Makanan Sebagai Faktor Risiko

8
Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013 ISSN : 2302-1721 1 FAKTOR RISIKO KEJADIAN APENDISITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB. PANGKEP Fitriana Sirma, Yusran Haskas, Darwis Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar Dosen Tetap Program D3 Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar Dosen Tidak Tetap STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK Fitriana Sirma ,” Faktor Risiko Kejadian Apendisitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep Tahun” (Dibimbing oleh Yusran Haskas dan Darwis) Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola hidup dengan kejadian apendisitis di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Salewangang Maros. Rancangan penelitian yang digunakan adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional . Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien dengan diagnosa apendisitis berdasarkan hasil laboratorium yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Sebanyak 36 responden. Data yang diperoleh diolah dengan uji statistik Chi-square.. dengan tingkat kemaknaan signifikan α <0.05 dengan p<α maka hipotesis diterima. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa faktor pola makan (p = 0,133) tidak mempunyai nilai statistic sehingga faktor ini tidak memiliki hubungan dengan kejadian apendisitis. Sedangkan faktor jenis makanan (p = 0,001) memiliki hubungan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep. Saran yang dapat peneliti sampaikan bagi institusi pelayanan kesehatan diharapkan bagi Institusi Pelayanan Kesehatan dapat terus memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pasien apendisitis, agar dapat lebih memperhatikan pola makan,jenis makanan yang mereka konsumsi dan perilaku makannya sehingga kemungkinan timbulnya apendisitis berulang dapat dikurangi. Kata Kunci : Apendisitis, pola makan, jenis makanan. PENDAHULUAN Dalam mencapai sasaran pembangunan milenium (millennium development goals/MDGs) yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia Sehat 2010, sasaran MDGs ada indikatornya serta kapan harus dicapai. Sasaran MDGs ini bisa dijadikan slogan “Indonesia Sehat di tahun 2015” sebagai pengganti slogan sebelumnya. Dalam visi ini Indonesia mempunyai delapan sasaran MDGs salah satunya yaitu mengurangi angka kematian termasuk penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan yang masih sangat besar menjadi penyokong terjadinya pembedahan salah satunya adalah penyakit Apendisitis. Demi memenuhi kebutuhannya sangat ditentukan oleh berlangsungnya atau bergeraknya proses-proses dalam tubuhnya, seperti berlangsungnya proses peredaran darah atau sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses-proses fisiologis lainnya, selanjutnya bergerak melakukan berbagai kegiatan pekerjaan fisik, untuk itu semua diperlukan energi. Tiap tahunnya baik di negara maju maupun negara berkembang terjadi.peningkatan kasus yang berhubungan dengan pencernaan maupun pola makan serta kebiasaan makan makanan disembarang tempat yang berdampak pada terjadinya penyumbatan makanan pada usus karena terbentuknya benda padat (massa) di ujung umbai cacing sehingga menyebabkan aliran keluar kotoran terhambat pada daerah tersebut. Sumbatan ini bisa terbentuk dari sisa makanan yang mengeras, lendir dalam usus yang mengental, bekuan darah, ataupun tumor kecil pada saluran usus. Dengan adanya sumbatan ini, ditambah dengan terjadinya infeksi yang mungkin terjadi pada daerah tersebut, maka terjadilah radang pada umbai cacing tersebut atau disebut juga usus buntu ( Ijul, 2008 dalam Febriani 2010). Appendisitis atau radang apendiks akut merupakan kasus infeksi intraabdominal yang

description

a

Transcript of Makanan Sebagai Faktor Risiko

Page 1: Makanan Sebagai Faktor Risiko

Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721 1

FAKTOR RISIKO KEJADIAN APENDISITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB. PANGKEP

Fitriana Sirma, Yusran Haskas, Darwis

Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar Dosen Tetap Program D3 Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Dosen Tidak Tetap STIKES Nani Hasanuddin Makassar

ABSTRAK

Fitriana Sirma ,” Faktor Risiko Kejadian Apendisitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep Tahun” (Dibimbing oleh Yusran Haskas dan Darwis)

