Makna Hijrah

31
Makna Hijrah Hijrah, dalam kamus Al-Munawir Arab Indonesia, berarti pindah ke negeri lain, hijrah dan migrasi. Kata ini berasal dari kata dasar hajara-yahjuru yang berarti memutuskan dan meninggalkan. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam bentuk nominal hijrah diartikan dengan perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum kafir Quraisy, Makkah. Dan dalam bentuk verbal, berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya). Hijrah adalah istilah yang sudah lama berkembang dalam kepustakaan Islam. Hal ini disebabkan karena sebutan hijrah itu mempunyai makna tersendiri lebih dari sekedar harfiyahnya. Hijrah membawa akibat yang sangat jauh dalam pemantapan ajaran Islam dilihat dari segi sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Demikian jelas Ishom El Saha dalam Sketsa Al-Qur’an. Perpindahan ini bukan sekedar peralihan dari satu daerah ke daerah lainnya tetapi mengambil makna perpindahan dari satu situasi yang tidak baik ke situasi yang lebih baik. Demikian tulisnya lebih lanjut. Dari pengertian hijrah di atas, maka ada dua makna yang dapat diambil, yaitu hijrah makani (perpindahan tempat), yakni dalam konteks fisik dan hijrah ma’nawi, yakni pada konteks non fisik. Peristiwa Hijrah Kapankah tepatnya beliau hijrah ke Madinah? Beragam informasi dijumpai pada kitab-kitab tarikh tentang peristiwa itu. Imam at-Thabari dan Ibnu Ishaq menyatakan, “Sebelum sampai di Madinah (waktu itu bernama Yatsrib), Rasulullah SAW singgah di Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian atau 24 September 622 M waktu Dhuha (sekitar jam 8.00 atau 9.00). Di tempat ini, beliau tinggal di keluarga Amr bin ‘Auf selama empat hari (hingga hari Kamis 15 Rabi’ul Awwal atau 27 September 622 M dan membangun masjid pertama; Masjid Quba. Pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal atau 28 September 622 M, beliau berangkat menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika beliau berada di Bathni Wadin (lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin ‘Auf, datang kewajiban Jum’at (dengan turunnya ayat 9 surat al-Jum’ah). Maka Nabi shalat Jum’at bersama mereka dan khutbah di tempat itu. Inilah shalat Jum’at yang pertama di dalam sejarah Islam. Setelah melaksanakan shalat Jum’at, Nabi SAW melanjutkan perjalanan menuju Madinah.

Transcript of Makna Hijrah

Page 1: Makna Hijrah

Makna Hijrah

Hijrah, dalam kamus Al-Munawir Arab Indonesia, berarti pindah ke negeri lain, hijrah dan migrasi. Kata ini berasal dari kata dasar hajara-yahjuru yang berarti memutuskan dan meninggalkan.

Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam bentuk nominal hijrah diartikan dengan perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum kafir Quraisy, Makkah. Dan dalam bentuk verbal, berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya).

Hijrah adalah istilah yang sudah lama berkembang dalam kepustakaan Islam. Hal ini disebabkan karena sebutan hijrah itu mempunyai makna tersendiri lebih dari sekedar harfiyahnya. Hijrah membawa akibat yang sangat jauh dalam pemantapan ajaran Islam dilihat dari segi sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Demikian jelas Ishom El Saha dalam Sketsa Al-Qur’an. Perpindahan ini bukan sekedar peralihan dari satu daerah ke daerah lainnya tetapi mengambil makna perpindahan dari satu situasi yang tidak baik ke situasi yang lebih baik. Demikian tulisnya lebih lanjut.

Dari pengertian hijrah di atas, maka ada dua makna yang dapat diambil, yaitu hijrah makani (perpindahan tempat), yakni dalam konteks fisik dan hijrah ma’nawi, yakni pada konteks non fisik.

Peristiwa Hijrah

Kapankah tepatnya beliau hijrah ke Madinah? Beragam informasi dijumpai pada kitab-kitab tarikh tentang peristiwa itu. Imam at-Thabari dan Ibnu Ishaq menyatakan, “Sebelum sampai di Madinah (waktu itu bernama Yatsrib), Rasulullah SAW singgah di Quba pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 13 kenabian atau 24 September 622 M waktu Dhuha (sekitar jam 8.00 atau 9.00).

Di tempat ini, beliau tinggal di keluarga Amr bin ‘Auf selama empat hari (hingga hari Kamis 15 Rabi’ul Awwal atau 27 September 622 M dan membangun masjid pertama; Masjid Quba. Pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal atau 28 September 622 M, beliau berangkat menuju Madinah. Di tengah perjalanan, ketika beliau berada di Bathni Wadin (lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin ‘Auf, datang kewajiban Jum’at (dengan turunnya ayat 9 surat al-Jum’ah). Maka Nabi shalat Jum’at bersama mereka dan khutbah di tempat itu. Inilah shalat Jum’at yang pertama di dalam sejarah Islam. Setelah melaksanakan shalat Jum’at, Nabi SAW melanjutkan perjalanan menuju Madinah.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa Nabi tiba di Madinah pada hari Jum’at 16 Rabi’ul Awwal atau 28 September 622 M. Sedangkan ahli tarikh lainnya berpendapat hari Senin 12 Rabi’ul Awwal atau 5 Oktober 621 M, namun ada pula yang menyatakan hari Jum’at 12 Rabi’ul Awwal atau 24 Maret 622 M.

Terlepas dari perbedaan tanggal dan tahun, baik hijriyah maupun masehi, namun para ahli tarikh semuanya bersepakat bahwa hijrah Nabi terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, bukan bulan Muharram (awal Muharram ketika itu jatuh pada tanggal 15 Juli 622 M).

Faktor Hijrah

Ada tiga peristiwa hijrah yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. Hijrah pertama pada bulan Rajab tahun ke lima setelah kenabian, ke Habasyah, dilaksanakan oleh sekelompok sahabat yang terdiri dari dua belas orang laki-laki dan orang wanita, yang dipimpin Ustman bin Affan.

Page 2: Makna Hijrah

Hijrah ini didorong oleh berbagai tekanan yang dilancarkan orang-orang Quraisy sejak pertengahan atau akhir tahun keempat kenabian, terutamu diarahkan kepada orang-orang yang lemah. Hari demi hari dan bulan demi bulan tekanan mereka semakin keras hingga pertengahan tahun kelima, sehingga Makkah terasa sempit bagi orang-orang Muslim yang lemah itu.

Mereka mulai berpikir untuk mencari jalan keluar dari siksaan yang pedih ini. Dalam kondisi yang sempit dan terjepit ini, Rasulullah SAW memerintahkan beberapa orang Muslim hijrah ke Habasyah, melepaskan diri dari cobaan sambil membawa agamanya.

Habasyah atau sekarang Ethiopia suatu daerah di ujung Utara Afrika, merupakan daerah yang dikuasai oleh seorang raja yang adil bernama Ashamah An-Najasyi, tidak akan ada seorang pun teraniaya di sisinya.

Peristiwa hijrah kedua pada bulan Syawwal tahun kesepuluh setelah kenabian, ke Tha’if, suatu daerah di sebelah tenggara Makkah, dilakukan oleh Rasulullah SAW sendiri dengan berjalan kaki bersama sahabat Zaid bin Haritsah.

Hijrah ini dilaksanakan setelah terjadi dua peristiwa besar yang berpengaruh pada diri Rasullah, khususnya dan orang-orang Muslim pada umumnya, yaitu meninggalnya Abu Thalib, paman beliau. Abu Thalib benar-benar menjadi benteng yang ikut menjaga dakwah Islam dari serangan orang-orang yang sombong dan dungu. Peristiwa meninggalnya Abu Thalib ini terjadi pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari kenabian.

Kira-kira tiga bulan berselang setelah meninggalnya Abu Thalib, istri Rasulullah, Ummul Mukminin Khadijah Al-Kubra meninggal dunia pula, tepatnya pada bulan Ramadhan pada tahun kesepuluh setelah kenabian.

Dua peristiwa ini menorehkan perasaan duka dan lara di hati Rasulullah SAW. Belum lagi cobaan yang dilancarkan kaumnya, karena dengan kematian keduanya mereka semakin berani menyakiti dan mengganggu beliau. Sehingga beliau hampir putus asa menghadapi mereka.

Untuk itu beliau pergi ke Tha’if, dengan setitik harapan mereka, penduduk Tha’if, berkenan menerima dakwah atau minimal mau melindungi dan mengulurkan pertolongan dalam menghadapi kaum beliau. Sebab beliau tidak lagi melihat seseorang yang bisa memberi perlindungan dan pertolongan. Tetapi mereka menyakiti beliau secara kejam, yang justru tidak pernah beliau alami sebelum itu dari kaumnya.

Karena penderitaan yang bertumpuk-tumpuk pada tahun itu, maka beliau menyebutnya sebagai 'Amul-huzni' (Tahun Duka Cita), sehingga julukan ini pun terkenal dalam sejarah.

Peritistiwa hijrah ketiga menurut Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri terjadi pada tahun ke-14 setelah kenabian, ke Madinah (sebelumnya disebut Yatsrib, yang jaraknya kurang-lebih 400 kilometer dari Makkah), dilakukan secara bergelombang. Diawali oleh Abu Salamah RA, kemudian diikuti oleh Mush’ab bin Umair RA, lalu disusul oleh para sahabat lainnya.

