik dan

arus lalu-lintas di dan ke Kawasan Pusat Kota.

2. Mengembangkan kawasan yang tergolong kawasan transisi

perkembangan (koridor dan sisi luar Padang By-Pass) untuk kegiatan

perdagangan, jasa, industri, permukiman, perkantoran, olahraga,

pendidikan dan prasarana transportasi.

3. Mengembangkan kawasan perkantoran Pemerintahan Kota di Kawasan

Air Pacah untuk mengurangi arus pergerakkan menuju ke Kawasan

Pusat Kota dan sekaligus mempermudah akses penduduk untuk

memperoleh pelayanan di satu kawasan.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 83: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

67

4. Mengembangkan jaringan jalan baru untuk mengurangi beban Jalan

Arteri Padang–Bukittinggi dan sekaligus mengoptimalkan Jalan

Padang By-Pass. Pengembangan jalan baru diutama-kan adalah Jalan

Sepanjang Pantai (Teluk Bayur–Nipah/Muaro–Pasir Jambak–

Ketaping) dan Jalan Lingkar Luar (Bandar Buat–Limau Manis–

Gunung Sarik–Air Pacah–Lubuk Minturun–By-Pass).

6. Mengembangkan kawasan pesisir sepanjang pantai menjadi kawasan

komersial dengan menggunakan konsep „water-front city’, sehingga

dapat menjadi ciri khas Kota Padang dimasa depan dan sekaligus

memberikan nilai tambah bagi pembangunan kota.

7. Mengembangkan Kawasan Limau Manis sekitar Kampus UNAND

sebagai kawasan pendidikan, penelitian dan pelatihan yang memiliki

skala pelayanan regional. Sedangkan kawasan pendidikan tinggi

lainnya yang sudah ada dikembangkan dengan pendekatan

intensifikasi lahan.

Secara umum, dari paparan RTRW Kota Padang di atas, dapat di analisis

pengembangan Kota Padang mulai menuju ke arah timur atau zona aman tsunami

yang berada di kawasan By – Pass. Kawasan tersebut berada cukup jauh dari

pantai dan menjadi. lokasi evakuasi horizontal jika tsunami terjadi di Kota

Padang. Tetapi, perkembangan tersebut di dominasi oleh rencana pembangunan

Pusat Pemerintahan yang baru di kawasan Aie Pacah yang sebelumnya berada di

dekat pantai.

Sementara, pusat pemukiman penduduk di Kota Padang masih banyak

tersebar di zona rawan tsunami. Hingga saat ini belum ada anjuran dari

Pemerintah Kota Padang untuk merelokasi masyarakat yang bermukim di zona

rawan ke tempat yang lebih aman. Hal ini sesuai dengan yang di sampaikan oleh

Kepala BPBD Kota Padang:

“Rencana relokasi penduduk di zona rawan itu pekerjaan yang sangat berat

dan besar. Butuh dana dan waktu yang tidak sedikit. Saat ini yang bisa kita

lakukan adalah membangun shelter sebanyak mungkin untuk masyarakat

menyelamatkan diri jika tsunami terjadi

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 84: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

68

Memang untuk memindahkan penduduk ke zona aman tidak bisa

dilakukan secara instan dan harus melalui perencanaan matang. Pemindahan

penduduk tidak hanya aspek fisiknya saja, tetapi juga aspek sosial dan budaya

yang memegang perananan penting, dan ini akan memakan biaya yang sangat

besar dan waktu yang lama.Yang bisa dilakukan Pemerintah Kota Padang adalah

memperketat pemberian izin mendirikan bangunan dengan memperhatikan tingkat

kerawanan Kota Padang terhadap bencana dengan memprioritaskan pembangunan

pemukiman di zona aman tsunami.

4.5 Kerentanan Bangunan

Kondisi kerentanan fisik Kota Padang dijadikan salah satu unsur yang

mempengaruhi upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan

tsunami. Hal ini bisa dipahami kondisi infrastruktur menjadi permasalahan yang

krusial mengingat pengalaman gempa besar yang telah beberapa kali dialami oleh

Kota Padang yang meluluhlantakkan banyak bangunan, jalan dan jembatan di

Kota Padang.

Berdasarkan data dari BPBD Kota Padang pasca gempa 30 September

banyak gedung – gedung yang roboh, yang merupakan fasilitas umum dan sosial.

Berikut data dari BPBD Kota Padang:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 85: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

69

Tabel: 4.4 Data Kerusakan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial Kota Padang

Pasca Gempa 30 September 2009

Kecamatan

SARANA DAN PRSARANA

PENDIDIKAN KESEHATAN KANTOR

RB RS RR RB RS RR RB RS RR

1 Lubuk Kilangan 65 54 54 0 0 0 0 0

2 Koto Tangah 169 109 120 3 2 1 0 0

3 Kuranji 89 120 130 2 1 0 4 0

4 Padang Barat 296 103 129 1 0 0 47 15

5 Padang Utara 157 68 57 0 0 0 0 0

6 Padang Selatan 129 80 72 1 5 0 0 0

7 Padang Timur 240 141 90 0 0 1 0 0

8 Nanggalo 164 51 41 1 0 0 0 0

9 Lubuk Begalung 159 129 114 0 0 0 8 4

10 Pauh 46 79 48 0 0 0 0 0

11 Bungus Teluk

Kabung 92 104 48 1 2 0 0 0

Jumlah 1.606 1.038

Sumber: BPBD Kota Padang 2009

Dari data di atas bisa dilihat begitu rentannya kondisi infrastruktur

bangunan yang ada di Kota Padang. Kondisi infrastruktur bangunan yang buruk

ini sangat berbahaya bagi keselamatan dan keamanan masyarakat dalam

menjalankan aktifitasnya. Sebagai bagian dari kesiapsiagaan tentunya kondisi

infrastruktur ini perlu dibenahi agar ketika terjadi bencana bisa meminimalisir

jatuhnya korban jiwa. Pengalaman gempa september 2009 yang lalu, banyak

warga yang meninggal dunia akibat buruknya struktur bangunan, seperti yang

terjadi di Hotel Ambacang yang memakan korban hingga puluhan orang dan

gedung lembaga bimbingan belajar GAMA yang juga membuat jatuhnya korban

belasan jiwa. Buruknya kondisi bangunan di Kota Padang terermin dari

wawancara dengan salah seorang warga yang menjadi saksi hidup peristiwa

gempa 30 September 2009, Yudi warga Kecamatan Padang Utara, yang

mengatakan:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 86: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

70

“Pas gempa besar tahun 2009 yang lalu, banyak korban yang meninggal

akibat tidak bisa menyelamatkan diri keluar gedung sehingga banyak yang

terhimpit hidup – hidup”.

Gempa tahun 2009 dengan skala 7.9 SR merubuhkan banyak bangunan di

Kota Padang. Artinya mayoritas bangunan di Kota Padang belum mengantisipasi

gempa dengan skala di atas 7 SR. Gedung – gedung yang ada di Kota Padang

dibangun dengan struktur yang rapuh dan tidak mempunyai standar minimal

ketahanan terhadap gempa. evakuasi korban di Hotel Ambacang pasca gempa 30

September 2009. Relawan yang ikut melakukan evakuasi di korban di berbagai

reruntuhan bangunan di Kota Padang, juga mengutarakan hal yang serupa.

Bangunan yang ada di Kota Padang umumnya strukturnya tidak tahan dengan

gempa. Seperti yang disampaikan oleh Sepriantoni, relawan yang turut

mengevakuasi korban di Hotel Ambacang:

“Iya, banyak korban yang jatuh karena buruknya struktur bangunan,

padahal bangunan ini 5 lantai tapi strukturnya saya amati tidak kokoh,

pantas saja ketika gempa langsung ambruk”.

Ketika hal ini dikonfirmasikan ke Kabid Kesiapsiagaan BPBD Kota

Padang, mereka mengakui bahwa infrastruktur fisik yang ada di Kota Padang

masih banyak yang tidak layak karena banyak dibangun sebelum keluar penelitian

yang memperingatkan bahwa Kota Padang sangat tinggi tingkat kerawanannya

terhadap tsunami. Penelitian tersebut tambahnya, dilakukan pasca gempa dan

tsunami di Aceh Tahun 2004. Lengkapnya dia mengatakan,

“Memang bangunan yang ada di Kota Padang, sangat sedikit yang bisa

dikategorikan tahan gempa hingga skala diatas 8 richter. Cuma ini tentu

tidak bisa disalahkan hanya dinas tata ruang dan tata bangunan saja, atau

dinas – dinas lain yang terkait, karena ada kejadian gempa 2004 lah maka

baru ada kajian – kajian tentang penanganan bencana gempa dan tsunami

di Kota Padang.”

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 87: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

71

Menurut BPBD Kota Padang, bangunan yang telah dibangun sebelum

masa tersebut tidak mungkin dibongkar, karena tentu saja akan menimbulkan

pertentangan di tengah masyarakat. Karena akan membutuhkan dana yang sangat

besar, bangunan yang telah diindentifkasi sebagai bangunan yang rawan

disebabkan strukturnya tidak layak, Pemko Padang sampai saat ini tidak

mengambil tindakan apapun. Ketika hal ini ditanyakan kepada masyarakat,

mereka kesulitan untuk merenovasi bangunan tempat tinggal mereka karena

memakan biaya yang diluar kemampuan mereka. Keengganan masyarakat untuk

merenovasi bangunan rumah yang telah ditempati sesuai dengan yang

disampaikan oleh Erna, salah seorang warga kelurahan Surau Gadang:

“Rumah ini dibangun sebelum orang ribut – rebut gempa, tidak

mungkinlah dibongkar dan dibangun lagi. Kan butuh biaya yang sangat

banyak sehingga sulit untuk mengerjakannnya. Lagipula duit dari mana

pak?”

Begitu banyak bangunan – bangunan yang ada di Kota Padang yang rentan

ambruk terhadap ancaman gempa juga telah diperkirakan oleh beberapa praktisi di

bidang manajemen bencana. Sementara bangunan yang sudah memperhitungkan

kerentanan Kota Padang masih sangat sedikit dan umumnya dibangun pasca

gempa 30 September 2009. Ini sesuai dengan pendapat dari Anggota Tim Ahli

PRB UNDP, yang mengatakan:

“Kalau dari pandangan kita, kalau terkena gempa 8 SR yang lebih dari 60

detik lebih dari 30% bangunan di Kota Padang hancur. Kita bisa lihat

gempa 30 September 2009 yang lalu, berapa banyak bangunan yang

runtuh. Sampai sekarang bangunan yang masih utuhpun masih sangat

diragukan ketahanannya. Jangankan untuk dijadikan shelter, dijadikan

tempat hunian atau kantor saja bangunan di Kota Padang bisa dibilang

tidak layak jika melihat besarnya ancaman gempa dan tsunami di Kota ini”

Selain masalah pemukiman warga, kerentanan gedung – gedung yang

dijadikan tempat beraktifitas masyarakat tentu menjadi persoalan tersendiri.

Beberapa gedung yang ramai dikunjungi seperti pusat perbelanjaan yang ada di

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 88: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

72

Kota Padang banyak yang tidak layak digunakan karena kekuatan strukturnya

sangat diragukan. Contohnya Plaza Andalas, yang menjadi pusat keramaiant

terutama pada akhir pekan, sempat mengalami kerusakan parah setelah digoncang

gempa beberapa kali. Hal ini bisa dilihat dari foto plaza tersebut pasca gempa 30

September 2009

Foto 5.1: Gedung Plaza Andalas Pasca Gempa 30 September 2009

Sumber: KOGAMI

Plaza Andalas hanya salah satu gedung yang hancur pasca gempa 30

September 2009. Masih banyak gedung lain yang hancur yang menjadi pusat

aktifitas – aktifitas masyarakat sehari – hari. Diantaranya, Hotel Ambacang, Hotel

Bumi Minang, Kantor Dinas Pendidikan Sumbar, Kantor Walikota Padang,

Berbagai gedung di kampus, sekolah, pusat perkantoran, dan pusat aktifitas

masyarakat lainnya. Kerentanan bangunan ini dibenartkan oleh pernyataan dari

Manejer Advokasi Komunitas Siaga Tsunami:

“Kalau masalah bangunan, setelah kita cek pasca beberapa kali gempa

sebelum gempa besar Tahun 2009 di Kota Padang, kebanyakan memang

tidak layak untuk dijadikan tempat pengungsian atau bahkan tempat

beraktivitas. Hal ini sangat berbahaya jika tidak segera dibenahi. Ternyata

betul, terbukti pada Tahun 2009 banyak gedung yang runtuh. Ini

membuktikan kekokohan bangunan di Kota Padang banyak yang

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 89: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

73

amburadul karena mungkin sebelumnya tidak memperhatikan aspek

kerentanan Kota Padang terhadap ancaman gempa dan tsunami.

Perbaikan yang dilakukan pasca gempa tersebut masih belum banyak

merubah strukur bangunan agar lebih kokoh. Perbaikan hanya terkesan tambal

sulam lebih pada tampilan luarnya saja. Sementara struktur yang menunjang

bangunan tidak diperkuat agar tahan gempa hingga skala tertentu. Ini sesuai

dengan yang disampaikan oleh Boni, warga Kecamatan Padang Barat,:

“Bangunan di kota ini, perbaikan banyak seadanya, kulitnya saja yang

diperbaiki, sementara strukturnya masih tetap. Masak ga juga belajar dari

gempa – gempa yang lalu. Malah ada gedung pusat perbelanjaan yang tiap

kali gempa rusak parah, masih aja tambal sulam perbaikannya. Ini kan

bahaya buat masyarakat yang berkunjung ke sana”.

Kerentanan bangunan merupakan persoalan utama untuk meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat. Bangunan yang rentan membuat masyarakat tidak

nyaman dan aman dalam melakukan aktivitasnya. Upaya penyelamatan diri

ketika terjadi bencana banyak mengalami rintangan ketika terjadi gempa karena

struktur bangunan yang buruk akan membuat masyarakat sulit untuk

mengevakuasi diri. Ketika hal ini ditanyakan ke BPBD Kota Padang, melalui

Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahannya mengatakan:

“Kami sudah memperingatkan para pengelola gedung agar lebih

memperhatikan struktur bangunannya, memang serba salah kami, kalau

disuruh dirobohkan kan tidak mungkin juga.”.

Pemerintah seharusnya mempunyai alat pemaksa agar pengelola

memperhatikan tingkat kerawanan gedung tersebut terhadap ancaman gempa dan

tsunami. Alat yang dimaksud adalah seperangkat aturan yang mengikat para

pengelola untuk memperbaiki struktur gedungnya. Hal ini sesuai dengan yang

disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Pengurangan Resiko Bencana UNDP yang

mengatakan:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 90: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

74

“Seharusnya ada aturan dari Pemko Padang yang mewajibkan gedung –

gedung yang ada di kota ini memperbaiki struktur bersiap untuk

menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin saja terjadi sewaktu –

waktu”.

Permasalahan belum adanya aturan yang mengikat untuk renovasi gedung

agar tahan goncangan gempa hingga skala tertentu ini diakui oleh Kabid

Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang. Solusinya menurut BPBD Kota Padang

adalah memperketat perizinan gedung yang akan di bangun. Dan ini ada aturan

yang bisa digunakan yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang nantinya akan

mensyaratkan bangunan yang akan didirikan di zona rawan tsunami, harus tahan

gempa hingga 9 SR, dan gedung ini nantinya juga harus bisa dijadikan sebagai

shelter atau lokasi evakuasi vertikal. Seperti yang disampaikan oleh Kabid

Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD Kota Padang:

“Terkait hal ini sudah dilakukan upaya preventif, yaitu akan memperketat

izin pendirian bangunan, dengan mesyaratkan harus tahan gempa dengan

skala tertentu yang telah ditetapkan”

Ketika penulis menelusuri jalan di zona merah yang tingkat perkenaannya

tsunaminya tinggi, banyak gedung yang baru dibangun dan umumya bertingkat

lebih dari dua. Kondisi ini akan berbahaya ketika bangunan tersebut dibangun

dengan struktur yang buruk dan tidak ramah pada gempa sehingga berbahaya bagi

masyarakat. Ketika hal ini dikonfirmasi ke Kabid Kesiapsiagaan dan Pencehgahan

BPBD Kota Padang, dan jawabannya:

“Mungkin sering terdengar kabar, bahwa Pemko Padang tidak konsisten

dalam pemberian izin bangunan, katanya di zona merah tsunami izin

pendirian bangunan akan dihentikan, Tapi kenyataannya malah masih ada

bangunan yang diberi izin untuk didirikan. Maksudnya bukan tidak

konsisten, bangunan boleh didirikan tapi dengan syarat harus bisa

difungsikan sebagai shelter. Misalnya saja pembangunan Hotel di sekitar

pantai purus yang dekat sekali dengan laut. Itu nantinya juga akan

difungsikan sebagai shelter. Jadi ada manfaatnya. Bangunan tersebut di

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 91: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

75

atasnya harus datar dan bisa ditempati sebagai tempat pengungsian

sementara.”

Menurut perhitungan BPBD Kota Padang, dari total bangunan yang runtuh

pada saat gempa 30 September 2009, mayoritas adalah gedung milik Pemko

Padang. Ternyata gedung milik pemerintah juga memiliki struktur bangunan yang

kurang tahan terhadap gempa. Selain permasalahan masih banyak bangunan –

bangunan yang mempunyai kerentanan tinggi di Kota Padang, ternyata juga

belum adanya gedung yang mempunyai petunjuk evakuasi internal. Artinya

petunjuk evakuasi yang memberi gambaran bagaimana cara penyelamatan diri di

dalam gedung, seperti arah evakuasi terdekat dari lokasi pengunjung atau

penghuni gedung yang menunjukkan jalan keluar dari gedung ketika terjadi

gempa yang cukup besar.

Pengalaman gempa September 2009 menjadi bukti ketika banyak korban

meninggal karena terjepit di tangga atau di pintu keluar gedung. Pemerintah Kota

Padang sudah berupaya untuk memberikan peringatan kepada pengelola gedung

agar memperkuat struktur bangunannya.Ini sangat penting, karena banyak korban

ketika terjadi gempa 30 September 2009 tertimpa bangunan runtuh ketika

berdesak – desakkan di tangga atau pintu keluar. Inilah yang banyak dikeluhkan

oleh masyarakat di Kota Padang salah satunya Rudi, yang mengatakan:

“Saat gempa orang dalam gedung panik semua, tidak tentu arah larinya.

Banyak yang berdesak – desakkan di tangga. Akibatnya ketika bangunan

runtuh banyak orang yang tertimbun di tangga dan pintu keluar.”

Kondisi seperti ini sangat berbahaya, jika bangunan sewaktu – waktu

ambruk karena kuatnya goncangan gempa. Minimnya petunjuk evakuasi di

gedung – gedung yang ada di Kota Padang ini dibenarkan oleh Staf BPBD Kota

Padang:

“Benar, setahu kami belum ada gedung yang mempunyai rencana evakuasi

yang terpadu, artinya pemilik gedung mempunyai baik itu sistem evakuasi

maupun rambu – rambu evakuasi yang memudahkan orang untuk

menyelamatkan diri.”

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 92: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

76

Petunjuk evakuasi dalam gedung merupakan instrumen penting dalam

upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat yang harus disediakan oleh

pemilik bangunan sebagai bagian dari standar keamanan gedung. Di Kota Padang

belum ada gedung – gedung yang memiliki petunjuk evakuasi jika terjadi bencana

terutama gempa dan tsunami. Ini sesuai dengan pernyataan dari BPBD Kota

Padang melalui Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahannya:

“Memang belum ada gedung yang kami indentifikasi memiliki rambu –

rambu evakuasi terpadu. Biasanya orang menyelamatkan diri, dengan

mencari pintu keluar gedung secepatnya”

Intinya bagaimana sebuah gedung mempunyai rencana evakuasi yang

disesuaikan dengan kondisi gedung – gedung tersebut. Karena masing – masing

gedung mempunyai kondisi yang berbeda – beda baik dari sisi desain

arsitekturnya maupun dari kekokohannya. Pentingnya rencana evakuasi di gedung

ini dimaksudkan agar bisa meminimalisir jatuhnya korban jiwa yang terjebak di

dalam gedung karena tidak mengetahui bagaimana cara menyelamatkan diri jika

akibat gempa dan tsunami benar – benar terjadi.

4.6 Edukasi Kesiapsiagaan

Dalam pembangunan sistem kesiapsiagaan pada masyarakat diawali

dengan pemetaan ancaman bencana dan analisis risiko bencana di komunitas.

Berdasarkan analisis inilah dibangun kapasitas dan kelembagaan penanggulangan

bencana komunitas yang berfokus pada kesiapsiagaan. Di Kota padang, upaya

untuk meningkatkan kesiapsiagaan yang merupakan bagian dari siklus manajemen

bencana yang lebih menitikberatkan pada kebijakan pra bencana. dilakukan oleh

Pemko Padang bekerja sama dengan elemen masyarakat lainnya. Kegiatan yang

dilakukan berupa edukasi kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah – sekolah,

masyarakat dan simulasi evakuasi.

Edukasi kesiapsiagaan merupakan elemen yang penting dalam

pengurangan resiko bencana yang berfokus bagaimana menciptakan perilaku

masyarakat yang siap mengantisipasi bencana dengan mengetahui tindakan yang

harus dilakukan sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Di Kota Padang

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 93: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

77

sendiri, berbagai LSM berdasarkan rekomendasi dari Walikota Padang telah

melakukan banyak kegiatan yang berkaitan dengan edukasi masyarakat untuk

Edukasi yang dilakukan oleh menyasar pada wilayah yang rawan terhadap

ancaman tsunami dan merupakan wilayah yang padat penduduk.