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola hidup dengan kejadian apendisitis di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Salewangang Maros. Rancangan penelitian yang digunakan adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien dengan diagnosa apendisitis berdasarkan hasil laboratorium yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Sebanyak 36 responden. Data yang diperoleh diolah dengan uji statistik Chi-square.. dengan tingkat kemaknaan signifikan α <0.05 dengan p<α maka hipotesis diterima. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa faktor pola makan (p = 0,133) tidak mempunyai nilai statistic sehingga faktor ini tidak memiliki hubungan dengan kejadian apendisitis. Sedangkan faktor jenis makanan (p = 0,001) memiliki hubungan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep. Saran yang dapat peneliti sampaikan bagi institusi pelayanan kesehatan diharapkan bagi Institusi Pelayanan Kesehatan dapat terus memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pasien apendisitis, agar dapat lebih memperhatikan pola makan,jenis makanan yang mereka konsumsi dan perilaku makannya sehingga kemungkinan timbulnya apendisitis berulang dapat dikurangi.

Kata Kunci : Apendisitis, pola makan, jenis makanan. PENDAHULUAN

Dalam mencapai sasaran pembangunan milenium (millennium development goals/MDGs) yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia Sehat 2010, sasaran MDGs ada indikatornya serta kapan harus dicapai. Sasaran MDGs ini bisa dijadikan slogan “Indonesia Sehat di tahun 2015” sebagai pengganti slogan sebelumnya. Dalam visi ini Indonesia mempunyai delapan sasaran MDGs salah satunya yaitu mengurangi angka kematian termasuk penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan yang masih sangat besar menjadi penyokong terjadinya pembedahan salah satunya adalah penyakit Apendisitis.

Demi memenuhi kebutuhannya sangat ditentukan oleh berlangsungnya atau bergeraknya proses-proses dalam tubuhnya, seperti berlangsungnya proses peredaran darah atau sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses-proses

fisiologis lainnya, selanjutnya bergerak melakukan berbagai kegiatan pekerjaan fisik, untuk itu semua diperlukan energi.

Tiap tahunnya baik di negara maju maupun negara berkembang terjadi.peningkatan kasus yang berhubungan dengan pencernaan maupun pola makan serta kebiasaan makan makanan disembarang tempat yang berdampak pada terjadinya penyumbatan makanan pada usus karena terbentuknya benda padat (massa) di ujung umbai cacing sehingga menyebabkan aliran keluar kotoran terhambat pada daerah tersebut. Sumbatan ini bisa terbentuk dari sisa makanan yang mengeras, lendir dalam usus yang mengental, bekuan darah, ataupun tumor kecil pada saluran usus. Dengan adanya sumbatan ini, ditambah dengan terjadinya infeksi yang mungkin terjadi pada daerah tersebut, maka terjadilah radang pada umbai cacing tersebut atau disebut juga usus buntu ( Ijul, 2008 dalam Febriani 2010).

Appendisitis atau radang apendiks akut merupakan kasus infeksi intraabdominal yang

Page 2: Makanan Sebagai Faktor Risiko

Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721 2

sering dijumpai di Negara-negara maju, sedangkan pada Negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat modern (pekotaan) dibandingkan dengan masyarakat desa yang cukup banyak mengonsumsi serat. Apendisitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang yang usia di bawah 40 tahun, kasusnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun.

Hingga saat ini masalah Apendisitis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Menurut WHO (World Health Organization), angka kematian akibat apendisitis di dunia adalah 0,2-0,8% dan meningkat sampai 20% pada penderita yang berusia kurang dari 18 tahun dan lebih dari 70 tahun (Id WHO Apendisitis).

