Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN...

169
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) Oleh : Maman Abdul Rahman 108043200013 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

Transcript of Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN...

Page 1: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM

PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

Oleh :

Maman Abdul Rahman

108043200013

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM
Page 3: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM
Page 4: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM
Page 5: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

iv

ABSTRAK

MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN

PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN

PIDANA ANAK , Skripsi. Konsentrasi Perbandingan Hukum, Program Studi

Perbandingan Madzhab dan Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. 1 x 82 halaman + 75 Lampiran

Masalah pidana anak yang bermula dari kenakalan anak dewasa ini

merupakan persoalan yang aktual, hampir disemua negara-negara di dunia

termasuk Indonesia. Pidana anak diklasifikasikan sebagai perbuatan kejahatan

yang dianggap sebagai kenakalan anak (juvenile delinquency). penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana yang

dilakukan seseorang yang termasuk dalam kategori anak menurut hukum Islam

dan hukum positif di Indonesia.

Penelitian ini merupakan kajian literatur dengan pendekatan normatif

yang dilakukan dengan menggunakan metode studi pustaka (library research),

yaitu dengan menelaah buku-buku, media cetak dan elektronik atau bahan bacaan

lain yang berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban pidana anak. Dalam

pada ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

Dalam Hukum Islam pertanggungjawaban pidana hanya dibebankan

kepada anak yang telah baligh, adapun ta’zir yaitu hukuman yang dijatuhkan oleh

ulil amri sebagai bentuk pendidikan, pengajaran dan perbaikan diri yang

disesuaikan dengan kondisi psikologi anak.

Berdasarkan pendekatan yang dilakukan diatas, hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa dalam hal pertanggungjawaban pidana anak menurut UU

No. 11 Tahun 2012 dengan hukum Islam sama-sama menitik beratkan kepada

pengurangan hukuman kepada anak dan hukuman yang diberikan sifatnya adalah

mendidik. Sedangkan perbedaannya terletak pada ketentuan kategorisasi anak dan

hukuman yang dijatuhkan.

Kata kunci : pertanggungjawaban pidana, pidana anak, peradilan anak.

Pembimbing : Dr. Asmawi, M.Ag

Daftar Pustaka : tahun 2001 s/d tahun 2012

Page 6: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

v

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحـن الرحيم

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

atas rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik,

sholawat beriring salam penulis persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW

yang telah membawa umat dari zaman kegelapan menuju zaman terang

benderang.

Skripsi ini berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK

MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN UU NO. 11 TAHUN 2012

TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK “ disusun sebagai salah

satu syarat akademis untuk menyelesaikan program studi sarjana di Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan

dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. JM. Muslimin, MA., Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Khamami Zada, M.A., Ketua Program Studi Perbandingan

Madzhab dan Hukum dan Ibu Siti Hanna, Lc., M.A., Sekretaris Program

Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

vi

3. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang

selalu memberikan arahan, saran, dan motivasi selama penulisan skripsi

ini.

4. Bapak Dr. H. Abdul Wahab Abdul Muhaimin, Lc., M.A., selaku Dosen

Penasehat Akademik.

5. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Syari’ah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis

mendapatkan referensi dan memberikan fasilitas bagi penulis dalam

mengadakan studi perpustakaan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah membekali

penulis dengan berbagai wawasan ilmu pengetahuan dari awal hingga

akhir masa studi ini.

7. Kedua Orang Tua Penulis yang tercinta ayahanda H. Kamaludin dan

ibunda Nyai Rusmiati yang rela memberikan segala pengorbanannya baik

harta maupun jiwa demi membesarkan penulis agar dapat tumbuh bahagia,

serta saudara-saudariku tersayang kakanda Daden Ahmad Ridwan, Dasep

Ahmad Rukbi, S.Pd.I, Jamaludin, Cucu Syamsul Romli, adinda Empay

Ja’far Sidik, S.Kom, Anwar Fauzi, Ahmad Hasan Sajili, Hilyatul Millah,

dan Ari Asy’ari yang selalu memberikan doa dan semangat untuk penulis.

8. Pendiri sekaligus Pengasuh PP Daar El-Hikam Ciputat Abi K.H. Bahrudin,

S.Ag dan Umi Tuti Rosmaya, A.Md. yang telah memberikan ilmu dan

keberkahannya kepada Penulis, serta keluarga Besar ISDAH (Ikatan Santri

Page 8: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

vii

Daar El-Hikam). Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan

ridho-Nya.

9. Teman-Teman kelas Perbandingan Hukum Tahun 2008, Rizki Syafa’at

Nur Rahim, S.Sy., Imron Rosyadi, S.Sy., Robbi Chahyadi S.Sy.,

Muhammad Syafe’i, S.Sy., Fandi Ahmad, S.Sy, Septianto Purnomo

Akhsan, S.Sy., H. Imam Taufik, S.Sy., Rian Badruzzaman, S.Sy., Hayyu

Arrafika, Rudi Haryanto, Sigit Budiyono, Nawa-ul Hurriyah dan Gesa

Romadhona Aulia serta kawan-kawan PMH angkatan 2008 yang tidak

dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih kawan untuk masa-masa

yang menyenangkan di kampus.

Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi penulis berharap skripsi ini dapat

memberikan manfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan berfikir bagi setiap

orang yang membaca.

Bogor, 10 Nopember 2014

Penulis

MAMAN ABDUL RAHMAN

Page 9: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................

PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................................................

PENGESAHAN TIM PENGUJI ..........................................................................

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .......................................................................................... v

DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 11

D. Tinjauan Terhadap Penelitian Terdahulu ................................. 12

E. Metode Penelitian .................................................................... 14

F. Sistematika Penulisan ............................................................. 17

BAB II : PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM HUKUM

PIDANA POSITIF

A. Pengertian Anak dan Batasannya ............................................ 19

B. Anak Menurut Perspektif Psikologi ........................................ 23

C. Pertanggungjawaban Pidana dalam Hukum positif ................. 27

D. Kesalahan ................................................................................ 28

E. Kemampuan Bertanggungjawab ............................................. 30

F. Alasan Penghapusan Pidana .................................................... 32

G. Pertanggungjawaban Yuridis Bagi Anak Di Dalam KUHP… 33

Page 10: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

ix

H. Pertanggungjawaban Yuridis Bagi Anak Di Luar KUHP ...... 35

BAB III : PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM HUKUM

PIDANA ISLAM

A. Anak Menurut Hukum Islam ................................................... 37

B. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Islam .................. 46

C. Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana ................................... 50

1. Disebabkan Perbuatan Mubah (Asbâb al-Ibâhah) .............. 50

2. Disebabkan Hapusnya Hukuman (Asbâb Raf’i al-‘Uqâbah) 53

BAB IV : PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DALAM UU NO.

11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA

ANAK

A. Segi Hukum Pidana Nasional Tentang Anak Sebagai Pelaku

Kejahatan.................................................................................. 59

B. Ketentuan Batas Umur Anak ....................................................... 61

C. Jenis Pidana Anak ............................................................................ 67

D. Penjatuhan Pidana dan Tindakan ............................................. 68

E. Sanksi Pidana Bagi Anak ......................................................... 71

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 78

B. Saran ........................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ajaran agama menyatakan setiap anak terlahir kedunia dalam fitrah

atau suci, bak kertas putih. Kemudian orang tuanya yang menjadikan sang

anak, menjadi baik ataukah sebaliknya, jahat. Anak nakal itu merupakan anak

yang wajar-wajar saja, karena tidak seorangpun dari orang tua menghendaki

kenakalan anaknya berlebihan hingga menjurus ke tindak pidana. Pada

kenyataannya banyak kasus kejahatan yang pelakunya anak-anak. Jika

ditelusuri, seringkali anak yang melakukan tindak pidana adalah anak

bermasalah yang hidup ditengah keluarga atau pergaulan sosial yang tidak

sehat.1

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak ditegaskan bahwa anak adalah amanah dan karunia

Tuhan YME, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai

manusia seutuhnya. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang

wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat,

pemerintah dan negara.2

Keberadaan anak yang ada dilingkungan kita memang perlu mendapat

perhatian, terutama mengenai tingkah lakunya. Dalam perkembangannya

kearah dewasa, kadang-kadang seorang anak melakukan perbuatan yang lepas

1 Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak Di Indonesia,( Bandung :

Mandar Maju, 2005), h. 1 2 Jufri Bulian Ababil, Raju Yang Diburu Buruknya Peradilan Anak Di Indonesia,

(Jogjakarta:Pondok edukasi), 2006, h.1

Page 12: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

2

kontrol, ia melakukan perbuatan yang tidak baik sehingga dapat merugikan

orang lain atau merugikan diri sendiri.

Tingkah laku yang demikian disebabkan karena dalam masa

pertubuhan sikap dan mental anak belum stabil, dan juga tidak terlepas dari

lingkungan pergaulannya. Sudah banyak terjadi karena lepas kendali,

kenakalan anak sudah menjadi tindak pidana atau kejahatan, sehingga

perbuatan tersebut tidak dapat ditolerir lagi. Anak yang melakukan kejahatan

harus berhadapan dengan dengan aparat hukum untuk mempertanggung

jawabkan perbuatannya.3

Pada akhir abad ke-19 keprihatinan mulai melanda negara-negara

Eropa dan Amerika, kriminalisasi yang dilakukan anak dan pemuda

jumlahnya meningkat. Dalam menghadapi fenomena tersebut, ketika itu

perlakuan terhadap perilaku kriminal disamakan terhadap anak maupun orang

dewasa, sehingga diberbagai negara dilakukan usaha-usaha ke arah

perlindungan anak. Termasuk dalam upaya ini yaitu dengan dibentuknya

pengadilan anak (Juvenile Court) pertama di Minos, Amerika Serikat tahun

1889, dimana undang-undangnya didasarkan pada azas parent patrie, yang

berarti ”penguasa harus bertindak apabila anak-anak yang membutuhkan

pertolongan”, sedangkan anak dan pemuda yang melakukan kejahatan

sebaiknya tidak diberi pidana melainkan harus dilindungi dan diberi bantuan.

Demikian pula halnya di Inggris, disini dikenal dengan apa yang

dikatakan hak preogratif Raja sebagai Parens patriae (untuk melindungi

3 Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarta:Djambatan, 2007), h. 1

Page 13: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

3

rakyat dan anak-anak yang membutuhkan bantuannya). Dengan demikian,

dalam sejarah ikut campurnya pengadilan dalam kehidupan anak senatiasa

ditujukan guna menanggulangi keadaan yang kurang menguntungkan bahkan

cenderung membahayakan bagi anak, eksploitasi terhadap anak dan

kriminalisasi terhadap anak.4

Lalu bagaimana halnya di Indonesia sendiri, kurang lebih sejak tahun

1954 di Indonesia terutama di Jakarta, sebagai ibukota negara, sudah terbentuk

hakim khusus yang mengadili anak-anak dengan dibantu oleh pegawai

prayuwana, tetapi penahanan pada umumnya masih disatukan dengan orang-

orang dewasa. Tahun 1957 perhatian pemerintah terhadap kenakalan remaja

semakin membaik, terbukti dengan dikirimnya beberapa ahli dari berbagai

departemen ke luar negeri untuk mempelajari hal-hal yang menyangkut

junevile delinquency, terutama sejak penyelidikannya sampai cara

penyelesaianya di muka pengadilan. Adapun departemen yang dimaksud

adalah kejaksaan, kepolisian dan kehakiman. Sekembalinya dari luar negeri,

maka dibentuklah agrement secara lisan antara ketiga instansi diatas untuk

mengadakan perlakuan khusus bagi anak-anak yang melakukan tindak pidana.

Sebagaimana diketahui Indonesia sebagai negara hukum yang

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penegakan hukum

merupakan salah satu usaha penting dalam rangka menciptakan tata tertib

ketentraman dalam masyarakat, baik yang bersifat preventif maupun represif,

setelah terjadinya pelanggaran hukum. Oleh karena itu sangat diperlukan

4 Wagiati Sutedjo, Hukum Pidana Anak,(Bandung:Refika Aditama, 2006), h.1

Page 14: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

4

adanya kesatuan gerak, langkah dan pandangan dalam rangka penegakan

hukum sehingga dicapai sasaran semaksimal mungkin.

Pelanggaran terhadap kaidah hukum yang berupa terganggunya rasa

keadilan yang dirasakan sedemikian rupa mendalam, maka reaksi yang

ditekankan adalah berupa reaksi yang ditentukan oleh pemegang kedaulatan

hukum yaitu penguasa atau negara.

Pengadilan adalah tiang teratas dan landasan negara hukum. Peraturan

yang diciptakan memberikan faedah apabila ada peradilan yang berdiri

kokoh/kuat dan bebas dari pengaruh apapun, yang dapat memberikan isi dan

kekuatan kepada kaedah-kaedah hukum yang diletakkan dalam Undang-

Undang dan peraturan lainnya. Peradilan juga merupakan instansi yang

merupakan tempat setiap orang mencari keadilan dan menyelesaikan

persoalan-persoalan tentang hak dan kewajibannya menurut hukum.5

Berbicara tentang anak adalah sangat penting karena anak merupakan

potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan

sejarah bangsa sekaligus cermin bangsa pada masa mendatang. Anak sebagai

bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan

sebagai sumber daya manusia bagi pembangunan nasional, dalam

mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memimpin

serta melihat kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah kesatuan Republik

Indonesia yang Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

5 Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak dan Wanita Dalam Hukum, (Jakarta: LP3S,

1983), h.143

Page 15: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

5

Proses pembinaan anak dapat dimulai dalam suatu kehidupan keluarga

yang damai dan sejahtera lahir dan batin. Pada dasarnya kesejahteraan anak

tidak sama, tergantung dari tingkat kesejahteraan orang tua mereka. Seperti di

negara kita masih banyak anak yang tinggal di daerah kumuh dan diantaranya

harus berjuang mencari nafkah untuk membantu keluarga. Kemiskinan,

pedidikan yang rendah, keluarga yang berantakan dan lingkungan pergaulan

akan mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan anak. 6

Anak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (LNRI Tahun 2002 Nomor

109; TLNRI Nomor 4235) (selanjutnya disingkat UU No. 23/2002) adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang

masih dalam kandungan”. 7

Sebagai seorang anak yang berarti belum mampu untuk memenuhi

kebutuhannya sendiri, padahal anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang

Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia

seutuhnya, dan anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-

cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat

khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa

depan.

Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut,

maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan

berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak

6 Ibid.,h.145

7 Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak

Page 16: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

6

mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan

kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-

haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

Anak yang belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, maka

dalam segala hal anak perlu mendapatkan perlindungan khusus adalah

perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang

berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak

yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang

diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,

alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,

penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,

anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan

penelantaran sebagaimana Pasal 1 angka 15 UU No. 23/2002.8

Ketentuan Pasal 1 angka 15 UU No. 23/2002 mengenai anak yang

mendapatkan perlindungan khusus, yaitu anak yang berhadapan dengan

hukum, namun tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai hukum yang

dihadapi oleh anak tersebut, apakah hukum perdata atau hukum pidana. Anak

yang berhadapan dengan hukum dalam lingkup hukum pidana, anak tersebut

disebut anak nakal atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan

terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun

menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang

bersangkutan sebagaimana Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik

8 Pasal 1 angka 15 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Page 17: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

7

Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

(selanjutnya disebut UU No. 11/2012).

Anak meskipun nakal masih perlu mendapatkan perlindungan khusus

yang tidak diberikan kepada pelaku tindak pidana orang dewasa. Terhadap

anak nakal menurut Pasal 69 UU No. 11/2012 “hanya dapat dijatuhkan pidana

atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-undang ini”.

Kata “hanya dapat” menunjukkan bahwa setiap anak nakal, maka ada

dua kemungkinan sanksi yang dijatuhkan yaitu sanksi pidana penjara atau

berupa tindakan. Pidana pada umumnya dibedakan antara pidana pokok dan

pidana tambahan sebagaimana pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP). Pidana pokok di antaranya pidana mati; pidana penjara; pidana

kurungan; pidana denda; pidana tutupan. Pidana tambahan terdiri atas

pencabutan hak-hak tertentu; perampasan barang-barang tertentu;

pengumuman putusan hakim.

Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal menurut pasal 82

UU No. 11 Tahun 2012 ialah a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau

orang tua asuh; b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,

pembinaan, dan latihan kerja; atau c. menyerahkan kepada Departemen Sosial,

atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan,

pembinaan, dan latihan kerja.9

Dalam perspektif Islam, pertanggungjawaban pidana adalah

pembebanan seseorang dengan hasil (akibat) perbuatan (atau tidak perbuatan)

9 Pasal 82 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Ank

Page 18: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

8

yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, di mana ia mengetahui maksud-

maksud dan akibat-akibat dari perbuatannya itu. Dengan dasar ini, maka

sebuah pertanggungjawaban pidana berlaku atas tiga hal yakni (1) adanya

perbuatan yang dilarang; (2) dikerjakan dengan kemauan sendiri; dan (3)

pelaku mengetahui akibat perbuatan tersebut. Ketiga hal di atas merupakan

ratio logis bagi berlakunya sebuah pertanggungjawaban pidana.10

Dengan demikian, bagi orang-orang dewasa yang berakal dan

berkemauan sendiri berlaku pertanggungjawaban pidana. Sebaliknya, tidak

ada pertanggungjawaban pidana bagi komunitas anak-anak, orang gila, dungu,

orang yang sudah hilang kemauannya dan orang yang berada dalam kapasitas

terpaksa ataupun di paksa. Nash-nash syariat menegaskan makna ini dengan

jelas melalui sabda Rasullulah SAW, yang menyatakan,:

ن ع مهل ق ال ع ف رهم ل س و و ي ل ع ىاللهل ص الل لهو سهر ال :ق ت ال اق ه ن ع اللهي ض ر ة ش ائ ع ن ع ل قهع ي ىت ح ن و ن هج م ال ن ع و م ل ت ح ىي ت ح ي ب الص ن ع و ظ ق ي ت س ىي ت ح م ائ الن ن ع ث ل ث 11(والنسائيالترمذيالبخاريو)رواه

Artinya :“Dari „Aisyah RA. berkata Bahwa Rasulullah SAW bersabda

;Pena (pembebanan hukum) diangkat atas tiga golongan yaitu

orang yang tidur hingga ia terjaga, anak kecil hingga ia baligh

dan orang yang gila hingga ia sembuh.”(HR. Bukhori, at-

Tirmidzi, dan an-Nasai‟)

Telah tegas dan menjadi konsensus di kalangan ulama bahwa anak-

anak terbebas dari pertanggungjawaban pidanan. Hal ini di karenakan mereka

dalam status tidak cakap untuk bertindak secara hukum, dalam istilah pidana

10

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam: Fiqh Jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.80 11

Muhammad ibn „Isya at-Tirmidzi, Jami‟ at-Tirmidzi, (Mesir: Dar el-Kutub, t.t.),

h.1339

Page 19: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

9

Islam disebut sebagai laysa min ahli al-,uqubah ( bukan termasuk kelompok

yang mendapatkan hukuman ).12

Namun demikan penting ditegaskan bahwa persoalan tentang statusnya

dalam kapasitas sebagai anak-anak menimbulkan problematika tersendiri. Di

antaranya adalah percepatan iklim dewasa semakin menjadi fenomena di

kalangan anak-anak, terutama akibat pengaruh media komunikasi dan

informasi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika para ulama kemudian

membuat batasan yang meskipun terkesan sangan simplistik, namun pada

dasarnya dapat dipergunakan sebagai acuan dalam melihat tingkat

perkembangan dan sikap yang di tampilkan oleh mereka yang berada dalam

usia yang disebut anak-anak.

Dibahasnya mengenai anak nakal ini ada kaitannya dengan kasus

kecelakaan maut pada tahun 2013 yang menewaskan 6 orang, dimana seorang

anak yang bernama Abdul Qodir Jaelani atau yang lebih akrab disapa Dul

putra dari seorang musisi ternama Ahmad Dhani mengendarai sebuah mobil

sedan Lancer pada malam hari di Jalan Tol Jagorawi dengan kecepatan tinggi

yang kemudian lepas kendali dan menabrak kendaraan lain yaitu Toyota

Avanza dan Daihatsu Grand Max di KM 8 Tol Jagorawi, Dul diketahui saat

itu berumur 13 tahun. Kecelakaan tersebut menyebabkan korban 5 orang

tewas ditempat dan 1 orang tewas di rumah sakit.

12

Ibid., h.81

Page 20: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

10

Dari uraian permasalahan tersebut diatas, penyusun tertarik untuk

mengkaji lebih dalam tentang :PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-

UNDANG NO.11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN

PIDANA ANAK.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Dengan bertitik tolak dari latar belakang masalah dan pemilihan judul

sebagaimana tersebut diatas, maka pembahasan selanjutnya bertumpu pada

identifikasi masalah yaitu:

1. Bagaimana UU No. 11 Tahun 2012 memposisikan tindak pidana yang

dilakukan oleh anak?

2. Bagaimana Hukum Pidana Islam memposisikan tindak pidana yang dilakukan

oleh anak?

3. Bagaimana pandangan Hukum Pidana Islam terhadap ketentuan batasan

usia anak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana dalam UU

No.11 Tahun 2012?

Dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi masalah mengenai

ketentuan pertanggungjawaban pidana anak dan penulis memfokuskan

pembahasan pada Undang-undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak yaitu:

- Pasal 20 yang mengatur tentang batas umur seorang anak yang

melakukan tindak pidana dapat diajukan ke sidang pengadilan anak;

Page 21: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

11

- Pasal 24 yang mengatur tentang anak yang melakukan tindak pidana

bersama-sama dengan orang dewasa;

- pasal 69 yang mengatur tentang penjatuhan pidana atau tindakan terhadap

anak; dan

- pasal 71 mengenai sanksi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh

anak.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menjelaskan posisi anak yang melakukan tindak pidana menurut UU No.11

Tahun 2012.

2. Menjelaskan posisi anak yang melakukan tindak pidana menurut Hukum

pidana Islam.

3. Menjelaskan pandangan Hukum Pidana Islam terhadap ketentuan batasan

usia anak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana dalam UU

No.11 Tahun 2012.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang pertanggungjawaban pidana anak menurut

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak.

2. Memberikan informasi tentang pertanggungjawaban pidana yang

dilakukan oleh seorang anak menurut Hukum Pidana Islam.

Page 22: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

12

3. Memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana syari‟ah di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Terhadap Penelitian Terdahulu

Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka

diperlukan kajian terdahulu. Berdasarkan pengamatan dan kajian yang telah

dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan terkait dengan permasalahan

yang dibahas dalam penulisan skripsi ini. Penulis lebih memfokuskan masalah

yang terjadi tentang pertanggungjawaban pidana anak persfektif Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan

menurut hukum Islam .

Adapun review yang digunakan oleh penulis adalah karya ilmiah yang

berkenaan dengan penelitian;

Pertama skripsi oleh Fahrul Rozi Tahun 2005 dengan judul “Sanksi

Pidana Bagi Anak-Anak yang melakukan Tindak Pidana Ditinjau dari Hukum

Pidana Islam dan Hukum Positif”, Jurusan Pidana Islam, Fakultas Syari‟ah

dan Hukum. Dalam skripsi ini membahas tentang sanksi pidana bagi anak-

anak yang melakukan tindak pidana menurut hukum positif di Indonesia yaitu

Undang-Undang Pengadilan Anak dan ditinjau dari persfektif Hukum Islam

yaitu fiqh jinayah.

Kedua skripsi oleh Ibnu Abbas Tahun 2011 dengan judul “Batas

Minimal Usia Cakap Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

Tentang Pengadilan Anak Ditinjau dari Persfektif Hukum Islam”, Jurusan

Perbandingan Hukum, Fakultas Syari‟ah dan Hukum. Dalam skripsi ini

Page 23: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

13

membahas tentang membahas tentang batasan usia minimal cakap hukum bagi

seorang anak dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997

Tentang Pengadilan Anak dan dalam pandangan Hukum Islam.

Sebuah tesis yang berjudul Pidana Anak dalam persfektif Undang-

Undang Pengadilan Anak dan Hukum Islam karya Ahmad Gunaldi. Dalam

tesis ini membahas tentang sanksi pidana bagi anak nakal yang melakukan

tindak pidana menurut undang-undang pengadilan anak dan ditinjau dari

hukum Islam.

Dalam buku Hukum Pidana Anak karya Wagianti Soetodjo. Buku ini

menguraikan dengan lugas mulai dari gejala dan timbulnya kenakalan anak

serta prosedur pemeriksaan serta batas pemidanaan anak hingga hak-hak anak

atas perlindungan hokum. Buku ini juga menguraikan tentang hasil penelitian

yang membahas tentang sebuah studi singkat di Lembaga Permasyarakatan

(LP) Anak Tangerang.

