Makanan Yang Dapat Difortifikasi

17
Makanan yang dapat difortifikasi | Artikel Sebelumnya Perkembangan Fortikasi di Indonesia Terdapat dua macam fortifikasi, pertama fortifikasi sukarela oleh industri pangan kemasaan untuk meningkatkan nilai tambah. Tidak selalu untuk tujuan perbaikan gizi bahkan kadang-kadang bertentangan dengan kebijakan perbaikan gizi masyarakat. Kedua fortifikasi wajib yang bertujuan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi masayarakat, khususnya masyarakat miskin. Syarat untuk fortifikasi wajib, pertama,makanan yang umumnya selalu ada disetiap rumah tangga dan dimakan secara teratur dan terus-menerus oleh masyarakat termasuk masyarakat miskin. Kedua, makanan itu diproduksi dan diolah oleh produsen yang terbatas jumlahnya, agar mudah diawasiproses fortifikasinya. Ketiga, tersedianya teknologi fortifikasi untuk makanan yang dipilih. Keempat, makanan tidak berubah rasa, warna dan konsistensi setelah difortifikasi. Kelima, tetap aman dalam arti tidak membahayakan kesehatan. Oleh karena itu program fortifikasi harus diatur oleh undang-undang atau peraturan pemerintah, diawasi dan dimonitor, serta dievaluasi secara teratur dan terus menerus. Dan keenam, harga makanan setelah difortifikasi tetap terjangkau daya beli konsumen yang menjadi sasaran. Atas dasar persyaratan tersebut, makanan yang umumnya difortifikasi (wajib) terbatas pada jenis makanan pokok (terigu, jagung, beras), makanan penyedap atau bumbu seperti garam, minyak goreng, gula, kecap kedele, kecap ikan, dan Mono Sodium Glutamat (MSG).

description

pangan fortifikasi

Transcript of Makanan Yang Dapat Difortifikasi

Makanan yang dapat difortifikasi|

Artikel Sebelumnya Perkembangan Fortikasi di IndonesiaTerdapat dua macam fortifikasi, pertama fortifikasi sukarela oleh industri pangan kemasaan untuk meningkatkan nilai tambah. Tidak selalu untuk tujuan perbaikan gizi bahkan kadang-kadang bertentangan dengan kebijakan perbaikan gizi masyarakat. Kedua fortifikasi wajib yang bertujuan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi masayarakat, khususnya masyarakat miskin. Syarat untuk fortifikasi wajib, pertama,makanan yang umumnya selalu ada disetiap rumah tangga dan dimakan secara teratur dan terus-menerus oleh masyarakat termasuk masyarakat miskin. Kedua, makanan itu diproduksi dan diolah oleh produsen yang terbatas jumlahnya, agar mudah diawasiproses fortifikasinya. Ketiga, tersedianya teknologi fortifikasi untuk makanan yang dipilih. Keempat, makanan tidak berubah rasa, warna dan konsistensi setelah difortifikasi. Kelima, tetap aman dalam arti tidak membahayakan kesehatan. Oleh karena itu program fortifikasi harus diatur oleh undang-undang atau peraturan pemerintah, diawasi dan dimonitor, serta dievaluasi secara teratur dan terus menerus. Dan keenam, harga makanan setelah difortifikasi tetap terjangkau daya beli konsumen yang menjadi sasaran.

Atas dasar persyaratan tersebut, makanan yang umumnya difortifikasi (wajib) terbatas pada jenis makanan pokok (terigu, jagung, beras), makanan penyedap atau bumbu seperti garam, minyak goreng, gula, kecap kedele, kecap ikan, dan Mono Sodium Glutamat (MSG).

Pilihan zat gizi yang ditambahkan kedalam makanan untuk difortifikasi (fortifikan) ditentukan oleh masalah kekurangan gizi yang ada dengan pertimbangan teknis kimiawi, daya serap dalam sistem pencernaan, manfaat biologis (bioavailability), dan pengaruhnya terhadap rasa, penampilan, dan keamanan makanan, dan harga.

