Makalh Lbm 1

81
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan). Indera pendengaran berperan penting dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di telinga dalam sampai terlepasnya potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak. Dalam keadaan pendengaran normal, rangsangan suara tadi akan direkam dan dipersepsikan dipusat sensorik diotak sehingga anak dapat mengenal suara yang pernah didengarnya. Sehingga apabila terjadi gangguan pada struktur telinga akan mengakibatkan berkurang pula kemampuan untuk menghantarkan suara dan mengakibatkan penururnan pendengaran. Salah satu penyakit pada telinga adalah Otitis media supuratif kronis (OMSK). OMSK adalah radang LBM I Congek atau Tolek 1

description

gj

Transcript of Makalh Lbm 1

Page 1: Makalh Lbm 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan

kompleks (pendengaran dan keseimbangan). Indera pendengaran berperan

penting dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk

perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi

dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Sewaktu suatu

gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu gelombang tekanan di

telinga dalam sampai terlepasnya potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak.

Dalam keadaan pendengaran normal, rangsangan suara tadi akan direkam dan

dipersepsikan dipusat sensorik diotak sehingga anak dapat mengenal suara yang

pernah didengarnya. Sehingga apabila terjadi gangguan pada struktur telinga

akan mengakibatkan berkurang pula kemampuan untuk menghantarkan suara dan

mengakibatkan penururnan pendengaran.

Salah satu penyakit pada telinga adalah Otitis media supuratif kronis

(OMSK). OMSK adalah radang kronis mukosa telinga tengah dengan perforasi

membran timpani dan riwayat keluar sekret dari telinga tengah lebih dari 2 bulan

baik terus menerus maupun hilang timbul, sifat sekretnya mungkin serous,

mukus atau mukopurulen. Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit

ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit

ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi

komplikasi.

Prevalensi OMSK di dunia berkisar antara 1 sampai 46 % pada komunitas

masyarakat kelas menengah ke bawah di negara-negara berkembang. Adanya

prevalensi OMSK lebih dari 1% pada anak-anak di suatu komunitas

menunjukkan adanya suatu lonjakan penyakit, namun hal ini dapat diatasi

dengan adanya pelayanan kesehatan masyarakat.

LBM I Congek atau Tolek 1

Page 2: Makalh Lbm 1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

CONGEK ATAU TOLEK

Otong 19 tahun, bersama ayahnya datang ke praktek dokter dengan

keluhan keluar cairan kekuningan dari telinga kanan sejak 3 hari yang lalu,

sebelumnya Otong mengeluhkan pilek sejak 5 hari yang lalu. Keluhan ini sudah

sering dialami Otong sejak kecil, biasanya akan hilang dengan sendirinya, dan

timbulnya keluhan bila Otong mengalami pilek serta sehabis berenang. Ayah

juga mengeluhkan Otong mengalami kesulitan mendengar. Ayah takut bila

Otong mengalami kejadian yang sama dengan Pamannya yang meninggal karena

infeksi telinga yang menjalar ke otak.

Pada pemeriksaan telinga kanan dengan otoskop, dokter menemukan

otorea, membran timpani perforasi sentral di kuadran anteroinferior dengan

sekret mukopurulen. Pemeriksaan telinga kiri tidak ada kelainan yang didapat.

Pemeriksaan garputala didapatkan adanya tuli konduksi.

Dokter menyarankan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi,

hal tersebut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kolesteatom pada telinga

kanan.

Bagaimana saudara menerangkan apa yang dialami Otong?

2.2 Teminologi

1) Kolesteatom

Kolesteatom adalah suatu kista epithelial yang berisi deskuamasi

epitel/keratin.

2) Otorea

Otorea adalah sekret/cairan yang keluar dari liang telinga.

3) Otoskop

LBM I Congek atau Tolek 2

Page 3: Makalh Lbm 1

Otoskop adalah sebuah alat berlampu untuk memeriksa saluran eksternal

telinga dan gendang telinga.

4) Tuli Konduksi

Tuli konduksi adalah hilangnya pendengaran karena tidak tersampaikannya

getaran suara.

2.3 Permasalahan

1 Jelaskan anatomi dan fisiologi telinga ?

2 Interpretasi skenario :

- Bagaimana mekanisme keluarnya cairan kekuningan pada telinga kanan

pasien ?

- Mengapa keluhan yang muncul pada pasien timbul bila mengalami pilek

atau sehabis berenang ?

- Apa hubungan kesulitan mendengar dengan penyakit yang dialami

pasien ?

- Jelaskan mekanisme infeksi otak yang diakibatkan karena adanya infeksi

telainga ?

- Mengapa pada pemeriksaan garputala ditemukan tuli konduksi ?

3 Jelaskan macam-macam gangguan pendengaran dan cara pemeriksaannya ?

4 Apa saja diagnosa banding yang mungkin diderita oleh pasien tersebut ?

5 Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis pada

pasien tersebut ?

6 Bagaimana penatalaksanaannya ?

2.4 Pembahasan

2.4.1 Anatomi dan Fisiologi Pendengaran

Anatomi Telinga

Secara anatomis, telinga dibagi menjadi tiga regio utama :

LBM I Congek atau Tolek 3

Page 4: Makalh Lbm 1

Gambar. Anatomi Telinga

1) Auris eksterna

Berfungsi untuk mengumpulkan suara dan sebagai saluran ke

bagian yang lebih dalam. Terdiri dari :

a) Auricula : kartilago elastis yang ditutupi oleh kulit, berbentuk

seperti terompet dengan bagian ujung yang melebar.

b) Meatus acusticus externus : tabung yang melengkung dengan

panjang sekitar 2,5 cm. Terletak mulai dari pintu masuk porus

acusticus externus hingga ke membran timpani. Struktur

histologis sama dengan kulit bagian luar, memiliki rambut dan

modifikasi kelenjar keringat yang disebut glandula cerominous.

Glandula tersebut akan mengeluarkan sekret yang disebut

serumen, berfungsi mencegah kotoran masuk ke dalam telinga.

c) Membran timpani : berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari

arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.