Page 3: Makna Hijrah

Sedangkan Rasulullah saw sendiri meninggalkan rumah beliau pada malam hari tanggal 27 Shafar menuju rumah sahabat sejatinya, Abu Bakar RA. Lalu mereka berdua meninggalkan rumah dari pintu belakang untuk keluar dari Makkah secara tergesa-gesa sebelum fajar menyingsing.

Di antara hal yang mendorong Rasulullah SAW untuk hijrah ke Madinah adalah ketiadaan bantuan dan perlindungan dari sanak familinya, yaitu setelah wafatnya Abu Thalib dan tampuk kepemimpinan Bani Hasyim beralih ke tangan Abu Lahab yang sama sekali menolak memberi perlindungan kepada beliau. Di samping itu juga, kesediaan penduduk Madinah untuk menerima Rasulullah SAW dan membantu beliau menyiarkan Islam.

Setelah hijrah ke Madinah, posisi Rasulullah SAW dengan sendirinya mengalami perubahan dan perkembangan. Kalau di Makkah beliau hanya berfungsi sebagai Rasul yang mengajak manusia mengesakan Allah SWT, sementara di Madinah beliau berperan tidak hanya sebagai sebagai Rasul tetapi sebagai pemimpin suatu masyarakat.

Beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah, antara lain:

1. Hendaknya selalu berusaha mengubah kemunkaran sekuat tenaganya, dan jika tidak mampu maka hendaknya meninggalkan tempat kemunkaran itu dan tidak berdiam di tempat kemunkaran atau kemaksiatan tersebut. Tetapi selama usaha perubahan masih dapat dilakukan walaupun sedikit demi sedikit, maka tidak mengapa berdiam di sana sambil terus mengupayakan perbaikan.

2. Betapa rapinya Rasulullah SAW dalam merancang dan membuat “program” dakwah. Walaupun dakwah ini pasti akan ditolong oleh Allah SWT dan beliau adalah seorang Rasul yang dijamin tidak akan dicelakai dan tidak akan dapat dikalahkan, tetapi beliau tetap menjalani semua sunnatullah (hukum sebab akibat) dalam keberhasilan dakwahnya sebagaimana manusia biasa lainnya.

3. Betapa luar biasanya usaha yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang selalu mencoba berbagai inovasi baru dalam dakwahnya. Terobosan-terobosan yang beliau lakukan ini nampak dari pemilihan berbagai tempat beserta alasan-alasan yang relevan yang melatar-belakanginya.

4. Sebagai pemimpin, Rasulullah SAW sangat memikirkan masyarakatnya. Segala cara beliau usahakan agar para sahabatnya tidak disiksa dan diprovokasi oleh pihak lain. Beliau pula yang paling akhir keluar dari Makkah setelah semua sahabatnya selamat.

Dan mestinya masih banyak lagi i’tibar atau pelajaran yang dapat dipetik darinya. Semoga ulasan singkat ini bisa menjadi penggugah untuk memulai langkah awal menuju yang baik dan yang lebih baik. Amin.

Saudaraku rahimakumullah,

Kita baru saja masuk pada bulan Muharram, salah satu bulan yang dimuliakan Allah seperti firman Allah dalam QS Attaubah: 36

Page 4: Makna Hijrah

� ف�ال �م� ق�ي ال الد�ين� ذ�ل�ك� م� ح�ر� �ع�ة� ب ر� أ ه�ا م�ن رض�

� و�األ م�او�ات الس$ خ�ل�ق� �وم� ي +ه� الل �اب� �ت ك ف�ي ا هر0 ش� ر� ع�ش� �ا ن اث +ه� الل ع�ند� ه�ور� الش5 ع�د$ة� �ن$ إ$ق�ين� م�ت ال م�ع� +ه� الل ن$

� أ �م�وا و�اعل �آف$ة0 ك �م �ك �ون �ل �ق�ات ي �م�ا ك �آف$ة0 ك �ين� ر�ك م�ش ال �وا �ل و�ق�ات �م ك �نف�س� أ ف�يه�ن$ �م�وا �ظل ت

[9.36] Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.

Oleh karena itu sudah selayaknya kita senantiasa meningkatkan takwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa.

�عم�ل�ون� . ت �م�ا ب �ير� ب خ� $ه� الل �ن$ إ $ه� الل $ق�وا و�ات Bغ�د� ل ق�د$م�ت م$ا �فس� ن �نظ�ر ت و�ل $ه� الل $ق�وا ات �وا آم�ن $ذ�ين� ال 5ه�ا ي� أ �ا ي

Sebelum kita kupas apa makna hijrah, maka kita lihat sekilas sejarah ditetapkannya peristiwa hijrah Rasul sebagai awal kalender Islam.

Pada tangga 6 bulan Agustus 610 M Rosululloh Muhammad SAW dilantik menjadi Rosul. Kemudian pada tanggal 28 Juni 623 M beliau Hijrah dari kota Mekkah ke kota Madinah. Tepat pada tanggal 9 Juni 633 Masehi Rosululloh wafat.

Setelah Rosulullah wafat kemudian kepala Negara diganti oleh shohabat Abu Bakar Shiddiq r.a. selama 2 tahun dan pada tahun 635 M setelah Shohabat Abubakar wafat. Selanjutnya kepala negara diganti oleh Shohabat Umar bin Khottob selama 10 tahun.

Jadi Rosululloh SAW sebagai rasul selama 13 tahun dan kemudian menjadi rosul dan Kepala Negara di Madinah selama 10 tahun. Shohabat Abu Bakar Shiddiq r.a. menjadi kepala negara di Madinah selama 2 tahun. Shohabat Umar bin Khothob r.a. menjadi kepala negara di Madinah selama 10 tahun.

Pada waktu shohabat Umar bin Khottob menjadi kepala negara di Madinah, banyak negara-negara yang takluk dengan Madinah seperti : Negara Mesir, Negara Irak atau Mesopotamia, Negara Yaman, Negara Bahrain, Negara Persi atau Iran, Negara Palestina, Negara Syiria, Negara Turki. Sebelumnya negara-negara tersebut masuk wilayah Negara Rumawi yang Kristen. Negara Negara seperti Kuffah, Baghdad, Basroh di Irak masuk wilayah Negara Persi.

Ibu Kota Negara sebagai pusat kendali pemerintahan di bawah seorang Kepala Negara yang disebut Amirul Mukminin adalah di Madinah di bawah pimpinan Shohabat Umar Bin Khothob. Pada tahun ke 5 Sayyina Umar bin khothob menjabat Kepala Negara beliau mendapat surat dari Musa Al As’ari Gubernur Kuffah, yang isinya adalah sebagai berikut : “kataba musa al as’ari ila umar ibnul khothob. innahu taktiina minka kutubun laisa laha taariikh.” Artinya: Telah menulis surat Gubernur Musa Al As’ari kepada Kepala Negara Umar bin Khothob. Sesungguhnya telah sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya.

Kemudian Kholifah Umar bin Khothob mengumpulkan para tokoh-tokoh dan shohabat-shohabat yang ada di Madinah. Di dalam musyawarah itu membicarakan rencana akan membuat Tarikh atau kalender Islam. Dan didalam musyawarah muncul bermacam-macam perbedaan pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

· Ada yang berpendapat sebaiknya tarikh Islam dimulai ari tahun lahirnya Nabi Muhammad SAW.

· Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rosululloh.

· Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari Rosululloh di Isro Mi’roj kan .

· Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari wafatnya Nabi Muhammad SAW.

· Sayyidina Ali krw. Berpendapat, sebaiknya kalender Islam dimulai dari tahun Hijriyahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah atau pisahnya negeri syirik ke negeri mukmin. Pada waktu itu Mekkah dinamakan Negeri Syirik, bumi syirik.

Akhirnya musyawarah yang dipimpin oleh Amirul Mukminin Umar Bin Khothob sepakat memilih awal yang dijadikan kalender Islam adalah dimulai dari tahun Hijriyahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Kemudian kalender Islam tersebut dinamakan Tahun Hijriyah.

Jadi, ditetapkan tahun Hijriyah itu dimulai sejak Umar bin Khothob menjabat Kepala Negara setelah 5 tahun dimulai diberlakukan bertepatan dengan tahun 640M. Setelah tahun Hijriyah berjalan 5 tahun kemudian Shohabat Umar Bin Khothob wafat.

Page 5: Makna Hijrah

1. Peristiwa yang menarik adalah mengapa peristiwa hijrah ditetapkan sebagai awal kelender, bukan saat lahirnya, matinya, Israknya, dll? Ini merupakan penghargaan Islam terhadap prestasi, bukan prestise. Seseorang dihargai karena prestasi bukan prestise.

�ير� ب خ� �يم� ع�ل $ه� الل �ن$ إ �م ق�اك ت� أ $ه� الل ع�ند� �م م�ك ر� ك

� أ �ن$ إ ف�وا �ع�ار� �ت ل �ل� �ائ و�ق�ب 0ا ع�وب ش� �م �اك ن ع�ل و�ج� �ى نث� و�أ Bر� ذ�ك م�ن �م �اك �قن ل خ� $ا �ن إ $اس� الن 5ه�ا ي

� أ �ا ي

[49.13] Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Sabda Rasul

قلوبكم الى ينظر ولكن صواركم الى وال مكم اجسا الى ينظر ال تعلى الله ان

Dari Abu Hurairah, Abdurrahman bin Shakhr ra, ia berkata Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak melihat pada tubuh kalian, dan tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia memandang kepada hati kalian. (HR Muslim)

2. Hijrah Dinamis

Dalam ajaran Islam sarat dengan istilah syari’at, tharikat, manhaj, shirath, sabil. Semua itu mempunyai arti dasar jalan. Hakikat jalan adalah untuk bergerak berpindah, dinamis, senantiasa beraktivitas. Ini adalah etos kerja muslim. Jadi kalau sebuah jalan kok tidak ada pergerakan, ada yang menghambat, macet, dsb, maka ia telah menghianati hakikat jalan.