Apendisitis juga menjadi masalah di beberapa Negara seperti Amerika dan Eropa. Sekitar 7% penduduk Amerika terkena Apendisitis dengan insiden 1,1 per 1000 penduduk per tahun sedangkan di Eropa angka kematian akibat Apendisitis setiap tahunnya sekitar 8,1 per 100.000 penduduk ( Harnawatiaj, 2008 dalam Febriani 2010).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bella mengenai Karakteristik penderita appendisitis rawat inap di rumah sakit tembakau Deli Nusantara II Medan tahun 2005-2009 menunjukkan peningkatan. Proporsi berdasarkan sosiodemografi yaitu umur termuda 4 tahun dan tertua 66 tahun. Proporsi umur 4-11 tahun 2,9% dan 60-66 tahun 2,9%. Sex ratio laki-laki : perempuan yaitu 1 : 1,7. Suku Batak 54,0%, Islam 79,3%, SMA 36,8%, dan pelajar/mahasiswa 40,2%. Keluhan sakit perut kanan bawah (sensitivitas 100,0%), appendisitis abses 7,5% dan perforasi 8,6%, ada komplikasi 16,1%, peritonitis 14,3%, lama perawatan rata-rata 7,09 hari. Proporsi appendisitis akut secara bermakna lebih tinggi pada umur <29 tahun (68,8% vs 31,2%; p=0,000) sedangkan appendistis kronis secara bermakna lebih tinggi pada umur >29 tahun (73,1% vs 26,9%).

Di Indonesia ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1991-2000. Terdapat 15-30 % (30-45 % pada wanita) gambaran histopatologi yang normal pada hasil Apendiktomi. Keadaan ini menambah komplikasi pasca operasi, seperti adhesi, konsekuensi beban sosial ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan produktivitas. Tingkat akurasi diagnosis Apendisitis akut berkisar 76-92 % (Depkes, 2009 dalam Febriani 2010).

Berdasarkan data survey di Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep yang dilakukan peneliti diketahui bahwa pada tahun 2009 terdapat 41 kasus Apendisitis yang di rawat di ruang perawatan bedah. Pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 23 kasus. Sedangkan pada tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 56 kasus (Rekam Medik RSUD Kab. Pangkep).

Berdasarkan data diatas, peneliti mempunyai keinginan untuk melakukan penelitian terhadap faktor risiko kejadian Apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kab. Pangkep.

BAHAN DAN METODE Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka jenis penelitian ini adalah non eksperimen dengan metode pendekeatan cross sectional. Penelitian ini lakukan di Rumah Sakit Umum daerah kab. pangkep pada tanggal 17 April – 17 Mei tahun 2012.

Populasi dalam penelitian adalah semua klien dengan diagnosa apendisitis yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep, dengan jumlah responden sebanyak 56 pada tahun 2012. Penentuan jumlah besar sampel dengan menggunakan rumus didapatkan 36 responden sesuai dengan kriteria inklusi.

Jumlah responden di Rumah sakit Umum daerah Kab. Pangkep yang sesuai dengan kriteria inklusi sebanyak 36 orang diambil dengan menggunakan rumus, Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 36 responden. 1) Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah

sebagai berikut : a) Pasien yang terdiagnosis Apendisitis

yang di rawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep.

b) Bersedia menjadi responden c) Bisa membaca dan menulis serta

berkomunikasi dengan baik 2) Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

a) Pasien yang mengalami komplikasi di Rumah Sakit Umum daerah Kab. Pangkep

b) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

Pengumpulan data

Pengumpulan data dengan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep. Data primer diperoleh dari tempat penelitian, yaitu menggunakan kuesioner sebagai alat ukur pola makan dan jenis makanan dan

Page 3: Makanan Sebagai Faktor Risiko

Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721 3

checklist sebagai alat ukur kejadian apendisitis. Pengolahan data dilakukan dengan: a. Editing

Setelah data terkumpul kemudia peneliti mengadakan seleksi dan editing yakni memeriksa setiap kuisioner yang telah diisi mengenai kebenaran data yang sesuai variabel.

b. Koding Mengisi daftar kode pada

kuisioner sesuai dengan jawaban yang telah diisi di lapangan dan dibuat daftar variabel sesuai dengan di dalam kuisioner. Apabila ada variabel yang tidak diperlukan di dalam kuisioner maka tidak lagi dimasukan di dalam variabel.

c. Tabulasi data Mengelompokan data ke dalam

suatu tabel distribusi frekuensi menurut sifat-sifat yang dimiliki yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Dalam hal ini dipakai tabel untuk memudahkan penganalisaan data yang dapat berupa tabel sederhana atau tabel silang.