Di Kota Padang sendiri edukasi kesiapsiagaan sebagai bagian dari

pengurangan risiko bencana ditujukan untuk pada pembenahan dua sistem

penanggulangan bencana seperti yang tercantum dalam Pedoman Pengurangan

Resiko Bencana Kota Padang, yaitu:

2. Sistem Pada Masyarakat

Membangun sistem penanggulangan bencana berbasis masyarakat adalah

upaya untuk pengurangan risiko bencana di tingkat masyarakat. Hal ini menjadi

penting karena keterbatasan pemerintah dan lembaga penanggulangan bencana

dalam memberikan bantuan pada saat terjadi bencana. Selain itu sistem ini

bertujuan untuk memaksimalkan sumberdaya yang dimiliki masyarakat sehingga

mampu membantu diri, keluarga dan komunitasnya pada saat terjadi bencana.

Pembangunan sistem di masyarakat diawali dengan pemetaan ancaman

bencana dan analisis risiko bencana di komunitas. Berdasarkan analisis inilah

dibangun kapasitas dan kelembagaan penanggulangan bencana komunitas.

Kelompok Penanggulangan Bencana (KPB) komunitas ini dibentuk secara

partisipatif yang anggotanya semua unsur yang terdapat dalam komunitas.

Pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP) di tingkat komunitas juga

disusun untuk pengaturan peran dan fungsi unsur komunitas pada saat terjadi

bencana. Hal ini juga dilengkapi dengan Rencana Aksi Komunitas untuk

Pengurangan Risiko Bencana.

Indikator telah terbangunnya kesiapsiagaan komunitas dalam menghadapi

ancaman bencana adalah : Pertama, adanya rencana aksi pengurangan risiko

bencana ditingkat komunitas dan keluarga, Kedua, tersedianya sumber daya

manusia yang memiliki kapasitas dalam penanganan darurat (Tim Reaksi Cepat/

TRC) di komunitas, Ketiga, tersedianya jalur evakuasi dan tempat relokasi

komunitas.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 94: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

78

3. Sistem Pada Sekolah

Implementasi sistem pengurangan risiko bencana di sekolah ditekankan

dalam dua aspek. Pertama, pembuatan sistem kelembagaan di sekolah yang

anggotanya merupakan unsur yang terdapat di sekolah. Kelembagaan ini

diberikan peningkatan kapasitas melalui pelatihan, uji coba dan pembuatan

standar operasional prosedur. Kelembagaan ini disebut Kelompok Siaga Bencana

Sekolah (KSBS). Kedua, Peningkatan pengetahuan siswa tentang kebencanaan

dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan disekolah melalui kurikulum muatan

lokal Siaga Bencana. Kurikulum ini sedang diujicoba di 12 sekolah di Kota

Padang.

Pembuatan kurikulum Siaga Bencana juga berdasarkan pada standar

Hyogo Framework for Action (HFA) dengan tujuan untuk mensistimatiskan

praktik-praktik Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di tingkat sekolah, sehingga

dapat terlaksana secara terencana dan terukur. Proses Pembuatan Standar

Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dibuat oleh unsur pemerintahan,

tim ahli kurikulum, guru, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait dalam

penangulangan bencana. Selanjutnya di revisi oleh tim ahli kurikulum menjadi

sebuah kurikulum siaga bencana.

Pembentukan sistem penanggulangan bencana yang ideal di masyarakat

dan sekolah dilakukan agar edukasi yang dilakukan ini diharapkan bisa

meningkatkan kesiapsiagaan karena masyarakat Kota Padang tahu dan mengerti

tindakan apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa dan tsunami. Materi edukasi

yang diberikan memang harus disesuaikan dengan kondisi nyata yang memang

dibutuhkan dan dipakai masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Di Kota Padang

kegiatan edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi

ancaman bencana gempa dan tsunami telah intensif dilakukan.

Program yang sedang dirancang oleh Pemerintah Kota Padang melalui

BPBD terkait dengan edukasi ini adalah pembentukan Kelompok Siaga Bencana

(KSB) di masing – masing kelurahan di Kota Padang. KSB ini nantinya akan di

berikan pelatihan penanggulangan bencana. Pelatihan tersebut seperti yang

tercantum dalam TOR KSB Kota Padang 2011 (Lihat Lampiran 2) terdiri dari dua

jenis, yaitu:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 95: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

79

1. Manajemen Penanggulangan Bencana.

Pada pelatihan ini, materi yang akan diberikan adalah :

a. Manajemen dan Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana

Materi ini bertujuan untuk menjelaskan dengan konsep dasar mengenai

manajemen penanggulangan bencana yang di gunakan Kota Padang. Materi

ini juga meningkatkan pemahaman seluruh komunitas tentang sebab akibat

terjadinya bencana serta pengetahuan kesiapsiagaan bencana.

b. Analisis Risiko Bencana dan Rencana Aksi Komunitas

Analisis risiko bencana merupakan analisis atau kajian terhadap bahaya,

kerenatanan dan kapasitas dimiliki oleh suatu daerah dan komunitas

(HVCA). Dimana kajian ini akan menggunakan metodologi Participatory

Rural Appretial (PRA). Sehingga seluruh individu yang berada didalamnya

mengetahui tentang ancaman bahaya yang berkemungkinan terjadi di

lingkungan tersebut. Dengan adanya analisis terhadap risiko bencana ini

diharapkan komunitas dapat menyusun rencana pengurangan risiko

bencana di lingkungannya.

c. Rencana Evakuasi

Rencana evakuasi merupakan rencana yang disusun bersama oleh

komunitas masyarakat yang meliputi peta dan prosedur evakuasi. Sehingga

seluruh komunitas dapat mengetahui serta menyepakati bersama tentang

jalur evakuasi yang akan dilalui pada saat terjadi bencana, dan tempat

pengungsian yang akan dituju. Selain itu komunitas juga mengetahui dan

menyepakati bagaimana cara penyelamatan diri pada saat terjadi bencana.

d. Prosedur Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana

Prosedur tetap (PROTAP) penanggulangan bencana merupakan sebuah

aturan yang mengikat seluruh elemen yang terlibat dalam masa tanggap

darurat dilingkungan masyarakat. Sehingga pada masa tanggap darurat

semua elemen yang bertanggung jawab terhadap dapat melaksanakan

tugasnya masing-masing tanpa menunggu koordinasi dari pihak berwenang

atau pemerintah.

2. Skill dan Keterampilan Penanggulangan Bencana.

Pada pelatihan ini, materi yang akan diberikan adalah :

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 96: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

80

a. Radio Komunikasi dan Informasi

Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah pemberian materi tentang radio

dan praktek berkomunikasi dengan menggunakan Handy Talkie (HT).

Sehingga anggota KSB dapat lebih mudah untuk menerima atau

memberikan informasi ketika terjadi bencana.

b. Pemadam Kebakaran

Bentuk kegiatan yang dilakukan pada materi ini adalah pemberian materi

dan praktek penggunaan peralatan pemadam kebakaran. Pada kegiatan ini

juga akan disampaikan materi mengenai tindakan-tindakan yang perlu

dilakukan oleh masyarakat dan anggota KSB untuk mengantisipasi

maupun mengatasi terjadinya kebakaran dilingkungan masyarakat serta

prosedur bergabung dengan aparat pemadam kebakaran pada saat terjadi

kebakaran dilokasi.

c. Pertolongan Pertama Gawat Darurat

Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah pemberian materi dan praktek

tentang tindakan penilaian dan pertolongan pertama pada korban bencana.

Pada materi ini juga mempraktekkan cara melakukan evakuasi korban

pada kondisi yang biasa ditemukan dilokasi terjadinya bencana.

d. Manajemen Posko dan Camp Pengungsian

Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah pemberian materi mengenai

manjemen camp pengungsian di daerah bencana. Mencakup didalamnya

sistem komando, pendataan, distribusi logistik dan dapur umum. Pada

pelatihan ini juga mempraktekan pendirian tenda tandu dan tali temali

pada masa tanggap darurat.

Upaya membangun kesiapsiagaan Kota Padang dalam menghadapi

dilakukan dengan berbagai cara. Kesiapsiagaan yang dibangun tentu harus

menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Sebagai salah kota yang paling rawan

bencana di dunia, Kota Padang telah berusaha meningkatkan kesiapsiagaan untuk

mengurangi dampak bencana sebagai bagian dari kebijakan penanganan bencana.

Beberapa kali dilanda gempa besar, membuat Kota Padang telah mempunyai

cukup pengalaman dalam penanganan bencana terutama pada kegiatan pra

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 97: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

81

bencana seperti dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam

menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami.

Pengalaman tersebut berguna dalam mempersiapkan diri dengan tindakan

– tindakan yang diperlukan untuk penyelamatan dan evakuasi. Pada saat terjadi

gempa besar tahun 2009 yang lalu, memang banyak jatuhnya korban jiwa di Kota

Padang, yang mayoritas terkena reruntuhan bangunan. Sebagian besar masyarakat

berhasil selamat ketika berupaya mengevakuasi diri ketempat yang lebih aman.

Hal ini di buktikan dengan begitu padatnya lokasi pengungsian di berbagai tempat

di Kota Padang. Masyarakat tetap bertahan sampai keadaan dianggap aman dan

baru kembali untuk memeriksa rumah masing – masing. Ini sesuai dengan yang di

sampaikan oleh Erni, warga Kecamatan Nanggalo Kota Padang yang rumahnya di

jadikan tempat mengungsi oleh beberapa masyarakat karena cukup jauh dari

pantai. berikut ungkapnya:

“Saat gempa besar dulu, banyak orang yang mengungsi ke tempat saya,

kan sore kejadiannya dan orang itu baru pulang besoknya. Jadi semalam

dia tidur disini.”

Dari hasil wawancara dengan salah seorang warga tadi, bisa di analisis

bahwa masyarakat tetap bertahan di lokasi pengungsian sampai keadaan aman

karena seperti yang kita ketahui gempa besar sangat berpotensi tsunami yang

datangnya bahkan bisa berjam – jam setelah gempa. Menurut data dari penelitian

LIPI (2008) sampai saat ini sudah banyak sekolah yang pengetahuan kebencanaan

para perangkat sekolahnya baik para guru maupun para siswa-siswanya cukup

baik di Kota Padang. Masih menurut LIPI, ada tiga stakeholders utama dalam

kajian rencana kesiapsiagaan menghadapi bencana Kota Padang, yaitu

pemerintah, masyarakat umum, dan komunitas sekolah. Ketiga stakeholders ini

masing-masing mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan

kesiapsiagaan menghadapi bencana.

Pemerintah berperan memfasilitasi segala upaya untuk meningkatkan

kesiapsiagaan menhgahadapi bencana seperti, dukungan kebijakan, sarana dan

prasarana untuk perencanaan penyelamatan, peringatan bencana dan mobilisasi

sumber daya. Masyarakat yang terkena dampak langsung jika terjadi bencana

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 98: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

82

berupaya meningkatkan kesiapsiagaan dengan difasilitasi oleh pemerintah.

Sementara itu komunitas sekolah yang terdiri dari sekolah sebagai institusi, guru

dan siswa mempunyai peran yang cukup strategis. Komunitas sekolah berperan

menyiapkan rencana penyelamatan sekaligus menyebarluaskan peringatan

bencana. Dalam jangka panjang komunitas sekolah berperan untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang bencana melalui pelajaran yang diberikan di

sekolah.

Sekolah merupakan salah satu instrumen penting dalam meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat. Salah satunya adalah peran sekolah dalam

menyebarluaskan informasi dari edukasi yang didapat kepada masyarakat.

Misalnya dari para guru dan siswa kepada keluarganya di rumah, teman-temannya

yang lain maupun tetangganya. Tentu peyeberluasan informasi ini sangat berguna

bagi masyarakat dalam peningkatan kesiapsiagaan terhadap bencana. Seperti yang

diungkapkan oleh seorang guru di SMUN 2 Padang, berikut ungkapannya:

“Jadi seperti ini cara penyelamatan diri kalau terjadi gempa dan tsunami,

sebab ibu sekeluarga paling lari saja ke atap rumah, tapi itu salah, lebih

baik lari ke daerah yang lebih tinggi”.

Dari pernyataan guru tersebut bisa dilihat bahwa masyarakat cukup

mengetahui apa yang akan mereka lakukan ketika terjadi bencana gempa dan

tsunami. Misalnya saja dari kasus di atas adalah penentuan lokasi evakuasi yang

harus dilakukan dengan cermat sehingga pilihan lokasi yang dijadikan tempat

evakuasi tersebut aman. Dengan kemampuan sebagian masyarakat

menindentifikasi tindakan apa harus yang dilakukan ketika terjadi bencana

mencerminkan adanya peningkatan kesiapsiagaan Kota Padang. Selain itu

menurut Direktur Eksekutif Komunitas Siaga Tsunami sebagian masyarakat juga

sudah bisa mengindentifikasi bencana gempa mana yang bisa perpotensi tsunami

yang dilihat dari besarnya gempa tersebut. Patra mengatakan:

“Kalau di masyarakat kita melihat telah ada progress yang bagus terutama

di komunitas sekolah dan daerah percontohan, karena masyarakat sudah

bisa mengindentifikasi gempa mana yang berpotensi tsunami dan tindakan

apa yang harus dilakukan. Dan mereka juga sudah mengetahui kemana

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 99: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

83

akan mengungsikan diri ketempat evakuasi yang telah disepakati secara

bersama – sama anggota keluaraga. dari sana bisa kita lihat telah muncul

kesiapsiagaan dalam masyarakat walaupun tentu hal ini perlu dievaluasi

lagi.

Untuk itu pelatihan dan pendidikan kebencanaan yang berkesinambungan

merupakan suatu keharusan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

dalam mengurangi resiko bencana. Dengan pelatihan dan pendidikan ini

diharapkan akan timbul budaya siaga bencana pada masyarakat Kota Padang. Hal

ini sesuai dengan yang dikatakan Kepala BPBD Kota Padang:

“Untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di Kota Padang, kami

bekerjasama dengan institusi lainnya sering mengadakan pelatihan

kebencanaan. Diharapkan dengan adanya workshop ini pemahaman

masyarakat upaya penyelamatan diri akan lebih baik.”

Berbagai edukasi kesiapsiagaan yang diberikan kepada komunitas atau

kelompok masyarakat yang rawan terhadap resiko bencana. Yang pertama,

masyarakat yang bermukim zona rawan tsunami terhadap hantaman gelombang

tsunami jika terjadi. Materi yang diberikan kepada kelompok masyarakat tersebut

adalah bagaimana menyelamatkan diri ketika bencana gempa dan tsunami terjadi

dan tindakan apa yang harus dilakukan saat itu. Seperti berlindung di bawah meja

atau kusen pintu serta penentuan lokasi evakuasi, baik evakuasi vertikal dengan

naik ke gedung yang tinggi dan kokoh maupun evakuasi horizontal dengan lari ke

tempat yang lebih tinggi. Dan yang terpenting adalah membangun kesadaran

masyarakat untuk siap siaga selalu karena bencana gempa dan tsunami tidak bisa

diprediksi datangnya.

Selanjutnya edukasi juga menyasar pada komunitas yang mempunyai

peran dalam memberikan informasi kesiapsiagaan kepada masyarakat yang lebih

luas. Dalam hal ini jurnalis dipilih sebagai salah satu fokus edukasi kesiapsiagaan

agar bisa menyebarluaskan informasi tentang kebencanaan dengan akses yang

mereka miliki berkaitan dengan media massa tempat mereka bekerja. Berbagai

LSM berdasarkan rekomendasi dari Pemerintah Kota Padang yang bekerjasama

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 100: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

84

dengan jurnalis yang peduli terhadap masalah kebencanaan membentuk Jaringan

Jurnalis Siaga Bencana (JJSB). JJSB ini nantinya diharapkan menjadi ujung

tombak dalam menyampaikan informasi bencana ke pada masyarakat luas

sehingga masyarakat cepat mengetahui tindakan apa yang harus mereka lakukan

jika terjadi bencana. Penggunaan jaringan jurnalis ini membantu tugas – tugas

pemerintah dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.

Edukasi masyarakat pada saat ini difokuskan pada kegiatan edukasi di

sekolah – sekolah yang terletak di daerah rawan bencana tsunami, seperti di

daerah pesisir Pantai Padang yang jaraknya begitu dekat dari tepi pantai. dengan

adanya edukasi ini, makan sekolah – sekolah yang berada pada zona rawan

tsunami dapat meningkatkan kesiapsiagaan seluruh perangkat sekolah. Materi

edukasi yang diberikan terkait bagaimana menyelamatkan diri saat terjadi bencana

dan mencari tempat yang aman untuk berlindung. Beberapa materi yang di

sampaikan pada edukasi sekolah:

Gambar 4.9: Materi Edukasi Kesiapsiagaan

Cara Penyelamatan diri di sekolah

Segera keluar kelas menuju lapangan terbuka sambil melindungi

kepala.

Jauhi jendela kaca, rak, lemari, dan barabg-barang yang tergantung

seperti lukisan, cermin, jam dinding, lampu gantung dan sebaginya.

Jika berada di lantai dua atau lebih, berlindung di bawah meja

kokoh, berpegangan pada kaki meja atau merapat ke dinding

dengan merunduk sambil melindungi kepala. Segera turun menuju

lapangan terbuka setelah gempa reda.

Setelah gempa reda, dengarkan instruksi dari aparat setempat, jika

gempa cukup besar dan berpotensi tsunami, segera evakuasi diri ke

daerah yang lebih tinggi/bangunan tinggi yang masih kokoh.

Sumber: Komunitas Siaga Tsunami

Kesiapsiagaan para siswa dan guru – guru harus ditingkatkan untuk

meminimalisir jatuhnya korban jiwa. Apalagi rata – rata bangunan sekolah di

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 101: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

85

Kota Padang banyak yang bertingkat dan strukturnya kurang kokoh. Ini

dibuktikan banyaknya sekolah yang runtuh saat terjadinya gempa besar tanggal 30

September 2009 yang lalu. Hal ini tentu merupakan ancaman yang dapat

menimbulkan banyaknya jatuh korban jiwa. Sampai saat ini lebih dari seratus

sekolah di Kota Padang yang telah di berikan edukasi kesiapsiagaan. Sekolah

yang telah di edukasi diharapkan bisa menjadi sekolah yang siaga terhadap

bencana. Dalam edukasi ini para fasilitator dari Komunitas Siaga Tsunami

memperagakan bagaimana cara berlindung dan menyelamatkan diri jika terjadi

bencana gempa dan tsunami. Seperti yang terlihat di foto berikut ini:

Foto 4.2 Edukasi Kesiapsiagaan di sekolah

Sumber: Komunitas Siaga Tsunami

Dari hasil wawancara dengan berbagai pihak terkait kegiatan edukasi

sekolah ini, di dapatkan gambaran bahwa, kebijakan edukasi terhadap sedikit

banyak telah mengubah pola pikir masyarakat terutama warga sekolah-sekolah

yang telah diedukasi seperti yang disampaikan oleh Anggota Tim DRR

Government Partnership:

”Betul, ada perubahannya. Soalnya menurut pengakuan masyarakat

sekolah sendiri yang dulu mereka belum mendapatkan sosialisasi maupun

edukasi sekolah itu, pada saat gempa 10 Maret 2005 itu mereka benar-

benar kacau, sehingga mereka trauma terhadap tayangan televisi yang di

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 102: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

86

Aceh Kemarin. Tetapi setelah diberikan edukasi dan sosialisai dan pada

April 2007, ternyata mereka sudah lebih waspada, sehingga rasa khawatir

dan rasa cemas itu bisa dikurangi. Dan pada saat gempa besar yang

memporak-porandakan Kota Padang September 2009, masyarakat lebih

memahami kemana harus menyelamatkan diri, yaitu ke daerah yang lebih

tinggi seperti daerah By Pass.”

Sekolah – sekolah yang telah teredukasi di harapkan bisa menyebarkan

pengetahuan kebencanaan ke keluarga dan kerabat masing – masing. Dari edukasi

di sekolah – sekolah ada efek berantai yang bisa menambah pengetahuan

masyarakat tentang bagaimana bisa siaga dalam menghadapi bencana. Para

perangkat sekolah seperti guru – guru dan murid – murid diharapkan bisa

menyampaikan edukasi tersebut ke keluarga, kerabat dan tetangga masing –

masing. Seperti diungkapkan oleh Staf BPBD Kota Padang:

“Sekolah – sekolah yang telah diedukasi kita mengharapkan bisa

menyebarkan kepada keluarga dan kerabat terdekat agar pengetahuan ini

bisa dimiliki oleh masyarakat secara luas.”

Sekolah juga merupakan salah satu tempat yang tepat untuk menanamkan

budaya yang siaga terhadap bencana. Dengan pemberian materi tentang

kebencanaan, diharapkan para siswa dan para guru, mampu mengindentfikas

kerentanan sekolah mereka terhadap bencana. Hal ini harus menjadi fokus dalam

penanganan bencana gempa dan tsunami di Kota Padang. Karena dengan edukasi

yang dilakukan secara berkala diharapkan mampu menimbulkan sikap waspada,

dan akhirnya diharapkan mampu mengurangi jatuhnya korban jiwa jika bencana

benar – benar terjadi.

Edukasi kesiapsiagaan memang telah dilakukan di Kota Padang baik

dalam edukasi langsung ke masyarakat umum atau menyasar ke komunitas

tertentu, seperti ke sekolah – sekolah yang berada di zona rawan bencana gempa

dan tsunami maupun ke komunitas jurnalis yang berfungsi sebagai kalangan yang

menyebarkan informasi, edukasi dan sosialisasi ke masyarakat umum. Perubahan

yang terjadi berdasarkan gempa yang pernah terjadi di Kota Padang menjadi

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 103: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

87

indikator untuk memperlihatkan hasil dari edukasi yang telah dilakukan. Memang

di sebagian kawasan di Kota Padang telah memperlihatkan hasil yang nyata dari

adanya edukasi ini. Contohnya di sekolah yang telah di edukasi, umumnya ketika

terjadi gempa mereka sudah mempunyai rencana evakuasi sendiri dan tahu

tindakan apa yang harus dilakukan ketika gempa berpotensi tsunami terjadi. Atau

edukasi yang dilakukan pada kelompok masyarakat tertentu seperti pembentukan

RW siaga bencana yang merupakan proyek percontohan telah memperlihatkan

kemajuan dalam upaya peningkatan kesiapsiagaan.