Maka tak ada tempat bagi orang Islam untuk berhenti, diam, pasif, menunggu, meminta-minta, berhitung dengan seandainya jikalau umpama saja. Tetapi harus senantiasa aktif, bergerak dinamis.

Allah tak akan merubah nasib seorang kalau dia sendiri tak merubahnya. Bahkan Allah menegur orang yang menderita karena tak mau berjuang akibat tak mau pindah, tak mau bergerak.

ع�ة0 و�اس� +ه� الل رض�� أ �ن �ك ت �م ل

� أ و�ا ق�ال رض�� األ ف�ي �ضع�ف�ين� ت م�س $ا �ن ك �وا ق�ال �م �نت ك ف�يم� �وا ق�ال ه�م ف�س� �ن أ �م�ي ظ�ال �ة� �ك م�آلئ ال �و�ف$اه�م� ت $ذ�ين� ال �ن$ إ

ا م�ص�ير0 اءت و�س� $م� ه�ن ج� و�اه�م م�أ �ك� ئ ـ� ول

� ف�أ ف�يه�ا وا �ه�اج�ر� ف�ت

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali, [QS An-Nisa 4.97]

�ان� و�ك ه�م ع�ن �عف�و� ي ن� أ +ه� الل ع�س�ى �ك� ئ ـ� ول

� ف�أ 0 �يال ب س� �د�ون� �هت ي � و�ال �ة0 يل ح� �ط�يع�ون� ت �س ي � ال د�ان� و�ل و�ال اء �س� و�الن ج�ال� الر� م�ن� �ضع�ف�ين� ت م�س ال $ �ال إا غ�ف�ور0 ع�ف�و[ا +ه� الل

kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita atau pun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. [QS An-Nisa, 4.98-99]

م�وت� ال ه� �در�ك ي �م$ ث �ه� ول س� و�ر� +ه� الل �ل�ى إ ا م�ه�اج�ر0 �ه� ت �ي ب م�ن ج �خر� ي و�م�ن ع�ة0 و�س� ا �ير0 �ث ك اغ�م0ا م�ر� رض�� األ ف�ي �ج�د ي +ه� الل �يل� ب س� ف�ي �ه�اج�ر ي و�م�ن

ح�يم0ا ر$ ا غ�ف�ور0 +ه� الل �ان� و�ك +ه� الل ع�لى ه� جر�� أ و�ق�ع� ف�ق�د

Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS An-Nisa4.100]

واغترب االوطان دع

واغترب * االوطان فداع راحة من أدب وذي عقل لذي المقام في ما

الن+صب * في العيش لذيذ فان+ وانصب تفارقه عم+ن عوضا تجد سافر

يطب * لم يجر لم وان طاب سال ان يفسده الماء وقوف رأيت اني+

يصب * لم القوس فراق لوال والس+هم مافترست الغاب فراق لوال واالسد

عرب * من و عجم +اسمن الن +ه+ا لمل دائمة الفلك في لووفقت والشمش

Page 6: Makna Hijrah

الحطب * من نوع أرضه في والعود اماكنه في ملقى0 لترب كا والتير

كال+ذهب * غز+ ذاك تغر+ب وأن مطلبه عز+ هذا تغر+ب فأءن

Jika di tempat tinggalmu sudah tidak ada lagi orang yang berilmu dan beradab (sebagai tempat penenang maka tinggalkanlah negerimu dan berlakuklah sebagai musafir (orang asing)

Pergilah niscaya engkau akan mendapatkan pengganti orang yang kautinggalkan. Kemudian menetaplah di tempat yang baru itu karena lezatnya kehidupan itu pada ketetapan (tidak berpindah2). Sesungguhnya aku melihat terhentinya air dapat membuat rusak, tetapi jika air itu mengalir akan menjadi baik dan sehat, dan bila tidak mengalir akan tidak baik.

Seekor singa kalau dia tidak bergerak dari sarangnya tentu ia tidak akan mendapatkan mangsanya. Sebuah panah tidak akan mengenai sasaran kalau ia tidak mau bergerak dan berpisah dari busurnya.

3. Pilar-Pilar Hijrah

Membaranya besi Makah (penyiksaan, kezaliman dan berbagai penyelewengan terhadap pengikut rasulullah) ketika itu, menjadikan Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan perpindahan syar’I (hijrah) dari Mekah ke Madinah. Perpindahan ini sendiri adalah awal dari tekad perubahan atau dalam istilah apapun (reformasi, tajdid, islah, dll.) dari situasi yang tidak menguntungkan kepada situasi yang lebih menguntungkan. Dari situasi yang stagnan terhadap situasi yang lebih dinamis.

Dalam hubungan ini Umat harus segera melakukan pilar-pilar hijrah dari masa ke masa:

Pertama: Hijrah ‘aqadiyah. Yaitu tekad dan komitmen penuh untuk melakukan hijrah dari berbagai “tuhan” dalam hidup kita, termasuk tuhan-tuhan tokoh, harta, kedudukan, persepsi, dll. Menuju kepada Tuhan Yang Maha Tunggal, Allah SWT. Barangkali, wacana ketuhanan Ibrahim akan sangat membantu kita dalam hal ini. Ibrahim memulai menemukan tuhannya dalam bentuk bintang-bintang. Namun karena timbul bulan yang kelihatannya lebih besar dan bersinar, ia pun memiliki keberanian untuk mengetakan “no” kepada bintang-bintang tersebut. Beberapa masa kemudian, ternyata bulan seolah mengilang dari pancaran mentari yang bersinar. Maka dengan kebesaran jiwa yang dimilikinya, Ibrahim mampu melepaskan diri dari mempertuhankan bulan menuju kepada keyakinan akan ketuhanan matahari. Tapi tatkala matahari tenggelam, ia pun berkesimpulan, “inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatarassamawati walardh haniifan musliman wa maa ana minal musyrikiin”.

Proses pencapaian kemurnian akidah Ibrahim ini adalah contoh kongkrit yang sering terjadi dalam kehidupan kita. Betapa kekaguman kita terhadap seorang tokoh misalnya, namun jika pada akhirnya fakta mengharuskan kita untuk mengambil sikap bersebelahan, maka kita harus melakukannya. Sikap sebagian ummat selama ini, yang cenderung mengidolasasikan (memberhalakan) pemimpin sesudah masanya diilhami oleh hijrah (perpindahan positif) ke arah yang lebih positif.

Kedua, Hijrah Ta’abbudiyah. Yaitu tekad dan komitmen penuh dari ummat ini untuk melakukan perubahan konsepsi terhadap ibadah dalam Islam. Selama ini, ummat masih memahami makna ibadah sebagai kegiatan-kegiatan ritual yang terlepas dari masalah-masalah sosial dalam kehidupannya. Konsekwensinya, terjadi “personal split” (personalitas yang kontradiktif), di satu sisi merasa menjadi hamba yang saleh karena banyak melakukan haji, namun di sisi lain, tanpa menyadari, menjadi hamba yang korup dalam berbagai bentuknya.

Pemahaman terhadap konsepsi ibadah di atas sudah masanya diubah, direform, sehingga ummat ini tidak lagi kehilangan banyak kunci-kunci surga. Kunci-kunci surga dalam bentuk amal-amal kemasyarakatan, termasuk dalam pengelolaan negara dan bangsa. Untuk ini, khutbah Jum’at sudah harus dirubah isinya, yang selama ini melihat pembicaraan mengenai hal-hal politis (tanpa bermaksud politiking), dianggap tabu. Sebab hanya dengan menyadarkan ummat akan makna ibadah dalam proses amar ma’ruf, penegakan keadilan dan penanaman motivasi agar ummat bangkit melakukan kewajiban dan memperjuangkan hak, ummat akan terhindari dari perilaku penguasa yang cenderung memperbudak.

Ketiga, Hijrah Akhlaqiyah. Yaitu perubahan perilaku, baik lahir maupun bathin (Al Akhlaq wassuluk), ke arah yang islami. Akhlaq yang diajarkan oleh Islam sesungguhnya adalah perilaku manusia yang universal. Satu contoh misalnya, ketika di musim haji anda akan merasakan betapa “attitude” manusia akan beragam, termasuk yang sangat “kasar” (melompat di atas kepala sesama yang lagi duduk berdzikir) misalnya. Padahal, dalam hadits disebutkan bahwa dilarang duduk di antara dua orang tanpa seizinnya (hadits). Lalu bagaimana melompati kepala orang?

Page 7: Makna Hijrah

Keempat, Hijrah ‘Aqliyah Tsaqaafiyah. Yaitu tekad untuk membenahi sistem pemikiran dan cara pandang kita sebagai Muslim. Salah satu ajaran penting Islam dalam hal ini adalah bahwa manusia telah dimuliakan dengan kemampuan intelektual (’allama Aadam). Oleh sebab adalah pengingkaran terbesar terhadap ni’mat Allah jika kemampuan ini tersia-siakan, dengan mengekor kepada cara pandang orang lain tanpa reserve. Termasuk cara pandang dalam melihat kehidupan misalnya. Amerika yang dipersepsikan sebagai “the most super power” and by some others perceived to be the most civilized country, cenderung diikuti dalam berbagai kebijakannya. Tanpa disadari sebagian ummat ini terlibat dengan perilaku ini, yang sesungguhnya pada saat yang sama terjatuh dalam sebuah penjajahan baru, yaitu intellectual colonization (penjajahan intellektual).