Analisis data

Setelah data terkumpul kemudian ditabulasi dalam tabel dengan variabel yang hendak diukur.Analisa data dilakukan melalui tahap editing, koding, tabulasi dan uji statistik.Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi.

Menggunakan bantuan program SPSS for windows 16,0. Melalui tahapan-tahapan, kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode uji statistik univariat dilakukan untuk variabel tunggal yang dianggap terkait dengan penelitian dan analisis bivariat untuk melihatdistribusi atau hubungan beberapa variabel yang dianggap terkait dengan menggunakan uji chisquare.

Analisis data dilakukan dengan pengujian hipotesis Nol (Ho) atau hipotesis yang akan ditolak. Dengan menggunakan uji chi-square. Batas kemaknaan = 0,05, Ho ditolak jika p < 0,05 dan Ho diterima jika p > 0,05.

Jika p < α (0,05) maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima yang berarti ada hubungan antara pola makan dan jenis makanan terhadap kejadian apendisitis

Sedangkan jika p > α (0,05) maka hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara pola makan dan jenis makanan terhadap kejadian apendisitis.

HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat

Tabel 1 : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep April - Mei 2012

Usia Responden Frekuensi % 1 – 40 Tahun 30 83,3 40 – 80 Tahun 6 16,7 Jumlah 36 100

Sumber : Data Primer, April - Mei 2012

Dari tabel 1, diketahui bahwa dari jumlah responden sebanyak 36 responden yang berusia 1 – 40 Tahun yang terbanyak yaitu sebanyak 30 responden (83,3%).

Tabel 2 : Distribusi Frekuensi Karakteristik

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep April - Mei 2012

Jenis Kelamin Responden Frekuensi %

Laki – Laki 12 33,3 Perempuan 24 66,7 Jumlah 36 100

Sumber : Data Primer, April - Mei 2012 Dari tabel 2, diketahui bahwa dari

jumlah responden sebanyak 36 responden yang berjenis kelamin perempuan yang terbanyak yaitu sebanyak 24 responden (66,7%).

Tabel 3 :Distribusi Frekuensi Karakteristik

Responden Berdasarkan Pendidikan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep April - Mei 2012

Pendidikan Responden Frekuensi %

Berpendidikan 34 94,4 Tdk Berpendidikan 2 5,6 Jumlah 36 100

Sumber : Data Primer, April - Mei 2012 Dari tabel 3, diketahui bahwa dari

jumlah responden sebanyak 36 responden yang diketahui berpendidikan yang terbanyak yaitu sebanyak 34 responden (94,4%).

Tabel 4 :Distribusi Frekuensi Karakteristik

Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep April – Mei 2012

Page 4: Makanan Sebagai Faktor Risiko

Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721 4

Pekerjaan Responden Frekuensi %

Bekerja 16 44,4 Tidak Bekerja 20 55,6 Jumlah 36 100

Sumber : Data Primer, April - Mei 2012

Dari tabel 4, diketahui bahwa dari jumlah responden sebanyak 36 responden yang diketahui tidak bekerja yang terbanyak yaitu sebanyak 20 responden (55,6%).

Tabel 5 : Distribusi Frekuensi Karakteristik

Responden Berdasarkan Status Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep April - Mei 2012

Status Responden Frekuensi % Menikah 21 58,3 Belum Menikah 15 41,7 Jumlah 36 100

Sumber : Data Primer, April - Mei 2012

Dari tabel 5, diketahui bahwa dari jumlah responden sebanyak 36 responden yang diketahui menikah yang terbanyak yaitu sebanyak 21 responden (58,3%).