Selain edukasi ke lembaga pendidikan, Komunitas Siaga Tsunami atas

persetujuan dari Pemko Padang juga melakukan edukasi langsung ke masyarakat.

Edukasi ini dilakukan dengan cara membagikan leaflet, booklet dan pamflet ke

masyarakat di sekitar zona rawan tsunami. Di dalamnya terdapat berbagai materi

pengetahuan tentang gempa dan tsunami, materi bagaimana cara menyelamatkan

diri dan barang – barang apa saja yang harus disiapkan sebagai bentuk

kesiapsiagaan.

Untuk edukasi dan sosialiasi masyarakat Pemerintah Kota Padang telah

membuat peta bahaya dan peta evakuasi untuk Kota Padang yang tersedia dalam

bentuk peta besar yang dipasang di berbagai sudut kota, papan yang dipasang di

dinding kantor/intansi tertentu, seperti BPBD, Dinas Kebakaran, Kantor walikota

dan leaflet yang disebarluaskan kepada masyarakat. Dalam peta bahaya tersebut

Kota Padang dibagi ke dalam tiga zona terkait dengan bencana tsunami, yaitu

zona rawan, zona hati-hati dan zona aman. Dari materi edukasi dari berbagai

media di atas diharapkan agar masyarakat Kota Padang, tahu apa yang harus

dilakukan sebelum, saat dan sesudah bencana gempa dan tsunami jika benar –

benar terjadi di Kota Padang. Materi ini dirancang sedemikian rupa agar mudah

dipahami oleh masyarakat umum, baik tata bahasanya maupun cara

penyampaiannya melalui gambar – gambar agar menarik untuk dibaca karena

selama ini banyak edukasi yang dilakukan menggunakan istilah teknis yang sulit

di pahami oleh masyarakat umum. Seperti yang disampaikan oleh Manajer

Edukasi Komunitas Siaga Tsunami, Irsyadul:

“Untuk materi edukasi yang disampaikan kami menghindari pemakaian

bahasa yang terlalu teknis karena bisa membingungkan masyarakat. Kami

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 104: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

88

memakai bahasa sehari – hari yang mudah di pahami oleh masyarakat

umum.”

Namun yang menjadi persoalan adalah, edukasi yang dilakukan belum

merata bagi seluruh lapisan masyarakat Kota Padang. Seperti yang diketahui,

mayoritas penduduk Kota Padang bermukim dan beraktivitas di zona rawan

tsunami. Sementara edukasi yang dilakukan masih belum dapat dirasakan oleh

mayoritas masyarakat yang bermukim dan beraktifitas di kawasan rawan bencana.

Ini sesuai dengan perkataan yang di sampaikan oleh Kepala BPBD Kota Padang

“Memang edukasi yang dilakukan belum dapat dirasakan seluruh

masyarakat, karena selama ini hanya kalangan LSM yang banyak

melakukan edukasi. Ini dikarenakan karena BPBD baru berdiri pada tahun

2009 yang lalu, jadi baru tahun ini program kita direncanakan untuk

dimulai. Sebelumnya kita sibuk untuk membenahi struktur organisasi”

Pola pikir Pemko Padang yang lebih mengutamakan pada tahapan tanggap

darurat terlihat dari berbagai macam kegiatan penanganan bencana yang

dilakukan. Kegiatan yang dilakukan lebih banyak berupa acara seremonial seperti

memperlihatkan kekuatan personel dan peralatan serta perlengkapan untuk

melakukan tanggap darurat. Acara ini biasanya dalam bentuk pawai dan apel

kesiapsiagaan. Selain itu juga, melakukan simulasi evakuasi yang melibatkan

masyarakat untuk mendemostrasikan bagaimana penyelamatan diri. Kegiatan

simulasi ini dilakukan bersifat isindentil dan tidak terjadwal dengan baik.

Umumnya kegiatan simulasi evakuasi ini dilakukan pasca gempa besar yang

terjadi. Simulasi evakuasi ini dilakukan sebagai upaya preventif dengan

mengedukasi masyarakat bagaimana cara penyelamatan diri, tapi kenyataannya

simulasi evakuasi yang dilakukan dilakukan setelah gempa terjadi. Contohnya

simulasi evakuasi yang dilakukan pasca gempa di Nias Tahun 2005 dan pasca

gempa Mentawai Tahun 2010.

Kurang meratanya edukasi juga menjadi makin memperlihatkan bukti

ketika goncangan gempa 30 September atau gempa Mentawai 2010 terasa di Kota

Padang, masyarakat banyak yang masih panik dan keadaan kacau tidak terkendali.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 105: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

89

Kemacetan terjadi di sepanjang jalan dan banyak terjadi kecelakaan yang

memakan korban jiwa akibat kacaunya keadaan lalu lintas. Kondisi ini

digambarkan oleh salah seorang warga Kota Padang:

“Waktu itu iya kacau sekali, orang pada berebut lari, ada yang bawa

mobil, motor dan juga jalan kaki. Banyak orang yang tabrakan dan

kabarnya ada yang meninggal karena kecelakaan itu. Pokoknya jalanan

macet total dan kacau”

Dari penuturan warga Kota Padang yang menjadi saksi hidup gempa 30

September 2009 tersebut, ternyata masih banyak masyarakat yang membawa

mobil yang berdasarkan edukasi tidak boleh digunakan untuk menyelamatkan diri.

Membawa mobil berarti akan membuat jalanan menjadi penuh dan akan

memperlambat mobilitas masyarakat untuk menyelamatkan diri. Ketika ratusan

ribu masyarakat bergerak secara serempak dengan menggunakan mobil, keadaan

jalan – jalan akan menjadi sesak dan macet. Ini berbahaya jika gelombang

tsunami datang sementara mobilitas masyarakat untuk mencapai tempat aman

terhambat. Seharusnya masyarakat yang ingin mengungsi bisa menggunakan

sepeda motor atau jalan kaki ketempat yang aman baik berupa lokasi evakuasi

vertikal maupun lokasi evakuasi horizontal.

Edukasi yang belum merata ini juga terlihat dari mudahnya masyarakat

termakan isu akan terjadinya gempa disusul tsunami di Kota Padang. Ketika isu

ini menerpa Kota Padang, banyak masyarakat yang mengungsi ke tempat yang

aman atau bahkan pergi keluar Kota Padang. Pusat – pusat aktifitas masyarakat

seperti pasar – pasar, perkantoran maupun tempat – tempat lainnya menjadi sepi

karena masyarakat lebih memilih untuk mengungsi. Seperti yang disampaikan

oleh salah seorang masyarakat Kota Padang:

“Ketika terjadi isu gempa Kota Padang terlihat lengang dan sepi, banyak

masyarakat yang mengungsi keluar Kota Padang bahkan sampai ke Jakarta

dan Medan.”

Isu yang terjadi ini tidak jarang mengandung informasi lengkap kapan

akan terjadinya gempa dan tsunami di Kota Padang, seperti pada tanggal berapa,

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 106: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

90

jam berapa dan pukul berapa. Padahal menurut pakar kebencanaan, gempa dan

tsunami tidak bisa diprediksikan secara akurat kapan datangnya. Hingga saat ini

belum ada teknologi buatan manusia yang bisa memberikan informasi akurat akan

terjadinya gempa yang disusul oleh tsunami. Ketika ini dikonfirmasikan ke Kabid

Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang, dia mengatakan:

“Memang masyarakat masih mudah terpengaruh dengan isu – isu tersebut,

padahal kami melalui media sudah sering meminta masyarakat untuk tetap

tenang”.

Pemerataan edukasi kesiapsiagaan ini perlu diperhatikan oleh Pemko

Padang dan stake holders terkait di Kota Padang. Edukasi yang dilakukan harus

bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat Kota Padang, baik berdasarkan

kawasan atau zona maupun berdasarkan kelompok masyarakat. Diharapkan

dengan adanya edukasi ini, kesiapsiagaan masyarakat diharapkan bisa meningkat

yang hasilnya bisa dilihat ketika gempa terjadi masyarakat tetap tenang dan tidak

panik yang berlebihan sehingga keadaan saat bencana tetap terkendali.

Pemko Padang bekerja sama dengan LSM – LSM juga telah membuat

rambu – rambu evakuasi yang memberi informasi kepada masyarakat untuk bisa

menyelamatkan diri ke tempat yang aman atau lokasi evakuasi. Rambu – rambu

evakuasi ini berupa papan penunjuk arah evakuasi tsunami serta peta tingkat

kerawanan tsunami di Kota Padang yang pasang di berbagai tempat yang menjadi

pusat aktifitas masyarakat Kota Padang. Seperti yang disampaikan oleh Staf Ahli

BPBD Kota Padang:

“Peta – peta sudah kita pasang di beberapa tempat, dan rambu – rambu

juga sudah kita sebarkan di jalur – jalur evakuasi, agar masyarakat bisa

mengetahui apa yang harus mereka lakukan”

Sebagian masyarakat Kota Padang juga sudah merasakan manfaat dengan

adanya rambu – rambu ini. Keberadaan rambu – rambu ini juga merupakan salah

satu indikator yang dapat memperlihatkan bagaimana tingkat kesiapsiagaan Kota

Padang dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami jika terjadi.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 107: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

91

Berikut foto yang memperlihatkan rambu – rambu penunjuk arah evakuasi di

Kota Padang.

Foto 4.3. Rambu – Rambu Penunjuk Arah Evakuasi Tsunami

Sumber: Dokumentasi Peneliti

4.7 Ketersediaan Jalur Evakuasi

Dalam aksi evakuasi ada dua macam cara yang dilakukan, yang pertama

evakuasi vertikal yaitu ke gedung – gedung yang juga berfungsi sebagai shelter

dan evakuasi horizontal ke tempat – tempat yang jauh dari pantai dan berada pada

ketinggian yang aman dari tsunami. Kedua upaya penyelamatan diri ini

membutuhkan jalur evakuasi yang baik dan mencukupi untuk mobilitas

masyarakat yang ingin melewati jalan tersebut. Di Kota Padang, pembenahan

jalur evakuasi horizontal sedang giat dilaksanakan misalnya, jalan dari Alai

menuju By Pass yang sedang diperlebar. Padang ke arah timur merupakan lokasi

evakuasi horizontal dengan Jalan By Pass yang melintang dari arah utara ke

selatan Kota Padang sebagai batas zona aman gelombang tsunami, seperti yang

disampaikan oleh Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD Kota Padang:

“Jalur – jalur yang menuju By – Pass tersebut yang sedang diperbaiki dan

diperbanyak. Memang ini butuh banyak dana dan tidak bisa instant terjadi,

mesti bertahap. Dan ini tentu butuh kepedulian dari semua pihak”.

Jalan - jalan ini nantinya akan lebih besar dari jalan – jalan protokol yang

kebanyakan melintang dari wilayah selatan ke utara atau banyak yang searah

dengan garis pantai. Sementara jalan dari barat ke timur Kota Padang banyak

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 108: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

92

yang sempit dan jumlahnya sedikit. Upaya pembenahan sedang dilakukan secara

bertahap. Misalnya saat ini jalan Alai – By Pass yang diproritaskan terlebih

dahulu, karena terbatasnya anggaran pemerintah. Dan pohon – pohon yang ada di

pinggir jalan juga dipilih pohon yang kuat dan tidak mudah tumbang. Kriteria

jalur penyelamatan untuk para pengungsi adalah seperti yang tercantum dalam

Rencana Mitigasi Kota Padang (2007) adalah:

1. Jalur yang disarankan untuk digunakan untuk menyelamatkan diri

pada saat terjadinya bencana tsunami menuju ke bangunan

penyelamatan yang sudah diidentifikasi sebelumnya

2. Jalur penyelamatan terdiri jalur jalan formal (jalan kota/jalan raya)

dan jalan-jalan “tikus” yang berada diantara bangunan yang biasa

digunakan untuk memintas jarak

3. Jalur jalan formal selain sebagai jalur penyelamatan juga akan

berfungsi sebagai saluran gelombang tsunami yang mematikan,

karenanya disarankan hanya digunakan pada saat awal setelah gempa

sebelum gelombang tsunami datang. (p. 19)

Pembagian jalur tersebut mengacu pada keberadaan zona rawan tsunami

di Kota Padang yang meliputi 6 kecamatan yang ada di pinggir pantai terdiri dari

sekitar 25 kelurahan. Menurut data dari Pemerintah Kota Padang, zona ini

berpenduduk sekitar 183.099 jiwa. dan berada di zona rawan bencana tsunami.

Dalam peta evakuasi tersebut juga telah ditentukan jalan-jalan yang dipakai

sebagai sarana evakuasi, sesuai dengan kategori daerah masing-masing. Berikut

penyebaran daerah evakuasi horizontal jika terjadi tsunami di Kota Padang:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 109: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

93

Tabel 4.5: Arah Evakuasi yang Telah Diidentifikasi

No

Pemukiman Asal

Jalur aman yang memungkinkan untuk tempat

Evakuasi

1 Kecamatan Koto

Tangah

- Lubuk Minturun

- By Pass melalui simpang Kapalo Ilalang

- By Pass melalui simpang Kalumpang

- By Pass melalui simpang Tabing

2 Kecamatan Padang

Utara

- By Pass melaui simpang Tunggul Hitam

- By pass melaluti simpang Alai

- By pass melalui simpang Kandis

- By pass melalui simpang tinju

3 Kecamatan Padang

Barat

- Limau Manis

- Pauh

- Indarung melalui Jati dan Simpang Haru

4 Kecamatan Bungus

Teluk Kabung

- kuburan Cina Bungus

- Perbukitan sekitarnya

5 Kecamatan Padang

Selatan

- Limau Manis

- Pauh

- Indarung melalui Jati dan Simpang Haru

6 Kecamatan Lubuk

Begalung

- Pengambiran

- Kampung Jua

- Bukit Air Manis

Sumber: BPBD Kota Padang

Berdasarkan hasil pengamatan langsung pada jalan di Kota Padang hingga

saat ini dinilai masih jauh tidak layak dijadikan sebagai jalur evakuasi yang

menampung mobilitas masyarakat yang ingin menyelamatkan diri ke tempat yang

aman ketika gempa yang berpotensi tsunami terjadi. Pengalaman beberapa kali

gempa yang cukup besar menimpa Kota Padang pada Tahun 2005, 2007 dan

2009, jalan yang ada di Kota Padang, penuh sesak dengan kendaraan yang ingin

mengungsi. Keadaan di jalan waktu itu mengalami kemacetan yang parah

sehingga kendaraan nyaris tidak bisa berjalan. Hal ini tentu beresiko tinggi karena

membahayakan masyarakat yang memadati jalan tersebut. Pada gempa yang

berpotensi tsunami, para ahli memperkirakan gelombang tsunami bisa menerjang

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 110: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

94

dalam jangka waktu 5 – 15 menit. Berdasarkan pengakuan salah seorang warga

yang menjadi saksi hidup gempa 30 September 2009, Dayat:

“untuk mencapai daerah by pass saja sebagai tempat evakuasi dari siteba

membutuhkan waktu hampir satu jam. Ini karena jalanan sangat macet

sehingga susah dilalui walaupun dengan berjalan kaki.”

Sebagai gambaran, jarak antara wilayah Siteba dan By – Pass kurang lebih

sekitar dua kilometer. Wilayah Siteba Kelurahan Surau Gadang yang berdasarkan

letak geografis berada cukup dekat dengan Kawasan By – Pass sebagai titik

pengungsian. Kalau dari daerah lain yang lokasinya lebih jauh dari By – Pass akan

membutuhkan waktu yang lebih lama. Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh

Staf BPBD Kota Padang yang mengatakan,

“saat ini memang banyak jalur evakuasi yang belum dibenahi. Tapi mulai

tahun ini kita sudah merencanakan untuk memperbaiki jalur – jalur

tersebut. Ada yang sudah di mulai pengerjaannya, yaitu jalur Alai – By

Pass.”

Jalan yang dijadikan jalur evakuasi telah diindentifikasi oleh Pemko

Padang karena pembagian jalur evakuasi berdasarkan wilayah menjadi solusi

untuk mengurangi kepadatan akibat mobilitas penduduk yang bergerak secara

massal pada waktu yang sama. Persoalan indentifikasi jalur ini telah

dipertanyakan ke BPBD Kota Padang, mereka menjawab melalui Kabid

Kesiapsiagaannya:

“Memang benar di Kota Padang ini jalur evakuasi masih sangat sedikit,

dan yang adapun masih pada tahap pembenahan. Namun secara kebijakan

semua jalan yang mengarah ke arah by pass (arah timur Kota Padang)

merupakan jalur evakuasi”

Semua jalan yang ke arah timur Kota Padang merupakan jalur evakuasi,

namun persoalannya adalah bagaimana membagi jalur tersebut sesuai dengan

kepadatan penduduk dan mensosialisasikannya. Dengan adannya pembagian jalur

jalur evakuasi diharapkan masyarakat bisa memilih jalur alternatif sehingga

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 111: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

95

kemacetan di jalur utama bisa dikurangi. Seperti yang disampaikan oleh Direktur

Eksekutif Komunitas Siaga Tsunami:

“Kalau menentukan jalur evakuasi sebenarnya gampang, karena semua

jalan yang mengarah ke timur Kota Padang, bisa dijadikan jalur evakuasi,

cuma pendataan sesuai dengan kepadatan penduduk mungkin yang belum.

Dan sosialisasi ke masyarakat untuk tidak memilih satu jalur saja juga

minim”

Secara umum, pembagian jalur evakuasi ini berdasarkan zona rawan

tsunami di Kota Padang telah diindentifikasi. Jalur – jalur tersebut umumnya

menuju lokasi evakuasi horizontal di zona aman tsunami. Berikut tabel yang

memperlihatkan pembagian jalur tersebut:

Tabel 4.6. Rencana Jalur Evakuasi di Kota Padang yang Akan Disiapkan

Sumber: BPBD Kota Padang

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 112: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

96

Dilihat dari jalur yang telah diindentifikasi di atas, hanya dua jalur yang

dinilai layak dan memenuhi standar yaitu jalan yang menghubungkan antara

kawasan Pasar Raya Padang dengan titik evakuasi di By – Pass dengan melewati

Jalan Andalas (Sektor VII). Jalan tersebut sudah diperlebar dan diperbaiki

sehingga diharapkan bisa menampung pergerakan masyarakat. Berdasarkan

pengalaman gempa tahun 2009 yang lalu, jalan ini banyak di padati oleh

masyarakat yang mengungsi. Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh, Adul

warga Andalas yang melihat langsung kemacetan total di jalur tersebut saat

gempa Tahun 2009:

“Benar pak, disini jalan macet total, nyaris kendaraan tidak bisa berjalan,

bahkan untuk motor saja susah, banyak orang yang berlarian dengan

berjalan kaki. Mau gimana lagi, jalur evakuasi disini yang cuma jalan ini

dan kami tidak pernah dapat sosialisasi kemana saja jalan yang dapat

dilalui, jadi kami bergerak ikut – ikut orang saja.”

Saat ini Pemko Padang menargetkan 11 dari 20 titik jalur evakuasi tuntas

dalam pada pertengahan Tahun 2011 ini. Pemko Padang telah memverifikasi

tanah warga yang akan diganti rugi dan telah mengalokasikan anggaran Rp7,2

miliar untuk pembebasan lahan. Penuntasan jalur evakuasi itu tersebar di delapan

kecamatan di Padang. Delapan kecamatan itu adalah Kototangah, Padang Barat,

Padang Timur, Padang Utara, Nanggalo, Kuranji, Lubuk Kilangan dan Padang

Selatan. Diharapkan dengan pembangunan jalur evakuasi itu dapat membantu

evakuasi masyarakat yang bermukim di zona merah. Jalur evakuasi yang akan

dibebaskan adalah di Kecamatan Kototangah 5 titik, Padang Barat 1 titik, Padang

Timur 3 titik, Padang Utara 3 titik, Nanggalo 4 titik, Kuranji 1 titik,

Lubukkilangan 1 titik, dan Padang Selatan 2 titik. Berikut data tanah masyarakat

yang terkena jalur evakuasi yang sedang direncanakan untuk dibebaskan:

1. Jalur Pasir Jambak – Arang Parahu

2. Jalan Pasir Jambak – Mutiara Putih

3. Jalan Pasir Jambak – Lubuk Gading Permai V

4. Jalan S. Parman – Khatib Sulaiman

5. Jalan Koto Pulai – Jalan Adinegoro – By Pass

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 113: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

97

6. Jalan Bandara Tabing – By Pass

7. Jalan Asrama Brimob – Adinegoro (samping SMK 10)

8. Jalan Gajah Mada – Akses Gunung Pangilun

9. Lanjutan Jalan Padang Sarai – Adinegoro (SMA 7)

10. Jalan Solok Ubi – Adinegoro – By Pass

11. Jalan Khatib Sulaiman – Gajah Mada lewat samping RS. Selasih.

(www.padangekspress.co.id, 2011, p. 2)

Kelancaran jalur evakuasi di saat darurat tsunami, tentu perlu menjadi

perhatian serius Pemerintah Kota Padang. Kemacetan yang sangat parah ketika

gempa terjadi di Kota Padang terus berulang. Jika tsunami terjadi akan sangat

berbahaya bagi masyarakat yang ingin menyelamatkan diri ke tempat yang aman

melalui jalur tersebut. Minimnya sosialisasi jalur yang bisa dilalui oleh

masyarakat juga menjadi persoalan tersendiri karena banyak masyarakat yang

hanya menggunakan jalur utama dan mengabaikan adanya jalur alternatif. Ketika

permasalahan ini disampaikan ke Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD

Kota Padang, dia menjawab:

“Baru jalan itu yang sudah kita benahi secara bertahap, karena terlalu

banyak masyarakat di sana, mungkin karena panik masyarakat ambil jalan

yang banyak dilalui orang. Padahal kan ada jalan lain juga yang bisa

dimanfaatkan. Masalah sosialisasi memang belum semua masyarakat

dapat pemberitahuan tentang itu.”

