Makroskopik Semen Gigi -...
Transcript of Makroskopik Semen Gigi -...
Pengaruh Variasi Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Mikroskopik Dan
Makroskopik Semen Gigi Nano Zinc Oxide Eugenol (Reinforced Alumina)
Zazilatul Khikmiah1, Siswanto1, Nurul Taufiqu Rochman2
1Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
2Pusat Penelitian Metalurgi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penggunaan semen gigi zinc oxide eugenol sebagai bahan penambalan
sementara telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi, namun semen
gigi ini memiliki sifat mekanik yang lemah. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh variasi suhu sintering terhadap karakteristik mikroskopik
dan makroskopik semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina).
Pembuatan semen gigi ini dilakukan dengan mencampurkan bubuk zinc oxide,
alumina dan magnesium oxide dengan perbandingan 70%, 27% dan 3%
menggunakan planetarium ball mill (PBM) selama 30 menit kemudian bubuk
semen disintering pada suhu 1000oC sampai 1400oC dengan interval kenaikan
suhu 100oC dan masing-masing ditahan selama 1 jam yang selanjutnya dilakukan
karakterisasi menggunakan XRD. Bubuk semen dicampur kedalam cairan eugenol
dengan perbandingan bubuk dan cairan semen adalah 1,2 gr : 0,6 ml, pasta yang
terbentuk kemudian dicetak menggunakan cetakan akrilik. Sampel selanjutnya
dilakukan karakterisasi uji tekan, uji kekerasan, dan analisa morfologi
menggunakan SEM. Hasil identifikasi pola XRD menunjukkan bahwa proses
sintering menyebabkan terbentuknya fasa baru yaitu zinc aluminate (ZnAl2O4).
Dari hasil analisa SEM, uji kekerasan (hardness vickers) dan compressive
strength, semua sampel semen gigi masih memenuhi syarat untuk diaplikasikan
sebagai bahan penambal gigi (base cement).
kata kunci : nano zinc oxide eugenol , semen gigi, sintering
Abstract
The use of zinc oxide eugenol dental cement as a temporary cement has
been rapidly used in the dentistry, but this cement has weak mechanical
properties. This experiment was conducted to determine the influence of sintering
temperature variation on microscopic and macroscopic characteristics of nano
zinc oxide eugenol (reinforced alumina) dental cements. Dental cement is made
by mixing powdered zinc oxide, alumina and magnesium oxide with a ratio of
70%, 27% and 3% using planetarium ball mill (PBM) for 30 minutes then cement
powder were sintered at temperature of 1000oC to 1400oC with intervals 100oC
and each are held for 1 hours, then cement powder are characterized with XRD.
Cement powder is mixed into the liquid eugenol with powder and liquid cement
ratio was 1.2 g:0.6 ml, paste formed is printed using acrylic mold. Then samples
are characterized with compression test, hardness test, and SEM analysis. XRD
pattern identification results showed that the sintering process causes the
formation of new phase that is zinc aluminate (ZnAl2O4). Based on SEM analysis,
hardness testing and compression test, all semen samples are still fulfilled to
apply as dental restoration (base cement).
keywords: dental cement, zinc oxide eugenol, sintering
Pendahuluan
Saat ini kasus kerusakan gigi di Indonesia semakin meningkat. Kasus
kerusakan gigi ini diakibatkan beberapa faktor, misalnya kecelakan dan gigi
berlubang[1]. Menurut data yang dikeluarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, sekitar 72% penduduk Indonesia pernah mengalami gigi berlubang
(karies gigi) dan 47,5% diantaranya merupakan karies aktif yang belum dirawat[2].
Kasus kerusakan gigi dapat diatasi dengan beberapa cara, misalnya dengan
penggunaan gigi palsu atau penambalan gigi[1]. Saat ini telah dikembangkan
berbagai material yang digunakan untuk penambalan gigi, salah satu diantaranya
adalah semen zinc oxide eugenol (ZOE). Kelebihan dari semen gigi ini
diantaranya teksturnya yang lembut dan mempunyai sifat antiseptik[3]. Disamping
kelebihan semen gigi ini juga memiliki kekurangan dimana sifat mekanis semen
gigi ini adalah terlemah dan sifat kelarutan semen ini adalah tertinggi, hal ini
disebabkan oleh pelepasan eugenol saat reaksi setting[4].
Pada penelitian sebelumnya (Prihantini, 2011) telah dilakukan pembuatan
semen gigi menggunakan bahan zinc oxide berukuran nano. Dari hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa sifat mekanik semen gigi zinc oxide eugenol
mengalami peningkatan seiring dengan penambahan bahan nano partikel,
sedangkan sifat mekanik semen gigi zinc oxide eugenol mengalami penurunan
seiring dengan penambahan bahan mikropartikel[5].
Peningkatan kekuatan pada semen gigi juga dapat dilakukan dengan
penambahan bahan tertentu misalnya aluminium oxide (Al2O3) pada bubuk semen.
Aluminium oxide (Al2O3) dipilih karena memiliki beberapa keunggulan
diantaranya bioinert dan biokompabilitas yang baik, serta memenuhi unsur
estetika pada gigi tiruan[6]. Aluminium oxide dengan kemurnian yang tinggi
(>99,0%) membutuhkan proses pemadatan (sintering) pada suhu yang cukup
tinggi yaitu sekitar 2050oC[7]. Oleh karena itu dibutuhkan suatu bahan yang
berfungsi sebagai flux (menurunkan titik lebur), misalnya magnesium oxide
(MgO).