Tabel 6 : Distribusi Frekuensi Karakteristik

Responden Berdasarkan Pola Makan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep April - Mei 2012

Pola Makan Responden Frekuensi %

Baik 23 63,9 Buruk 13 36,1 Jumlah 36 100

Sumber : Data Primer, April - Mei 2012

Dari tabel 6, diketahui bahwa dari jumlah responden sebanyak 36 responden yang diketahui memiliki pola makan yang baik yang terbanyak yaitu sebanyak 23 responden (63,9%).

Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Karakteristik

Responden Berdasarkan Jenis Makanan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep April - Mei 2012

Jenis Makanan Responden Frekuensi %

Baik 13 36,1 Buruk 23 63,9 Jumlah 36 100

Sumber : Data Primer, April - Mei 2012

Dari tabel 7, diketahui bahwa dari jumlah responden sebanyak 36 responden yang diketahui memiliki jenis makanan yang buruk yang terbanyak yaitu sebanyak 23 responden (63,9%).

Tabel 8 : Distribusi Frekuensi Karakteristik

Responden Berdasarkan Kejadian Apendisitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep April - Mei 2012

Kejadian Apendisitis Responden

Frekuensi %

Akut 26 72,2 Kronik 10 27,8 Jumlah 36 100

Sumber : Data Primer, April - Mei 2012

Dari tabel 8, diketahui bahwa dari jumlah responden sebanyak 36 responden yang diketahui bahwa kejadian apendititis terbanyak adalah kejadian apendititis akut sebanyak 26 responden (72,2%).

2. Analisis Bivariat

Tabel 9 : Distribusi Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Apendisitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep April - Mei 2012

Pola Makan

Kejadian Apendisitis Jumlah

Akut Kronik f % f % f %

Baik 12 33,3 8 22,2 20 55,6

Buruk 14 38,9 2 5,6 16 44,4

Jumlah 26 52,8 10 47,2 36 100

P = 0,133

Sumber : Data Primer, April - Mei 2012

Hasil analisis antara pola makan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep, diperoleh bahwa dari 20 responden yang pola makan baik diantaranya 12 responden (33,3%) dengan kejadian apendisitis akut dan sisanya 8 orang (22,2%) kejadian apendisitis kronik. Sementara dari 16 responden yang pola makannya buruk diantaranya 14 (38,9%) kejadian apendisitis akut dan sisanya 2 responden (5,6%) kejadian apendisitis kronik. Secara persentase responden yang pola makannya baik lebih banyak pada kejadian

Page 5: Makanan Sebagai Faktor Risiko

Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721 5

apendisitis akut dibandingkan dengan responden yang pola makannya buruk.

Berdasarkan uji chi square dengan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai hitung p = 0,133 lebih besar dari nilai =0,05. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang berarti dan bermakna antara pola makan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep.

Tabel 10 :Distribusi Hubungan Antara Jenis

Makanan Dengan Kejadian Apendisitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep April - Mei 2012

Jenis Makanan

Kejadian Apendisitis Jumlah

Akut Kronik f % f % f %

Baik 5 13,9 8 22,2 13 36,1

Buruk 21 58,3 2 5,6 23 63,9

Jumlah 26 72,2 10 27,8 36 100

P = 0,001

Sumber : Data Primer, April - Mei 2012

Hasil analisis antara Jenis Makanan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep, diperoleh bahwa dari 13 responden yang jenis makanannya baik 5 responden (13,9%) kejadian apendisitis akut dan sisanya 8 orang (22,2%) kejadian apendisitis kronik. Sementara dari 23 responden yang jenis manannya buruk 21 responden (16,6%) kejadian apendisitis akut dan sisanya 2 responden (5,6%) kejadian apendisitis kronik. Secara persentase responden yang jenis makanannya buruk lebih banyak pada kejadian apendisitis akut dibandingkan dengan responden yang jenis makanannya baik.

Berdasarkan uji chi square dengan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai hitung p = 0,001 lebih kecil dari nilai =0,05. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan ada hubungan yang berarti dan bermakna antara jenis makanan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep.

