Management of Fractures

10
Management of Fractures A. Management of closed fracture Dalam proses penanganan pasien yang mengalami fracture atau patah tulang harus dipegang prinsip “treat the patient, not only the fracture” . Penanganan masalah patah tulang yaitu bentuk manipulasi untuk mereposisikan dari fragmen hasil dari patah tulang tersebut dengan cara splintage yang digunakan untuk menopang fragmen-fragmen tersebut agar tetap menyatu dengan tetap mempertahankan fungsi dan pergerakan dari sendi tersebut. Penanganan masalah ini dibagi dalam 3 tahap : 1.Reduce 2.Hold 3. Excersise Banyak sekali masalah dalam penanganan patah tulang. Masalah yang pertama itu mengenai bagaimana cara fracture holding dengan tetap menjaga pergerakan limb tersebut (hold vs move) sehingga penanganan biasanya dilakukan dengan cepat. Masalah kedua mengenai kecepatan dan bagaimana cara mengurangi resiko yang ada (speed vs safety) Classification of close fracture 1.Grade 0 : simple fracture dengan sedikit atau tidak adanya soft tissue injury 2.Grade 1 : fracture dengan superficial abrasion atau bruishing kulit pada daerah subkutan 3.Grade 2 : severe fracture dengan adanya luka memar dan pembekakan pada deep soft tissue 4.Grade 3 : severe injury dengan tanda adanya kerusakan soft tissue dan syndrome yang membahayakan nyawa pasien 1. Reduce Mekanisme reduce segera dilaksanakan setelah early treatment dilakukan. Pembengkakkan pada 12 jam pertama dapat mempersulit hal ini, namun ada pula kasus yang tidak memerlukan hal ini : 1) sedikit atau tidak adanya displacement 2) displacement tidak menjadi masalah besar 3) reduction tidak akan berhasil. Reduction bertujuan untuk aposition dan menjaga aligment dari tulang yang fracture agar dalam proses pemulihan tidak terjadi kelainan berupa delayed-union atau non-union.

description

Manajemen fraktur

Transcript of Management of Fractures

Page 1: Management of Fractures

Management of Fractures

A. Management of closed fracture

Dalam proses penanganan pasien yang mengalami fracture atau patah tulang harus dipegang prinsip “treat the patient, not only the fracture”. Penanganan masalah patah tulang yaitu bentuk manipulasi untuk mereposisikan dari fragmen hasil dari patah tulang tersebut dengan cara splintage yang digunakan untuk menopang fragmen-fragmen tersebut agar tetap menyatu dengan tetap mempertahankan fungsi dan pergerakan dari sendi tersebut. Penanganan masalah ini dibagi dalam 3 tahap :1. Reduce2. Hold3. ExcersiseBanyak sekali masalah dalam penanganan patah tulang. Masalah yang pertama itu mengenai bagaimana cara fracture holding dengan tetap menjaga pergerakan limb tersebut (hold vs move) sehingga penanganan biasanya dilakukan dengan cepat. Masalah kedua mengenai kecepatan dan bagaimana cara mengurangi resiko yang ada (speed vs safety)Classification of close fracture1. Grade 0 : simple fracture dengan sedikit atau tidak adanya soft tissue injury2. Grade 1 : fracture dengan superficial abrasion atau bruishing kulit pada daerah subkutan3. Grade 2 : severe fracture dengan adanya luka memar dan pembekakan pada deep soft tissue4. Grade 3 : severe injury dengan tanda adanya kerusakan soft tissue dan syndrome yang

membahayakan nyawa pasien

1. ReduceMekanisme reduce segera dilaksanakan setelah early treatment dilakukan. Pembengkakkan pada 12 jam pertama dapat mempersulit hal ini, namun ada pula kasus yang tidak memerlukan hal ini : 1) sedikit atau tidak adanya displacement 2) displacement tidak menjadi masalah besar 3) reduction tidak akan berhasil.Reduction bertujuan untuk aposition dan menjaga aligment dari tulang yang fracture agar dalam proses pemulihan tidak terjadi kelainan berupa delayed-union atau non-union.

Closed ReductionDalam keadaan pemberian anaesthesia dan muscle relaxation. Reduction dilakukan dengan 3 manuver1) Bagian distal ditarik in line of bone2) Fragment terlepas direposisikan3) RealignmentHal ini biasa dilakukan bila periosteum dan muscle masih tetap utuh. Soft tissue dengan sendirinya akan menstabilkan fracture.Open ReductionMerupakan bentuk operativer reduction, hal ini dikarenakan1) Closed reduction gagal2) Ada articular fragmen yang besar dan membutuhkan posisi yang akurat

Page 2: Management of Fractures

3) Traction fractue dimana fragmen terpisah jauhOpen reduction merupakan tahap pertama dari internal fixation

