makalai ali emil salim.doc

30
PEMBERLAKUAN ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 : SEBUAH TANGGAPAN DARI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Indonesia dan Pemberlakukan ASEAN Economic Community 2015 Bagaimanakah seharusnya Indonesia menanggapai pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 mendatang ? Jawaban yang penulis sampaikan adalah bahwa Indonesia harus siap dan turut serta dalam menyukseskan terwujudnya AEC 2015. Sebagaimana Indonesia juga berperan aktif dalam pembentukan AEC bersama-sama dengan para pemimpin ASEAN lainnya sejak tahun 2003 (ASEAN Summit ke-9). Saat ini masyarakat dunia tak terkecuali masyarakat Indonesia, tidak bisa menghindari proses globalisasi, khususnya yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Arus sumber daya ekonomi yang meliputi barang dan jasa, tenaga kerja, serta teknologi dan informasi semakin cepat dan bebas masuk ke wilayah Indonesia. Globalisasi regional di tingkat ASEAN dengan menciptakan zona perdagangan bebas regional di kawasan negara-negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam) merupakan suatu keniscayaan sebagai respon untuk menghindarkan dominansi eksploitatif antar negara. Meskipun demikian AEC 2015 ini selain mengundang optimisme tinggi juga ada yang menanggapai dengan pesimis, mengingat kondisi-kondisi faktual saat ini dengan masih terhamparnya banyak kendala dalam pembangunan ekonomi Indonesia 1

Transcript of makalai ali emil salim.doc

Page 1: makalai ali emil salim.doc

PEMBERLAKUAN ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 :SEBUAH TANGGAPAN DARI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN

1. Indonesia dan Pemberlakukan ASEAN Economic Community 2015

Bagaimanakah seharusnya Indonesia menanggapai pemberlakuan ASEAN Economic

Community (AEC) pada tahun 2015 mendatang ? Jawaban yang penulis sampaikan

adalah bahwa Indonesia harus siap dan turut serta dalam menyukseskan terwujudnya

AEC 2015. Sebagaimana Indonesia juga berperan aktif dalam pembentukan AEC

bersama-sama dengan para pemimpin ASEAN lainnya sejak tahun 2003 (ASEAN

Summit ke-9).

Saat ini masyarakat dunia tak terkecuali masyarakat Indonesia, tidak bisa menghindari

proses globalisasi, khususnya yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Arus sumber daya

ekonomi yang meliputi barang dan jasa, tenaga kerja, serta teknologi dan informasi

semakin cepat dan bebas masuk ke wilayah Indonesia.

Globalisasi regional di tingkat ASEAN dengan menciptakan zona perdagangan bebas

regional di kawasan negara-negara anggota ASEAN (Brunei Darussalam, Filipina,

Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam)

merupakan suatu keniscayaan sebagai respon untuk menghindarkan dominansi

eksploitatif antar negara. Meskipun demikian AEC 2015 ini selain mengundang

optimisme tinggi juga ada yang menanggapai dengan pesimis, mengingat kondisi-

kondisi faktual saat ini dengan masih terhamparnya banyak kendala dalam pembangunan

ekonomi Indonesia seperti : kualitas penduduk,infrastruktur dasar,peluang investasi dan

perdagangan.

Pada kenyataannya lepas dari masalah optimis dan pesimis dalam menghadapi

pemberlakukan AEC 2015, sudah tidak relefan lagi saat ini mengajukan premis pilihan :

mau atau tidak mau, suka atau tidak suka. Artinya kita memang harus segera

mempersiapkan diri menyongsong pemberlakuan ASEAN Economic Community 2015,

dengan segala potensi yang dimiliki dan usaha untuk selalu berbenah sehingga dapat

menempatkan posisi dengan tepat melalui peluang untuk bekerjasama dan bersinergi

positif secara regional dalam AEC 2015. Pemberlakuan ASEAN Economic Community

2015 tersebut bisa menjadi tantangan, peluang dan ancaman, bergantung kesiapan

seluruh stake holder suatu negara, sehingga Indonesia harus mampu memanfaatkan

1

Page 2: makalai ali emil salim.doc

momentum tersebut sebagai peluang dan tantangan dengan meningkatkan daya saing,

dengan menjadi “pemain” bukan “penonton.”

Sesuai dengan AEC Blueprint maka AEC 2015 akan mengubah ASEAN menjadi

wilayah dengan pergerakan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan

aliran modal yang lebih bebas. Kondisi ini akan melahirkan peluang dan tantangan bagi

Indonesia. Jika peluang ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan tantangan dapat

disiapkan jawabannya secara menyeluruh, Indonesia akan mempunyai posisi tawar yang

tinggi dan akan tampil sebagai salah satu penggerak utama dalam isu perdagangan bebas

baik secara regional maupun internasional.