Kelima, Hijrah Usrawiyah. Yaitu tekad dan komitmen baru untuk melakukan perubahan dalam pola pembangunan keluarga. Keluarga disebutkan secara khusus karena keluarga merupakan institusi terpenting untuk melakukan pembenahan-pembenahan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Gagalnya institusi keluarga merupakan kegagalan dalam institusi kemasyarakatan yang lebih luas.

Kalau selama ini, sebagian ummat terlalu “materialistic minded” dalam membangun kehidupan keluarganya, mungkin sudah masanya dilakukan pembenahan dengan peruabahan ke arah yang lebih seimbang antara “material dan spiritual”. Jika ummat terlalu termotivasi untuk mendidik anak ke jenjang tertinggi, Ph.D dalam ekonomi, politik, dll. Mungkin sudah masanya dibarengi dengan pendidikan tertinggi pula dalam hal kerohaniaan. Intinya, hijrah ke arah kehidupan keluarga yang Islami, yang ditandai oleh kesuksesan dunia akhirat (fiddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah).

Keenam, Hijrah Ijtima’iyah. Tekad dan komitmen dari semua anggota ummat ini untuk melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih positif dalam kehidupan jama’ahnya, dalam segala skala kehidupannya, baik politik, ekonomi, legal dan hukum dll. Untuk mencapai perubahan ini, diperlukan strategi-strategi yang sesuai, yang menuntut kemampuan ijtihadiyah dari anggota ummat ini. Mungkin akan keliru, jika ada di kalangan ummat ini yang mengakui bahwa metode pencapaian jama’ah islam (istilah apapun namanya, negara atau khilafah islamiyah) adalah miliknya semata. Berbagai kelompok, yang berada pada jalur ini (upaya pencapaiannya), berada pada persimpangan “ijtihadi” yang mungkin benar dan mungkin salah. Yang pasti, bahwa memang ada perbedaan kadar kebenaran dan kesalahan yang dimiliki masing-masing kelompok tersebut. Tinggal bagaimana agar kebenaran yang ada pada masing-masing pihak dapat dikoordinasikan sehingga mampu menutupi kekurangan-kekurangan yang ada.

Demikian sekilas refleksi hijrah. Selamat Tahun Baru 1422 H. Semoga perjalanan kita, dalam setiap langkah yang diambil mendapat ridha dan hidayah serta ma’unah Allah SWT.

, , ف�ه�و� ه� أمس� م�ن ا ر+ ش� �وم�ه� ي كان� و�م�ن ان� ر� خ�س ف�ه�و� ه� أمس� م�ن و�اء0 س� �وم�ه� ي كان� و�م�ن �ح� اب ر� ف�ه�و� ه� أمس� م�ن ا ر0 ي خ� �وم��ه� ي �ان� ك م�ن.ه�ال�ك�

Artinya:

“Barang siapa pada hari ini dalam keadaan yang lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung, dan barang siapa yang pada hari ini sama dari hari kemarin maka ia termasuk orang yang merugi, dan barang siapa yang pada hari ini dalam keadaan yang lebih buruk dari hari kemarin,maka ia termasuk orang yang celaka”

Kalender hijriyah adalah kalender Islam. Penanggalan yang juga dipakai standar dalam penentuan waktu-waktu ibadah dalam Islam. Puasa diwajibkan pada bulan Ramadhan, haji pada bulan Dzulhijjah, dan lain sebagainya.

Sebenarnya, nama-nama bulan ini telah dipakai di zaman Rasulullah SAW. Maka kita pun mendapati firman Allah SWT terkait dengan perhitungan waktu dalam hijriyah ini:

ف�ال� �م� ق�ي ال الد�ين� ذ�ل�ك� م� ح�ر� �ع�ة� ب ر� أ ه�ا م�ن رض�

� و�األ م�او�ات� الس$ خ�ل�ق� �وم� ي $ه� الل �اب� �ت ك ف�ي ا هر0 ش� ر� ع�ش� �ا ن اث $ه� الل د� ن ع� ه�ور� الش5 ع�د$ة� �ن$ إ$ق�ين� م�ت ال م�ع� $ه� الل ن$

� أ �م�وا و�اعل �اف$ة0 ك �م �ك �ون �ل �ق�ات ي �م�ا ك �اف$ة0 ك �ين� ر�ك م�ش ال �وا �ل و�ق�ات �م ك ف�س� �ن أ ف�يه�ن$ �م�وا �ظل ت

Page 8: Makna Hijrah

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS : At-Taubah : 36)

Permasalahan muncul pada zaman kekhilafahan Umar bin Khatab. Saat itu Abu Musa Al-Asyári sebagai salah seorang gubernur menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan. Mendapatkan masukan ini, khalifah Umar bin Khatab menggelar syura (musyawarah). Maka dikumpulkanlah beberapa sahabat senior waktu itu. Diantaranya adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhan bin Ubaidillah.

Dalam musyawarah itu muncullah beberapa usulan dimulainya tahun Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad (kelahiran) Rasulullah SAW. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muhammad SAW menjadi Rasul. Dan ada pula yang mengusulkan berdasarkan hijrah Rasulullah SAW. Usul terkahir ini datang dari Ali bin Abi Thalib, dan usul inilah yang kemudian disepakati. Maka ditetapkanlah tahun pertama dalam kalender Islam adalah pada masa hijrahnya Rasulullah SAW. Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku di masa itu di bangsa Arab selama ini.

Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,

Betapa luar biasanya para pendahulu kita dari kalangan sahabat radhiyallaahu anhum. Mereka menyepakati bahwa kalender hijriyah dimulai dari masa hijrah ke Madinah. Bukan dari waktu kelahiran Rasulullah, bukan dari diangkatnya Muhammad sebagai Rasulullah, bukan pula dari peristiwa lainnya. Sesungguhnya, dalam penentuan awal kalender Islam ini terkandung narasi besar.

Jika kelahiran Rasulullah, itu adalah skenario dari Allah. Demikian pula diangkatnya Muhammad sebagai Rasulullah, itu adalah kehendak Allah yang sulit bagi kita untuk mengambil keteladanan dari peristiwa itu. Itu karunia. Itu rahmat. Bukan pelibatan ikhtiar dalam kapasitas yang besar.

Namun hijrah. Subhaanallah... betapapun ia adalah skenario Allah, ia tetap saja sebuah proses manusiawi yang penuh dengan nilai perjuangan dan semangat untuk diteladani generasi berikutnya.

Kita tahu, bahwa dakwah Rasulullah selama 13 tahun di Makkah tidak membuat negeri itu menjadi negeri Islam. Bahkan yang terjadi, meskipun semakin banyak orang yang masuk Islam, orang-orang kafir Quraisy makin gencar menghalangi dakwah. Berbagai bentuk celaan dalam ribuan variannya telah dilancarkan. Siksaan kepada kaum muslimin yang lemah juga dilakukan. Berbagai negosiasi dan tawaran ditempuh agar dakwah berhenti. Sampai pemboikotan kaum muslimin hingga mereka terpaksa memakan daun-daunan. Semuanya tidak menghentikan dakwah. Hingga kafir Quraisy pun berencana membunuh Rasulullah.

Sementara itu, dari arah Yatsrib datang dukungan dakwah. Allah memberikan pertolongan dari jalan yang lain, ternyata. Setelah baiat Aqabah I, Rasulullah mengutus dai Islam Mush'ab bin Umair untuk mendakwahi penduduk Yatsrib, mengajarkan Islam kepada mereka. Hasilnya, penduduk Yatsrib berbondong-bondong masuk Islam. Mereka bahkan

Page 9: Makna Hijrah

berbaiat melindungi Rasulullah melalui baiat Aqabah II. Mereka juga mengabarkan bahwa Yatsrib telah menjadi basis sosial yang siap ditempati kaum muslimin.

Maka, dua bulan lebih beberapa hari setelah Baiat Aqabah II itu, kaum muslimin Makkah yang kemudian dikenal dengan nama Muhajirin telah hijrah ke Yatsrib. Yang kemudian dinamanak Rasulullah sebagai Madinah. Kini tinggal Rasulullah dan Abu Bakar yang masih berada di Makkah. Sampai kemudian datang perintah Allah kepada keduanya untuk hijrah, tepat ketika mereka hendak membunuh Rasulullah dengan mengepung rumah beliau.

Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,

Hijrah bukanlah perjuangan ringan. Bayangkanlah orang-orang yang telah disiksa di kampung halamannya harus berpindah ke negeri lain yang tidak dikenal. Yang belum jelas. Yang masih samar masa depan di sana. Di saat yang sama ia harus meninggalkan rumah dan harta benda yang tidak mungkin dibawa. Seakan-akan mereka terusir. Terusir dari kampung halaman tanpa bekal dan tanpa kejelasan masa depan. Namun karena iman, mereka menempuh perjuangan sulit dan melelahkan itu.

