Makna Tri Hita Karana-makalah Isi
description
Transcript of Makna Tri Hita Karana-makalah Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep kosmologi Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh. Falsafah
tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka ragaman budaya dan
lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi. Pada dasarnya hakikat
ajaran Tri Hita Karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia
ini. Ketiga hubungan itu meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan
alam sekeliling, dan hubungan dengan ke Tuhanan yang saling terkait satu sama lain.
Setiap hubungan memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya.
Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Apabila
keseimbangan tercapai, manusia akan hidup dengan mengekang dari pada segala
tindakan berekses buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram, dan damai. Hubungan
antara manusia dengan alam lingkungan perlu terjalin secara harmonis, bilamana
keharmonisan tersebut di rusak oleh tangan-tangan jahil, bukan mustahil alam akan
murka dan memusuhinya. Jangan salahkan bilamana terjadi musibah, kalau ulah manusia
suka merusak alam lingkungan.
Tidak disadari bahwa alam lingkungan telah memberikan kebebasan kepada
manusia untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya guna kesejahteraan hidupnya. Hakikat
mendasar Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu
bersumber pada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia
dengan alam lingkungannya, dan manusia dengan sesamanya. Dengan menerapkan
falsafah tersebut diharapkan dapat menggantikan pandangan hidup modern yang lebih
mengedepankan individualisme dan materialisme. Membudayakan Tri Hita Karana akan
dapat memupus pandangan yang mendorong konsumerisme, pertikaian dan gejolak.
Selain itu, Masyarakat Bali mengajarkan masyarakatnya dan memegang teguh
konsep Tri Hita Karana (konsep ajaran dalam Agama Hindu), dan mengimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Banyak seniman-seniman Bali yang menggunakan tema
berdasarkan Tri Hita Karana, hal ini disebabkan karena Tri Hita Karana secara visual
merupakan sebuah konsep yang sangat menumental dan bersifat adiluhung. Pancaran
1
nilai estetik yang sangat tinggi memberikan daya tarik yang sangat kuat bagi para
seniman Bali untuk mengangkatnya sebagai sumber inspirasi dalam proses
penciptaannya. Pencipta sangat tertarik mengangkat Tri Hita Karana di Bali sebagai
sumber ide penciptaan karya seni karena upacara-upacaranya sangat unik dan ertistik
dengan penuh variasi yang ditemukan dalam setiap upacara-upacara yang ada di Bali.
Originalitas dalam penciptaan karya ini adalah tidak meniru sebuah karya yang
telah ada, tetapi menciptakan sebuah karya fotografi seni dengan sumber ide dari aktifitas
upacara masyarakat desa Tenganan Pegringsingan yang berlandaskan Tri Hita Karana.
Dengan demikian betapa perlunya kita untuk mengamalkan Tri Hita Karana. Untuk
menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan
manusia dan manusia dengan lingkunan.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian Tri Hita Karana ?
2. Apa saja bagian-bagian dari Tri Hita Karana ?
3. Apa tujuan dari Tri Hita Karana ?
4. Apa saja bidang garapan Tri Hita Karana ?
5. Apa makna Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari-hari ?
C. Tujuan Penulisan
Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dari Tri Hita Karana.
2. Mengetahui bagian-bagian dari Tri Hita Karana.
3. Mengetahui tujuan dari Tri Hita Karana.
4. Mengetahui makna dari Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari-hari.
5. Menambah wawasan tentang Tri Hita Karana.
D. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Dapat mengapresiasi Tri Hita Karana dalam kehidupan.
2
2. Dapat menjaga kelestarian Tri Hita Karana.
3. Dapat membangun hubungan harmoni dengan konsep Tri Hita Karana.
E. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode kepustakaan
atau normatif dan menggunakan internet sebagai landasan teoritis mengenai masalah
yang akan diselesaikan yang acuannya literatur-literatur yang berkaitan dengan judul
makalah guna menunjang penyusunan makalah ini.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tri Hita Karana
Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember 1966,
pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah l Badan Perjuangan Umat Hindu Bali
bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan
kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa
menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah
Tri Hita Karana ini berkembang, meluas, dan memasyarakat.