Setiap negara menentukan jenis makanan yang akan difortifikasi, yang selanjutnya disebut sebagai makanan pembawa (vehicles), sesuai dengan pola makan setempat serta memenuhi syarat untuk fortifikasi wajib. Sedang penentuan jenis dan dosis fortifikan yang dipakai disesuaikan dengan makanan pembawa, peraturan pemerintah dan internasional (WHO/FAO), kebutuhan tubuh, serta masalah kekurangan gizi setempat.

Misalnya di RRC : kecap kedele dan kecap ikan difortifikasi dengan zat besi ; tepung terigu dengan zat besi, asam folat, dan vitamin A ; beras dengan zat besi dan direncanakan juga dengan vitamin A. India : tepung terigu dengan zat besi, asam folat, dan vitamin B ; gula dengan vitamin A ; minyak dan lemak, teh, dan susu dengan vitamin A. Philipina : fortifikasi tepung terigu dengan zat besi, asam folat dan vitamin A. Thailand : mie dengan zat besi, yodium dan vitamin A ; beras dengan zat besi, vitamin B1, B2, B6, dan niacin. Vietnam : kecap ikan dengan zat besi ; gula dengan vitamin A. Amerika Latin : 20 negara di Amerika Latin semua tepung terigu dan tepung jagung difortifikasi dengan zat besi ; gula dengan vitamin A. Indonesia : Garam dengan Yodium, tepung terigu dengan zat besi, seng, asam folat, vitamin B1 dan B2, dan minyak goreng dengan vitamin A.

Tingkatan program fortifikasi di beberapa negara beragam dari tingkat studi kelayakan, percobaan, diijinkan (permitted) untuk diproduksi dan dipasarkan, sampai pada tingkat wajib (mandatory).

Fortifikasi Pangan di Indonesia Fortifikasi pangan merupakan penambahan zat gizi mikro (vitamin dan/atau mineral) pada bahan makanan dalam proses pengolahan, untuk meningkatkan nilai gizi pangan yang bersangkutan. Fortifikasi pangan ini merupakan bagian dari perbaikan gizi.

Perbaikan gizi ditempuh dengan mengkonsumsi makanan keluarga sehari-hari berdasarkan gizi seimbang. Namun, sayangnya tidak semua keluarga dapat memenuhi gizi seimbang karena masalah ekonomi ataupun kurangnya pengetahuan. Oleh sebab itu, fortifikasi merupakan salah satu upaya untuk memenuhinya, ungkap Prof. Soekirman Guru Besar Ilmu Gizi sekaligus ketua Yayasan Kegizian Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia (KFI) dalam seminar gizi nasional di Universitas Indonesia beberapa waktu lalu.

KFI didirikan dengan misi menyebarluaskan pengetahuan tentang fortifikasi pangan, mengadvokasi pentingnya fortifikasi pangan sebagai bagian dari berbagai upaya untuk memperbaiki keadaan pangan dan gizi, kesehatan, kecerdasan serta produktivitas, menjadi mitra pemerintah dalam formulasi kebijakan, peraturan dan hukum serta implementasinya dalam fortifikasi pangan dan menyediakan data dan informasi ilmiah tentang fortifikasi pangan. Di Indonesia fortifikasi pertama kali dilakukan pada garam yang bertujuan untuk mengatasi masalah kurang yodium.

Pada tahun 1999 dilanjutkan dengan fortifikasi tepung terigu yang ditambahkan zat besi, lalu dua tahun kemudian Standar Nasional Indonesia(SNI) mewajibkan tepung terigu difortifikasi dengan zat besi, seng, vitamin B1 dan B2. Pada awalnya program fortifikasi ini dianggap tidak berguna oleh pemerintah, namun setelah kami menunjukkan beberapa penelitian mengenai ini akhirnya pemerintah menerima dan mendukung fortifikasi pangan, tutur Prof. Soekirman. Pada dasarnya fortifikasi terdiri dari tiga jenis, yaitu fortifikasi sukarela, fortifikasi wajib dan fortifikasi khusus.