Bagian atas disebut dengan pars flaksida (membrane Shrapnell),

sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membrane propria).

Pars flaksida hanya berlapis dua,yaitu bagian luar ialah lanjutan

epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus

bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa

mempunyai satu lapis lagi di tengah,yaitu lapisan yang terdiri

LBM I Congek atau Tolek 4

Page 5: Makalh Lbm 1

dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara

radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane

timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek

cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani

kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan. Reflek cahaya ialah

cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di

membrane timpani, terdapat 2 macam serabut yaitu sirkuler dan

radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflex cahaya

yang berupa kerucut itu.

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadaran, dengan menarik

garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak

lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan,

atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk

menyatakan letak perforasi membrane timpani.

Gambar. Membran timpani

2) Auris media

Berfungsi untuk membawa getaran suara ke fenestra ovale.

Ruangan di dalamnya berisi udara disebut cavum timpani. Auris

media dipisahkan dengan auris interna oleh fenestra ovale dan

fenestra rotundum. Fenestra ovale nantinya akan dilekati oleh basis

LBM I Congek atau Tolek 5

Page 6: Makalh Lbm 1

stapedis. Sedangkan, fenestra rotundum akan ditutupi oleh selapis

membran disebut membrana tympani sekundaria. Auris media terdiri

dari:

a) Osikula auditiva

Terdapat tiga tulang pendengaran, yaitu malleus, incus,

dan stapes. Manubrium mallei akan melekat di bagian interna

dari membrana tympani. Caput dari mallei akan berartikulasi

dengan corpus incus. Sedangkan, caput dari stapes akan

berartikulasi dengan processus lenticularis pada os incus. Basis

stapedis akan melekat pada fenestra ovale. Ketiga tulang ini

berhubungan dengan fungsinya adalah penghantaran getaran

(Sloane, 2003).

Gambar. Osikula Auditiva

b) Musculus stapedius dan musculus tensor timpani

Musculus tensor timpani akan diinervasi oleh nervus

maxillaris dan berfungsi untuk membatasi gerakan dan

meningkatkan tekanan di membrana timpani untuk mencegah

suara yang terlalu keras di dalam auris interna. Musculus

stapedius diinervasi oleh nervus facialis dan merupakan

musculus skeletal terkecil pada tubuh manusia. Fungsinya adalah

LBM I Congek atau Tolek 6

Page 7: Makalh Lbm 1

memperkecil getaran apabila terdapat suara yang keras untuk

melindungi fenestra rotundum.

c) Tuba auditiva atau tuba Eustachii

Saluran ini menghubungkan ruangan pada auris media

dengan nasopharynx. Tuba auditiva akan membuka saat

menguap dan menelan. Fungsinya adalah menyeimbangkan

tekanan antara auris media dengan dunia luar. Saluran ini sering

menjadi rute perpindahan patogen dari hidung dan tenggorok ke

telinga.

3) Auris interna

Berfungsi sebagai tempat reseptor pendengaran dan

keseimbangan. Terdiri dari dua bagian, yaitu labyrinthis osseus dan

labyrinthis membranaceus. Labyrinth osseus dibatasi oleh periosteum

dan mengandung perilimfe. Bagian-bagiannya adalah canalis

semicircularis (anterior, posterior, dan lateral), vestibulum, dan

cochlea. Sedangkan, labirin membranaceus menyerupai kantung

epitelium, terdapat reseptor pendengaran atau organ Corti dan

keseimbangan. Labyrin membranaceus mengandung endolimfe. Di

dalam vestibulum, terdapat dua kantung yang merupakan bagian dari

labyrinth membranaceus, disebut utriculus dan sacculus. Di dalam

canalis semicircularis terdapat ductus membranous semicircularis,

yang nantinya akan melebar pada bagian akhir disebut ampulla.

Cochlea merupakan saluran spiral yang terbentuk dari tulang

dan berputar hampir tiga kali dengan pusatnya adalah modiolus.

Adanya membrana basalis dan membrana vestibuli akan membagi

cochlea menjadi tiga ruangan, yaitu scala vestibule, scala media, dan

scala timpani. Scala media merupakan tempat terletaknya reseptor

pendengaran.

LBM I Congek atau Tolek 7

Page 8: Makalh Lbm 1

Gambar. Anatomi telinga dalam.

Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkap energi bunyi oleh

daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

tulang ke koklea. Getaran tersebut mengetarkan membrane timpani

diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang

akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit pendengaran dan

perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong.

Energy getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong sehingga perlimfa pada skala vestibule

bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane reissner yang mendorong

endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membrane

basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsangan

mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,

sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik

dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,

sehingga melepaskan neurotransmitter kedalam sinapsis yang akan

menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke

nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39 – 40 ) dilobus

temporalis (Sloane, 2003).

LBM I Congek atau Tolek 8

Page 9: Makalh Lbm 1

Gambar. Fisiologi mendengar

2.4.2 Interpretasi Skenario

Bagaimana mekanisme keluarnya cairan kekuningan pada telinga

kanan pasien ?.

Pasien pada skenario diduga mengalami peradangan pada organon

corti. Dimana akan dihasilkan berbagai sitokin proinflamasi yang akan

mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah di membran timpani pada

fase akut (stadium hiperemis) sehingga membran timpani tampak

kemerahan / hiperemis. Pada tahap yang lebih lanjut (fase supurasi),

edema akan semakin hebat. Hal ini sering disertai dengan hilangnya sel

epitel superfisial pada membran timpani dan terbentuk sekret yang

purulen pada cavum timpani sehingga membran timpani menonjol. Lama

kelamaan terjadi iskemik dan nekrosis jaringan pada membrane timpani

dan terjadi perforasi membran timpani. Adanya perforasi pada membran

timpani akan mengakibatkan keluarnya sekret melalui telinga. Jika tidak

terjadi stadium resolusi, maka akan terjadi perforasi membran timpani

yang menetap dan pengeluaran sekret yang terus menerus dan hilang

timbul dan muncul sebagai cairan kekuningan pada telinga.