Tri Hita Karana bersifat universal merupakan landasan hidup menuju kebahagiaan
lahir dan batin. Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri
= tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana
mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan
hubungan antara: Manusia dengan Tuhannya, Manusia dengan alam lingkungannya,
Manusia dengan sesamanya. Kata Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sanskerta, dimana
kata Tri artinya tiga, Hita artinya sejahtra atau bahagia dan Karana artinya sebab atau
penyebab. Jadi Tri Hita Karana artinya tiga hubungan yang harmonis yang menyebabkan
kebahagiaan bagi umat manusia. Untuk itu ketiga hal tersebut harus dijaga dan
dilestarikan agar dapat mencapai hubungan yang harmonis. Sebagaimana dimuat dalam
ajaran Agama Hindu bahwa “ kebahagiaan dan kesejahtraan ” adalah tujuan yang ingin
dicapai dalam hidup manusia, baik kebahagiaan atau kesejahtraan pisik atau lahir yang
disebut “ Jagadhita ” maupun kebahagiaan rohani dan batiniah yang disebut “ Moksa ”.
Pengertian Tri Hita Karana adalah tiga hal pokok yang menyebabkan
kesejahteraan dan kemakmuran hidup manusia. Konsep ini muncul berkaitan erat dengan
keberadaan hidup bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola hidup ini muncul dan
berkaitan dengan terwujudnya suatu desa adat di Bali. Bukan saja berakibat terwujudnya
persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam
bermasyaraakat, juga merupakan persekutuan dalam kesamaan kepercayaan untuk
memuja Tuhan atau Sang Hyang Widhi. Dengan demikian suatu ciri khas desa adat di
Bali minimal mempunyai tiga unsur pokok, yakni : Wilayah, Masyarakat dan Tempat
4
Suci untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi. Perpaduan tiga unsur itu secara harmonis
sebagai landasan untuk terciptanya rasa hidup yang nyaman, tenteram, dan damai secara
lahiriah maupun bathiniah.
Untuk bisa mencapai kebahagiaan yang dimaksud, kita sebagai umat manusia
perlu mengusahakan hubungan yang harmonis (saling menguntungkan) dengan ketiga hal
tersebut diatas. Karena melalui hubungan yang harmonis terhadap ketiga hal tersebut
diatas, akan tercipta kebahagiaan dalam hidup setiap umat manussia. Oleh sebab itu dapat
dikatakan hubungan harmonis dengan ketiga hal tersebut diatas adalah suatu yang harus
dijalin dalam hidup setiap umat manusia. Jika tidak, manusia akan semakin jauh dari
tujuan yang dicita-citakan atau sebaliknya ia akan menemukan kesengsaraan.
B. Bagian – Bagian Tri Hita Karana
1. Parhyangan
Parhyangan adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi
Wasa).
2. Pawongan
Pawongan adalah manusia dengan manusia. Manusia yang bersifat individu
maupun social sehingga memerlukan hubungan antara manusia yang satu dengan
yang lainnya.
3. Palemahan
Palemahan dalam arti yang luas,sebagai tempat manusia itu tinggal dan
berkembang sesuai dengan kodratnya termasuk sarwa prani.
Dengan terjadinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia dan manusia dengan alam, maka sebagai penyebab
terjadinya atau tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan bersama.
Dari uraian konsep Tri Hita Karana dapat disimak dua pengertian yang saling
berkaitan yaitu:
a. Pengertian Buana Agung
5
Buana Agung berarti alam yang besar, jagat raya dan sering juga disebut
makrokosmos. Semua gugusan matahari, bintang, planet ,bumi, bulan yang
menjadi isi alam semesta ini disebut Buana Agung.
Tuhan adalah jiwa dari jagat raya ini sehingga Tuhan sering diberikan gelar
Seru Sekalian Alam. Akibat Tuhan memberikan jiwa pada ciptaannya maka
Tuhan juga yang mengatur gerak atau peredaran alam semesta ini.
b. Buana Alit
Buana alit artinya dunia kecil atau sering juga disebut mikrokosmos. Sebagai
contoh makhluk hidup yang disebut mikrokosmos adalah manusia.
C. Tujuan Tri Hita Karana
Desa Pakraman yang merupakan komunitas Hindu-Bali dibangun dengan
kepercayaan Tri Murti di mana Ida Sanghyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai
Brahma, Wisnu, dan Siwa. Pura Desa tempat istana Dewa Brahma, Pura Puseh tempat
istana Dewa Wisnu dan Pura Dalem tempat istana Siwa.
Atas dasar itu dikembangkan pula konsep Tri Hita Karana yang mengambil
peranan manusia sebagai sentral atau penentu terwujudnya kebaikan dan kesejahteraan.
Tri Hita Karana bermakna sebagai tiga hal yang mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan
yakni Parhyangan, yaitu hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan
Tuhan, Pawongan, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama
manusia, dan Palemahan, yaitu hubungan yang harmonis dan seimbang antara manusia
dengan alam.