Sebagaimana penulis sampaikan di awal paper ini bahwa Indonesia harus menanggapi

pemberlakukan AEC 2015 dengan penerimaan yang positip, berwawasan keluar, inklusif

dan beorientasi pasar sesuai prinsip-prinsip ekonomi yang terbuka. Seiring dengan posisi

ini Indonesia juga perlu mensikapi secara konkret kekurangan-kekurangan yang dinilai

akan menjadi “batu sandung (crutial points)” kesiapan Indonesia dalam perdagangan

bebas regional ASEAN ini. Mengingat waktu pelaksanaan AEC 2015 yang tidak lama

lama, Indonesia perlu mencari alternatif atau terobosan untuk menjadi semacam “quick

wins” guna mempercepat pencapaian daya saing dan jawaban untuk ini tidak lepas dari

posisi Indonesia sebagai negara maritim.

Mencermati apa yang disebutkan dalam AEC Blueprint 2015 dan ketetapan

(arrangements) turunannya maka salah satu modal dasar utama kita dalam memasuki

MEA 2015 adalah sektor maritim baik menyangkut sumberdaya hayati, sumberdaya non-

hayati dan jasa-jasa lingkungan.

Berdasarkan data-data yang ada, sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia memiliki

karakteristik terunik di antara negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini bukan hanya

disebabkan oleh luasan wilayah lautnya semata tetapi juga sumberdaya kelautan dan

perikanan Indonesia memiliki keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan

keunggulan absolut. Saat ini laut Indonesia memang belum berbicara banyak di dalam

mendukung pembangunan nasional juga penguatan Indonesia dalam konstelasi ekonomi

regional dan internasional. Pemberlakuan AEC 2015 diharapkan akan ikut mendorong

intensitas pengelolaan sumberdaya dan jasa maritim yang selama ini terkendala dengan

2

Page 3: makalai ali emil salim.doc

kualitas sumberdaya manusia, infrastruktur, investasi/permodalan serta regulasi yang

mendukung iklim kompetisi usaha yang berkeadilan.

Untuk mendukung pendapat saya bahwa Indonesia harus menerima pemberlakuan AEC

2015, saya menggunakan batas sudut pandang hanya pada sektor kelautan dan perikanan

semata, sehingga argumen yang saya susun dan sampaikan di makalah ini juga dalam

batas sektor tersebut. Pemilihan ini lebih dikarenakan pengalaman penulis yang lebih dari

10 tahun bekerja pada penelitian pengembangan sumberdaya kelautan dan perikanan

disamping pandangan mendasar penulis tentang perlunya menjadikan sektor kelautan dan

perikanan sebagai quick wins yang memiliki daya ungkit tinggi untuk mendorong

kemajuan sektor lain. Di samping itu sektor ini merupakan salah satu modal dasar utama

Indonesia dalam menghadapi lalu lintas arus barang dan jasa yang akan beredar tanpa

batas geografis regional seperti AEC 2015 ini.

2. Sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia dalam Pemberlakuan ASEAN

Economic Community 2015

Bagian pemaparan ini akan penulis bagi menjadi tiga sub bagian meliputi :

(1) Ketetapan-ketetapan yang telah berlaku dalam rangka implementasi AEC BluePrin

dan ketetapan derivatnya (ASEAN Framework Agreement, Kesepakatan Mutual

Recognition Arrangement dan Mutual Recognition Arrangement Framework).

(2) Peluang Indonesia dalam Sektor Kelautan dan Perikanan yang dapat dijadikan

sebagai quick-wins (daya ungkit) dan modal dasar dalam pemberlakuan AEC 2015.

(3) Pemetaan permasalahan dan tantangan serta rekomendasi penulis untuk

meningkatkan daya saing Indonesia dalam AEC 2015 pada Sektor Kelautan-

Perikanan .

2.1 Ketetapan-ketetapan yang telah berlaku dalam rangka implementasi AEC

BluePrint dan Ketetapan derivatnya

Sebagaimana disampaikan dalam AEC Blueprint bahwa AEC merupakan realisasi tujuan

akhir integrasi ekonomi sesuai visi ASEAN 2020, yang didasarkan pada kepentingan

bersama negara anggota ASEAN untuk memperdalam dam memperluas integrasi

ekonomi melalui inisiatif yang telah ada dan inisiatif baru dengan kerangaka waktu yang

jelas.Untuk membentuk AEC, ASEAN harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan

3

Page 4: makalai ali emil salim.doc

prinsip-prinsip ekonomi yang terbuka, berwawasan keluar, inklusif, dan berorientasi pada

pasar, sesuai dengan aturan-aturan multilateral serta patuh terhadap sistem berdasarkan

aturan hukum agar pemenuhan dan implementasi komitmen-komitmen ekonomi dapat

berjalan efektif.