Ketidakcukupan jalan untuk dijadikan sebagai jalur evakuasi memang

persoalan utama yang mesti dicarikan solusi dengan segera. Selain itu, kondisi

jalan yang telah diindentifikasi sebagai jalur evakuasi tersebut tidak semuanya

dalam kondisi layak untuk menampung mobilitas masyarakat pada saat yang

bersamaan ketika terjadi gempa yang berpotensi tsunami. Seperti yang

diungkapkan oleh Direktur Ekskutif KOGAMI,

“Banyak jalan yang tidak layak seperti banyak yang berlobang, tidak rata,

dan sempit, serta banyak juga yang berbelok – belok. Sebab kalau

berbelok – belok akan memakan banyak waktu untuk menyelamatkan diri.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 114: Manajemen Bencana File

 

Universitas Indonesia

98

Ini mesti segera dibenahi dan diperbaiki. Masalah ketersediaan jalan –

jalan baru untuk jalur evakuasi perlu juga diperhitungkan. Begini

gambarannya, kepadatan masyarakat di Air Tawar sangat tinggi, jalur

evakuasi cuma dua, lewat Jln. Jhoni Anwar dan satunya lagi lewat Jln.

Tunggul Hitam. Sebagian yang lain malah berkeliling dulu ke arah Tabing,

ini kan sangat berbahaya sebab waktu evakuasi sangat pendek. Nah, disini

perlu dipertimbangkan untuk membuat jalur lagi, karena saya yakin tidak

akan cukup menampung masyarakat kalau hanya dua jalur itu saja. Sampai

sekarang pemerintah masih belum juga mengerjakannya, padahal kami

sudah sering mengingatkan pentingnya jalur – jalur evakuasi”

Ini dibuktikan oleh penelusuran penulis sendiri dengan melihat langsung

jalan yang diindentifikasi oleh Pemko Padang sebagai jalur evakuasi. Kondisinya

jalan tersebut banyak yang sempit dan berlobang sehingga tidak layak untuk

dijadikan jalur evakuasi. Ada beberapa jalan yang sedang di kerjakan

perbaikannya tapi sampai sekarang belum selesai. Jalan tersebut menurut

penuturan warga sekitar memang di padati masyarakat yang ingin mengungsi

ketika gempa besar terjadi dan mengalami kemacetan yang sangat parah. Berikut

foto yang memperlihatkan kondisi jalan tersebut:

Foto 4.4 Kondisi Jalur Pengungsian Gunung Pangilun Kota Padang

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 115: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

99

Ada tiga hal yang mesti dikerjakan oleh Pemko Padang, terkait masalah

jalur evakuasi ini, yang pertama, pembenahan jalan yang telah ada, yakni dengan

cara memperbaiki dan memperlebar jalan tersebut. Yang kedua adalah dengan

membuat jalan baru sebagai alternatif jalur pengungsian. Yang Ketiga adala

mensosialisasikan jalan tersebut ke masyarakat secara merata di seluruh wilayah

di Kota Padang.

4.8 Ketersediaan Lokasi Evakuasi

Dalam manajemen bencana terutama pada tahap kesiapsiagaan, lokasi

evakuasi merupakan fasilitas kritis yang harus tersedia dalam upaya penyelamatan

diri masyarakat. Lokasi evakuasi yang direncanakan dengan baik, diharapkan bisa

menampung masyarakat yang berada di zona rawan bencana di wilayah tertentu

dan harus memenuhi standar kelayakan. Kelayakan yang dimaksud disini adalah

ketersediaan daya tampung dan fasilitas dalam jumlah yang memadai sesuai

dengan jumlah masyarakat yang diperkirakan yang ingin menyelamatkan diri

ketika bencana terjadi.

Di Kota Padang sendiri, lokasi evakuasi dari ancaman tsunami terdiri dari

dua macam jenis, yaitu lokasi evakuasi vertikal dan lokasi evakuasi horizontal.

Lokasi evakuasi vertikal berarti masyarakat menyelamatkan diri ke gedung yang

mempunyai ketinggian dan kekokohan tertentu sehingga layak untuk dijadikan

shelter. Sedangkan lokasi evakuasi horizontal merupakan titik tempat masyarakat

berkumpul di zona aman tsunami yang berada pada zona aman tsunami yang

berjarak cukup jauh dari garis pantai sehingga aman dari hantaman tsunami. Jarak

ini didasarkan atas perkiraan para ahli kebencanaan dimana ditentukan batas akhir

hantaman gelombang tsunami. Tentu pada setiap zona berbeda jarak tempuh

gelombang tsunami dari bibir pantai tergantung ketinggian dan halangan yang

dilalui.

Dalam rangka kesiapsiagaan bencana Pemko Kota Padang juga sudah

mengidentifikasi bangunan yang .akan dipakai sebagai tempat evakuasi vertikal

atau shelter jika terjadi bencana. Gedung ini haruslah gedung yang cukup kokoh

berdiri ketika gempa datang. Menurut data yang tercantum dalam Peta Evakuasi

Kota Padang ada beberapa gedung yang layak dijadikan tempat evakuasi.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 116: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

100

Gedung-gedung tersebut diantaranya adalah Kantor Gubernur, SMAN 1 Padang

di Belanti, gedung – gedung di dalam Kampus UNP, Hotel Pangeran Beach, Hotel

Pantai Purus, SD 23 – 24 Purus, dan sebagainya. Berikut beberapa gedung yang

dijadikan lokasi evakuasi vertikal:

Tabel 5.4. Lokasi Evakuasi Vertikal di Kota Padang

Nama Gedung Lokasi Gedung

Plaza Andalas Kecamatan Padang Barat

Rumah Susun Pantai Purus Kecamatan Padang Barat

Kantor Pusat BPD Kecamatan Padang Barat

Hotel Pangeran Beach Kecamatan Padang Barat

Kampus UPI Padang Kecamatan Padang Selatan

Kampus Unand Limaumanis Kecamatan Pauh

Kampus UNP Padang Kecamatan Padang Utara

Gedung LBA LIA Kecamatan Padang Utara

Basko Mall Kecamatan Padang Utara

SMUN 1 Padang Kecamatan Padang Utara

SDN 23 – 24 Kecamatan Padang Utara

Sumber: KOGAMI

Bangunan yang akan dijadikan tempat lokasi evakuasi vertikal di Kota

Padang, harus sesuai dengan standar berikut:

1. Bangunan umum seperti halnya mesjid, sekolah, pasar atau perkantoran

pemerintah yang tidak memiliki tingkat kerahasiaan tinggi seperti halnya

bank

2. Terletak tidak lebih dari 1 km dari konsentrasi penduduk yang harus

diselamatkan

3. Terletak pada daerah diperkirakan hanya akan rusak ringan, bila berada di

daerah yang diperkirakan akan rusak berat, maka bangunan tersebut harus

diperkuat konstruksinya

4. Terletak pada jaringan jalan yang aksesibel/mudah dicapai dari semua arah

dengan berlari/berjalan kaki

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 117: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

101

5. Diperkirakan setiap orang akan membutuhkan ruang minimum 2 m2,

sehingga daya tampung bangunan penyelamatan dapat dihitung sebagai

luas lantai dibagi 2. (Direktorat Penataan Ruang Wilayah 1, 2008, p. 19).

Gedung yang di bangun pasca gempa Tahun 2009 sudah mulai

memperhatikan kekokohan bangunan terhadap ancaman gempa dan tsunami.

Contohnya, gedung baru SMUN 1 Padang yang benar – benar didesain agar juga

dapat di jadikan shelter. Gedung sekolah SMA Negeri 1 Padang yang dirancang

untuk mampu menahan gempa bumi berkekuatan 10 SR ini juga

menjadi shelter bagi masyarakat di sekitar kawasan Belanti Kota Padang jika

terjadi gempa bumi dan tsunami. Lantai empat gedung ini dapat menampung

hingga 3000 – 4000 orang yang ingin menyelamatkan diri dari hantaman tsunami

jika terjadi. Gedung ini juga dilengkapi dengan landasan helikopter sebagai sarana

untuk menyalurkan bantuan.

Gedung yang kokoh ini juga sudah diuji pada saat gempa bumi melanda

Mentawai, guncangannya terasa hingga ke Kota Padang. Secara spontan, lebih

dari 1.500 orang berlarian dan naik ke atap gedung sekolah. Masyarakat yang

menyelamatkan diri kemudian bertahan di bawah maupun di atas gedung dari

pukul 11 malam hingga pukul 1 pagi. Begitu pula pada saat gempa bumi

berkekuatan 4.2 Skala Richter yang terjadi pada siang hari setelah peristiwa

gempa mentawai. Jamalud langsung membuka semua pintu evakuasi dan

mengarahkan anak-anak sekolah daerah sekitar baik dari tingkat SD, SMP, dan

warga Belanti untuk menuju tempat evakuasi.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 118: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

102

Foto 4.5. Gedung SMUN 1 Padang (Shelter)

Sumber: www.tongberisi.net

Keberadaan lokasi evakuasi dan gedung – gedung tersebut juga sudah

mulai disosialisasikan ke masyarakat melalui billboard, pamflet, leaflet, dimuat di

media cetak dan disiarkan melalui media elektronika (TV dan radio). Dengan

adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat bisa segera mengindentifikasi

dimana tempat evakuasi yang paling layak dan dekat jaraknya bagi mereka dan

keluarga. Indentifikasi ini sangat penting, karena akan menentukan pembagian

penyebaran masyarakat dalam mencapai tempat evakuasi yang aman, sehingga

tidak menumpuk pada satu tempat saja.

Dalam perencanaan, Pemerintah Kota Padang akan membangun 100 unit

shelter sebagai lokasi evakuasi vertikal untuk menampung masyarakat yang ingin

menyelamatkan diri. Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh, Kepala BPBD

Kota Padang:

“Kita merencanakan untuk membangun 100 shelter yang nantinya bida

dimanfaatkan oleh masyarakat yang ingin mengungsi, dan shelter ini akan

di bangun secara bertahap. Kapasitas shelter tergantung kepadatan

penduduk di zona masing – masing.”

Pentingnya pembenahan dan pembangunan lokasi evakuasi vertikal

sesegara mungkin karena jika hanya mengandalkan lokasi evakuasi horizontal

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 119: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

103

saja, maka waktu yang akan dipakai untuk menyelamatkan diri tidak mencukupi,

karena menurut perkiraan para ahli tsunami bisa datang dalam rentang waktu 5 –

30 menit. Pembangunan gedung sebagai tempat evakuasi vertikal menjadi

semakin krusial, karena ada beberapa kawasan di zona rawan tsunami di Kota

Padang jika dilakukan evakuasi horizontal harus menempuh jarak yang cukup

jauh. Lokasi yang cukup jauh dari lokasi evakuasi horizontal adalah zona rawan

tsunami di sekitar pesisir pantai di utara Kota Padang, karena hamparan wilayah

dataran rendahnya cukup luas sementara untuk mencapai zona aman cukup jauh,

dan ditambah dengan sempitnya jalur – jalur evakuasi. Sementara ketika gempa

yang berpotensi tsunami terjadi mobilitas masyarakat begitu tinggi untuk

menyelamatkan diri. Ini diakui sendiri oleh Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahan

BPBD Kota Padang:

“Hal ini tentu berbahaya apalagi menurut perkiraan normal terjadinya

tsunami setelah gempa kira 5 sd 10 menit. Kita hitung saja jarak antara

pantai purus di padang dengan daerah andalas yang diperkirakan aman

dari tsunami yang terjadi ada sekitar 4 km. dan itu kemampuan lari

manusia tidak akan sanggup mencapainya hanya dalam waktu 15 menit.

Kalau mau lari dengan kendaraan tidak akan bisa seperti pengalaman –

pengalaman yang lalu. Karena jalur evakuasi begitu sempit untuk

menampung mobilitas masyarakat yang akan mengungsi dengan

kendaraan bermotor. Keadaan seperti akan sangat berbahaya jikka saat

evakuasi jalur – jalur macet, bisa- bisa jalan – jalan yang dipenuhi

masyarakat tersebut bisa dihantam tsunami padahal masyarakat belum

sampai ke tempat aman atau evakuasi horizontal. Untuk mengatasi hal

tersebut harus diupayakan secepatnya membangun gedung yang bisa

berfungsi sebagai lokasi evakuasi vertikal atau shelter untuk

dikombinasikan dengan evakuasi horizontal.”

Pemerintah Kota Padang telah mengindentifikasi lokasi evakuasi baik

vertikal maupun horizontal. Lokasi evakuasi ini dipilih berdasarkan tingkat

kerawanan di setiap zona dan kesiapan jalur evakuasi. Lokasi evakuasi vertikal di

Kota Padang seperti yang telah di indentifikasi seperti sebelumnya, banyak yang

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 120: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

104

runtuh pasca gempa 30 September 2009. Hingga saat ini, sangat sedikit gedung

yang layak dan sesuai standar kekokohan untuk di jadikan sebagai shelter. Seperti

yang disampaikan oleh Manajer Advokasi Komunitas Siaga Tsunami:

“Kalau masalah bangunan, setelah kita cek pasca beberapa kali gempa

sebelum gempa besar Tahun 2009 di Kota Padang, kebanyakan memang

tidak layak untuk dijadikan tempat pengungsian atau bahkan tempat

beraktivitas. Hal ini sangat berbahaya jika tidak segera dibenahi. Ternyata

betul, terbukti pada gempa Tahun 2009 banyak gedung yang runtuh.”

Ini membuktikan kekokohan bangunan di Kota Padang banyak yang

amburadul karena mungkin sebelumnya tidak memperhatikan aspek kerentanan

Kota Padang terhadap ancaman gempa dan tsunami. Padahal sebelum gempa

Tahun 2009, banyak gedung pemerintahan yang direncanakan sebagai tempat

evakuasi vertikal, ternyata saat gempa terjadi gedung tersebut banyak yang roboh.

Masyarakat Kota Padang ikut menguatkan pendapat dari di atas, melalui

wawancara dengan salah seorang warga Kota Padang, Sri mengatakan:

“Iya, kami mana mau lari ke gedung itu (lokasi evakuasi vertikal), melihat

goncangan gempa yang keras, rasanya gedung itu tidak akan tahan. Kalau

kami lari ke sana sama saja kami bunuh diri”.

Keengganan masyarakat untuk mengevakuasi diri ke gedung lokasi

evakuasi vertikal memang bisa dipahami karena banyak bangunan tersebut saat

gempa besar Tahun 2009 lalu rusak parah. Bangunan yang tidak layak tersebut

banyak memakan korban jiwa, seperti yang terjadi di Gedung Lembaga

Pendidikan LBA – LIA yang hancur dan memakan korban saat terjadi gempa.

Gedung seperti ini tentu tidak layak dijadikan tempat evakuasi vertikal serta untuk

ditempati atau sebagai pusat aktivitas saja tidak aman apalagi jika harus

menampung masyarakat yang ingin menyelamatkan diri dari tsunami jika terjadi.

Persoalan lokasi evakuasi vertikal berupa bangunan yang tidak layak dan

diragukan kekokohannya menahan goncangan gempa dan hantaman tsunami

tersebut, dicoba dijawab oleh Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD Kota

Padang:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 121: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

105

“Memang di Kota Padang sendiri banyak gedung yang roboh pasca gempa

Tahun 2009 lalu, termasuk gedung – gedung yang sebelumnya telah

diindentifikasi sebagai tempat evakuasi vertikal. Ini tentu menjadi

pengetahuan yang berharga buat kami. Untuk gedung – gedung yang akan

di bangun kami akan memperketat perizinannya dan mewajibkan

bangunan tersebut juga bisa difungsikan sebagai shelter nantinya”.

Menurut penelusuran penulis, baru ada tiga gedung yang telah selesai

dibangun dan memang direncanakan sebagai shelter karena dibangun dengan

memperhatikan kekohon bangunan, yang pertama, SMUN 1 Padang, kedua,

Rusunawa di Pantai Purus, dan yang ketiga, Gedung Fakultas Ekonomi UNP.

Tentu saja shelter yang baru tiga ini tidak akan mampu menampung masyarakat

yang akan mengungsi meningat begitu padatnya penduduk di zona rawan tsunami.

Saat ini, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Padang sedang

menggodok kebijakan yang mewajibkan setiap gedung yang akan dibangun di

daerah zona rawan tsunami, mesti juga berfungsi sebagai shelter atau evakuasi

vertikal. Karena seperti yang diketahui, lokasi atau tempat evakuasi vertikal di

Kota masih sangat sedikit. Idealnya setiap jarak satu kilometer di zona rawan

bencana tsunami atau kira – kira dua kilometer dari pantai yang padat penduduk

minimal ada satu shelter yang bisa menampung hingga dua ribu orang sekaligus.

Ini digunakan sebagai lokasi evakuasi vertikal dan nantinya akan dikombinasikan

dengan lokasi evakuasi horizontal yaitu pengungsian ke dataran yang lebih tinggi.

Selanjutnya dilihat dari ketinggian gedung yang layak dijadikan sebagai

shelter, karena harus memperhatikan perkiraan ketinggian gelombang tsunami

jika terjadi. Gedung yang difungsikan sebagai shelter, seharusnya mempunyai

standar ketinggian yang mengacu kepada perkiraan para ahli kebencanaan.

Ketinggian minimal gedung yang layak dijadikan shelter menurut BPBD Kota

Padang berkisar 3 lantai dengan ketinggian 8 – 10 meter. Sedangkan menurut

perkiraan Anggota Tim Ahli Pengurangan Resiko Bencana UNDP, mengambil

contoh ketinggian tsunami di Aceh Tahun 2004, berikut penuturannya:

“Sebenarnya kalau kita melihat pengalaman di aceh dan jepang, bangunan

yang layak untuk di jadikan shelter minimal 4 lantai atau sekitar minimal

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 122: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

106

15 meter dari permukaan tanah. Ini hanya asumsi ya, bukan hasil

penelitian, karena tidak ada satupun alat atau teknologi di zaman ini yang

mampu menperkirakan tinggi tsunami berapa atau berapa lama datangnya

tsunami. Penilaian ini hanya berdasarkan pengamatan di sejumlah

kawasan yang pernah terkena dampak tsunami.”

Kendala untuk menentukan berapa standar ketinggian untuk gedung yang

dijadikan shelter tentu berpengaruh terhadap kesiapsiagaan Kota Padang dalam

menghadapi ancaman gempa dan tsunami. Perkiraan tingginya tsunami jika

terjadi, walaupun ini tentu tidak diharapkan, semuanya berdasarkan asumsi dan

pengalaman gempa dan tsunami yang pernah terjadi sebelumnya baik di Kota

Padang sendiri, maupun di kawasan lainnya. Karena hingga saat ini, belum ada

alat atau kecanggihan teknologi untuk memprediksi secara akurat berapa

tingginya tsunami yang akan terjadi.

Tapi tentu saja persoalan ini tidak bisa menghambat atau menghentikan

upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman gempa

dan tsunami. Shelter tetap harus dibangun dengan memperhatikan standar

kekokohan dan ketinggian menurut perhitungan dan perkiraan para ahli.

Permasalahan untuk memprediksi secara akurat berapa kuatnya gempa dan berapa

tingginya gelombang tsunami yang akan terjadi telah memasuki ranah yang tidak

bisa dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia itu sendiri.

Selanjutnya upaya pembenahan lokasi evakuasi vertikal tentu harus

dikolaborasikan dengan pembenahan lokasi evakuasi horizontal. Lokasi evakuasi

horizontal yang ada di Kota Padang, umumnya adalah kawasan yang berada di

zona aman tsunami. Artinya menurut peta kerawanan tsunami di Kota Padang

zona aman tsunami ini berada di kawasan timur Kota Padang, atau sepanjang

garis yang mengikuti Jalan By – Pass yang membujur sepanjang 30 km dari

Simpang Kalumpang sampai Teluk Bayur. Kawasan timur Kota Padang ini

memang berada cukup jauh dari pantai, yang menurut perkiraan para ahli

kebencanaan cukup aman dari hantaman tsunami. Jaraknya berkisar 6 sampai 8

km dari garis Pantai Padang dan berada di ketinggian minimal 6 meter dari

permukaan laut.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 123: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

107

Berdasarkan pengalaman gempa yang telah beberapa kali terjadi di Kota

Padang, pada umumnya masyarakat lebih memilih kawasan ini sebagai lokasi

evakuasi. Lokasi evakuasi ini cukup luas dan bisa menampung masyarakat yang

ingin menyelamatkan diri dan mengungsi. Persoalannya adalah, lokasi evakuasi

horizontal yang ada ini umumnya berupa Masjid, sekolah – sekolah, lapangan,

areal tanah kosong, bahkan di pinggir Jalan By – Pass. Belum ada lokasi yang

dirancang dan dibangun khusus sebagai lokasi evakuasi horizontal yang lengkap

fasilitas umum dan sosialnya, seperti air bersih dan fasilitas MCK. Persoalan ini

tentu menjadi kendala tersendiri dimana masyarakat tentu butuh fasilitas tersebut

ketika mengungsi. Berdasarkan pengalaman gempa 30 September 2009,

masyarakat yang menyelamatkan diri ke lokasi ini hanya bertumpuk di pinggir

jalan dan tidak ada keteraturan. Ini sesuai dengan penuturan Dayat, salah seorang

warga yang ikut merasakan gempa tersebut:

“Orang pada mengungsi ke By – Pass, hanya bertumpuk – tumpuk saja

dan tidak teratur, ada yang menangis – menangis. Lokasi yang ditentukan

pemerintah tidak tahu kita, dan rasanya memang tidak ada”

Memang menurut penelusuran peneliti, lokasi yang dirancang dan

dibangun khusus sebagai tempat evakuasi horizontal belum ada. Ketika hal ini

disampaikan ke Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD Kota Padang, dia

membenarkan hal ini:

”Pokoknya secara kebijakan semua daerah hijau (zona aman tsunami)

tersebut dijadikan lokasi evakuasi. Masalah fasilitas semacam MCK, air

bersih dan dan sebagainya, tentu kita lihat kemampuan finansial

pemerintah sendiri. Memang sampai saat ini, lokasi yang dilengkapi

fasilitas semacam itu belum ada di Kota Padang. Itu butuh pekerjaan besar

untuk membangun itu, sementara saat ini ancaman gempa besar dan

tsunami di Kota Padang sesuai dengan prediksi para ahli kan sangat tinggi.