LBM I Congek atau Tolek 9

Page 10: Makalh Lbm 1

Mengapa keluhan yang muncul pada pasien timbul bila mengalami

pilek atau sehabis berenang ?

Infeksi bakteri atau virus pada saat batuk dan pilek dapat menyebar per

kontinuatum ke telinga tengah melalui tuba eustachius. Hal ini akan

mengakibatkan munculnya respon peradangan pada telinga tengah.

Respon ini yang diperantarai oleh berbagai sitokin ini akan

mengakibatkan peningkatan sekresi mukus. Adanya oklusi tuba

eustachius mengakibatkan cairan menumpuk di telinga tengah. Bakteri

dan virus juga menumpuk dan berkembang biak di dalam cairan tersebut.

Keadaan ini juga bisa dipengaruhi akibat aktivitas renang. Dimana

pada kolam renang terdapat kandungan kaporit. kaporit yang bersifat

asam ini akan membuat kondisi liang menjadi basa sehingga mudah

lembab dan mikroorganisme pun tumbuh subur. Sehingga dapat

meningkatkan resiko infeksi di dalam telinga.

Apa hubungan kesulitan mendengar dengan penyakit yang dialami

pasien ?

Kesulitan mendengar diakibatkan karena adanya kerusakan pada

struktur organon corti yang berperan dalam proses pendengaran.

Sehinggga proses penghantaran suara menuju ke pusat pendengaran

terganggu. Seperti pada skenario, dimana terdapat keruakan pada

membran timpani yang berperan penting untuk mengamplifikasi getaran.

Selain itu, pada pasien ditemukan sekret yang mukopurulen. Sekret yang

mukpurulen ini akan menghalangi proses penghantaran gelombang suara,

karena konsistensinya yang lebih kental.

Jelaskan mekanisme infeksi otak yang diakibatkan karena adanya

infeksi telainga ?

Pada pasien dengan otitis media supuratif, baik akut maupun

kronis, mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya

LBM I Congek atau Tolek 10

Page 11: Makalh Lbm 1

yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga

tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar

ke struktur disekitarnya. Pertahanan pertama ialah mukosa kavum timpani

yang juga seperti mukosa saluran nafas, mampu melokalisasi infeksi. Bila

sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum

timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak

disekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan menyebabkan

terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi yang relative tidak

berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal, maka

akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis. Bila kearah kranial,

akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis,

meningitis dan abses otak. Jadi dari paparan diatas, dapat diketahui bahwa

pada pasien yang mengalami otitis media dapat mengalami suatu

komplikasi ke otak melalui jalur yang telah disebutkan sebelumnya.

Mengapa pada pemeriksaan garputala ditemukan tuli konduksi ?

Tuli Konduktif atau Conductive Hearing Loss (CHL) adalah jenis

ketulian yang tidak dapat mendengar suara berfrekuensi rendah.

Diakibatkan karena kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah,

sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga.

Otitis media dapat menjadi salah satu penyebabnya (Soetirto, 2003).

Dimana saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bisa saja

menimbulkan luka, nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau

otorrhea. Penumpukan serumen yang terjadi dapat mengakibatkan

transmisi bunyi atau suara yang terganggu sehingga penderita tidak dapat

mempersepsikan bunyi atau suara yang di dengarnya.

Pemeriksaan garputala ini dapat membedakan antara tuli

sensorineural ataupun konduktif. Pada tuli konduktif akan ditemui tes

LBM I Congek atau Tolek 11

Page 12: Makalh Lbm 1

Rinne (+), tes Weber ditemukan lateralisasi ke arah telinga yang sakit,

dan pada tes Swabach ditemukan memanjang.

2.4.3 Klasifikasi Gangguan Pendengaran dan Cara Pemeriksaannya

Macam-Macam Penurunan Pendengaran

1) Gangguan pendengaran jenis konduktif

Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang

suara tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. hal Ini

disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga

luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis,

fenestra rotunda, dan tuba auditiva.  Pada bentuk yang murni (tanpa

komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam,

maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis

(N.VIII).

Manifestasi Klinis

Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi

telinga sebelumnya.  

Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah

bergerak dengan perubahan posisi kepala.  

Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau

mendengung). 

Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan

suara  lembut (soft voice) khususnya pada penderita

otosklerosis. 

Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana

ramai.

Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai :

LBM I Congek atau Tolek 12

Page 13: Makalh Lbm 1

a) penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima

meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung

nada rendah.  

b) Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan

menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang

lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati

lateralisasi ke arah yang sakit.  Schwabach memanjang.

2) Gangguan pendengaran jenis tuli sensorik

Tuli sensorineural adalah kerusakan telinga bagian dalam dan

hubungan saraf otak yang terbagi atas tuli sensorineural koklea dan

tuli sensorineural retrokoklea.Tuli sensorineural koklea disebabkan

aplasia, labirinitis, intoksikasi obat ototaksik atau alkohol. Dapat juga

disebabkan tuli mendadak, tauma kapitis, trauma akustik dan

pemaparan bising tuli sensorineural retrokoklea disebabkan

neuoroma akustik, tumor sudut pons serebellum, mieloma multipel,

cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.  Pada

gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel (Soetirto,

2003).

Manifestasi Klinis

Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini

adalah seperti berikut: 

Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama,

suara percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan

seperti suasana yang tegang dibanding orang normal.  Perbedaan ini

lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari

penderita gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya

otosklerosis.

LBM I Congek atau Tolek 13

Page 14: Makalh Lbm 1

Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau

percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.

Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat

pemakaian obatobat ototoksik, ataupun penyakit sistemik

sebelumnya. Pada  pemeriksaan fisik  atau otoskopi, kanal telinga

luar maupun selaput gendang telinga tampak normal (Soetirto,

2003). 

Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai

penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima

meter dan sukar mendengar katakata yang mengundang nada tinggi

(huruf konsonan).

Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik

dari pada hantaran tulang.  Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga

sehat.  Tes Schwabach  ada pemendekan hantaran tulang.

3) Gangguan pendengaran jenis tuli campuran

Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan

pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis

sensorineural.  Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah

jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih

lanjut menjadi gangguan sensorineural.  Dapat pula sebaliknya, mula-

mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian

disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian

terkena infeksi otitis media.  Kedua gangguan tersebut dapat terjadi

bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus

mengenai telinga tengah dan telinga dalam.

Manifestasi Klinis

LBM I Congek atau Tolek 14

Page 15: Makalh Lbm 1

Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua

komponen gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan

sensorineural.

Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang

dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis

sensorineural.  

Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara

bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang

mengandung nada rendah maupun nada tinggi.  

Tes garputala Rinne negatif.

Weber lateralisasi ke arah yang sehat. 

Schwabach memendek

Pemeriksaan Fungsi Pendengaran

1) Cara Tes Bisik  Pada Telinga

Gambar. Tes Bisik

Tes bisik pada telinga merupakan suatu tes pendengaran

dengan memberikan suara bisik berupa kata-kata kepada telinga

penderita dengan jarak tertentu.  Hasil tes berupa jarak pendengaran,

yaitu jarak antara pemeriksa dan penderita di mana suara bisik masih

dapat didengar enam meter.  Pada nilai normal tes berbisik ialah 5/6 –

6/6.  

2) Tes Garputala

Tes Rinne

LBM I Congek atau Tolek 15

Page 16: Makalh Lbm 1

Gambar. Tes Rinne

Tes garputala merupakan tes kualitatif.  Garputala 512 Hz

tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya.  Menurut Guyton

dan Hall, cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan,

tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus.  Setelah tidak

terdengar penala dipegang di depan teling kira-kira 2 ½ cm.  Bila

masih terdengar disebut Rinne positif.  Bila tidak terdengar disebut

Rinne negatif (Soetirto, 2003).

Tes Weber 

Gambar. Tes Weber

Cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan

tangkai garputala diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi,

pangkal hidung, dan di dagu).  Apabila bunyi garputala terdengar

lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke

telinga tersebut.  Bila tidak dapat dibedakan ke arah teling mana

bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi. 

Tes Schwabach

LBM I Congek atau Tolek 16

Page 17: Makalh Lbm 1

Cara melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan,

tangkai garputala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak

terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan

pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya

normal.  Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut  Schwabach

memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan

diulang dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada

prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu.  Bila penderita masih

dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila

pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut

Schwabach sama dengan pemeriksa.

3) Tes Audiometri

Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat

elektroakustik.  Tes ini meliputi audiometri nada murni dan

audometri nada tutur.  Audiometri nada murni dapat mengukur nilai

ambang hantaran udara dan hantaran tulang penderita dengan alat

elektroakustik. Alat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal

dengan frekuensi dan intensitasnya yang dapat diukur.  Untuk

mengukur nilai ambang hantaran udara penderita menerima suara

dari sumber suara lewat heaphone, sedangkan untuk mengukur

hantaran tulangnya penderita menerima suara dari sumber suara

lewat vibrator.   Manfaat dari tes ini adalah dapat mengetahui

keadaan fungsi pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif

(pendengaran normal, gangguan pendengaran jenis hantaran,

gangguan pendengaran jenis sensorineural, dan gangguan

pendengaran jenis campuran). Dapat mengetahui derajat kekurangan

pendengaran secara kuantitatif (normal, ringan, sedang, sedang berat,

dan berat.

2.4.4 Diagnosa Banding

LBM I Congek atau Tolek 17

Page 18: Makalh Lbm 1

1. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

a. Definisi

Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif

kronik (OMSK), yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis

telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang

telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret)

dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau

hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen.

Penyakit ini biasanya diikuti oleh penurunan pendengaran dalam

beberapa tingkatan.

b. Klasifikasi

OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :

1) OMSK tipe aman (tipe mukosa/tipe benigna/tipe tumbo-

timpanal)

Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba

yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Proses

peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja

dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral.

Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi

yang berbahaya. Tidak terdapat kolesteatoma (Ami, 2010).

2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang/tipe maligna/Tipe atikoantral)

Yang dimaksud dengan OMSK tipe bahaya ialah OMSK

yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe

bahaya letaknya marginal atau di atik. Kadang-kadang terdapat

juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal.

Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul

pada OMSK tipe bahaya (Ami, 2010).

LBM I Congek atau Tolek 18

Page 19: Makalh Lbm 1

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dibagi 2, yaitu :

1) OMSK aktif

OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum

timpani secara aktif. Aktif merujuk pada adanya infeksi dengan

pengeluaran sekret telinga atau otorrhea akibat perubahan

patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi.

2) OMSK tenang / inaktif

OMSK tenang / inaktif adalah keadaan kavum timpaninya

terlihat basah atau kering (Ami, 2010). Pasien dengan otitis

media kronik inaktif seringkali mengeluh gangguan

pendengaran. Mungkin terdapat gejala lain seperti vertigo,

tinnitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga (Benito, 2007).

c. Epidemiologi

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara

umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor

sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang

Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan

orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari

90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di

Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah

minoritas di Pasifik.4 Kehidupan sosial ekonomi yang rendah,

lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek

merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya

prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih

bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu

metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan

65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200

LBM I Congek atau Tolek 19

Page 20: Makalh Lbm 1

juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum,

prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK

merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT

rumah sakit di Indonesia.

d. Etiologi

1) Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi

belum jelas, tetapimempunyai hubungan erat antara penderita

dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok

sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi

sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan

secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.

2) Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini,

terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel

mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel

udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media,tapi belum

diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3) Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan

kelanjutan dariotitis media akut dan/atau otitis media dengan

efusi, tetapi tidak diketahui faktorapa yang menyebabkan satu

telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan

kronis (Soepardi, 2010).

4) Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga

tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang

aktif menunjukan bahwa metodekultur yang digunakan adalah

LBM I Congek atau Tolek 20

Page 21: Makalh Lbm 1

tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-negatif,

flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

5) Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi

infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi

mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan

tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam

telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal

termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa,

B.proteus, B.coli dan Aspergillus. Organisme  dari

nasofaring  diantaranya  Streptococcus  viridians (Streptococcus

α-hemolitikus, Streptococcus β-hemolitikus dan Pneumococcus).

6) Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki

insiden lebih besar terhadap otitis media kronis.

7) Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis

yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik

adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap

antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya,

namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.

8) Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering

tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen

primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang

inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi

fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba

tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.

LBM I Congek atau Tolek 21

Page 22: Makalh Lbm 1

e. Patofisiologi

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat

tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba

Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di

belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum

timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga

tengah ini (Otitis Media, OM).

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam

keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba

Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara

telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer).

Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang

relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan

mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih

mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering

menimbulkan OM daripada dewasa.

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri

menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah

yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat

ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan

pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat,

seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti

keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan

menambah permeabilitas pembuluh darah dan menambah

pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan

beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga

tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi

sel-sel peradangan pada telinga tengah.

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa

berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana,

LBM I Congek atau Tolek 22

Page 23: Makalh Lbm 1

menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak

lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini

mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma

yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai

dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk

lapisan epitel sederhana.

Bagan. Perjalanan Penyakit OMSK

f. Manifestasi Klinis

Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan

pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang

berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus

mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan

LBM I Congek atau Tolek 23

Page 24: Makalh Lbm 1

dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak

menyebabkan nyeri (Ami, 2010).

Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan

adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa

putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna

melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat

pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus

kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran

konduktif atau campuran.

1) Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid

(seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret

yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga

tengah dan mastoid.

2) Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang

pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat

pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin

ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah

yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi

dengan efektif ke fenestra ovalis. Beratnya ketulian tergantung

dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan

dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.

Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-

lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin

melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin

tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis

supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat

menggambarkan sisa fungsi koklea (Nizar, 2000).

3) Otalgia (Nyeri Telinga)

LBM I Congek atau Tolek 24

Page 25: Makalh Lbm 1

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila

ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan

nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat

berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran

sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau

ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada

tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.

4) Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang

serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda

telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh

kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan

tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif

keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar

membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah

terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam

labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo (Ami, 2010).

2. Otitis Media Akut (OMA)

a. Definisi

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan

gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat.

b. Etiologi

1) Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang

tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat

ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri

terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain

tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan

LBM I Congek atau Tolek 25

Page 26: Makalh Lbm 1

mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab

otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae

(40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan

Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai

patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes

(group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus, dan

organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme

gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang

menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae

sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang

dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai

pada anak-anak.

2) Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat

dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik

yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak,

yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau

adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai

parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan

membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,

menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,

menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu

mekanisme farmakokinetiknya. Dengan menggunakan teknik

polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-

linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat

diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita

OMA pada 75% kasus (Kumar, 2007).

c. Faktor Resiko

LBM I Congek atau Tolek 26

Page 27: Makalh Lbm 1

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis

kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan,

asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok,

kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital,

status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan

atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-

lain.

Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA.

Peningkatan insiden OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan

disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba

Eustachius dan status imunologi anak juga masih rendah. Insidens

terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding

dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Amerika asli, Inuit,

dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih

tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh.

Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan,

kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi

rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong

terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam

pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya

asupan ASI banyak menderita OMA.

Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami

OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain.

Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain

seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga

meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis

kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius

turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga tengah.

Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat

infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.

LBM I Congek atau Tolek 27

Page 28: Makalh Lbm 1

d. Patogenesis

Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai

oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga

terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas,

termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi

sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga

tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan

menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari

nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius.

Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk

mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika

terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses

inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah.

Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media

dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga

tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret

di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen

pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas,

sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan

menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga

dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga

menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika

sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal,

perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-

tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.

Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek

membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Ami, 2010).

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal

dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA,

dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa

LBM I Congek atau Tolek 28

Page 29: Makalh Lbm 1

tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian

besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat

fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme

pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan

hipertrofi adenoid.

Gambar. Perbedaan tuba eustachius pada anak-anak dan dewasa

e. Stadium OMA

1) Stadium oklusi tuba eutachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius

yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya

tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan

adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan

posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga

berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga

menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani

kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya

berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak

dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari

otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi.

Tidak terjadi demam pada stadium ini.

LBM I Congek atau Tolek 29

Page 30: Makalh Lbm 1

2) Stadium hiperemis atau presupurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di

membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani

mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret

eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh

oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh

mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga

tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini

merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien

mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam.

Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan

ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini

terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum

timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai

dengan satu hari.

Gambar. Membran timpani hiperemis

3) Stadium supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret

eksudat purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-

sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah

LBM I Congek atau Tolek 30

Page 31: Makalh Lbm 1

menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.

Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani

menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke

arah liang telinga luar (George, 1997). Pada keadaan ini,

pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta

rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan

tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan

pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai

muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak

ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran

timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa

membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus

berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-

vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani

meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa

lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.

Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan

miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan

insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari

telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada

membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila

terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup

kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali.

LBM I Congek atau Tolek 31

Page 32: Makalh Lbm 1

Gambar. Membran timpani bulging denganpupurulent

4) Stadium perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran

timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak

akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-

kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).

Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian

antibiotik dan tingginya virulensi kuman.Setelah nanah keluar,

anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan

dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi

dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi

tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif

subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama

lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu

disebut otitis media supuratif kronik.