Selanjutnya Blueprint tersebut juga memuat empat pilar utama untuk pencapaian

integrasi ekonomi ASEAN meliputi : (a) Pasar tunggal dan basis produksi, (b) kawasan

ekonomi yang berdaya saing tinggi, (c) Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang

merata, d) Kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global.

Pilar pasar tunggal dan basis produksi dinilai selain sebagai pilar pertama juga sebagai

pilar utama terwujudnya integrasi ekonomi ASEAN. Pilar ini memiliki lima elemen

utama, meliputi : a. Aliran bebas barang, b. Aliran bebas jasa, c. Aliran bebas investasi,

d. Aliran modal yang lebih bebas, serta e. Aliran bebas tenaga kerja terampil. Di

samping itu, pasar tunggal berbasis produksi juga mencakup dua komponen penting

lainnya, yaitu Priority Integration Sectors (PIS) dan kerja sama di bidang pangan,

pertanian, dan kehutanan.

Dalam implementasi sektor kelautan-perikanan, AEC 2015 secara khusus selain

dicantumkan dalam AEC Blueprint sebagai salah satu dari dua belas Sektor Integrasi

Prioritas (Fisheries Sector) juga didetailkan dalam ASEAN Framework Agreement for

the Integration of Priority Sector yang dilengkapi dengan Protocol, Roadmap, Coverage

Product dan Negative List. Selain itu khusus untuk pengaturan Aliran Bebas Sektor Jasa

serta Arus Bebas Lalu Lintas Tenaga Kerja Terampil (Skilled Labour) secara teknis

diatur melalui Mutual Recognition Arrangements (MRA) atau Pengaturan Saling

Pengakuan.

2.1.1 AEC Blueprint (Sektor Integrasi Prioritas Perikanan) dan Roadmap

Kesepakatan Kerangka Kerja untuk Sektor Integrasi Prioritas Perikanan

Aksi tindakan yang telah,sedang dan akan dikerjakan terus ke depan dalam hal

implementasi AEC 2015 sebagaimana telah disepakati bersama dalam AEC Blueprint

menyangkut Sektor Integrasi Prioritas Perikanan dan Roadmap Kesepakatan Kerangka

Kerja untuk Sektor Integrasi Prioritas Perikanan meliputi :

a. Sistem Manajemen Keamanan dan Kualitas Perikanan

4

Page 5: makalai ali emil salim.doc

1. Mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen mutu perikanan yang dapat

menjamin keamanan pangan dan mendukung posisi daya saing produk produk

perikanan ASEAN di pasar dunia melalui implemetasi, validasi, verifikasi sistem

berbasis hazard analysis crikital control point (HACCP) terhadap pangan, serta

praktik-praktik laboratorium yang lebih baik, dan penyesuaian sistem manajemen

mutu dan keamanan konsumsi pangan, sehingga dapat diterapkan terhadap UKM

ASEAN.

2. Menyelaraskan pengawasan kesehatan hewan (darat dan air) bagi keamanan

makanan hewani malalui skema standar manajemen keamanan bio-security,

sesuai dengan standard dan pedoman internasional.

b. Penerapan Standar Praktek Kegiatan Perikanan Yang Baik Secara Internasional

1. Membentuk Good Agriculture/Aquaculture Practices (GAP), Good Animal

Husbandry Practices (GAHP), Good Hyginen Practices (GHP) Good Manufacting

practices (GMP), dan sistem berbasis Hazard Analysis Critical Control Point

(HACCP) bagi produk–produk pertanian, perikanan dan pangan dengan nilai

perdagangan/potensi perdagangan yang signifikan.

2. Menyelarakan pedoman penggunaan bahan kimia dalam budi daya perikanan dan

upaya menghapuskan penggunaan bahan kimia berbahaya, sesuai dengan standar

atau pedoman internasional.

c. Kegiatan Penelitian Pengembangan dan Sumberdaya Manusia

1. Penguatan dan peningkatan kerjasama negara-negara ASEAN dalam program

penelitian pengembangan serta alih teknologi bidang : perikanan budidaya,

perikanan tangkap, teknologi pasca panen dan pengelolaan perikanan perairan

tawar.