Fortifikasi sukarela merupakan inisiatif produksi oleh produsen, bukan pemerintah. Komoditi pangan dan fortifikan yang dipakai ditentukan oleh produsen, sasarannya adalah semua orang yang sanggup membeli. Fortifikasi wajib adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menanggulangi masalah gizi mikro yang banyak terdapat pada kelompok masyarakat tertentu (misalnya masyarakat miskin). Sedangkan fortifikasi khusus sama dengan fortifikasi wajib, hanya sasarannya kelompok masyarakat tertentu, seperti anak-anak, balita atau anak sekolah. Pemerintah Indonesia mencanangkan fortifikasi wajib pada beberapa produk, yakni terigu dan minyak goreng, pada minyak goreng misalnya harus mengandung vitamin A sebanyak 45 IU. Tambah Prof. Soekirman. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk fortifikasi wajib, yaitu ada masalah gizi mikro mendesak, bahan pangan yang akan difortifikasi dikonsumsi sebagian besar masyarakat, diproduksi oleh pabrik atau produsen yang jumlahnya terbatas, dan ada teknologi fortifikasi sesuai pedoman WHO. Selain itu, fortifikasi juga tidak boleh merubah rasa, warna, konsistensi, dan tidak menambah harga secara signifikan serta secara ilmiah dibuktikan fortifikasi efektif mengatasi masalah gizi mikro. K-15

Vitamin A

Ada 2 macam bentuk vitamin A. Namun, hanya satu jenis yang perlu Anda waspadai. Provitamin A carotenoids sangat baik bagi tubuh. Kandungan ini terdapat pada labu kuning, wortel, bayam dan jenis makanan lain. Bagi kebanyakan wanita, jarang sekali yang mengasupnya dengan jumlah banyak. Karena, tubuh umumnya hanya menggunakan sesuai kebutuhan. Retinol, adalah jenis vitamin A lainnya. Secara alami, bisa ditemui dalam daging dan produk susu, dan secara industri di tambahkan pada waffle, snack bar, yoghurt rendah lemak, dan produk lainnya. Kita membutuhkan retinol untuk mencegah infeksi dan menjaga kesehatan kulit dan mata. Tapi, jika Anda mengonsumsinya terlalu banyak, justru bisa membuat tulang menjadi rapuh dan meningkatkan risiko kelahiran bayi cacat, jika Anda dalam kondisi hamil.

Intinya, tetap perhatikan label fakta nutrisi pada kemasan. Sehingga, Anda tak mengonsumsi vitamin A lebih dari 100 persen kebutuhan harian tubuh. Terutama, jika mengasup multivitamin. Hanya dengan 2 potong waffle gandum yang diolesi margarin, satu batang snack bar dan sekotak yoghurt rendah lemak, Anda sudah mencukupi lebih dari 75 persen dari 2310 IU, saran jumlah vitamin A yang diasup per hari.

Vitamin E

Jika Anda menjaga makanan yang Anda santap, mestinya Anda perlu cemas kekurangan vitamin. Karena, banyak sekali sumber alami vitamin E, mulai dari kacang-kacangan, biji-bijian dan minyak-minyakan. Ketiga bahan tersebut ditakuti oleh banyak sekali pelaku diet. Namun, vitamin E adalah antioksidan yang membantu mengoptimalkan kerja jantung dan sistem imun. Dosis harian yang direkomendasikan pada label makanan kemasan adalah 30 IU. Banyak sekali makanan yang diperkaya vitamin E seperti, sereal, energy bar, dan snack bar dengan jumlah 20 hingga 100 persen kebutuhan tubuh.