Penggunaan magnesium oxide (MgO) sebagai bahan aditif atau flux karena
bahan ini memberikan efek yang baik terhadap mikrostruktur serta mampu
meredam pertumbuhan butir selama proses sintering[8]. Untuk memperoleh hasil
yang baik temperatur sintering juga harus sesuai karena akan mempengaruhi
kinetika dan proses homogenasi. Pada penelitian ini, pemilihan variasi suhu
sintering didasarkan pada titik lebur aluminium oxide (Al2O3) yaitu sekitar 60%-
80%. Namun karena pada penelitian ini menggunakan bahan berukuran nano
sehingga temperatur sinter yang dipilih lebih rendah dari temperatur sinter
maksimal yaitu 1000oC, 1100oC, 1200oC, 1300oC dan 1400oC. Perbedaan
temperatur sintering menyebabkan adanya perbedaan dalam pembentukan ikatan
antar partikelnya sehingga dapat mempengaruhi karakteristik semen gigi. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh variasi suhu sintering
terhadap karakteristik mikroskopik dan makroskopik semen gigi nano zinc oxide
eugenol (reinforced alumina).
Metode Penelitian
Alat Dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya spatula cement,
mixing slab, pipet tetes, neraca analitik, cetakan akrilik berdiameter 8 mm, beban
logam, mikrometer sekrup, furnace, crucible, Planetarium Ball Milling (PBM),
XRay Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), Vickers
Hardness Tester dan Autograph.
Bahan pembuatan semen gigi ini meliputi zinc oxide (ZnO) berukuran 100 nm,
aluminium oxide (Al2O3) berukuran 1000 nm, magnesium oxide (MgO) berukuran
300 nm, cairan eugenol dengan konsentrasi 99,8% dan cairan eugenol komersial
(CH-1800 VEVEY/SUISSE) dengan konsentrasi 100%.
Tahapan Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini meliputi penyiapan alat dan bahan, pembuatan
sampel semen gigi dan karakterisasi terhadap sampel semen gigi.
Tahap Persiapan
Pada penelitian ini, yang pertama kali dilakukan adalah persiapan alat dan
bahan yang digunakan untuk pembuatan semen gigi. Alat yang diperlukan dalam
penelitian ini diantaranya spatula cement yang digunakan untuk mencampurkan
(mengaduk) bubuk dan cairan semen, mixing slab sebagai tempat untuk
mencampurkan serbuk dan cairan semen, pipet tetes untuk mengambil cairan
eugenol, neraca analitik untuk menimbang bubuk semen, cetakan akrilik sebagai
cetakan semen gigi, beban logam untuk meratakan permukaan sampel semen gigi,
mikrometer sekrup untuk mengukur dimensi semen gigi, furnace untuk
memanaskan bubuk semen, crucible serta Planetarium Ball Mill (PBM) untuk
mencampurkan atau mengaduk bubuk semen.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi zinc oxide (ZnO)
berukuran 100 nm, magnesium oxide (MgO) berukuran 300 nm, aluminium oxide
(Al2O3) berukuran 1000 nm, cairan eugenol dengan konsentrasi 99,8% serta
cairan eugenol komersial (CH-1800 VEVEY/SUISSE) dengan konsentrasi 100%.
Bahan-bahan tersebut diperoleh dari Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong, Tangerang Selatan.
Tahap Pembuatan Sampel
Pembuatan sampel semen gigi diawali dengan preparasi bubuk semen.
Preparasi bubuk sangat menentukan sifat produk yang dihasilkan termasuk
kemurnian bahan baku yang digunakan, homogenitas campuran dan kehalusan
serbuk. Ada beberapa cara preparasi bubuk diantaranya konvesional, kimia basah
atau larutan dan dalam fasa gas. Pada penelitian ini dipilih cara konvensional yaitu
berupa campuran padat-padat (solid-solid mixing) menggunakan Planetarium Ball
Mill (PBM)[9].
Bubuk semen yang meliputi zinc oxide (ZnO), aluminium oxide (Al2O3) dan
magnesium oxide (MgO) ditimbang dengan perbandingan tiap bubuk adalah 70%,
27% dan 3% (%berat)[10]. Setelah itu bubuk zinc oxide (ZnO), aluminium oxide
(Al2O3), magnesium oxide (MgO) dicampur menggunakan Planetarium Ball Mill
(PBM) dengan putaran rata-rata 15 rpm selama 30 menit. Cara ini dilakukan agar
diperoleh campuran bubuk zinc oxide, aluminium oxide dan magnesium oxide
yang homogen. Bubuk semen yang sudah tercampur kemudian disintering dalam
furnace dengan suhu 1000, 1100, 1200, 1300 dan 1400oC dengan waktu tahan 1
jam. Tujuan dilakukan sintering ini adalah untuk homogenisasi ukuran partikel
serta untuk menyempurnakan bentuk fisik material. Bubuk yang sudah disintering
selanjutnya digerus sampai halus karena selama proses sintering terjadi
penggumpalan pada bubuk semen. Penggumpalan terjadi karena selama proses
sintering berlangsung, terjadi penggabungan butiran atau partikel sehingga
material menjadi lebih padat (indikasi terjadinya densifikasi atau pemadatan).
Selanjutnya dilakukan pembuatan sampel semen gigi nano zinc oxide eugenol
(reinforced alumina).
Pembuatan sampel semen gigi dilakukan dengan cara mencampurkan bubuk
semen dan cairan eugenol. Pada penelitian ini sampel dibuat dengan perbandingan
antara bubuk dan cairan eugenol yaitu 2:1. Bubuk dan cairan eugenol
dipersiapkan dengan berat masing-masing 1,2 gram dan 0,6 ml. Kemudian kedua
bahan tersebut diletakkan di atas mixing slab. Bubuk semen dibagi menjadi 4
bagian sedangkan cairan eugenol dibagi menjadi 2 bagian lihat Gambar 1, tujuan
pembagian ini yaitu untuk mempermudah proses pencampuran bubuk semen
kedalam cairan eugenol.
