Makalan Adil
-
Upload
dhien-classer -
Category
Documents
-
view
66 -
download
0
Transcript of Makalan Adil
BAB II
PEMBAHASAN
1. Adil
1.1. Pengertian Adil
Adil menurut bahasa Arab disebut dengan kata ‘adilun, yang berarti samadengan
seimbang.Menurut kamus besar bahasa Indonesia, adalah diartikan tidak berat
sebelah,tidak memihak,berpihak pada yang benar,berpegang pada kebenaran,
sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Dan menurut ilmu akhlak ialah meletakan
sesuatu pada tempatnya, memberikan atau menerima sesuatu sesuai haknya, dan
menghukum yang jahat sesuai haknya, dan menghukumyang jahat sesuai dan kesalahan
dan pelanggaranya.
1.2. Karakteristik Sikap Adil
Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan
sederajat dalam hukum. Dalam islam , tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan
kulit, status social, ekonomi,atau politik .
Berikut ini beberapa contoh sikap adil dalam Al-Qur’an :
· Adil terhadap diri sendiri.
· Adil terhadap istri dan anak
· Adil dalam mendamaikan perselisihan
· Adil dalam bertuturkata
· Adil terhadap musuh sekalipun
1.3. Nilai Positif Sikap Adil
Keadilan merupakan sesuatu yang bernilai tinggi, baik, dan mulia. Apabila keadilan
diwujudkan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, serta bangsa dan Negara,
sudah tentu ketinggian, kebaikan, dan kemuliaan akan diraih. Jika seseorang mampu
mewujudkn keadilan dalam dirinyasendiri, tentu akan meraih keberhasilan dalam
1
2
3
4
hidupnya, memperoleh kegembiraan batin, disenangi banyak orang, dapat
meningkatkan kualitas diri, dan memperoleh kesejahteraan hidup duniawi serta
ukkhrawi (akhirat).
Jika keadilan dapat diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, akan terwujud masyarakat yang aman,tentra , serta damai sejahtera lahir dan
batin. Hal ini disebabkan masing-masing anggota masyarakat melaksanakan kewajiban
terhadap orang lain dan akan memenuhi hak orang lain dengan seadil-adilnya .
Keuntungan dari bersikap adil adalah :
1. Mereka yang bersikap adil akan mendapat keamanan di dunia dan akhirat
2. Apabila orang adil yang berkuasa, maka keadilan akan memelihara kekuasaannya
3. Mendapat keridhaan dari Allah SWT
4. Mereka yang bersikap adil tidak akan menzalimi sesama manusia
5. Mereka yang bersikap adil akan mendapatkan posisi yang tinggi di dunia maupun
akhirat
6. Keadilan merupakan jalan menuju surge
1.4. Membiasakan Sikap Adil
Seorang hendaknya membiasakan diri berlaku adil, baik terhadap dirinya,kedua
orang tua nya,saudara-saudaranya,anak-anaknya, teman-temannya, tetangganya,
masyarakatnya, bangsa dan Negaranya, maupun terhadap sang Khalik(Alloh swt).
Apabila keadilan itu ditegakan dalam setiap aspek kehidupan, tentu keamanan,
ketentraman,kedamaian, serta kesejahteraan lahir dan batin, duniawi dan ukhrawi akan
dapat diraih.
Orang yang adil biasanya memiliki sifat seperti :
1. Mempunyai iman yang kukuh dan bertakwa kepada Allah SWT
2. Menguasai ilmu syariat dan ilmu Aqilah
3. Melakasankan amanah dengan penuh tanggung jawab
4. Ikhlas dan bertakwa kepada Allah SWT
5. Memiliki pribadi yang mulai ( tidak mementingkan diri sendiri, memiliki belas
kasihan, bijak/tegas dan berani mengambil resiko
5
2. Rida
2.1. Pengertian rida
Perkataan rida berasal dari bahasa arab, radiya yang artinya senang hati (rela). Rida
menurut syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan Allah
swt, baik berupa hokum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan-Nya. Sikap rida harus ditunjukkan, baik ketika menerima nikmat maupun
tatkala ditimpa musibah.