Kaitan Tri Hita Karana dengan falsafah Tri Murti, Tri Kahyangan, dan Tri Kaya
Parisudha, adalah untuk mencapai tujuan hidup yang sejahtera lahir dan bathin
(mokshartam jagaditaya ca iti dharmah), manusia hendaknya mampu melaksanakan Tri
Kaya Parisudha: pikiran yang baik, perkataan yang baik dan benar, dan perbuatan yang
baik untuk dapat terwujud kesehatan jasmani dan rohani.
Bali yang sejak abad ke-11 ditata dengan konsep-konsep Mpu Kuturan seperti itu
berhasil mencapai zaman keemasan yang memuncak pada masa pemerintahan Raja
Dalem Waturenggong (1460 – 1550). Sebagai rasa bhakti dan terima kasih atas jasa-jasa
Mpu Kuturan yang telah menata kehidupan rakyat Bali, maka di setiap Pura dan Sanggah
6
Pamerajan dibangunlah pelinggih Manjangan Saluwang sebagai stana dan pemujaan pada
Mpu Kuturan. Upaya manusia untuk menjaga kelestarian alam (palemahan) tidak
mungkin dapat terwujud dengan baik bila ia melupakan bhakti kepada Tuhan
(parhyangan), dan tidak menebarkan cinta kasih kepada sesama umat manusia
(pawongan).
Oleh karena umat manusia sedunia heterogen dalam artian memeluk berbagai
agama dan kepercayaan, maka konsep Tri Hita Karana dapat saja disesuaikan dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing.
Kitab suci dari berbagai agama mungkin saja telah menyebutkan hal itu, atau
mungkin lebih tegas lagi bahwa: Bila manusia merusak alam atau lingkungan, maka
alampun akan menghancurkan manusia. Ini adalah hubungan sebab akibat yang sangat
logis, dengan mencari berbagai contoh bencana-bencana alam yang disebabkan karena
ulah manusia.
Perubahan iklim dunia (World climate change) bersumber pada perusakan alam
oleh teknologi modern manusia. Alam yang dimaksud, adalah alam semesta meliputi
daratan, lautan, angkasa, dan atmosfir. Perusakan daratan terjadi karena pertambahan
penduduk dunia yang mengakibatkan berkurangnya daerah hijauan hutan dan tanaman.
Intinya tujuan dari Tri Hita Karana itu adalah untuk menjaga segala unsur-unsur
yang ada di alam ini baik itu unsur biotik maupun abiotik. Selain itu Tri Hita Karana juga
digunakan untuk menjaga keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan,
hubungan manusia dengan manusia serta hubungan antara manusia dengan alam
lingkungannya.
D. Bidang Garapan Tri Hita Karana
Adapun bidang garapan Tri Hita Karana dalam kehidupan bermasyarakat, adalah
sebagai berikut:
1. Bhuana dan Karang Desa. Bhuana adalah alam semesta, Karang Desa adalah
wilayah teritorial dari suatu desa adat yang telah ditentukan secara definitif
batas kewilayahannya dengan suatu upacara adat keagamaan .
7
2. Kerama Desa Adat, yaitu kelompok manusia yang bermasyarakat dan
bertempat tinggal di wilayahdesa adat yang dipimpin oleh seorang Bendesa
Adat dan dibantu oleh prajuru (aparatur) desa adatlainnya seperti kelompok-
kelompok Mancagra, Mancakriya dan Pemangku, bersama-sama masyarakat
desa membangun keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
Tempat Suci adalah tempat untuk memuja Tuhan/Sang Hyang Widhi dan Sang
Hyang Widhi sebagai pujaan bersama yang diwujudkan dalam tindakan dan tingkah laku
sehari-hari. Tempat pemujaan ini diwujudnyatakan dalam bentuk Pura Kayangan Tiga.
Setiap desa adat di Bali wajib memilikinya.
E. Makna Tri Hita Karana dalam Kehidupan Sehari-hari
Di dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali, kesehariannya menganut pola Tri
Hita Karana. Tiga unsur ini melekat erat setiap hati sanubari orang Bali. Penerapannya
tidak hanya pada pola kehidupan desa adat saja, namun tercermin dan berlaku dalam
segala bentuk kehidupan bermasyarakat, maupun berorganisasi. Seperti salah satu
organisasi pertanian yang bergerak di bidang pengairan yakni Sekehe Subak. Sistem
Sekehe Subak di Bali mempunyai masing-masing wilayah subak yang batas-batasnya
ditentukan secara pasti dalam awig-awig (peraturan). Subak Awig-awig ini memuat
aturan-aturan umum yang wajib diindahkan dan dilaksanakan. Apabila dilangggar dari
ketentuan itu akan dikenakan sanksi hukum yang berlaku dalam awig-awig persubakan.