2. Menyelenggarakan training, workshop dan seminar regional bidang

pengembangan pengelolaan perikanan

3. Pertukaran ahli, peneliti dan teknisi melalui perjanjian yang disepakati bersama

4. Meningkatkan kerja sama, pendekatan bersama dan alih teknologi antar negara

anggota ASEAN dengan organisasi-organisasi regional dan internasional serta

5

Page 6: makalai ali emil salim.doc

sektor swasta juga termasuk memperkuat upaya-upaya untuk mengatasi

penangkapan hasil laut secara tidak sah (illegal fishing).

d. Informasi

Membentuk sistem peringatan dini terhadap terjadinya bencana alam dan wabah

penyakit.

2.1.2 Aliran Bebas Sektor Jasa serta Arus Bebas Lalu Lintas Tenaga Kerja Terampil

(Skilled Labour) melalui Mutual Recognition Arrangements (MRA)

Sedangkan untuk pengaturan Aliran Bebas Sektor Jasa serta Arus Bebas Lalu Lintas

Tenaga Kerja Terampil (Skilled Labour) melalui Mutual Recognition Arrangements

(MRA) sampai saat ini sudah ada delapan bidang jasa yang sudah disepakati dalam

MRA sebagaimana tersebut dalam tabel 1.

Tabel 1. Kesepakatan Mutual Recognition Arrangement dan Mutual Recognition Arrangement Framework

No Sektor Keterangan Waktu Disepakati

1 Engineering services MRA Desember 2005

2 Nursing Services MRA Desember 2006

3 Architectural Services MRA November 2007

4 Surveying Qualifications MRA Framework November 2007

5 Medical practicioners MRA Februari 2009

Lanjutan tabel 1.

6 Dental practicioners MRA Februari 2009

7 Accountancy Services MRA Framework Februari 2009

8 Tourism Professionals MRA Januari 2009

Dari 8 sektor jasa dalam kesepakatan MRA ini yang bertalian erat dengan sektor kelautan

dan perikanan ada tiga sektor jasa sebagaimana ditampilkan alam tabel 2.

Tabel 2. Sektor Jasa yang Berkaitan dengan Sektor Kelautan dan Perikanan

6

Page 7: makalai ali emil salim.doc

No Sektor Bidang

1 Engineering services - Teknik Kelautan (Teknik Bangunan Pantai dan Platforms Laut)

- Teknik Perkapalan (Naval Architecture dan Mesin Perikapalan)

- Teknik Lingkungan - Teknologi Kelautan- Teknik Perminyakan- Teknik Pertambangan- Teknik Planologi- Teknik Geologi- Teknik Geodesi/Geomatika

2 Surveying Qualifications - Oseanografi- Geofisika - Teknik Geologi- Biologi Laut- Ekologi Laut- Teknologi Kelautan

3 Tourism Professionals - Sekolah Tinggi/Akademi Perhotelan- Sekolah Tinggi/Akademi Pariwisata- Sastra Bahasa Asing- Biologi Laut- Ekologi Laut

Secara lebih spesifik sektor jasa yang berkaitan dengan sektor kelautan dan perikanan ini

akan dijelaskan terkait dengan ketentuan-ketentuan yang telah terdiskripsi dalam MRA.

Engineering Services

Adanya MRA dalam bidang keinsinyuran ini sebenarnya merupakan awal untuk masuk

ke dalam penetrasi pasar bebas sektor keinsinyuran, awal untuk memastikan bahwa

keseragaman dari kualitas sektor jasa keinsinyuran di negara-negara ASEAN itu sama.

Masih banyak peraturan dan standar yang bisa dibuat untuk mengarahkan kepada

efisiensi dan daya saing. Tidak bisa diartikan bahwa kualitas insinyur dari seluruh negara

ASEAN harus sama karena perbedaan titik awal dan kualitas SDM yang ada di berbagai

negara ASEAN. Semisal, sumberdaya manusia insinyur di Singapura tidak bisa

disamakan begitu saja dengan insinyur di Filipina atau Laos.

Surveyor Qualifications (Tenaga Surveyor)7

Page 8: makalai ali emil salim.doc

Surveying services adalah satu atau lebih dari satu aktivitas yang terjadi di atas atau di

bawah permukaan tanah atau laut dan dikelola oleh asosiasi dengan pekerja profesional

seperti yang didefinisikan dalam International Federation of Surveyors (FIG), yang

dijelaskan di dalam Appendix II di dalam MRA tersebut.

Tourism Professionals

Pariwisata adalah salah satu sektor yang ditetapkan sebagai prioritas dalam liberalisasi

sektor jasa ASEAN. Bersama dengan transportasi udara, e-ASEAN, dan layanan

kesehatan, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang disepakati menjadi paket

awal dari pelaksanaan liberalisasi sektor jasa ASEAN. Kompleksitas dari sistem yang

dibangun di dalam MRA-TP ini merupakan tantangan tersendiri karena dengan demikian

ada banyak hal yang harus disiapkan oleh negara-negara ASEAN untuk

mengimplementasikan MRA-TP ini (belum termasuk menyiapkan tenaga profesional

negaranya sendiri untuk meningkatkan daya saing negaranya).