Terlalu banyak catatan luar biasa dari hijrah, dan betapa hebat perjuangan para muhajirin itu. Misalnya Suhaib. Ia orang yang kaya raya. Namun ketika hendak hijrah, orang-orang kafir Quraisy menghadangnya. Mereka tidak rela Shuhaib hijrah dan membawa sebagian hartanya. "Dulu engkau orang yang hina dan miskin," kata mereka ketika menghadang Shuhaib, "lalu setelah engkau kaya raya engkau akan membawa hartamu keluar Makkah. Kami tidak rela." Mendengar itu Shuhaib menawarkan pilihan, "Bagaimana jika kutunjukkan tempat penyimpanan hartaku dan kalian bebas memiliki semuanya. Tapi biarkan aku hijrah." Orang-orang kafir Quraisy itu pun setuju dan membiarkan Shuhaib hijrah tanpa bekal harta. Mendengar peristiwa ini Rasulullah bersabda:

صهيب ربح صهيب، ربح

Shuhaib beruntung, Shuhaib beruntung. (HR. Ibnu Hibban)

Demikianlah, para sahabat rela meninggalkan kampung halaman dan semua harta benda mereka. Bahkan rela mengambil resiko nyawa karena tidak ada jaminan bahwa hijrah itu berjalan mulus tanpa halangan kafir Quraisy hingga bisa dengan selamat di Madinah. Misalnya Ayash bin Abi Rabi'ah yang akhirnya ditangkap oleh orang Quraisy, diikat dan dibawa kembali ke Makkah.

Terlebih hijrahnya Rasulullah dan Abu Bakar yang langsung diburu oleh kafir Quraisy. Dan disayembarakan dengan hadiah besar bagi siapa yang bisa mendapatkan Rasulullah hidup atau mati.

Tidak heran jika kaum muhajirin dipuji oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an dan dipersaksikan para shaadiquun:

ه�م �ك� �ئ ول� أ �ه� ول س� و�ر� $ه� الل ون� ص�ر� �ن و�ي 0ا و�ر�ضو�ان $ه� الل م�ن 0 ف�ضال �غ�ون� ت �ب ي �ه�م مو�ال

� و�أ د�يار�ه�م م�ن خر�ج�وا� أ $ذ�ين� ال م�ه�اج�ر�ين� ال اء� ف�ق�ر� �ل ل

الص$اد�ق�ون�

Page 10: Makna Hijrah

Bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. mereka Itulah orang-orang yang benar. (QS. Al-Hasyr: 8).

Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,

Hijrah secara bahasa berarti "tarku" (meninggalkan). Dikatakan hijrah ila syai' berarti "intiqal ilaihi 'an ghairihi" (berpindah kepada sesuatu dari sesuatu). Sedangkan secara istilah hijrah berarti "tarku man nahallaahu 'anhu" : meninggalkan sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda:

ه� ع�ن $ه� الل �ه�ى ن م�ا ه�ج�ر� م�ن م�ه�اج�ر� ال

Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah (HR. Bukhari)

Dengan demikian, hijrah secara maknawi terus relevan sampai kapan pun. Bahwa nilai dan smeangat hijrah harus kita bawa dalam kehidupan modern ini. Kita berhijrah dari kejahiliyahan menuju Islam. Hijrah dari kekufuran menuju Iman. Hijrah dari kesyirikan menuju tauhid. Hijrah dari kebathilan menuju al-haq. Hijrah dari nifaq menuju istiqamah. Hijrah dari maksiat menuju tha'at. Dan hijrah dari yang haram menuju yang halal.

الراحمين خير انت و وارحم اغفر رب وقل

KHUTBAH KEDUA

�ون� ر�ك م�ش ال �ر�ه� ك �و و�ل �ه� �ل ك الد�ين� ع�ل�ى ه� �ظه�ر� �ي ل ح�ق� ال و�د�ين� ه�د�ى �ال ب �ه� ول س� ر� س�ل� ر� أ $ذ�ي ال $ه� �ل ل ح�مد� ال

ول�ه س� ور� د�ه عب م�ح�م$د0ا أن$ وأشهد� �ه�، ل ر�يك� ش� ال و�حد�ه� الله� إال �ه� إل ال أن ه�د� ش� .أ

�م�ون� } ل م�س �م ت ن� و�أ �ال إ �ن$ �م�وت ت و�ال �ه� �ق�ات ت ح�ق$ $ه� الل $ق�وا ات �وا آم�ن $ذ�ين� ال 5ه�ا ي

� �اأ ] { ي : عمران 102آل ]

ا * } ف�وز0 ف�از� ف�ق�د �ه� ول س� و�ر� $ه� الل �ط�ع� ي و�م�ن �م �ك �وب ذ�ن �م �ك ل �غف�ر و�ي �م �ك عم�ال� أ �م �ك ل �ح �صل ي د�يد0ا س� ق�وال �وا و�ق�ول $ه� الل $ق�وا ات �وا آم�ن $ذ�ين� ال 5ه�ا ي

� �اأ ي] { ع�ظ�يم0ا 71، 70األحزاب: ].

Jama'ah jum'at yang dirahmati Allah,

Dalam hijrah terkandung pula 3 dimensi nilai untuk kita internalisasikan dalam kehidupan modern ini.

Pertama, dimensi personal, bahwa setiap mukmin harus selalu lebih baik kualitas keimanannya dari hari kemarin. Maka kita berhijrah dari kualitas saat ini menuju kualitas yang lebih baik. Kita terus memperbaiki diri. Islahul fardi. Hingga mencapai kualitas pribadi muslim (syakhshiyah Islamiyah). Kita terus berupaya agar bisa menjalankan Islam secara kaffah, secara komprehensif.

Page 11: Makna Hijrah

�ين� م�ب rع�د�و �م �ك ل $ه� �ن إ ط�ان� ي الش$ خ�ط�و�ات� �ع�وا $ب �ت ت و�ال� �اف$ة0 ك � م ل الس� ف�ي �وا ل ادخ� �وا �م�ن آ $ذ�ين� ال 5ه�ا ي� أ �ا ي

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah, dan jangalah kalian ikuti langkah-langkah syaitan karena syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah : 208)

Kedua, dimensi sosial, bahwa seorang mukmin harus memperbaiki lingkungan sosialnya. Ia perlu menghijrahkan keluarga dan tetangganya hingga mencapai karakteristik komunitas Islami (Sya'biyah Islamiyah). Mungkin dalam konteks sekarang kita tidak perlu berpindah ke kota lain, tetapi bagaimana menghijrahkan kota atau daerah kita menjadi lebih baik. Dimensi sosial juga berarti menata diri kita untuk menjadi bermanfaat secara sosial. Memiliki kesadaran berkontribusi (wa'yul intaji).

Ketiga, dimensi dakwah. Sebagaimana dakwah ke Madinah adalah dalam rangka pemenangan dakwah dari satu marhalah ke marhalah berikutnya. Pembentukan basis sosial dan pendirian kepemimpinan Islam, maka semangat hijrah di masa kini harus juga berdimensi dakwah. Kita terpanggil untuk menebarkan Islam, menguatkan nilai-nilai kebaikan, dan mendukung dakwah Islam agar terwujud masyarakat yang islami dan negeri yang baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur, hingga Islam menjadi ustadziyatul alam (soko guru peradaban).

Menyambut tahun baru Hijriah, inilah saat yang tepat bagi kita untuk menggali sejarah hijrah nabi dari Mekah menuju Madinah. Tentu saja untuk mengambil rahasia emas yang terkandung di dalamnya. Karena, hijrah nabi adalah tonggak kebangkitan dan keberhasilan ummat Islam.

Sidang jamaah shalat Jumat yang berbahagia…

Seusai hijrah, Nabi Muhammad SAW melakukan dua tindakan yang berdampak luar biasa.

Tindakan Pertama : Membuat Program Pembenahan

- Program pembinaan iman dan taqwa

- Menggalang persatuan kaum Muhajirin dan Anshor

- Hubungan antar ummat yang dituangkan dalam Piagam Madinah

Tindakan Kedua : Mengadakan Perubahan

Nabi Muhammad merubah nama Yatsrib menjadi Madinah Al Munawaroh (Kota yang disinari). Program kedua ini nampaknya sepele, hanya mengganti nama! Tapi inilah justru yang menjadi cara cerdas dalam mempertahankan semangat hijrah.

Sekali lagi, mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah adalah tindakan luar biasa yang selama ini kita anggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. Itulah mengapa, Rasbin berganti nama menjadi H. Sholeh, Karyudi berganti nama menjadi H. Abdullah dan sebagainya.

Page 12: Makna Hijrah

Secara psikologis, dengan merubah nama Yatsrib menjadi Madinah, maka semua orang akan melihat ada hal baru. Dengan demikian mereka selalu ingat bahwa mereka sedang memiliki proram pembenahan menuju yang lebih baik. Inilah cara cerdas dan cara jitu yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kita, untuk senantiasa mengingatkan dan memberi semangat perbaikan… :

Setiap memasuki tahun baru Islam, kita hendaknya memiliki semangat baru untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik. ”Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya.” Kalimat itu diucapkan seorang sahabat Rasulullah, Sa’ad bin Rabi, kepada sahabat lainnya, Abdurrahman bin ‘Auf. Sa’ad tak bermaksud pamer dan sombong, tapi hendak meyakinkan Abdurrahman agar mau menerima tawarannya.

”Silakan pilih separuh hartaku dan ambillah,” tegas Sa’ad. Tidak hanya itu, Sa’ad menambah penawarannya. ”Aku pun mempunyai dua orang istri, coba perhatikan yang lebih menarik perhatian Anda, akan kuceraikan ia hingga Anda dapat memperistrinya.” Abdurrahman menolak halus tawaran tulus nan menggiurkan itu. Malah ia minta ditunjukkan letak pasar. Ia menolak ikan, tapi mau kail agar bisa memancing sendiri.

”Semoga Allah memberkati Anda, istri, dan harta Anda. Tunjukkanlah letak pasar agar aku dapat berniaga.” jawabnya. Rekaman peristiwa dan dialog antara Sa’ad dan Abdurrahman itu, sebagaimana diriwayatkan Anas bin Malik, terjadi saat Rasulullah SAW mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar di Madinah. Sa’ad adalah penduduk Madinah, sedangkan Abdurrahman termasuk kaum Muhajirin. Sa’ad bukan satu-satunya kaum Anshar yang menjadi penolong kaum Muhajirin.