LBM I Congek atau Tolek 32

Page 33: Makalh Lbm 1

Gambar. Membran timpani perforasi

5) Stadium resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang

diawali dengan berkurangnya dan berhentinya othorrhea.

Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur

normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali

dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering.

Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung

walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih

utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.

Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut

menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini

berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret

yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis

media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa

otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret

menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi

membran timpani (Soepardi, 2010).

LBM I Congek atau Tolek 33

Page 34: Makalh Lbm 1

f. Manifestasi Klinis

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta

umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama

adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang

tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada

anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri,

terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau

rasa kurang mendengar (Soepardi, 2010). Pada bayi dan anak kecil,

gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5°C

(pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak

menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak

memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani,

maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak

tidur tenang. Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan

berat atau ringannya suatu penyakit. Penilaian berdasarkan pada

pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang

gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani

yang kemerahan dan membengkak atau bulging (George, 1997).

Tabel. Skor OMA

LBM I Congek atau Tolek 34

Page 35: Makalh Lbm 1

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila

didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi

3, berarti OMA berat. Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat

apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau sama

dengan 39°C oral atau 39,5°C rektal. OMA ringan bila nyeri

telinga tidak hebat dan demam kurang dari 39°C oral atau 39,5°C

rektal.

Tabel. Perbedaan Otitis Media Akut dan Otitis Media Efusi

3. Otitis Media Efusi

a. Definisi

Otitis media serosa adalah peradangan non bacterial mukosa

kavum timpani yang ditandai dengan terkumpulnya cairan yang

tidak purulen (serous atau mucus). Otitis media serosa adalah

keadaan terdapatnya secret yang nonpurulen di telinga tengah,

sedangkan membran timpani utuh. Adanya cairan ditelinga tengah

LBM I Congek atau Tolek 35

Page 36: Makalh Lbm 1

dengan membrane timpani utuh tanpa adanya tanda-tanda infeksi

disebut juga otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer

disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti

lem disebut otitis media mukoid (glue ear).

b. Klasifikasi

1) Otitis media serosa akut

Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya

sekret di telinga secara tiba-tiba yang disebabkan oleh

gangguan fungsi tuba. Kadaan akut ini dapat disebakan antara

lain oleh :

a) Sumbatan tuba, dimana terbentuk cairan di telinga tengah

disebabkan oleh tersumbatnya tuba secara tiba-tiba seperti

pada barotraumas

b) Virus

Terbentuknya cairan ditelinga tengah yang berhubungan

dengan infeksi virus pada jalan nafas atas

c) Alergi terbentuknya cairan ditelinga tengah yang

berhubungan dengan keadaan alergi pada jalan nafas atas

d) Idiopatik

Gambar. Otitis Media Serosa Akut

2) Otitis media serosa kronik

LBM I Congek atau Tolek 36

Page 37: Makalh Lbm 1

Batasan antara kondisi otitis media kronik hanya pada

cara terbentuknya secret. Pada otitis media serosa akut secret

terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai rasa

nyeri pada telinga, sedangkan pada keadaan kronis secret

terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala

pada telinga yang berlangsung lama.

Otitis media serosa kronik lebih sering terjadi pada

anak-anak, sedangkan otitis media serosa akut lebih sering

terjadi pada orang dewasa. Otitis media serosa unilateral pada

orang dewasa tanpa penyebab yang jelas harus selalu difikirkan

kemungkinan adanya karsinoma nasofaring.

Sekret pada otitis media serosa kronik dapat kental

seperti lem, maka disebut glue ear. Otitis media serosa kronik

dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis media akut

(OMA) yang tidak sembuh sempurna.

Gambar. Otitis Media Serosa Kronik

c. Etiologi

Gangguan fungsi tuba eustachius merupakan penyebab

utama. Gangguan tersebut dapat terjadi pada :

1) Peradangan kronik rongga hidung, nasofaring, faring misalnya

oleh alergi;

2) Pembesaran adenoid dan tonsil;

3) Tumor nasofaring;

4) Celah langit-langit.

LBM I Congek atau Tolek 37

Page 38: Makalh Lbm 1

d. Patofisiologi

Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat

atau plasma yang mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah

yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbedaan tekanan

hidrostatik, sedangkan pada otitis media mukoid, cairan yang ada di

telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista

yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, dan

rongga mastoid. Faktor yang berperan utama dalam keadan ini

adalah terganggunya fungsi tuba Eustachius. Faktor lain yang dapat

berperan sebagai penyebab adalah adenoid hipertrofi, adenoitis,

sumbing palatum (cleft-palate), tumor di nasofaring, barotraumas,

sinusitis, rhinitis, defisiensi imunologik atau metabolic. Keadaan

alergik sering berperan sebagai factor tambahan dalam timbulnya

cairan di telinga tengah (efusi ditelinga tengah).

Gambar. Patofisiologi Otitis Media

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran

napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke

telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui

saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran

tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,

tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk

melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri

dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya

LBM I Congek atau Tolek 38

Page 39: Makalh Lbm 1

terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan

jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang

dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang

telinga (Soepardi, 2010).

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat

terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil

penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga

dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang

dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan

yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran

hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga

juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu

banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena

tekanannya (Nizar, 2000).

Gambar. Patofisiologi Otitis Media

e. Manifestasi Klinis

Biasanya orang tua mengeluh adanya gangguan

pendengaran pada anaknya, bahkan dalam gangguan wicara dan

bahasa. Kadang merasa telinga merasa penuh sampai dengan

merasa nyeri telinga. Dan pada anak-anak penderita OME biasanya

mereka juga sering didapati dengan riwayat batuk pilek dan nyeri

LBM I Congek atau Tolek 39

Page 40: Makalh Lbm 1

tenggorokan berulang.  Orang tua juga sering mendengarkan

keluhan telinga anaknya terasa tidak nyaman atau sering melihat

anaknya menarik-narik daun telinganya (Ami, 2010).