Kebanyakan manusia merasa sukar atau gelisah ketika menerima keadaan yang
menimpa dirinya, seperti kemiskinan, kerugian, kehilangan barang, pangkat,
kedudukan, kematian anggota keluarganya, dan lain-lain, kecuali orang yang
mempunyai sifat rida terhadap takdir. Orang yang memiliki sifat rida tidak mudah
bimbang atau kecewa atas pengorbanan yang dilakukannya. Ia tidak menyesal dengan
kehidupan yang diberikan Allah swt dan tidak iri hati atas kelebihan yang didapat orang
lain karena yakin bahwa semua itu berasal dari Allah swt. Sedangkan kewajibannya
adalah berusaha atau berikhtiar dengan kemampuan yang ada.
Rida terhadap takdir bukan berarti menyerah atau pasrah tanpa usaha lebih dulu
untuk mencari jalan keluarnya. Menyerah dan berputus asa tidak dibenarkan oleh
tatanan hidup dan tidak dibenarkan pula oleh ajaran Islam. Allah swt. memberikan
cobaan atau ujian dalam rangka menguji keimanan dan ketakwaan hamba-Nya. Firman
Allah swt.:
Artinya : “ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (156) (yaitu) orang-orang yangapabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Sesungguhnya
Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan
kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu
ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.(Q.S. Al Baqarah:155-156).
6
Sikap rida dapat ditunjukkan melalui hal-hal sebagai berikut:
1. Sabar dalam melaksanakan kewajiban hingga selesai dengan kesungguhan usaha atau
ikhtiar dan penuh tanggung jawab.
2. Senantiasa mengingat Allah swt. dan tetap melaksanakan shalat dengan kusyuk.
3. Tidak iri hati atas kekurangan atau kelebihan orang lain dan tidak ria untuk dikagumi
hasil usahanya.
4. Senantiasa bersyukur atau berterima kasih kepada Allah swt. atas segala nikmat
pemberian-Nya. Hal itu adalah upaya untuk mencapai tingkat tertinggi dalam perbaikan
akhlak.
5. Tetap beramal saleh (berbuat baik) kepada sesama sesuai dengan keadaan dan
kemampuan, seperti aktif dalam kegiatan social, kerja bakti, dan membantu orangtua di
rumah dalam menyelesaikan pekerjaan mereka.
6. Menunjukkan kerelaan atau rida terhadap diri sendiri dan Tuhannya. Juga rida terhadap
kehidupan terhadap takdir yang berbentuk nikmat maupun musibah, dan terhadap
perolehan rezeki atau karunia Allah swt.
Menurut kamus besar Indonesia, rida diartikan rela, suka, dan senang hati.sedangkan
menurut bahasa adalah ketetapan hati untuk menerima segala keputusan yang sudah
ditetapkan dan ridha merupakan akhir dari semua keinginan dan harapan yang baik .
2.2 Karakteristik sikap rida
Apabila sebagian pendapat para ahli hikmah, rida dikelompokan menjadi tiga
tingkatan, yaitu rida kepada Alloh, rido pada apa yang datang dari Alloh, dan rida pada
qada Alloh.
Rida kepada Allah adalah fardu ain.Rida pada apa yang datang dari Allah meskipun
merupakan sesuatu yang sangat luhur, hal ini termasuk ubudiah yang sangat mulia.
Sesungguhnya pilihan tuhan untuk hamba-Nya dibagi dua macam yaitu pertama,
ikhtiyar ad-din wa syar’I (pilihan keagamaan dan syariat).kedua, ikhtiyar kauni kadari
(pilihan yang berkenaan dengan alam dan takdir).Takdir yang tidak dicintai dan diridai
Alloh yaitu perbuatan aib dan dosa-dosa.
7
Macam-macam rida :
a. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah
Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakekatnya seseorang yang
telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridha
terhadap semua nilai dan syari’ah Islam. Perhatikan firman Allah dalam Q.S. al-
Bayyinah (98) ayat 8
Artinya : Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha
terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu adalah (balasan)
bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (Q.S.al-Bayyinah ayat 8 )
Dari ayat tersebut dapat dihayati, jika kita ridha terhadap perintah Allah maka Allah
pun ridha terhadap kita.
b. Ridha terhadap taqdir Allah.