Dalam penetapan MRA untuk sektor jasa ini, secara umum mensyaratkan adanya

kemampuan akademik dasar (umumnya lulusan sarjana strata 1) tetapi selanjutnya untuk

bisa bekerja lintah negara ada tuntutan professional lebih yang ini dubuktikan melalui

ujian kompetensi terstandar dan sertfikasi yang berlaku sesuai standar yang telah

ditetapkan dalam MRA masing-masing profesi.

2.2 Peluang Indonesia dalam Sektor Kelautan-Perikanan

Sebagaimana telah disinggung penulis di bahasan sebelumnya, sektor kelautan dan

perikanan memiliki keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan keunggulan

absolut dibandingkan dengan sektor yang sama pada negara-negara ASEAN lainnya.

Semua keunggulan tersebut di bangun sebagai akibat dari beberapa hal tersebut di bawah

ini :

a. Luas wilayah perairan Indonesia hampir 70 % atau 2/3 dari luas wilayah keseluruhan

Indonesia, memiliki wilayah laut yang terdiri dari : laut nusantara, laut teritorial, zona

tambahan dan zona ekonomi ekslusif. Jumlah pulau-pulau yang berada di area

8

Page 9: makalai ali emil salim.doc

kedaulatan Indonesia, baik pulau besar dan kecil mencapai 13.446 dengan panjang

garis pantainya sekitar 95.181 km dan luas total wilayah perairannya sekitar 7,7 km2 .

b. Keunikan ciri-ciri pelingkupan wilayah laut dan daratnya menjadikan wilayah

Indonesia berciri seperti benua, sehingga ada beberapa pakar kelautan menamakan

Indonesia sebagai Benua Maritim Indonesia. Letak geografis Benua Maritim

Indonesia sangat strategis, berada di daerah tropis yang dilalui oleh garis katulistiwa,

berada di antara dua samudera dan dua benua. Hal mi memberi banyak keuntungan

baik secara langsung maupun tidak langsung bagi bangsa Indonesia.

c. Dari sudut pandang oseanografi, Benua Maritim Indonesia merupakan daerah

pemasok massa air panas ke seluruh dunia melalui mekanisme the conveyer belt

seperti diungkapkan pertama kalinya oleh Gordon and Fine (1996), dua pakar

oseanografi dan Amerika Serikat. Salah satu segmen dari the conveyer belt yang

melewati perairan Indonesia dikenal sebagai ARLINDO, kependekan dan kata Arus

Lintas Indonesia (Gambar 1a). Di samping itu wilayah perairan Indonesia juga

sebagai lalu lintas peredaran massa air dari Samudera Pasifik ke samudera Hindia dan

sebaliknya sesuai regim moonson yang berlaku setiap enam bulanan (Gambar 1b).

Keunikan-keunikan absolut perairan Indonesia ini menjadi daya tarik utama para

peneliti luar negeri untuk bersama mengembangkan studi osenografi terpadu terkait

dengan pola dinamika massa air, interaksi laut-meterorologi dalam kaitan dengan

studi fenomena anomali cuaca global juga pola migrasi perikanan laut.

(a) (b)9

Page 10: makalai ali emil salim.doc

Gambar 1. Sistem Pita Berjalan Massa Air Hangat (the conveyer belt) (a) dan Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) di Indonesia Timur sebagai Bagian dari Conveyer

Belt (b)

d. Dari sudut pandang Iklim, Benua Maritim Indonesia juga memiliki karakteristik yang

khas. Secara umum dikenal adanya dua jenis monsun, monsun Barat dan Monsun

Tenggara yang sangat dipengaruhi oleh osilasi tekanan udara antara daratan Cina di

Asia dan daratan Australia.

e. Dari sudut geologi, wilayah dasar perairan Indonesia ditaburi gunung-gunung berapi

aktif dan merupakan pertemuan tiga lempeng benua yang aktif dan terus bergerak,

hal ini menjadikan daerah Indonesia di satu sisi rawan terkena gempa vulkanik dan

tektonik , di sisi lain menyimpan deposit kekayaan sumbedaya pertambangan

(mineral, minyak dan gas).

f. Berkah dari kondisi hidro-oseanografi di Benua Maritim Indonesia yang

menghadirkan berbagai sistem arus maka, perairan Indonesia secara rata-rata

memiliki kesuburan biologis yang relatif tinggi. Keragaman hayati tergolong cukup

tinggi, bahkan tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat 8.500 species ikan, 555 species

rumput laut dan 950 species biota terumbu karang, 2500 spesies moluska, 748-an

spesies ekinodermata serta 38-an spesies reptile. Kenyataan ini membuat bumi

Indonesia dikenal sebagai negeri mega marine bio-diversity.