Pada pemeriksaan otoskopi menunjuk kecurigaan OME

apabila ditemukan tanda-tanda antara lain :

a) Tidak didapatkan tanda-tanda radang akut.

b) Terdapat perubahan warna membrana timpani akibat refleksi

dari adanya cairan didalam kavum timpani.

c) Membran timpani tampak lebih menonjol.

d) Membran timpani retraksi atau atelektasis.

e) Didapatkan air fluid levels atau buble, atau

f) Mobilitas membran berkurang atau fikasi.

4. Abses Mastoid

a. Definisi

Abses Mastoid adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah

mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan, sel-sel mastoid

yang terletak di tulang temporal karena adanya proses infeksi

(biasanya oleh bakteri atau parasit ) atau karena adanya benda asing

(misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik).

b. Etiologi

Abses mastoid merupakan suatu penyakit yang berkembang

dari mastoiditis. Otitis media akut merupakan penyebab utama

terjadinya mastoiditis, khususnya pada anak balita. Berbagai jenis

bakteri yang menyebabkan infeksi tersebut adalah Streptococcus

(utamanya group A hemolytic Streptococcus and Streptococcus

pneumoniae) dan Haemophilus influenza, menyebabkan 65%–80%

LBM I Congek atau Tolek 40

Page 41: Makalh Lbm 1

kasus dari keseluruhan kasus mastoiditis akibat infeksi bakteri

(Soepardi, 2010).

Selain itu, mastoiditis juga bisa disebabkan oleh :

1) Cholesteatoma

2) Tertutupnya saluran penghubung mastoid air cells.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya abses mastoid

adalah :

1) Anatomi telinga

2) Virulensi bakteri dan resistensi terhadapbakteri tersebut.

3) Daya tahan tubuh penderita

4) Keadaan gizi

c. Patofisiologi

Penyebaran Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah infeksi kronis

di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret

yang keluar dari telinga terus menerus atau hilang timbul.

Otitis Media Akut dengan perforasi membrane timpani

menjadi Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK), apabila prosesnya

sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA

menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang

tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh rendah, dan

higienis yang buruk.

Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan

langsung melalui aditus ad antrum. Oleh karena itu infeksi kronis

telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai

infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal

dengan mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke

dalam komplikasi OMSK (George, 1997).

LBM I Congek atau Tolek 41

Page 42: Makalh Lbm 1

Otitis media supuratif, baik yang akut maupun kronis,

mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya

yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan

kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan

patologik yang menyebabkan otore. Siasanya komplikasi didapat-

kan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi OMSK tipe benigna

pun dapat meyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman

yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika mutahir komplikasi

otogenik menjadi semakin jarang, Pemberian obat-obat itu sering

menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi

kabur. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola

penyakit yang berhubungan dengan komplikasi ini.

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier)

pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga

memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitamya.

Pertahanan pertama ini ialah mukosa kavum timpani yang juga

seperti mukosa saluran napas, mampu melokalisasi infeksi. bila

sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang

kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka

struktur lunak di sekitamya akan terkena. Runtuhnya periostium

akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu komplikasi

yang relatif tidak berbahaya. Tetapi bila infeksi mengarah ke dalam,

ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis nervus fasialis

atau labirinitis. Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses

ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis dan abses otak

Penyebaran  Penyebaran OMSK ke Tulang Mastoid

Pada waktu lahir mastoid terdiri dari satu sel udara yang

disebut antrum, yang berhubungan dengan kavum timpani melalui

saluran kecil yang disebut aditus ad antrum. Pada mastoid yang

normal akan terjadi proses pneuniatisasi, yaitu terbentuknya sel-sel

LBM I Congek atau Tolek 42

Page 43: Makalh Lbm 1

udara, untuk menggantikan sumsum tulang yang ada sebelumnya.

Proses ini sudah dimulai sejak lahir, dan akan berkembang

sempurna pada usia 4-6 tahun. Derajat pneumatisasi dipengaruhi

oleh faktor keturunan serta adanya infeksi telinga tengah dan

mastoid  yang berulang-ulang.

Pada keadaan tertentu, proses pneumatisasi dapat meluas ke

bagian lain dari tulang temporal. Sel-sel udara dapat meluas ke

sekitar kalalis fasialis dan disebut sebagai sel-sel retrofasial. Ke

bawah, ke arah m.digastricus,  sebagai sel tip, dan sekitar sinus

sigmoid sebagai sel perisinus, bahkan dapat mencapai ke arah atas,

ke daerah zigomatik. Hal ini dapat menerangkan tentang

kemungkinan perluasan infeksi dari kavum timpani ke tulang

mastoid (Ami, 2010).

Gambar. Mastoiditis, dimana infeksi dari telinga tengan menjalar

ke rongga udara tulang mastoid

Sel udara mastoid dilapisi oleh modifikasi mukosa saluran

napas. Infeksi mastoid terjadi setelah infeksi telinga tengah melalui

beberapa stadium, yaitu

1) Terjadi hiperemia dan edema mukosa yang melapisi sel udara

mastoid

2) Akumulasi cairan serosa yang kemudian menjadi eksudat

purulen

LBM I Congek atau Tolek 43

Page 44: Makalh Lbm 1

3) Demineralisasi dinding seluler dan nekrosis tulang akibat

iskemia dan tekanan eksudat purulen pada tulang septum yang

tipis.