Mari kita simak, apa yang dikisahkan berikut ; pada suatu hari Ali bin Abi Thalib
r.a. melihat Ady bin Hatim bermuram durja, maka Ali bertanya ; “Mengapa engkau
tampak bersedih hati ?”. Ady menjawab ; “Bagaimana aku tidak bersedih hati, dua
orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel dalam pertempuran”. Ali terdiam haru,
kemudian berkata, “Wahai Ady, barang siapa ridha terhadap taqdir Allah swt. maka
taqdir itu tetap berlaku atasnya dan dia mendapatkan pahalaNya, dan barang siapa tidak
ridha terhadap taqdirNya maka hal itupun tetap berlaku atasnya, dan terhapus
amalnya”.
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak
diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan,
sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang
muslim.
Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan nafsu
dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan segera
berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima taqdir
Allah swt. Dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya
selalu tertanam sangkaan baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha
8
ujian adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin
mengasyikkan dirinya untuk bermusyahadah kepada Allah.
Dalam suatu kisah Abu Darda’, pernah melayat pada sebuah keluarga, yang salah
satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta memuji
Allah swt. Maka Abu Darda’ berkata kepada mereka. “Engkau benar, sesungguhnya
Allah swt. apabila memutuskan suatu perkara, maka dia senang jika taqdirnya itu
diterima dengan rela atau ridha.
Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan
tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha
kepada Allah swt. dalam situasi apapun (Hikmah, Republika, Senin 5 Februari 2007,
Nomor: 032/Tahun ke 15)
c. Ridha terhadap perintah orang tua.
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita kepada
Allah swt. karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, perintah Allah
dalam Q.S. Luqman (31) ayat 14 ;
Artinya : “ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S. Luqman :14)
Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua, dan
murka Allah tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya nilai ridha orang tua
dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah,
mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua. Ingatlah kisah Juraij, walaupun beliau
ahli ibadah, ia mendapat murka Allah karena ibunya tersinggung ketika ia tidak
menghiraukan panggilan ibunya.
d. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara
Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan merupakan
salah satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian akan menjamin
keteraturan dan ketertiban sosial. Mari kita hayati firman Allah dalam Q.S. an-Nisa (4)
ayat 59 berikut :
9
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.( Q.S. an-Nisa :59)
Ulil Amri artinya orang-orang yang diberi kewenangan, seperti ulama dan umara
(Ulama dan pemerintah). Ulama dengan fatwa dan nasehatnya sedangkan umara
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara adalah ridha
terhadap peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian, berarti membantu diri
sendiri, orang tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan
demikian mempersiapkan diri menjadi kader bangsa yang tangguh.
2.3. Nilai Positif Sikap Rida
Rida merupakan kesadaran diri, perasaan jiwa, dan dorongan hati yang
menyebabkan seseorang berkenaan sepenuh hati untuk menerima apa yang didapat
ataupun yang dihadapi dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang.
2.4. Membiasakan Sikap Rida
Konsekuensi rida kepada Alloh harus mengikuti semua yang diajarkan oleh
Rasululloh saw. (ittiba’ ar-Rasul). Apabila seorang rida kepada Alloh, tentu dia akan
selalu berusaha melakukan segala sesuatu yang diterima dari-Nya dan meninggalkan
segala sesuatu yang dibenci-Nya.
10
3. Amal Saleh
3.1. Pengertian Amal Saleh
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, amal diartikan sebagai perbuatan (baik atau
buruk). Secara istilah, amal saleh berarti perbuatan sungguh- sungguh dalam
menjalankan ibadah ataupun menunaikan kewajiban agama yang dilakukan dalam
bentuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia.contoh
mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana alam, penyandang cacat, orang
jompo dan anak yatim piatu.