Dengan semangat persaudaraan Islam, saat umat Islam Makkah hijrah ke Madinah bersama Rasulullah, umat Islam Madinah dengan suka-cita menyambut kaum pendatang, memberi bantuan, dan bersama-sama membangun negeri Islam Madinah. Keindahan ukhuwah Islamiyah kaum Muslimin generasi awal itu, antara Anshar dan Muhajirin.

Kita pun seyogyanya menggali kembali hikmah yang terkandung di balik peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah yang akan berganti dalam beberapa hari ini. Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama ‘Tahun Muhammad’ atau ‘Tahun Umar’. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani).

Tidak juga seperti sistem penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami (dewa matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno (naik tahta tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan Tahun Samura). Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka.

Menurut dongeng atau mitos, Aji Saka diyakini sebagai raja keturunan dewa yang datang dari India untuk menetap di Tanah Jawa. Penetapan nama Tahun Hijriyah (al-Sanah al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar. Seandainya ia berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar sangatlah mudah baginya melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaan Islam itu.

Ia malah menjadikan penanggalan itu sebagai jaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam. Selain Umar, orang yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. Dialah yang mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).

Di akhir tahun 2008 Masehi dan tahun 1429 Hijriyah, ada baiknya kita mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik, hal tersebut diisyaratkan oleh Allah Swt. Dalam firmannya surat al-Hasyr : (59 : 18)

�عم�ل�ون� ت �م�ا ب �ير� ب خ� $ه� الل �ن$ إ $ه� الل $ق�وا و�ات Bغ�د� ل ق�د$م�ت م�ا �فس� ن ظ�ر �ن ت و�ل $ه� الل $ق�وا ات �وا م�ن� آ $ذ�ين� ال 5ه�ا ي

� أ �ا ي

Page 13: Makna Hijrah

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”.

Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani : " setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya".

Jika kita berfikir tujuan utama manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada Allah Swt?.

Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan. Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob : " تحاسبوا أن قبل أنفسكم " حاسبوا

" Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak"

Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini, tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”

Untuk itu, takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa. Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:

1. Muhasabah

Yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita.

2. Mu’ahadah

Yaitu mengingat-ingat kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap saat, setiap shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah : نستعين +اك إي و نعبد +اك إي

Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolong. Kemudian kita berjanji ; ونسكيصالتي إن العالمين رب لله ومماتي Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena“ ومحياي

Allah Rabb semesta alam”. Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut dengan mua’ahadah.

3. Mujahadah

Adalah bersungguh-sungguh kepada Allah Swt. Allah menegaskan dalam firmannya : سبلنا لنهدينهم فينا جاهدوا والذين

Orang-orang yang sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami akan berikan hidayah kejalan kami.

Page 14: Makna Hijrah

Terkadang kita ibadah tidak dibarengi dengan kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang ingin menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.

4. Muraqabah

Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang lalu. Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa hadisnya adalah Ihsan.

” يراك فإنه تراه تكن لم فإن تراه كأنك الله تعبد أن هو "اإلحسان

artinya :“Ihsan adalah engkau senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, kalau pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihat kepadamu”.

Muraqabah atau ihsan adalah diantara jalan ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran tahun baru.

Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab : Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar menggembalakannya saja. Umar lalu berkata : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian memerdekakannya.

Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial yang rendah tetapi memiliki sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh Allah dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah. Muraqabah adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai bekal hidup kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini dimiliki oleh setiap muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada perbuatan maksiat. Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.

5. Mu’aqobah

Artinya, mencoba memberi sanksi kepada diri manakala diri melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh berjamaah maka hukumlah diri dengan infak disiang hari, misalnya. Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi bantuan kepada simiskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kita sendiri dengan melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas ibadah dan diri kita.

Mengawali tahun 2009 Masehi dan tahun 1429 Hijriyah ini, mari takwa harus kita jadikan hiasan diri, bekal diri, dengan menempuh lima cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Jika lima hal ini kita jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan selalu meningkat kualitas diri kita, insya Allah.

Page 15: Makna Hijrah

Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah swt. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’)

Gambaran Umum Hadits

Hadits di atas menggambarkan urgensi muhasabah (evaluasi diri) dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planing dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaan Rab-nya. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya harus memiliki visi (ghayah), perencanaan (ahdaf), strategi (takhtith), pelaksanaan (tatbiq) dan evaluasi (muhasabah). Hal terakhir merupakan pembahasan utama yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadits ini. Bahkan dengan jelas, Rasulullah mengaitkan evaluasi dengan kesuksesan, sedangkan kegagalan dengan mengikuti hawa nafsu dan banyak angan.

Indikasi Kesuksesan dan Kegagalan

Hadits di atas dibuka Rasulullah dengan sabdanya, ‘Orang yang pandai (sukses) adalah yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematiannya.’ Ungkapan sederhana ini sungguh menggambarkan sebuah visi yang harus dimiliki seorang muslim. Sebuah visi yang membentang bahkan menembus dimensi kehidupan dunia, yaitu visi hingga kehidupan setelah kematian.

Seorang muslim tidak seharusnya hanya berwawasan sempit dan terbatas, sekedar pemenuhan keinginan untuk jangka waktu sesaat. Namun lebih dari itu, seorang muslim harus memiliki visi dan planing untuk kehidupannya yang lebih kekal abadi. Karena orang sukses adalah yang mampu mengatur keinginan singkatnya demi keinginan jangka panjangnya. Orang bertakwa adalah yang ‘rela’ mengorbankan keinginan duniawinya, demi tujuan yang lebih mulia, ‘kebahagian kehidupan ukhrawi.’

Dalam Al-Qur’an, Allah swt. seringkali mengingatkan hamba-hamba-Nya mengenai visi besar ini, di antaranya adalah dalam QS. Al-Hasyr (59): 18–19.

Muhasabah atau evaluasi atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah saw. sebagai kunci pertama dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah saw. juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ’dan beramal untuk kehidupan sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah saw. langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.

Terdapat hal menarik yang tersirat dari hadits di atas, khususnya dalam penjelasan Rasulullah saw. mengenai kesuksesan. Orang yang pandai senantiasa evaluasi terhadap amalnya, serta beramal untuk kehidupan jangka panjangnya yaitu kehidupan akhirat. Dan evaluasi tersebut dilakukan untuk kepentingan dirinya, dalam rangka peningkatan kepribadiannya sendiri.

Page 16: Makna Hijrah

Sementara kebalikannya, yaitu kegagalan. Disebut oleh Rasulullah saw, dengan ‘orang yang lemah’, memiliki dua ciri mendasar yaitu orang yang mengikuti hawa nafsunya, membiarkan hidupnya tidak memiliki visi, tidak memiliki planing, tidak ada action dari planingnya, terlebih-lebih memuhasabahi perjalanan hidupnya. Sedangkan yang kedua adalah memiliki banyak angan-angan dan khayalan, ’berangan-angan terhadap Allah.’ Maksudnya, adalah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, sebagai berikut: Dia (orang yang lemah), bersamaan dengan lemahnya ketaatannya kepada Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya, tidak pernah meminta ampunan kepada Allah, bahkan selalu berangan-angan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya.

Urgensi Muhasabah

Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadits di atas, juga meriwayatkan ungkapan Umar bin Khattab dan juga ungkapan Maimun bin Mihran mengenai urgensi dari muhasabah.

1. Mengenai muhasabah, Umar r.a. mengemukakan:

‘Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.

Sebagai sahabat yang dikenal ‘kritis’ dan visioner, Umar memahami benar urgensi dari evaluasi ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas, Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan meringankan hisabnya di yaumul akhir kelak. Umar paham bahwa setiap insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita sebelum mendapatkan hisab dari Allah swt.

2. Sementara Maimun bin Mihran r.a. mengatakan:

‘Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya’.

Maimun bin Mihran merupakan seorang tabiin yang cukup masyhur. Beliau wafat pada tahun 117 H. Beliaupun sangat memahami urgensi muhasabah, sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan. Seseorang tidak dikatakan bertakwa, hingga menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri. Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Dan orang yang bertakwa, pastilah memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi.

3. Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah swt. dengan kondisi sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Allah swt. menjelaskan dalam Al-Qur’an: “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” [QS. Maryam (19): 95, Al-Anbiya’ (21): 1].

Aspek-Aspek Yang Perlu Dimuhasabahi

Page 17: Makna Hijrah

Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, agar ia menjadi orang yang pandai dan sukses.

1.Aspek Ibadah

Pertama kali yang harus dievaluasi setiap muslim adalah aspek ibadah. Karena ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini. [QS. Adz-Dzaariyaat (51): 56]

2. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki

Aspek kedua ini sering kali dianggap remeh, atau bahkan ditinggalkan dan ditakpedulikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Karena sebagian menganggap bahwa aspek ini adalah urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh pada aspek ukhrawinya. Sementara dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:

Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau bersabda, ‘Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya.’ (HR. Turmudzi)

3.Aspek Kehidupan Sosial Keislaman

Aspek yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek kehidupan sosial, dalam artian hubungan muamalah, akhlak dan adab dengan sesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga sangat penting, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits:

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?’ Sahabat menjawab, ‘Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)

Melalaikan aspek ini, dapat menjadi orang yang muflis sebagaimana digambarkan Rasulullah saw. dalam hadits di atas. Datang ke akhirat dengan membawa pahala amal ibadah yang begitu banyak, namun bersamaan dengan itu, ia juga datang ke akhirat dengan membawa dosa yang terkait dengan interaksinya yang negatif terhadap orang lain; mencaci, mencela, menuduh, memfitnah, memakan harta tetangganya, mengintimidasi dsb. Sehingga pahala kebaikannya habis untuk menutupi keburukannya. Bahkan karena kebaikannya tidak cukup untuk menutupi keburukannya tersebut, maka dosa-dosa orang-orang yang dizaliminya tersebut dicampakkan pada dirinya. Hingga jadilah ia tidak memiliki apa-apa, selain hanya dosa dan dosa, akibat tidak memperhatikan aspek ini. Na’udzubillah min dzalik.