Jadi sementara ini kita menggunakan fasilitas – fasilitas yang dimiliki oleh

pemerintah sebagai tempat pengungsian. Misalnya di daerah timur Kota

Padang ada Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padang atau Kampus

UNAND Limau Manis misalnya, itukan bisa dijadikan tempat evakuasi

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 124: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

108

sementara. Secara permanen sih belum ada tempat tersendiri khusus

sebagai lokasi evakuasi.”

Ketika dikonfirmasikan ke BPBD Kota Padang, hal ini bisa diatasi dengan

memakai fasilitas milik pemerintah maupun swasta yang ada di areal tersebut. Di

kawasan tersebut ada RSUD Kota Padang, Kampus Unand Limau Manis, dan

beberapa ruko milik swasta. Tapi hal ini bukan tanpa masalah, karena berdasarkan

pengalaman gempa 30 September 2009, bangunan sepanjang zona hijau tersebut

banyak yang runtuh termasuk beberapa gedung yang telah dipersiapkan menjadi

lokasi evakuasi vertikal. Ternyata Pemko Padang sendiri belum mempunyai

rencana untuk merancang dan membangun lokasi evakuasi horizontal yang layak.

Hal ini diakui sendiri oleh Staf Ahli BPBD Kota Padang:

“Untuk itu belum ada rencana ke sana. Belum ada program membuat

lokasi pengungsian dengan fasilitas lengkap seperti itu. Berdasarkan

pengalaman gempa yang lalu, masyarakat banyak menggunakan fasilitas

yang ada di sekolah, masjid, dan bahkan perumahan penduduk setempat.

Pemerintah Kota Padang belum mempunyai rencana terpadu untuk

membenahi dan mempersiapkan lokasi evakuasi vertikal dan lokasi evakuasi

horizontal tentu akan menjadi kendala dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan

Kota Padang dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami. Padahal upaya

peningkatan kesiapsiagaan masyarakat tidak hanya bisa dilakukan dengan edukasi

atau sosialisasi semata, tetapi juga mesti mempersiapkan sarana dan prasarana

untuk menyelematkan diri ketika gempa yang berpotensi tsunami terjadi.

4.9 Sistem Peringatan Dini

Dalam menciptakan kesiapsiagaan masyarakat, tentu harus dibarengi

dengan adanya suatu sistem yang memungkinkan informasi akurat tentang

terjadinya bencana bisa diketahui secara cepat. Dalam hal ini, sistem yang

dibutuhkan adalah sistem peringatan dini atau “early warning system”, yang

mencakup bagaimana suatu informasi tentang bencana terutama bencana gempa

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 125: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

109

dan tsunami disebarluaskan dan diketahui oleh masyarakat sehingga masyarakat

bisa melakukan tindakan darurat untuk menyelamatkan diri.

Sistem peringatan dini pada dasarnya merupakan suatu alat atau

mekanisme untuk memberikan informasi awal kepada masyarakat yang

berkepentingan sebelum terjadi suatu peristiwa yang dapat membahayakan jiwa

khususnya manusia dan atau mengancam keselamatan harta benda. Dalam sistem

peringatan dini ini harus ada media untuk menyampaikannya secara langsung ke

masyarakat dan bisa diakses masyarakat ketika terjadi bencana. (Wijanarko, 2008,

p. 2). Di Kota Padang sendiri dalam penanganan bencana gempa dan tsunami,

Pemerintah Kota telah membuat suatu sistem yang memungkinkan adanya

semacam warning ketika gempa besar berpotensi tsunami terjadi, info tersebut

harus disebarkan secara luas ke seluruh masyarakat Kota Padang untuk sesegara

mungkin menyelamatkan diri ketika berada di zona rawan tsunami. Seperti yang

dikatakan oleh salah seorang Staf BPBD Kota Padang,

“di Kota Padang, telah ada suatu prosedur sistem peringatan dini yang

memberikan peringatan agar seluruh unsur tanggap darurat segera

bergerak dan memberikan perintah evakuasi bagi masyarakat ketika

gempa berpotensi tsunami”

Sistem peringatan dini ini sudah pernah di uji coba secara massal pada

tahun 2005 yang mana diadakan simulasi evakuasi untuk memperlihatkan

kesiapan masyarakat dan aparatur pemerintah dalam keadaan darurat. Memang

secara prosedur, sistem peringatan dini yang terlihat sudah berkinerja dengan baik

dan aparat terlihat sudah mengetahui bagaimana peran dan fungi masing –

masing.

Saat ini telah terpasang 10 sirine di zona rawan tsunami di Kota Padang.

Masing – masing sirine ini, akan memberikan peringatan kepada masyarakat

ketika terjadi gempa yang berpotensi tsunami. Sirine ini secara rutin di ujicobakan

pada tanggal 26 setiap bulannya. Pada tahap perencanaan sirine ini akan di

tambah jumlahnya hingga menjadi 14 unit. Ini sesuai dengan yang di sampaikan

oleh Kepala BPBD Kota Padang:

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 126: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

110

“Kita secara bertahap sudah memasang sirine sebagai bagian sistem

peringatan dini kepada masyarakat. Saat ini sudah terpasang 10 sirine, dan

akan menyusul beberapa sirine lagi. Sehingga bisa meng cover seluruh

area rawan tsunami di Kota Padang”

Sirine tersebut dalam keadaan cuaca normal dan baik bisa didengar hingga

radius satu setengah kilo meter persegi. Sementara jika dalam keadaan cuaca

buruk hanya bisa didengar kurang dari satu kilometer persegi. Dan kendala

lainnya adalah kurangnya daya listrik untuk menghidupkan sirine tersebut jika

aliran listrik terputus, seperti yang disampaikan oleh Kasi Penyelamatan BPBD

Kota Padang:

“masalah daya listrik menjadi kendala dalam pengoptimalan sirine. Jika

listrik terputus makan daya cadangan hanya sanggup menahan hingga 15

menit. Ini tentu harus dicarikan solusi, namun kami terkendala pada

masalah dana”

Berdasarkan hasil pantauan pada sistem peringatan dini di Kota Padang

oleh GTZ, sebuah lembaga nirlaba internasional, peristiwa pada tanggal 12 dan 13

September 2007, serangkaian gempa di laut mengguncang Kota Padang. Gempa

pertama terjadi sore hari tanggal 12 September 2007 dengan kekuatan 7.9 SR.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengirimkan peringatan

potensi tsunami. Pemko Padang melalui short message service (SMS). Walikota

Padang kemudian mengumumkan lewat radio. Hanya sedikit yang berinisiatif

(hanya 22 % dari 200 orang yang di wawancara) melakukan evakuasi dan

sebagian besar dari yang berinisiatif membutuhkan waktu lebih dari 20 menit

untuk mulai meninggalkan area beresiko.Diduga pengumuman tidak memberikan

arahan yang memadai karena sebagian masyarakat hanya berjaga – jaga dan

menunggu konfirmasi terjadinya tsunami.

Pada gempa 30 september 2009, BMKG hanya memberikan informasi

gempa tetapi tidak menerbitkan peringatan tsunami karena kedalaman dan lokasi

gempa tidak berpotensi tsunami. Setengah dari 200 orang yang diwawancarai

langsung meninggalkan pantai setelah gempa terjadi. Ketiadaan informasi resmi

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 127: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

111

beberapa saat setelah gempa terjadi menyebabkan sisanta pergi ke pantai untuk

melihat air surut, padahal informasi gempa dari BMKG menjangkau Pemko

Padang lima menit sesudah gempa. Namun informasi tersebut diumumkan oleh

Walikota Padang ke masyarakat tiga puluh menit setelah gempa melalui Radio

Republik Indonesia (RRI). Jika terjadi tsunami makan peringatan tersebut sangat

terlambat. (GTZ, 2010, p. 2)

Pengalaman gempa yang terjadi di Kota Padang tetap menjadi bahan

evaluasi bagaimana sistem peringatan dini gempa dan tsunami bekerja. Pada

gempa tahun 2009 masyarakat Kota Padang mayoritas tidak mendapat peringatan

apa – apa dari pemerintah tentang apakah gempa tersebut berpotensi tsunami atau

tidak. Umumnya masyarakat hanya mengungsi ketika goncangan gempa

dirasakan sangat kuat, dan menurut pengetahuan mereka berarti berpotensi

tsunami. Ini sesuai dengan perkataan salah seorang warga:

“Tidak ada peringatan dari pemerintah, yang jelas banyak orang yang lari

menyelamatkan diri ke tempat yang tinggi. Kan tahu sendiri gempanya

besar sekali, ya kalau mau aman lari. Saat itu kalau terjadi tsunami kan

bahaya”

Saat itu penduduk Kota Padang memilih mengevakuasi sendiri keluarga

dan kerabat masing – masing ke tempat yang aman. Tidak adanya alat atau media

yang menyampaikan informasi langsung ke seluruh masyarakat Kota Padang

menunjukkan bahwa sistem peringatan dini yang telah di inisiasi oleh Pemko

ternyata tidak berkinerja baik di lapangan saat terjadi bencana gempa tersebut.

Adanya wacana menggunakan masjid – masjid sebagai tempat penyebarluasan

informasi bencana sampai sekarang juga belum berfungsi dengan baik. Ketika hal

ini ditanyakan ke BPBD Kota Padang, mereka menjawab:

“Memang sistem peringatan dini belum menyentuh seluruh masyarakat

yang ada di Kota Padang, kita lagi mempersiapkannya secara bertahap

kok, ada keterbatasan dana”

Persoalan dan menjadi alasan utama ketika permasalahan sistem

peringatan dini ini belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pengalaman

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 128: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

112

gempa yang sudah beberapa kali terjadi di Kota Padang seharusnya membuat

pemerintah bergerak lebih cepat untuk membenahi sistem peringatan dini ini.

Sebagai upaya pencegahan dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan

masyarakat, sistem peringatan dini yang bisa diakses oleh seluruh lapisan

masyarakat menjadi keharusan yang tidak bisa di tawar lagi apalagi dengan

tingginya potensi ancaman bencana gempa dan tsunami di Kota Padang.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 129: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

113

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai evaluasi

kebijakan penanganan bencana gempa dan tsunami di Kota Padang, peneliti

menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemerintah Kota Padang secara garis besar sudah mulai memperhatikan

faktor kesiapsiagaan sebagai unsur penting dalam penanggulangan

bencana dengan telah diinisiasinya berbagai program kesiapsiagaan.

Namun mayoritas program yang dibuat masih pada tahap perencanaan dan

belum dimulai. Paradigma penanggulangan bencana oleh Pemerintah Kota

Padang masih banyak terfokus pada tahapan tanggap darurat. Selain itu,

masih tergantungnya Pemerintah Kota Padang kepada LSM juga menjadi

kendala tersendiri yang memperlihatkan bahwa kapasitas Pemerintah Kota

Padang dalam meningkatkan kesiapsiagaan masih perlu ditingkatkan lagi.

Di sisi lain koordinasi oleh BPBD Kota Padang sebagai leading sector

penanggulangan bencana masih lemah karena banyak instansi masih

bergerak sendiri – sendiri dalam penanggulangan bencana terutama aspek

kesiapsiagaan

2. Dari hasil analisis, secara umum edukasi masyarakat sudah mulai

dilakukan, walaupun belum ada pemerataan karena edukasi masih

difokuskan pada institusi pendidikan seperti sekolah, padahal masih

banyak unsur masyarakat lain yang membutuhkan edukasi. Sementara itu

pembenahan fasilitas kritis masih terus dilakukan, mengingat kerentanan

Kota Padang yang tinggi terhadap ancaman gempa dan tsunami. Kendala

yang ditemui oleh Pemerintah Kota Padang dalam meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat adalah masih banyak bangunan yang rentan,

jalur dan lokasi evakuasi yang belum memadai serta sistem peringatan dini

yang belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kota Padang secara

luas.

113 Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 130: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

114

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis akan memberikan saran untuk upaya

Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam

menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami:

1. Pemerintah perlu merubah paradigma dalam penanggulangan bencana

dengan lebih fokus pada aspek kesiapsiagaan. Program yang terkait

dengan upaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat perlu di perlu

diperbanyak. Pemerintah Kota Padang disarankan untuk tidak terlalu

tergantung dengan LSM dengan memperbaiki kapasitas lembaga maupun

SDM dalam penanggulangan bencana terutama pada tahap pencegahan.

Selain itu, koordinasi antar masing – masing lembaga penanggulangan

bencana perlu diperkuat dengan mengoptimalkan fungsi BPBD Kota

Padang sebagai koordinator.

2. Perlunya pemerataan dalam edukasi kesiapsiagaan agar dapat menyentuh

seluruh lapisan masyarakat Kota Padang dengan melakukan edukasi secara

berkala agar budaya siaga bencana terbentuk. Pembenahan fasilitas kritis

harus diselesaikan secepatnya mengingat begitu rentannya kota padang

terhadap ancaman bencana gempa dan tsunami yang bisa datang kapan

saja. Ketersediaan fasilitas kritis yang memadai secara tidak langsung juga

menunjang kesiapsiagaan masyarat sehingga bisa mengurangi jatuhnya

korban ketika bencana terjadi.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 131: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

115

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Saru, 2008, Model Kebijakan Mitigasi Bencana Alam Bagi Difabel (Studi

Kasus di Kabupaten Bantul), Jurnal Fenomena, Jogjakarta

Alexander, David, 2007. Disaster Management: From Theory to Implementation,

Florence, CESPRO University of Florence

Bakornas Penanganan Bencana dan Pengungsi. 2006. Rencana Aksi Nasional

Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009. Jakarta.

Benson, Charlotte, 2007, Tools for Mainstreaming Disaster Risk Reduction:

Guidance Notes for Development Organizations, Geneva, ProVention

Consortium

BNPB, National Disaster Management Plant 2010 - 2014, Jakarta

Covington, Jaeryl, 2006, An Overview of Disaster Preparedness Literature,

Louisville, School of Urban and Public Affairs University Louisville

Coburn, 1994, Disaster Mitigation, Cambridge, UNDP

Creswell, John, 1994, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach

California, Sage Publication

Handayaningrat, Soewarno. 1996. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan

Manajemen. Jakarta : CV. Haji Masagung.

Etkin, David, 2007, The Search for Principles of Disaster Management, York

University

Irawan, P, 2006, Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Untuk Ilmu – Ilmu Sosial,

Jakarta, Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI

ISDR. 2006. Developing Early Warning System: a Key Checklist. EWC III Third

International Conference on Early Warning: From Concept to Action:

WorkingDraft

ISDR. 2005. Hyogo Framework For Action 2005 – 2015: Building Resilience of

Nations and Communities Disasters. World Conference of Disaster

Reduction 18 -22 January 2005, Kobe, Hyogo, Japan

Islamy, Irfan. 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta :

Bumi Aksara.

Jevrizal, Revanche, Serangan Si Bencana: Penyusunan Strategi Pengurangan

Resiko Bencana Kabupaten/Kota, ISDR, Padang

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 132: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

116

Kencana, Inu dkk.1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Khaira, Nuswatun, 2010, Pengaruh Faktor Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan

Rumah Tangga Dalam Menghadapi Banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya

Kecamatan Indra Makmu Kecamatan Aceh Timur, Medan, Universitas

Sumatera Utara

Khan, Himayatullah, 2008, Disaster Management Cycle A Theoretical Approach,

Pakistan, Institute Information of Technology Abbottabad

Kirschenbaum, Alan. 2004. Chaos Organization and Disaster Management. New

York, USA. Marcel Dekker.

Kodoatie, Robert, 2008, Analisa Ancaman Bencana Hydro – Meteorologis di

Indonesia, Yogyakarta, Sheep Indonesia

Komunitas Siaga Tsunami. 2005. Asesment Potensi Sekolah dan Masyarakat

dalam Sistem Siaga Bencana di Kota Padang. Padang

Matsuda, Yoko. 2006. Community Diagnosis for Suistanable Disaster

Preparedness, Kyoto, Disaster Prevention Research Institute of Kyoto

University

Mika, V.T, 2010. Actual Problem of Crisis Management Theory. Serbia, In

International Scientific Conference

Moleong, Lexy, 1997. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Neilsen, Samuel. 1998. Public Education and Disaster Management. Queensland,

Faculty of Education Queensland University of Technology

Neuman, W, 2006, Social Research Method 6th Edition, Boston Parson

International

Parlan, Hening, 2008, Paradigma Penanggulangan Bencana Seharusnya

Berubah, Yogyakarta, Sheep Indonesia

Pande, Ravendra, A Model Citizen’s Charter for Disaster Management in

Uttaranchal, India, Kumaun University

Pinkowsky, Jack. 2008. Disaster Management Handbook. New York, USA. CRC

Press

Purnomo, Hadi, 2010, Manajemen Bencana, Yogyakarta, Media Pressindo

Ramli, Soehatman. 2010. Manajemen Bencana, Jakarta, Dian Rakyat

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 133: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

117

Rachmat, Agus. Manajemen dan Mitigasi Bencana

Silalahi, Ulbert. 1989. Studi Tentang Ilmu Administrasi, Konsep, teori dan

Dimensi. Jakarta : PT Gunung Agung.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfabeta.

Suharto, Edi.. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabeta

Starling, Grover. 2005. Managing The Public Sector. Sevent Edito. USA:

Thamson & Wadsworth

Sutton Jeannete, 2006, Disaster Preparedness: Concept, Guidance, and,

Research, Boulder, University of Colorado

Teguh, Eko, 2008, Upaya Pengurangan Resiko Bencana Dari Global ke Lokal,

Yogyakarta, Sheep Indonesia

Thoha, Miftah. 2002. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta

: PT. Raja Grafindo Persada.

Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijaksanaan : dari Foemulasi ke

Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Subarsono. Analisis Kebijakan Publik : Konsep. Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta

: Pustaka Pelajar.

TIM LIPI. 2006. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi

Bencana Gempa dan Tsunami di Indonesia. Bandung : LIPI

Sadisun. 2006. Peran dan Fungsi Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam

Mitigasi dan Penanganan Bencana Alam di Jawa Barat (Smart SOP

Mitigasi dan Penanganan Bencana Alam). Pusat Mitigasi Bencana Geologi

Terapan Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral ITB. Bandung.

UNDP., 2004. Reducing Disaster Risk A Challenge for Development. United

Nations Development Programme, Bureau for Crisis and Recovery.

UNESCO, 2007, Natural Disaster Prepereadness and Education for Suistanable

Development, Bangkok

Yodmani, Suvit. 2001. Disaster Management and Vulneralibility Reduction.

Bangkok, ADPC

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 134: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

118

B. Peraturan

Undang – Undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanganan Bencana Nasional No 3 Tahun

2008 Tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Standar Tata Laksana Operasi/Prosedur Tetap bagi Manajemen Tanggap Darurat

Tsunami dari Pusat Tsunami Internasional.

Peraturan Daerah Kota Padang No 3 Tahun 2008 Tentang Penanggulangan

Bencana

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 135: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

119

Transkip Wawancara

Wawancara dengan Kabid Kesiapsiaagan BPBD Kota Padang

Bagaimana pengetahuan kebencanaan BPBD Kota Padang

Lembaga ini baru saja terbentuk pada tahun 2009 yang lalu setelah perda

penanggulangan bencana di Kota Padang dilegalkan pada Tahun 2008. Jadi kami

masih dalam proses pengembangan kapasitas internal. Soal pengetahuan

kebencanaan kami telah sering melakukan dan mengikuti workshop - workshop,

di berbagai tempat untuk meningkatkan pengetahuan kebencanaan aparatur kami.

Dan ini biasanya lintas instansi baik dari pemerintahan sendiri, maupun dari non

pemerintah seperti LSM dan Masyarakat. Jadi pengetahuan tentang bencana,

sedikit banyak telah meningkat. Dan sebagai penghargaan kami mendapat award

dari BNPB sebagai BPBD terbaik se Indonesia

Perhatian terhadap kesiapsiagaan

Justru kesiapsiagan ini yang bergerak setiap hari, karena ini harus selalu kita

persiapkan. Kami bekerja setiap hari untuk menjamin ada upaya untuk

meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Misalnya dalam penyediaan tempat dan

rambu – rambu evakuasi untuk masyarakat, ini yang mesti kami kerjakan setiap

hari. Jujur, memang belum maksimal tapi kami tetap berusaha.

Untuk mempermudah penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat, kita

membentuk perpanjangan tangan di Kelurahan dalam bentuk kelompok siaga

bencana (KSB) yang anggotanya adalah masyarakat yang berpengaruh di

kelurahan dan wakil dari kelurahan. Pemilihan masyarakat yang berpengaruh dan

setiap kata – katanya di dengarkan oleh masyarakat, dimaksudkan agar, setiap

informasi yang datang dari pemerintah, misalnya tentang perintah evakuasi jika

terjadi bencana , dapat disampaikan dengan baik kepada masyarakat yang ada

dikelurahan tersebut, sehingga masyarakat tahu apa yang harus dilakukan saat itu.

Sebab ini dilakukan, banyak masyarakat yang bingung saat terjadi bencana,

mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan dan dari siapa informasi yang dapat

dipercaya.