Sebuah buku karya Moch. Faisal Salam yang berjudul Hukum Acara

Peradilan Anak di Indonesia. Dalam buku ini dibahas tentang tata cara dan

prosedur persidangan anak yang melakukan tindak pidana dari sisi hokum

pidana positif di Indonesia dan bukan dari sisi Hukum Islam.

Dalam buku yang berjudul Hukum Acara Pengadilan Anak yang

ditulis oleh Gatot Supranomo. Dalam buku ini dibahas tentang pembahasan

sistem peradilan anak yang ada di Indonesia serta perlindungan yang diberikan

terhadap anak yang melakukan tindak pidana dari masa penangkapan sampai

dengan waktu berada di Lembaga Pemasyarakatan (LP).

Page 24: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

14

Dalam bukunya Ahmad Wardi Muslich yang berjudul Pengantar dan

Asas Hukum Pidana Islam: Fiqh Jinayah. Pada buku tersebut dibahas tentang

teori-teori tentang hokum pidana islam dan asas-asas hokum pidana islam

termasuk juga sanksi bagi orang yang melakukan tindak pidana dalam hokum

Islam.

Demikian beberapa karya yang telah penyusun telaah dan masih ada

lagi beberapa karya tulis baik buku-buku, jurnal maupun skripsi yang belum

terjangkau dari pengamatan, terutama seputar pembahasan tentang

pemidanaan anak dibawah umur dan dari sekian banyak studi terdahulu yang

penulis paparkan diatas semuanya mengenai pidana anak, akan tetapi ada

perbedaan dengan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, yakni penulis

mencoba mencari suatu jawaban bagaimana ketentuan sanksi pidana terhadap

tindak pidana yang dilakukan oleh anak ditinjau dari pandangan hokum pidana

Islam dan hokum pidana positif Indonesia dalam hal ini UU No. 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

E. Metode Penelitian

Mengingat dalam karya ilmiah, metode merupakan strategi yang utama

dan mempunyai peran yang sangat penting, karena dalam penggunaan metode

adalah upaya untuk memahami dan menjawab persoalan yang akan diteliti.13

Untuk sampai pada rumusan yang tepat terhadap kajian yang dibahas maka

untuk itu penulis menggunakan metode sebagai berikut:

13

Bambamg Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997),

h. 27-28

Page 25: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

15

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian data yang digunakan di sini adalah penelitian kualitatif,

selanjutnya digunakan pembahasan analysis deskriptif. Kemudian dalam

penelitian ini menggunakan metode penelitian pustaka (library reseach)

yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji data primer yang

bersumber dari Al-Qur‟an, Hadits dan Peraturan Perundang-Undangan

yang bertujuan untuk mengeksporasi dan memahami berbagai konsep yang

berkaitan dengan tema penulis sehingga diperoleh data-data seluas

mungkin dengan mengacu pada kepada teori yang sudah dijelaskan yang

berkaitan dalam penelitian ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini penulis menggunakan studi

literatur atau kepustakaan yaitu dengan cara mengkaji dan menelaah buku-

buku yang berkaitan dengan judul skripsi ini baik berupa perundang-

undangan maupun buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

Sedangkan sumber data yang diperoleh untuk penelitian ini dibagi menjadi

dua macam yaitu data primer yaitu Perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia dalam hal ini peraturan hukum yang berkaitan dengan topik

yang dibahas dalam penelitian ini. yakni Undang-Undang No.11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan dalil-dalil yang terdapat

dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Selanjutnya data sekunder adalah data-data

pendukung yang diperolah dari literatur-literatur atau dokumen-dokumen,

Page 26: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

16

dan buku-buku, internet dan bahan informasi lainnya yang berkaitan

dengan permasalahan yang diteliti.

3. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang diperoleh oleh penulis adalah menggunakan

pengolahan data secara analisis kualitatif.14

Yakni pendekatan content

analysis yang menekankan pengambilan dari kesimpulan analisa yang

bersifat deskriptif dan deduktif. Metode analisa data dalam penelitian yang

dilakukan penulis adalah kajian isi (content analysis). Analisa data adalah

proses mengatur data.15

Seluruh data yang diperoleh akan diklasifikasikan

dari bentuk yang bersifat umum kemudian dikaji dan diteliti selanjutya

ditarik kesimpulan yang mampu memberikan gambaran spesifik dan

relevan mengenai data tersebut. Analisis yang ingin dituangkan dalam

penelitian ini adalah analisis dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan dalil-dalil yang bersumber dari

Hukum Islam. Setelah itu hasil penelitian dituangkan ke dalam tulisan

untuk kemudian diklasifikasikan dan dianalisis, sehingga memperoleh

kesimpulan tentang topik yang sedang dibahas. Adapun teknik penulisan

dalam skripsi ini berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi yang

diterbitkan oleh Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), Cet.

Ke-3, h. 11-13

15

Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Roda Karya,

2004), h. 6

Page 27: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

17

F. Sistematika Penulisan

Sistematika merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam bentuk

bab dan sub-sub yang secara logis saling berhubungan dan merupakan satu

kebulatan dari masalah yang sedang diteliti. Dan untuk mempermudah dalam

mempertimbangkan penulisan skripsi ini, saya membagi menjadi 5 (lima) bab

yaitu:

Pada Bab I merupakan bagian pendahuluan, pada pertama ini akan

memberikan gambaran secara obyektif untuk dapat melanjutkan kemateri

selanjutnya. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah,

perumusan dan pembatasan masalah yang menjadi dasar, dan menjelaskan

tentang tujuan dan manfaat penelitian serta metode yang digunakan dalam

penulisan ini serta sistematika penulisannya.

Pada Bab II adalah kajian teoritis yang berdasarkan tinjauan pustaka akan

memaparkan tentang pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh anak

dibawah umur dari sisi pandangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang meliputi istilah dan pengertian

serta unsur-unsurnya, teori-teori terhadap pidana dan pemidanaan, sistem

perumusan sanksi pidana, setra pemidanaan terhadap anak.

Pada Bab III berisi tentang persfektif hukum Islam tentang

pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang

meliputi dasar hukum pemidanaan anak yang melakukan tindak pidana atau

jarimah.

Page 28: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

18

Pada Bab IV merupakan bab analisi perbandingan yang didalamnya

terdapat persamaan dan perbedaan antara persfektif Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan Hukum Islam baik

dari segi pengertian dan sanksi yang diberikan terhadap anak yang melakukan

tindak pidana.

Pada Bab V adalah Penutup, yaitu berisikan tentang kesimpulan dan

saran-saran dari penulis. Adapun isi dari kesimpulan itu sendiri adalah

kesimpulan dari jawaban rumusan masalah. Dan saran merupakan masukan dari

penulis terkait dengan ilmu pengetahuan khususnya dalam masalah hukum

pidana. Terakhir penutup.

Page 29: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

19

BAB II

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA POSITIF

A. Pengertian Anak dan Batasannya

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), Pasal 330 ayat (1)

memuat batas antara belum dewasa (minderjarigheid) dengan telah dewasa

(meerderjarigheid) yaitu 21 tahun, kecuali anak tersebut telah kawin sebelum

berumur 21 tahun dan pendewasaan (venia aetetis, Pasal 419 KUHPer) Pasal

ini senada dengan Pasal 1 Angka 2 UU No. 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak merumuskan

secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi dapat dijumpai antara lain pada

Pasal 45 dan Pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun dan Pasal 283

yang memberi batasan 17 tahun.1

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak secara eksplisit mengatur

tentang batas usia pengertian anak, namun dalam Pasal 153 ayat (5) memberi

wewenang kepada hakim untuk melarang anak yang belum mencapai usia 17

tahun untuk menghadiri sidang.2

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) UU Nomor 1

1 Lihat KUHP

2 Pasal 153 ayat (5) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Page 30: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

20

Tahun 1974, maka batasan untuk disebut anak adalah belum mencapai 18

(delapan belas ) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

Anak, menurut Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 1979, maka anak adalah

seseorang yang belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah

kawin.3

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga

Pemasyarakatan, menurut pasal 1 angka 8 huruf a,b, dan c UU 12/1995 bahwa

anak didik pemasyarakatan baik Anak Pidana, Anak Negara dan Anak sipil

untuk dapat dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak adalah paling tinggi

sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia dalam Pasal 1 sub 5 dinyatakan bahwa anak adalah setiap manusia

yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk

anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1988 tentang Usaha

Kesejahteraan Anak bagi anak yang mempunyai masalah, menurut ketentuan

3 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Page 31: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

21

ini, anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum

pernah kawin.

Hukum adat dan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia,

dalam hukum adat Indonesia, batasan umur untuk disebut anak bersifat

Pluralistik, dalam artian kriteria untuk menyebut bahwa seseorang tidak lagi

disebut anak dan telah dewasa beraneka ragam istilahnya. Misalnya: telah

“kuat gawe”, “akil balig”,menek bajang”, dan sebagainya.4

Dilihat dari tingkatan usia, batasan seseorang dikategorikan sebagai anak

dapat dillihat pada gambaran berikut ini, dimana di berbagai Negara dunia

tidak ada keseragaman tentang batasan umur seseorang dikategorikan sebagai

anak, seperti:

1. Amerika Serikat, terdapat 27 negara bagian yang memiliki batas umur

maksimal 18 tahun, 6 negara bagian memiliki batas usia maksimal 17

tahun, dan Negara bagian lainnya batas usia maksimalnya 16 tahun,

sedangkan batas usia minimum rata-rata 8 tahun.

2. Inggris, batas usia maksimalnya adalah 16 tahun dan batas usia minimum

12 tahun.

3. Australia, batas usia maksimalnya adalah 18 tahun dan batas usia

minimum 8 tahun.

4. Belanda, batas usia maksimalnya adalah 18 tahun dan batas usia minimum

12 tahun.

4 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, (Jakarta:Raja

Grafindo Persada,2011), h. 7

Page 32: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

22

5. Kamboja, batas usia maksimalnya adalah 18 tahun dan batas usia

minimum 12 tahun.

6. Srilangka, batas usia maksimalnya adalah 16 tahun dan batas usia

minimum 8 tahun.

7. Taiwan, batas usia maksimalnya adalah 18 tahun dan batas usia minimum

14 tahun.

8. Jepang dan Korea, batas usia maksimalnya adalah 20 tahun dan batas usia

minimum 14 tahun.

9. Iran, batas usia maksimalnya adalah 18 tahun dan batas usia minimum 7

tahun.

10. Philipina, batas usia maksimalnya adalah 16 tahun dan batas usia

minimum 7 tahun.

11. Malaysia, batas usia maksimalnya adalah 18 tahun dan batas usia

minimum 7 tahun.

12. Singapura, batas usia maksimalnya adalah 16 tahun dan batas usia

minimum 7 tahun.5

Penentuan batas usia minimum dan maksimum itu diperlukan karena di

Negara-negara tersebut dibedakan antara delinquent child (anak yang melakukan

pelanggaran) dengan dependant. Alasan membedakan kedua istilah ini karena

5 Sri Widowati Wiratmo Soekito, Anak dan Wanita dalam Hukum, (Jakarta: LP3ES,

1983), h. 11.

Page 33: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

23

delinquent child mengenal batas usia minimum, sedangkan neglected child

(dependant) tidak mengenal minors. 6

Batasan usia juga dapat dilihat pada Dokumen-dokumen Internasional,

seperti:

1. Task Force on Juvenile Deliquency Prevention, menentukan bahwa

seyogyanya batas usia penentuan seseorang dikategorikan sebagai anak

dalam konteks pertanggungjawaban pidananya, ditetapkan usia terendah

10 tahun dan batas atas antara 16 – 18 tahun.

2. Resolusi PBB 40/33 tentang UN Standard Minimum Rules for the

Administrasion of Juvenile Justice (Beijing Rules) menetapkan batasan

anak yaitu seseorang yang berusia 7 – 18 tahun.

3. Resolusi PBB 45/113 hanya menentukan batas atas 18 tahun, artinya anak

adalah seseorang yang berusia dibawah 18 tahun.7

B. Anak Menurut Perspektif Psikologi

Pengertian anak dalam persfektif lain penting untuk diketahui karena pada

fase mana akan timbul kecenderungan kenakalan pada anak. Jika dilihat dari segi

biologis, maka terdapat istilah bayi/balita, anak, remaja, pemuda, dan dewasa.

Departemen Kesehatan menggolongkan anak menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Usia 0 tahun sampai dengan 5 tahun disebut dengan usia bayi/balita;

2. Usia 5 tahun sampai dengan 10 tahun disebut dengan usia anak-anak;

6 Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak di Bawah Umur, (Bandung: PT. Alumni, 2010), h.

57. 7 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, (Jakarta:Raja

Grafindo Persada,2011), h. 9

Page 34: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

24

3. Usia 10 tahun sampai dengan 20 tahun disebut dengan usia remaja

(teenager atau juvenile);

4. Usia 20 tahun sampai dengan 30 tahun disebut dengan usia menjelang

dewasa.8

Secara khusus Psikologi anak dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (1)

psikologi perkembangan anak tiga tahun tahun pertama (atitima), (2) anak

psikologi perkembangan anak lima tahun pertama (alitima), dan (3) psikologi

perkembangan anak tengah (6-12 tahun).9 Sedangkan Psikologi Perkembangan

Remaja terbagi menjadi dua periode yaitu periode remaja awal (early childhood),

dan periode remaja akhir (Late Adolescent).10

Berbeda dengan perspektif hukum yang mendefinisikan anak sebagai

individu berusia di bawah 18 tahun, dalam perspektif psikologi, anak adalah

individu yang berusia antara 3 – 12 tahun. Diatas usia 12 tahun individu dianggap

sudah memasuki usia remaja. Selain didasarkan oleh tanda-tanda perkembangan

fisik, yang memang sangat membedakan anak dengan individu yang sudah

memasuki masa remaja, perbedaan juga berdasarkan perkembangan kognisi dan

moral individu.

8 Muhammad Thohir, Seminar Kesehatan Anak, (Rumah Sakit Islam Surabaya, 1993), h.

6 9 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Usia Tiga Tahun Pertama (Psikologi

Atitima), (Bandung: Refika Aditama, 2007), h.8 10

Zahrotun Nihayah, dkk., Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan Islam,

( Jakarta: UIN Jakarta Press), h.106

Page 35: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

25

1. Pada usia 2 – 7 tahun anak memasuki tahap kognisi yang disebut sebagai

tahap pre–operasional, dimana anak belum mampu berpikir menggunakan

logika.

2. Pada usia 7 – 11 tahun, individu memasuki tahap perkembangan kognitif

yang disebut tahap konkrit operasional. Ciri utama pada tahap ini adalah

kemampuan untuk membandingkan antar peristiwa, dan anak mulai

mampu menggunakan logika meskipun masih didalam tahap yang terbatas

dan sederhana.

3. Pada usia 11 tahun ke atas, individu memasuki tahap perkembangan

kognitif yang disebut tahap operasional dimana kemampuan berpikirnya

sepenuhnya menggunakan logika. Pada tahap ini anak mulai bisa berpikir

lebih fleksibel karena anak mulai bisa melihat lebih dari satu sudut

pandang, meskipun pihak autoritas (orang tua) masih memegang peranan

penting dalam mengarahkan perilaku anak. 11

Anak-anak yang berusia 12 atau 13 tahun sampai dengan 19 tahun sedang

berada dalam pertumbuhan yang mengalami masa remaja. Masa remaja termasuk

masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak

perubahan pada psikis dan fisiknya. Terjadinya perubahan kejiwaan menimbulkan

kebingungan di kalangan remaja sebabnya karena mereka mengalami penuh

gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan

norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat.12

11

Penney Upton,Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2012), h.198 12

Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 64

Page 36: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

26

Apabila dilihat batasan usia anak dari sudut Psikososial, Singgih Gunarso

dalam makalahnya yang berjudul Perubahan Sosial Dalam Masyarakat yang

disampaikan dalam Seminar “Keluarga dan Budaya Remaja Perkotaan” yang

dilakukan di Jakarta, mengemukakan bahwa klasifikasi perkembangan anak

hingga dewasa dikaitkan dengan usia dan kecenderungan kondisi kejiwaannya,

menurut Singih Gunarso terbagi menjadi lima tahap, yaitu:

1. Anak, seseorang yang berusia dibawah 12 tahun;

2. Remaja dini, yaitu seseorang yang berusia antara 12 – 15 tahun

3. Remaja penuh, yaitu seseorang yang berusia antara 15 – 17 tahun;

4. Dewasa muda, yaitu seseorang yang berusia antara 17 – 21 tahun; dan

5. Dewasa, seseorang yang berusia diatas 21 tahun.13

Lebih lanjut Singgih Gunarso dengan mensitir pendapat dari J. Pikunas

dan R.J. Havighurts menjelaskan bahwa masing-masing tingkatan usia

mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Sebagai Contoh:

Kategori remaja dini (usia 12 – 15 tahun) memiliki kecenderungan kejiwaan:

1. Sibuk menguasai tubuhnya, karena faktor ketidakseimbangan postur

tubuhnya, atau kekurangnyamanan tubuhnya.

2. Mencari identitas dalam keluarga, satu pihak menjurus pada sifat

egosentris, pada pihak lain ia belum dapat sepenuhnya diserahi tanggung

jawab, sehingga masih sangat memerlukan dukungan keluarga.

13

Ibid. h. 12

Page 37: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

27

3. Kepekaan sosial tinggi, solidaritas pada teman tinggi, dan besar

kecenderungannya mencari popularitas. Dalam fase ini, ia sibuk

mengorganisasikan dirinya dan mulai mengalami perubahan sikap, minat,

pola-pola hubungan pertemanan, mulai timbul dorongan seksual, bergaul

dengan lain jenis.

4. Minat keluar rumah tinggi, kecenderungan untuk “Trial and error” tinggi,

dan kemauan untuk belajar dari pengalaman tinggi.

5. Mulai timbul usaha-usaha untuk menguasai diri baik di lingkungan rumah,

sekolah, klub olah raga, kesenian, dan lingkungan pergaulan pada

umumnya.14

Di dalam kategori inilah, anak membawa pengaruh pada sikap kearah yang

lebih agresif sehingga pada periode ini banyak tindakan anak-anak yang dapat

mengarah kepada gejala kenakalan anak. Kenakalan anak ini timbul karena anak

sedang mengalami perkembangan fisik dan perkembangan jiwa. Selain itu,

pengaruh lingkungan (terutama lingkungan di luar rumah) juga turut

mempengaruhi.

Kategori remaja penuh, mempunyai kecenderungan kejiwaan:

1. Sudah mulai menampakan dirinya mampu dan bisa menerima menerima

kondisi fisiknya;

2. Mulai bisa menikmati kebebasan emosionalnya;

3. Mulai lebih mampu bergaul;

14

Zahrotun Nihayah, dkk., Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan Islam,

( Jakarta: UIN Jakarta Press), h.112

Page 38: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

28

4. Sudah menemukan identitas dirinya;

5. Mulai memperkuat penguasaan dirinya dan menyesuaikan perilakunya

dengan norma-norma keluarga dan kemasyarakatn;

6. Mulai secara perlahan-lahan meninggalkan reaksi-reaksi dan sikap-sikap

kekanak-kanakan.15

C. Pertanggungjawaban Pidana dalam Hukum positif

Pertanggungjawaban pidana dapat diartikan sebagai diteruskannya celaan

yang objektif yang ada pada perbuatan pidana yang secara subjektif yang ada

memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu. 16

Pertanggungjawaban dalam hukum pidana atau yang juga disebut criminal

responsibility artinya : ”orang yang telah melakukan suatu tindak pidana disitu

belum belum berarti ia harus dipidana, ia harus mempertanggungjawabkan atas

pebuatannya yang telah dilakukan.” Mempertanggungjawaban atas suatu

perbuatan berarti untuk menentukan pelaku salah atau tidak.17

Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing di sebut sebagai

“toereken-baarheid,” “criminal reponsibilty,” “criminal liability,”

pertanggungjawaban pidana disini di maksudkan untuk menentukan apakah

seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak

terhadap tindakan yang di lakukanya itu.18

15

Ibid., h.113 16

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta :Sinar Grafika, 2011), h.20 17

Suharto R.M., Hukum Pidana Materiil, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h.106 18

S.R Sianturi .Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya,Cet IV, ( Jakarta

:Alumni Ahaem-Peteheam,1996),h .245

Page 39: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

29

Dalam konsep KUHP tahun 1982-1983, pada pasal 27 menyatakan bahwa

pertanggungjawaban pidana adalah di teruskanya celaan yang objektif ada pada

tindak pidana berdasarkan hukum yang berlaku, secara obyektif kepada pembuat

yang memenuhi syarat-syarat undang-undang untuk dapat dikenai pidana karena

perbuatanya.19

Sebagaimana telah diketahui, untuk adanya pertanggungjawaban pidana,

suatu syarat yang diperlukan adalah si pembuat harus mampu bertanggung jawab,

dengan lain perkataan harus ada kemampuan bertanggung jawab dari si pembuat.

Mengenai apa yang dimaksud dengan kemampuan bertanggung jawab

(toerekeningsvatbaarheid) ini KUHP tidak merumuskannya, sehingga harus dicari

dalam doktrin atau Memorie van Toelichting (MvT).20

D. Kesalahan (geen straf zonder schuld).

Kesalahan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk memidana

seseorang. Tanpa itu, pertanggungjawaban pidana tidak akan pernah ada. Maka

tidak heran jika dalam hukum pidana dikenal asas ”tiada pidana tanpa kesalahan”

(geen straf zonder schuld). Asas kesalahan ini merupakan asas yang fundamental

dalam hukum pidana, demikian fundamentalnya asas tersebut, sehingga meresap

dan menggema dalam hampir semua ajaran penting dalam hukum pidana.

Kesalahan adalah dapat dicelanya pembuat tindak pidana karena dilihat dari segi

19

Djoko Prakoso .Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia . Edisi Pertama , ( Yogyakarta :

Liberty Yogyakarta , 1987 ) ,h.75 20

I Made Widyana, Asas-Asas Hukum Pidana,( Jakarta:Fikahati Aneska, 2010), h. 38

Page 40: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

30

masyarakat sebenarnya dia dapat berbuat lain jika tidak ingin melakukan

perbuatan tersebut.21

Jadi disamping orang telah melakukan tindak pidana masih diperlukan

kesalahan padanya. Asas pertanggungjawaban pidana berbunyi “Tiada pidana

tanpa kesalahan” asas ini oleh masyarakat Indonesia dijunjung tinggi dan akan

dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan jika ada orang tidak bersalah tidak

dijatuhi hukuman. Kesalahan adalah suatu keadaan psychologisch yang oleh

penilaian hukum pidana ditentukan sebagai keliru dan dapat dicela. Dengan

adanya kesalahan, orang harus bertanggungjawab atas perbuatannya untuk dapat

ia jatuhi pidana. Karena ajaran tentang kesalahan juga disebut “pertanggung

jawaban pidana” atau dengan istilah criminal responsibility.22

. Menurut Moeljatno, kesalahan adalah adanya keadaan psikis yang

tertentu pada orang yang melakukan perbuatan pidana dan adanya hubungan

antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan yang sedemikian rupa,

hingga orang itu dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. geen straf zonder

schuld, no punishment without fault, actus non facit reum nisi mens sist rea, an

act does not make a person guilty unless his mind is guilty. Adagium “tiada

pidana tanpa kesalahan” dalam hukum pidana lazimnya dipakai dalam arti: tiada

pidana dicela. Tetapi sesungguhnya, pasti dalam hukum pidana, orang tidak dapat

berbicara tentang kesalahan tanpa adanya perbuatan yang tidak patut. Karena itu

asas kesalahan disini diartikan sebagai: tiada pidana tanpa perbuatan tidak patut

21

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta :Sinar Grafika, 2011), h.20 22

Suharto R.M., Hukum Pidana Materiil, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h.106

Page 41: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

31

yang objektif, yang dapat dicelakakan kepada pelakunya, dengan lain perkataan,

kesalahan adalah perilaku alasan pemidanaan yang sah (menurut undang-

undang).23

E. Kemampuan Bertanggungjawab

Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai kondisi batin

yang normal atau sehat dan mempunyai akal seseorang dalam membeda-bedakan

hal-hal yang baik dan yang buruk. Atau dengan kata lain, mampu untuk

menginsyafi sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dan sesuai dengan

keinsyafan itu mampu untuk menentukan kehendaknya.