Gambar 1. proses pencampuran bubuk dan cairan semen
Setelah itu bubuk dicampur kedalam cairan semen sedikit demi sedikit
kemudian diaduk secara manual berputar searah jarum jam selama 3 menit sampai
homogen dan terbentuk pasta kental (Gambar 1). Waktu yang diperlukan semen
gigi mulai pertama kali pencampuran bubuk semen kedalam cairan eugenol
hingga terbentuk pasta kental disebut working time.
Sampel yang sudah berbentuk pasta kental, kemudian dimasukkan ke dalam
cetakan akrilik berbentuk silinder berukuran diameter 8 mm dan tinggi 10 mm.
Setelah itu permukaan sampel diratakan menggunakan spatula cement, agar
permukaan sampel rata diatas permukaan sampel diletakkan beban logam seperti
pada Gambar 4. Waktu yang diperlukan oleh semen gigi mulai pertama kali
pencampuran bubuk semen ke dalam cairan eugenol hingga mengeras disebut
setting time. Setting time semen gigi zinc oxide eugenol adalah 4-10 menit
(Anusavice, 1996). Namun pada penelitian ini waktu yang diperlukan oleh bubuk
semen gigi mulai dari pencampuran bubuk semen kedalam cairan eugenol hingga
mengeras cukup lama yaitu berkisar 30 menit. Lamanya waktu pengerasan sampel
semen gigi ini dipengaruhi oleh cetakan semen gigi serta perbandingan bubuk dan
cairan semen yang digunakan.
Gambar 2. proses pencetakan semen gigi
Setelah semen mengeras 30 menit berikutnya dilepas dari cetakan cincin
akrilik. Sampel yang dibuat sebanyak 7 buah sampel dengan komposisi dan
variasi suhu sintering seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. komposisi dan variasi temperatur sintering pembuatan sampel semen
gigi
Bahan Suhu Sintering (oC) Keterangan
A Tanpa Pemanasan
ZnO + Al2O3 + MgO + Eugenol 99,8%
B 1000
C 1100
D 1200
E 1300
F 1400
G 1000 ZnO + Al2O3 + MgO + Eugenol komersial 100%
Karakterisasi Sampel
Karakterisasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh variasi
suhu sintering terhadap komposisi fasa yang terbentuk, struktur permukaan, sifat
mekanik yang meliputi sifat kekerasan dan kuat tekan sampel semen gigi sebelum
dan sesudah sintering.
Uji Kekerasan (Hardness Test)
Pengujian nilai kekerasan sampel semen gigi dilakukan menggunakan
metode Vickers. Pengujian dilakukan di Laboratorium Energi LPPM Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Pengujian dilakukan dengan
menekan permukaan sampel menggunakan indentor intan berbentuk pyramid.
Pengujian dilakukan pada satu titik permukaan bahan uji. Nilai kekerasan sampel
semen gigi dapat ditentukan menggunakan persamaan :
��� =�,����
�� (1)
Uji Kekuatan Tekan (Compressive Strength)
Pengujian compressive strength dilakukan menggunakan alat autograph
yaitu dengan menekan sampel hingga terjadi failure (patah). Pengujian ini
dilakukan di laboratorium bersama Universitas Airlangga. Sampel ditempatkan
pada tempat spesimen alat uji tekan, kemudian sampel ditekan dengan alat
penekan sehingga penekan dapat menekan permukaan sampel sampai hancur
Besarnya beban (F) yang digunakan untuk menekan sampel hingga hancur dapat
dilihat pada alat. Dari data yang telah diperoleh kemudian dimasukkan dalam
persamaan sebagai berikut.
� =�
� (2)
Analisa Senyawa Semen Gigi Dengan XRD
Fasa yang terbentuk ditentukan dengan XRD (X Ray Diffractometer).
Analisis XRD dilakukan menggunakan sumber sinar-X dari unsur Cu. Radiasi
yang digunakan adalah CuK dengan panjang gelombang ( ) 1,540 A. Analisis
dilakukan pada 2 antara 10o - 80o. Pengujian ini dilakukan di UIN Jakarta.
Analisa Mikrostruktur Dengan SEM
Analisis SEM dilakukan dengan menggunakan alat SEM JSM-6510LA,
pengujian ini dilakukan untuk mengetahui struktur permukaan sampel semen gigi
sebelum dan sesudah sintering. Sebelum dilakukan pengujian sampel diberi
lapisan tipis (coating) hal ini karena sampel semen gigi tidak bersifat konduktor.
Analia SEM dilakukan di PT BIN BATAN Serpong, Tangerang Selatan.
Hasil Dan Pembahasan
Analisis SEM
Pembuatan semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina)
merupakan hasil pencampuran bubuk semen kedalam cairan eugenol, proses
pencampuran ini masih dilakukan secara manual. Untuk mengetahui
mikrostruktur sampel semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina)
dilakukan analisa mikrostruktur menggunakan alat SEM JSM-6510LA. Analisa
SEM ini dilakukan pada permukaan bagian dalam sampel. Hasil Scanning
Electron Microscope (SEM) terhadap permukaan sampel semen gigi nano zinc
oxide eugenol (reinforced alumina) ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5
menunjukkan struktur mikro dari masing-masing sampel uji untuk semen gigi
tanpa sintering dan semen gigi dengan variasi suhu sintering.