Kondisi wilayah laut Indonesia sebagaimana pemaparan di atas menjadikan wilayah

Indonesia sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dikelola dengan tepat untuk

kemajuan ekonomi nasional dan untuk menjaga dinamika dalam konstelasi ekonomi

regional dan internasional.

Potensi umberdaya kelautan dan perikanan tersebar ke dalam beberapa sub sektor, yaitu :

perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri

bioteknologi, pertambangan dan energi , pariwisata bahari, perhubungan laut, industri

dan jasa maritim, sumberdaya wilayah pulau kecil, hutan pantai dan sumberdaya non-

conventional. Total potensi ekonomi sebelas sektor kelautan –perikanan Indonesia

sebesar US$ 1,2 triliun/tahun atau 7 kali lipat APBN 2014 (Rp 1.840 triliun = US$ 170

miliar) atau 1,2 PDB Nasional saat ini. Lapangan kerja yang bisa disediakan 40 juta

orang atau 1/3 total angkatan kerja Indonesia.

10

Page 11: makalai ali emil salim.doc

Produksi perikanan tangkap Indonesia dari perairan laut sekitar 5,34 juta ton dan tersebar

ke dalam 11 wilayah pengelolaan perikanan Indonesia (Gambar 2), sedangkan produksi

perikanan budidaya sekitar 6,2 juta ton atau nilai total produksi perikanan Indonesia

ekuivalen dengan nilai uang sebesar US$ 32.000.000.000/th.

Industri bioteknologi laut secara keseluruhan berpotensi mendatangkan nilai uang US$

40.000.000.000/th, wilayah pesisir termasuk kekayaan hutan pantai dan pulau-pulau kecil

juga berpotensi mendatangkan nilai uang sekitar US$ 56.000.000.000/th.

Gambar 2. Peta Sebaran Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Indonesia beserta dengan Potensi Perikanan Lestari (t=ton).

Sementara itu pariwisata bahari Indonesia (panjang pantai 95.181 km) diprediksi

memiliki potensi pariwisata bahari terbesar di dunia, sebagai bandingan Queensland,

Australia dengan panjang pantai 2.100 km meraup devisa dari pariwisata bahari US$ 3

milyar pada 2012. Sementara total devisa sektor pariwisata Indonesia pada 2012 hanya

US$ 7 milyar . Potensi pariwisata bahari Indonesia ekuivalen dengan nilai uang sekitar

US$ 2.000.000.000/th. Sebaran daerah pariwisata bahari Indonesia tergambar pada

gambar 3.

11

Page 12: makalai ali emil salim.doc

Gmbar 3. Sebaran Daerah Wisata Bahari Indonesia

Transportasi laut bahari sendiri berpotensi di nilai sekitar US$ 20.000.000.000/th.

Gambar 4 memperlihatkan rute pelayaran yang beroperasi saat ini dan terlihat masih

banyak memperlihatkan peluang rute-rute baru untuk memperlancar arus lalu lintas

barang dan jasa.

Gambar 4. Rute Pelayaran yang Beroperasi Saat ini

(Kapal PELNI dan Perintis)

Sedangkan potensi minyak bumi dan gas di dasar laut bernilai sekitar : US$

21.000.000.000/th. Gambar 5 memperlihatkan sebaran potensi terduga/hipotetik

sumberdaya minyak dan gas di dasar laut .

12

Page 13: makalai ali emil salim.doc

Gambar 5. Sebaran Deposit Sumberdaya minyak dan Gas Bumi di

Dasar Laut Indonesia

2.3 Pemetaan permasalahan dan tantangan serta rekomendasi penulis untuk

meningkatkan daya saing Indonesia dalam AEC 2015 pada Sektor Kelautan-

Perikanan

2.3.1 Sub Bidang Perikanan Laut

Permasalahan dan Tantangan Utama

a. Dalam sub bidang perikanan laut tangkap permasalahan besar yang menjadi kendala

saat ini adalah illegal fishing. Potensi kerugian Indonesia saat ini dari aktifitas

tersebut ditaksir sekitar Rp. 101.040 triliun/tahun. Masalah lainnya juga sering ada

kasus tertolaknya ikan tangkapan Indonesia karena mengandung B3 (bahan

berbahaya dan beracun) dimana prosesnya bisa terjadi secara antropogenik akibat

kegiatan hulu yang tidak sustain juga bisa terjadi secara natural karena terkikisnya

sigkapan batuan mengandung unsur radioaktif dan kemudian mengalir ke laut masuk

dalam sistem rantai makanan ikan.