Intinya, tetaplah asup vitamin E. Hampir tak ada seorang pun yang 100 persen memenuhi kebutuhan harian vitamin E dari pola makannya sehari-hari, ujar Blumberg. Makanan sebaiknya diperkuat nutrisi tambahan yang memberi porsi penting asupan harian tanpa risiko kelebihan asupan. Porsi yang disarankan adalah 1500 IU.

Serat

Akui saja, kebanyakan kita hanya mengonsumsi serat paling banyak setengah kebutuhan harian tubuh yang direkomendasikan. Padahal, serat membuat Anda tetap merasa kenyang, membantu pencernaan, dan membantu menurunkan kolesterol. Zat ini secara alami terkandung dalam beberapa jenis makanan seperti gandum utuh, kacang-kacangan, buah-buahan, sayur-sayuran. Dan, pabrik-pabrik makanan telah menambahkan jenis serat, seperti inulin, polydextrose dan maltodextrin ke dalam berbagai produk makanan seperti es krim dan yoghurt.

Intinya, jika Anda banyak makan jenis makanan seperti gandum utuh, namun masih belum memenuhi kebutuhan serat 25 gram per hari, maka Anda bisa menyantap makanan yang difortifikasi serat. Namun, jangan pernah menambahnya secara berlebihan dengan sekejap dalam pola makan sehari-hari. Menambah asupan serat secara mendadak membuat perut kembung. Tambahkan secara bertahap dan beri waktu pencernaan menyesuaikan. Cek selalu kandungan serat di semua kemasan makanan, bahkan termasuk pada makanan yang tak lazim memiliki serat seperti es krim.

Vitamin C

Vitamin C membantu menjaga tubuh dari infeksi, menjaga kulit tetap lembut dan kencang, bahkan membantu tubuh Anda jadi langsing. Penelitian terakhir menyebutkan, level vitamin C yang rendah diterjemahkan jadi massa tubuh lebih tinggi. Karena, tubuh membutuhkan vitamin ini untuk membentuk carnitine, zat yang membantu mengolah lemak menjadi sumber energi. Kabar baiknya, vitamin C bisa mudah ditemui pada makanan sehari-hari seperti jeruk, stroberi, dan paprika. Sayang, banyak di antara kita menghemat membeli bahan-bahan tersebut. Sekitar 15 persen orang dewasa di Amerika mengalami kekurangan vitamin C. Entah berapa persen, di Indonesia. Pastikan Anda mencukupi rekomendasi kebutuhan vitamin C, yaitu 75 miligram per hari.

Intinya, sumber vitamin C terbaik berasal dari buah dan sayur . Hati-hati terhadap produk makanan yang diberikan tambahan vitamin C, termasuk minuman dengan rasa buah, yang kebanyakan berkalori kosong. (Fitness/wsw)

Source: Fitness Magazine, Edisi Juli 2011, Halaman 99

Copyright 2008 foodreview.biz All rights reserved. 2008

Memilih Bentuk Kalsium Untuk Fortifikasi

Oleh Deddy Muchtadi

Sebagian besar (99%) kalsium di dalam tubuh terdapat pada jaringan keras seperti tulang dan gigi, dan sisanya tersebar dalam berbagai macam jaringan tubuh. Fungsi kalsium bagi tubuh selain untuk pembentukan tulang dan gigi, juga penting untuk pertumbuhan, pembekuan darah dan sebagai katalis reaksi biologis. Matriks tulang terbentuk dari kolagen dan karbohidrat, yang merupakan sepertiga bagian tulang. Kepada matriks tersebut ditempelkan kalsium (prosesnya disebut kalsifikasi atau osifikasi) dalam bentuk kristal Ca-fosfat dan Ca-hidroksida (hidroksipatit). Selain kalsium-fosfat bagian tulang yang keras (bone shaft) juga mengandung Mg, Zn, Na, karbonat dan fluorida.

Selama hidup orang dewasa, tulang mengalami pembaharuan dan pembentukan kembali, disesuaikan untuk menahan berat badan. Untuk itu dilakukan deposisi dan resopsi tulang, yang dilaksanakan oleh sel-sel osteoblasts (pembentuk tulang) dan osteoclasts (penghancur tulang). Sel-sel tersebut bekerja terhadap matriks tulang dan Ca-fosfat. Pada orang dewasa sekitar 20 % tulangnya diganti setiap tahun, dan sekitar 600 700 mg Ca disimpan dalam tulang yang baru dibentuk. Setelah umur 40 tahun, pada wanita jumlahnya berkurang sekitar 9 % (mulai dari menopause sampai berumur 75 tahun).

Osteoporosis adalah kondisi yang menunjukkan terjadinya reduksi kalsium dari tulang. Hal ini dapat terjadi pada orang dewasa (terutama wanita) bila konsumsi kalsiumnya rendah dan fisiknya kurang aktif. Bila kadar kalsium dalam darah berkurang, maka kalsium dari tulang akan diambil untuk meningkatkan kadar kalsium dalam darah. Kalsium dari makanan (minuman) yang dikonsumsi akan ditranspor ke tulang untuk menggantikannya. Apabila seseorang kurang mengonsumsi makanan (minuman) kaya akan kalsium, maka tidak terdapat cukup kalsium dalam darah untuk mensuplai tulang. Akibatnya tulang akan kekurangan kalsium dan kondisi ini dikenal dengan sebutan osteoporosis.

Kecukupan konsumsi kalsium dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Untuk Indonesia, angka kecukupan gizi (AKG) kalsium adalah: untuk laki-laki dan wanita dewasa sekitar 800 mg per hari. Otoritas nasional di berbagai negara mempertimbangkan kembali rekomendasi angka kecukupan konsumsi kalsium dalam rangka mengatasi defisiensi kalsium. Sebagai contoh, US National Institute of Health (NIH) meningkatkan jumlah optimal konsumsi harian kalsium untuk berbagai golongan masyarakat: untuk orang dewasa (25 - 65 tahun) kecukupan konsumsi kalsiumnya ditetapkan sebesar 1000 mg per hari, sedangkan untuk orang lanjut usia (> 65 tahun) dan ibu-ibu menyusui, kecukupan konsumsinya ditetapkan sebesar 1500 mg per hari.

Konsumsi kalsium untuk pencegahan osteoporosisPenyerapan kalsium dari makanan (minuman) yang dikonsumsi pada orang dewasa tidak efisien; pada kondisi terbaik adalah sekitar 30 50 % dari jumlah yang dikonsumsi, sedangkan pada kondisi lain hanya sekitar 10 - 30%. Penyerapan kalsium merupakan proses yang kompleks, dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: jumlah kalsium dalam makanan, ketersediaannya (kalsium dapat terikat oleh fitat, oksalat, dan lain-lain), umur, jenis kelamin, obat-obatan yang dikonsumsi dan zat gizi lain. Umumnya wanita menyerap kalsium lebih sedikit dibandingkan dengan pria.

Di seluruh dunia, osteoporosis (kerapuhan tulang) merupakan penyakit yang kurang mendapat perhatian, padahal penyakit ini telah menimpa jutaan orang dan mengakibatkan penderitaan berkepanjangan. Bahkan secara ekonomi hal ini merugikan, karena menurunnya produktifitas kerja. Telah diperhitungkan bahwa sekitar satu dari tiga wanita dan satu dari delapan laki-laki yang berumur lebih dari 50 tahun, menderita osteoporosis. Usaha yang telah dilakukan untuk mencegah dan mengobati osteoporosis adalah meningkatkan konsumsi kalsium, baik dengan cara meningkatkan konsumsi bahan pangan sumber kalsium (misalnya, susu dan produk olahan susu, brokoli, kubis, kacang-kacangan), maupun melalui fortifikasi (penambahan) kalsium pada bahan pangan, atau dengan cara mengonsumsi suplemen kalsium.Fortifikasi kalsium dan berbagai pertimbangannyaKalsium yang telah digunakan untuk fortifikasi sangat banyak ragamnya yang terdiri dari garam kalsium organik maupun anorganik. Contoh penggunaan berbagai jenis kalsium dalam berbagai minuman (beverages) disajikan pada Tabel 1.Pemilihan jenis garam kalsium yang digunakan tergantung pada beberapa macam faktor, seperti kelarutan dalam air, kadar kalsium, rasa dan bioavailabilitas (seberapa banyak Ca dapat diserap oleh usus). Harga (ekonomi) juga merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan.

Bila produk yang akan difortifikasi dengan kalsium berupa cairan (minuman) atau nantinya pada saat dikonsumsi berupa cairan (minuman), maka sifat kelarutan dalam air dan kestabilannya dalam larutan, merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Terdapat beberapa macam garam kalsium yang mempunyai sifat kelarutan yang baik, misalnya Ca-glukonat, Ca-laktat dan Ca-laktat-glukonat; akan tetapi garam-garam tersebut mempunyai kadar kalsium yang rendah (Tabel 2). Sebaliknya, garam kalsium yang mempunyai kadar kalsium yang tinggi, seperti Ca-karbonat dan Ca-fosfat, kelarutannya dalam air sangat rendah, sehingga jarang digunakan untuk fortifikasi minuman.

Trikalsium-sitrat memberikan kombinasi yang baik: bentuk yang paling banyak digunakan adalah bentuk tetrahidrat (4H2O), dengan kadar kalsium yang cukup tinggi (21 %) dan kelarutan yang moderat (0,9 g/l). Sifat kelarutan garam kalsium dalam air sangat dipengaruhi oleh pH (keasaman) larutan, di mana kelarutan garam kalsium akan meningkat dengan meningkatnya keasaman (menurunnya pH). Trikalsium-sitrat menunjukkan kelarutan yang lebih baik pada pH lebih rendah dari 4,5; Berbeda dengan garam kalsium lain, trikalsium-sitrat lebih mudah larut pada suhu rendah.

Kalsium-laktat yang tersedia dalam bentuk pentahidrat (5H2O), mengandung 13 % kalsium. Garam kalsium ini mempunyai sifat kelarutan dalam air yang tinggi (9,3 g/l), sehingga paling banyak digunakan dalam industri minuman. Berhubung kadar kalsium-nya yang relatif rendah, banyak industri pangan yang menambahkan kalsium-laktat dalam jumlah tinggi ke dalam produknya, dengan tujuan untuk mencapai konsentrasi yang diperlukan agar dapat menampilkan klaim gizi untuk kalsium. Penambahan kalsium laktat dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan makin banyaknya ion-ion kalsium bebas yang terdapat dalam larutan. Ion kalsium bebas tersebut mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa lain, misalnya protein bebas, tartrat atau fosfat, membentuk senyawa yang tidak larut.

Walaupun kalsium-glukonat dapat stabil dalam larutan, namun karena kadar kalsiumnya rendah, tidak banyak industri pangan yang menggunakannya sebagai fortifikan kalsium. Tetapi karena sifatnya yang memberikan rasa netral dan mudah larut dalam air serta kadar airnya rendah, kalsium glukonat kadang-kadang digunakan untuk fortifikasi serbuk minuman, karena dengan cara ini dapat mensuplai kalsium dalam jumlah cukup tinggi per sajian.

Kalsium-laktat-glukonat merupakan garam kalsium yang sangat mudah larut dalam air. Nampaknya terjadi sinergi antara laktat dan glukonat yang menyebabkan kelarutannya sangat tinggi (45 - 50 g/l); bandingkan dengan kalsium-laktat dengan kelarutan hanya sebesar 9,3 g/l dan kalsium-glukonat dengan kelarutan hanya sebesar 3,5 g/l. Karena kestabilannya dalam larutan, kalsium-laktat-glukonat banyak digunakan untuk fortifikasi minuman yang jernih tanpa harus menambahkan bahan pengkelat (chelating agent).