Dalam al-Qur’an banyak dijumpai perkataan amal dengan berbagai bentuknya yaitu
‘amila, a’mala, ta’malun, ya’malun, ‘amilun, ‘amalus-salihat, dan ‘amalus-syyari’at.
3.2. Karakteristik Amal Saleh
Orang yang hidup pada zaman pra-islam mempunyai anggapan bahwa kekayaan,
keturunan, kedudukan, dan bermacam-macam kelebihanduniawi lainnya menjadi factor
yang akan menentukan keadaan seseorang.
Agama islam membawa satu ajaran (dokrin) bahwa keturunan, pangkat, kedudukan
yang tinggi, dan kekayaan yang bayak , semua itu tidak mendatangkan keuntungan,
terutama untuk kehidupan di akhirat kelak. Satu-satunya yang memberikan faedah ialah
amal saleh, yakni perbuatan baik.
Secara umum, pengelompokan amal itu terbagi dua, yaitu amal saleh (amal yang baik)
dan ‘amalus sayyi’ah (amal yang buruk). Amal saleh ialah segala perbuatan kebbijakan
yang mendatangkan manfaat untuk diri sendiri, keluarga, bangsa, dan manusia
seluruhnya, baik berupa perbuatan, ucapan, maupun sikap.bahkan melakukan suatu
perbuatan yang dilarang Alloh, itu pun termasuk amal saleh.
3.3 Nilai Positif Amal Saleh
Dalam Al-Qur’an, banyak diuraikan hasil (buah) dari amal saleh, baik didunia
maupun diakhirat, yaitu:
a. rezeki yang baik (al-Hajj/22:50);
11
b. derajat yang tinggi (Taha/20:75);
c. keberuntungan (al-Qasas/28:67);
d. keadilan (Yunus/10:4);
e. keluar dari kegelapan (at-Talaq/65:11);
f. rahmat dan cinta (al-Jasiyah/45:30);
g. hilang perasaan takut (Taha/20:112);
h. pahala yang cukup (Alli ‘Imran/3:57);
i. ampunanIlahi (Fatir/3:57);
J. kehidupan di surga (al-Mu’minun/23:40).
3.4. Membiasakan Amal Saleh
Setiap amal saleh, harus didasari niat yang suci dan ikhlas. Jangan sampai seorang
yang beramal memiliki niat yang salah, ada udang dibalik madu. Misasal, mengharap
kedudukan,pujian, atau keuntungan yang lain-lain.
Berusaha atau beramal, pada umumnya tidak memandang ruang dan waktu serta
tidak hanya pada saat yang lapang. Dalam situasi apa pun, kita tidak menyianyiakan
untuk beramal atau berusaha. Walaupun hasil amal itu belum tampak sekarang, hal itu
tidak boleh menjadikan kita malas beramal.
4. Persatuan dan kerukunan
4.1 Pengertian Persatuan dan kerukunan
Pengertian Persatuan ialah ikatan yang terjadi antara dua orang lebih yang mereka
melakukan tidak yang sama dalam hal terjadinya peristiwa tertentu. Bila seseorang
suatu bangsa maka rakyatnya akan bersatu membela bangssanya.
Dari penjelasan ayat diatas diperoleh kesimpulan bahwa usaha umat Islam
terutama para pemuka (ulama/hakim/pejabat) supaya memperbaiki hubungan antara
seseorang dengan seseorang yang lain atau kelompok, golongan dengan golongan atau
dengan seseorang secara nyata, jangan membiarkan persengkataan atau perselisihan itu
berlarut-larut. Para umat tidak boleh berdiam diri asal badan sendiri selamat, kita mesti
12
berbuat, berusaha menghilangkan persengketaan, dan menghidupkan tali persaudaraan
antara orang-orang yang bersengketa itu.