b. Dalam sub bidang budidaya laut masalah dan tantang besar meliputi : tumpang tindih

tata ruang pesisir, sistem budidaya yang tidak mengindahkan kaedah good

aquaculture practices,jaminan standar mutu terutama dalam hal safety food,

13

Page 14: makalai ali emil salim.doc

pencemaran di daerah hulu dan hilir serta masih banyaknya lahan tidur yang bisa

dijadikan sebagai lokasi budidaya laut dan pantai

Rekomendasi Solusi

a. Untuk mengatasi illegal fishing, ada 2 rekomendasi solusi yang penulis tawarkan

Pertama, mekanisme kerjasama yang konkret di tingkat ASEAN untuk mengatasi

berbagai kegiatan Illegal,Unreported,Unregulated (IUU) fishing. Kedua, adanya

sistem pendukung untuk menutupi kelemahan sistem pertahanan dan keamanan yang

berasal dari masyarakat lokal. Jika hal ini berjalandengan baik, comprehensive

security dalam memberantas illegal fishing diharapkan tidak hanya dijalankan oleh

Indonesia, namun juga oleh seluruh negara anggota ASEAN sehingga cita cita

pelaksanaan AEC 2015 dengan aman, tanpa kecurigaan satu sama lain diantara

sesama anggota ASEAN serta menunjang sportifitas dalam berkompetensi. Sebab

sesuai data yang penulis kumpulkan ada juga negara ASEAN yang melakukan

praktek illegal fishing di wilayah perairan Indonesia. Hal seirama juga perlu

diterapkan terhadap praktek penanaman rumpon laut (FADs = fish aggregating

devices) untuk memonopoli pengaturan migrasi ikan bernilai ekonomis yang pada

satu sisi menganggu stok perikanan dinamis negara tetangga juga dalam pendekatan

keberlanjutan maka praktek seperti ini akan menganggu keseimbangan alamiah biota

ikan tersebut. Dalam AEC Blueprint terdapat penekanan bersama untuk memerangi

praktek illegal fishing, pada posisi ini tentu saja sangat menguntungkan Indonesia

yang sudah lama berusaha memerangi illegal fishing tetapi praktek ini tetap masih

merajalela, apabila dikerjakan menyeluruh oleh Indonesia sendiri tentu saja memakan

biya yang sangat tinggi. Usaha bersama dalam konteks AEC 2015 akan sangat

membantu Indonesia.

b. Dalam sub bidang budidaya laut AEC 2015 akan sangat membantu Indonesia untuk

memperkuat peningkatan mutu hasil budidaya dalam kerangka food safety melalui

pengembangan kegiatan litbang bersama dan pelaksanan training untuk praktisi. Juga

mengingat investasi budidaya laut dan pantai itu high capital perlu adanya investasi

dari negara tetangga dengn mengikuti tata kelola investasi yang sudh ditetapkan

beama dalam forum AEC. Kemudian hal-hal yang lebih sektoral bisa diselesaikan

sendiri oleh pemerintah Indonesia dengan mensinergikan lembaga birokrasi terkait,

lembaga litbang, lembaga keuangan dan kemitraan pengusaha besar dan kecil 14

Page 15: makalai ali emil salim.doc

melalui : investasi dalam inovasi teknologi, khsusunya pembibitan dan pembenihan,

pengendalian penyakit, pakan dan gizi dan pengembangan sistem produksi

berdampak rendah; perencanaan tata ruang yang tegas serta penetapan zonasi

budidaya untuk mengurangi dampak kumulatif yang dapat menganggu daya

dukungdan memanfaatkan teknologi informasi terkini, pemodelan ekologi serta

sistem pemantauan yang terkoneksi dengan data.

2.3.2 Sub Bidang Sumberdaya Manusia.

Dalam menghadapi AEC 2015 sumberdaya manusia Indonesia memperlihatkan potret

dengan tingkat daya saing yang mulai menaik meskipun berada pada peringkat nomor

lima I antara negara ASEAN. Peringkat Indonesia di dalam Indeks Daya Saing Global

meningkat dari peringkat 50 pada tahun 2012 menjadi peringkat 38 pada tahun 2013. Pada

Indeks tersebut tahun 2012/2014, kita berada di bawah Singapura (peringkat 2 dunia),

Malaysia (peringkat 25), Brunei (peringkat 28), dan Thailand (peringkat 38).