4) Terbentuknya rongga abses akibat destruksi dinding sel udara

yang berdekatan, sehingga terjadi penggabungan sel udara

mastoid (coalescence). Pada stadium ini terjadi empyema dalam

mastoid.

d. Manifestasi Klinis

Gejala Klinis abses mastoid biasanya sulit dibedakan dengan

gejala klinis pada Otitis Media Suppuratif Kronik (OMSK), namun

terdapat adanya tambahan gejala di bawah ini yang dapat

mendukung diagnosa abses mastoid :

1) Adanya proses  inflamasi menambah nyeri tekan tulang mastoid

2) Aurikular terdorong keluar dan kebawah

3) Discharge purulen dapat keluar melalui perforasi membran

timpani, liang telinga terisi pus dan debris

4) Membran timpani dapat terjadi protrusi seperti puting

5) Regio retroaurikular terdapat abses subperiosteal yang

berfluktuasi

6) Kadang-kadang terdapat fistula antara sel-sel mastoid dengan

regio retroaurikula

7) Gambaran sistemik radang akut berupa demam (Ami, 2010).

2.4.5 Pemeriksaan Lanjutan

Anamnesis (history-taking)

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan

penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah

lengkap. Pada maligna sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadang

kala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang

LBM I Congek atau Tolek 44

Page 45: Makalh Lbm 1

keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan

keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

Pemeriksaan Klinis

1) Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi.

Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

2) Pemeriksaan audiologi

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli

konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural,

beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran

timpani serta keutuhan dan mobilitas (Benito, 2007).

3) Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna

untuk menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan

dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan

kolesteatoma.

Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Radiologi

a) Proyeksi Schuller

Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan

atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan

posisi sinus lateral dan tegmen (Benito, 2007).

b) Proyeksi Mayer atau Owen

Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak

gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat

diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur

(Benito, 2007).

c) Proyeksi Stenver

LBM I Congek atau Tolek 45

Page 46: Makalh Lbm 1

Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang

lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum

dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam

potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya

pembesaran akibat (Ami, 2010).

d) Proyeksi Chause III

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat

memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi

dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh

karena kolesteatom (Benito, 2007).

2) Pemeriksaan Bakteriologi

Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas

aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada

OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella

kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid,

Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp (Ami, 2010).

2.4.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada

faktor-faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian

haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi

kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan

serta mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila

didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi

obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.

1) Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)

Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai

untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga

merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.

LBM I Congek atau Tolek 46

Page 47: Makalh Lbm 1

Cara pembersihan liang telinga (aural toilet) :

Aural toilet secara kering (dry mopping)

Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan

dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya

dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota

keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari

sampai telinga kering.

Aural toilet secara basah (syringing)

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan

nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk

antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan

telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke

bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam

jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit.

Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya

asam boric dengan Iodine.

Aural toilet dengan pengisapan (suction toilet)

Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan

mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini.

Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan

polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya

terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa

yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-

anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan

mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “displacement

methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2) Pemberian antibiotik topikal

Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan

antibiotika topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal

pada telinga dengan secret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah

LBM I Congek atau Tolek 47

Page 48: Makalh Lbm 1

tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat

tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan

irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan

merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu

dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh

antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik

topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan,

kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga

tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal

dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak

dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya

tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik

adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.

Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang

biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.

Bubuk telinga yang digunakan seperti :

a) Acidum boricum dengan atau tanpa iodine

b) Terramycin.

c) Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250

mg.

Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas

untuk OMSK aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik

pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus

dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif

anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas

karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan

Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif

melawan organisme gram positif. Seperti aminoglikosida yang lain,

Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif.

LBM I Congek atau Tolek 48

Page 49: Makalh Lbm 1

Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman

anaerob.

Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah :

Bagan. Antibiotik Topikal

Catatan:

Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik.

Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi.

Pilihan antibiotik yang memiliki aktifitas terhadap bakterigram negatif,

terutama pseudomonas, dan gram positifterutama Staphylococcus

aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini dapat disebabkan

adanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik

diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus

infeksi di mastoid, tentunya tidak dapat hanya dengan terapi topikal

saja, pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapat membantu

mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di rawat di

RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih intensif. Terapi

dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah otore hilang.

3) Pemberian antibiotika sistemik

LBM I Congek atau Tolek 49

Page 50: Makalh Lbm 1

Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya

berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih

dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila

terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab

kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh

antimikroba terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar

hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya

penetrasi antimikroba di masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas

obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya

bunuh terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2

golongan. Golongan pertama antimikroba dengan daya bunuh yang

tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman

terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan

kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya

bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh

antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin)

mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral.

Tetapi tidak dianjurkan diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16

tahun. Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan

seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan

secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk

OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK.

Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob.

Metronidazol dapat diberikan pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8

jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

LBM I Congek atau Tolek 50

Page 51: Makalh Lbm 1

Bagan. Algoritma Pengobatan OMSK

LBM I Congek atau Tolek 51

Page 52: Makalh Lbm 1

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan, bahwa pasien pada skenario tersebut mengalami Otitis

Media Supuratif Kronik (OMSK). OMSK adalah radang kronis telinga tengah

dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan

riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik

terus menerus atau hilang timbul. Dimana pasien pada skenario dilaporkan

mengalami keluhan-keluhan tersebut sejak kecil dan hilang timbul. Untuk

mencegah komplikasi, diperlukan adanya terapi yang cepat dan adekuat,

diantaranya pemberian antibiotik dan cuci telinga.

LBM I Congek atau Tolek 52

Page 53: Makalh Lbm 1

DAFTAR PUSTAKA

Ami, Mazita, dkk. 2010. Mastoid Abscess in Acute and Chronic Otitis Media. The

Malaysian Journal of Medical Sciences. (29 Mey 2016)

Benito MB, Gorricho BP. 2007. Acute mastoiditis : Increase in the incidence and

complications. Int J Paediatr Otorhinolaryngol. (2 Juni 2016)

George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Ed 6th. Jakarta : EGC.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku ajar patologi. Ed 7nd , Vol. 1.

Jakarta : EGC.

Nizar NW, Mangunkusumo E. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Ed 4th.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC.

Soepardi, Iskandar. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI.

Soetirto, Indro. 2003. Tuli Akibat Bising dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga

Hidung Tenggorok. Ed 3th. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

LBM I Congek atau Tolek 53