Setiap muslim wajib berusaha membangun kukuhnya persatuan dan kesatuan
demi tegaknya agama, masyarakat, bangsa dan negara. Hal itu dilakukan agar dapat
meningkatkan kesejahteraan bersama dengan cara yang bijaksana dan seadil-adilnya
menurut ketentuan Allah SWT. Agama islan adalah agama yang smepurna ajaran-
ajarannya, bukan hanya membimnbing manusia mengenal tuhan dan tata cara beribadah
kepadanya, tetapi juga memberi petunjuk bagaimana menyusun suatu masyarakat agar
tiap-tiap anggotanya dapat hidup rukun, aman dan nyaman, yakni masing-masing
hendakalah bertakwa. Allah melarang kita saling membelakangi, suka mencari
kesalahan orang lain, hasud, iri dan dengki lebih-lebih berbuat aniaya yang dapat
menimbulkan perselisihan diantara sesama.
Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan sebuah hadis yang artinya : “Tolonglah
saudaramu dalam keadaan menganiaya atau dianiaya. Saya bertanya. Wahai Rasululah,
yang ini saya menolongnya karena teraniaya. Bagaimana caranya menolong yang
zalim?, Engkau harus melarangnya dari kezaliman itulah cara menolongnya.” (HR
Anas r.a)
Hadis tersebut memberi penjelasan bahwa menjaga persatuan dan kesatuan itu
mutlak diperlukan. Terjadinya perbedaan pendapat, baik perorangan maupun kelompok
adalah hal yang wajar, karena setiap pribadi memang dianugrahi oelh Allah
kemampuan berkreasi dan penalaran yang berbeda-beda. Lebih-lebih para anak muda
yang sedang mencari jati dirinya, persaingan anatar individu atau kelompok sulit
dihindari sehingga tidak jarang berakhir dengan baku hantam. Dengan kondisi yang
demikian, hendaklah segera dibentuk juru damai, baik dari guru maupun pemuka
masyarakat agar masalah yang timbul tidak berlarut-larut. Perlu disadari bahwa mereka
yang terlibat perselisihan pada umumnya adalah teman kita sendiri, masih sebangsa dan
sering pula malah seiman. Maka penyelesaian dengan jalan kekerasan, jelas hanya akan
merugikan diri dan bangsa kita sendiri.
Selanjutnya dalam usaha memperjuangkan kebajikan dan amal, janganlah
merasa bahwa diri dan kelompoknyalah yang pantas memperoleh bagian dan fasilitas
yang lebih dari yang lain. Sikap demikian amat berbahaya jika bersemayam di dada
13
seorang muslim, karena dapat merusak keikhlasan beramal. Hal yang demikian pernah
menghinggapi sebagian sahabat nabi seusai perang badar, kemudian oleh Allah dengan
firmannya.
Aritnya : “Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang.
Katakanlah: “Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu
bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS
Al Anfal :1)
Ayat diatas memberi dorongan kepada kaum muslimin agar siap memikul
tanggung jawab berat melaksanakan dakwah islamiyah secara terpadu, saling
melengkapi sesuai dengan kemampuan disiplin ilmu yang dikuasainya.
Dengan begitu, hal-hal yang menyebabkan terjadinya persengketaan hendaknya
dihindari. Unsur penting perekat persatuan dan kesatuan umat ialah takwa,
memperbaiki hubungan sesama muslim, tolong menolong, bantu mambantu dengan
manaati Allah dan rasulnya disetiap keadaan.
14
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah memahami dan mempelajari materi aklaq terpuji, kami dapat
mengambil hikmah yang begitu banyak, bahwa akhlaq terpuji itu dapat mendatangkan
kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.
Materi ini bukan hanya untuk dipelajari, namun diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, karena dengannya kita akan mampu beribadah dan bermuamalah dengan
baik. Di akhirat kelak pun yang paling berat timbangannya adalah akhlaq terpuji. Jadi
akhlaq terpuji dengan adil, amal shaleh, ridha, persatuan dan kerukunan ini adalah salah
satu aspek agar kita mampu berbuat akhlaq mulia sesuai dengan tuntunan Allah dan
Rasull-Nya.
2. Saran
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar dan menambah
wawasan bagi penulis dan juga para pembaca.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://jajaka-aja.blogspot.com/2012/01/materi-aqidah-akhlak-tentang-adil-rida.html
http://www.al-azim.com/masjid/adil.html
http://wuryanano.blogspot.com
http://www.lazyaumil.org
16