PEMBAHASAN a. Pola Makan

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa responden yang menderita apendisitis dengan pola makan baik yaitu

20 orang (55,6 %) sedangkan jumlah responden yang menderita apendisitis dengan pola makan buruk yaitu sebesar 16 orang ( 44,4%). Jika dibandingkan antara pola makan yang baik dan pola makan yang buruk maka pola makan yang baik lebih banyak pada penderita apendisitis dibandingkan dengan pola makan yang buruk pada penderita apendisitis.

Berdasarkan hasil analisa bivariat, diperoleh bahwa dari 20 responden yang pola makannya baik diantaranya 12 responden (33,3%) dengan kejadian apendisitis akut dan sisanya 8 orang (22,2%) kejadian apendisitis kronik. Sementara dari 16 responden yang pola makannya buruk diantaranya 14 (38,9%) kejadian apendisitis akut dan sisanya 2 responden (5,6%) kejadian apendisitis kronik. Secara persentase responden yang pola makannya baik lebih banyak pada kejadian apendisitis akut dibandingkan dengan responden yang pola makannya buruk. Berdasarkan uji chi square dengan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai hitung p =0,133 lebih besar dari nilai =0,05. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang berarti dan bermakna antara pola makan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep.

Hasil tersebut di atas juga memperlihatkan bahwa adanya kecenderungan hubungan yang tidak berarti antara kedua variabel tersebut dikarenakan pola makan memiliki hasil lebih banyak pada kategori baik dan kejadian apendisitis pun memiliki hasil lebih banyak pada kategori kejadian apendisitis akut. Artinya antara kedua hasil tersebut terlihat jelas bahwa apabila responden memiliki kecenderungan mengalami kedua hal tersebut dalam kategori pola makan yang baik dan pada kejadian apendisitis akut, maka responden jelas memiliki masalah yang baik tentang pola makan terhadap timbulnya kejadian apendisitis.

Menurut peneliti sebelumnya Nurhayati 2011, lebih dari sebagian pola makan responden adalah baik, namun masih banyak ditemukan pola makan responden yang buruk. Hal tersebut kemungkinan besar dipengaruhi beberapa hal diantaranya adalah pola makan yang kurang tepat, selain itu bahan makanan yang dikonsumsi dan cara pengolahan serta waktu makan yang tidak teratur sehingga hal ini dapat menyebabkan

Page 6: Makanan Sebagai Faktor Risiko

Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721 6

beberapa komplikasi atau obstruksi pada usus.

Peningkatan angka kejadian appendisitis yang terjadi tidak lepas karena kebiasaan pola makan yang kurang dalam mengkonsumsi serat yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meninggkatkan pertumbuhan kuman, sehingga terjadi peradangan pada appendiks. peranan kebiasaan mengonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit Apendisitis. Tinja yang keras dapat menimbulkan terjadinya konstipasi. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional Apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya Apendisitis. Diet memainkan peran utama dalam pembentukan sifat feses, yang mana penting dalam pembentukan fekalit (Alhadrami, Syarif, 2006).

Peneliti berasumsi bahwa, apa yang terlihat di lapangan dan berdasarkan teori terkait hal tersebut berdasarkan pola makan, lebih banyak mengonsumsi makanan yang baik dari pada makanan yang buruk. Maka dengan demikian pola makan responden tidak perlu diperbaiki tetapi hanya dengan memberikan pengajaran bagaimana mempertahankan pola makan yang baik itu agar tetap berada pada status hidup yang baik. Dan status hidup yang lebih baik lagi.

b. Jenis Makanan Hasil analisa univariat menunjukkan

bahwa responden yang menderita apendisitis dengan jenis makanan baik yaitu 13 orang (36,1 %) sedangkan jumlah responden yang menderita apendisitis dengan jenis makanan buruk yaitu sebesar 23 orang ( 63,9%). Jika dibandingkan antara jenis makanan yang baik dan jenis makanan yang buruk maka jenis makanan yang buruk lebih banyak pada penderita apendisitis dibandingkan dengan jenis makanan yang baik pada penderita apendisitis. Dan berdasarkan hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kejadian apendisitis dan jenis makanan.