Bagaimana SOP Peringatan Dini Tsunami

SOP penanganan bencana telah ada dan mungkin bulan juni 2011 akan di

legalkan. Dan sebelum dilegalkan, mungkin sekitar bulan Mei akan diadakan uji

publik, dengan mengundang bergabai stake holders terkait kebencanaan untu

memberikan saran, masukan dan kritik terhadap SOP tersebut. Pada SOP ini bisa

diketahui, siapa melakukan apa, dan bagaimana prosedur penanganan bencana itu

sendiri. SOP ini nantinya akan dilegalkan dalam bentuk Perwako. Mungkin saja

nantinya masih banyak kekurangan dalam SOP tersebut, namun karena ini sudah

mendesak, maka SOP ini harus diterapkan secepatnya. Mendesaknya karena Kota

Padang begitu rawan terhadap bencana.

Perhatian Pemko terhadap Kesiapsiagaan

Perhatian pemerintah kesiapsiagaan cukup besar. Ini dibuktikan dengan

banyaknya penelitian tentang kebencanaan. selain itu, sebenarnya fungsi BPBD

Lampiran 1

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 136: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

120

adalah koordinator yang mengkoordinasikan seluruh instansi terkait agar satu

langkah dalam penanganan bencana. Satu langkah ini dimaksudkan agar tidak ada

tumpang tindah dan saling berebut peran dalam penanggulangan bencana. BPBD

sendiri sesungguhnnya tidak memilikki tools yang begitu lengkap, karena sarana

dan prasarana yang digunakan tersebar di berbagai macam instansi. Misalnya,

ambulans ada di dinas kesehatan, mobil pemadam kebakaran ada di dinas

pemadam kebakaran, atau alat – alat SAR banyak dimilikki oleh Tim SAR baik

dari Badan SAR Kota Padang, maupun milik TNI, Polri dan lembaga – lembaga

kemasyarakatan lainnya. Jadi, fungsi BPBD Kota Padang sendiri adalah

bagaimana agar semua stakeholders tersebut bisa bersinergi agar penanggulangan

bencana bisa berjalan lebih baik dan optimal. Hal ini juga berlaku di

kesiapsiagaan. Seperti yang kita dengar dan kita lihat, di Kota Padang sendiri

sudah sering dilakukan berbagai macam pelatihan, workshop atau bahkan simulasi

evakuasi. Inikan banyak dilakukan oleh teman – teman dari LSM baik lokal,

nasional, maupun internasional. Nah, fungsi BPBD Kota Padang sendiri adalah

bagaimana mengkoordinasikan kegiatatan diberbagai instansi yang fokus pada

kesiapsiagaan tersebut. Jadi misalnya edukasi kesiapsiagaan bisa dilakukan secara

merata di setiap lokasi rawan bencana, dan tidak bertumpuk pada satu lokasi saja.

Atau bisa juga dalam masalah perbaikan jalur – jalur evakuasi, BPBD akan

meminta aparat terkait di bidang infrastruktur seperti dinas prasarana jalan dan

jembatan untuk segera memperbaikinnya. Dari sisi pembangunan gedung juga,

BPBD akan mengkoordinasikan dengan instansi terkait bagaimana agar gedung

yang dibangun harus tahan gempa hingga sekian skala richter. Dan ini bisa

melalui mekanisme Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Baru – baru ini, Dinas Tata Ruang dan Bangunan sedang menggodok kebijakan

yang mewajibkan setiap gedung yang akan dibangun di daerah zona rawan

tsunami, mesti juga berfungsi sebagai shelter atau evakuasi vertical. Nah kami

sendiri, sedang mendorong bagaimana upaya tersebut bisa terlaksana secepatnya.

Karena seperti yang kita ketahui, lokasi atau tempat evakuasi vertikal di Kota

masih sangat sedikit. Padahal idealnya setiap jarak satu kilometer di zona rawan

bencana tsunami atau kira – kira dua kilometer dari pantai yang padat penduduk

minimal ada satu shelter yang bisa menampung hingga dua ribu orang sekaligus.

Ini digunakan sebagai lokasi evakuasi vertikal dan nantinya akan dikombinasikan

dengan lokasi evakuasi horizontal yaitu pengungsian ke dataran yang lebih tinggi,

kalau evakuasi vertical ini membutuhkan jalur evakuasi yang baik dan mencukupi

untuk mobilitas masyarakat yang ingin melewati jalan tersebut. Memang saat ini,

pembenahan jalur evakuasi horizontal sedang giat dilaksanakan misalnya saja,

jalan alai ke by pass, yang sedang diperlebar atau jalan andalas ke by pass. Seperti

kita ketahui padang ke arah timur merupakan lokasi evakuasi horizontal dengan

jalan by pass sebagai batas zona amannya. Nah jalur – jalur yang menuju by –

pass tersebut yang sedang diperbaiki dan diperbanyak. Memang ini butuh banyak

dana dan tidak bisa instant terjadi, mesti bertahap. Dan ini tentu butuh kepedulian

dari semua pihak.

Jadi kesimpulannya BPBD tidak memiliki dana khusus untuk secara besar untuk

menanggulangi bencana, namun BPBD bisa mengkoordinirkan SKPD lain untuk

menganggarkannya.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 137: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

121

Kerentanan Bangunan.

Memang bangunan yang ada di Kota Padang, sangat sedikit yang bisa

dikategorikan tahan gempa hingga skala diatas 8 richter. Cuma ini tentu tidak bisa

disalahkan hanya dinas tata ruang dan tata bangunan saja, atau dinas – dinas lain

yang terkait, karena ada kejadian gempa 2004 lah maka baru ada kajian – kajian

tentang penanganan bencana gempa dan tsunami di Kota Padang. Tapi hal ini

sudah dilakukan upaya preventif, yaitu memperketat izin pendirian bangunan,

dengan mesyaratkan harus tahan gempa dengan skala tertentu yang telah

ditetapkan. Sekaligus jika ada bangunan yang lebih dari dua lantai yang dibangun,

maka harus bisa difungsikan sebagai shelter. Tapi masalah bangunan yang telah

dibangun sebelum adanya potensi kerawanan gempa yang sangat tinggi di Kota

Padang, tentu tidak mungkin pula dirobohkan, karena itu akan memakan banyak

sekali biaya. Cuma tentu harus ada perbaikan struktur.

Mungkin sering terdengar selentingan kabar, bahwa Pemko Padang ga konsisten

dalam pemberian izin bangunan, katanya di zona merah tsunami izin pendirian

bangunan akan dihentikan, tapi kenyataannya malah masih ada bangunan yang

diberi izin untuk didirikan. Maksudnya bukan tidak konsisten, bangunan boleh

didirikan tapi dengan syarat harus bisa difungsikan sebagai shelter. Misalnya saja

pembangunan Hotel di sekitar pantai purus yang dekat sekali dengan laut. Itu

nantinya juga akan difungsikan sebagai shelter. Jadi ada manfaatnya. Bangunan

tersebut di atasnya harus datar dan bisa ditempati sebagai tempat pengungsian

sementara.

Ini penting sekali sebagai tempat evakuasi vertical, karena di daerah tersebut jika

dilakukan evakuasi horizontal sangatlah jauh dari garis pantai sementara ketika

gempa yang berpotensi tsunami terjadi, mobilitas masyarakat begitu hebat untuk

menyelamatkan diri. Makanya kalau mayoritas masyarakat melarikan diri secara

horizontal ke arah padang bagian timur yang daerahnya jauh kemungkinan besar

tidak akan bisa. Dan ini berbahaya apalagi waktu perkiraan normal terjadinya

tsunami setelah gempa kira 5 sd 10 menit. Kita hitung saja jarak antara pantai

purus di padang dengan daerah andalas yang diperkirakan aman dari tsunami yang

terjadi ada sekitar 4 km. dan itu kemampuan lari manusia tidak akan sanggup

mencapainya hanya dalam waktu 15 menit. Kalau mau lari dengan kendaraan

tidak akan bisa seperti pengalaman – pengalaman yang lalu. Karena jalur evakuasi

begitu sempit untuk menampung mobilitas masyarakat yang akan mengungsi

dengan kendaraan bermotor. Nah ini sangat berbahaya jikka saat evakuasi jalur –

jalur macet, bisa- bisa jalan – jalan yang dipenuhi masyarakat tersebut bisa

dihantam tsunami padahal masyarakat belum sampai ke tempat aman atau

evakuasi horizontal. Makanya bangunan shelter sebagai evakuasi vertikal

dibutuhkan untuk dikombinasikan dengan evakuasi horizontal. Jadi masyarakat

mempunyai pilihan dalam upaya penyelamatan diri mereka.

Jalur – Jalur Evakuasi

Secara kebijakan semua jalan yang mengarah ke arah by pass (arah timur Kota

Padang) merupakan jalur evakuasi. Dalam rencana, pemko berusaha akan

memperlebar dan memperbaiki jalan yang digunakan sebagai jalur evakuasi.

Dimana jalan ini nantinya akan lebih besar dari jalan – jalan protokol yang

kebanyakan melintang dari wilayah selatan ke utara atau banyak yang searah

dengan garis pantai. Sementara jalan dari barat ke timur Kota Padang malah

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 138: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

122

sebaliknya, banyak yang sempit dan jumlahnya sedikti. Inilah yang harus dibenahi

kedepannya. Semuanya bertahap, misalnya saat ini jalan Alai – By Pass lah yang

diproritaskan terlebih dahulu, karena terbatasnya anggaran pemerintah. Dan

pohon – pohon yang ada di pinggir jalan juga dipilih pohon yang kuat dan tidak

mudah tumbang.

Bagaimana dengan rambu – rambu evakuasi untuk menginformasikan

kepada masyarakat kemana saja mereka bisa menyelamatkan diri, yang kita

lihat masih sangat minim di Kota Padang?

Sebenarnya kami telah tiap hari buat proposal untuk penyedian rambu – rambu

evakuasi, tapi masyarakat saja yang tidak tahu. Kami selalu berusaha, walaupun

saat ini masih tahap pengusulan ke Pemko untuk direalisasikan. Cuma mungkin

karena keterbatasan anggaran, jadi mesti bertahap. Termasuk juga papan billboard

untuk edukasi masyarakat, kita juga bekerjasama dengan LSM – LSM untuk

pengadaannya. Memang belum merata, tapi kami tetap berusaha.

Berarti realisasinya masih jauh ya pak?

Hmm, memang kalau mengandalkan APBD saja, tentu tidak akan sanggup.

Sementara kebutuhannya mendesak, makanya kita bekerja sama dengan instansi

lain baik dari pemerintahan sendiri maupun organisasi non pemerintah. Yang

penting sebenarnya, kami terus berusaha, bagaimana hal ini bisa terealisasi.

Lokasi - Lokasi Evakuasi

Yaa, pokoknya secara kebijakan semua daerah hijau (zona aman tsunami) tersebut

dijadikan lokasi evakuasi. Masalah fasilitas semacam MCK, air bersih dan dan

sebagainya, tentu kita lihat kemampuan financial pemerintah sendiri. Memang

sampai saat ini, lokasi yang dilengkapi fasilitas semacam itu belum ada di Kota

Padang. Itu butuh pekerjaan besar untuk membangun itu, sementara saat ini

ancaman gempa besar dan tsunami di Kota Padang sesuai dengan prediksi para

ahli kan sangat tinggi. Jadi sementara ini kita menggunakan fasilitas – fasilitas

yang dimilikki oleh pemerintah sebagai tempat pengungsian (padahal daerah

timur minim fasilitas). Misalnya di daerah timur Kota Padang ka ada Rumah

Sakit Umum Daerah Kota Padang atau Kampus UNAND Limau Manis misalnya,

itukan bisa dijadikan tempat evakuasi sementara. Secara permanent sih belum ada

tempat tersendiri khusus sebagai lokasi evakuasi.

Itu tidak perlu dilegalkan oleh Pemko, kan semuanya sudah ada di UU No 27

tentang Penanggulangan Bencana, dimana BPBD harus dipermudah dalam setiap

kegiatannya. Misalnya saja dalam perencanaan SOP, kami selalu mengundang

pihak – pihak terkait termasuk pemilik gedung untuk mensosialisasikan hal ini

kepada mereka. Jadi kalau mereka tidak tahu itu bukan masalah kami, karena

kalau peraturan kan sesuai dengan prinsipinya, tahu tidak tahu di anggap tahu,

karena aturan perundang – undangan kan mengikat.

Sosialisasi

Kita kan dalam mensosialisasikan itu bertingkat, kita sampaikan ke seluruh camat

di Kota Padang dan mereka menyampaikan ke Lurah dan nantinya lurah juga akan

menyampaikannya ke RT dan RW di daerah mereka masing – masing. Memang

ini kami akui ini belum berhasil, karena berkaitan dengan budaya masyarakat.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 139: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

123

Tapi kita punya cara, yaitu misalnya dalam perizinan pembangunan gedung atau

bangunan baru, kita mensosialisasikan agar gedung kalau itu lebih dari dua lantai

bisa dijadikan lokasi evakuasi vertikal. Tapi berdasarkan pengalaman dulu, saat

gempa ada gedung yang terkunci padahal bisa dijadikan lokasi evakuasi

sementara, biasanya dibuka paksa sama masyarakat. Jadi sebenarnya tidak ada

masalah.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 140: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

124

Wawancara dengan Manajer Advokasi LSM KOGAMI:

Kesiapsiagaan Masyarakat

Awalnya sebelum gempa dan tsunami di Aceh terjadi pada Tahun 2004,

masyarakat Kota Padang sebenarnya belum memiliki pengetahuan tentang

bagaimana cara – cara menyelamatkan diri. Saat gempa dan tsunami di Aceh telah

terjadi, maka masyarakat banyak yang ketakutan apalagi mendengar penelitian

para ahli, Kota Padang adalah kota tertinggi tingkat ancaman tsunaminya di dunia.

Ketika kita mencoba memberikan edukasi saat itu, masyarakat banyak yang

kontra, karena dianggap menakut – nakuti.

Untuk itu kita mencoba memberikan materi yang sederhana dan mudah

dimengerti oleh masyarakat, tidak melalui bahasa teknis yang banyak

membingungkan masyarakat awam. Karena seperti yang kita ketahui pengetahun

gempa ini banyak didominasi oleh bahasa ilmiah yang agak sulit dimengerti

masyarakat awam. Untuk itu kita, mencoba memodifikasi bahasa ilmiah tentang

kebencanaan itu menjadi lebih mudah dimengerti oleh masyarakat dengan

menggunakan metode yang mudah mereka pahami. Dengan ini diharapkan

masyarakat dapat mencerna dan memahami apa yang kita sampaikan tentang

kesiapsiagaan ini.

Oh iya, tentu saja ada progressnya, seperti yang kita lihat, saat ini mayoritas

masyarakat sudah tahu kemana mereka akan lakukan ketika gempa dan tsunami

terjadi. Masyarakat sudah bisa melakukan evakuasi sendiri. Kalau dulu

masyarakat, masih bingung apa yang harus dilakukan terutama pasca gempa dan

tsunami di Aceh Tahun 2004. setelah kita mulai memberikan edukasi sejak Tahun

2005, perlahan – lahan masyarakat Kota Padang sudah mengetahui tindakan apa

yang mereka lakukan saat gempa yang berpotensi tsunami. Ini dibuktikan saat

gempa besar Tahun 2006, Tahun 2007, Tahun 2009 yang menghancurkan Kota

Padang dan terakhir Tahun 2010 yang lalu. Memang edukasi yang kita lakukan

belum merata karena keterbatasan sumber dana dan sumber daya lainnya.

Contohnya pada gempa Tahun 2006 disaat edukasi baru setahun kami lakukan,

masyarakat masih banyak yang panik dan keadaan kacau, dan mengungsi malah

ke dalam zona yang masih dikategorikan merah atau rawan tsunami. Mungkin

mereka belum memahami daerah mana saja di Kota Padang yang termasuk zona

hijau atau zona aman tsunami sebagai tempat pengungsian. Selain itu mungkin

masyarakat baru merasakan gempa yang cukup besar di Kota Padang. Tapi setelah

kita lihat Tahun 2009 yang lalu saat gempa besar melanda, masyarakat sudah

kelihatan relatif mengetahui kemana harus mengevakuasi diri. Jadi saat ini

masyarakat lebih aware atau lebih pedulilah.

Kalau dari KOGAMI sendiri, selama hampir kurang lebih 5 tahunan ini turun ke

lapangan memberikan edukasi kesiapsiagaan kepada masyarakat, memang belum

merata masyarakat Kota Padang mendapatkan edukasi pengetahuan kebencanaan

dan pelatihan penyelamatan diri. Kita mengakui, kita mempunyai keterbatasan

kapasitas untuk meng – cover semua area di Kota Padang ini. Tentu ini butuh

bantuan dari pemerintah terutamanya dan juga dari stakeholder yang lain di Kota

Padang. Sebenarnya kita sendiri mempunyai target untuk bisa mengedukasi

sekitar 30% masyarakat yang mendiami pesisir pantai di Kota Padang. Karena

mereka inilah yang sangat rentan terhadap ancaman bencana gempa dan tsunami

jika terjadi. Makanya kami fokus pada yang ini dulu karena kertebatasan sumber

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 141: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

125

daya dan dana tadi. Kami juga membuat pilot project daerah percontohan yaitu di

Kelurahan Pasir Jambak Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, yang mana

didaerah tersebut kami secara intensif memberikan edukasi dan pelatihan kepada

masyarakat di sana. Sekarang daerah tersebut sudah mempunyai perangkat

tersendiri yang dinamakan kelompok siaga bencana (KSB). Mereka inillah yang

nantinya mengkoordinir masyarakat di daerahnya untuk menjaga kesiapsiagaan

selalu terhadap ancaman bencana. Kami juga pernah melakukan simulasi evakuasi

akbar bersama BPBD Kota Padang dengan melibatkan masyarakat di gedung

SMAN 1 Padang yang baru saja dibangun, yang berfungsi sekaligus sebagai

shelter. Ini melibatkan ribuan masyarakat Kota Padang. Ini sebenarnya tugas dari

pemerintah untuk melakukan ini, kami hanya mensupport dengan bantuan tenaga

ahli dan fasilitator.

Kami juga memfokuskan edukasi ke kalangan pendidikan seperti sekolah –

sekolah seperti SD, SMP, dan SMA yang terletak di zona merah tsunami. Ini

penting untuk membentuk budaya siaga bencana, karena edukasi itu harus dimulai

dari dini. Kami beranggapan sekolahlah yang paling pas untuk dijadikan sasaran

edukasi. Bentuknya bisa edukasi secara marathon, yaitu 2 jam sekali tampil di

sekolah – sekolah tersebut, juga bisa dengan melakukan pendampingan, yaitu

dengan membina dan megedukasi suatu sekolah percontohan secara intensif

sehingga bisa dikategorikan sebagai Sekolah Siaga Bencana (SSB). Dan ini telah

kita lakukan di banyak sekolah di Kota Padang (terlampir).

Kita juga sudah merencanakan titik – titik tertentu untuk di jadikan lokasi

evakuasi dan ketika kami mengkonfirmasi ke BPBD, ternyata mereka juga sudah

mempersiapkan titik – titik tersebut untuk lokasi evakuasi.

Perhatian Pemerintah Kota Padang terhadap kesiapsiagaan

Kalau kita melihat sejak ada badan khusus penanggulangan bencana yaitu BPBD

Kota Padang, alhamdulillah penanganan bencana sudah mulai membaik, termasuk

juga aspek kesiapsiagaan. Pemerintah sudah mulai peduli dan fokus terhadap

penanganan bencana secara keseluruhan. Baru – baru ini kita sedang melakukan

pedampingan terhadap BPBD Kota Padang dalam membuat rencana aksi daerah

(RAD), yang lebih difokuskan pada kesiapsiagaan. Nah RAD ini nantinya akan

dicoba disinkronkan dengan rencana kerjanya BPBD Kota Padang. Paradigma

inilah yang berubah di Pemko Padang, dengan berusaha menganggarkan dana

untuk kegiatan kesiapsiagaan. Yang mana sebelumnya ini kurang diperhatikan

atau malah tidak diperhatikan sama sekali. Peran KOGAMI sendiri lebih ke

fasilitatot dan motivator.

Kerentanan bangunan di Kota Padang

Kalau masalah bangunan, setelah kita cek pasca beberapa kali gempa sebelum

gempa besar Tahun 2009 di Kota Padang, kebanyakan memang tidak layak untuk

dijadikan tempat pengungsian atau bahkan tempat beraktivitas. Hal ini sangat

berbahaya jika tidak segera dibenahi. Ternyata betul, terbukti pada Tahun 2009

banyak gedung yang runtuh. Ini membuktikan kekokohan bangunan di Kota

Padang banyak yang amburadul karena mungkin sebelumnya tidak

memperhatikan aspek kerentanan Kota Padang terhadap ancaman gempa dan

tsunami. Padahal sebelum gempa Tahun 2009, banyak gedung – gedung

pemerintahan yang direncanakan sebagai tempat evakuasi vertikal, ternyata saat

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 142: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

126

gempa terjadi gedung – gedung tersebut malah roboh. Nah ini, tentu menjadi

bahan evaluasi bagi semua pihak terkait.

Kita terus mengingatkan pemilik gedung baik pemerintahan maupun swasta untuk

lebih memperhatikan secara serius kerentanan gedung ini. Tidak hanya masalah

ketahanan gedung saja, tapi juga masalah rambu – rambu evakuasi di masing –

masing gedung tersebut. Ini kan bagian dari prosedur penyelamatan diri para

penghuni gedung. Misalnya di salah satu sekolah bertingkat yang kita edukasi,

kita selalu mengingatkan dan memberikan pedampingan agar membuat sistem

rencana evakuasi sendiri. Karena di masing – masing gedung atau bangunan tentu

mempunyai tingkat kerawanan dan kesulitan yang berbeda – beda. Nah ini lah

yang kami rasa masih minim diperhatikan.