FruitCalTM merupakan campuran asam sitrat, asam malat dan kalsium-hidroksida yang dipatenkan oleh Procter & Gamble. Campuran tersebut yang kadang-kadang disebut sebagai kalsium-sitrat-malat, bersifat sangat mudah larut dalam air. Pada waktu ini garam kalsium tersebut digunakan untuk fortifikasi kalsium dalam saribuah.

Pada umumnya, dengan meningkatnya jumlah kalsium, terutama yang tidak larut air seperti kalsium-karbonat dan kalsium-fosfat, cenderung untuk memberikan rasa berkapur (chalky mouthfeel) di mulut dan menyebabkan timbulnya rasa pahit pada produk yang difortifikasi. Pada konsentrasi tinggi, kalsium-laktat dapat memberikan sedikit rasa pahit atau rasa susu. Kalsium-karbonat dapat memberikan rasa sabun atau rasa lemon. Kalsium-fosfat tidak memberikan flavor (bland flavour), namun dapat memberikan rasa berpasir di mulut.

Pengaruh negatif garam kalsium terhadap rasa dapat ditutupi dengan menambahkan bahan pengkelat (misalnya tri-kalium-sitrat) atau dengan menambahkan bahan penstabil (misalnya karagenan), atau juga dengan menambahkan flavoring. Sejauh ini, tri-kalsium-sitrat, kalsium-laktat-glukonat dan kalsium-glukonat dianggap yang paling netral atau tidak memberikan rasa, sehingga tidak diperlukan penambahan bahan lain untuk menutupi rasa.

Keefektifan kalsium sebagai fortifikan tergantung pada bioavailabilitasnya, yang berarti seberapa banyak kalsium yang dapat diserap oleh usus dan digunakan oleh tubuh. Seperti telah diutarakan sebelumnya, secara rata-rata hanya sekitar 10 - 30 % kalsium yang dapat diserap oleh usus orang dewasa sehat. Beberapa macam faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitas kalsium, diantaranya jenis garam kalsium yang digunakan untuk fortifikasi. Demikian pula hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa bioavailablitas garam kalsium organik lebih tinggi dibandingkan dengan garam kalsium anorganik. Flyn dan Cashman (1999) yang bekerja dengan garam-garam kalsium organik (tri-Ca-sitrat, Ca-laktat, Ca-laktat-glukonat dan Ca-glukonat), menyimpulkan bahwa bioavailabilitas kalsium-nya tidak berbeda, walaupun kelarutannya dalam air tidak sama (lihat Tabel 2).Pertimbangan ekonomi dalam pemilihan jenis garam kalsium yang akan digunakan untuk fortifikasi, seyogyanya tidak hanya berpatokan pada harganya, tetapi faktor-faktor lain harus diperhitungkan. Faktor-faktor lain tersebut antara lain: kadar kalsium, bioavailabilitas, kestabilan dalam larutan dan pengaruh terhadap rasa.

Prof. Deddy MuchtadiDepartemen Ilmu & Teknologi PanganFATETA-Institut Pertanian Bogor

Referensi Jungbunzlauer Ladenburg GmbH, Germany, 2002. The challenge of calcium fortification in beverages. Innovations in Food Technology. Issue 14, February 2002.

Flynn A dan K Cashman, 1999. Calcium. Di dalam R Hurrel (ed). The Mineral Fortification of Foods. Leatherhead International Ltd, Surrey, England.

National Institutes of Health, 1994. Optimal Calcium Intake, NIH Consensus Statement Online 1994 June 6-8, 12 (4), 1-31, Bethesda, MD.

National Research Council, 1989. Calcium. Di dalam Recommended Dietary Allowances: 10th edition. Report of the Subcommittee on the Tenth Edition of the RDA. Food and Nutrition Board and the Commission of Life Sciences. National Academy Press, Washington D.C. 174-184.