4. Aspek Dakwah

Page 18: Makna Hijrah

Aspek ini sesungguhnya sangat luas untuk dibicarakan. Karena menyangkut dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi dari da’wah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi, banyak istighfar dan taubat dsb.

Tetapi yang cukup urgens dan sangat substansial pada evaluasi aspek dakwah ini yang perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak lain baik dalam skala fardi maupun jama’i, merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah yang telah sekian lama dilakukan? Jangan sampai sebuah ‘jamaah’ dakwah kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial, yaitu dakwah itu sendiri.

Evaluasi pada bidang dakwah ini jika dijabarkan, juga akan menjadi lebih luas. Seperti evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah dan kaderisasi, evaluasi dakwah dalam bidang dakwah ‘ammah, evaluasi dakwah dalam bidang siyasi, evaluasi dakwah dalam bidang iqtishadi, dsb?

Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar harakah dakwah tidak hanya menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari nilai-nilai dakwah itu sendiri. Mudah – mudahan ayat ini menjadi bahan evaluasi bagi dakwah yang sama-sama kita lakukan: Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [QS. Yusuf (12): 108]

Alhamdulillah, kita memasuki bulan Muharram 1433 H, yang berarti mengawali tahun baru 1433 H dan meninggalkan tahun 1432 H. Kita bersyukur kepada Allah Ta’ala atas kesempatan hidup yang masih diberikan kepada kita. Semoga kita dapat melaksanakan risalah ibadah secara ikhlas dan benar. Dan semoga kita serta seluruh umat Islam di tahun ini lebih baik dari tahun yang lalu dan tahun yang akan datang akan lebih baik lagi dari tahun ini.

Keutamaan Bulan Muharram

Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah Ta’ala berfirman:

م� ح�ر� �ع�ة� ب ر� أ ه�ا م�ن رض�

� و�األ م�و�ات� الس$ خ�ل�ق� �وم� ي $ه� الل �اب� �ت ك ف�ي ا هر0 ش� ر� ع�ش� �ا ن اث $ه� الل د� ن ع� ه�ور� الش5 ع�د$ة� �ن$ إ

“Sesungguhnya jumlah bulan di Kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram” (QS. At Taubah: 36)

Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.

Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan pula. Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah saw. menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas pertolongan Allah. Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:

�وا ف�ق�ال اء� ور� ع�اش� �ي �عن ي �وم0ا ي �ص�وم�ون� ي و�ج�د�ه�م �ة� م�د�ين ال ق�د�م� �م$ا ل $م� ل و�س� ه� �ي ع�ل $ه� الل ص�ل$ى �ي$ $ب الن ن$� أ ه�م�ا ع�ن $ه� الل ض�ي� ر� Bاس$ ع�ب ن� اب ع�ن

ف�ص�ام�ه� ه�م م�ن �م�وس�ى ب ول�ى� أ �ا �ن أ ف�ق�ال� $ه� �ل ل ا ر0 ك ش� م�وس�ى ف�ص�ام� ع�ون� ف�ر آل� ق� غر�

� و�أ م�وس�ى ف�يه� $ه� الل �ج$ى ن �وم� ي و�ه�و� ع�ظ�يم� �وم� ي ه�ذ�ا�ام�ه� �ص�ي ب م�ر�

� و�أ

Dari Ibnu Abbas RA, bahwa nabi saw. ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw. berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as. dari mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa” (HR Bukhari).

Page 19: Makna Hijrah

�فض�ل� و�أ م� م�ح�ر$ ال $ه� الل هر� ش� م�ض�ان� ر� �عد� ب � �ام الص�ي �فض�ل� أ $م� ل و�س� ه� �ي ع�ل $ه� الل ص�ل$ى $ه� الل س�ول� ر� ق�ال� ق�ال� ه� ع�ن $ه� الل ض�ي� ر� ة� ر� ي ه�ر� �ي ب� أ ع�ن

ل� $ي الل ة� ص�ال� ف�ر�يض�ة� ال �عد� ب ة� الص$ال�

Dari Abu Hurairah RA. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)

Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah saw. memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.

Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim).

Landasan puasa tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil keutamaan berpuasa pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk kehati-hatian jika terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram.

Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadits, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu baik untuk dilakukan.

Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang kuat mengaitkan menyayangi dan menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muharram.

Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh karena itu salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam yaitu menjadikan pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam untuk muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan rencana ke depan yang lebih baik lagi. Momentum perubahan dan perbaikan menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah saw. dan sahabatnya dari Mekah dan Madinah.

Legenda Dan Mitos Muharram

Di samping keutamaan bulan Muharram yang sumbernya sangat jelas, baik disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi banyak juga legenda dan mitos yang terjadi di kalangan umat Islam menyangkut hari ‘Asyura.

Beberapa hal yang masih menjadi keyakinan di kalangan umat Islam adalah legenda bahwa pada hari ‘Asyura Nabi Adam diciptakan, Nabi Nuh as di selamatkan dari banjir besar, Nabi Ibrahim dilahirkan dan Allah Swt menerima taubatnya. Pada hari ‘Asyura Kiamat akan terjadi dan siapa yang mandi pada hari ‘Asyura diyakini tidak akan mudah terkena penyakit. Semua legenda itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam Islam. Begitu juga dengan keyakinan bahwa disunnahkan bagi mereka untuk menyiapkan makanan khusus untuk hari ‘Asyura.

Sejumlah umat Islam mengaitkan kesucian hari ‘Asyura dengan kematian cucu Nabi Muhammad Saw, Husain saat berperang melawan tentara Suriah. Kematian Husain memang salah satu peristiwa tragis dalam sejarah Islam. Namun kesucian hari ‘Asyura tidak bisa dikaitkan dengan peristiwa ini dengan alasan yang sederhana bahwa kesucian hari ‘Asyura sudah ditegakkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw jauh sebelum kelahiran Sayidina Husain. Sebaliknya, adalah kemuliaan bagi Husain yang kematiannya dalam pertempuran itu bersamaan dengan hari ‘Asyura.

Bid’ah Di Bulan Muharram

Selain legenda dan mitos yang dikait-kaitkan dengan Muharram, masih sangat banyak bid’ah yang jauh dari ajaran Islam. Lebih tepat lagi bahwa bid’ah tersebut merupakan warisan ajaran Hindu dan Budha yang sudah menjadi tradisi

Page 20: Makna Hijrah

masyarakat Jawa yang mengaku dirinya sebagai penganut aliran kepercayaan. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Kejawen.

Dari segi sistem penanggalan, memang penanggalan dengan sistem peredaran bulan bukan hanya dipakai oleh umat Islam, tetapi masyarakat Jawa juga menggunakan penanggalan dengan sistem itu. Dan awal bulannya dinamakan Suro. Pada hari Jum’at malam Sabtu, 1 Muharram 1428 H bertepatan dengan 1 Suro 1940. Sebenarnya penamaan bulan Suro, diambil dari ’Asyura yang berarti 10 Muharram. Kemudian sebutan ini menjadi nama bulan pertama bagi penanggalan Jawa.

Beberapa tradisi dan keyakinan yang dilakukan sebagian masyarakat Jawa sudah sangat jelas bid’ah dan syiriknya, seperti Suro diyakini sebagai bulan yang keramat, gawat dan penuh bala. Maka diadakanlah upacara ruwatan dengan mengirim sesajen atau tumbal ke laut. Sebagian yang lain dengan cara bersemedi mensucikan diri bertapa di tempat-tempat sakral (di puncak gunung, tepi laut, makam, gua, pohon tua, dan sebagainya) dan ada juga yang melakukan dengan cara lek-lekan ‘berjaga hingga pagi hari’ di tempat-tempat umum (tugu Yogya, Pantai Parangkusumo, dan sebagainya). Sebagian masyarakat Jawa lainnya juga melakukan cara sendiri yaitu mengelilingi benteng keraton sambil membisu.

Tradisi tidak mengadakan pernikahan, khitanan dan membangun rumah. Masyarakat berkeyakinan apabila melangsungkan acara itu maka akan membawa sial dan malapetaka bagi diri mereka.

Melakukan ritual ibadah tertentu di malam Suro, seperti selamatan atau syukuran, Shalat Asyuro, membaca Doa Asyuro (dengan keyakinan tidak akan mati pada tahun tersebut) dan ibadah-ibadah lainnya. Semua ibadah tersebut merupakan bid’ah (hal baru dalam agama) dan tidak pernah ada contohnya dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam maupun para sahabatnya. Hadist-hadits yang menerangkan tentang Shalat Asyuro adalah palsu sebagaimana disebutkan oleh imam Suyuthi dalam kitab al-La’ali al-Masnu’ah.