Dan sampai saat ini belum ada satupun gedung di Kota Padang setahu kami yang

memiliki rambu – rambu evakuasi. Padahal ketika kita melakukan pelatihan atau

workshop dengan kalangan pemerintahann kita selalu mengingatkan hal ini. Kita

menyarankan agar dibuat aturan yang legal yang mewajibkan gedung – gedung di

Kota Padang memiliki rencana dan rambu – rambu evakuasi tersendiri. Tapi kita

hanya bisa menyarankan saja. (tulis contoh: lembaga pendidikan GAMA yang

roboh gempa Tahun 2009). Kita kan tahu, kalau pengunjung gedung itu tidak

hanya orang yang kerja di sana tapi juga masyarakat lain yang berurusan di

gedung tersebut. Saat ini masih sampai pada tahap bagaimana gedung tersebut

didesain untuk tahan gempa dengan skala tertentu.

Saat ini kita ketahui gedung – gedung baru yang dibangun pasca gempa 2009

sudah mulai memperhatikan kekokohan gedung. Kan banyak tukang – tukang

atau teknisi bangunan diberi pelatihan oleh Pemerintah agar bisa membuat

bangunan dengan agar sesuai dengan kondisi Kota Padang yang rawan gempa.

Rambu – rambu evakuasi

Memang kalau ditanya soal kecukupan rasanya mungkin tidak akan pernah cukup,

karena begitu banyaknya penduduk di zona merah tsunami dan luasnya daerah

yang harus di cover. Karena kita sendiri mempunyai keterbatasan untuk

mengadakan rambu – rambu tersebut. Namun sebenarnya masyarakat sendiri

sudah tahu di mana saja jalu – jalur evakuasi. Yang jadi permasalahan sebenarnya

adalah titik – titik tempat lokasi evakuasi yang belum ditetapkan secara jelas oleh

pemerintah. Ini kan sebenarnya berbahaya karena bisa saja saat terjadi gempa

yang berpotensi tsunami masyarakat bertumpuk di satu jalur dan lokasi evakuasi.

Seharusnya harus ditentukan di lokasi mana saja tempat – tempat evakuasi

terdekat dari masing – masing pusat aktivitas masyarakat.

Masalah jalan yang dijadikan sebagai jalur evakuasi sampai sekarang masih

banyak yang kondisinya tidak layak karena sempit dan jumlahnya masih sangat

sedikit. Contohnya saja jalan alai – by pass.

Terkait masalah simulasi, simulasi evakuasi sendiri telah dilaksanakan di Kota

Padang sendiri sekitar 4 kali dengan melibatkan masyarakat. Kami bekerja sama

dengan pemerintah mengadakannya. Sebenarnya simulasi tersebut dilakukan tidak

hanya untuk melatih masyarakat tapi juga melihat bagaimana sistem operasi

prosedur penanggulangan bencana pemerintah bekerja. Nanti inilah yang akan

dievaluasi bagaimana sistem peringatan dininya, bagaimana sistem komandonya

dan tanggap daruratnya. Jadi simulasi bermanfaat selain untuk melatih masyarakat

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 143: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

127

juga menilai bagaimana kesiapan pemerintah dan sistem penanggulangan

bencananya. Ini sebagai bentuk kesiapsiagaan juga.

Jalur dan Lokasi Evakuasi

Jalan – jalan yang dijadikan jalur evakuasi yang ada saat ini masih mayoritas

belum layak. Presentasenya ya sekitar 30% yang baru memadai untuk dijadikan

jalur evakuasi. Padahal masyarakat kita yang bermukim di tepi pantai sangat

banyak, sementara ruas jalan evakuasi yang kita lalui sangat sedikit dan yang

adapun lebarnya juga tidak mencukupi untuk menampung pergerakan masyarakat.

Masyarakat kita banyak sekali yang bawa mobil ketika evakuasi padahal ini kan

sangat berbahaya karena akan menghambat mobilitas masyarakat yang lain ketika

ingin mengungsi karena mengakibatkan kemacetan di jalan – jalan. Ini sangat

dilematis yang, karena selain menyelamatkan diri, masyarakat juga berusaha

menyelamatkan harta benda yang bisa dibawa dengan mobil. Sebenarnya

masyarakat kan sudah pengalaman, kalau bawa mobil akan susah mencapai

tempat aman dalam waktu singkat. Padahal tsunami itu kan sangat cepat sekali

datangnya. Solusinya, selain menyadarkan masyarakat tentang bahaya kalau

memaksakan bawa mobil untuk evakuasi dan lebih baik berlari ke gedung –

gedung yang aman. (api ini bukan solusi sebenarnya

Kalau kami sendiri mencoba mencarikan donatur dan menyalurkannya langsung

ke masyarakat. Jadi kami hanya berupaya menjembatani antara donatur yang

kebanyakan berasal dari lembaga – lembaga asing dengan masyarakat. jadi

semacam distributorlah. Namun itu kan terbatas jumlahnya. Kami sendiri lebih

banyak mengupayakan agar masyarakat mempersiapkan perlengkapan

kesiapsiagaan secara mandiri, baik dalam bentuk P3K maupun makanan2 yang

tahan lama untuk dipengungsian. Kami juga sudah sering menyampaikan dalam

setiap kegiatan edukasi di masyarakat dan pemerintahan agar selalu

mempersiapkan semacam tas siaga bencana yang berisi perlengkapan –

perlengkapan tadi. Kami juga mengedukasi masyarakat agar membuat rencana

keluarga yang berisi: dimana titik pertemuan keluarga, siapa saja yang dihubungi

dalam keadaan darurat dan kemana saja aktifitas terkini masing – masing anggota

keluarga. Ini dibutuhkan agar tidak saling cari mencari dalam keadaan darurat.

Karena itu sangat berbahaya. Kami juga sudah membentuk daerah yang jadi pilot

project di kelurahan pasir jambak kota padang. Di daerah pilot project ini kita

memberikan pedampingan dan bantuan terhadap masyarakat agar

kesiapsiagaannya semakin tinggi, dan jadikan contoh oleh daerah – daerah

lainnya.

Hubungan antara pemerintah daerah dengan KOGAMI?

Yaa, kita selama ini melihat bahwa pemerintah daerah memang harus dibantu

dalam penanggulangan bencana ini. Jadi kita beda dengan LSM lain yang sering

mendemo atau mengkritik pemerintah. Ketika kita melihat pemerintah daerah

masih lemah dalam penanggulangan bencana terutama kesiapsiagaan, maka kami

mencoba memberikan pedampingan untuk pemerintah agar lebih memperhatikan

ini. Bisa dalam bentuk seminar, workshop, atau asistensi dalam pembuatan SOP

penanggulangan bencana. Jadi kerjasama kami sudah cukup baik dengan

pemerintah Kota Padang. Selain itu, kami juga melakukan edukasi sendiri

langsung ke masyarakat Kota Padang tentunya dengan izin dari Pemko Padang

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 144: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

128

dan program kami sangat banyak bergerak di bidang ini dengan kerjasama dan

bantuan lembaga – lembaga lain, baik dari dalam negeri maupun luar neger

(perlihatkan daftar kerjasama KOGAMI)i. Inikan juga termasuk meringankan

tugas Pemko Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.

Sejak pertama kali BPBD Kota Padang dibentuk pada tahun 2008, mereka sangat

mengharapkan bantuan kita untuk memfasilitasi kapasitas internal mereka. Baik

dalam menyusun rencana kerja di BPBD Kota Padang sendiri maupun dalam

pembuatan SOP dan Rencana Aksi Daerah dalam penanggulangan bencana.

Selain juga membantu tugas Pemko Padang dalam memberikan edukasi kepada

masyarakat. Kita memang mengharapkan agar BPBD Kota Padang lebih

meningkatkan fokusnya kepada kesiapsiagaan atau kepada tahapan pra bencana.

Bukan berarti tahapan tanggap darurat dan rehabilitasi dan rekonstruksi tidak

penting, namun dengan adanya kesiapsiagaan yang tinggi diharapkan bisa

meminimalisir jatuhnya korban jiwa jika bencana gempa dan tsunami benar –

benar terjadi di Kota Padang. Kami mengharapkan kegiatan yang berhubungan

dengan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat di Kota Padang tidak hanya

bersifat isindentil saja, atau istilah orang minang “dima takana sajo (dimana ingat

saja)”, tapi juga dilakukan secara berkala dan terjadwal agar masyarakat terus

diingatkan dan bisa menjadi kebiasaan atau bahkan menjadi budaya siaga bencana

seperti halnya kita lihat di Jepang.

Selain itu kami juga mendengar nada – nada sumbang dari masyarakat, kenapa

hanya daerah pesisir pantai saja yang diberikan edukasi sementara masyarakat di

sebelah timur Kota Padang sangat minim edukasi. Padahal gempa tidak hanya

terjadi di pesisir pantai saja, tapi juga di daerah lain. Jadi diperlukan semacam

pemerataan edukasi ke seluruh masyarakat.

Sebelumnya ada BPBD kita ketahui tidak ada aksi langsung dari Pemko Padang

terkait kesiapsiagaan ini. Baru setelah BPBD dibentuk baru ada kegiatan yang

baru pada tahap perencanaan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat ini.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 145: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

129

Wawancara dengan Anggota Tim Ahli Pengurangan Resiko Bencana UNDP

Bagaimana tanggapan tentang penanggulangan bencana di Kota Padang?

Penanggulangan bencana harusnya mengutamakan pengurangan resiko bencana

dalam pembangunan. Dalam pengurangan resiko bencana sekarang ini terintegrasi

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional atau Daerah

yang dinamakan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB). Dan ini di amanatkan

dalam UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ternyata tidak

banyak daerah yang mampu melaksanakan ini. Karena ini sangat strategic dan

menangakomodir semua sector yang dikoordinasikan oleh BPBD. Selama ini

banyak orang beranggapan, BPBD itu lembaga teknis yang mengurusi masalah

penanggulangan bencana. Padahal fungsi komando BPBD itu hanya dilaksanakan

di saat tahapan tanggap darurat. Sementara itu pada tahapan manajemen bencana

lain seperti pra dan pasca bencana hanya sebatas koordinasi.

Begini ya, kita menganggap BPBD ini semacam rumah kosong, trus isi

perabotannya dari siapa? Yaa dari SKPD – SKPD yang ada, misalnya dari Dinas

PU, Dinas Pendidikan, Dinas PU, Dinas Tata Ruang, Dinas Perhubungan dan

sebagainya. Nah sekarang apa yang bisa menyatukan semuanya? Ya RPB yang

memadukan semua unsur tersebut dalam penanggulangan bencana. Jadi bisa

dilihat, siapa mengerjakan apa. Sebenarnya panduan untuk menyusun RPB ini,

telah ada yakni, Per Ka BNPB No 4 Tahun 2008. ternyata banyak daerah yang

tidak bisa menterjemahkan ini dan menggunakan panduan tersebut. Bukan hanya

rumit tapi juga tidak memenuhi kebutuhan daerah.

Sementara Pemerintah Daerah membutuhkan yang lebih teknis dan praktis. Kami

sedang merancang sebuah buku panduan yang lebih teknis dan praktis yang berisi

bagaimana membuat sebuah rencana umum dan khusus dalam RPB yang

membuat daerah tahu kebijakan minimum yang harus disediakan oleh daerah

dalam penanggulangan bencana. Dan buku ini memungkinkan daerah berinovasi

dalam RPB sesuai dengan kearifan lokalnya. Begini contohnya zik, misalnya

menentukan apa peran dan fungsi Dinas PU dalam penanggulangan bencana. Ini

juga berlaku pada institusi lainnya.

Sikap pemerintah terhadap kesiapsiagaan

Untuk kesiapsiagaan bagus. Pemerintah sudah mulai membenahi jalur – jalur

evakuasi, mengadakan simulasi walaupun masih pada tahap memulai. Kritiknya,

penanggulangan bencana tidak hanya kesiapsiagaan terutama pada tahapan pra –

bencana, sebab ada empat strategi pengurangan resiko bencana. Yang pertama

kesiapsiagaan, yang kedua mitigasi, yang ketiga pencegahan dan terakhir

pengalihan resiko. Pencegahan maksudnya bagaimana bencana tersebut tidak

terjadi, contohnya membuat tembok penahan untuk mengatasi longso. Tapi ada

juga bencana yang tidak bisa dicegah. Contohnya, ya gempa dan tsunami.

Mitigasi, maksudnya begini: bencananya tetap terjadi, tapi dibuat buffer antara

bencana dengan manusia, jadi befokus pada membuat jarak antara bencana dan

manusia. Lebih ke fisik seperti membangun shelter, membangun tahan gempa

(karena yang membunuh manusia bukan gempanya tapi struktur bangunan yang

buruk), membangun sea wall (dinding laut seperti di miyagi, jepang). Terus

kesiapsiagaan diibaratkan begini, duit tidak ada tapi rawan terhadap bencana,

tidak sanggup untuk melakukan mitigasi atau pemindahan resiko. Jadi masyarakat

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 146: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

130

diingatkan untuk tahu, ini lho tindakan yang harus dilakukan ketika bencana. Jadi

ada semacam edukasi dan pelatihan kepada masyarakat agar dapat

menyelamatkan diri. Jadi fokus pada cara mengevakuasi diri dan membangun

sistem peringatan dini. Ini sudah dilakukan, dengan membangun jalur – jalur

evakuasi dan membangun kesadaran masyarakat terhadap ancaman bencana

gempa dan tsunami. Minimal masyarakat tahu cara penyelamatan diri yang aman

walaupun ada atau tidak peringatan dari pemerintah tentang adanya bencana

membahayakan. Sudah SOP untuk tanggap darurat telah ada, walaupun masih

butuh banyak perbaikan. Terakhir adala bagaimana penerapan pengalihan resiko

bencana yaitu relokasi penduduk dan asuransi. Relokasi sangat susah karena akan

memakan banyak biaya, dan juga akan menimbulkan masalah sosial

kemasyarakatan. Kalau asuransi, yaitu metode pengalihan resiko bencana dengan

mengansuransikan rumah, nyawa, jalan dan sebagainya.

Kalau pengetahuan aparatnya masih rendah, mungkin karena masih banyak orang

baru berkecimpung di dunia penanganan bencana ini, dan latar belakang mereka

juga minim. Tapi kalau masalah kebijakan, pemerintah lumayan bagus.

Contohnya dalam rapat konsultasi di BPBD Kota Padang kemaren, Pemko

Padang merencanakan tidak akan memberikan izin pegawainya untuk tugas

belajar, kecuali mereka mengambil penelitian tentang penanggulangan bencana,

dan ini dibuat perjanjian di atas materai. Tapi kalau soal pencegahan, mitigasi dan

pengalihan bencana. Buktinya saja mereka sedikit yang mengansuransikan jiwa

dan harta mereka, kan ini penting. Sebenarnya dari kesemuanya, hanya dua tujuan

pengurangan resiko bencana ini, yaitu mengurangi korban jiwa dan meminimalisir

biaya pemulihan.

Kerentanan bangunan di Kota Padang

Kalau dari pandangan kita, kalau terkena gempa 8 SR yang lebih dari 60 detik

lebih dari 30% bangunan di Kota Padang hancur. Kita bisa lihat gempa 30

September 2009 yang lalu, berapa banyak bangunan yang runtuh. Sampai

sekarang bangunan yang masih utuhpun masih sangat diragukan ketahanannya.

Jangankan untuk dijadikan shelter, dijadikan tempat hunian atau kantor saja

bangunan di Kota Padang bisa dibilang tidak layak jika melihat besarnya ancaman

gempa dan tsunami di Kota ini

Sebenarnya kalau kita melihat pengalaman di aceh dan jepang, bangunan yang

layak untuk di jadikan shelter minimal 4 lantai atau sekitar minimal 15 meter dari

permukaan tanah. Ini hanya asumsi ya, bukan hasil penelitian, karena tidak ada

satupun alat atau teknologi di zaman ini yang mampu menperkirakan tinggi

tsunami berapa atau berapa lama datangnya tsunami. Penilaian ini hanya

berdasarkan pengamatan di sejumlah kawasan yang pernah terkena dampak

tsunami.

Lokasi Evakuasi?

Bukan begitu perhitunganya, tapi berapa shelter yang dibutuhkan setiap kilometer

tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah, baru bisa diketahu berapa shelter

yang dibutuhkan atau berapa banyak masyarakat yang bisa ditampung dalam

shelter tersebut. Asumsi kami, Setiap orang membutuhkan ruang sekitar 2 meter

bujursangkar sebagai tempat pengungsian, yang ini lumayan nyaman untuk 2

sampai 3 jam di shelter. Dan menurut perhitungan kami ada sekitar 340.000 jiwa

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 147: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

131

yang berdiam di zona rawan tsunami tersebut. Silahkan dihitung sendiri berapa

butuh shelter untuk Kota Padang.

Jalur Evakuasi Menurut penelitian Pusat Studi Bencana Unand, sedikit sekali jalan yang benar – benar layak untuk di jadikan jalur evakuasi, contohnya hanya jalan yang menghubungkan Pasar Raya Padang dengan Kawasan By – Pass via andalas. Kalau masalah bandara, kita ada dua bandara, kalau di BIM, butuh tujuh hari untuk menentukan layak atau tidaknya dipakai untuk mobilitas bantuan, ini menurut perhitungan PT. AP sendiri yang kami terima, sementara kalau Bandara Lanud Tabing, selama runwaynya masih bisa dipakai maka akan tetap digunakan. Permasalahannya utama dari penanggulangan bencana ini, kita punya SOPnya, yang mengatur, siapa melakukan apa, dimana, dan bagaimana cara melakukannya. Tapi yang jadi permasalahan adalah dari mana sumber daya yang akan digunakan tersebut. Misalnya upaya penyelamatan dilakukan oleh Badan SAR, peringatan dini oleh BMKG. Tapi untuk bagaimana cara pemenuhan kebutuhan dasar dan fasilitas umum dan sosial tidak ada diperhatikan. Contohnya begini, misal ke Koto Tangah ada 3 jembatan, kalau terjadi gempa yang disertai tsunami meluluhlantakan jembatan tersebut bagaimana cara kita mendistribusikan bantuan secepatnya, padahal jalannya cuma satu? Nah ini kan membingungkan dan belum direncanakan oleh Pemerintah. Rambu – rambu evakuasi Yang kurang di Kota Padang adalah kurangnya adalah strategi public relation. Jadi harusnya Pemko Padang memberikan pengetahuan ke masyarakat, ini lho kita sudah bikin rencana evakuasi di masing – masing daerah, kita sudah punya SOP tanggap darurat dan telah berupaya membenahi jalur – jalur evakuasi. Ini yang ga sampai ke masyarakat. jadi kurangnya edukasi ke masyarakat. bentuk edukasi kan macam – macam bisa lewat iklan layanan masyarakat, lewat pamflet, lewat billboard dan tentu saja membuat rambu – rambu evakuasi. atau mengadakan pelatihan ke masyarakat secara langsung secara bertahap. Dan ini harus dilakukan secara berkesinambungan. Ini ada pengalaman gempa dan tsunami di mentawai 2010 yang lalu. Yang mengherankan, banyak masyarakat baik di Kota Padang maupun di Mentawai sendiri tidak merasakan gempa tersebut, ternyata ada tsunami. Padahal edukasi yang dilakukan selama ini ciri – ciri gempa yang berpotensi tsunami adalah gempanya kuat dan lebih dari satu menit, bangunan banyak yang runtuh dan untuk berdiri saja susah. Di mentawai ga ada tanda – tanda itu satupun, tanyalah ke masyarakat, mereka tetap tidur di rumah masing – masing karena waktu itu kan tengah malam kejadiannya. Tahu – tahu datang tsunami. Akibatnya apa, sekarang masyarakat banyak yang tidak percaya lagi dengan metode yang telah di edukasi, yang mana metode itu seperti yang kita ketahui berdasarkan perhitungan para ahli. Gempa yang baru saja terjadi di Kota Padang sekitar akhir tahun yang lalu, banyak masyarakat yang panik, padahal gempanya kecil lho. Yang menurut metode edukasi tadi tidak berpotensi tsunami. Ini yang membuat masyarakat bingung melakukan respons yang tepat pada saat yang tepat pula. Harusnya mereka panik tapi mereka tidak panik, dan sebaliknya ketika mereka harusnya tidak panik mereka malah panik. Dan ini tentu mesti di carikan jalan keluarnya, bahwa gempa bisa saja tidak terasa tetapi ada bahaya tsunami yang bisa mengancam.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 148: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

132

Wawancara Staf BPBD Kota Padang

Sikap Pemerintah Kota Padang terhadap kesiapsiagaan

Dengan berdirinya BPBD Kota Padang pada tahun 2009 lalu, membuktikan

Pemko Padang sudah menunjukkan kepeduliannya terhadap kerawanan bencana

di Kota Padang. Ini kan juga perintah dari UU No 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana. Aparatur BPBD Kota Padang sedikit demi sedikit di

tingkatkan pengetahuan dan kapasitasnya dalam penanggulangan bencana.

Pelatihan – pelatihan tersebut telah dilakukan sejak tahun 2009 terhadap pejabat

dan staff BPBD Kota Padang baik mengenai kesiapsiagaan, tanggap darurat

maupun rehab dan rekon.

Untuk masyarakat sendiri kita juga sudah beberapa kali melakukan pelatihan –

pelatihan tentang kesiapsiagaan dan juga dalam hal kedaruratan. Dari tahun 2009

dan 2010 sudah pernah dilakukan dan 2011 ini juga sedang direncanakan

pelatihan kesiapsiagaan di Kota Padang.

Pendanaannya dari mana? Kita sudah menanggarkan kok untuk kesiapsiagaan ini,

juga ada bantuan dari LSM – LSM Kebencanaan yang berasal dari lokal, nasional,

maupun International. Contohnya, seperti KOGAMI, PMI, dan ISDWR.

Kehadiran mereka tentu sangat bermanfaat.

Kalau melihat progress kesiapsiagaan masyarakat sendiri bagaimana?