gambar 5. hasil foto sem semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced
alumina) (a) sebelum disintering (b) disntering suhu 1000oc, (c) suhu 1200oc (d)
suhu 1400oc
Dari hasil analisa SEM pada Gambar 5 (a) menunjukkan bahwa proses
pencampuran bubuk semen kedalam cairan eugenol masih kurang sempurna, hal
ini ditunjukkan pada bagian yang ditandai lingkaran warna merah, merupakan sisa
hasil reaksi yang tidak tercampur secara sempurna. Pada permukaan sampel
semen gigi sebelum disintering juga terlihat masih banyaknya porositas yang
ditunjukkan warna hitam atau gelap. Porositas merupakan bagian yang tidak
koheren dari sintering berupa kekosongan berisi gas atau lubricant. Dengan
adanya porositas, akan menyebabkan sifat mekanik pada semen gigi menurun
ketika nantinya akan dilakukan pengujian kekerasan (hardness test) dan kuat
tekan (compressive strength)[11].
a b a c d
Hasil yang berbeda terlihat pada struktur permukaan sampel semen gigi
yang disintering pada suhu 1000, 1200 dan 1400oC lihat Gambar 5 (b), (c) dan
(d). Dari hasil analisa SEM pada sampel semen gigi yang disintering pada suhu
1000oC menunjukkan bahwa permukaan sampel terlihat lebih halus dan rata
dibandingkan dengan sampel yang lain. Pada sampel yang disintering pada suhu
1200 dan 1400oC menunjukkan adanya aglomerasi pada bubuk semen. Adanya
aglomerasi ini, disebabkan karena proses pencampuran basah (wet mixing) yang
tidak merata, dimana partikel-partikel yang memiliki muatan yang sama
cenderung untuk berkumpul menjadi satu. Seiring dengan kenaikan suhu sintering
semakin banyak bubuk semen yang saling bergabung [11].
Dari hasil analisa SEM pada sampel semen gigi setelah disintering
(Gambar 5 b, c dan d) menunjukkan bahwa proses pencampuran bubuk semen ke
dalam cairan eugenol terlihat lebih sempurna dibandingkan sebelum disintering,
hal ini disebabkan selama proses sintering terjadi homogenisasi butiran bubuk
semen. Pori-pori pada permukaan semen gigi setelah disintering juga terlihat
mulai berkurang, hal ini terjadi karena selama proses sintering berlangsung,
terjadi penggabungan butiran atau partikel sehingga material menjadi lebih padat
(indikasi terjadinya densifikasi atau pemadatan). Pori-pori terbentuk karena
selama proses sintering berlangsung magnesium oxide belum bisa mengisi semua
rongga karena kemampuan alirnya masih cukup rendah[12].
Suhu yang tinggi meningkatkan energi kinetik atom-atom penyusun
sehingga terjadi difusi dengan partikel yang berdekatan atau bersinggungan satu
sama lain [13]. Dengan adanya difusi maka akan terjadi kontak dan terjadi suatu
ikatan yang kuat antara butiran. Disamping itu, meningkatnya ikatan ini
disebabkan timbulnya liquid bridge (necking) sehingga porositas berkurang dan
bahan menjadi lebih kompak[14].
Pada sampel semen gigi yang disintering pada suhu 1400oC menunjukkan
bahwa semakin tinggi suhu sintering permukaan sampel semen gigi semakin kasar
lihat Gambar 5 (d), hal ini terjadi karena kemaikan suhu sintering menyebabkan
terjadinya aglomerasi pada bubuk semen gigi sehingga pertumbuhan ukuran butir
(grain growth) bubuk semen gigi semakin meningkat. Variasi suhu sintering yang
terlalu tinggi seperti variasi suhu 1400oC akan menyebabkan butiran bubuk semen
gigi terlalu kasar, apabila didinginkan sangat lambat akan menghasilkan butiran
bubuk semen yang juga kasar. Butiran yang terlalu kasar akan membuat semen
gigi menjadi lebih getas.
Dari gambar foto SEM diatas memperlihatkan bahwa bentuk partikel
semen gigi adalah tidak beraturan dengan distribusi butiran yang tidak merata.
Adanya perbedaan struktur mikro ini tentunya dapat memicu sifat akhir dari
bahan. Kondisi terbaik dari beberapa sampel yang dibuat menunjukkan bahwa
pada suhu sintering 1000oC merupakan kondisi yang terbaik dimana distribusi
butiran lebih merata (homogen), hal ini didukung dengan nilai kekerasan (HVN)
dan compressive strength yang paling tinggi.
Analisis Fasa Semen Gigi dengan XRD
Identifikasi Fasa Awal
Teknik difraksi sinar X merupakan teknik umum yang dipakai untuk
mengetahui karakteristik kristalografi suatu material melalui puncak-puncak
intensitas yang muncul. Pada penelitian ini, analisa difraksi sinar X dilakukan
untuk mempelajari fasa yang ada pada sampel semen gigi nano zinc oxide eugenol
(reinforced eugenol) sebelum dan sesudah disintering menggunakan alat XRD-
7000 XRay Diffractometer. Pada analisa serbuk sampel semen gigi menggunakan
XRD ini, sudut goniometer yang digunakan adalah 10o-80o. Hasil karakterisasi
XRD dari sampel sebelum disintering dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. pola hasil xrd semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced
alumina) sebelum proses sintering
Dari hasil XRD kemudian dilakukan analisis menggunakan search match
software. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa fasa dominan yang terbentuk
pada semen gigi adalah ZnO (Zincite) yang memiliki struktur kristal heksagonal
dengan parameter sel a = 3.2494 A, c = 5.2038 A. Puncak-puncak yang
mempresentasikan senyawa ZnO terlihat pada Gambar 7 yaitu pada posisi 2
sama dengan 31,78o; 34,44o; 36,27o; 47,61o; 56,60o; 62,89o; dan 68,03o. Puncak-
puncak difraksi yang menunjukkan senyawa ZnO sesuai dengan hasil yang
dipublikasikan oleh Kanade dkk, (2006) untuk pola difraksi ZnO dengan tipe
struktur heksagonal. Data-data tersebut kemudian dilakukan pencocokan
menggunakan data Joint Comittee on Powder Diffraction Standard (JCPDS)
menggunakan software PCPDFWIN untuk mengetahui arah orientasi bidang pada
tiap-tiap puncak.