Tradisi Ngalap Berkah dilakukan dengan mengunjungi daerah keramat atau melakukan ritual-ritual, seperti mandi di grojogan (dengan harapan dapat membuat awet muda), melakukan kirab kerbau bule (kiyai slamet) di keraton Kasunan Solo, thowaf di tempat-tempat keramat, memandikan benda-benda pusaka, begadang semalam suntuk dan lain-lainnya. Ini semuanya merupakan kesalahan, sebab suatu hal boleh dipercaya mempunyai berkah dan manfaat jika dilandasi oleh dalil syar’i (Al Qur’an dan hadits) atau ada bukti bukti ilmiah yang menunjukkannya. Semoga Allah Ta’ala menghindarkan kita dari kesyirikan dan kebid’ahan yang membinasakan.

Menyikapi berbagai macam tradisi, ritual, dan amalan yang jauh dari ajaran Islam, bahkan cenderung mengarah pada bid’ah, takhayul dan syirik, maka marilah kita bertobat kepada Allah dan melaksanakan amalan-amalan sunnah di bulan Muharram seperti puasa. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘Asyura menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah berlalu.

�ة� ن الس$ �ف�ر� �ك ي ف�ق�ال� اء� ور� ع�اش� � �وم ي � ص�وم ع�ن �ل� ئ س� ل$م� و�س� ه� �ي ع�ل $ه� الل ص�ل$ى $ه� الل س�ول� ر� ن$� أ ه� ع�ن $ه� الل ض�ي� ر� ص�ار�ي� ن

� األ �اد�ة� ق�ت �ي ب� أ ع�ن

�ة� م�اض�ي ال

Dari Abu Qatadah RA. Rasulullah ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda: “Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat.” (HR. Muslim).

Demikian bayan dari Pusat Konsultasi Syariah Indonesia tentang keutamaan bulan Muharram, sebagai panduan umat Islam untuk mengisi bulan Muharram. Wallahu ’alam bishawwab.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,

Waktu demikian cepat berlalu. Hari demi hari kita lalui. Bulan demi bulan berganti. Seakan tak terasa, kini kita sudah berada di akhir bulan Dzulhijjah. Yang artinya, kita sudah berada di penghujung tahun 1432 H. Hanya tinggal sehari lagi, kita akan memasuki tahun baru 1433 H.

Page 21: Makna Hijrah

Seiring pergantian waktu, pergantian tahun, marilah kita meningkatkan rasa syukur dan taqwa kita kepada Allah Azza wa Jalla. Sungguh, tiada satu waktu pun yang kita lalui, kecuali di sana ada nikmat Ilahi. Sungguh, tak pernah waktu berganti, baik pergantian hari, bulan atau tahun, kecuali nikmat Allah senantiasa membersamai.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,

Besuk, insya Allah kita berjumpa dengan bulan Muharam. Bulan pertama dalam kalender hijriyah. Muharam merupakan bulan yang mulia di sisi Allah SWT. Ia memiliki berbagai keutamaan, diantaranya adalah :

Pertama, bulan Muharam merupakan salah satu bulan haram. Allah SWT berfirman :

ف�ال� �م� ق�ي ال الد�ين� ذ�ل�ك� م� ح�ر� �ع�ة� ب ر� أ ه�ا م�ن رض�

� و�األ م�او�ات� الس$ خ�ل�ق� �وم� ي $ه� الل �اب� �ت ك ف�ي ا هر0 ش� ر� ع�ش� �ا ن اث $ه� الل د� ن ع� ه�ور� الش5 ع�د$ة� �ن$ إ�م ك ف�س� �ن أ ف�يه�ن$ �م�وا �ظل ت

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, (QS. At-Taubah : 36)

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa ada dua belas : mulai dari bulan Muharam yang insya Allah akan tiba besuk malam, hingga bulan Dzulhijjah. Diantara dua belas bulan itu ada empat bulan haram yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.

Ashurul haram (bulan haram), termasuk bulan Muharam ini adalah bulan yang dimuliakan Allah SWT. Bulan-bulan itu memiliki kesucian, dan karenanya menjadi bulan pilihan. Diantara bentuk kesucian dan kemuliaan bulan-bulan itu adalah kaum muslimin dilarang berperang, kecuali terpaksa; jika diserang oleh kaum kafir. Kaum muslimin juga diingatkan agar lebih menjauhi perbuatan aniaya pada bulan itu.

Dalam menafsirkan ayat ini, Imam At-Thabari dalam Tafsirnya mengutip atsar dari Ibnu Abbas r.a. : "Allah menjadikan bulan-bulan ini sebagai bulan-bulan suci, mengagungkan kehormatannya dan menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan ini menjadi lebih besar dan menjadikan amal shalih pada bulan ini juga lebih besar."

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,

Keutamaan kedua dari bulan Muharam adalah nilai historis bulan ini sebagai bulan hijrah. Yang seharusnya kaum muslimin mengambil semangat hijrah itu dalam kehidupannya.

Sungguh, hijrah merupakan perjuangan monumental yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Mereka rela meninggalkan segala harta, termasuk rumah dan perabotnya, menuju Yatsrib yang kemudian dikenal sebagai Madinah. Mereka rela meninggalkan tanah air menuju tanah yang tidak jelas peluang bisnis maupun ladang pekerjaan di sana. Bahkan lebih dari itu, dengan hijrah tidak sedikit para sahabat yang mempertaruhkan nyawa mereka. Termasuk Rasulullah SAW dan Abu Bakar, yang dikejar dan diburu hidup atau mati.

Page 22: Makna Hijrah

Tanpa hijrah, mungkin tidak ada peradaban Islam yang dimulai Rasulullah dari Madinah. Tanpa hijrah, mungkin tidak akan ada kemenangan demi kemenangan yang diraih Rasulullah dan para sahabatnya hingga mampu memfutuhkan Makkah dan menyebarkan Islam ke seluruh jazirah Arab. Hingga sekarang Islam dipeluk oleh lebih dari 1,2 milyar penduduk bumi.

Karena itulah, ketika Umar bin Khatab hendak menentukan tahun baru Islam, beliau memilih tahun hijrah sebagai tahun pertama. Muharam sebagai bulan pertama, yang di waktu itu juga dimulai perjalanan hijrah oleh beberapa sahabat, lalu secara besar-besaran para sahabat berbondong-bondong hijrah pada bulan Safar. Hijrah yang diambil sebagai titik tolak peradaban Islam. Maka kalender Islam pun disebut sebagai kalender hijriyah.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,

Lalu bagaimana kita mengambil ibrah dari peristiwa hijrah yang terjadi pada bulan Muharam 1433 tahun yang lalu? Sedangkan Rasulullah telah mensabdakan,

ح� ف�ت ال �عد� ب ة� ه�جر� � ال

Tidak ada hijrah setelah futuhnya Makkah (HR. Bukhari)

Perlu diketahui, bahwa maksud hadits Rasulullah SAW itu adalah, tidak lagi wajib hijrah dari Makkah ke Madinah setelah futuhnya Makkah. Karena tidak ada kewajiban untuk hijrah dari negeri Muslim.

Yang perlu dilakukan adalah, ketika kita hidup di sebuah tempat yang tidak islami, yang membahayakan agama kita, keluarga dan anak-anak kita, saat itulah kita dianjurkan hijrah ke tempat yang lebih kondusif sehingga kita bisa menjalankan Islam dengan baik.

Sedangkan semangat hijrah yang lebih luas adalah seperti sabda Rasulullah SAW:

ه� ع�ن $ه� الل �ه�ى ن م�ا ه�ج�ر� م�ن م�ه�اج�ر� ال

Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah (HR. Bukhari)

Inilah hakikat hijrah, inilah semangat hijrah, dan inilah kesempatan bagi setiap muslim: hijrah adalah meninggalkan larangan Allah SWT. Maka ketika kita berusaha beralih dari kemaksiatan menuju ketaatan, itu adalah hijrah. Ketika kita berusaha meninggalkan kezaliman menuju keadilan, itu adalah hijrah. Ketika kita berusaha mengubah hidup kita dari kejelekan menjadi kebaikan, itu adalah hijrah.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,

Kemuliaan ketiga dari bulan Muharam adalah, disunnahkannya puasa tasu'a dan ayura pada bulan itu. Bahkan puasa tasu'a dan asyura serta puasa sunnah lainnya (senin kamis, ayamul bidh, puasa daud), nilainya menjadi puasa yang paling mulia setelah Ramadhan.

Page 23: Makna Hijrah

Rasulullah SAW bersabda :

م� م�ح�ر$ ال $ه� الل هر� ش� م�ض�ان� ر� �عد� ب � �ام الص�ي �فض�ل� أ

Puasa yang paling mulia setelah puasa Ramadhan adalah (berpuasa) di bulan Allah, Muharam. (HR. Muslim)

Secara khusus, Rasulullah SAW menyebutkan keutamaan puasa asyura dalam sabdanya :

�ة� م�اض�ي ال �ة� ن الس$ �ف�ر� �ك ي ف�ق�ال� اء� ور� ع�اش� � �وم ي � ص�وم ع�ن �ل� ئ س�

Rasulullah ditanya mengenai puasa asyura, beliau menjawab, "ia bisa menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim)

Sedangkan mengenai puasa tasu'a, Rasulullah berazam untuk menjalankannya, meskipun beliau tidak sempat menunaikan karena wafat sebelum Muharam tiba. Lalu para sahabatnya menjalankan puasa tasu'a seperti keinginan Rasulullah SAW :

التاسع يوم صمنا المقبل العام كان إذا

Apabila tahun depan (kita masih diberi umur panjang), kita akan berpuasa pada hari tasu'a (kesemblan). (HR. As-Suyuthi dari Ibnu Abbas, dishahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami')