MAKANAN TAMBAHAN
-
Upload
apriel-thatha-chick-tjweetz -
Category
Documents
-
view
493 -
download
7
Transcript of MAKANAN TAMBAHAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dari natritur dalam bentuk variabel tertentu
(Supariasa, 2009). Usia 12-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan pesat sehingga sering disebut dengan periode emas sekaligus periode
kritis dalam proses tumbuh kembang bayi baik fisik maupun kecerdasan. Oleh
karena itu, setiap bayi dan anak usia 12-24 bulan harus memperoleh gizi sesuai
dengan kebutuhannya. Namun, berdasar hasil Riskerdas 2010 prevelansia status
gizi kurang dan buruk balita usia 12-24 yaitu sebesar 17,3%. Angka ini belum
mencapai target yang ditentukan secara nasional pada tahun 2010 yaitu sebesar 15%
(Depkes, 2011).
Kejadian gizi buruk / kurang pada anak usia 12-24 bulan antara lain
disebabkan oleh pemberian air susu ibu yang salah dan pemberian makanan
tambahan yang tepat perlu diperhatikan. Hasil survei menunjukkan bahwa salah
satu penyebab terjadinya gangguan tumbuh kembang bayi dan anak usia 12-24
bulan di Indonesia adalah rendahnya mutu makanan pendamping air susu ibu (MP-
ASI) dan tidak sesuai pola asuh yang diberikan sehingga beberapa zat gizi tidak
dapat mencukupi kebutuhan khususnya energi dan zat gizi mikro terutama zat besi
(Fe) dan seng (Zn) (Depkes RI, 2005). Berdasar hasil Riskerdas 2010 persentase
bayi usia 12-24 bulan yang diberi makanan tambahan sebesar 41,6%. Sedangkan
jenis makanan tambahan yang diberikan yaitu susu formula sebanyak 70,1%, susu
non formula 1,6%, air putih 14,7%, air gula 6%, air tajin 2,9%. Air kelapa 1,6%,
sari buah 0,6, teh manis 1,1%, madu 22,4%, pisang 3,5%, nasi/bubur 2,7% dan
makanan tambahan lainnya sebanyak 1,9%.
MP-ASI adalah makanan bayi untuk melengkapi kalori dan zat gizi dari ASI.
Peningkatan MP-ASI ditambah peningkatan ASI eksklusif sampai 6 bulan dan
menghindari pemberian makanan padat secara dini akan mengurangi 2,5 juta (19%)
kematian balita. Pemberian makanan tambahan yang terlalu dini (kurang dari 6
bulan) akan menurunkan konsumsi ASI pada bayi dan bayi akan mengalami
gangguan pencernaan tetapi apabila terlambat akan menyebabkan kekurangan gizi
bila terjadi dalam waktu yang panjang dan berisiko terhadap kematian (Depkes RI,
2006).
Kualitas pemberian makanan tambahan pada balita usia 12-24 bulan salah
satunya dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang makanan tambahan. Berdasar
penelitian yang dilakukan oleh Titariza Dewanti (2009) menyebutkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang makanan
pendamping ASI dengan perubahan berat badan balita usia 6-24 bulan. Hasil
analisis menunjukkan sig.p 0,002 < 5%, dengan demikian jika pengetahuan
meningkat maka perubahan berat badan semakin baik. Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Titis Setyaningrum dengan hasil penelitian nilai p =
0,008 < 0,05 artinya bahwa bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan
pemberian makanan pendamping ASI pada usia 6-8 bulan di Desa Klitih kecamatan
Karangtengah Kabupaten Demak.
Survei pendahuluan yang dilakukan di Kabupaten Cilacap pada tahun 2010
bahwa cakupan ASI di kabupaten cilacap sebanyak 6,064 (34,53%) dari jumlah
bayi usia 0-6 bulan sebanyak 17.561. Sebanyak 1.901 jumlah anak BGM pada usia
6-24 bulan dan sebanyak 1.593 anak yang diberi makanan pendamping ASI(MP-
ASI). Sedangkan jumlah BGM terbanyak di Kecamatan Sampang yaitu sebanyak
85 balita usia 6-24 bulan BGM (DKK Kabupaten Cilacap, 2011)
Berdasar laporan bulanan program gizi tahun 2011 di Puskesmas Sampang,
pada bulan November 2011 terdapat 1.316 balita berusia 12-24 bulan dan jumlah
terbanyak di Desa Nusajati 166 balita usia 12-24 bulan dan sebanyak 10 balita usia
12-24 mempunyai gizi buruk.
Sedangkan berdasar survey pendahuluan terhadap 5 ibu yang mempunyai
balita usia 12-24 bulan di Desa Nusajati Kecamatan Sampang, sebanyak 4 ibu tidak
tahu tentang kapan waktu yang tepat bayi diberi makanan tambahan dan jenis
makanan apa saja yang harus diberikan kepada bayinya. Dari ke 5 ibu tersebut rata-
rata ibu berpendidikan SD sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan ibu ibu
tentang makanan tambahan.
Berdasar uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan antara Pengetahuan ibu tentang Pemberian Makanan
Tambahan pada Balita Usia 12-24 bulan dengan Status Gizi di Desa Nusa Jati
Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang, maka rumusan dalam penelitian ini adalah
”Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang pemberian makanan
tambahan pada balita usia 12-24 bulan dengan status gizi ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang pemberian makanan
tambahan pada balita usia 12-24 bulan dengan status gizi di Desa Nusa Jati
Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada
balita usia 12-24 bulan di Desa Nusa Jati Kecamatan Sampang Kabupaten
Cilacap.
b. Mengetahui status gizi balita usia 12-24 bulan di Desa Nusa Jati Kecamatan
Sampang Kabupaten Cilacap.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat
terutama bagi tenaga kesehatan tentang pemberian makanan tambahan pada
balita.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur ilmiah dalam bidang kebidanan
terutama mengenai hubungan pengetahuan ibu tentang makanan tambahan pada
balita usia 12-24 tahun dengan status gizi.
3. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti
pembelajaran terutama mengenai pengetahuan ibu tentang pemberian makanan
tambahan pada balita usia 12-24 bulan dan status gizi.
E. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian yang dijadikan acuan dalam penelitian ini yaitu :
1. Dwi, Jata (2000) tentang Hubungan Pengetahuan dan Praktik Ibu dalam
Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Anak Umur 4 – 14
Bulan di Desa Batuan Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar Propinsi Bali.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.
Sampling menggunakan systematic random sampling dengan 47 responden.
Pengembilan data menggunakan kuesioner. Pengukuran gizi menggunakan
indeks BB/U menggunakan standar baku WHO-NCHS denan skor Z. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 93,62% ibu sudah mempunyai
pengetahuan yang baik dalam hal pemberian MP-ASI, 78,6% sudah mempunyai
praktik yang baik dalam pemberian MP-ASI, 70,2% anak mempunyai status gizi
baik, 21,3% status gizi sedang dan 6,4% status gizi kurang dan 2,1% status gizi
buruk. Setelah dianalisis uji product moment diperoleh ada ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dan praktek ibu dalam pemberian makanan
pendamping ASI pada anak umur 4-14 bulan dan tidak ada hubungan antara
pengetahuan ibu dalam pemberian MP-ASI anak umur 4-14 tahun dengan status
gizi anak.
2. Yohana Indra Kusumaningrum (2008) tentang Hubungan Pengetahuan Ibu dan
Faktor-faktor Sosial Ekonomi Orangtua dengan Praktik Pemberian Makanan
Pendamping ASI pada Bayi Usia 6-12 Bulan di Desa Kemuning Kecamatan
Ampelgading Kabupaten Pemalang. Jenis penelitian merupakan observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel
menggunakan total sampling dengan jumlah sampel 35 responden. Instrumen
yang digunakan adalah kuesioner dan lembar observasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan praktik
pemberian makanan pendamping ASI usia 6-12 bulan di Desa Kemuning
Kecamatan Ampelgading Kabupaten Pemalang hal ini ditunjukkan dengan
p=0,004.
3. Alpharya Anggraeni (2010) tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang
Makanan Pendamping ASI, Tingkat Konsumsi Anak dan Usia Awal Pemberian
Makanan Pendamping ASI dengan Status Gisi Anak Usia Bawah Dua Tahun.
Jenis penelitian adalah explanatory dengan pendekatan cross sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah anak usia 0-24 bulan dengan jumlah 102 anak.
Sampel diambil secara purposive dengan jumlah 54 anak. Analisis data dengan
univariate dan bivariate dengan alat analisis rank-spearman. Hasil analisis
diperoleh ibu mempunyai gizi MP-ASI 72,22% dari seluruh responden dengan
rata-rata usia awal pemberian MP-ASI pada usia tepat yaitu antara umur 4-6
bulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakana
antara tingkat pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan status gizi anak usia
bawah lima tahun.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu diantaranya yaitu :
1. Judul penelitian
2. Tempat penelitian.
3. Alat analisis
4. Teknik pengambilan sampel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
b. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo,(2003) merupakan dominan yang
sangat penting dalam membentuk tindakan sedangkan perilaku akan
bersifat langgeng apabila didasari dengan pengetahuan dan kesadaran.
Secara terinci perilaku manusia merupakan refleksi dari gejala kejiwaan
yang salah satunya adalah pengetahuan,membagi tingkatan pengetahuan
menjadi 6 yaitu :
1) Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Oleh sebab
itu tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mengidentifikasikan, menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (comprehention)
Memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut dengan benar, orang yang paham
terhadap obyek atau materi, harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek
yang dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya) aplikasi
ini bisa diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
stuktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja.
Dapat menggambarkan (membuat bagan) membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan dan
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formula baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya
dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau obyek, penilaian terhadap evaluasi didasari
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-
kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau
perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik matang pada individu,
kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi
bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya. Untuk
mencapai nilai-nilai hidup merupakan bantuan orang lain yang
mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih tahu dan sebagainya)
dalam mencapai tujuan tersebut seseorang individu, kelompok atau
masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar (Notoatmodjo, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan seseorang dibedakan
menjadi dua yaitu faktor intern dan ekstern.
a) Faktor intern mencakup kecerdasan persepsi, emosi, motivasi dan
sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.
b) Faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non
fisik, seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan
sebagainya. Semakin sempurna atau semakin baik, faktor intern
dan ekstern yang mempunyai perilaku seseorang mengenai suatu
hal semakin baik tingkat pengetahuan orang tersebut
(Notoatmodjo, 2003).
2) Sumber Informasi
Sumber informasi adalah asal dari suatu informasi atau data yang
diperoleh. Sumber informasi ini dikelompokkan dalam 3 golongan
yaitu :
a) Sumber informasi dokumenter merupakan sumber informasi yang
berhubungan dengan dokumen resmi maupun dokumen tidak resmi.
Dokumen resmi adalah bentuk dokumen yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dibawah tanggung jawab instansi resmi. Dokumen
tidak resmi adalah segala bentuk dokumen yang berada atau
menjadi tanggung jawab dan wewenang badan instansi tidak resmi
atau perorangan. Sumber primer atau sering disebut sumber data
dengan pertama dan hukum mempunyai wewenang dan tanggung
jawab terhadap informasi tersebut.
b) Sumber kepustakaan
Kita telah mengetahui bahwa didalam perpustakaan tersimpan
berbagai bahan bacaaan dan informasi dan berbagai disiplin ilmu
dari buku, laporan-laporan penelitian, majalah ilmiah, jurnal dan
sebagainya.
c) Sumber informasi lapangan
Sumber informasi akan mempengaruhi bertambahnya pengetahuan
seseorang tentang suatu hal sehingga informasi yang diperoleh
dapat terkumpul secara keseluruhan ataupun sebagainya
(Notoadmodjo, 2003).
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Soekanto, 2002).
Sumber informasi seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman
bermacam-macam, Misalnya : media massa, media elektronik, petugas
kesehatan, media poster, kerabat dekat, teman dan lain-lain
(Notoatmodjo, 2003).
3) Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Dewi, 2010).
4) Umur
Menurut Elizabeth yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah
umur individu yang terhitung mulai sejak dilahirkan sampai berulang
tahun. Sedangkan menurut Hurlock (1998) yang dikutip Wawan
(2010) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari
orang yang belum tinggi kedewasaannya.Hal ini merupakan
pengalaman dan kematangan jiwa.
5) Pekerjaan
Pekerjaan digunakan dalam suatu tugas atau kerja yang
menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari
istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi.Pekerjaan seseorang
sering dikaitkan pula dengm tingkat penghasilannya. Jenis pekerjaan
misalnya : Tidak bekerja/IRT, Swasta, Wiraswasta, PNS, Buruh, Tani
dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003).
6) Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah
pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat non formal. Pengalaman
tidak selalu terwujud dari suatu hal yang pernah dialami oleh
seseorang tetapi bisa berawal dari mendengar atau melihat misalnya
dari teman (Soekanto, 2002).
7) Sosial Ekonomi
Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Semakin tinggi tingkat kemampuan sosial ekonomi akan
menambah tingkat pengetahuan seseorang (Soekanto, 2002).
d. Pengukuran Pengetahuan
Cara pengukuran pengetahuan yaitu dengan menghitung skala yang
digunakan untuk mempermudah dalam mengkategorikan jenjang/peringkat
pengetahuan.Jenjang/peringkat tersebut dituliskan dalam bentuk prosentasi
yaitu (Arikunto, 2010) :
Baik : (76 % – 100%)
Cukup : (56 % - 75 %)
Kurang : (< 56 %)
2. Makanan Tambahan
a. Pengertian makanan tambahan
Makanan tambahan adalah makanan tambahan yang diberikan
kepada bayi atau anak disampin ASI untuk memenuhi kebutuhan
gizinya. Makanan tambahan diberikan mulai umur 6-24 bulan, dan
merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga.
Pengenalan dan pemberian makanan tambahan harus dilakukan secara
bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksud untuk
menyesuaikan kemampuan alat cerna bayi dalam makanan tambahanb
(Proverawati, 2009)
Setelah bayi berusia 6 bulan, maka sudah waktunya
memperkenalkan makanan tambahan pada bayi. Bayi membutuhkan zat-
zat gizi tingi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sering dengan
bertambahnya umur anak, kebutuhan zat gizinya juga meningkat.
Makanan tambahan bagi bayi harus menjadi pelengkap dan dapat
memenuhi kebutuhan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa makanan
tambahan berguna untuk menutupi kekurangan zat gizi yang terkandung
dalam ASI. Dengan demikian, cukup jelas bahwa peranan makanan
tambahan bukan sebagai pendamping ASI tetapi untuk melengkapi atau
mendampingi ASI (Jenny, 2006).
b. Manfaat dan tujuan pemberian makanan tambahan
Makanan tambahan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi anak, penyesuaian alat cerna dalam menerima makanan tambahan
dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain
untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian
makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi
diajarkan cara mengunyah dan menelan makanan padat dan membiasakan
selera-selera bayi ( Depkes RI, 2006).
Tujuan makanan tambahan adalah sebagai berikut (Purwitasari,
2009) :
1) Melengkapi zat gizi yang kurang karena kebutuhan zat gizi yang
semakin meningkat sejalan dengan pertambahan umur abi atau anak
2) Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-
macam
makanan dengan berbagai bentuk, tekstur, dan rasa.
3) Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar
energi yang tinggi.
4) Mengembangkan kemampuan mengunyah dan menelan
c. Cara pemberian makanan tambahan (Jitowiyono, 2010).
Pemberian makanan tambahan merupakan suatu cara untuk mengenal
makanan baru selain ASI kepada bayi. Oleh karena itu, cara pemberian
makanan tersebut perlu diperhatikan agar makanan itu tidak
menimbulkan gangguan kesehatan pada bayi. Agar makanan dapat
diberikan secara efisien maka cara pemberian yang baik adalah
Memberikan makanan secara hati-hati, sedikit demi sedikit dari bentuk
encer ke bentuk lebih kental
1) Makanan baru diperkenalkan satu persatu dengan memperhatikan
bahwa makan tersebut dapat dicerna dengan baik
2) Makanan yang mudah menimbulkan alergi yaitu sumber protein
hewani diberikan terakhir. Urutan pemberian makanan yang baik
adalah buah-buahan, tepung, sayur-sayuran, dan daging telur
biasanya baru diberikan setelah usia 6 bulan. Namun, bila bayi
menunjukkan gejala alergi, telur diberikan setelah usia 1 tahun.
d. Syarat-syarat makanan tambahan
Syarat makanan tambahan menurut Jenny tahun 2006 yang perlu
dipenuhi agar kebutuhan zat gizi bayi atau anak dapat terpenuhi yaitu
harus 10 mengandung cukup energi (zat gizi makro dan mikro yang tepat)
baik mutu maupun jumlahnya pada setiap kelompok umur, memiliki
nilai suplementasi yang baik, mengandung vitamin dan mineral dalam
jumlah yang cukup, dapat diterima dengan baik oleh bayi atau anak,
harga relatif murah dan dapat diperoleh atau diproduksi secara lokal.
Makanan tambahan harus memenuhi persyaratan khusus tentang
jumlah zatzat gizi yang diperlukan bayi, seperti protein, energi, lemak,
vitamin, mineral, dan zat-zat tambahan lainya. Makanan tambahan
hendaknya mengandung protein bermutu tinggi dengan jumlah yang
mencukupi. Bahan makanan hewani seperti telur, daging, susu dan ikan
mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan mutu protein bahan
makanan nabati seperti kacangkacangan dan biji-bijian.
Untuk meningkatkan mutu protein yang terkandung dalam bahan
makanan nabati dapat dilakukan dengan cara mencampurkan bahan
makanan sumber protein hewani dan nabati, atau mencampurkan
beberapa jenis biji-bijian dan kacang-kacangan Sebaiknya, makanan bayi
harus menghasilkan energi yang cukup tinggi. Hal ini dapat tercapai
dengan melakukan penambahan lemak dan gula. Lemak dapat diberikan
sampai kandungannya dapat menyediakan energi sebanyak 25% atau
maksimum 10g/100g produk. Untuk bayi, sebaiknya digunakan lemak
nabati dan lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh. Penambahan
vitamin dan mineral sangat diperlukan untuk memenuhi kelengkapan zat
gizi yang dianjurkan. Tetapi, harus diperhatikan bahwa penggunaan
bahan tambahan makanan, seperti penyedap, pewarna, pengawet, garam,
dan pemanis hendaknya dibatasi seminimal mungkin.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan
tambahan untuk bayi, sebagai berikut (Jenny, 2006):
1) Makanan bayi (termasuk ASI harus mengandung semua zat gizi yang
diperlukan oleh bayi. Makanan tambahan harus diberikan kepada
bayi yang telah berumur 4-6 bulan sebanyak 4-6 kali/hari.
2) Sebelum berumur 2 tahun, bayi belum dapat mengkonsumsi
makanan orang dewasa.
3) Makanan campuran ganda (multi mix) yan terdiri dari makanan
pokok, lauk pauk, dan sumber vitamin lebih cocok bagi bayi, baik
ditinjau dari nilai gizinya maupun sifat fisik makanan tersebut.
Beberapa kriteria makanan tambahan untuk bayi (Jenny, 2006) :
1) Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi
2) Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan
mineral yang cocok
3) Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik
4) Haganya relatif murah dan terjangkau
5) Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara
lokal
6) Bersifat padat gizi
7) Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam
jumlah yang sedikit. Kandungan serat kasar yang terlalu banyak
justru akan mengganggu pencernaan bayi.
Makanan bayi tidak boleh memiliki sifat kamba, yaitu volume
makanan yang besar, tetapi kandungan gizinya rendah. Yang perlu
diperhatikan adalah jumlah kandungan protein secara energi yang
terkandung dalam makanan bayi harus cukup tinggi. Makanan yang
bersifat kamba akan cepat memberikan rasa kenyang sehingga bayi tidak
mau meneruskan makanan. Pada sisi lain terdapat kemungkinan bahwa
energi dan zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi belum terpenuhi. Zat gizi
lain yang dibutuhkan oleh bayi adalah lemak. Lemak berfungsi sebagai
sumber energi dan dapat memperbaiki cita rasa (memberikan rasa gurih)
(Jenny, 2006).
e. Jenis-jenis makanan tambahan
Jenis-jenis makanan tambahan dasarnya dapat dibedakan menjadi
dua golongan, yaitu golongan nabati dan hewani. Golongan nabati terdiri
dari buah-buahan separti papaya, pisang, jeruk, padi-padian, seperti
bubur, biskuit, bubur susu dan sayur-sayuran seperti bayam. Golongan
hewani terdiri dari ikan dan telur. MP-ASI kepada balita hendaknya
disesuaikan dengan umurnya karena pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan umur akan mempengaruhi pencernaan balita. Kelompok
umur pemberian makanan pada balita dibedakan menjadi 3 yaitu,
kelompok umur 6-8 bulan, kelompok umur 6-9 bulan, dan kelompok
umur 9-12 bulan, kelompok umur 12-24 bulan. Pada usia ini pemberian
ASI masih diteruskan walaupun jumlah ASI pada periode ini sudah mulai
berkurang, tetapi ASI merupakan sumber zat gizi yang berkualitas tinggi.
Makanan yang diberikan kepada anak adalah makanan keluarga yang
lunak dengan porsi setengah makanan orang dewasa setiap kali makan.
Contoh makanan untuk anak usia 12-24 bulan adalah 1 piring nasi, lauk
hewani, (1 butir telur/1 potong ikan/1 potong daging) dan lauk nabati (1
potong tempe/tahu/kacang-kacanggan) dan sayuran berwarna
(wortel/bayam/daun kangkung). Pada saat ini anak sudah diberikan
beraneka ragam makanan dengan bervariasi selama 3 kali sehari dan
makanan selingan juga masih tetap diberikan kepada anak. Jenis makanan
yang diberikan pada balita harus disesuaikan dengan umurnya
(Proverawati, 2009)
4. Status Gizi
a. Pengertian
Menurut Supariasa (2009) Status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan dari nutriture
dalam bentuk variable tertentu. Sedangkan menurut Almetsier (2003) Status
Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang,
baik, dan lebih. Sedangkan menurut Gibson (2000) menyatakan status gizi
adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara
zatgizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya.
b. Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi status gizi sesuai buku rujukan Standar Deviasi (SD) menurut
WHO (Supariasa, 2009) yaitu :
1) BB/U (Berat Badan menurut Umur)
(a) Gizi buruk : < -3 SD
(b) Gizi kurang : -3 SD sampai <-2 SD
(c) Gizi baik : -2 SD sampai +2 SD
(d) Gizi lebih : >+2 SD
2) TB/U (Tinggi Badan menurut Umur)
(a) Normal : -2 SD sampai +2SD
(b) Rendah : <-3 SD
3) BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan)
(a) Kurus sekali : <-3 SD
(b) Kurus : -3 SD sampai <-2 SD
(c) Normal : -2 SD sampai +2 SD
(d) Gemuk : >+2 SD
Untuk anak usia 0-1 Tahun dalam penilaian status Gizi menggunakan BB/U
karena lebih mudah dan lebih cepat dimengerti, baik untuk mengukur status
Gizi akut/kronis, dan dapat mendeteksi kegemukan.
c. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan
telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan
penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung,
tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah. Berdasarkan Soekirman
dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes, 2000). Penyebab
kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi
yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan
makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat
makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare atau demam dapat
menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang makannya tidak cukup baik
maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit.
Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama-sama
merupakan penyebab kurang gizi.
Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga,
pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik
mutunya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan
waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial. Pelayanan
kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga.
Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan,
pengetahuan dan ketrampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat
ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak dan keluarga
makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan
keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya
beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan (Akhmadi, 2009).
d. Penilaian Status Gizi
Penilaian Status gizi dibagi 2 :
1. Penilaian Status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian
yaitu :
a) Antropometri
Secara umum antoprometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi. Antoprometri secara umum digunakan
untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam
tubuh. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu
Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U), dan Berat menurut Tinggi Badan (BB/TB).
1) Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat Badan merupakan salah satu antropometri yang
memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak).
Karena massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan
yang mendadak misalnya, nafsu makan atau menurunnya jumlah
makanan yang dikonsumsi, maka BB merupakan antropometri
yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan
kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat
gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan
umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal terdapat dua
kemungkinan perkembangan BB, yaitu dapat berkembang lebih
cepat/ lebih lambat dari keadaan normal. Mengingat karakteristik
berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan
status gizi seseorang saat ini (current nutritional status).
Kelebihan indeks BB/U yaitu :
a) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat
umum
b) Baik untuk mengukur status gizi akut/kronis
c) Sensitive terhadap perubahan-perubahan kecil
d) Dapat mendeteksi kegemukan (Over Weight)
Kekurangan indeks TB/U yaitu :
a) Dapat mengakibatkan intrepretasi status gizi yang keliru bila
terdapat edema maupun asites.
b) Memerlukan data yang akurat terutama untuk anak usia
dibawah 5 tahun.
c) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh
pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan.
2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan menurut antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbyhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan
tidak seperti berat badan, relative kurang sensitive terhadap
masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh
difisiensi zat gizi terhadap TB akan nampak dalam waktu yang
relatif lama.
Kelebihan TB/U :
a) Baik untuk menilai status gizi masa lampau
b) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri.
Kelemahan TB/U :
a) Tinggi badan tidak cepat naik, tidak mungkin untuk turun
b) Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri
tegak, sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukannya.
c) Ketepatan umur sulit didapat
3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi
badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan
searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan
tertentu. Pada tahun 1996 Julliefe telah memperkenalkan indeks
ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB adalah
merupakan indeks yang independen terhadap umur.
Kelebihan indeks BB/TB :
a) Tidak memerlukan data umur.
b) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan
kurus)
Kelemahan indeks BB/TB :
a) Membutuhkan dua macam alat ukur.
b) Pengukuran relatif lebih lama.
c) Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.
d) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,
terutama bila dilakukan oleh kelompok non professional.
4) Lingkar Lengan Atas menurut Umur (LLA/U)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang tentang
keadaan jaringan otot dan lapisan lemak dibawah kulit lingkar
lengan atas berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB.
Lingkar lengan atas merupakan parameter antropometri yang
sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh tenaga yang bukan
professional. Lingkar lengan atas sebagaimana dangan berat badan
merupakan parameter yang labil, dan dapat berubah-ubah dengan
cepat. Oleh karena itu, lingkar lengan atas merupakan indeks status
gizi saat ini, perkembangan lingkar lengan atas yang besarnya
hanya terlihat pada tahun pertama kehidupan (5,4 cm), sedangkan
pada umur 2 (dua) tahun sampai 5 (lima) tahun sangat kecil yaitu,
kurang lebih 1,5 cm pertahun dan kurang sensitive untuk anak usia
selanjutnya (Supariasa, 2009).
Kelebihan indeks LLA/U :
a) Indikator yang baik.
b) Alat ukur murah, sangat ringan dan dapat dibuat sendiri.
Kekurangan indeks LLA/U yaitu :
a) Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat.
b) Sulit untuk menentukan ambang batas.
c) Sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak terutama
anak usia 2 sampai 5 tahun.
b) Standar Deviasi Unit (SD)
Standar Deviasi Unit disebut juga Z-Skor, WHO menyarankan
menggunakan cara ini untuk meneliti dan memantau pertumbuhan.
Waterlaw juga merekomendasikan penggunaan SD untuk menyatakan
hasil pengukuran pertumbuhan atau Growth Monitoring. Rumus
Perhitungan Z-Skor :
Z-Skor =nilai individu subjek-nilai medium rujukannilai simpang baku
c) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk,
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahanperubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat dari pada jaringan epitel
(superficial ephiteliel tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa
oral atau pada organorgan yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis
secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah
satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui
tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu
tanda (sign) dan gejala (symtomp) atau riwayat penyakit.
d) Biokimia dan biofisika
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain:
darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis
yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak
menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
atatus gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan
dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of
nigh blidnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
2. Penilaian Status Gizi secara tidak langsung
a) Survey Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan
gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan zat gizi.
b) Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhuungan dengan gizi. Penggunaan
dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi masyarakat.
c) Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah
ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan
lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung
dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar
untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa, 2009).
B. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Keterangan :
= Variabel diteliti
= Variabel tidak diteliti
C. Hipotesis
Ho = Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan tambahan pada
Balita Usia 12-24 bulan dengan Status Gizi di Desa Nusa Jati Kecamatan
Sampang Kabupaten Cilacap
Ha = Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan tambahan pada Balita
Usia 12-24 bulan dengan Status Gizi di Desa Nusa Jati Kecamatan Sampang
Kabupaten Cilacap
Pengetahuan ibu tentang makanan tambahan
Status gizi balita usia 12-24 bulan
1. Umur2. Pendidikan
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PADA BALITA USIA 12-24 BULAN
DENGAN STATUS GIZI DI DESA NUSAJATISAMPANG CILACAP
USULAN KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi persyaratanUjian Akhir Program Pendidikan Diploma III Kebidanan
Disusun oleh :
UMI KULSUM 09.700
AKADEMI KEBIDANAN PAGUWRMAS MAOSCILACAP
2011