Andi Zainal Abidin mengatakan bahwa kebanyakan undang-undang

merumuskan syarat kesalahan secara negatif. KUHP diseluruh dunia pada

umumnya tidak mengatur tentang kemampuan bertanggungjawab. Yang diatur

ialah kebalikannya, yaitu ketidakmampuan bertanggungjawab. Demikian halnya

dengan ketentuan pasal 44 KUHP yang berbunyi:

“1. Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung-

jawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam

tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit,

tidak dipidana.

2. Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan

padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau

terganggu karena penyakit, maka Hakim dapat memerintahkan supaya

orang itu dimasukkan kedalam rumah sakit jiwa, paling lama satu

tahun sebagai waktu percobaan.”24

23

I Made Widyana, Asas-Asas Hukum Pidana,( Jakarta:Fikahati Aneska, 2010), h. 38 24

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta :Sinar Grafika, 2011), h.20

Page 42: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

32

Dalam KUHP memang tidak ada rumusan yang tegas tentang kemampuan

bertanggung jawab pidana. Pasal 44 (1) KUHP justru merumuskan tentang

keadaan mengenai bilamana seseorang tidak mampu bertanggung jawab agar

tidak dipidana, artinya merumuskan perihal kebalikan (secara negatif) dari

kemampuan bertanggung jawab. Dua keadaan jiwa yang tidak mampu

bertanggung jawab sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 44 (1) KUHP,

yakni:

1. Karena jiwanya cacad dalam pertumbuhan, atau

2. Jiwanya terganggu karena penyakit.25

Mengenai apa yang dimaksud dengan kemampuan bertanggung jawab

(toerekeningsvatbaarheid) ini KUHP tidak merumuskannya, sehingga harus dicari

dalam doktrin atau Memorie van Toelichting (MvT). Simons mengatakan,

“kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psychis

sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya peniadaan, baik

dilihat dari sudut umum maupun dari orangnya”.26

F. Alasan Penghapusan Pidana

Dalam doktrin hukum pidana dibedakan antara alasan yang menghapus

sifat melawan hukumnya suatu perbuatan atau dikenal dengan alasan pembenar

dengan alasan penghapus kesalahan atau dikenal dengan alasan pemaaf.

Dibedakannya alasan pembenar dari alasan pemaaf karena keduanya mempunyai

fungsi yang berbeda. Adanya alasan pembenar berujung pada „pembenaran‟ atas

25

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), h.143 26

I Made Widyana, Asas-Asas Hukum Pidana,( Jakarta:Fikahati Aneska, 2010), h. 38

Page 43: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

33

tindak pidana yang sepintas lalu melawan hukum, sedangkan adanya alasan

pemaaf berdampak pada „pemaafan‟ pembuatannya sekalipun telah melakukan

tindak pidana yang melawan hukum. 27

Dalam hukum pidana yang termasuk kedalam alasan penghapus kesalahan

atau alasan pemaaf antara lain, daya paksa (overmacht), pembelaan terpaksa yang

melampaui batas (noodweer ekses), dan pelaksaan perintah jabatan tanpa

wewenang yang didasari oleh itikad baik. Pasal 51 ayat (2) KUHP menyatakan:

“perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana,

kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah

diberikan dengan wewenang, dan pelaksanaanya termasuk dalam

lingkungan pekerjaannya.”28

G. Pertanggungjawaban Yuridis Bagi Anak Di Dalam KUHP

Hukum Pidana Indonesia di dasarkan pada Undang-Undang No. 1 Tahun

1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bersumber

pada KUHP Belanda yang diangkat dari Keputusan Raja tanggal 15 Oktober 1915

No. 33, dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. Materi yang diatur dalam

KUHP ini, pada prinsipnya merupakan warisan (turunana) dari KUHP Belanda

(Straf wetboek) yang dibuat pada tahun 1881 dan mulai diberlakukan pada tahun

1886.29

Pada waktu KUHP dinyatakan berlaku di Indonesia belum memilki hukum

pidana yang khusus untuk anak-anak atau orang yang belum dewasa. Hanya

27

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta :Sinar Grafika, 2011), h.37 28

Ibid., h.20 29

Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak dibawah Umur, (Bandung: Alumni, 2010), h. 39

Page 44: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

34

terdapat Pasal 45, 46, dan 47 KUHP yang mengatur tentang pemidanaan terhadap

mereka yang belum berumur 16 tahun.

Pasal 46 tidak bersangkut-paut dengan hal apakah seseorang yang masih

muda atau anak-anak dianggap pertumbuhan jiwanya sempurna atau belum, tetapi

hanya mengatur tentang apa yang dapat dilakukan oleh hakim dalam mengambil

keputusan terhadap orang yang belum berumur 16 tahun jika ia melakukan tindak

pidana. Dikatakan di dalamnya bahwa dalam hal demikian hakim dapat

memerintahkan agar:

1. Yang bersalah dikembalikan kepada orang tua/walinya tanpa dipidana.

2. Yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa dipidana untuk

kejahatan atau pelanggaran tertentu; selanjutnya diserahkan kepada

orang tua atau lembaga pendidikan sampai berumur 18 tahun (pasal 46

KUHP).

3. Menjatuhkan pidana, dengan ancaman maksimumnya dikurangi sepertiga

dari ancaman pidana biasa, atau 15 tahun penjara untuk tindak pidana

yang diancam dengan pidana mati; juga dalam hal diputuskan pidana

tambahan hanya dapat dijatuhkan pidana tambahan perampasan barang-

barang tertentu.30

Bertalian dengan pertanggungjawaban yuridis terhadap anak dibawah

umur tersebut, dalam Pasal 45, 46, dan 47 KUHP, sebelum dicabut telah

ditegaskan secara alternatif dan pemecahannya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jika tindak pidana dilakukan oleh anak berusia 9 tahun sampai 13 tahun,

disarankan kepada Hakim untuk mengembalikan anak tersebut kepada

orang tua atau walinya dengan tanpa pidana;

2. Jika tindak pidan tersebut dilakukan oleh anak yang masih berusia 13

sampai 15 tahun dan tindak pidananya masih dalam tingkat pelanggaran

sebagaimana diatur dalam Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514,

30

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2012), h. 93

Page 45: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

35

517, 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 KUHP, Hakim dapat

memerintahkan supaya sitersalah diserahkan kepada pemerintah atau

badan hukum swasta untuk dididik sampai berusia 18 tahun. (Pasal 46

KUHP).

3. Jika Hakim menghukum sitersalah, maka maksimal hukuman utama

dikurangi sepertiga, jika perbuatannya diancam hukuman mati, maka

ddijatuhi pidana selama-lamanya 15 tahun dan hukuman tambahan

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 huruf (b) 1e dan 3e tidak

dijatuhkan (Pasal 47 KUHP).31

H. Pertanggungjawaban Yuridis Bagi Anak Di Luar KUHP

Pertanggungjawaban pidana anak tidaklah cukup kalau hanya didasarkan

pada hokum materiil seperti yang diatur dalam KUHP, karena KUHP tersebut

ketentuan hukumnya tidak saja bersifat konvensional, tetapi juga karena perilaku

dan peradaban manusia sudah demikian kompleks bahkan perkembangannya jauh

lebih cepat daripada aturan yang ada. Oleh karena itu, melalui Pasal 103 KUHP,

masih dibenarkan adanya perbuatan lain yang menurut Undang-Undang selain

KUHP dapat dipidana sepanjang Undang-Undang tersebut bertalian dengan

masalah anak dan tidak bertentangan dengan ketentuan KUHP berdasarkan asas

(Lex Specialis Derogat Legi Generali).32

Adapun Undang-Undang lain di luar KUHP yang bertalian dengan

masalah hukum pidana anak seperti:

31

Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak dibawah Umur, (Bandung: Alumni, 2010), h. 48 32

Ibid., h. 49

Page 46: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

36

1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (PKDRT).

6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

7. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

8. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan

Menyampaikan Pendapat di Tempat Umum .

9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.

10. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.dan

Instrumen Hukum lain yang bertalian dengan masalah anak.33

33

Ibid., h. 50

Page 47: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

37

BAB III

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

Seperti dikemukakan oleh para pakar hukum, dewasa ini ada lima sistem

hukum yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat hukum dunia.

Kelima sistem hukum itu adalah: Sistem Hukum Eropa Kontinental, Sistem

Hukum Anglo Saxon, Sistem Hukum Adat, Sistem Hukum Islam, dan Sistem

Hukum Sosialis-Komunis. Kecuali yang terakhir, keempat sistem hukum tadi

telah lama dan masih tetap berlaku di Negara Hukum Indonesia.1

A. Anak Menurut Hukum Islam

Dalam bahasa Arab sebutan untuk anak ada bermacam-macam, ada sebutan

anak yang merupakan perubahan dari bentuk fisik yang dikenal dengan istilah

shabiy (sebutan sangat umum untuk anak), sebutan untuk anak pecahan dari

shabiy adalah walad (sebutan untuk anak laki-laki dan wanita)2, dârijun (anak

kecil yang berjalan berjalan),3 thiflun (anak yang mendapatkan keringanan

hukuman dan sebutan bagi orang sejak lahir hingga mendapatkan mimpi),4

ghulâm (manusia sejak lahir hingga remaja, dipakai untuk sebutan anak laki-laki

dan wanita)5.

Kemudian ada sebutan anak yang merupakan perubahan secara kejiwaan

yang berhubungan dengan kecerdasan/intelektualitas (tamyîz). Sedangkan

1 M. Amin Suma dkk, Pidana Islam di Indonesia Peluang, Prospek dan Tantangan,

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h.11 2 Ibnu Mundhir, Lisan al-Arab,(Beirut: Darul Ma’arif, t.t.), Jilid 5, h. 4914

3 Ahmad Warson Al-Munawir, al-Munawir, (Jakarta: Penerbit tidak ditemukan, 1984),

h.427 4 Jamaludin Muhammad bin Mukram al-Anshari, Lisan al-Arab, (Kairo: Muassasah al-

Misriyah, t.t.), Jilid 13, h. 426. 5 Ibnu Mundhir, Lisan al-Arab,(Beirut: Darul Ma’arif, t.t.), Jilid 5, h. 3289

Page 48: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

38

perubahan anak secara kombinasi baik dari segi fisik maupun kejiwaan dikenal

dengan dewasa (baligh). Baligh terdiri atas dua macam yaitu:

Pertama, baligh bi thaba‟i yakni baligh yang dapat diketahui dari tingkah

lakunya atau tanda-tanda, jadi dalam hal ini pertanda baligh dapat diketahui dari

penglihatan.

Kedua, baligh bi sinni yakni baligh dengan menetapkan ketentuan umur

apabila secara tabiat tidak terlihat tanda-tanda baligh maka ukuran baligh ini

ditentukan dengan menetapkan umur baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Para ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan batas-batas baligh. Berikut

adalah pendapat dari sebagian para ulama’ madzhab :

1. Menurut ulama’ Hanafiyah, batas baligh bagi laki-laki adalah ihtilâm

(mimpi keluar mani) dan menghamili perempuan. Sedangkan untuk

perempuan ditandai dengan haidh dan hamil. Apabila tidak dijumpai

tanda-tanda tersebut, maka balighnya diketahui dengan umurnya.

Menurutnya umur baligh bagi laki-laki adalah 18 tahun dan bagi

perempuan 17 tahun. 6

2. Menurut ulama’ Malikiyah, batas baligh bagi laki-laki adalah keluar mani

secara mutlak, baik dalam keadaan terjaga maupun dalam mimpi. Dan

bagi perempuan adalah haidh dan hamil.

3. Menurut ulama’ Syafi’iyyah, batasan baligh bagi laki-laki maupun

perempuan dengan sempurnanya usia 15 tahun dan keluar mani, apabila

6 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Mazahib Al- Arbaah, (Al-Maktabah Al-Tijariyah

Al-Kubra, Beirut, 1972), h. 350

Page 49: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

39

keluar mani sebelum usia itu maka mani yang keluar itu adalah penyakit

bukan dari baligh, maka tidak dianggap baligh. Dan haidh bagi perempuan

dimungkinkan mencapai umur 9 tahun.

4. Menurut ulama’ Hanabilah, batas baligh bagi laki-laki maupun perempuan

ada tiga hal yaitu :

a. Keluar mani dalam keadaan terjaga ataupun belum mimpi, dengan

bersetubuh.

b. Mencapai usia genap 15 tahun.

c. Bagi perempuan ditambahkan adanya tanda haidh dan hamil. Dan bagi

banci (khuntsa) diberi batasan usia 15 tahun. 7

Imam Abdul Qadir Audah menjelaskan fase-fase yang ditempatkan oleh

seorang sejak lahir sampai dewasa. Ada tiga fase yaitu :

1. Masa Tidak Adanya Kemampuan Berpikir (Marhalah In „Idâm al-Idrâk)

Fase ini dimulai sejak seseorang dilahirkan sampai mencapai umur 7 tahun

dengan kesepakatan para fuqahâ‟. Dalam masa marhalah ini seorang anak

dianggap tidak mempunyai kemampuan berpikir dan ditetapkan belum

mempunyai kesadaran dalam bertindak. Seorang anak dalam marhalah ini disebut

anak belum mampu berpikir (ghoiru mumayyîz).

Sebenarnya kemampuan berpikir dan kemampuan bisa membedakan,

(tamyîz) seorang anak itu tidak terbatas pada usia tertentu dan tidak dapat

dipastikan dengan tercapainya umur ini, sebab kemampuan berpikir kadang-

kadang bisa timbul sebelum usia 7 tahun dan kadang-kadang terlambat, menurut

7 Ibid., h. 353

Page 50: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

40

perbedaan orang, lingkungan, keadaan dan mentalnya. mengingat kondisi jasmani

dan iklim daerah tempat anak itu berada. Namun demikian para fuqaha‟

menetapkan umur 7 tahun itu sebagai ketetapan ketamyîzan seorang anak demi

keseragaman hakim.

Para fuqaha‟ berpedoman dengan usia dalam menentukan batas-batas

kemampuan berpikir, agar bisa berlaku untuk semua orang, dengan mendasarkan

kepada keadaan yang banyak terjadi pada anak-anak kecil. Pembatasan tersebut

diperlukan untuk jangan sampai terjadi kekacauan hukum dan agar mudah bagi

seseorang untuk meneliti apakah kemampuan berpikir sudah terdapat atau belum,

sebab usia anak bisa diketahui dengan mudah.

Boleh jadi, seorang anak yang berusia 7 tahun menunjukkan kemampuan

berpikir sudah terdapat atau belum, sebab usia anak bisa diketahui dengan mudah.

Boleh jadi, seorang anak yang belum berusia 7 tahun menunjukkan kemampuan

berpikir, tetapi ia tetap dianggap belum tamyîz, karena yang menjadi ukuran

adalah kebanyakan orang, bukan perseorangan.8

Perbuatan jarîmah yang dilakukan oleh anak dibawah usia tujuh tahun

tidak dijatuhi hukuman, baik sebagai hukuman pidana atau sebagai pengajaran.

Akan tetapi anak tersebut dikenakan pertanggungjawaban perdata, yang

dibebankan atas harta milik pribadi, yakni memberikan ganti kerugian terhadap

kerugian yang diderita oleh harta milik atau diri orang lain (wujûd ad-dhaman fî

8 A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (cet. II Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.

390

Page 51: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

41

mâlihi).9walaupun demikian, kewajiban mengganti rugi tetap tidak terlepas dari

padanya, sebagaimana telah ditegaskan oleh Al-Amidi.10

Mengenai tidak

berlakunya hukum qishâsh bagi anak-anak oleh karena ketiadaan taklîf, di

tegaskan juga oleh Syarbani Khatib11

dan Imam ar- Ramli.12

2. Masa Kemampuan Berpikir Lemah (Marhalah al-Idrâk al-Dha‟îf )

Fase ini dimulai sejak seseorang anak berumur 7 tahun sampai berumur 15

tahun. Anak dalam masalah ini disebut anak mumayyiz. Anak mumayyiz tidak

dapat dimintai pertanggung jawaban pidana. Jadi anak yang munayyiz berarti

seorang anak yang telah mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk,

tetapi ia belum mampu dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan yang

ia lakukan. Akan tetapi ia dapat dijatuhi pidana pengajaran. Dalam soal perdata ia

disamakan dengan anak belum tamyîz.

Masa ini dimulai sejak usia tujuh tahun sampai mencapai kedewasaan

(baligh), dan kebanyakan fuqahâ‟ membatasinya dengan usia lima belas tahun.

Kalau seorang anak telah mencapai usia tersebut maka ia dianggap dewasa,

meskipun boleh jadi ia belum dewasa dalam arti yang sebenarnya.

Imam Abu Hanifah sendiri membataskan kedewasaan kepada usia delapan

belas tahun, dan menurut suatu riwayat sembilan belas tahun. Pendapat yang

terkenal dalam madzhab Maliki sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah.

9 Ibid., h. 397

10 Al-Amidi, Saifuddin Abul Hasan Ali Ibn Muhammad, al- Hikam fi Usul al-Ahkam , juz

I, ( Mesir : Musthafa al-Babi ,al-Halaby, tt), h. 78 11

Khatib, Muhammad Syarbani, Mughni al-Muhtaj Ila –Ma‟rifat , Ma‟ani Alfadz Minhaj

„ala Matan Minhaj an-Nawawi, juz II ( kairo : Dar al- Fikr, 1958), h . 279 12

Ar-Ramli, Muhammad Syihabuddin , Nihayat al-Muhtaj Ila Syarh al –Minhaj, juz V

(Mesir : Musthafa al-Babi Al-Halaby, tt) h.246

Page 52: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

42

Pada masa tersebut seseorang anak tidak dikenakan pertanggungjawaban

pidana atas jarimah-jarimah yang diperbuatnya, akan tetapi ia bisa dijatuhi

pengajaran. Pengajaran ini meskipun sebenarnya berupa hukuman juga, akan

tetapi tetap dianggap sebagai hukuman pengajaran, bukan sebagai hukuman

pidana, dan oleh karena itu kalau anak tersebut berkali-kali memperbuat jarîmah

dan berkali-kali pula dijatuhi pengajaran, namun ia dianggap pengulang kejahatan

(recidivist). Mengenai pertanggungjawaban perdata, maka ia dikenakan, meskipun

bebas dari pertanggungjawaban pidana.13

3. Masa Kemampuan Berpikir Penuh (Marhalah al-Idrâk al-Tâmm)

Masa ini dimulai sejak seseorang anak mencapai usia kecerdikan (sinnur-

rusydi), atau dengan perkataan lain, fase ini dimulai sejak seorang berumur 15

tahun sampai delapan belas tahun, menurut perbedaan pendapat dikalangan

fuqahâ sampai meninggal dunia. Pada masa ini seseorang dikenakan

pertangungjawaban pidana atas jarimah-jarimah yang diperbuatnya bagaimanapun

juga macamnya Maka ia telah dewasa dan karenanya ia sudah mempunyai

pertanggungjawaban penuh, baik dalam lapangan hukum perdata, pidana dan

dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan Tuhan.14

Dalam Islam seorang akan dikenakan pembebanan hukum apabila

seseorang itu mukallaf. Dengan demikian segala perbuatan itu akan dikenakan

13

A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (cet. II Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.

397 14

Abdul Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jina‟ Al-Islami, (Juz I, Muassasah arrisalah, t.th.), h.

601

Page 53: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

43

hukum seperti yang berhubungan dengan kewajiban, larangan, makruh dan

Ibahah. Orang mukallaf menurut ulama‟ ushuliyyin disebut mahkûm „alaîh. 15

Dalam hal ini, ada beberapa syarat bagi mukallaf untuk dapat dikenakan

pembebanan hukum yaitu :

1. Mukallaf dapat memahami taklîf, seperti mampu memahami nash-nash

yang dibebankan dari Al Qur’an dan Al Sunah secara atau perantaraan.

Karena orang yang tidak mampu memahami dalil taklîf dia tidak dapat

mengikuti apa yang dibebankan kepadanya dan tidak tahu apa yang

menjadi tujuannya. Akal orang yang belum bisa memahami baik itu orang

yang lupa, tidur, gila dan anak-anak tidak bisa diberi beban hukum,

sebagai mana sabda Rasulullah SAW. Yang berbunyi :

ن عملقال عفرمل سووي لعىاللل صالللو سرال:قت الاقهن عالليضرةشائعن علقع ىي ت حنو ن ج مال نعوملتح ىيت حي بالص نعوظقي ت س ىيت حمائالن نعثلث16(والنسائيرمذيالتوالبخاري)رواه

Artinya :“Dari „Aisyah RA. berkata Bahwa Rasulullah SAW bersabda

;Pena (pembebanan hukum) diangkat atas tiga golongan yaitu

orang yang tidur hingga ia terjaga, anak kecil hingga ia baligh

dan orang yang gila hingga ia sembuh.”(HR. Bukhori, at-

Tirmidzi, dan an-Nasai‟)

Syarat ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Khudlori Beik,

sebagai berikut :

15

Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, ( Jakarta: Amzah, 2010), h. 50 16

Muhammad ibn ‘Isya at-Tirmidzi, Jami‟ at-Tirmidzi, (Mesir: Dar el-Kutub, t.t.),

h.1339

Page 54: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

44

لا يانعم رو صتابطخال مه ف ى ف وي لا دجو ي ن م ةرد ق في لك الت وي جو ت طو رشن م17في لك الت اهب ي تال اظفل

Artinya : “Diantara syarat taklif adalah mampu memahami nash-

nash (khithob) dalam arti memahami arti bentuk lafadl yang menunjukkan

pembebanan.”

2. Mukallaf adalah orang yang ahli (cakap) dengan sesuatu yang dibebankan

kepadanya. pengertian ahli/ahliyah menurut bahasa adalah : ( الصلحية )

yang berarti (kecakapan). Sedangkan pengertian ahliyah menurut Abu

Zahrah adalah kecakapan seseorang untuk menerima hak dan kewajiban.18

Menurut Ulama‟ Ushul, ahliyah itu terbagi menjadi dua macam yaitu :

a. Aḥliyyah al-Wujûb (Kecakapan dalam menerima kewajiban hukum)

Pada dasarnya dapat ditetapkan sebagai ahli wajib karena keadaannya

(wujudnya) sebagai manusia. Keahlian manusia sebagai ahli wajib ini

sejak permulaan manusia, mulai/sejak janin sampai meninggal dunia.

Ketika masih dalam bentuk janin (dalam kandungan) ahli wajib itu

berkurang karena baginya hanya ditetapkan hak-haknya saja. Kalau

janin itu lahir maka dikatakan sebagai ahliyyah dan bila lahir dengan

keadaan mati dianggap tidak pernah ada.

b. Aḥliyyah al-Adâ‟ (kecakapan dalam bertindak secara hukum)

Pada dasarnya ditetapkannya ahli melaksanakan bukan karena

wujudnya sebagai manusia, akan tetapi ditetapkannya ahli

17

Khudlari Beik, Ushul Fiqh, (Maktabah Al-Tijariyah Al-Kubra, Mesir, 1979), h. 110 18

Muh. Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Dar Al-Fikr, Beirut, t.th.), h. 229

Page 55: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

45

melaksanakan adalah bisa membedakan antara yang baik dan yang

buruk. Ahli melaksanakan ialah layaknya mukallaf untuk

diperhitungkan menurut syara‟, ucapan dan perbuatannya. Keahlian

melaksanakan ini melihat kadar akalnya karena akal itulah yang

dijadikan sebagai asas. Ahliyyah ada‟ yang sempurna adalah ketika

sempurnanya akal karena baligh yang sudah dibebani syara‟ dan

baligh itu disertai dengan sehatnya akal. Sedang ahliyyah ada‟ yang

kurang yaitu anak kecil yang sudah mumayiz dan yang

menyerupainya.19

Menurut Wahbah Az-zuhaili sanksi di dunia bermacam-macam sesuai

dengan jenis perbuatan yang dilanggarnya, misalnya perbuatan pidana Islam

memberikan sanksi di dunia berupa ketentuan yang secara tegas disebutkan dalam

Al-qur’an, yaitu Qishâsh, had, diyat, dan kafarat. Sedangkan perbuatan pidana

yang secara tidak tegas ditentukan sanksinya dalam Al-qur’an dan As-Sunah

diserahkan kepada umat Islam untuk menentukan sanksinya, yakni dengan

hukuman ta‟zîr.20

Dalam kitab subul al-salam disebutkan hukuman ta‟zîr selain oleh hakim

dapat dilakukan oleh tiga orang:

1. Ayah, ia boleh menjatuhkan ta‟zîr terhadap anaknya yang masih kecil

dengan tujuan edukatif dan mencegah dari akhlak yang jelek. Menurut

19

Abd. Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Majlis A’la Indonesia, Jakarta), h. 135 20

Wahbah az-Zuhaily, al-fiqh al-Islamy wa Adilatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), VI, h. 197

Page 56: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

46

pendapat yang kuat bahwa sang ibu pun boleh berbuat serupa selagi anak

masih berada dalam asuhannya.

2. Majikan, sang majikan diperbolehkan menta‟zîr hambanya baik yang

bersangkutan dengan hak dirinya atau hak Allah.

3. Suami, sang suami diperbolehkan menta‟zîr isterinya dalam masalah

nusyûz yang dilakukan isteri, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-

Qur’an. 21

B. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Islam

Pengertian pertanggungjawaban pidana dalam syariat Islam adalah

pembebanan seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang

dikerjakannya dengan kemauan sendiri, dimana orang tersebut mengetahui

maksud dan akibat dari perbuatannya itu.22

Dalam syariat Islam pertanggungjawaban pidana dikenal dengan istilah al-

mas‟ûliyyah al-jinâiyyah itu didasarkan kepada tiga hal:

1. Adanya perbuatan yang dilarang,

2. Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan

3. Pelaku mengetahui akibat dari perbuatannya itu.23

Apabila terdapat tiga hal tersebut maka terdapat pula pertanggungjawaban.

Apabila tidak terdapat maka tidak terdapat pula pertanggungjawaban. Dengan

21

Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, t.t.), Jilid 10, Cet ke-3, h. 165 22

A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (cet. II Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.

197

23 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.74

Page 57: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

47

demikian orang gila, anak dibawah umur, orang yang dipaksa dan orang yang

terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban, karena dasar pertanggungjawaban

pada mereka itu tidak ada. Pembebasan pertanggungjawaban pada mereka ini

didasarkan kepada Hadits Nabi dan Al-Qur’an. Dalam sebuah hadits yang

diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud disebutkan:

ن عملقال عفرمل سووي لعىاللل صالللو سرال:قت الاقهن عالليضرةشائعن علقع ىي ت حنو ن ج مال نعوملتح ىيت حي بالص نعوظقي ت س ىيت حمائالن نعثلث24(والنسائيالترمذيالبخاريو)رواه

Artinya :“Dari „Aisyah RA. berkata Bahwa Rasulullah SAW bersabda

;Pena (pembebanan hukum) diangkat atas tiga golongan yaitu

orang yang tidur hingga ia terjaga, anak kecil hingga ia baligh

dan orang yang gila hingga ia sembuh.”(HR. Bukhori, at-

Tirmidzi, dan an-Nasai‟)

Dalam hal pertanggungjawaban pidana, hukum Islam hanya

membebankan hukuman pada orang yang masih hidup dan mukallaf, hukum Islam

juga mengampuni anak-anak dari hukuman yang semestinya di jatuhkan bagi

orang dewasa kecuali ia ialah baligh.25

Hal ini di dasarkan pada dalil Al-Qur’an:

كذلكي ب ي ن تأ ذنال ذينمنق ب لهم كمااس تأ ذنوا ط فالمنكمال حلمف ل يس وإذاب لغال الل ولكم آياتووالل وعليمحكيم

Artinya:” Dan apabila anak-anakmu Telah sampai umur baligh, Maka hendaklah

mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta

izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha

mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(QS. An-Nur:59)

24

Muhammad ibn ‘Isya at-Tirmidzi, Jami‟ at-Tirmidzi, (Mesir: Dar el-Kutub, t.t.), h.1339 25

Ibid., h. 75

Page 58: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

48

Menurut Syari’at Islam pertanggungjawaban pidana didasarkan atas dua

perkara, yaitu kekuatan berpikir dan pilihan (irâdah dan ikhtiyar). Oleh karena itu

kedudukan anak kecil berbeda-beda menurut perbedaan masa yang dilaluinya

hidupnya, mulai dari waktu kelahirannya sampai masa memiliki kedua perkara

tersebut. Hasil penyelidikan para fuqahâ‟ mengatakan bahwa masa tersebut ada

tiga: yaitu: masa tidak adanya kemampuan berpikir, masa kemampuan berpikir

lemah, dan masa kemampuan berpikir penuh.

Konsep yang dikemukakan oleh Syariat Islam tentang pertanggungj

awaban anak belum dewasa merupakan konsep yang baik sekali, dan meskipun

telah lama usianya, namun menyamai teori terbaru dikalangan hukum positif.

Hukum Romawi sebagai bentuk hukum positif yang paling maju pada masa

turunnya Syari’at Islam dan yang menjadi dasar Hukum-hukum Eropa modern

mengadakan pemisahan antara pertanggungjawaban anak-anak dengan

pertanggungjawaban orang dewasa dalam batas yang sempit sekali, yaitu usia 7

tahun. Jadi apabila anak-anak telah berumur 7 tahun keatas, maka ia dikenakan

pertanggungjawaban pidana sedang kalau belum mencapai usia tersebut maka

tidak dikenakan, kecuali kalau ketika memperbuat jarimah ia mempunyai niatan

untuk merugikan orang lain, maka dalam hal ini dikenakan pertanggungjawaban

pidana.26

Hukum Islam tidak juga menjatuhkan hukuman terhadap pelaku yang di

paksa dan orang yang hilang kesadarannya. Atas dasar ini seseorang hanya

mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap apa yang telah dilakukannya

26

A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (cet. II Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.

397

Page 59: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

49

dan tidak dapat dijatuhi hukuman atas tindakan pidana orang lain.27 Orang yang

harus bertanggung jawab atas suatu kejahatan adalah orang yang melakukan

kejahatan itu sendiri dan bukan orang lain. Hal ini didasarkan kepada firman Allah

dalam Al-Qur’an.

سو عملصالحافلن ف هامن أساءف علي ومن

Artinya :”Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuk dirinya dan

barangsiapa yang berbuat kejahatan maka akibatnya atas dirinya”.(QS.

Fushilat:46)

C. Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana

Tidak semua tindak pidana dapat dikenai sanksi atau pidana. Ada beberapa

alasan yang menyebabkan pelakunya terbebas dari sanksi. Dalam Hukum pidana

Islam mengenai beberapa alasan yang dapat menghapuskan tindak pidana dikenal

dengan istilah asbâb al-ibâhah dan asbâb raf‟i al-uqûbah. 28

1. Disebabkan Perbuatan Mubah (Asbâb al-Ibâhah)

Asbâb al-ibâhah atau sebab dibolehkannya perbuatan yang dilarang pada

umumnya berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Seseorang tidak akan

mendapatkan sanksi setelah ia melakukan perbuatan tertentu yang merupakan

perbuatan pidana, yaitu apabila ada dasar pembenar. Dasar pembenar adalah

alasan yang dapat menjadikan hilangnya sifat melawan hukum, sehingga

27

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam,;Penerapan Syariat Islam Dalam

Konteks Modernitas, Cet . Kedua, (Bandung : Asy Syaamil Press &Grafika,2001) , h. 16 28

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.90

Page 60: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

50

perbuatan yang semula tidak boleh dilakukan menjadi boleh, dan pelakunya tidak

disebut sebagai pelaku tindak pidana serta tidak dikenai sanksi.

Alasan-alasan yang bisa dijadikan sebagai dasar pembenar dalam hukum

pidana Islam, sekaligus alasan tersebut akan menghapuskan sansi pidana adalah

sebagai berikut.

a. Karena menggunakan hak,

b. Karena menjalankan kewajiban,

c. Karena membela diri.29

Ahmad Wardi Muslich mengutip Abdul Qadir ‘Audah mengemukakan

bahwa sebab dibolehkannya perbuatan yang dilarang itu ada enam macam, yaitu:

a. Pembelaan yang sah

Islam membolehkan seseorang membela diri ketika ada penjahat

yang ingin membunuhnya, dengan syarat harus ada keseimbangan dan

tidak ada jalan lain.

b. Pendidikan dan pengajaran

Orang tua dalam mendidik anaknya diperkenankan memukul tanpa

melampaui batas sebagai tindakan persuasif. Atau seorang suami boleh

memukul istrinya dengan pukulan yang tidak menyakiti sebagai bentuk

pelajaran.

29

Assadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2009), h. 87

Page 61: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

51

c. Pengobatan

Seorang dokter ia harus melukai pasiennya yang hendak dioperasi,

karena hal itu memang perlu dilakukan. Padahal seseorang yang melukai

orang lain ada sanksinya, tetapi tidak berlaku dalam kasus tersebut.

d. Permainan olahraga

Permainan olahraga atau kesatrian terkadang menimbulkan cedera

atau luka-luka, baik yang menimpa pemain maupun orang lain, jika dalam

permainan olahraga tersebut kecelakaan yang berakibat luka-luka maka

hukum islam akan berlaku umum. Kalau luka tersebut terjadi akibat

menggunakan kekerasan dengan kesengajaan, akan tetapi permainan

olahraga atau kekesatrian yang sifatnya menggunakan kekuatan badan

dalam menghadapi lawan seperti gulat , tinjau dan sejenisnya maka tidak

dikenai hukuman asal tidak melampui batas-batas tertentu yang telah di

tetapkan.

e. Hapusnya jaminan keselamatan

Di maksudkan dengan hapusnya jaminan adalah boleh di ambil

tindakan terhadap jiwa atau anggota badan seseorang untuk di lukai atau di

bunuh bahkan terhadap hartanya sekalipun , dalam istilah agama hapusnya

jaminan keselamatan di sebut dengan „ismah.30

f. Menggunakan wewenang dan kewajiban bagi pihak yang berwajib.

Dalam hukum Islam ada suatu kewajiban yang harus dipikul dan

dilaksanakan oleh penguasa atau pemimpin untuk mewujudkan suatu

30

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.95

Page 62: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

52

kemaslahatan bagi masyarakat pada umumnya. orang-orang yang

melaksanakan kewajiban tersebut merupakan orang-orang yang memang

bertugas sebagai pelayan publik/masyarakat pada umumnya. Islam

meletakkan dasar terhadap tanggungjawab bagi pemimpin atau penguasa.

Kaedah hukum Islam menetapkan bahwa petugas pemerintah tidak dapat

dikenai pertanggungjawaban pidana apabila menunaikan tugasnya

/kewajibannya sesuai denagan batas-batas kewenanganya. Apabila terjadi

pelanggaran dalam menunaikan kewajibanya tersebut maka

bertanggungjawab secara pidana jika dia tahu bahwa itu adalah bukan

hanya atau itu adalah pelanggaran. 31

2. Disebabkan Hapusnya Hukuman (Asbâb Raf’i al-Uqûbah)

Sebab hapusnya hukuman tidak mengakibatkan perbuatan yang di lakukan

itu dibolehkan, melainkan tetap pada asalnya yaitu dilarang. Hanya saja oleh

karena keadaan si pelaku tidak mungkin dilaksanakannya hukuman maka ia di

bebaskan dari hukuman. Dalam Islam ada beberapa sebab yang dapat

menghapuskan hukuman:32

a. Lupa

Lupa adalah tidak siapnya sesuatu pada waktu diperlukan dan

tercabutnya rasa ingat dari hatinya, baik karena kelalaian atau kesengajaan.

Dalam syariat Islam lupa disejajarkan dengan keliru, seperti pada ayat 286

Surat Al-Baqarah:

31

Ali Yafie , Ahmad Sukarja ,Muhammad Amin Suma, dkk, Ensiklopedi Hukum Pidana

Islam, Edisi Indonesia , hlm. 220 32

ibid , h. 225

Page 63: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

53

طأ نا أخ ناإنن سيناأو ت ؤاخذ رب نال

Artinya :”Ya Tuhan kami janganlah Engkau menuntut kami apabila kami

lupa atau keliru. (QS. Al-Baqarah:286)

Juga seperti dalam hadis:

33)رواهابنماجووالبيهقي(وي لاعو ىرك تااس موانيس الن واءطخل اي تم ان ععفر

Artinya :”Dihapuskan dari umatku kekeliruan, lupa, dan perbuatan yang

dipaksakan atasnya. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)”

Dalam membicarakan hukum dan pengaruh lupa para fuqaha

terbagi kepada dua kelompok. Pertama, kelompok yang mengatakan

bahwa lupa adalah yang umum, baik dalam urusan ibadah maupun urusan

pidana. Mereka berpegang kepada prinsip umum yang menyatakan bahwa

orang yang mengerjakan perbuatan yang dilarang karena lupa, ia tidak

berdosa dan dibebaskan dari hukuman. Meskipun demikian ia tetap

dikenakan pertanggungjawaban perdata, apabila perbuatannya itu

menimbulkan kerugian kepada orang lain.34

Kedua, kelompok yang berpendapat bahwa lupa hanya menjadi

alasan hapusnya hukuman akhirat, karena hukuman akhirat didasarkan atas

kesengajaan, sedangkan pada orang lupa kesengajaan itu sama sekali tidak

ada. Untuk hukuman-hukuman dunia, lupa tidak bisa menjadi alasan

33

Tajuddin ‘Abdul Wahab ibn ‘Ali al-Subki, Thabaqat as-Syafi‟iyah al-Kubro, (Mesir:

Dar el-Salam ). h. 218 34

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.97

Page 64: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

54

hapusnya hukuman sama sekali, kecuali dalam hal-hal yang berhubungan

dengan hak Allah, dengan syarat ada motif yang wajar untuk melakukan

perbuatannya itu dan tidak ada hal-hal yang mengingatkannya sama sekali.

Lupa kelompok kedua ini terdiri atas dua macam; pertama, lupa

yang dimaklumi dan tidak berdosa. Lupa jenis ini terjadi karena kelalaian

atau tidak sengaja, misalnya orang yang terlambat shalat karena ia

ketiduran. Namun, hal ini pun perlu diperhatikan, apakah ketiduran yang

menyebabkan ia terlambat shalat terjadi berulang kali atau baru sekali. Jika

ketidurannya belum pernah terjadi sebelumnya atau bukan merupakan

suatu kebiasaan, maka hal ini bisa dimaklumi.

Kedua, lupa yang tidak bisa dimaklumi dan pelakunya

mendapatkan dosa. Lupa jenis ini terjadi karena kesengajaan, baik dalam

bentuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sebagai contoh,

seseorang sudah mengetahui bahwa ketika azan bergema hendaknya ia

bersegera mengambil air wudhu untuk menunaikan salat. Akan tetapi. Ia

sengaja menunda dengan alasan bahwa waktu salatnya masih panjang. Ia

lebih memilih bermain atau mengerjakan sesuatu yang mubah. Kemudian

Allah menakdirkan ia lupa akan shalatnya, dan baru ingat setelah masuk

waktu salat berikutnya.35

35

Assadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2009), h. 88

Page 65: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

55

Meskipun demikian, pengakuan lupa semata-mata dari pelaku tidak

bisa membebaskannya dari hukuman, sebab pelaku harus dapat

membuktikan kelupaannya dalam hal ini sangat sukar dilakukan.36

b. Keliru

Keliru adalah terjadinya sesuatu di luar kehendak pelaku. Dalam

jarîmah yang terjadi karena kekeliruan, pelaku melakukan perbuatan

tersebut bukan karena niat atau kesengajaan, melainkan karena kelalaian

dan kurang hati-hati.

Dalam segi pertanggungjawaban pidana, orang yang keliru

dipersamakan dengan orang yang sengaja berbuat, apabila perbuatan yang

dilakukannya itu merupakan perbuatan yang dilarang oleh syara‟. Hanya

saja sebab pertanggungjawabannya berbeda. Dalam perbuatan sengaja

sebabnya adalah sengaja melakukan perbuatan yang dilarang, sedangkan

dalam perbuatan karena kekeliruan sebabnya adalah melenggar ketentuan

syara‟ bukan karena sengaja, melainkan karena kelalaian dan kurang hati-

hati.

Keliru dapat menghapuskan pidana, tetapi tidak bagi tindak pidana

jinâyat. Dalam tindak pidana, syariat telah menentukan bahwa pelaku

tindak pidana jinâyat harus dijatuhi sanksi, meskipun perbuatannya

dilakukan karena keliru. Dengan kata lain, unsur kekeliruan dapat

36

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.80

Page 66: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

56

mengahapuskan hukuman bagi pelaku tindak pidana selain jinâyat, karena

hapusnya unsur kesengajaan.37

Apabila melihat dasar-dasar yang ada dalam syara‟ maka

sebenarnya pertanggungjawaban itu hanya dibebankan kepada perbuatan

sengaja yang diharamkan oleh syara‟ dan tidak dikenakan terhadap

kekeliruan. Dalam surah Al-Ahzab ayat 5 disebutkan:

ق لوبكم ولي سعلي ك طأ تمبوولكنم ات عم دت م جناحفيماأخ

Artinya:”Dan tidak ada dosa atasmu tentang apa yang kamu kerjakan

karena keliru, tetapi tentang apa yang disengajakan oleh

hatimu.”(QS. Al-Ahzab:5)

Akan tetapi, dalam keadaan tertentu syara‟ membolehkan

dijatuhkannya hukuman atas kekeliruan sebagai pengecualian dari

ketentuan pokok tersebut. Misalnya tindak pidana pembunuhan,

sebagaimana disebutkan dalam surah An-Nisa ayat 93.

من كانلمؤ منةوديةوما ريررق بةم ؤ مناخطئاف تح خطئاومنق تلمؤ مناإل تلمؤ أني ق لو م سل مةإلىأى

Artinya :”Dan tidaklah boleh bagi seorang mukmin untuk membunuh

mukmin yang lain kecuali karena keliru. Barangsiapa yang

membunuh orang mukmin karena keliru maka hukumannya

memerdekakan hamba yang mukmin dan membayar diat kepada

keluarganya…” (QS. An-Nisa:93)

37

Assadulloh Al Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2009), h. 89

Page 67: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

57

Dengan adanya dua ketentuan tersebut diatas, yang satu merupakan

ketentuan pokok dan yang satu lagi merupakan pengecualian dari

ketentuan pokok maka kelanjutannya untuk dapat dikenakan hukuman atas

perbuatan karena kekeliruan harus terdapat ketentuan yang tegas dari

syara‟. Dengan demikian, apabila syara‟ tidak menentukan hukuman

untuk suatu perbuatan karena kekeliruan maka tetap berlaku ketentuan

pokok, yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak dikenakan hukuman.38

c. Pelakunya Orang gila

Keadaan gila adalah hilangnya akal untuk mempertimbangkan

suatu tindakan secara logis. Gila menghalangi seseorang untuk berbicara

dan bertindak secara wajar. Keadaan gila pada diri seseorang dapat

dibedakan dari segi waktu, yaitu sebagai berikut:

1) Gila yang berlansung dalam waktu yang lama dan berkelanjutan (al-

junûn al-muabbad). Keadaan gila ini membebaskan seseorang dari

pertanggungjawaban hukum, baik dalam hal ibadah, muamalah

maupun jinâyah.

2) Gila yang berlangsung sementara dan tidak berkelanjutan (al-junûn al-

muaqqat). Keadaan gila ini tidak menghalangi beban taklîf padanya.39

d. Pelakunya adalah anak-anak

Anak-anak adalah golongan yang tidak dikenai pidana atas

perbuatannya, karena bukan termasuk orang yang mampu untuk

38

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.81 39

Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, ( Jakarta: Amzah, 2010), h. 102

Page 68: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

58

bertanggung jawab. Jika anak-anak melakukan suatu perbuatan pidana,

maka perbuatannya dimaafkan.40

Pertanggungjawaban pidana dibebankan pada seseorang yang mukallaf,

yaitu yang memiliki kemampuan berpikir dan pilihan dalam berbuat. Jika kedua

faktor tersebut tidak dimiliki oleh seorang maka tidak dapat dimintai

pertanggungjawaban. Kemampuan berpikir seseorang itu bisa atau dapat hilang

karena suatu bawaan sejak lahir atau karena suatu sebab adanya gangguan dari

luar. Manusia ketika mencapai kedewasaan sudah dapat dengan matang

menggunakan kekuatan berpikirnya, akan tetapi karena adanya suatu gangguan

atau karena serangan penyakit baik itu sebagian atau seluruh alam berpikirnya

hilang bisa kapan dan di mana saja tanpa ada waktu tertentu. Hilangnya

kemampuan berpikir (akal sehat) dalam kehidupan sehari-hari dapat dinamakan

dengan gila. Hilangnya kekuatan berpikir secara sempurna terkadang terus

menerus maka itu dinamakan dengan gila terus menerus, artinya hilangnya

kekuatan berpikir hanya beberapa saat (gila kambuhan/berselang).41

40

A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (cet. II Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.

397 41

Abdul Qadir ‘Audah, Al-Tasyri‟ al jian‟iy al- islamy, muqaranan bil-Qammil Wadhi‟iy,

Juz Awal ,(Beirut : Muasasah Riasalah , 1996), h.127

Page 69: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

59

BAB IV

PERSFEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DALAM UNDANG-

UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN

PIDANA ANAK

A. Segi Hukum Pidana Nasional Tentang Anak Sebagai Pelaku Kejahatan

Konsep hukum pidana positif (KUHP) tentang pelaku kejahatan meliputi 4

(empat) kategori sebagai berikut:

1. Mereka yang melakukan perbuatan.

2. Mereka yang menyuruh melakukan perbuatan.

3. Mereka yang turut serta melakukan perbuatan.

4. Mereka yang menganjurkan orang lain melakukan perbuatan dengan

empat cara atau daya (dengan janji, dengan menyalahgunakan kekuasaan/

martabat, dengan kekerasan/ancaman, kekerasan/penyesatan, dan dengan

memberi kesempatan, sarana atau keterangan).1

Keempat kategori pelaku tersebut diatas tidak berlaku sepenuhnya bagi

seorang anak karena dilihat dari segi usia dan perkembangan fisiknya, hanya

perbuatan yang termasuk kategori pertama dan ketiga yang dapat menempatkan

anak sebagi subjek kejahatan. Pernyataan ini dapat diterima secara akal sehat akan

1 Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, (Bandung: Mandar

Maju, 2005), h. 6

Page 70: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

60

tetapi kemungkinan seorang anak dapat melakukan perbuatan kategori dua dan

empat bukanlah sesuatu yang mustahil.2

Pembentuk undang-undang pidana ini tidak membedakan secara sosiologis-

psikologis seorang anak, kecuali hanya menetapkan keempat kategori tersebut

diatas dan dengan asumsi bahwa, seorang anak memiliki kemampuan untuk

melakukan salah satu dari keempat kategori perbuatan tersebut. Pembentuk

Undang-Undang ini hanya memberikan pengecualian tentang pertanggung

jawaban seorang anak yang melakukan kejahatan atau pertanggungjawaban

pidananya.

Pengecualian ini dimasukkan dalam Pasal 45-47 KUHP. Dibawah judul,

“hal-hal yang menghapuskan, mengurangi, atau memberatkan pidana”. Pasal 45

KUHP menetapkan pengecualian pertanggungjawaban pidana pada mereka yang

belum berusia 16 tahun dengan langkah-langkah baik yang bersifat pemidanaan

atau tindakan dikembalikan kepada orang tua/walinya tanpa dipidana, diserahkan

kepada pemerintah, atau dipidana dengan pengurangan sepertiga dari ancaman

maksimum pidana pokok atau dijatuhi pidana maksimum 15 tahun jika kejahatan

yang dilakukan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.

Pasal 46 KUHP menetapkan tempat-tempat penampungan bagi seorang anak

yang telah dijatuhi putusan, diserahkan kepada pemerintah. Pasal 47 KUHP

ketentuan tentang lamanya pidana bagi anak yang telah melakukan tindak pidana.

2 Ibid., h.7

Page 71: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

61

Ketiga Pasal tersebut diatas sudah dinyatakan tidak berlaku lagi sejak 3

Januari 1997 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

Tentang Pengadilan Anak.

Pada Pasal 67 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 dinyatakan bahwa “pada

saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, maka Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dinyatakan tidak berlaku lagi.3

Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak adalah dengan pertimbangan bahwa Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara

komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan

hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru.4

B. Ketentuan Batas Umur Anak

Batasan umur anak tergolong sangat penting dalam perkara pidana anak,

karena dipergunakan untuk mengetahui seseorang yang diduga melakukan

kejahatan termasuk kategori anak atau bukan. Adanya ketegasan dalam sutau

peraturan perundang-undangan tentang hal tersebut akan menjadi pegangan bagi

para petugas dilapangan agar tidak terjadi salah tangkap, salah tahan, salah sidik,

salah tuntut maupun salah mengadili, karena menyangkut hak asasi seseorang.

3 Ibid., h.8

4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Page 72: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

62

Mengenai batasan umur anak dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012,

tampaknya ketentuan Pasal 1 ayat 3 sejalan dengan Pasal 20, karena ketentuan

yang belakangan itu sebenarnya dimaksudkan untuk menjabarkan lebih lanjut.