Kalau menurut pengamatan kami sebenarnya masyarakat Kota Padang sudah

meningkatkan kesiapsiagaan mereka sendiri. Peningkatan ini disebabkan salah

satunya oleh seringnya dilakukan simulasi evakuasi serta edukasi kesiapsiagaan

kepada masyarakat. Umumnya masyarakat sudah mengetahui tindakan apa yang

harus dilakukan ketika gempa terjadi, dan kemana harus menyelamatkan diri jika

gempa tadi berpotensi tsunami. Contohnya saat gempa mentawai kemaren,

mereka sudah melakukan upaya evakuasi vertikal ke gedung – gedung yang

tinggi. Tapi memang, penelitian tentang seberapa besar kesiapsiagaan masyarakat

belum ada. Tapi secara umum, sudah nampak masyarakat yang care terhadap

masalah kesiapsiagaan ini, apalagi ini akan masalah nyawa ya? Tapi memang

mesti harus di tingkatkan dan diingatkan terus ke masyarakat tentang pentingnya

kesiapsiagaan ini, apalagi sifat masyarakat kita yang mudah lupa. Caranya ya

melalui pelatihan – pelatihan dan edukasi ke masyarakat. ini kita bekerja sama

dengan LSM-LSM. Dananya ya dari APBD dan donatur – donatur. Tapi memang

harus tetap diingatkan agar tetap wapada

Masalah kerentanan bangunan

Kalau kita lihat sudah ada beberapa bangunan yang layak untuk di jadikan lokasi

evakuasi vertikal, karena sudah pernah juga dilakukan penelitian oleh Universitas

Andalas melalui pusat studi bencanannya. Ditambah beberapa gedung - gedung

baru yang sedang dikerjakan pembangunannya.

Lokasi Evakuasi Vertikal

Jelas tidak cukup, karena memang, masyarakat Kota Padang yang bermukim di

zona rawan bencana tsunami hampir 40% nya. Bangunan tinggi kebanyakan

menumpuk di beberapa zona saja di pusat kota. Sementara di zona lain yang padat

penduduk, bangunan tinggi yang bisa dijadikan tempat evakuasi vertikal sangatlah

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 149: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

133

sedikiti, contohnya saja di tabing yang ditepi pantai di utara Kota Padang, itukan

sangat padat penduduk, bangunan tempat evakuasi vertikal sangat sedikit. Jadi

selama ini masyarakat di sana lebih banyak melakukan evakuasi horizontal yang

lokasinya lumayan jauh.

Pemko menyadari bahwa ada kerentanan tsunami yang tinggi di beberapa zona

yang padat penduduk. Saat ini Pemko sedang berusaha menambah shelter –

shelter secara bertahap. Ini akan memakan dana yang sangat besar. Sekarang kan

kita lihat sudah ada beberapa sekolah yang bisa dipakai sebagai bangunan baru.

Contohnya gedung SMUN yang baru di Lolong Belanti, yang dilengkapi helipad

untuk landasan helikopter di atapnya. Ini adalah contoh bangunan yang dirancang

sebagai shelter dari awal.

Selain itu kita sedang rencanakan dalam RTRW yang akan datang, gedung baru di

daerah rawan bencana maka akan dimanfaatkan juga sebagai shelter. Dalam

perencanaan Pemko akan mengusahakan sekitar 100 shelter berbagai titik yang

pada penduduk yang terletak di zona merah tsunami yang ada di Kota Padang ini.

Kita care banget dengan hal ini, percayalah. Dananya sedang di usahakan dari

APBN, APBD, dan donatur – donatur.

Sebeneranya juga layak sekali ya dibangun dinding pembatas laut seperti di

Jepang itu. Cuma investasinya sangat besar dan akan memakan waktu yang sangat

panjang dalam pembangunannya.di Jepang saja informasinya pembangunan sea

wall itu lamanya sampai 30 tahun. Dan ternyata saat gempa di jepang kemarin,

sea wall itu juga dilewati oleh gelombang tsunami. Jadi yang paling layak saat ini

adalah shelter. Kalau wacana ini benar – benar terelealisasi tentu juga bagus, tapi

juga harus diperhatikan juga estetikanya, karena kan menghalangi keindahan

pemandangan laut Kota Padang. Ini udah terkait pariwisata jadinya. Disamping

juga perhitungan keamanan dan kekokohan sea wall tersebut menghadang

tsunami.

Klo menurut kami bangunan yang bisa dijadikan shelter, kira – kira minimal 10

lantai dengan ketinggian 8 – 10 meter. Kalau di padang sendiri perkiraan para ahli

gempa dan tsunami yang pernah berdiskusi dengan kami, perkiraan tinggi tsunami

di dekat bibir pantai sekitar 3 – 6 meter.

Kalau terkait evakuasi horizontal daerah timur Kota Padang atau sepanjang jalan

By – Pass sebelah timur itu bisa dijadikan lokasi evakuasi vertikal. Kita bisa

memakai kawasan yang kosong atau mungkin mushala, masjid dan sekolahan

sebagai tempat pengungsian sementara. Untuk jalur evakuasi Pemko sedang

merencanakan pembangunan jalur evakuasi yang baru sekaligus memperbaiki dan

memperluas jalan – jalan yang telah ada. Sekarang ini jalan Alai – By Pass sudah

diperlebar menjadi sekitar 14 meter. Kalau jalur lainnya secara bertahap segera di

perbaiki. Dalam RTRW nanti kita juga akan mendata jalan - jalan mana saja yang

layak dijadikan tempat evakuasi yang nantinya akan dibenahi.

Fasilitas umum dan sosial di Lokasi Evakuasi

Untuk itu belum ada rencana ke sana. Belum ada program membuat lokasi

pengungsian dengan fasilitas lengkap seperti itu. Berdasarkan pengalaman gempa

yang lalu, masyarakat banyak menggunakan fasilitas – fasilitas yang ada di

sekolah – sekolah, masjid – masjid, dan bahkan perumahan penduduk setempat.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 150: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

134

Rambu – rambu evakuasi

Peta – peta sudah kita pasang di beberapa tempat, dan rambu – rambu juga sudah

kita sebarkan di jalur – jalur evakuasi, agar masyarakat bisa mengetahui apa yang

harus mereka lakukan. Kalau merata mungkin belum ya. Karena anggaran kita

kan juga terbatas. Kita memasang rambu – rambu tersebut hanya pada tempat –

tempat yang rawan terkena tsunami.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 151: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

135

Wawancara dengan Direktur Eksekutif KOGAMI

Komitmen Pemerintah Kota Padang terhadap kesiapsiagaan

Secara keseluruhan belum. Kalau sudah, berarti sudah terimplementasikan

program – program yang telah direncanakan. Sampai saat ini masih gladi posko,

show on force, atau cuma memperlihatkan kekuatan aparat tanggap darurat dalam

pawai – pawai. Secara substansi implementasi program kesiapsiagaan yang benar

– benar menyentuh masyarakat masih nihil. Kalau edukasi selama ini banyak

dilakukan oleh LSM – LSM yang care terhadap pengurangan resiko bencana.

Bahkan RAD yang menjadi acuan untuk pengurangan resiko bencana termasuk

kesiapsiagaan KOGAMI yang memfasilitasi untuk menjadi dokumen yang

nantinya akan dilegalkan. Kalau masyarakat sendiri dilibatkan hanya dalam

simulasi evakuasi yang berlangsung sekitar dua jam, dan hanya segelintir

masyarakat Kota Padang yang ikut. Ini kan minim sekali pengaruhnya untuk

meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.

Kebanyakan LSM, seperti KOGAMI atau LSM internasional yang masuk pasca

gempa 30 September 2009 lalu. Dari PMI juga ada. Kalau KOGAMI ada empat

jalan untuk ikut berperan dalam upaya peningkatan kesiapsiagaan. Pertama,

pedampingan pemerintah dalam menyusun kebijakan kesiapsiagaan. Kami

memfasilitasi dan mendorong agar kebijakan yang pro kesiapsiagaan di legalkan

dan di implementasikan. Yang kedua, pedampingan sekolah – sekolah agar bisa

membuat sistem kesiapsiagaan sendiri sesuai dengan karakter sekolahnya dan

mendorong agar ada kurikulum siaga bencana yang diajarkan di sekolah. Yang

ketiga sasaran kita masyarakat umum, misalnya di suatu RW yang kita persiapkan

sebagai RW yang siaga bencana baik sistem maupun warganya sendiri. Ini

nantinya di jadikan pilot project. Yang keempat sasaran kita kelompok NGO

seperti jurnalis yang kita ikut menginisiasi dibentuknya Jaringan Jurnalis Siaga

Bencana (JJSB). Jurnalis ini yang nantinya memberikan edukasi ke pada

masyarakat melalui media masing – masing. Juga kita sedang menginisiasi

kelompok peduli bencana dari private sektor. Mereka sudah mulai memperhatikan

kesiapsiagaan di masing – masing tempat kerja dan usahanya.

Perhatian Pemko Padang terhadap kesiapsiagaan

Kita melihat paradigma pemerintah masih berkutat pada persoalan tanggap

darurat atau saat terjadinya bencana. Ini yang sedang kita dorong untuk juga

memberi porsi lebih kepada kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan ini kan ujungnya

bagaimana meminimalisir jatuhnya korban jiwa maupun kerugian materil. Artinya

kita bergerak di tataran upaya preventif. Kami rasa ini yang mesti di beri porsi

lebih.

Kita lihat saja mitigasi, sudah 5 tahun kita fokus untu mendorong pemerintah

untuk membenahi jalur – jalur evakuasi tetap saja, masih seperti itu. Masih belum

layaklah. Pemerintah, maaf kata, sangat lamban untuk persoalan ini.

Yang ada sekarang mereka membangun shelter. Itupun baru tiga. Apakah tiga

shelter ini cukup untuk menampung evakuasi masyarakat Kota Padang? kan tidak.

Alasannya selalu masih dalam tahap perencanaan.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 152: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

136

Kerentanan Bangunan

Ya kita lihat saja saat gempa kemarin, dari 100% gedung yang runtuh hampir 60%

nya milik pemerintah. Ini kan membuktikan pemerintah kurang peduli dengan

kondisi dan kelayakan gedung dimana tempat mereka bekerja dan melayani

masyarakat.

Memang banyak gedung yang direncanakan sebagai tempat evakuasi tidak layak.

Lihat saja gedung yang direncanakan sebagai tempat evakuasi vertikal, ternyata

pada saat gempa 30 September 2009 banyak yang runtuh. Nah, logikanya kalau

masyarakat mengungsi ke sana tentu juga akan jadi korban. Dan sampai sekarang

pemerintah belum juga bergerak secara nyata untuk membenahi hal ini.

Assessment yang dilakukan pihak universitaslah yang mengerjakan. Pemko

rasanya tidak berinisiatif. Belum ada KOGAMI ikut dalam pemilihan gedung.

Yang ada KOGAMI memakai data – data para ahli atau kami sebagai user data

tersebut dalam program kami. Misalnya peta bahaya yang kita dapatkan dari

perhitungan para ahli di Kota Padang.

Rambu – rambu evakuasi

Kalau rambu – rambu evakuasi belum mengakomodir kebutuhan masyarakat,

hanya beberapa titik saja yang ada rambu – rambu tersebut

Menurut uni, kendalanya kenapa ya ni?

Kendalanya ya dana lagi dana lagi, biasalah alasan yang klasik,

Jalur – jalur evakuasi

Kalau menentukan jalur evakuasi sebenarnya gampang, karena semua jalan yang

mengarah ke timur Kota Padang, bisa dijadikan jalur evakuasi, cuma pendataan

sesuai dengan kepadatan penduduk mungkin yang belum. Dan sosialisasi ke

masyarakat untuk tidak memilih satu jalur saja juga minim.

Yaa, memang belum bisa menampung semua mobilitas masyarakat. ada yang

berlobang, ada yang tidak rata, sempit, dan banyak juga yang berbelok – belok.

Kalau berbelok – belok akan memakan banyak waktu untuk menyelamatkan diri.

Sebenarnya bukan masalah jalur yang ada saja, tapi juga masalah ketersedian

jalan baru yang memang dikhususkan untuk evakuasi. Jalur – jalur baru ini yang

nantinya bisa menampung mobilitas masyarakat. begini gambarannya, kepadatan

masyarakat di Air Tawar sangat tinggi, jalur evakuasi cuma dua, lewat Jln. Jhoni

Anwar dan satunya lagi lewat Jln. Tunggul Hitam. Sebagian yang lain malah

berkeliling dulu ke arah Tabing, ini kan sangat berbahaya sebab waktu evakuasi

sangat pendek. Nah, disini perlu dipertimbangkan untuk membuat jalur lagi,

karena uni yakin ga akan cukup menampung masyarakat kalau hanya dua jalur itu

saja. Sampai sekarang pemerintah masih belum juga mengerjakannya, padahal

kami sudah sering mengingatkan pentingnya jalur – jalur evakuasi ini.

Kalaupun ada pembuatan jalur – jalur evakuasi baru itu murni dari swadaya

masyarakat. contohnya di Pasir Jambak ada jalur yang dibuat masyarakat sendiri

dengan bantuan dari PMI. Yang mengherankan pemerintah mengklaim itu adalah

pekerjaan mereka.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 153: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

137

Lokasi evakuasi

Kita hanya mendampingi masyarakat, masyarakat sendiri yang menentukannya.

Misalnya masyarakat di Pasir Jambak yang memilih lokasi evakuasi yang paling

layak untuk mereka. Tapi kalau dari pemerintah sendiri belum ada tindakan nyata

membantu masyarakat. padahal ini kan kewajiban mereka lho.

Kepedulian pemerintah edukasi kesiapsiagaan?

Minim sekali. Selama ini hanya show on force aja, seperti pawai – pawai, atau

slogan – slogan, yang mengatakan “Padang Sudah Siaga”. Padahal kenyataanya

belum. Inidikator kesiapsiagaan itu sebenarnya ada dua: pertama: masyarakat

ketika ada isu tsunami masih lari tidak, kalau masih lari dan ketakutan berarti

belum siaga. Yang kedua, ketika terjadi gempa masyarakat kacau tidak, kalau

masih kacau juga belum bagus kesiapsiagaannya. (contohkan dengan beberapa

kali isu gempa, yang memperlihatkan kawasan sekitar pantai sepi, dan kantor –

kantor juga banyak yg tutup serta jalanan sepi) (dan contohkan juga suasana kacau

saat gempa)

Memang sudah ada masyarakat yang lumayan bagus kesiapsiagaannya, seperti

daerah yang menjadi percontohan di Kota Padang dan itu hanya dual lho, di Pasir

Jambak dan di Patenggangan. Ketika mereka mendengar isu ada gempa, mereka

tetap tenang – tenang saja kok, karena mereka sudah tahu bahwa gempa tersebut

tidak bisa di prediksi kapan waktu tepatnya. Kalau ada isu akan terjadi gempa

tanggal sekian, itu jelas kebohongan, dan mereka sudah tahu itu. Dan kalau gempa

terjadi mereka tidak panik, mereka tinggal mengevakuasi diri sesuai dengan

rencana evakuasi yang sudah mereka bangun sendiri. Kalau di mayoritas kota kan

ga, masih banyak yang menjerit – jerit dan tidak melakukan apapun saking

takutnya. Atau bisa juga mereka bingung mau lari kemana jika gempa tersebut

berpotensi tsunami. Bahkan banyak yang meninggal karena tabrakan atau jatuh

dari motor. Ini yang nyata sekali terlihat, silahkan tanya ke masyarakat.

Atau pada sekolah – sekolah yang pernah menerima edukasi, ketika gempa terjadi

mereka langsung mengungsi ke titik – titik dimana mereka janjikan untuk

bertemu, jadi tidak ada saling mencari – cari. Di daerah dan sekolah dampingan

sudah ada SOP masing – masing. Orang tua menjemput murid di daerah

pertemuan.

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 154: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

138

JADWAL PELATIHAN KSB

TINGKAT KELURAHAN KOTA PADANG

Pelatihan Kecamatan Peserta Jumlah Peserta Lokasi

Pelatihan Tanggal/Waktu

Pelatihan I

Bungus

Teluk

Kabung

KEL. BUNGUS TIMUR 10 orang

Kantor Camat

Bungus Teluk

Kabung

15 - 16 Juni 2011 (08.00 - 17.00

WIB)

KEL. BUNGUS BARAT 10 orang

KEL. BUNGUS

SELATAN

10 orang

KEL. TELUK KABUNG

UTARA

10 orang

KEL. TELUK KABUNG

SELATAN

10 orang

KEL. TELUK KABUNG

TENGAH

10 orang

Pelatihan

II

Padang

Timur

KEL. JATI BARU 10 orang Edotel Minang

Kabau

SMK Negeri 6

Padang,

Jl. Suliki No. 1

Jati, Padang

(belakang

Fakultas

Ekonomi

UNAND)

20 - 21 Juni 2011 (08.00 - 17.00

WIB)

KEL. GANTING PRK.

GADANG

10 orang

KEL. SAWAHAN TIMUR 10 orang

KEL. SIMP. HARU 10 orang

KEL. JATI 10 orang

KEL. PARAK GADANG

TIMUR

10 orang

Pelatihan

III

Lubuk

Begalung

KEL. GATES NAN XX 10 orang Edotel Minang

Kabau

SMK Negeri 6

Padang,

Jl. Suliki No. 1

Jati, Padang

(belakang

Fakultas

Ekonomi

UNAND)

22 - 23 Juni 2011 (08.00 - 17.00

WIB)

KEL. KOTO BARU 10 orang

Padang

Selatan

KEL. AIR MANIS 10 orang

KEL. RAWANG 10 orang

KEL. RANAH PARAK

RUMBIO

10 orang

KEL. TELUK BAYUR 10 orang

Pelatihan

IV

Padang

Selatan

KEL. ALANG LAWEH 10 orang Edotel Minang

Kabau

SMK Negeri 6

Padang,

Jl. Suliki No. 1

Jati, Padang

(belakang

Fakultas

Ekonomi

UNAND)

27 - 28 Juni 2011 (08.00 - 17.00

WIB)

KEL. SEBERANG

PALINGGAM

10 orang

KEL. SEBERANG

PADANG

10 orang

KEL. BTG ARAU 10 orang

KEL. PASA GADANG 10 orang

KEL. BELAKANG

PONDOK

10 orang

Pelatihan

V

Padang

Barat

KEL. OLO 10 orang Edotel Minang

Kabau

SMK Negeri 6

4 - 5 Juli 2011 (08.00 - 17.00

KEL. KP. JAO 10 orang

KEL. UJUNG GURUN 10 orang

Lampiran 2

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 155: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

139

KEL. KP. PONDOK 10 orang Padang,

Jl. Suliki No. 1

Jati, Padang

(belakang

Fakultas

Ekonomi

UNAND)

WIB) KEL. BEROK NIPAH 10 orang

KEL. BELAKANG

TANGSI

10 orang

Pelatihan

VI

Padang

Barat

KEL. FLAMBOYAN

BARU

10 orang Edotel Minang

Kabau

SMK Negeri 6

Padang,

Jl. Suliki No. 1

Jati, Padang

(belakang

Fakultas

Ekonomi

UNAND)

6 - 7 Juli 2011 (08.00 - 17.00

WIB)

KEL. PURUS 10 orang

KEL. PADANG PASIR 10 orang

KEL. RIMBO KALUANG 10 orang

Padang

Utara

KEL. ALAI PARAK KOPI 10 orang

KEL. LOLONG BELANTI 10 orang

Pelatihan

VII

Padang

Utara

KEL. GUNUNG

PANGILUN

10 orang

Edotel Minang

Kabau

SMK Negeri 6

Padang,

Jl. Suliki No. 1

Jati, Padang

(belakang

Fakultas

Ekonomi

UNAND)

11 - 12 Juli 2011 (08.00 - 17.00

WIB)

KEL. ULAK KARANG

SELATAN

10 orang

KEL. ULAK KARANG

UTARA

10 orang

KEL. AIR TAWAR

BARAT

10 orang

KEL. AIR TAWAR

TIMUR

10 orang

Koto

Tangah

KEL. PARUPUK TABING 10 orang

KEL. DADOK TUNGGUL

HITAM

10 orang

Pelatihan

VIII Nanggalo

KEL. SURAU GADANG 10 orang Edotel Minang

Kabau

SMK Negeri 6

Padang,

Jl. Suliki No. 1

Jati, Padang

(belakang

Fakultas

Ekonomi

UNAND)

13 - 14 Juli 2011 (08.00 - 17.00

WIB)

KEL. KP. OLO 10 orang

KEL. KURAO PAGANG 10 orang

KEL. TABING BANDA

GADANG

10 orang

KEL. GURUN LAWEH 10 orang

KEL. KP. LAPAI 10 orang

Pelatihan

IX

Koto

Tangah

KEL. PADANG SARAI 10 orang Edotel Minang

Kabau

SMK Negeri 6

Padang,

Jl. Suliki No. 1

Jati, Padang

(belakang

Fakultas

Ekonomi

UNAND)

19 - 20 Juli 2011 (08.00 - 17.00

WIB)

KEL. PASIA NAN TIGO 10 orang

KEL. BUNGO PASANG 10 orang

KEL. BATANG KABUNG GANTING

10 orang

KEL. LUBUK BUAYA 10 orang

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011

Page 156: Manajemen Bencana File

Universitas Indonesia

140

RIWAYAT HIDUP

Nama : Zikri Alhadi

Tempat/Tanggal Lahir : Padang/06 Juni 1984

Jenis Kelamin : Laki – Laki

Alamat : Jl. Punggai No 304 Siteba Padang Sumatera Barat

Pekerjaan : PNS di Universitas Negeri Padang

Pendidikan

SD Negeri Percobaan Padang 1990 – 1996

SMP Nurul Ikhlas Tanah Datar 1996 – 1999

SMUN 12 Padang 1999 – 2002

S1 Ilmu Administrasi Negara UNPAD Jatinangor 2003 – 2008

S2 Ilmu Administrasi Publik UI Jakarta 2008 – 2011

Lampiran 3

Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011