2. Hold Reduction

Hold reduction berbeda dengan immobilisasi dikarenakan tujuan ini adalah untuk mencegah displacement dan tidak secara sempuna meimmobilisasi fracture. Restrikis yang dilakukan bertujuan untuk mempromosikan soft-tissue healing dan daerah yang tidak terefek dalam bergerak bebasAda 5 metode dalam hold reduction :1) Continuous traction2) Casr Splintage3) Functional bracing4) Internal fixation5) External fixation

1. Continuous tractionTraction dilakukan pada bagian distal dari fracture, sehingga terjadi penarikan terus menerus pada long axis bone dengan adanya counterforce pada direksi yang berlawanan. Hold, dapat menarik tulang sehingga lurus. Move, tetap dapat terjadi adanya gerakan. Safe, aman dan murah. Speed, menjadi masalah dikarenakan membuat pasien tetap di RS.Macam-macam traction :a. Traction by gravity

Hanya dapat dilakukan pada upper limb. Dengan wrist menggendong lengan, dapat terjadinya continous traction pada humerus.

b. Skin tractionTerjadinya penarikan pada daerah kulit, biasanya menggunakan beban 4-5 kg.

c. Skeletal tractionStiff wire atau pin dimasukan, biasanya pada belakang tibial tubercle untuk, hip, thigh dan knee injury, lower in tibia atau calcaneum untuk fracture tibia.Skin ataupun skeletal traction memegang 3 jalan : fixed traction, balance traction dan kombinasi dari keduanya.

Complication 1. Circulatory embrassment : pada bayi atau anak-anak dapat menyebabkan kontriksi

circulation2. Nerve injury : dapat menyebabkan peroneal nerve injury dan resultant drop foot3. Pin-site infection : harus terjaga kebersihannya dan dicek setiap hari

2. Cast SplintageSafe : dari tingkat kselamatannya baik, namun perlu diperhatikan thigt cast yang dapat menyebakan tekananSpeed : proses penyatuan kembali setingkat dengan traction, tapi pasien dapat pulang lebih awalHold : holding bagus, pada kasus tibial fracture , penopangan berat dalam disalurkan ke castMove : hal ini dapat menyebabkan kekakuan

Page 3: Management of Fractures

Stiffness dapat dicegah dengan : 1) delayed splintage, menggungakan traction sampat dapat berjalan telebih dahulu 2) mengubah cast yang ada, dari yang kaku menjadi yang mudah adanya gerakan.

TechniqueSetelah tahap reduction selesai, stockinette dilakukan pada daerah limb dan bony pint ditutup dengan perban. Plaster dapat diberikan. Bila fracture baru saja terjadi membuat pembengkakan sering terjadi, maka plaster dan stickinette dipisahkan dari atas dan bawah, exposing kulit. Cek x-ray sangat esensial dan plaster dapat di ganti untuk mengkoreksi sudut. Penggangtion plaster harus dilakukan x-ray terlebih dahulu dan splintage tidak harus dihentikan sampai fracture terkonsolidasi.Complication1) Thight cast2) Pressure sore3) Skin abrasion atau laceration4) Loose cast

3. Functional BracingDapat menggunakan plaster atau material ringan yang bertujuan mencegah joint stiffness namun tetao mempertahankan fracture splintage. Cast diletakkan pada bagian shaft of bone dan membiarkan sendi bebas dan pemasangan metal atau plastic hinge diantara segmen cast sehingga menyebabkan adanya gerakan. Tingkat Hold, Move, dan Speednya bagus namun tingkat Safe berresiko terjadinya malunion lebih besar

Page 4: Management of Fractures

4. Internal fixationBone fragment dapat disatukan kembali dengan screw, transfixing pin atau nails, metal plate, dll.Tingkat Holdnya baik sehingga Movement tetap dapat dilakukan dan Speed, pasien dalam pulang lebih cepat namun tetap harus diinget bahwa dalam diri pasein tersebut telag dipasangkan suatu metal sehingga dalam tingkat Safe sangatlah buruk. Bahaya yang beresiko terjadi adanya infeksi.Indication for Internal fixation1) Fracture yang hanya dapat ditangani dengan operasi2) Fracture yang tidak stabil dan beresiko terjadinya redisplacement setelah reduction3) Fracture dengan tingkat penyatuan kembali sangat kurang atau buruk4) Fracture pathologis5) Multiple fractures6) Fracture dengan adanya kesulitan dalam nursing (paraplegi, multiple injuries)Types of Internal fixation1) Interfragmentary screw2) Wires (transfixing, cerclage dan tension –band)3) Plates and Screws4) Intramedullary nailsComplications1) Infection2) Non-union3) Implant failure4) Refracture

5. External Fixationfracture dapat disatukan dengan transfixing screw ataupun tensioned wires yang berjalan melewati tulang yang menempel pada bagian luar tubuh. Biasanya teknik ini hanya dilakukan pada tulang tibia dan pelvis, namun bisa pula untuk femur, humerus, lower radius, dan tulang pada tangan.Indication