Pasal 1 ayat 3: Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut

Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum

berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.5

Ketentuan dalam pasal ini hanya membatasi diri khususnya dalam perkara

anak yang berkonflik dengan Hukum saja, tanpa membedakan jenis kelamin laki-

laki atau perempuan dengan umur dibatasi secara minimal yaitu 12 (dua belas)

tahun dan maksimal 18 (delapan belas) tahun.

Pada ayat sebelumnya yaitu pada Pasal 1 ayat (2) dikatakan bahwa anak

yang berhadapan dengan Hukum dibagi menjadi tiga, yaitu anak yang berkonflik

dengan Hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi

saksi tindak pidana.

Pasal 20 : Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur

18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang

bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum

mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak tetap diajukan ke sidang Anak.

Batasan umur dalam kedua ketentuan diatas, menunjukkan bahwa yang

disebut anak yang dapat diajukan ke sidang pengadilan dalam hal ini

5 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak

Page 73: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

63

diperkarakan secara pidana ketika berumur antara 18 – 21 tahun. Apabila anak

telah mencapai umur 21 tahun harus dianggap sudah dewasa bukan sebagai

kategori anak lagi. Dengan demikian tidak diproses berdasarkan Undang- Undang

No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, tetapi berdasarkan

KUHP dan KUHAP.

Disini tampak bahwa pembentuk Undang-Undang mempunyai ketegasan

tentang usia berapa seseorang diartikan sebagai anak dibawah umur sehingga

berhak mendapat keringanan hukuman demi menerapkan perlakuan yang khusus

bagi kepentingan psikologi anak.

Bagaimana menentukan seseorang itu termasuk anak? Dalam menangani

perkara anak, petugas harus teliti dengan meminta surat-surat yang ada

hubungannya dengan kelahiran di anak, seperti akta kelahiran. Kalau anak tidak

mempunyai akta tersebut, dapat dilihat pada surat-surat yang lain, misalnya Surat

Tanda Tamat Belajar, Kartu Pelajar, Surat Keterangan Kelahiran. Hal yang

demikian diperlukan biasanyan terjadi apabila seorang anak memiliki badan yang

bongsor (besar), sehingga secara kasad mata agak meragukan umurnya, apakah

benar yang bersangkutan belum mencapai umur 18 tahun.6

Surat-surat itu hanya sekedar untuk mengetahui saja, bukan dipakai

sebagai surat bukti untuk dipersidangan, karena bukti surat untuk perkara pidana

dengan bukti surat untuk perkara perdata syaratnya berbeda. Pada bukti surat

6 Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, ( Jakarta: Djambatan,2007), h.19

Page 74: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

64

dalam perkara pidana dipersyaratkan ada hubungannya dengan sumpah,

sedangkan untuk perkara perdata tidak demikian.7

Batasan umur anak dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak

dibandingkan dengan batasan dalam Pasal 45 KUHP (yang sudah tidak berlaku),

tampak dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak batasannya lebih

tinggi karena dalam Pasal 45 KUHP hanya membatasi umur sampai sebelum 16

tahun dan tidak ada batasan minimal.

Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia

anak ditetapkan dalam suatu batasan umur tertentu sebagaimana yang tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan

dalam Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) bahwa anak adalah seseorang yang

belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Namun lain halnya menurut

Hukum Islam, dimana batasan ini tidak berdasarkan atas hitungan usia tetapi

dimulai sejak adanya tanda-tanda perubahan badaniyyah, baik pria maupun

wanita.8

Khusus dalam konteks pertanggungjawaban pidana, hukum Islam

mensyaratkan kebalighan (dewasa).9 Maka, anak-anak tidak dikenakan kewajiban

mempertanggungjawabkan perbuatan pidana. Menurut syariat Islam,

pertanggungjawaban pidana didasarkan atas dua perkara, yakni pertama kekuatan

7 Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, ( Jakarta: Djambatan,2007), h.20

8 Wagiati Sutedjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h.26

9 Kata baligh terambil dari akar kata balagha yang atrinya menerima, tiba (sampai),

mencapai pubertas dan tahap usia dewasa. Usia baligh adalah usia yang di pandang tepat sebagai

batas di mulainya kewajiban-kewajiban agama.

Page 75: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

65

berpikir dan kedua pilihan ( irâdah dan ikhtiyar). ketentuan ini berdasarkan pada

hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :

ن ع مهل ق ال ع ف رهم ل س و و ي ل ع ىاللهل ص الل لهو سهر ال :ق ت ال اق ه ن ع اللهي ض ر ة ش ائ ع ن ع ل قهع ىي ت ح ن و ن هج م ال ن ع و م ل ت ح ىي ت ح ي ب الص ن ع و ظ ق ي ت س ىي ت ح م ائ الن ن ع ث ل ث 10(والنسائيالترمذيالبخاريو)رواه

Artinya :“Dari „Aisyah RA. berkata Bahwa Rasulullah SAW bersabda

;Pena (pembebanan hukum) diangkat atas tiga golongan yaitu

orang yang tidur hingga ia terjaga, anak kecil hingga ia baligh

dan orang yang gila hingga ia sembuh.”(HR. Bukhori, at-

Tirmidzi, dan an-Nasai‟)

Pertanggungjawaban pidana dalam Islam dapat ditegakkan atas 3 hal yaitu

pertama adanya perbuatan kejahatan yang dilakukannya. Kedua, pelaku atau

pembuatnya mengetahui akibat dari perbuatan tersebut. Ketiga, bahwa perbuatan

yang dilakukannya dilarang menurut hukum. Sebagaimana dalam kaidah fiqhiyah

menjelaskan :

11لافعالالعقلءقبلورودالنصلاحكم

Artinya: “Tiada hukum bagi perbuatan orang yang berakal sehat sebelum

adanya Nash.”

Kecakapan berbuat hukum dalam batas minimal seorang anak adalah saat

memasuki periode baligh, karena baligh menjadi tanda seorang dalam

perkembangan kecerdasan akalnya dan mampu untuk membedakan perbuatan

baik dan buruk dan sempurna pikirannya.

Mengenai kedewasaan (baligh) sebagai pembebanan kewajiban agama

(taklîf) ada beberapa pendapat ulama. Baligh terdiri atas dua macam :

10

Muhammad ibn „Isya at-Tirmidzi, Jami‟ at-Tirmidzi, (Mesir: Dar el-Kutub, t.t.),

h.1339 11

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.74

Page 76: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

66

Pertama, baligh bi thabi‟i yakni baligh yang dapat diketahui dari tingkah

lakunya atau tanda-tanda, dalam hal ini pertanda baligh dapat diketahui melalui

tanda-tanda yang tampak dan jelas terlihat yaitu:

1. Mimpi senggama bagi laki-laki,

2. Menstruasi atau datangnya masa haidh bagi perempuan,

3. Berubahnya suara,

4. Tumbuh bulu ketiak,

5. Tumbuh rambut disekitar kemaluan.

Kedua, baligh bi sinni yakni baligh dengan menetapkan ketentuan umur

apabila secara tabiat tidak terlihat tanda-tanda baligh maka demi kepastian hukum

baligh ini ditentukan dengan menetapkan umur. Adapun penentuan kedewasaan

dengan umur ini terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama, antara lain:

1. Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah serta jumhur ulama berpendapat bahwa

usia baligh anak baik laki-laki dan perempuan adalah 15 tahun.12

Hal ini

didasarkan pada sebuah riwayat Ibnu Umar:

ع ب ر ا نهب اا ن ا و د حهاهم و ي م ل س و و ي ل ع ىاللهل ص ي ب ىالن ل ع تهض ر ع ال ق ر م عهن ب ا ن ع ة ر ش ع س م خ نهب اا ن ا ,و ق د ن خ ال م و ي تهض ر ع و ال ت ق ال ي ف ي ن ز ج ي م ل و ي ن د ر ف ة ن س ة ر ش ع 13 ()رواهمسلمي ن ز اج ا ف ة ن س

12

Abdurrahman Al-Jaziry, Al-Fiqh „Ala al-Madzahib al-„Arba‟ah, (Beirut:Daar al-Fikr,

Juz II, 1985.), h.349 13

Muhammad ibn „Isya at-Tirmidzi, Syarh al-Nawawi ala Muslim, juz I (Mesir: Dar al-

Khoir, 1996), h.868

Page 77: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

67

Artinya: “Dari Ibnu Umar berkata: Aku datang kepada Rasulullah untuk

ikut berperang Uhud ketika usiaku 14 tahun lalu Rasulullah tidak

mengizinkan, setahun kemudian aku datang kepada Rasulullah

untuk ikut perang Khandak lalu Rasulullah mengizinkan ketika

usiaku 15 tahun.”(HR. Bukhari)

2. Abu Hanifah berpendapat bahwa kedewasaan itu datangnya mulai usia 19

tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi perempuan.

3. Imam Malik menetapkan umur dewasa adalah 18 tahun bagi laki-laki dan

perempuan.

4. Yusuf Musa mengatakan bahwa usia dewasa itu setelah seseorang berusia

21 tahun.14

5. Menurut pendapat Hadawiyah yang dikutip oleh Kahlani, seorang

perempuan dianggap telah cukup apabila telah mencapai usia 15 tahun,

dan telah menampakkan pertumbuhan biologis kedewasaanya.15

Sebelum batas kedewasaan tersebut dicapai seseorang, maka belum dapat di

katakan mukallaf (orang yang mendapatkan kewajiban agama), dan karenanya,

berdasarkan ketentuan hadis di atas, maka kepada orang itu tidak dapat di

pertanggungjawabkan tindak pidana yang di perbuatanya, dan karenanya ia tidak

dapat dihukum atas perbuatan tersebut.16

C. Jenis Tindak Pidana Anak

Apabila diteliti dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, ternyata tidak ditemukan jenis pidana anak apakah

14

Ibid.,h.350 15

Al-kahlani,Muhammad Ibn Ismail, Subul as-Salam; Syarh Bulugh al-Maram, juz III

(Mesir :Mustafa al-Babi al-Halabi, 1960), hal 180 16

Ibid, h.185

Page 78: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

68

dilakukan sendiri atau bersama-sama. Namun dalam Pasal 24 dapat diindikasikan

pembagian pidana dan penanganannya.

Pasal 24 : Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang

dewasa atau anggota Tentara Nasional Indonesia diajukan ke pengadilan Anak,

sedangkan orang dewasa atau anggota Tentara Nasional Indonesia diajukan ke

pengadilan yang berwenang.17

Ketentuan ini dalam penjelasan Pasal 24 dimaksudkan untuk menunjukkan

bahwa Undang-Undang ini memberikan perlakuan khusus terhadap Anak, dalam

arti harus ada pemisahan perlakuan terhadap Anak dan perlakuan terhadap orang

dewasa atau terhadap anggota Tentara Nasional Indonesia dalam perkara

koneksitas.

D. Penjatuhan Pidana dan Tindakan

Apa saja yang menjadi sanksi hukum yang dapat dijatuhkan terhadap anak

yang berkonflik dengan hukum. Mengenai sanksi hukumnya Undang-Undang

Sistem Peradilan Pidana Anak telah mengaturnya sebagaimana ditetapkan dalam

Bab V dan secara garis besar sanksi tersebut ada 2 (dua) macam yaitu berupa

pidana dan tindakan (Pasal 69).

Pasal 69

(1) Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan

ketentuan dalam Undang-Undang ini.

17

Pasal 24 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

Page 79: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

69

(2) Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai

tindakan.

Dalam penjelasan Pasal ini cukup jelas dan secara tegas bahwa anak yang

berhadapan dengan hukum hanya dapat diproses hukum berdasarkan ketentuan

yang ada dalam Undang-Undang ini.18

Pada Pasal 69 ayat (2) dijelaskan bahwa pidana tidak dapat dijatuhkan

pada anak yang berkonflik dengan hukum yang belum berumur 14 tahun dan

hanya dapat dikenai tindakan.

Menurut syariat Islam, pertanggungjawaban pidana didasarkan atas dua

perkara, yaitu ketentuan berpikir dan pilihan (iradâh dan ikhtiyar),19

oleh karena

itu kedudukan anak kecil berbeda-beda menurut perbedaan masa hidupnya.

Setidaknya fuqahâ‟ memberikan batasan masa kanak-kanak sebagai berikut :

1. Masa tidak adanya kemampuan berpikir

Masa ini di mulai sejak dilahirkan dan berakhir pada usia tujuh tahun.

Pada masa tersebut seorang anak dianggap tidak mempunyai kemampuan

berpikir, atau biasa disebut dengan anak belum mumayyiz. Sebenarnya

kemampuan berpikir (bisa membedakan, tamyîz) tidak terbatas pada usia tertentu,

sebab kemampuan berpikir kadang-kadang bisa timbul sebelum usia tujuh tahun

dianggap paling lazim dan memadai bagi seorang anak bisa membedakan mana

yang baik dan mana yang buruk. jika pada usia tersebut mereka melakukan

perbuatan pidana, maka tidak di jatuhi hukuman, baik sebagai hukum pidana, atau

18

Maksud dari pasal ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak 19

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h.73

Page 80: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

70

sebagai pengajaran. Akan tetapi, anak tersebut di kenakan pertanggungjawaban

perdata, yang di bebankan kepada orang tua, yaitu memberikan ganti kerugian

terhadap kerugian yang di derita oleh diri dan harta milik orang lain.walaupun

demikian, kewajiban mengganti rugi tetap tidak terlepas dari padanya,

sebagaimana telah ditegaskan oleh Amidi.20

mengenai tidak berlakunya hukum

qishash bagi anak-anak oleh karena ketiadaan taklîf, di tegaskan juga oleh

Syurbaini Khatib.21

dan Imam ar- Ramli.22

2. Masa kemampuan berpikir lemah

Masa ini di mulai sejak usia 7 (tujuh) tahun sampai mencapai kedewasaan

( baligh ), dan kebanyakan fuqahâ membatasinya dengan usia 15 (lima belas)

tahun. Kalau seorang anak telah mencapai usia tersebut maka ia di anggap

dewasa, meskipun boleh jadi ia belum dewasa dalam arti yang sebenarnya.

Menurut A. Hanafi, pada masa tersebut seorang anak tidak dikenankan

pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukannya, melainkan

anak tersebut mendapat hukuman dalam bentuk pengawasan, bukan hukuman

pidana. Kalau pun anak dalam usia tersebut melakukan tindak pidana secara

berulang-ulang, hal itu tidak di kategorikan sebagai pengulang kejahatan

(recidivist). hukuman pengajaran itu, tidak berarti melepaskan dirinya dari

hukuman ganti rugi sebgai bentuk pertanggungjawaban perdata.

20

Al – amidi , saifuddin Abul Hasan Ali Ibn Muhammad, al- ihkam fi Usul al-Ahkam ,

juz I ( Mesir : Musthafa al-Babi ,al-Halaby, tt), h. 78 21

Khatib, Muhammad Syarbani, Mughi al-Muhtaj Ila –Ma‟rifat , Ma‟ani Alfadz Minhaj

„ala Matan Minhaj an-Nawawi, juz II ( kairo : Dar al- Fikr, 1958), h. 279 22

Ar-Ramli , Muhammad Syihabuddin , nihayat al-Muhtaj Ila Syarh al –minaj, juz V (

Mesir : Musthafa al-Babi Al-Halaby, tt) h. 246

Page 81: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

71

3. Masa kemampuan berpikir penuh

Masa ini di mulai sejak seseorang mencapai usia kecerdikan (sinnur-

rusydi), atau dengan kata lain, setelah mencapai usia lima belas tahun atau

delapan belas tahun. Jika pada usia tersebut melakukan perbutan pidana, maka

berlaku pertanggungjawaban pidana atasnya dari seluruh jenis jarîmah yang

dilakukannya tanpa terkecuali.23

Berdasarkan penjelasan ini dapat dipahami bahwa pertanggungjawaban

pidana atas delik pidana yang dilakukan anak-anak mendapatkan tempat

pembahasan khusus dalam lingkup hukum pidana Islam. Dalam konteks ini maka

dapat dikatakan bahwa komunitas usia anak mendapatkan perhatian tersendiri

dalam hukum Islam.

Sebagaimana ditegaskan, dalam pandangan Islam, komunitas usia anak

belum dipandang sebagai mukallaf, maka dalam konteks perbuatan hukumannya

pun dipandang belum sempurna, usia anak-anak, baik dalam ibadah maupun di

luar ibadah Islam tidak dikategorikan sebagai perintah wajib. Dengan kata lain,

perbuatan anak-anak, tepatnya, masih dalam kategori anjuran, ajakan dan

pembinaan.

E. Sanksi Pidana Bagi Anak

Sanksi hukum yang berupa pidana terdiri atas pidana pokok dan pidana

tambahan. Untuk pidana pokok ada lima macam, sebagaimana ditetapkan pada

Pasal 71 ayat (1), yaitu:

23

A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (cet.II Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.

397

Page 82: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

72

Pasal 71

(1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:

a. pidana peringatan;

b. pidana dengan syarat:

1) pembinaan di luar lembaga;

2) pelayanan masyarakat; atau

3) pengawasan.

c. pelatihan kerja;

d. pembinaan dalam lembaga; dan

e. penjara.24

Apabila dibandingkan dengan ketentuan Pasal 10 KUHP dapat dilihat bahwa

hukuman pokok juga ada empat macam, berupa:

- pidana mati

- pidana penjara

- pidana kurungan

- pidana denda25

Dari perbandingan tersebut tampak bahwa dalam Undang-Undang Sistem

Peradilan Pidana Anak, tidak menghendaki seorang anak dijatuhi pidana pokok

yaitu berupa pidana mati. Sebagaimana diketahui dalam memeriksa dan mengadili

perkara anak, harus memperhatikan kepentingan anak.

Anak merupakan generasi muda yang berpotensi sebagai penerus cita-cita

perjuangan bangsa, yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

24

Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak 25

Lihat Pasal 10 KUHP

Page 83: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

73

menjamin pertumbuhan perkembangan fisik dan mentalnya. Oleh karena itu kalau

seorang anak dijatuhi pidana mati, nantinya tidak mungkin terpidana akan

mendapat pembinaan ke masa depan dan tidak mungkin akan memperbaiki

dirinya dari kesalahan yang telah lalu. Demikian pula dengan pidana seumur

hidup, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tidak menginginkannya sama sekali.

Sedangkan mengenai pidana tambahan berdasarkan Pasal 71 ayat (2) ada

dua macam, yaitu:

(2) Pidana tambahan terdiri atas:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau

b. pemenuhan kewajiban adat.26

Kemudian tentang hukuman tambahan dalam Pasal 10 KUHP terdapat tiga

macam, yaitu berupa:

- Pencabutan beberapa hak yang tertentu.

- Perampasan barang tertentu.

- Pengumuman keputusan hakim.27

Dari perbandingan pidana tambahan diatas, tampak Undang-Undang Sistem

Peradilan Pidana Anak tidak menghendaki adanya ketentuan pencabutan hak yang

dimikili seorang anak. Pada umumnya anak pekerjaannya atau kegiatannya adalah

sekolah, kalau ini merupakan hak seorang anak, maka kalau ada anak terlibat

kejahatan dan kemudian oleh hakim dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan

26

Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak 27

Lihat Pasal 10 KUHP

Page 84: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

74

hak untuk menjadi siswa sekolah, malah nantinya hukuman ini mengakibatkan

keadaan buruk bagi anak yang bersangkutan.28

Anak yang dicabut haknya sebagai siswa sekolah, akibat praktis tidak dapat

sekolah. Ia dikeluarkan sekolah dan tidak dapat masuk sekolah lagi meskipun

disekolah lain. Akibat selanjutnya ia akan frustasi dan menjadi anak bodoh. Hal

yang demikian tidak sejalan dengan tujuan negara yang hendak mencerdaskan

kehidupan bangsa. Padahal meskipun anak dijatuhi hukuman pidana, masih

mungkin untuk memperbaiki dirinya dan meneruskan sekolah sampai sarjana serta

masih dapat diharapkan untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi

bangsa dan negara.29

Dalam Hukum Islam sanksi pidana atau hukuman dikenal dengan istilah

“uqûbah”. Pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir

Audah adalah:

نامرالشارعاعلىعصيرلمصلحةالجماعةالعقوبةىىالجزاءمقر

Artinya: Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan

masyarakat, karena adanya pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan-

ketentuan syara‟.30

Allah SWT telah menatapkan hukum-hukum „uqûbah (pidana, sanksi, dan

pelanggaran) dalam peraturan Islam sebagai “pencegah” dan “penebus”.31

Para

28

Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, (Bandung: Mandar

Maju, 2005), h. 7 29

Ibid., h.8 30

Abdul Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jina‟ Al-Islami, (Juz I, Muassasah arrisalah, t.th.), h.

80 31

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Sinar

Grafika, 2004), h.9

Page 85: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

75

ulama atau para ahli hukum Islam membagi jenis-jenis atau bentuk-bentuk hukum

pidana Islam menjadi hudûd, qishash, diyat, dan ta‟zîr.

1. Hudûd

Hudûd adalah hukuman kejahatan yang telah ditetukan kadarnya sebagai

hak Allah, baik kualitas maupun kuantitasnya telah ditentukan dan tidak

mengenal tingkatan. Kejahatan yang diancam dengan hukuman had ini

adalah zina, tuduhan palsu zina, minum khamar, pencurian, perampokan,

pemberontakan, dan murtad.

2. Qishâsh

Jenis dan hukuman pidana qishâsh telah ditentukan, sama halnya dengan

pidana hudûd, hanya saja qishâsh menjadi hak adamiy yang membuka

kesempatan pemaafan bagi pelaku oleh orang yang menjadi korban, wali,

atau ahli warisnya. Jadi, dalam qishâsh korban atau ahli warisnya dapat

memaafkan pelaku dengan meniadakan qishâsh dan menggantinya dengan

diyat (denda/ganti rugi) atau bahkan meniadakan diyat sama sekali.

Contoh dari hukuman qishsâsh adalah pembunuhan sengaja (qatl al-

„amdi), pelukaan sengaja (jarh al-„amdi), dan menghilangkan anggota

tubuh dengan sengaja.

3. Diyat

Diyat atau ganti rugi merupakan hukuman pengganti dari hukuman pokok

(qishâsh) yang apabila pelakunya dimaafkan atau adanya suatu sebab

syar‟i yang menghalangi atau mencegah qishâsh. oleh karena itu diyat dan

qishâsh mempunyai hubungan yang sangat erat. Contoh dari hukum diyat

Page 86: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

76

adalah pembunuhan semi sengaja (qatl sibh al-„amdi), pembunuhan tidak

sengaja, pelukaan tidak sengaja, dan menghilangkan anggota badan yang

tidak disengaja.

4. Ta‟zîr

Ta‟zîr merupakan bentuk hukuman yang tidak ditentukan kadar

batasannya oleh syara‟ sebagaimana had, qishâsh, dan diyat, dan yang

menetukan hukumannya adalah hakim dan menjadi kekuasaan waliyul

amri.32

Dalam hukuman ta‟zîr, hakim dapat memilih hukuman yang lebih

tepat bagi pelaku, sesuai dengan kondisi pelaku, situasi dan tempat

kejahatan.33

Bentuk pidana ta‟zîr merupakan pengembangan lebih lanjut dari gagasan

pemidaan dalam Alqur‟an dan Sunnah, khusunya terhadap bentuk-bentuk tindak

pidana yang tidak atau belum diatur dalam kedua sumber hukum itu, tetapi

kenyataannya memerlukan pengaturan tertentu yang bersifat pidana. Hal ini

dimungkinkan, karena ketentuan-ketentuan pidana yang secara tegas diatur dalam

Al-Qur‟an dan cotoh-contoh dari Nabi memang masih terbatas kepada kenyataan

empiris di zaman Nabi, sedangkan kebutuhan masyarakat semakin hari semakin

kompleks dan berkembang, karena bentuk-bentuk dan jenis-jenis kejahatan

semakin menjadi kompleks. Oleh karena itu adanya pidana ta‟zîr ini sebagai

32

Abdul Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jina‟ Al-Islami, (Juz I, Muassasah arrisalah, t.th.), h.

81 33

Abu Hasan al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, (Kairo: Mustafa al-Bab al-Halabi,

1966), h.273

Page 87: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

77

produk ijtihad para ahli hukum dan hakim, sangat perlu untuk dikaji dan

dijabarkan secara lebih luas.34

Dalam persepektif hukum pidana Islam, jenis hukuman yang dijatuhkan

kepada anak yang melakukan tindak pidana, sebagaimana ditegaskan dalam

pembahasan sebelumnya, sangat tergantung kepada kemampuanya untuk

mempertanggungjawabkan perbuatanya. Adapun jenis hukuman yang diberikan

adalah hukuman pokok dalam tindak pidana qishâsh-diyat, yakni hukuman

qishâsh dan hukuman pengganti, yakni membayar diyat ( denda).

Penting ditegaskan bahwa hukuman qishâsh dan diyat sangat terkait

dengan jenis perbuatan pidana. Sebagaimana dimaklumi bahwa kategori usia

anak-anak (ash-shobiyyun) tidaklah sama dengan kategori dewasa (mukallafun).

Kategori anak-anak dalam hukum Islam tidak termasuk kategori yang diwajibkan

hukum padanya (laysa lahu khilabun).35

Maka, kalaupun mereka melakukan tindak pidana, hal itu tidak disebut

sebagai perbuatan pidana sempurna. Maksudnya, terdapat pengecualian hukuman

bagi mereka. Hukuman bagi kategori shobiyyun adalah wujûd ad-dhaman fî

mâlihi (kewajiban membayar ganti rugi dari hartanya). Begitupun hakim memiliki

kekuasaan untuk melihat secara jernih dan proporsional tingkat intensitas

perbuatan dan kematangan pola pikir anak. Hakim dapat saja berpandangan lain,

manakala terdapat indikator kuat bahwa kematangan pola pikir anak tercermin

dari perbuatan pidana yang dilakukannya. Di sinilah hukuman ta‟zîr atau dapat

34

A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (cet.II Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.

398 35

Ibid., h.399

Page 88: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

78

pula diartikan sebagai ta‟dîb atau pelajaran dapat pula dikenakan kepada

mereka.36

Sedangkan untuk kategori tindak pidana ta‟zîr, hakim memiliki

kewenangan penuh untuk menjatuhkan hukuman termasuk jenis hukuman kepada

anak sebagai pelaku tindak pidana. Ketentuan dalam hukum Islam hanya

menyebutkan bahwa melalui pertimbangan hakim tersebut, maka batasan

hukuman tidak tertentu, dari hukuman yang terendah sampai hukuman yang

tertinggi.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pertanggungjawaban pidana atas

tindak pidana yang dilakukan anak-anak tidaklah semat-mata sebagai persoalan

yuridis, tetapi juga persoalan psikologis, sosiologis, pedagogis, dan faktor

kemaslahatan bagi anak. Kaum anak dalam batasan umur yang disebutkan di atas,

wajib mendapatkan perlindungan hukum, sekalipun mereka harus

mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukan.

36

Abdul Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jina‟ Al-Islami, (Juz I, Muassasah arrisalah, t.th.), h.

80

Page 89: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

79

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka akhir dari penulisan

skripsi ini dapat di tarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan :

1. Pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak-anak

dalam persepktif hukum pidana positif di kenal dengan criminal responsibility

berlaku sebagaimana lazimnya pada orang dewasa. Hanya saja tindak pidana

tersebut di golongkan kepada perilaku anak-anak, sehingga anak sebagai

pelaku pidana teresebut sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. UU

Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur

tentang mekanisme peradilan anak, baik dalam konteks hukum materil

maupun hukum formil.

2. Pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak-anak

dalam perspektif hukum pidana Islam dikenal dengan istilah al-mas’ûliyyah

al-jinâiyyah berlaku sebagaimana lazimnya pada orang dewasa. Hanya saja

terdapat pembatasan keberlakuannya yang disesuaikan dengan umur anak dan

kematangan pola pikir anak. Dua kategori penting yang harus diperhatikan

adalah adanya unsur irâdah ( keinginan/maksud) dan ikhtiyar (kompetensi).

3. Persamaan antara hukum pidana positif dengan hukum pidana Islam adalah

bahwa kondisi masa anak-anak merupakan alasan pembenar untuk

mengurangi dan menghapuskan hukuman. Kedua sistem hukum juga sama

dalam memandang adanya batasan tentang usia yang termasuk kategori anak-

anak. Akan tetapi ditemukan perbedaan antara hukum pidana positif dan

Page 90: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

80

hukum pidana Islam bahwa dalam hukum pidana positif, khususnya dalam

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

telah menggariskan batas usia seseorang dalam kategori anak, yakni minimal

12 (dua belas) tahun maksimal 18 (delapan belas) tahun. Pertimbangan-

pertimbangan lain seperti pertimbangan psikologis, sosiologis dan pedadogis

ini patut diberikan dalam menyelesaikan perbuatan pidana yang dilakukan

oleh anak-anak. Hal yang lebih menarik adalah usia pertanggungjawaban

anak, penjatuhan hukuman tindakan untuk anak yang berusia dibawah 14

(empat belas) tahun dan penjatuhan pidana untuk anak telah mencapai usia 14

(empat belas) tahun sampai usia 18 (delapan belas) tahun. Batas usia ini

muncul sebagai konsekuensi pembatasan usia dengan melihat

kencenderungan perkembangan psikologis anak. Dan menurut perspektif

hukum pidana Islam bahwa hukum pidana Islam memandang batas usia tidak

serta merta menjadi alasan penjatuhan hukuman, selain usia hal kematangan

pola pikir dan mental rohani turut menjadi faktor penting dalam

mengkualifikasi status sebagai anak.

B. Saran

1. Pertanggungjawaban pidana merupakan elemen penting dalam upaya

penegakan dan kepastian hukum. Maka dalam konteks pelaku pidana dalam

kategori usia anak-anak dibutuhkan sebuah kepastian hukum dalam rangka

penegakan hukum yang adil dan beradab. Maka, diharapkan kepada penegak

hukum agar menerapkan prinsip kemaslahatan terbesar bagi anak.

2. Bagi aparatur hukum diharapkan memiliki pengetahuan psikologi hukum

yang dapat menopang ketajaman dan pertimbangan hukum sehingga kasus-

Page 91: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

81

kasus pidana yang dilakukan anak-anak, tidak saja memenuhi unsur

formalitas yuridis, tetapi juga dapat memenuhi rasa keadilan dan kepastian

hukum di tengah-tengah masyarakat.

3. Dalam kerangka penguatan sistem hukum pidana nasional, maka penelitian

terhadap khazanah sistem hukum pidana Islam harus terus dilakukan. Telah

menjadi keyakinan dan konsensus nasional terpenting bersama dengan sistem

hukum nasional. Maka kepada para sarjana hukum dan sarjana hukum Islam

agar dapat menjadikan kedua sistem hukum pidana ini sebagai kajian

akademik unuk melahirkan seperangkat sistem hukum pidana nasional yang

kuat dan tangguh.

Page 92: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

82

DAFTAR PUSTAKA

Ababil,Jufri Bulian. Raju Yang Diburu Buruknya Peradilan Anak Di Indonesia,

(Jogjakarta:Pondok Edukasi), 2006

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Usia Tiga Tahun Pertama

(Psikologi Atitima), (Bandung: Refika Aditama, 2007)

Al -Amidi , Saifuddin Abul Hasan Ali Ibn Muhammad, al- ihkam fi Usul al-

Ahkam , juz I ( Mesir : Musthafa al-Babi ,al-Halaby, tt)

Al Faruk, Assadulloh.Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2009)

Al-Anshari, Jamaludin Muhammad bin Mukram. Lisan al-Arab, (Kairo:

Muassasah al-Misriyah, t.t.), Jilid 13

Ali, Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta :Sinar Grafika, 2011)

Al-Jaziri, Abdurrahman, Al-Fiqh Ala Mazahib Al- Arbaah, (Al-Maktabah Al-

Tijariyah Al-Kubra, Beirut, 1972)

Al-kahlani,Muhammad Ibn Ismail, Subul as-Salam; Syarh Bulugh al-Maram, juz

III (Mesir :Mustafa al-Babi al-Halabi, 1960)

Al-Mawardi, Abu Hasan.al-Ahkam al-Sulthaniyah, (Kairo: Mustafa al-Bab al-

Halabi, 1966)

Al-Munawir, Ahmad Warson.al-Munawir, (Jakarta: Penerbit tidak ditemukan,

1984)

Aqsa, Al-Ghiffari dan Muhammad Isnur, Mengawal Perlindungan Anak

Berhadapan Dengan Hukum, (Jakarta: LBH Jakarta, 2012)

Ar-Ramli, Muhammad Syihabuddin.Nihayat al-Muhtaj ‘ala Syarh al –minhaj, juz

V ( Mesir : Musthafa al-Babi Al-Halaby, tt)

Audah, Abdul Qadir, At-Tasyri’ Al-Jina’ Al-Islami, (Juz I, Muassasah arrisalah,

t.th.)

Az-Zuhaily, Wahbah, al-fiqh al-Islamy wa Adilatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989),

VI

Beik, Khudlari.Ushul Fiqh, (Maktabah Al-Tijariyah Al-Kubra, Mesir, 1979)

Page 93: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

83

Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada)

Dahlan, Abd. Rahman, Ushul Fiqh, ( Jakarta: Amzah, 2010)

Hanafi, A. Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (cet. II Jakarta: Bulan Bintang, 1976)

Hidayat, Bunadi, Pemidanaan Anak di Bawah Umur, (Bandung: PT. Alumni,

2010)

Khalaf, Abd. Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, (Majlis A’la Indonesia, Jakarta)

Khatib, Muhammad Syarbani, Mughi al-Muhtaj Ila –Ma’rifat , Ma’ani Alfadz

Minhaj ‘ala Matan Minhaj an-Nawawi, juz II ( kairo : Dar al- Fikr, 1958)

Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Roda Karya,

2004)

Mundhir, Ibnu, Lisan al-Arab,(Beirut: Darul Ma’arif, t.t.), Jilid 5

Muslich, Ahmad Wardi.Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2004)

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, (Jakarta:Raja

Grafindo Persada,2011)

Penney Upton,Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga,2012

Prakoso, Djoko.Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Edisi Pertama, (

Yogyakarta : Liberty Yogyakarta, 1987 )

Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2012)

S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya,Cet IV, (

Jakarta :Alumni Ahaem-Peteheam,1996)

Sabiq, Sayid, Fiqh Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, t.t.), Jilid 10, Cet ke-3

Salam, Moch. Faisal, Hukum Acara Peradilan Anak Di Indonesia,(Bandung :

Mandar Maju, 2005)

Santoso, Topo, Menggagas Hukum Pidana Islam,;Penerapan Syariat Islam

Dalam Konteks Modernitas, Cet . Kedua, (Bandung : Asy Syaamil Press

&Grafika,2001)

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), Cet.

Ke-3

Page 94: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

84

Soekito, Sri Widowati Wiratmo, Anak dan Wanita dalam Hukum, (Jakarta:

LP3ES, 1983)

Suharto, R.M., Hukum Pidana Materiil, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002)

Suma, M. Amin dkk, Pidana Islam di Indonesia Peluang, Prospek dan

Tantangan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001)

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997)

Supramono, Gatot, Hukum Acara Pengadilan Anak, ( Jakarta: Djambatan,2007)

Sutedjo, Wagiati, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2006)

Thohir, Muhammad.Seminar Kesehatan Anak, (Rumah Sakit Islam Surabaya,

1993)

Widyana, I Made, Asas-Asas Hukum Pidana,( Jakarta:Fikahati Aneska, 2010)

Yafie, Ali, Ahmad Sukarja ,Muhammad Amin Suma, dkk, Ensiklopedi Hukum

Pidana Islam, Edisi Indonesia

Zahrah, Muh. Abu.Ushul Fiqh, (Dar Al-Fikr, Beirut, t.th.)

Zahrotun Nihayah, dkk., Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan

Islam, ( Jakarta: UIN Jakarta Press)

Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009),

Page 95: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan

Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat

sebagai manusia seutuhnya;

b. bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak

berhak mendapatkan pelindungan khusus, terutama

pelindungan hukum dalam sistem peradilan;

c. bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi

Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)

yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap

anak mempunyai kewajiban untuk memberikan

pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan

dengan hukum;

d. bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat

karena belum secara komprehensif memberikan

pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan

hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang

baru;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf

d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak;

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28B ayat (2), Pasal

28G, dan Pasal 28I Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang- . . .

Page 96: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 2 -

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3886);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);

5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang

Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PERADILAN

PIDANA ANAK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan

proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan

dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai

dengan tahap pembimbingan setelah menjalani

pidana.

2. Anak . . .

Page 97: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 3 -

2. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak

yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi

korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi

tindak pidana.

3. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang

selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah

berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur

18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan

tindak pidana.

4. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang

selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang

belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang

mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau

kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak

pidana.

5. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang

selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang

belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat

memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

pengadilan tentang suatu perkara pidana yang

didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

6. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara

tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,

keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait

untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil

dengan menekankan pemulihan kembali pada

keadaan semula, dan bukan pembalasan.

7. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara

Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar

peradilan pidana.

8. Penyidik adalah penyidik Anak.

9. Penuntut Umum adalah penuntut umum Anak.

10. Hakim adalah hakim Anak.

11. Hakim Banding adalah hakim banding Anak.

12. Hakim Kasasi adalah hakim kasasi Anak.

13. Pembimbing . . .

Page 98: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 4 -

13. Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat

fungsional penegak hukum yang melaksanakan

penelitian kemasyarakatan, pembimbingan,

pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di

dalam dan di luar proses peradilan pidana.

14. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang

bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun

swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi

pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan

sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan,

dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial

untuk melaksanakan tugas pelayanan dan

penanganan masalah sosial Anak.

15. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang

dididik dan dilatih secara profesional untuk

melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan

masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja,

baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang

ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan

sosial Anak.

16. Keluarga adalah orang tua yang terdiri atas ayah,

ibu, dan/atau anggota keluarga lain yang dipercaya

oleh Anak.

17. Wali adalah orang atau badan yang dalam

kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai

orang tua terhadap anak.

18. Pendamping adalah orang yang dipercaya oleh Anak

untuk mendampinginya selama proses peradilan

pidana berlangsung.

19. Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya

adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum,

baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang

memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

20. Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya

disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat Anak

menjalani masa pidananya.

21. Lembaga . . .

Page 99: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 5 -

21. Lembaga Penempatan Anak Sementara yang

selanjutnya disingkat LPAS adalah tempat sementara

bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.

22. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang

selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau

tempat pelayanan sosial yang melaksanakan

penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.

23. Klien Anak adalah Anak yang berada di dalam

pelayanan, pembimbingan, pengawasan, dan

pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan.

24. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut

Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan

yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian

kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan

pendampingan.

Pasal 2

Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan

asas:

a. pelindungan;

b. keadilan;

c. nondiskriminasi;

d. kepentingan terbaik bagi Anak;

e. penghargaan terhadap pendapat Anak;

f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;

g. pembinaan dan pembimbingan Anak;

h. proporsional;

i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai

upaya terakhir; dan

j. penghindaran pembalasan.

Pasal 3

Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:

a. diperlakukan secara manusiawi dengan

memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;

b. dipisahkan . . .

Page 100: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 6 -

b. dipisahkan dari orang dewasa;

c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara

efektif;

d. melakukan kegiatan rekreasional;

e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan

lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan

derajat dan martabatnya;

f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali

sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling

singkat;

h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang

objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang

tertutup untuk umum;

i. tidak dipublikasikan identitasnya;

j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang

yang dipercaya oleh Anak;

k. memperoleh advokasi sosial;

l. memperoleh kehidupan pribadi;

m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;

n. memperoleh pendidikan;

o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan

p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

(1) Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak:

a. mendapat pengurangan masa pidana;

b. memperoleh asimilasi;

c. memperoleh cuti mengunjungi keluarga;

d. memperoleh pembebasan bersyarat;

e. memperoleh cuti menjelang bebas;

f. memperoleh cuti bersyarat; dan

g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Hak . . .

Page 101: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 7 -

(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan

kepada Anak yang memenuhi persyaratan

sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 5

(1) Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan

pendekatan Keadilan Restoratif.

(2) Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi:

a. penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan, kecuali ditentukan lain

dalam Undang-Undang ini;

b. persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan

di lingkungan peradilan umum; dan

c. pembinaan, pembimbingan, pengawasan,

dan/atau pendampingan selama proses

pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah

menjalani pidana atau tindakan.

(3) Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib

diupayakan Diversi.

BAB II

DIVERSI

Pasal 6

Diversi bertujuan:

a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak;

b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;

c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;

d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan

e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Pasal 7 . . .

Page 102: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 8 -

Pasal 7

(1) Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib

diupayakan Diversi.

(2) Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang

dilakukan:

a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7

(tujuh) tahun; dan

b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Pasal 8

(1) Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan

melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban

dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing

Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional

berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.

(2) Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga

Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.

(3) Proses Diversi wajib memperhatikan:

a. kepentingan korban;

b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;

c. penghindaran stigma negatif;

d. penghindaran pembalasan;

e. keharmonisan masyarakat; dan

f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Pasal 9

(1) Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam

melakukan Diversi harus mempertimbangkan:

a. kategori tindak pidana;

b. umur Anak;

c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan

d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

(2) Kesepakatan . . .

Page 103: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 9 -

(2) Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan

korban dan/atau keluarga Anak Korban serta

kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:

a. tindak pidana yang berupa pelanggaran;

b. tindak pidana ringan;

c. tindak pidana tanpa korban; atau

d. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah

minimum provinsi setempat.

Pasal 10

(1) Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak

pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana

ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai

kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum

provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (2) dapat dilakukan oleh penyidik

bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing

Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh

masyarakat.

(2) Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi

Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk:

a. pengembalian kerugian dalam hal ada korban;

b. rehabilitasi medis dan psikososial;

c. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

d. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di

lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3

(tiga) bulan; atau

e. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.

Pasal 11

Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:

a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;

b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;

c. keikutsertaan . . .

Page 104: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 10 -

c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di

lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga)

bulan; atau

d. pelayanan masyarakat.

Pasal 12

(1) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11 dituangkan dalam bentuk kesepakatan

Diversi.

(2) Hasil kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) disampaikan oleh atasan langsung

pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat

pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan

daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga)

hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh

penetapan.

(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari

terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi.

(4) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan,

Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu

paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.

(5) Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud

pada ayat (4), Penyidik menerbitkan penetapan

penghentian penyidikan atau Penuntut Umum

menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.

Pasal 13

Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal:

a. proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau

b. kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.

Pasal 14 . . .

Page 105: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 11 -

Pasal 14

(1) Pengawasan atas proses Diversi dan pelaksanaan

kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan

langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap

tingkat pemeriksaan.

(2) Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan

kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing

Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan,

pembimbingan, dan pengawasan.

(3) Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan

dalam waktu yang ditentukan, Pembimbing

Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada

pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(4) Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) wajib menindaklanjuti

laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.

Pasal 15

Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III ACARA PERADILAN PIDANA ANAK

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 16

Ketentuan beracara dalam Hukum Acara Pidana berlaku juga dalam acara peradilan pidana anak, kecuali

ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 17 . . .

Page 106: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 12 -

Pasal 17

(1) Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib

memberikan pelindungan khusus bagi Anak yang

diperiksa karena tindak pidana yang dilakukannya

dalam situasi darurat.

(2) Pelindungan khusus sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilaksanakan melalui penjatuhan sanksi

tanpa pemberatan.

Pasal 18

Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau

Anak Saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial

Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Penyidik,

Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi

bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan

kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan

suasana kekeluargaan tetap terpelihara.

Pasal 19

(1) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi

wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak

ataupun elektronik.

(2) Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak

Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain

yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak

Korban, dan/atau Anak Saksi.

Pasal 20

Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Anak sebelum

genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke

sidang pengadilan setelah Anak yang bersangkutan

melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi

belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak

tetap diajukan ke sidang Anak.

Pasal 21 . . .

Page 107: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 13 -

Pasal 21

(1) Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun

melakukan atau diduga melakukan tindak pidana,

Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja

Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:

a. menyerahkannya kembali kepada orang

tua/Wali; atau

b. mengikutsertakannya dalam program

pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di

instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang

menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di

tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6

(enam) bulan.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diserahkan ke pengadilan untuk ditetapkan dalam

waktu paling lama 3 (tiga) hari.

(3) Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap

pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan

pembimbingan kepada Anak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b.

(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) Anak dinilai masih memerlukan pendidikan,

pembinaan, dan pembimbingan lanjutan, masa

pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat

diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.

(5) Instansi pemerintah dan LPKS sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menyampaikan

laporan perkembangan anak kepada Bapas secara

berkala setiap bulan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara

pengambilan keputusan serta program pendidikan,

pembinaan, dan pembimbingan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 22 . . .

Page 108: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 14 -

Pasal 22

Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing

Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum

lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak,

Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga

atau atribut kedinasan.

Pasal 23

(1) Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak wajib

diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh

Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(2) Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Korban atau

Anak Saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau

orang yang dipercaya oleh Anak Korban dan/atau

Anak Saksi, atau Pekerja Sosial.

(3) Dalam hal orang tua sebagai tersangka atau terdakwa

perkara yang sedang diperiksa, ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku

bagi orang tua.

Pasal 24

Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama

dengan orang dewasa atau anggota Tentara Nasional

Indonesia diajukan ke pengadilan Anak, sedangkan orang

dewasa atau anggota Tentara Nasional Indonesia diajukan

ke pengadilan yang berwenang.

Pasal 25

(1) Register perkara Anak dan Anak Korban wajib dibuat

secara khusus oleh lembaga yang menangani perkara

Anak.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman register

perkara anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua . . .

Page 109: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 15 -

Bagian Kedua

Penyidikan

Pasal 26

(1) Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh

Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau

pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

(2) Pemeriksaan terhadap Anak Korban atau Anak Saksi

dilakukan oleh Penyidik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1).

(3) Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. telah berpengalaman sebagai penyidik;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan

memahami masalah Anak; dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan

Anak.

(4) Dalam hal belum terdapat Penyidik yang memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),

tugas penyidikan dilaksanakan oleh penyidik yang

melakukan tugas penyidikan tindak pidana yang

dilakukan oleh orang dewasa.

Pasal 27

(1) Dalam melakukan penyidikan terhadap perkara Anak,

Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari

Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana

dilaporkan atau diadukan.

(2) Dalam hal dianggap perlu, Penyidik dapat meminta

pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan,

psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial

Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan

tenaga ahli lainnya.

(3) Dalam . . .

Page 110: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 16 -

(3) Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap Anak

Korban dan Anak Saksi, Penyidik wajib meminta

laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau

Tenaga Kesejahteraan Sosial setelah tindak pidana

dilaporkan atau diadukan.

Pasal 28

Hasil Penelitian Kemasyarakatan wajib diserahkan oleh

Bapas kepada Penyidik dalam waktu paling lama 3 x 24

(tiga kali dua puluh empat) jam setelah permintaan

penyidik diterima.

Pasal 29

(1) Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu

paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai.

(2) Proses Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah

dimulainya Diversi.

(3) Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai

kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara

Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua

pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.

(4) Dalam hal Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan

penyidikan dan melimpahkan perkara ke Penuntut

Umum dengan melampirkan berita acara Diversi dan

laporan penelitian kemasyarakatan.

Bagian Ketiga

Penangkapan dan Penahanan

Pasal 30

(1) Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna

kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh

empat) jam.

(2) Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang

pelayanan khusus Anak.

(3) Dalam . . .

Page 111: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 17 -

(3) Dalam hal ruang pelayanan khusus Anak belum ada

di wilayah yang bersangkutan, Anak dititipkan di

LPKS.

(4) Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara

manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai

dengan umurnya.

(5) Biaya bagi setiap Anak yang ditempatkan di LPKS

dibebankan pada anggaran kementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

sosial.

Pasal 31

(1) Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik

berkoordinasi dengan Penuntut Umum.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dalam waktu paling lama 1 X 24 (satu kali

dua puluh empat) jam sejak dimulai penyidikan.

Pasal 32

(1) Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan

dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang

tua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan

melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau

merusak barang bukti, dan/atau tidak akan

mengulangi tindak pidana.

(2) Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan

dengan syarat sebagai berikut:

a. Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau

lebih; dan

b. diduga melakukan tindak pidana dengan

ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau

lebih.

(3) Syarat penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) harus dinyatakan secara tegas dalam surat

perintah penahanan.

(4) Selama . . .

Page 112: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 18 -

(4) Selama Anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani,

dan sosial Anak harus tetap dipenuhi.

(5) Untuk melindungi keamanan Anak, dapat dilakukan

penempatan Anak di LPKS.

Pasal 33

(1) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32

untuk kepentingan penyidikan dilakukan paling lama

7 (tujuh) hari.

(2) Jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) atas permintaan Penyidik dapat

diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 8

(delapan) hari.

(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi

hukum.

(4) Penahanan terhadap Anak dilaksanakan di LPAS.

(5) Dalam hal tidak terdapat LPAS, penahanan dapat

dilakukan di LPKS setempat.