Gambar 7. profil puncak-puncak hasil xrd semen gigi nano zinc oxide eugenol
(reinforced alumina) sebelum sintering
Hasil analisa XRD pada Gambar 7 menunjukkan bahwa sebelum proses
sintering tidak terjadi reaksi antara bubuk zinc oxide (ZnO), aluminium oxide
(Al2O3) dan magnesium oxide (MgO) yang dicampur menggunakan planetarium
ball mill (PBM). Senyawa aluminium oxide (Al2O3) dan magnesium oxide (MgO)
tidak muncul pada hasil XRD, hal ini kemungkinan disebabkan posisi puncak-
puncak alumina (Al2O3) dan magnesium oxide (MgO) tertutupi oleh puncak zinc
oxide (ZnO). Tertutupnya puncak-puncak alumina dan magnesium oxide ini
karena proses pencampuran pada bubuk semen tanpa disintering yang belum
homogen sehingga fasa yang terdeteksi oleh alat X Ray Diffractometer hanya fasa
yang memiliki komposisi terbanyak. Jadi dapat dikatakan sebelum proses
sintering tidak ada fasa lain selain ZnO (Zincite). Untuk puncak-puncak dengan
intensitas sangat kecil tidak diambil karena dianggap sebagai background atau
noise [12].
Pengaruh Variasi Temperatur Sintering
Hasil XRD sebelum proses sintering dibandingkan dengan hasil setelah
disintering yaitu pada temperatur 1000o dan 1400oC lihat Gambar 8.
Gambar 8 a. pola hasil xrd semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced
alumina) sebelum disintering
Gambar 8 b. pola hasil xrd semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced
alumina) disintering temperatur 1000oc
Gambar 8 c. pola hasil xrd semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced
alumina) disintering temperatur 1400oc
Hasil karakterisasi menggunakan XRD menunjukkan bahwa sampel yang
belum disintering memiliki puncak-puncak yang lebar, sedangkan sampel yang
sudah disintering memiliki puncak yang lebih ramping. Terlihat pada pola XRD
tersebut bahwa semakin tinggi suhu sintering dari 1000o sampai 1400oC lebar
puncak semakin mengecil artinya fasa amorf semakin berkurang dan fasa kristal
semakin banyak dengan meningkatnya suhu sinter[13].
Dari Gambar 8 (a), (b) dan (c) diatas terlihat bahwa pola yang dihasilkan
mempunyai bentuk yang hampir sama walaupun suhu sintering yang diberikan
berbeda-beda, perbedaan yang terlihat hanya pada besarnya intensitas relatif yang
dihasilkan dan terbentuknya fasa baru setelah proses sintering. Tinggi rendahnya
intensitas sinar X yang tertangkap oleh detektor sinar X dipengaruhi oleh tingkat
keteraturan susunan atom dalam kristal yang didifraksi dengan sinar X. Semakin
banyak atom-atom yang tersusun teratur, maka semakin tinggi intensitas yang
tertangkap oleh detektor. Intensitas semakin besar berarti sampel memiliki
keteraturan Kristal yang lebih besar atau semakin banyak atom-atom pada lapisan
yang tersusun teratur[15].
Pada saat bubuk semen mulai dipanaskan pada suhu 1000oC, aluminium
oxide (Al2O3) bereaksi dengan zinc oxide (ZnO) membentuk zinc aluminate
(ZnAl2O4). Reaksi terjadi karena zinc oxide dan aluminium oxide memiliki
struktur kristal yang sama yaitu heksagonal, sehingga aluminium oxide lebih
mudah tersubtitusi kedalam zinc oxide. Puncak-puncak fasa magnesium oxide
(MgO) tidak terlihat pada hasil XRD (kemungkinan overlap dengan puncak-
puncak ZnO atau ZnAl2O4). Tidak teramatinya puncak magnesium oxide (MgO)
disebabkan oleh kecilnya prosentase magnesium oxide (MgO) dan diduga
magnesium oxide (MgO) terdistribusi dengan baik.
Hasil search match analysis menunjukkan bahwa fasa yang terbentuk pada
semen gigi setelah proses sintering adalah ZnO (Zincite) yang memiliki struktur
kristal heksagonal dengan parameter kisi yaitu a=b= 3.2494 A, c = 5.2038 A
dengan sudut ==≠. Disamping itu juga terbentuk fasa baru zinc aluminate
(ZnAl2O4) yang memiliki struktur kristal kubik dengan parameter sel a=b=c=
8.0883 A dengan sudut =. Puncak pola XRD yang sudah disintering
dibandingkan dengan data JCPDS-ICDD (Joint Committee on Powder Diffraction
Standard) untuk ZnO data no. 36-1451 dan untuk ZnAl2O4 data no. 05-0669.
Dari data XRD kemudian dilakukan perhitungan fraksi volume menggunakan
persamaan:
�� =�(��)
�(�����)�100% (3)
Hasil perhitungan fraksi volume zinc oxide (ZnO) dan zinc aluminate
(ZnAl2O4) yang terbentuk, dengan suhu sintering 1000, 1400oC dan tanpa
sintering, dengan waktu penahanan selama 1 jam, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. hasil perhitungan fraksi volume zinc oxide (ZnO) dan zinc aluminate
(ZnAl2O4)
No. Waktu Sinter (Jam) Suhu Sinter (oC)
Fraksi Volume (ZnO) (%)
Fraksi Volume (ZnAl2O4)
(%) 1.
1 Tanpa Sintering 100 0
2. 1000 73,71 26,29 3. 1400 69,32 30,68
Dari hasil perhitungan fraksi volume diatas terlihat bahwa variasi suhu
sintering berpengaruh pada pembentukan fasa zinc aluminate (ZnAl2O4). Seiring
dengan kenaikan suhu sintering fraksi volume zinc aluminate meningkat
sedangkan fraksi volume zinc oxide menurun. Fraksi volume zinc aluminate
terbesar terdapat pada sampel yang disintering pada suhu 1400oC yaitu sebesar
30,68%. Besarnya fraksi volume zinc aluminate yang terbentuk ini akan
menurunkan sifat mekanik semen gigi ketika nantinya akan diuji kekerasan dan
kuat tekan. Hal ini terjadi karena semakin besar fraksi volume zinc aluminate
maka distribusi zinc aluminate terhadap bubuk semen zinc oxide menjadi tidak
homogen sehingga menyebabkan kepadatan sampel semen gigi menurun,
menurunnya kepadatan sampel ini akan mempengaruhi densitas dimana densitas
semen gigi semakin menurun [11].
Hasil Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan dilakukan terhadap tujuh buah spesimen yang
berbentuk silinder dengan diameter 8 mm yang masing-masing spesimen
dilakukan pada bagian dalam permukaan sampel dengan satu titik pengujian.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu sintering terhadap nilai
kekerasan semen gigi. Hasil pengukuran nilai kekerasan (Hardness Vickers
Number) dari sampel semen gigi sebelum dan sesudah sintering dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. hasil pengujian kekerasan (hardness vickers) dari sampel semen gigi
dengan variasi suhu sintering 1000oc, 1100oc, 1200oc, 1300oc, 1400oc dan tanpa
sintering
Parameter
Temperatur Sintering Sampel I (Tanpa
Sintering)
Sampel II
(1000)
Sampe l III
(1100)
Sampel IV
(1200)
Sampel V
(1300)
Sampel VI
(1400)
Sampel VIII
(1000) Kekerasan (Hardness
Vickers) Hv
80,5 85,2 56,1 70,0 57,0 50,8 95,1
Setelah dilakukan pengukuran kekerasan (hardness), maka berdasarkan
Tabel 3 diperoleh nilai kekerasan (hardness vickers) yang berbeda-beda untuk
ketujuh sampel dengan temperatur sintering yang berbeda-beda. Pengaruh dari
variasi temperatur sintering terhadap sifat mekanik kekerasan dari sampel semen
gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina) ditunjukkan oleh grafik pada
Gambar 9.
Gambar 9. grafik hubungan antara suhu sintering terhadap nilai kekerasan sampel
semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina)
Hasil pengujian kekerasan Vickers seperti yang ditunjukkan pada Gambar
9, menunjukkan bahwa suhu sintering mempengaruhi nilai kekerasan sampel
semen gigi. Dari gambar diatas menunjukkan pada suhu sintering 1000oC
menggunakan eugenol komersial sampel semen gigi memiliki nilai kekerasan
yang paling tinggi dibandingkan dengan sampel gigi yang lain.
Nilai kekerasan sampel semen gigi mengalami penurunan ketika suhu
sintering terus dinaikkan. Hal ini terjadi karena seiring dengan kenaikan suhu
80.5 85.295.1
56.1
70
5750.8
0102030405060708090
100
Tanpasinter
1000 1000* 1100 1200 1300 1400
Kek
era
san
(H
ard
nes
s) H
VN
Suhu Sintering (oC)
Hasil Uji Kekerasan (Hardness Vickers)
sintering pertumbuhan butir (grain growth) juga akan semakin meningkat,
pertumbuhan butir ini akan menyebabkan butiran bubuk semen gigi semakin
kasar. Hal ini didukung oleh hasil analisa SEM, dimana dari hasil analisa SEM
menunjukkan seiring dengan kenaikan suhu sintering aglomerasi pada bubuk
semen semakin banyak, adanya aglomerasi ini akan menyebabkan struktur
permukaan sampel semen gigi semakin kasar. Adanya aglomerasi pada bubuk
semen ini akan menyebabkan kurangnya kekuatan ikatan dan perbedaan kuat
ikatan untuk semua bagian sampel. Hal ini akan mengakibatkan mudah terjadi
crack saat diberi pengaruh gaya luar dan berpengaruh pada sifat mekanik sampel
tersebut[11].
Pada sampel C nilai kekerasan sampel semen gigi mengalami penurunan
yang drastis, hal ini disebabkan oleh proses pencampuran bubuk semen kedalam
cairan eugenol, dimana bubuk semen sulit tercampur secara sempurna sehingga
membutuhkan waktu yang lama untuk bisa membentuk pasta. Proses
pencampuran (working time) ini akan mempengaruhi persebaran butiran bubuk
semen sehingga dapat mempengaruhi nilai kekerasan sampel semen gigi.
Berdasarkan literature dibutuhkan waktu pencampuran (working time) yang lama
untuk membentuk suatu material yang ideal [16], hal ini karena proses
pencampuran bubuk semen kedalam cairan eugenol akan mempengaruhi
viskositas pasta semen gigi. Semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh semen
untuk membentuk pasta maka viskositas yang dimiliki oleh semen gigi semakin
rendah. Adonan semen gigi harus mempunyai viskositas rendah sehingga bisa
didapatkan lapisan semen gigi yang tipis dan waktu kerja yang cukup pada suhu
mulut untuk memungkinkan pemasangan bahan restorasi[17]. Disamping itu,
besarnya nilai kekerasan sampel semen gigi juga dipengaruhi oleh proses
kompaksi, karena besarnya tekanan saat kompaksi sangat mempengaruhi
distribusi butir penyusun.
Suhu sintering mempunyai pengaruh yang besar terhadap nilai kekerasan
(Hardness Vickers Number), hal ini karena proses sintering memungkinkan
terjadinya ikatan antar partikel serta timbulnya fasa baru. Dari hasil analisa SEM
menunjukkan ikatan antar partikel sudah terbentuk namun kurang sempurna.
Berdasarkan hasil analisa XRD seiring dengan kenaikan suhu sintering, fraksi
volume zinc oxide semakin menurun dan fraksi volume zinc aluminate semakin
meningkat. Adanya fraksi zinc aluminate ini akan mempengaruh nilai kekerasan
sampel semen gigi. Berdasarkan hasil penelitian Leblud (1981), menunjukkan
bahwa kenaikan suhu sintering menyebabkan porositas zinc aluminate semakin
meningkat.
Nilai kekerasan sampel semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced
alumina) adalah sebesar 51-95 HVN. Berdasarkan penelitian Gnjato (2010) nilai
kekerasan sampel semen gigi tersebu masih memenuhi untuk diaplikasikan
sebagai bahan penambalan gigi.
Hasil Uji Compressive Strength
Pengukuran nilai compressive strength sampel semen gigi dilakukan
menggunakan alat autograph, dengan menekan sampel hingga terjadi failure
(patah) seperti yang ditunjukan pada Gambar 10.
Gambar 10. proses pengujian compressive strength
Variasi suhu sintering akan berpengaruh terhadap sifat mekanik
compressive strength dari sampel semen gigi. Hasil pengujian compressive
strength terhadap sampel semen gigi dengan lima variasi suhu sintering
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. hasil pengujian kuat tekan (compressive strength) dari sampel semen
gigi dengan variasi suhu sintering 1000oc, 1100oc, 1200oc, 1300oc, 1400oc, dan
tanpa sintering
Parameter
Temperatur Sintering Sampel I (Tanpa
sintering)
Sampel II (1000)
Sampel III
(1100)
Sampel IV
(1200)
Sampel V
(1300)
Sampel VI
(1400)
Sampel VIII
(1000) Kuat Tekan
(MPa) 27,145 29,878 17,565 16,955 13,936 18,119 24,723
Setelah dilakukan pengukuran compressive strength, maka berdasarkan Tabel
4 diperoleh nilai compressive strength yang berbeda-beda untuk ketujuh sampel
dengan suhu sintering yang berbeda-beda. Pengaruh dari variasi temperatur
sintering terhadap sifat mekanik compressive strength dari sampel semen gigi
nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina) ditunjukkan oleh grafik pada
Gambar 11.
Gambar 11. grafik hubungan antara temperatur sintering terhadap nilai
compressive strength sampel semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced
alumina)
Variasi suhu sintering mempengaruhi sifat mekanik sampel, dimana nilai
compressive strength sampel akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu
sintering. Namun, dari grafik pada Gambar 11 menunjukkan bahwa ketika suhu
sintering terus dinaikkan, nilai compressive strength semen gigi nano zinc oxide
eugenol (reinforced alumina) mengalami penurunan. Penurunan nilai compressive
strength ini disebabkan karena seiring dengan kenaikan suhu sintering
pertumbuhan butir (grain growth) juga semakin meningkat. Adanya pertumbuhan
butir ini menyebabkan butiran bubuk semen gigi semakin kasar. Butiran bubuk
semen yang kasar akan membuat sampel semen gigi menjadi lebih getas. Pada
penelitian ini adanya pencampuran bubuk semen menggunakan planetarium ball
mill (PBM) menyebabkan terjadinya deformasi pada bubuk semen, apabila bubuk
semen disintering pada suhu yang terlalu tinggi maka akan menyebabkan
27.14529.878
24.723
17.565 16.95513.936
18.119
0
5
10
15
20
25
30
35
TanpaSinter
1000 1000* 1100 1200 1300 1400
Com
pre
ssiv
e S
tren
gth
(M
Pa
)
Suhu Sintering (oC)
Hasil Uji Compressive Strength
terjadinya aglomerasi pada bubuk semen. Adanya aglomerasi pada bubuk semen
ini akan menyebabkan menurunnya nilai compressive strength pada sampel semen
gigi.
Pada sampel B yang disintering pada suhu 1000oC menggunakan eugenol
non komersial memiliki nilai compressive strength lebih besar jika dibandingkan
dengan sampel yang lain. Nilai tersebut didukung oleh hasil analisa SEM, dimana
dari hasil analisa SEM menunjukkan pada pemanasan suhu 1000oC penyebaran
butiran bubuk semen lebih merata (homogen). Homogenitas distribusi butiran
bubuk semen merupakan hal yang penting, dimana semakin homogen distribusi
butiran bubuk semen gigi maka sifat mekanik yang didapatkan akan semakin
baik[11].
Ketika suhu sintering terus dinaikkan nilai compressive strength dari
sampel semen gigi akan terus menurun. Hal ini disebabkan karena seiring dengan
kenaikan suhu sintering, maka semakin banyak partikel-partikel yang berikatan
sehingga ukuran butir bubuk semen juga akan semakin lebih besar, peningkatan
ukuran butir akan menyebabkan terjadinya pengasaran (coarsening) sehingga
akan berpengaruh terhadap sifat mekanik semen gigi termasuk compressive
strength. Namun, dari hasil penelitian pada suhu 1400oC nilai compressive
strength semen gigi mengalami peningkatan kembali hal ini kemungkinan
disebabkan karena pengaruh proses kompaksi dimana besarnya tekanan saat
kompaksi akan mempengaruhi distribusi butir penyusun.