Page 5: Management of Fractures

1. Fracture bersamaan dengan rusaknya soft tissue sehingga luka terbuka dan perlu skin grafting atau dressing

2. Fracture dengan nerve damage dan vessel damage3. Fracture yang parah dan tidak stabil4. Fracture yang tidak menyatu5. Fracture pada pelvis6. Fracture yang mengalami infeksi7. Multiple fractureTechniquePrinsip dari teknik ini adalah bone di transfiksasi di atas dan dibawah dari bagian fracture dengan screw atau pin atau tensioned wires dan akan dihubungkan dengan rigid bars. Wires dan half pin harus dimasukan dengan pengetahuan “safe corridor” untuk menghindari melukai nerve atau vessel.Complications1) Damage soft tissue stucture2) Overdistraction3) Pin-track infection

3. Exercise

Page 6: Management of Fractures

Exercise merupakan bentuk dari memulihan fungsi dari tubuh kita. Tujuannnya untuk mengurangi oedema, memelihara fungsi sendi, mengembalikan kekuatan otot sehingga aktivitas dapat berjalan seperti biasanya.

1) Prevention OedemaOedema biasanya akan berdampak pada terjadinya swelling, hal ini dapat membuat terjadinya stiffness dan sulitnya dalam bergerak.

2) ElevationLimb yang mengalami injury perlu adanya elevasi. Pergerakan boleh dilakukan setelah plaster dilepas.

3) Active excersisePergerakan aktif dapat membantu dalam menghilangkan oedema fluid, stimulasi circulation, mencegah soft tissue adhesion dan promosi penyembuhan.

4) Assisted Movement5) Functional activity

Setelah kemampuan dalam menggerakan bagian yang patah telah kembali pulih diperlukan adanya pelatihan ataupun rehabilitasi agar pasien dapat melakukan pekerjaan sehari-hari.

B. Treatment of Open Injury

Initial managementPasien dengan open fracture memilki multiple injury dan severe shock. Tahapan awal adalah dengan dengan menutup luka tersebut dengan dressing dan pemberian tetabus prophylaxis ataupun toxoid bila sebelumnya pernah diimunisasi.4 pertanyaan dasar mengenai open fracture :1) What is the nature of wound?2) What is the state of the skin around the wound?3) Is the circulation satisfactory4) Are the nerve intact?Classification Injurya. Type I : lukanya kecil, clean puncture, sedikit soft tissue damage dengan no crushing

serta fracture tidak terkomunikasib. Type II : luka lebih dari 1cm panjangnnya, no skin flap, tidak terlali banyak soft tissue

damagec. Type III : adanya luka pada kulit, soft-tissue, dan neurovascular sturcture.

a. Bisa ditutup dengan soft tissueb. Tidak bisa ditutup dan adanya periosteal strippingc. Adanya arteri injury dan harus diperbaiki dibandingkan banyaknya soft tissue yang

rusakPrinciple of treatmentWalaupun lukanya sekecil apapun, jenis luka terbuka ini dikategorikan sebagai wound contaminated. Sehingga dalam treatment ada beberapa tahapan :1) Wound debridement2) Antibiotic prophylaxis3) Stabilization of fracture

Page 7: Management of Fractures

4) Early wound cover

1) Sterility dan antibiotic coverProses sterilisasi bagian luka dan pemberian antibiotik. Biasanya gabungan benzylpenicillin dan flucoxacillin diberikan 6 jam sekali selama 48 jam. Bila terkontaminasi sekali maka diberikan antibiotik gram negatif dan anaerob, gentamicin atau metronidazole selama 4 – 5 hari

2) Wound debridementHal ini dilakukan untuk membuang segala foreign material dan dead tissue, sehingga blood supply berjalan lancar. Wound excision : bagian samping dieksisi dan meninggalkan saja jaringan hidup Wound extension Wound cleansing : pembersihan luka dengan saline Removal of devitalized tissue : Nerve and tendon

3) Wound closureUncontanminated wound type I dapat dilakukan penutupan dengan suture sedangkan jenis luka lainnya tetap dibiarkan terbuka namun ditutup dengan kassa steril dan diinspeksi kembali setelah 2 hari.Wound type III harus dilakukan debridement lebih dan skin grafting.

4) Stabilization of fractureHal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya infeksi dan membantu dalam recovey soft tissue.

5) AftercareDi bangsal, bagian lim yang patah dielevasikan dan tetap liat bagaimana sirkulasi pasien. Periksa bila ada infeksi. Infeksi 2-3 hari bila luka dalam keadaan terbuka. Bila pada keadaan chemotherapy pasien mengalami toxaemia atau septicaemia maka luka harus dikeringkan terlebih dahulu

Sequel to open fracture1. Skin

Bila terjadi skin loss atau contracture, skin grafting harus dilakukan. Bila recontructive atau reparative surgery deep tissue diperlukan , local atau distand flap perlu dilakukan terlebih dahulu

2. BoneBila infeksi terjadi sampai sequestra atau sinus maka bagian tulang tersebut akan dibuang. Bone grafting dapat dilakukan ataupun bentuk bone reconstruction lainnya

3. JointTreatment sama dengan bone