Pasal 34

(1) Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan

penuntutan, Penuntut Umum dapat melakukan

penahanan paling lama 5 (lima) hari.

(2) Jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) atas permintaan Penuntut Umum dapat

diperpanjang oleh Hakim pengadilan negeri paling

lama 5 (lima) hari.

(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi

hukum.

Pasal 35 . . .

Page 113: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 19 -

Pasal 35

(1) Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan

pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim dapat

melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari.

(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

atas permintaan Hakim dapat diperpanjang oleh

ketua pengadilan negeri paling lama 15 (lima belas)

hari.

(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) telah berakhir dan Hakim belum memberikan

putusan, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.

Pasal 36

Penetapan pengadilan mengenai penyitaan barang bukti

dalam perkara Anak harus ditetapkan paling lama 2 (dua)

hari.

Pasal 37

(1) Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan

pemeriksaan di tingkat banding, Hakim Banding

dapat melakukan penahanan paling lama 10

(sepuluh) hari.

(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

atas permintaan Hakim Banding dapat diperpanjang

oleh ketua pengadilan tinggi paling lama 15 (lima

belas) hari.

(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) telah berakhir dan Hakim

Banding belum memberikan putusan, Anak wajib

dikeluarkan demi hukum.

Pasal 38 . . .

Page 114: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 20 -

Pasal 38

(1) Dalam hal penahanan terpaksa dilakukan untuk

kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi, Hakim

Kasasi dapat melakukan penahanan paling lama 15

(lima belas) hari.

(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

atas permintaan Hakim Kasasi dapat diperpanjang

oleh Ketua Mahkamah Agung paling lama 20 (dua

puluh) hari.

(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) telah berakhir dan Hakim Kasasi

belum memberikan putusan, Anak wajib dikeluarkan

demi hukum.

Pasal 39

Dalam hal jangka waktu penahanan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), Pasal 34 ayat (3), Pasal

35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3) telah

berakhir, petugas tempat Anak ditahan harus segera

mengeluarkan Anak demi hukum.

Pasal 40

(1) Pejabat yang melakukan penangkapan atau

penahanan wajib memberitahukan kepada Anak dan

orang tua/Wali mengenai hak memperoleh bantuan

hukum.

(2) Dalam hal pejabat tidak melaksanakan ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penangkapan

atau penahanan terhadap Anak batal demi hukum.

Bagian Keempat . . .

Page 115: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 21 -

Bagian Keempat

Penuntutan

Pasal 41

(1) Penuntutan terhadap perkara Anak dilakukan oleh

Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan

Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang

ditunjuk oleh Jaksa Agung.

(2) Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut

Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. telah berpengalaman sebagai penuntut umum;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan

memahami masalah Anak; dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan

Anak.

(3) Dalam hal belum terdapat Penuntut Umum yang

memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), tugas penuntutan dilaksanakan oleh

penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan

bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang

dewasa.

Pasal 42

(1) Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling

lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara

dari Penyidik.

(2) Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(3) Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai

kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita

acara Diversi beserta kesepakatan Diversi kepada

ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.

(4) Dalam hal Diversi gagal, Penuntut Umum wajib

menyampaikan berita acara Diversi dan melimpahkan

perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan

hasil penelitian kemasyarakatan.

Bagian Kelima . .

.

Page 116: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 22 -

Bagian Kelima

Hakim Pengadilan Anak

Paragraf 1

Hakim Tingkat Pertama

Pasal 43

(1) Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara

Anak dilakukan oleh Hakim yang ditetapkan

berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung

atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua

Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan negeri

yang bersangkutan melalui ketua pengadilan tinggi.

(2) Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. telah berpengalaman sebagai hakim dalam

lingkungan peradilan umum;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan

memahami masalah Anak; dan

c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan

Anak.

(3) Dalam hal belum terdapat Hakim yang memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

tugas pemeriksaan di sidang Anak dilaksanakan oleh

hakim yang melakukan tugas pemeriksaan bagi

tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Pasal 44

(1) Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam

tingkat pertama dengan hakim tunggal.

(2) Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan

pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis

dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana

penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit

pembuktiannya.

(3) Dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh

seorang panitera atau panitera pengganti.

Paragraf 2 . . .

Page 117: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 23 -

Paragraf 2

Hakim Banding

Pasal 45

Hakim Banding ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua

Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan tinggi yang

bersangkutan.

Pasal 46

Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Banding, berlaku

syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2).

Pasal 47

(1) Hakim Banding memeriksa dan memutus perkara

Anak dalam tingkat banding dengan hakim tunggal.

(2) Ketua pengadilan tinggi dapat menetapkan

pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis

dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana

penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit

pembuktiannya.

(3) Dalam menjalankan tugasnya, Hakim Banding

dibantu oleh seorang panitera atau seorang panitera

pengganti.

Paragraf 3

Hakim Kasasi

Pasal 48

Hakim Kasasi ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua

Mahkamah Agung.

Pasal 49

Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Kasasi, berlaku

syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2).

Pasal 50 . . .

Page 118: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 24 -

Pasal 50

(1) Hakim Kasasi memeriksa dan memutus perkara Anak

dalam tingkat kasasi dengan hakim tunggal.

(2) Ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan

pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis

dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana

penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit

pembuktiannya.

(3) Dalam menjalankan tugasnya, Hakim Kasasi dibantu

oleh seorang panitera atau seorang panitera

pengganti.

Paragraf 4

Peninjauan Kembali

Pasal 51

Terhadap putusan pengadilan mengenai perkara Anak

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat

dimohonkan peninjauan kembali oleh Anak, orang

tua/Wali, dan/atau Advokat atau pemberi bantuan

hukum lainnya kepada Ketua Mahkamah Agung sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam

Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

Pasal 52

(1) Ketua pengadilan wajib menetapkan Hakim atau

majelis hakim untuk menangani perkara Anak paling

lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas perkara

dari Penuntut Umum.

(2) Hakim wajib mengupayakan Diversi paling lama 7

(tujuh) hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan

negeri sebagai Hakim.

(3) Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(4) Proses . . .

Page 119: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 25 -

(4) Proses Diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi

pengadilan negeri.

(5) Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai

kesepakatan, Hakim menyampaikan berita acara

Diversi beserta kesepakatan Diversi kepada ketua

pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.

(6) Dalam hal Diversi tidak berhasil dilaksanakan,

perkara dilanjutkan ke tahap persidangan.

Pasal 53

(1) Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus Anak.

(2) Ruang tunggu sidang Anak dipisahkan dari ruang

tunggu sidang orang dewasa.

(3) Waktu sidang Anak didahulukan dari waktu sidang

orang dewasa.

Pasal 54

Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang

dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan

putusan.

Pasal 55

(1) Dalam sidang Anak, Hakim wajib memerintahkan

orang tua/Wali atau pendamping, Advokat atau

pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing

Kemasyarakatan untuk mendampingi Anak.

(2) Dalam hal orang tua/Wali dan/atau pendamping

tidak hadir, sidang tetap dilanjutkan dengan

didampingi Advokat atau pemberi bantuan hukum

lainnya dan/atau Pembimbing Kemasyarakatan.

(3) Dalam hal Hakim tidak melaksanakan ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sidang Anak

batal demi hukum.

Pasal 56 . . .

Page 120: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 26 -

Pasal 56

Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan

sidang tertutup untuk umum, Anak dipanggil masuk

beserta orang tua/Wali, Advokat atau pemberi bantuan

hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 57

(1) Setelah surat dakwaan dibacakan, Hakim

memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan

membacakan laporan hasil penelitian

kemasyarakatan mengenai Anak yang bersangkutan

tanpa kehadiran Anak, kecuali Hakim berpendapat

lain.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:

a. data pribadi Anak, keluarga, pendidikan, dan

kehidupan sosial;

b. latar belakang dilakukannya tindak pidana;

c. keadaan korban dalam hal ada korban dalam

tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa;

d. hal lain yang dianggap perlu;

e. berita acara Diversi; dan

f. kesimpulan dan rekomendasi dari Pembimbing

Kemasyarakatan.

Pasal 58

(1) Pada saat memeriksa Anak Korban dan/atau Anak

Saksi, Hakim dapat memerintahkan agar Anak

dibawa keluar ruang sidang.

(2) Pada saat pemeriksaan Anak Korban dan/atau Anak

Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang

tua/Wali, Advokat atau pemberi bantuan hukum

lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap

hadir.

(3) Dalam . . .

Page 121: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 27 -

(3) Dalam hal Anak Korban dan/atau Anak Saksi tidak

dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan

sidang pengadilan, Hakim dapat memerintahkan

Anak Korban dan/atau Anak Saksi didengar

keterangannya:

a. di luar sidang pengadilan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh Pembimbing

Kemasyarakatan di daerah hukum setempat dengan dihadiri oleh Penyidik atau Penuntut

Umum dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya; atau

b. melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan

alat komunikasi audiovisual dengan didampingi oleh orang tua/Wali, Pembimbing

Kemasyarakatan atau pendamping lainnya.

Pasal 59

Sidang Anak dilanjutkan setelah Anak diberitahukan mengenai keterangan yang telah diberikan oleh Anak

Korban dan/atau Anak Saksi pada saat Anak berada di luar ruang sidang pengadilan.

Pasal 60

(1) Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim memberikan

kesempatan kepada orang tua/Wali dan/atau

pendamping untuk mengemukakan hal yang

bermanfaat bagi Anak.

(2) Dalam hal tertentu Anak Korban diberi kesempatan

oleh Hakim untuk menyampaikan pendapat tentang

perkara yang bersangkutan.

(3) Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian

kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan

sebelum menjatuhkan putusan perkara.

(4) Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak

dipertimbangkan dalam putusan Hakim, putusan

batal demi hukum.

Pasal 61 . . .

Page 122: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 28 -

Pasal 61

(1) Pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam

sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak

dihadiri oleh Anak.

(2) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi

tetap harus dirahasiakan oleh media massa

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dengan hanya

menggunakan inisial tanpa gambar.

Pasal 62

(1) Pengadilan wajib memberikan petikan putusan pada

hari putusan diucapkan kepada Anak atau Advokat

atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing

Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum.

(2) Pengadilan wajib memberikan salinan putusan paling

lama 5 (lima) hari sejak putusan diucapkan kepada

Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum

lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut

Umum.

BAB IV

PETUGAS KEMASYARAKATAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 63

Petugas kemasyarakatan terdiri atas:

a. Pembimbing Kemasyarakatan;

b. Pekerja Sosial Profesional; dan

c. Tenaga Kesejahteraan Sosial.

Bagian Kedua . . .

Page 123: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 29 -

Bagian Kedua

Pembimbing Kemasyarakatan

Pasal 64

(1) Penelitian kemasyarakatan, pendampingan,

pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak

dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.

(2) Syarat untuk dapat diangkat sebagai Pembimbing

Kemasyarakatan sebagai berikut:

a. berijazah paling rendah diploma tiga (D-3) bidang

ilmu sosial atau yang setara atau telah

berpengalaman bekerja sebagai pembantu

Pembimbing Kemasyarakatan bagi lulusan:

1) sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan

sosial berpengalaman paling singkat 1 (satu)

tahun; atau

2) sekolah menengah atas dan berpengalaman di

bidang pekerjaan sosial paling singkat 3 (tiga)

tahun.

b. sehat jasmani dan rohani;

c. pangkat/golongan ruang paling rendah Pengatur

Muda Tingkat I/ II/b;

d. mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi di

bidang pelayanan dan pembimbingan

pemasyarakatan serta pelindungan anak; dan

e. telah mengikuti pelatihan teknis Pembimbing

Kemasyarakatan dan memiliki sertifikat.

(3) Dalam hal belum terdapat Pembimbing

Kemasyarakatan yang memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas dan

fungsi Pembimbing Kemasyarakatan dilaksanakan

oleh petugas LPKA atau LPAS atau belum

terbentuknya LPKA atau LPAS dilaksanakan oleh

petugas rumah tahanan dan lembaga

pemasyarakatan.

Pasal 65 . . .

Page 124: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 30 -

Pasal 65

Pembimbing Kemasyarakatan bertugas:

a. membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk

kepentingan Diversi, melakukan pendampingan,

pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak

selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan,

termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila

Diversi tidak dilaksanakan;

b. membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk

kepentingan penyidikan, penuntutan, dan

persidangan dalam perkara Anak, baik di dalam

maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan

LPKA;

c. menentukan program perawatan Anak di LPAS dan

pembinaan Anak di LPKA bersama dengan petugas

pemasyarakatan lainnya;

d. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan

pengawasan terhadap Anak yang berdasarkan putusan

pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan

e. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan

pengawasan terhadap Anak yang memperoleh

asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang

bebas, dan cuti bersyarat.

Bagian Ketiga

Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial

Pasal 66

Syarat untuk dapat diangkat sebagai Pekerja Sosial

Profesional sebagai berikut:

a. berijazah paling rendah strata satu (S-1) atau diploma

empat (D-4) di bidang pekerjaan sosial atau

kesejahteraan sosial;

b. berpengalaman kerja paling singkat 2 (dua) tahun di

bidang praktik pekerjaan sosial dan penyelenggaraan

kesejahteraan sosial;

c. mempunyai . . .

Page 125: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 31 -

c. mempunyai keahlian atau keterampilan khusus

dalam bidang pekerjaan sosial dan minat untuk

membina, membimbing, dan membantu Anak demi

kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental,

sosial, dan pelindungan terhadap Anak; dan

d. lulus uji kompetensi sertifikasi Pekerja Sosial

Profesional oleh organisasi profesi di bidang

kesejahteraan sosial.

Pasal 67

Syarat untuk dapat diangkat sebagai Tenaga

Kesejahteraan Sosial sebagai berikut:

a. berijazah paling rendah sekolah menengah atas

pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial atau

sarjana nonpekerja sosial atau kesejahteraan sosial;

b. mendapatkan pelatihan bidang pekerjaan sosial;

c. berpengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun di

bidang praktik pekerjaan sosial dan penyelenggaraan

kesejahteraan sosial; dan

d. mempunyai keahlian atau keterampilan khusus

dalam bidang pekerjaan sosial dan minat untuk

membina, membimbing, dan membantu Anak demi

kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental,

sosial, dan pelindungan terhadap Anak.

Pasal 68

(1) Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan

Sosial bertugas:

a. membimbing, membantu, melindungi, dan

mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi

sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak;

b. memberikan pendampingan dan advokasi sosial;

c. menjadi sahabat Anak dengan mendengarkan

pendapat Anak dan menciptakan suasana

kondusif;

d. membantu proses pemulihan dan perubahan

perilaku Anak;

e. membuat . . .

Page 126: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 32 -

e. membuat dan menyampaikan laporan kepada

Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil

bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap

Anak yang berdasarkan putusan pengadilan

dijatuhi pidana atau tindakan;

f. memberikan pertimbangan kepada aparat

penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi

sosial Anak;

g. mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua,

lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat;

dan

h. melakukan pendekatan kepada masyarakat agar

bersedia menerima kembali Anak di lingkungan

sosialnya.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga

Kesejahteraan Sosial mengadakan koordinasi dengan

Pembimbing Kemasyarakatan.

BAB V

PIDANA DAN TINDAKAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 69

(1) Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai

tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang-

Undang ini.

(2) Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun

hanya dapat dikenai tindakan.

Pasal 70

Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau

keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang

terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan

hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan

tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan

kemanusiaan.

Bagian Kedua . . .

Page 127: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 33 -

Bagian Kedua

Pidana

Pasal 71

(1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:

a. pidana peringatan;

b. pidana dengan syarat:

1) pembinaan di luar lembaga;

2) pelayanan masyarakat; atau

3) pengawasan.

c. pelatihan kerja;

d. pembinaan dalam lembaga; dan

e. penjara.

(2) Pidana tambahan terdiri atas:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari

tindak pidana; atau

b. pemenuhan kewajiban adat.

(3) Apabila dalam hukum materiil diancam pidana

kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda

diganti dengan pelatihan kerja.

(4) Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang

melanggar harkat dan martabat Anak.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara

pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 72

Pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak

mengakibatkan pembatasan kebebasan anak.

Pasal 73

(1) Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim

dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling

lama 2 (dua) tahun.

(2) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan

syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditentukan syarat umum dan syarat khusus.

(3) Syarat . . .

Page 128: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 34 -

(3) Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

adalah Anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi

selama menjalani masa pidana dengan syarat.

(4) Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal

tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim

dengan tetap memperhatikan kebebasan Anak.

(5) Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama

daripada masa pidana dengan syarat umum.

(6) Jangka waktu masa pidana dengan syarat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3

(tiga) tahun.

(7) Selama menjalani masa pidana dengan syarat,

Penuntut Umum melakukan pengawasan dan

Pembimbing Kemasyarakatan melakukan

pembimbingan agar Anak menempati persyaratan

yang telah ditetapkan.

(8) Selama Anak menjalani pidana dengan syarat

sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Anak harus

mengikuti wajib belajar 9 (sembilan) tahun.

Pasal 74

Dalam hal Hakim memutuskan bahwa Anak dibina di luar

lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1)

huruf b angka 1, lembaga tempat pendidikan dan

pembinaan ditentukan dalam putusannya.

Pasal 75

(1) Pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa

keharusan:

a. mengikuti program pembimbingan dan

penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat

pembina;

b. mengikuti terapi di rumah sakit jiwa; atau

c. mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alkohol,

narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

(2) Jika . . .

Page 129: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 35 -

(2) Jika selama pembinaan anak melanggar syarat

khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat

(4), pejabat pembina dapat mengusulkan kepada

hakim pengawas untuk memperpanjang masa

pembinaan yang lamanya tidak melampaui

maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang belum

dilaksanakan.

Pasal 76

(1) Pidana pelayanan masyarakat merupakan pidana

yang dimaksudkan untuk mendidik Anak dengan

meningkatkan kepeduliannya pada kegiatan

kemasyarakatan yang positif.

(2) Jika Anak tidak memenuhi seluruh atau sebagian

kewajiban dalam menjalankan pidana pelayanan

masyarakat tanpa alasan yang sah, pejabat pembina

dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk

memerintahkan Anak tersebut mengulangi seluruh

atau sebagian pidana pelayanan masyarakat yang

dikenakan terhadapnya.

(3) Pidana pelayanan masyarakat untuk Anak dijatuhkan

paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120

(seratus dua puluh) jam.

Pasal 77

(1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada

Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1)

huruf b angka 3 paling singkat 3 (tiga) bulan dan

paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Dalam hal Anak dijatuhi pidana pengawasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak

ditempatkan di bawah pengawasan Penuntut Umum

dan dibimbing oleh Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 78 . . .

Page 130: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 36 -

Pasal 78

(1) Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 71 ayat (1) huruf c dilaksanakan di lembaga

yang melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai

dengan usia Anak.

(2) Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan

paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 79

(1) Pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam

hal Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak

pidana yang disertai dengan kekerasan.

(2) Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan

terhadap Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari

maksimum pidana penjara yang diancamkan

terhadap orang dewasa.

(3) Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku

terhadap Anak.

(4) Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP

berlaku juga terhadap Anak sepanjang tidak

bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 80

(1) Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di

tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang

diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun

swasta.

(2) Pidana pembinaan di dalam lembaga dijatuhkan

apabila keadaan dan perbuatan Anak tidak

membahayakan masyarakat.

(3) Pembinaan dalam lembaga dilaksanakan paling

singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh

empat) bulan.

(4) Anak . . .

Page 131: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 37 -

(4) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari

lamanya pembinaan di dalam lembaga dan tidak

kurang dari 3 (tiga) bulan berkelakuan baik berhak

mendapatkan pembebasan bersyarat.

Pasal 81

(1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila

keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan

masyarakat.

(2) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak

paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum

ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

(3) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak

berumur 18 (delapan belas) tahun.

(4) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari

lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik

berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

(5) Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan

sebagai upaya terakhir.

(6) Jika tindak pidana yang dilakukan Anak

merupakan tindak pidana yang diancam dengan

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,

pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling

lama 10 (sepuluh) tahun.

Bagian Ketiga

Tindakan

Pasal 82

(1) Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak

meliputi:

a. pengembalian kepada orang tua/Wali;

b. penyerahan kepada seseorang;

c. perawatan di rumah sakit jiwa;

d. perawatan di LPKS;

e. kewajiban . . .

Page 132: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 38 -

e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau

pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau

badan swasta;

f. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau g. perbaikan akibat tindak pidana.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1

(satu) tahun.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya,

kecuali tindak pidana diancam dengan pidana

penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 83

(1) Tindakan penyerahan Anak kepada seseorang

dilakukan untuk kepentingan Anak yang

bersangkutan.

(2) Tindakan perawatan terhadap Anak dimaksudkan

untuk membantu orang tua/Wali dalam mendidik

dan memberikan pembimbingan kepada Anak yang

bersangkutan.

BAB VI PELAYANAN, PERAWATAN, PENDIDIKAN,

PEMBINAAN ANAK, DAN PEMBIMBINGAN KLIEN ANAK

Pasal 84

(1) Anak yang ditahan ditempatkan di LPAS.

(2) Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak

memperoleh pelayanan, perawatan, pendidikan dan

pelatihan, pembimbingan dan pendampingan, serta

hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(3) LPAS . . .

Page 133: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 39 -

(3) LPAS wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan

keterampilan, dan pemenuhan hak lain sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian

kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan

program pendidikan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3).

(5) Bapas wajib melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada

ayat (4).

Pasal 85

(1) Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan di

LPKA.

(2) Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak

memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan,

pendampingan, pendidikan dan pelatihan, serta hak

lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(3) LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan

keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan hak lain

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian

kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan

program pendidikan dan pembinaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3).

(5) Bapas wajib melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada

ayat (4).

Pasal 86

(1) Anak yang belum selesai menjalani pidana di LPKA

dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun

dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda.

(2) Dalam . . .

Page 134: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 40 -

(2) Dalam hal Anak telah mencapai umur 21 (dua puluh

satu) tahun, tetapi belum selesai menjalani pidana,

Anak dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan

dewasa dengan memperhatikan kesinambungan

pembinaan Anak.

(3) Dalam hal tidak terdapat lembaga pemasyarakatan

pemuda, Kepala LPKA dapat memindahkan Anak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ke

lembaga pemasyarakatan dewasa berdasarkan

rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 87

(1) Anak yang berstatus Klien Anak menjadi tanggung

jawab Bapas.

(2) Klien Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berhak mendapatkan pembimbingan, pengawasan

dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Bapas wajib menyelenggarakan pembimbingan,

pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan

hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4) Bapas wajib melakukan evaluasi pelaksanaan

pembimbingan, pengawasan dan pendampingan,

serta pemenuhan hak lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (3).

Pasal 88

Pelaksanaan tugas dan fungsi Bapas, LPAS, dan LPKA

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

BAB VII . . .

Page 135: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 41 -

BAB VII

ANAK KORBAN DAN ANAK SAKSI

Pasal 89

Anak Korban dan/atau Anak Saksi berhak atas semua

pelindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 90

(1) Selain hak yang telah diatur dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 89, Anak Korban dan Anak

Saksi berhak atas:

a. upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;

b. jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan

c. kemudahan dalam mendapatkan informasi

mengenai perkembangan perkara.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak

Anak Korban dan Anak Saksi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 91

(1) Berdasarkan pertimbangan atau saran Pembimbing

Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional atau

Tenaga Kesejahteraan Sosial atau Penyidik dapat

merujuk Anak, Anak Korban, atau Anak Saksi ke

instansi atau lembaga yang menangani pelindungan

anak atau lembaga kesejahteraan sosial anak.

(2) Dalam hal Anak Korban memerlukan tindakan

pertolongan segera, Penyidik, tanpa laporan sosial

dari Pekerja Sosial Profesional, dapat langsung

merujuk Anak Korban ke rumah sakit atau lembaga

yang menangani pelindungan anak sesuai dengan

kondisi Anak Korban.

(3) Berdasarkan . . .

Page 136: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 42 -

(3) Berdasarkan hasil Penelitian Kemasyarakatan dari

Pembimbing Kemasyarakatan dan laporan sosial dari

Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan

Sosial, Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi

berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi

sosial, dan reintegrasi sosial dari lembaga atau

instansi yang menangani pelindungan anak.

(4) Anak Korban dan/atau Anak Saksi yang memerlukan

pelindungan dapat memperoleh pelindungan dari

lembaga yang menangani pelindungan saksi dan

korban atau rumah perlindungan sosial sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Pasal 92

(1) Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dan

pelatihan bagi penegak hukum dan pihak terkait

secara terpadu.

(2) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan paling singkat 120 (seratus

dua puluh) jam.