Tri Hita Karana Persubakan menyangkut adanya sawah sebagai areal, ada krama subak
sebagai pemilik sawah, dan ada Pura Subak atau Ulun Suwi tempat pemujaan kepada
Sang Hyang Widhi dalam manisfestasinya sebagai Ida Batari Sri, penguasa kemakmuran.
Desa Adat terdiri dari kumpulan kepala keluarga (KK). Mereka bertanggung
jawab atas kelangsungan hidup keluarganya. Setiap keluarga menenpati Karang Ayahan
Desa, yang disebut karang sikut satak. Disinilah setiap KK bebas mengatur keluarganya.
Pola kehidupan mereka tak lepas dari pola Tri Hita Karana, hal ini dapat dilihat dari
Karang Sikut Satak yang ditempati. Secara umum penempatan bangunan di karang itu
berpolakan : Utama Mandala, tempat bangunan suci untuk memuja Sang Hyang Widhi
dan Para Leluhur, letaknya di Timur Laut pekarangan dinamakan Sanggah
8
Kemulan.Madya Mandala tempat untuk membangun rumah, Balai Delod, Dapur, Kamar
Mandi, Lumbung dan bangunan lainnya. Nista Mandala tempat membangun Kori Agung,
Candi Bentar, Angkul-angkul tempat masuk ke Pekarangan Sikut Satak.
Diluar Pekarangan Sikut Satak, namanya teba. Di teba inilah tempat krama Bali
membangun ekonominya dengan bercocok tanam seperti kelapa, pisang, nangka, durian
dan tanaman lain yang memiki nilai ekonomis. Di tempat ini pula anggota keluarga
membuat kandang sapi, babi, ayam, itik, kambing dan peliharanaan lainnya, sebagai
wujud pelestarian lingkungan. Setiap unit kehidupan masyarakat Hindu di Bali senantiasa
berkiblat kepada ajaran Tri Hita Karana,dan telah tercermin dalam hidup harmonis di
masyarakat dengan suku bangsa lainnya di Indonesia ,bahkan terhadap para wisatawan
yang berkunjung ke Bali.
Kini Tri Hita Karana, bukan saja baik diterapkan di Bali, juga ditempat lain
terutama yang menginginkan suasana hidup aman, tenteram, sejahtera, sentosa. Hidup
berdampingan secara damai.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab
kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara: Manusia dengan
Tuhannya, Manusia dengan alam lingkungannya, Manusia dengan sesamanya
Ketika manusia tidak lagi menghiraukan lingkungannya maka lingkungan pula
tidak akan pernah bersahabat dengan kita. Begitu pula ketika manusia dan sesamanya
tidak memiliki hubungan yang harmonis maka akan terjadilah gesekan-gesekan yang
menyebabkan hal-hal yangtidak kita inginkan bersama.Apalagi ketika manusia dan
ciptaannya tidak terjadi hubungan yang harmonis tentu akan berdampak sangan buruk
bagi manusia.
Tri Hita Karana adalah Tiga hubungan yang menyebabkan terjadinya
kebahagiaan. Unsur-unsur dari Tri Hita Karana yaitu antara lain :
1. Parhyangan, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan.
2. Pawongan, yaitu hubungan antara manusia dengan manusia.
3. Palemahan, yaitu hubungan antara manusia dengan alam.
Tujuan adanya Tri Hita Karana yaitu agar terciptanya kehiduan yang aman,
nyaman dan sejahtera antara manusia dengan buana agung maupun buana alit. Dengan
demikian manusia harus senantiasa menjaga keselarasan hubungannya dengan Tuhan,
sesama manusia serta lingkungan tempat hidupnya.
B. Saran
Kami berharap kepada seluruh umat hindu yang ada khususnya mahasiswa agar
menjaga hubungan harmonis dengan ide shangyang widhi karena dari situlah kita mampu
mengimbangi kesadaran kita sebagai umat manusia sadar akan kepentingan kita, dengan
sesama dan lingkungan kita.
Beliau mengajarkan pada umatnya agar mengindahkan ciptaannya sehingga
terjadi keselarasan hidup yang ingin dicapai.
10
DAFTAR PUSTAKA
Karmini, Ni Wayan, dkk. 2000. Agama Hindu. Jakarta: Ganeca Exact
Sujana,S.Pd, I Wayan. 2011. “Tri Hita Karana”. Bali. 22 Maret 2011. Diakses tanggal: 27
Januari 2013. Diunduh dari: http://wiranhu.blogspot.com/tri-hita-karana503.html
11