Nilai range semen zinc oxide eugenol dan modifikasi semen zinc oxide
eugenol cocok untuk banyak kegunaan dalam bidang restorasi kedokteran gigi.
Base material memiliki nilai compressive strength 5,5 - 39 MPa digunakan
sebagai cement base. Penggunaan semen zinc oxide eugenol dan modifikasi semen
zinc oxide secara normal digunakan dibawah semen zincphospate. Berdasarkan
hasil penelitian nilai compressive strength sampel semen gigi nano zinc oxide
eugenol (reinforced alumina) adalah sebesar 14 - 30 MPa. Nilai tersebut masih
cukup rendah dibandingkan semen gigi yang lain. Namun, nilai tersebut masih
memenuhi untuk diaplikasi sebagai base cement. Adanya porositas membuat
sampel menjadi lebih rapuh jika dibandingkan dengan bentuk bulknya. Semakin
tinggi tingkat porositas sampel, makin rendah compressive strenghtnya dalam hal
ini sampel akan semakin rapuh [11].
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa
1. Variasi suhu sintering berpengaruh terhadap struktur permukaan,
pembentukan fasa baru, nilai kekerasan (HVN) dan nilai compressive
strength sampel semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina).
Semakin tinggi suhu sintering yang digunakan maka pertumbuhan butir
(grain growth) semakin meningkat dan fraksi volume fasa baru zinc
aluminate (ZnAl2O4) yang terbentuk semakin besar. Semakin tinggi suhu
sintering akan membuat nilai kekerasan (HVN) dan compressive strength
sampel menurun.
2. Semua produk sampel semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced
alumina) yang didapatkan dari penelitian ini, masih memenuhi syarat untuk
diaplikasikan sebagai bahan penambal gigi yang berbasis semen (cement
base). Hasil terbaik ditunjukkan oleh sampel yang disintering pada suhu
1000oC dengan nilai kekerasan (HVN) dan compressive strength yaitu 85,2
Hv dan 29,878 MPa.
Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Drs.
Siswanto, M.Si sebagai pembimbing I dan Dr. Nurul Taufiqu Rochman, M.Eng
sebagai pembimbing II atas masukan dan bimbingannya serta teman – teman
HIMAFI angkatan 2009 dan semua pihak yang telah membantu sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan.
Daftar Simbol
A = Surface area, m2
D = Diameter, m
F = Force, N
Fv = Fraksi Volume
HVN = Hardness Vickers Number
I = Intensitas
Greek Letters
= Surface tension, N.m-1
Daftar Pustaka
[1] Rahayu, Rina Sri. 2011. Pengujian Sitoksisitas Biphasic Calcium
Phospate dan Amorphous Calcium Phospate di dalam Cell Line
Fibroblas. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
[2] Anonim. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
[3] Baum L, Philips RW, Lund MR. 1997. Ilmu Konservasi Gigi. 3rd ed. Alih
bahasa Rasinta Tarigan. Jakarta: EGC.
[4] Combe, E.C. 1992. Sari Dental Material, Alih Bahasa drg Slamet Tarigan,
MS, PdD. Jakarta: Balai Pustaka.
[5] Prihantini, Ardini. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Semen Gigi Berbasis
Nano Zinc Oxide. Surabaya: Universitas Airlangga Surabaya.
[6] Mishra, Ansuman. 2012. Gelcasting Of Porous Alumina For Particulate
Filtering. Bachelor of Technology thesis.
[7] Muljadi & Perdamean Sebayang. 1998. Pengaruh Penambahan TiO2
Terhadap Proses Sintering Keramik Al2O3 Dan Sifat Mekaniknya.
Tangerang Selatan: Puslitbang Terapan-LIPI.
[8] Ramlan. 2010. Karakterisasi Keramik Na2O-Al2O3 Dengan Variasi MgO
Sebagai Komponen Elektrolit Padat. Sumatra Selatan: Jurnal Universitas
Sriwijaya.
[9] Sebayang P, dkk. 2006. Efek Aditif 3Al2O3.2SiO2 dan Suhu Sintering
Terhadap Karakteristik Keramik -Al2O3. Tangerang: Pusat Penelitian
Fisika LIPI.
[10] Garg, Nisha & Amit Garg. 2010. Textxbook of Operative Dentistry. New
Delhi: Jaypee.
[11] Fauziati R, A. 2010. Sintesis MMCS Cu-Al2O3 Melalui Proses Metalurgi
Serbuk dengan Variasi Fraksi Volume Al2O3 dan Temperatur Sintering.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
[12] Sukanto, Heru. 2009. Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Densitas dan
Kekuatan Komposit Plastik-Karet. Surakarta: Universitas Negeri
Surakarta.
[13] Arifianto. 2006. Pengaruh Atmosfer dan Suhu Sintering Terhadap
Komosisi Pelet Hidroksi Apatit Dibuat dengan Sintesa Kimia dengan
Media Air dan SBF. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
[14] Paulus, Asyer. 2011. Pengaruh Tekanan Kompaksi dan Waktu Penahanan
Temperatur Sintering Terhadap Konduktivitas Listrik dan Mikrostruktur
Keramik Yittria Stabilized Zirkonia Sebagai Elektrolit Padat Fuel Cell.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
[15] Awinda, dkk. 2009. Sintesis Lapisan Cu2O (Cuprous Oxide) Diatas Subtrat
ITO (Indium Oxide) Dengan Metode Elektrodeposisi. Padang: Universitas
Andalas.
[16] Ferracane, Jack L. 2001. Materials In Principles and Applications
Dentistry. 2nd Edition. United State of America (USA).
[17] Combe, E.C. 1992. Sari Dental Matreial, Alih Bahasa drg Slamet Tarigan,
MS, PdD. Jakarta: Balai Pustaka.