Berdasarkan hasil analisa bivariat, diperoleh bahwa dari 13 responden yang jenis makanannya baik 5 responden (13,9%) kejadian apendisitis akut dan sisanya 8 orang (22,2%) kejadian apendisitis kronik. Sementara dari 23

responden yang jenis manannya buruk 21 responden (16,6%) kejadian apendisitis akut dan sisanya 2 responden (5,6%) kejadian apendisitis kronik. Secara persentase responden yang jenis makanannya buruk lebih banyak pada kejadian apendisitis akut dibandingkan dengan responden yang jenis makanannya baik.

Berdasarkan uji chi square dengan Fisher’s Exact Test diperoleh nilai hitung p = 0,001 lebih kecil dari nilai =0,05. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan ada hubungan yang berarti dan bermakna antara jenis makanan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep.

Hasil tersebut di atas juga memperlihatkan bahwa adanya kecenderungan hubungan yang berarti antara kedua variabel tersebut dikarenakan jenis makanan memiliki hasil lebih banyak pada kategori buruk dan kejadian apendisitis pun memiliki hasil lebih banyak pada kategori kejadian apendisitis akut. Artinya antara kedua hasil tersebut terlihat jelas bahwa apabila responden memiliki kecenderungan mengalami kedua hal tersebut dalam kategori jenis makanan yang buruk dan pada kejadian apendisitis akut, maka responden jelas memiliki masalah yang buruk tentang pemilihan jenis makanan terhadap timbulnya kejadian apendisitis.

Menurut Nurhayati 2011, bahwa apendisitis lebih cenderung disebabkan oleh jenis makanan yang kurang serat, yang dikonsumsi yang terkandung banyak dari jenis makanan karbohidrat. Oleh karena itu, untuk memenuhi beberapa fungsi tersebut, setiap harus makan makanan yang bergizi dan berserat tinggi. Makanan yang bergizi yaitu makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh.

Serat makanan adalah polisakarida yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. Serat terdiri atas dua golongan, yaitu serat larut air dan tidak larut air. Serat tidak larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang banyak terdapat dalam dedak beras, gandum, sayuran, dan buah-buahan. Serat golongan ini dapat melancarkan defekasi sehingga mencegah konstipasi, apendisitis dan hemoroid. Serat larut air yaitu pektin dan mukilase yang banyak terdapat dalam

Page 7: Makanan Sebagai Faktor Risiko

Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721 7

kacang-kacangan, sayur, dan buah-buahan. Serat golongan ini dapat mengikat asam empedu sehingga dapat menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah, sehingga menurunkan risiko, mencegah, atau meringkankan penyakit jantung koroner. Serat dapat mencegah kanker kolon dengan mengikat dan mengeluarkan bahan-bahan karsinogen dalam usus (Arif Mansjoer, 2005).

Peneliti berasumsi bahwa apa yang terlihat di lapangan dan berdasarkan teori terkait hal tersebut jenis makanan yang dikonsumsi lebih banyak yang buruk. Maka kemungkinan besar jenis makanan responden dapat diperbaiki yaitu dengan melihat beberapa cara penanggulangannya seperti memperhatikan bahan makanan yang baik pula, cara pengolahan dan waktu yang tepat dalam mengkonsumsi makanan. Dengan demikian jenis makanan responden yang sebelumnya buruk diharapkan dapat menjadi lebih baik lagi.

c. Kejadian Apendisitis Berdasarkan hasil penelitian,

diketahui bahwa dari 36 responden yang mengalami kejadian apendisiti akut yaitu sebanyak 26 responden (72,2) dan yang mengalami kejadian apendisitis kronik yaitu sebanyak 10 responden (27,8). Melihat tingginya jumlah responden yang mengalami apendisitis akut, apendisitis akut biasanya memberi gajala klinis yang lebih khas dan bersifat mendadak, sehingga diperlukan tindakan pembedahan segera. Apendisitis akut yang mengenai seluruh lapisan dinding secara klinis dan histology dapat dikelompokkan menjadi Apendisitis flegmonosa, suparativa, dan ganggrenosa.