(3) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh

kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan

pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB IX

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 93

Masyarakat dapat berperan serta dalam pelindungan Anak

mulai dari pencegahan sampai dengan reintegrasi sosial

Anak dengan cara:

a. menyampaikan . . .

Page 137: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 43 -

a. menyampaikan laporan terjadinya pelanggaran hak

Anak kepada pihak yang berwenang;

b. mengajukan usulan mengenai perumusan dan

kebijakan yang berkaitan dengan Anak;

c. melakukan penelitian dan pendidikan mengenai Anak;

d. berpartisipasi dalam penyelesaian perkara Anak

melalui Diversi dan pendekatan Keadilan Restoratif;

e. berkontribusi dalam rehabilitasi dan reintegrasi sosial

Anak, Anak Korban dan/atau Anak Saksi melalui

organisasi kemasyarakatan;

f. melakukan pemantauan terhadap kinerja aparat

penegak hukum dalam penanganan perkara Anak;

atau

g. melakukan sosialisasi mengenai hak Anak serta

peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan Anak.

BAB X

KOORDINASI, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI

Pasal 94

(1) Kementerian yang menyelenggarakan urusan di

bidang perlindungan anak melakukan koordinasi

lintas sektoral dengan lembaga terkait.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dalam rangka sinkronisasi perumusan

kebijakan mengenai langkah pencegahan,

penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, dan

reintegrasi sosial.

(3) Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan

Sistem Peradilan Pidana Anak dilakukan oleh

kementerian dan komisi yang menyelenggarakan

urusan di bidang perlindungan anak sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan . . .

Page 138: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 44 -

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XI

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 95

Pejabat atau petugas yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 14

ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 21 ayat (3), Pasal 27

ayat (1) dan ayat (3), Pasal 29 ayat (1), Pasal 39, Pasal 42

ayat (1) dan ayat (4), Pasal 55 ayat (1), serta Pasal 62

dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 96

Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan

sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling

banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 97

Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling

banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 98 . . .

Page 139: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 45 -

Pasal 98

Penyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun.

Pasal 99

Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun.

Pasal 100

Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3),

Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 101

Pejabat pengadilan yang dengan sengaja tidak

melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2

(dua) tahun.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 102

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, perkara

anak yang:

a. masih dalam proses penyidikan dan penuntutan

atau yang sudah dilimpahkan ke pengadilan negeri,

tetapi belum disidang harus dilaksanakan berdasarkan

hukum acara Undang-Undang ini; dan

b. sedang . . .

Page 140: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 46 -

b. sedang dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan

dilaksanakan berdasarkan hukum acara yang diatur

dalam Undang-Undang tentang Pengadilan Anak.

Pasal 103

(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, anak

negara dan/atau anak sipil yang masih berada di

lembaga pemasyarakatan anak diserahkan kepada:

a. orang tua/Wali;

b. LPKS/keagamaan; atau

c. kementerian atau dinas yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang sosial.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

hukum.

Pasal 104

Setiap lembaga pemasyarakatan anak harus melakukan

perubahan sistem menjadi LPKA sesuai dengan Undang-

Undang ini paling lama 3 (tiga) tahun.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 105

(1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah

diberlakukannya Undang-Undang ini:

a. setiap kantor kepolisian wajib memiliki Penyidik;

b. setiap kejaksaan wajib memiliki Penuntut Umum;

c. setiap pengadilan wajib memiliki Hakim;

d. kementerian . . .

Page 141: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 47 -

d. kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum wajib membangun

Bapas di kabupaten/kota;

e. kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum wajib membangun

LPKA dan LPAS di provinsi; dan

f. kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang sosial wajib membangun

LPKS.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan kantor Bapas dan

LPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d

dan huruf f dikecualikan dalam hal letak provinsi dan

kabupaten/kota berdekatan.

(3) Dalam hal kementerian yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang hukum tidak

memiliki lahan untuk membangun kantor

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan

huruf e, pemerintah daerah setempat menyiapkan

lahan yang dibutuhkan.

Pasal 106

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor

3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3668), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 107

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus

ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-

Undang ini diberlakukan.

Pasal 108

Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun

terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar . . .

Page 142: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 48 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 30 Juli 2012

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 30 Juli 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 153 52

Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI

Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan

Page 143: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2012

TENTANG

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

I. UMUM

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah

bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki

peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara

menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

berkembang serta atas pelindungan dari kekerasan dan

diskriminasi. Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak patut

dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat

manusia. Konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu ditindaklanjuti

dengan membuat kebijakan pemerintah yang bertujuan melindungi

Anak.

Anak perlu mendapat pelindungan dari dampak negatif

perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang

komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua

yang telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam

kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan

perilaku Anak. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan

melanggar hukum yang dilakukan oleh Anak, antara lain,

disebabkan oleh faktor di luar diri Anak tersebut. Data Anak yang

berhadapan dengan hukum dari Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan menunjukan bahwa tingkat kriminalitas serta

pengaruh negatif penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat

adiktif semakin meningkat.

Prinsip pelindungan hukum terhadap Anak harus sesuai

dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of

the Child . . .

Page 144: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 2 -

the Child) sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah Republik

Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990

tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi

tentang Hak-Hak Anak).

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak yang

berhadapan dengan hukum agar Anak dapat menyongsong masa

depannya yang masih panjang serta memberi kesempatan kepada

Anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk

menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna

bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Namun, dalam pelaksanaannya Anak diposisikan sebagai objek dan

perlakuan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum

cenderung merugikan Anak. Selain itu, Undang-Undang tersebut

sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam

masyarakat dan belum secara komprehensif memberikan

pelindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan hukum.

Dengan demikian, perlu adanya perubahan paradigma dalam

penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum, antara lain

didasarkan pada peran dan tugas masyarakat, pemerintah, dan

lembaga negara lainnya yang berkewajiban dan bertanggung jawab

untuk meningkatkan kesejahteraan Anak serta memberikan

pelindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan hukum.

Penyusunan Undang-Undang ini merupakan penggantian

terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668) yang

dilakukan dengan tujuan agar dapat terwujud peradilan yang

benar-benar menjamin pelindungan kepentingan terbaik terhadap

Anak yang berhadapan dengan hukum sebagai penerus bangsa.

Undang-Undang ini menggunakan nama Sistem Peradilan

Pidana Anak tidak diartikan sebagai badan peradilan sebagaimana

diatur dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa

kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung

dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan

peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan

peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh

sebuah Mahkamah Konstitusi. Namun, Undang-Undang ini

merupakan bagian dari lingkungan peradilan umum.

Adapun . . .

Page 145: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 3 -

Adapun substansi yang diatur dalam Undang-Undang ini,

antara lain, mengenai penempatan Anak yang menjalani proses

peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak

(LPKA). Substansi yang paling mendasar dalam Undang-Undang ini

adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan

Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan

Anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi

terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan

Anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh

karena itu, sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam

rangka mewujudkan hal tersebut. Proses itu harus bertujuan pada

terciptanya Keadilan Restoratif, baik bagi Anak maupun bagi

korban. Keadilan Restoratif merupakan suatu proses Diversi, yaitu

semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu

bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu

kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik

dengan melibatkan korban, Anak, dan masyarakat dalam mencari

solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati

yang tidak berdasarkan pembalasan.

Dari kasus yang muncul, ada kalanya Anak berada dalam

status saksi dan/atau korban sehingga Anak Korban dan/atau

Anak Saksi juga diatur dalam Undang-Undang ini. Khusus

mengenai sanksi terhadap Anak ditentukan berdasarkan perbedaan

umur Anak, yaitu bagi Anak yang masih berumur kurang dari 12

(dua belas) tahun hanya dikenai tindakan, sedangkan bagi Anak

yang telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun sampai dengan 18

(delapan belas) tahun dapat dijatuhi tindakan dan pidana.

Mengingat ciri dan sifat yang khas pada Anak dan demi

pelindungan terhadap Anak, perkara Anak yang berhadapan dengan

hukum wajib disidangkan di pengadilan pidana Anak yang berada

di lingkungan peradilan umum. Proses peradilan perkara Anak

sejak ditangkap, ditahan, dan diadili pembinaannya wajib dilakukan

oleh pejabat khusus yang memahami masalah Anak. Namun,

sebelum masuk proses peradilan, para penegak hukum, keluarga,

dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar

jalur pengadilan, yakni melalui Diversi berdasarkan pendekatan

Keadilan Restoratif.

Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini

mengatur mengenai keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak

yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai

dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

II. PASAL . . .

Page 146: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 4 -

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan ”pelindungan” meliputi kegiatan yang

bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang

membahayakan Anak secara fisik dan/atau psikis.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “keadilan” adalah bahwa setiap

penyelesaian perkara Anak harus mencerminkan rasa

keadilan bagi Anak.

Huruf c

Yang dimaksud dengan ”nondiskriminasi” adalah tidak

adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada suku,

agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan

bahasa, status hukum Anak, urutan kelahiran Anak, serta

kondisi fisik dan/atau mental.

Huruf d

Yang dimaksud dengan ”kepentingan terbaik bagi Anak”

adalah segala pengambilan keputusan harus selalu

mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh

kembang Anak.

Huruf e

Yang dimaksud dengan ”penghargaan terhadap pendapat

Anak” adalah penghormatan atas hak Anak untuk

berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam

pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang

memengaruhi kehidupan Anak.

Huruf f

Yang dimaksud dengan ”kelangsungan hidup dan tumbuh

kembang Anak” adalah hak asasi yang paling mendasar bagi

Anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat,

keluarga, dan orang tua.

Huruf g . . .

Page 147: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 5 -

Huruf g

Yang dimaksud dengan ”pembinaan” adalah kegiatan untuk

meningkatkan kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan

keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan

rohani Anak baik di dalam maupun di luar proses peradilan

pidana.

Yang dimaksud dengan ”pembimbingan” adalah pemberian

tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,

pelatihan keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani

dan rohani klien pemasyarakatan.

Huruf h

Yang dimaksud dengan ”proporsional” adalah segala

perlakuan terhadap Anak harus memperhatikan batas

keperluan, umur, dan kondisi Anak.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “perampasan kemerdekaan

merupakan upaya terakhir” adalah pada dasarnya Anak

tidak dapat dirampas kemerdekaannya, kecuali terpaksa

guna kepentingan penyelesaian perkara.

Huruf j

Yang dimaksud dengan “penghindaran pembalasan” adalah

prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses

peradilan pidana.

Pasal 3

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kebutuhan sesuai dengan umurnya”

meliputi melakukan ibadah sesuai dengan agama atau

kepercayaannya, mendapat kunjungan dari keluarga

dan/atau pendamping, mendapat perawatan rohani dan

jasmani, mendapat pendidikan dan pengajaran, mendapat

pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, mendapat

bahan bacaan, menyampaikan keluhan, serta mengikuti

siaran media massa.

Huruf b . . .

Page 148: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 6 -

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “rekreasional” adalah kegiatan

latihan fisik bebas sehari-hari di udara terbuka dan Anak

harus memiliki waktu tambahan untuk kegiatan hiburan

harian, kesenian, atau mengembangkan keterampilan.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “merendahkan derajat dan

martabatnya” misalnya Anak disuruh membuka baju dan

lari berkeliling, Anak digunduli rambutnya, Anak diborgol,

Anak disuruh membersihkan WC, serta Anak perempuan

disuruh memijat Penyidik laki-laki.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Selama menjalani proses peradilan, Anak berhak menikmati

kehidupan pribadi, antara lain Anak diperbolehkan

membawa barang atau perlengkapan pribadinya, seperti

mainan, dan jika anak ditahan atau ditempatkan di LPKA,

Anak berhak memiliki atau membawa selimut atau bantal,

pakaian sendiri, dan diberikan tempat tidur yang terpisah.

Huruf m . . .

Page 149: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 7 -

Huruf m

Cukup jelas.

Huruf n

Cukup jelas.

Huruf o

Cukup jelas.

Huruf p

Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan”

antara lain Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana

dan Undang-Undang tentang Pemasyarakatan.

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan”

antara lain Undang-Undang tentang Pemasyarakatan.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Ketentuan “pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun”

mengacu pada hukum pidana.

Huruf b . . .

Page 150: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 8 -

Huruf b

Pengulangan tindak pidana dalam ketentuan ini

merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh Anak,

baik tindak pidana sejenis maupun tidak sejenis,

termasuk tindak pidana yang diselesaikan melalui

Diversi.

Pasal 8

Ayat (1)

Orang tua dan Wali korban dilibatkan dalam proses Diversi

dalam hal korban adalah anak.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “masyarakat” antara lain tokoh

agama, guru, dan tokoh masyarakat.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Huruf a

Ketentuan ini merupakan indikator bahwa semakin

rendah ancaman pidana semakin tinggi prioritas Diversi.

Diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap

pelaku tindak pidana yang serius, misalnya

pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan

terorisme, yang diancam pidana di atas 7 (tujuh) tahun.

Huruf b

Umur anak dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk

menentukan prioritas pemberian Diversi dan semakin

muda umur anak semakin tinggi prioritas Diversi.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d . . .

Page 151: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 9 -

Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (2)

Ketentuan mengenai “Persetujuan keluarga Anak Korban”

dimaksudkan dalam hal korban adalah Anak di bawah umur.

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “tindak pidana ringan” adalah

tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara atau

pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Kesepakatan Diversi dalam ketentuan ini ditandatangani oleh

para pihak yang terlibat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5) . . .

Page 152: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 10 -

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud “atasan langsung” antara lain kepala

kepolisian, kepala kejaksaan, dan ketua pengadilan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Laporan tersebut sekaligus berisi rekomendasi.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ”situasi darurat” antara lain situasi

pengungsian, kerusuhan, bencana alam, dan konflik

bersenjata.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 18 . . .

Page 153: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 11 -

Pasal 18

Yang dimaksud dengan “pemberi bantuan hukum lainnya” adalah

paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum sesuai dengan

Undang-Undang tentang Bantuan Hukum.

Suasana kekeluargaan misalnya suasana yang membuat Anak

nyaman, ramah Anak, serta tidak menimbulkan ketakutan dan

tekanan.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Sesuai dengan asas praduga tidak bersalah, seorang Anak yang

sedang dalam proses peradilan tetap dianggap tidak bersalah

sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan

hukum tetap.

Anak yang sudah kawin dan belum berumur 18 (delapan belas)

tahun tetap diberikan hak dan kewajiban keperdataan sebagai

orang dewasa.

Pasal 21

Ayat (1)

Batas umur 12 (dua belas) tahun bagi Anak untuk dapat

diajukan ke sidang anak didasarkan pada pertimbangan

sosiologis, psikologis, dan pedagogis bahwa anak yang belum

mencapai umur 12 (dua belas) tahun dianggap belum dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik terhadap

Anak dilakukan bukan dalam rangka proses peradilan pidana,

melainkan digunakan sebagai dasar mengambil keputusan

oleh Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja

Sosial Profesional.

Dalam ketentuan ini, pertimbangan dari Pembimbing

Kemasyarakatan berupa laporan penelitian kemasyarakatan

yang merupakan persyaratan wajib sebelum Penyidik,

Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional

mengambil keputusan.

Huruf a . . .

Page 154: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 12 -

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Keikutsertaan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dalam ketentuan ini termasuk rehabilitasi sosial dan rehabilitasi psikososial.

Dalam ketentuan ini, Anak yang masih sekolah tetap

dapat mengikuti pendidikan formal, baik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun swasta.

Dalam pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat melibatkan dinas pendidikan,

dinas sosial, Pembimbing Kemasyarakatan atau lembaga pendidikan, dan LPKS.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Undang-Undang ini memberikan perlakuan khusus terhadap Anak, dalam arti harus ada pemisahan perlakuan terhadap Anak dan

perlakuan terhadap orang dewasa atau terhadap anggota Tentara Nasional Indonesia dalam perkara koneksitas.

Pasal 25 . . .

Page 155: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 13 -

Pasal 25 Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “mempunyai minat, perhatian,

dedikasi, dan memahami masalah Anak” adalah

memahami:

1) pembinaan Anak yang meliputi pola asuh keluarga,

pola pembinaan sopan santun, disiplin Anak, serta

melaksanakan pendekatan secara efektif, afektif, dan

simpatik;

2) pertumbuhan dan perkembangan Anak; dan

3) berbagai tata nilai yang hidup di masyarakat yang

memengaruhi kehidupan Anak.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (4)

Ketentuan ini dimaksudkan agar penyidikan tetap dapat

dilaksanakan walaupun di daerah yang bersangkutan belum

ada penunjukan Penyidik.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas. Pasal 29

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) . . .

Page 156: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 14 -

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Ketentuan ini dimaksudkan agar pemeriksa pada tahap

selanjutnya mengetahui ada tidaknya upaya Diversi dan sebab

gagalnya Diversi.

Pasal 30

Ayat (1)

Penghitungan 24 (dua puluh empat) jam masa penangkapan

oleh Penyidik dihitung berdasarkan waktu kerja.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Koordinasi dilakukan dengan memberi petunjuk dan visi agar

kelengkapan berkas dapat segera terpenuhi secara formal dan

materiil.

Pasal 32 . . .

Page 157: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 15 -

Pasal 32

Ayat (1)

Pada dasarnya penahanan dilakukan untuk kepentingan

pemeriksaan, tetapi penahanan terhadap Anak harus pula

memperhatikan kepentingan Anak yang menyangkut

pertumbuhan dan perkembangan Anak, baik fisik, mental,

maupun sosial, Anak dan kepentingan masyarakat.

Yang dimaksud dengan “lembaga” dalam ketentuan ini adalah

lembaga, baik pemerintah maupun swasta, di bidang

kesejahteraan sosial Anak, antara lain panti asuhan, dan

panti rehabilitasi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Kebutuhan rohani Anak termasuk kebutuhan intelektual

Anak.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 33 Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup Jelas.

Pasal 36

Cukup jelas. Pasal 37

Cukup jelas. Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39 . . .

Page 158: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 16 -

Pasal 39 Cukup jelas.

Pasal 40

Ayat (1)

Ketentuan bantuan hukum mengacu Undang-Undang tentang

Bantuan Hukum.

Pemberitahuan mengenai hak memperoleh bantuan hukum dilakukan secara tertulis, kecuali apabila Anak dan orang tua/Wali tidak dapat membaca, pemberitahuan dilakukan

secara lisan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Penuntut umum yang ditunjuk sekurang-kurangnya memahami masalah Anak.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Hakim yang ditunjuk sekurang-kurangnya memahami

masalah Anak.

Pasal 44 Cukup jelas.

Pasal 45 . . .

Page 159: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 17 -

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Pemeriksaan perkara Anak harus dilakukan secara tertutup di

ruang sidang khusus Anak. Walaupun demikian, dalam hal

tertentu dan dipandang perlu, Hakim dapat menetapkan

pemeriksaan perkara dilakukan secara terbuka, tanpa

mengurangi hak Anak.

Hal tertentu dan dipandang perlu tersebut antara lain karena

sifat dan keadaan perkara harus dilakukan secara terbuka. Suatu

sifat perkara akan diperiksa secara terbuka, misalnya perkara

pelanggaran lalu lintas, dan dilihat dari keadaan perkara,

misalnya pemeriksaan perkara di tempat kejadian perkara.

Pasal 55 . . .

Page 160: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 18 -

Pasal 55

Ayat (1)

Meskipun pada prinsipnya tindak pidana merupakan

tanggung jawab Anak sendiri, tetapi karena dalam hal ini

terdakwanya adalah Anak, Anak tidak dapat dipisahkan

dengan kehadiran orang tua/Wali.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Ayat (1)

Ketentuan “tanpa kehadiran Anak“ dimaksudkan untuk

menghindari adanya hal yang memengaruhi jiwa Anak Korban

dan/atau Anak Saksi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) . . .

Page 161: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 19 -

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Batal demi hukum dalam ketentuan ini adalah tanpa

dimintakan untuk dibatalkan dan putusan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71 . . .

Page 162: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 20 -

Pasal 71

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “kewajiban adat” adalah denda

atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat Anak serta tidak membahayakan kesehatan

fisik dan mental Anak.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Jangka waktu dalam ketentuan ini merupakan masa

percobaan.

Ayat (7) . . .

Page 163: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 21 -

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “pejabat pembina” adalah

petugas yang mempunyai kompetensi di bidang yang

dibutuhkan oleh Anak sesuai dengan asesmen

Pembimbing Kemasyarakatan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 76

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pelayanan masyarakat” adalah

kegiatan membantu pekerjaan di lembaga pemerintah atau

lembaga kesejahteraan sosial.

Bentuk pelayanan masyarakat misalnya membantu lansia,

orang cacat, atau anak yatim piatu di panti dan membantu

administrasi ringan di kantor kelurahan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 77 . . .

Page 164: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 22 -

Pasal 77

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pidana pengawasan” adalah pidana

yang khusus dikenakan untuk Anak, yakni pengawasan yang

dilakukan oleh Penuntut Umum terhadap perilaku Anak

dalam kehidupan sehari-hari di rumah Anak dan pemberian

bimbingan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 78

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “lembaga yang melaksanakan

pelatihan kerja” antara lain balai latihan kerja, lembaga

pendidikan vokasi yang dilaksanakan, misalnya, oleh

kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang ketenagakerjaan, pendidikan, atau sosial.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 79

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “maksimum ancaman pidana penjara

bagi orang dewasa” adalah maksimum ancaman pidana

penjara terhadap tindak pidana yang dilakukan sesuai dengan

ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau

undang-undang lainnya.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 80 . . .

Page 165: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 23 -

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan ”penyerahan kepada seseorang”

adalah penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai

cakap, berkelakuan baik, dan bertanggung jawab, oleh

Hakim serta dipercaya oleh Anak.

Huruf c

Tindakan ini diberikan kepada Anak yang pada waktu

melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa atau

penyakit jiwa.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Yang dimaksud dengan ”perbaikan akibat tindak

pidana” misalnya memperbaiki kerusakan yang

disebabkan oleh tindak pidananya dan memulihkan

keadaan sesuai dengan sebelum terjadinya tindak

pidana.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) . . .

Page 166: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 24 -

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 83 Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Ayat (1)

Apabila di dalam suatu daerah belum terdapat LPKA, Anak dapat ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan yang

penempatannya terpisah dari orang dewasa.

Ayat (2)

Hak yang diperoleh Anak selama ditempatkan di LPKA diberikan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang

Pemasyarakatan. Dalam pemberian hak tersebut, tetap perlu diperhatikan pembinaan bagi Anak yang bersangkutan, antara

lain mengenai pertumbuhan dan perkembangan Anak, baik fisik, mental, maupun sosial.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 86

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Penempatan Anak di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan

dengan menyediakan blok tertentu bagi mereka yang telah

mencapai umur 18 (delapan belas) tahun sampai dengan

umur 21 (dua puluh satu) tahun.

Ayat (3) . . .

Page 167: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 25 -

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 87

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-

undangan” antara lain Undang-Undang tentang Perlindungan

Anak, Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan

Korban, Undang-Undang tentang Kekerasan Dalam Rumah

Tangga, dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 88

Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” antara

lain Undang-Undang tentang Pemasyarakatan.

Pasal 89 Cukup jelas.

Pasal 90 Cukup jelas.

Pasal 91

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “memerlukan tindakan pertolongan

segera” adalah kondisi anak yang mengalami penderitaan,

baik fisik maupun psikis, sehingga harus segera diatasi.

Ayat (3) . . .

Page 168: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 26 -

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “rehabilitasi medis” adalah proses

kegiatan pengobatan secara terpadu untuk memulihkan

kondisi fisik Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi.

Yang dimaksud dengan “rehabilitasi sosial” adalah proses

kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental

maupun sosial, agar Anak, Anak Korban, dan/atau Anak

Saksi dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam

kehidupan di masyarakat.

Yang dimaksud dengan “reintegrasi sosial” adalah proses

penyiapan Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi untuk

dapat kembali ke dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 92 Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96

Cukup jelas.

Pasal 97 Cukup jelas.

Pasal 98 Cukup jelas.

Pasal 99

Cukup jelas.

Pasal 100 . . .

Page 169: Maman Abdul Rahman 108043200013repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27945...MAMAN ABDUL RAHMAN : 108043200013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

- 27 -

Pasal 100 Cukup jelas.

Pasal 101 Cukup jelas.

Pasal 102 Cukup jelas.

Pasal 103

Cukup jelas.

Pasal 104

Cukup jelas.

Pasal 105

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “menyiapkan” adalah memberikan dan menyerahkan hak kepemilikan lahan kepada kementerian

yang menyelenggarakan urusan di bidang hukum.

Pasal 106 Cukup jelas.

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5332