Apendisitis akut dibagi menjadi simple, gangguan dan peforasi. Pada bentuk simple ditemukan Apendiks yang masih utuh tapi meradang. Adanya nekrosis local atau luas merupakan ciri khas untuk ganggrenosa dimana sering pula ditemukan perforasi mikroskopis. Apendisitis perforasi ditandai dengan Apendiks yang pecah atau bahkan hancur. Maka tidak berlebihan jika peneliti menilai bahwa sebagian besar responden jarang mengkonsumsi bahkan tidak banyak yang memperoleh cukup bahan makanan yang mengandung karbohidrat dan cukup serat.

Jika dilihat berdasarkan latar belakang pendidikan sebagian besar responden mereka yang berpendidikan. tidak berlebihan jika peneliti berpendapat bahwa mereka mungkin sibuk dengan pekerjaan mereka dan lebih cenderung

mengonsumsi makanan fast food dibandingkan dengan nasi dan sebagainya. Karena makanan fast food lebih gampang mereka dapatkan direstauran ataupun di pedagang kaki lima atau street food. menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi di pinggir – pinggir jalan.

Seperti diketahui bahwa bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan serat serta cairan mampu mengurangi risiko terjadinya apendisitis. Hal tersebut juga terlihat dari hasil jawaban responden dimana sangat sedikit responden yang mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti singkong. Hal ini juga disebabkan karena masih banyaknya responden yang sangat suka mengkonsumsi jambu biji dan cabe rawit dibandingkan mengkonsumsi tomat dan ketimun.

Oleh karena itu, untuk memenuhi beberapa fungsi tersebut, setiap harus makan makanan yang bergizi. Makanan yang bergizi yaitu makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Adapun salah satu zat gizi yang diperlukan tubuh yaitu karbohidrat.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut: 1. Tidak Ada hubungan yang bermakna

antara pola makan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep.

2. Ada hubungan yang bermakna antara jenis makanan dengan kejadian apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep.

SARAN 1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan bagi Institusi Pelayanan Kesehatan dapat terus memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pasien apendisitis, agar dapat lebih memperhatikan jenis makanan dan perilaku makannya sehingga kemungkinan timbulnya apendisitis berulang dapat dikurangi.

Page 8: Makanan Sebagai Faktor Risiko

Volume 2 Nomor 1 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721 8

2. Bagi Program Studi Keperawatan Dengan adanya hasil penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi yang dapat terus dikembangkan dengan mengacu pada faktor-faktor lain yang diduga memiliki hubungan yang erat yang dapat memicu terhadap terjadinya apendisitis.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya dan dapat meneliti lebih jauh tentang factor risiko kejadian apendisitis dengan menggunakan sampel yang lebih banyak, dan waktu serta sarana yang memadai, sehingga hasil penelitian dapat sesuai dengan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA Apriliaw, 2011. Naturaly Plus : Penyakit Usus Buntu, (online), (http://dilihat.com/herbalsuper, diaskes 20 meret

2012). Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Patologi, Jakarta: Universitas

Undonesia (UI-press). Benjamin Bloom, Skinner, Becker, 2012. Perilaku Manusia, (online), (http://wikipedia.org, diakses 21 maret

2012). Bubuna Puti in Kesehatan, 2008. Apendisitis, (online), (http://wordpress.com, diakses 21 maret 2012). Cecily Lynn Betz Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 5. EGC: Jakarta. Darkcurez Vian’s, 2011. Makalah Apendisitis, (online), (http://darkcurez.blogspot.com, diakses tanggal 21 maret

2012). Diane C. Brugman, JoAnn C. Hackley. 2006. Keperawatan Medical Bedah. EGC: Jakarta. Elizabet Simanjuntak, 2008. Makanan Bergizi, (online), (http://kumpulblogger.com, diakses 21 maret 2012). E. Oswari. 2007. Bedah dan Perawatannya. Gaya Baru: Jakarta. Febriani. 2010. Faktor Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah

Sawerigading Palopo. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar. STIKES Nani Hasanuddin. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Peneliti Ilmu Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta. Rekam Medic Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep 2012. Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi. Graha Ilmu: Yoyakarta.