Tabel 2. Peringkat Negara-Negara ASEAN Dalam Indeks Daya Saing Global

Negara PeringkatSingapura 2 Malaysia 24 Brunei 26 Thailand 37 Indonesia 38 Filipina 59 Vietnam 70 Laos 81 Kamboja 88 Myanmar 139

a. Sumberdya Manusia Keinsinyuran

Permasalahan dan Tantangan Utama

Permasalahan dan tantangan utama sumberdaya manusia keinsiyuran di bandingkan

dengan negara-negara ASEAN berdaya saing tinggi terletak pada kuantitas dan kualitas

dari sumberdaya keisnyinyuran tersebut. Salah satu indikator dalam menentukan

permasalahan insinyur di Indonesia adalah pemenuhan insinyur di dalam negeri dengan

melihat pertumbuhan sarjana teknik yang dihasilkan oleh Indonesia setiap tahunnya.

15

Page 16: makalai ali emil salim.doc

Akar permasalahannya berada pada pendidikan teknik yang ada di Indonesia secara

keseluruhan. Dalam hal kualitas, Seperti yang disampaikan di paparan sebelumnya

bahwa kualitas SDM Indonesia tidak dapat disamakan dengan kualitas SDM insinyur

yang ada di Singapura, atau Malaysia, sebab kualitas pendidikan yang menjadi faktor

utama.

Di Singapura dan Malaysia, universitas-universitas yang menghasilkan sarjana teknik

sebagian besar telah berstandar internasional ABET, sementara di Indonesia, hanya ada

satu perguruan tinggi yang telah memperoleh sertifikat akreditasi perguruan tinggi

ABET tersebut yaitu Institut Teknologi Bandung dan itu pun hanya di jurusan Teknik

Elektronya saja, belum ke semua bidang di ITB. Hal ini yang menjadi pekerjaan rumah

besar bagi penyelenggara pendidikan teknik di Indonesia dan juga kementerian

pendidikan yang terkait dalam penyusunan kurikulum dan standar kompetensi

pendidikan teknik di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia.

Selain itu, durasi penyelenggaraan pendidikan teknik di Indonesia yang hanya empat

tahun juga berkontribusi pada rendahnya kualitas lulusan yang dihasilkan. Di luar

negeri, durasi minimal untuk program sarjana teknik adalah lima tahun. Namun hal ini

dicoba untuk ‘diakali’ dengan membuat satu tahun tambahan program profesi bagi

lulusan sarjana teknik agar persyaratan durasi yang ada di negara lain terpenuhi, tetapi

permasalahannya adalah tidak semua lulusan sarjana teknik mengambil program

profesi ini. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa penyelenggaraan pendidikan

teknik di Indonesia belum sebagus negara-negara tetangga.

Sementara jika berbicara masalah kuantitas dalam hal pemenuhan kebutuhan insinyur di

dalam negeri, Indonesia masih sangat kekurangan insinyur. Data yang diperoleh dari PII

(Persatuan Insinyur Indonesia) menyebutkan bahwa populasi sarjana teknik di Indonesia jika

dibandingkan dengan Malaysia terpaut cukup jauh. Dari grafik di atas jelas terlihat bahwa

dari segi rasio perbandingan populasi sarjana teknik di Indonesia per 1 juta penduduk di

tahun 2008 masih sangat kecil dibanding Viet Nam, Malaysia, atau Thailand. Menurut Ketua

PII, Bobby Umar, saat ini Indonesia kekurangan sekitar 1,2 juta insinyur. Idealnya, Indonesia

memiliki 2 juta insinyur, sementara saat ini hanya memenuhi 600-700ribu saja.36 Hal ini

disebabkan salah satunya karena pertumbuhan sarjana teknik di Indonesia per tahunnya juga

tidak setinggi negara-negara seperti Malaysia, Thailand, dan Viet Nam. Data mengenai

pertumbuhan sarjana teknik tiap tahunnya tercermin di dalam grafik di bawah ini.

16

Page 17: makalai ali emil salim.doc

Gambar 6. Diagram Populasi Sarjana Teknik di Beberapa Negara Tahun 2008

(Sumber data : PII, 2013)

Rekomendasi Solusi

Sektor keinsinyuran merupakan sektor yang penting bagi pembangunan fisik di suatu

negara. Sektor ini penting karena menyangkut pengembangan investasi dan penguasaan

teknologi, serta berkaitan dengan inovasi. Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di

atas, ada beberapa rekomendasi yang diusulkan terhadap sektor keinsinyuran:

1. Adanya keperluan mendesak untuk segera mengesahkan dan mengimplementasikan

RUU Keinsinyuran agar peraturan mengenai profesi insinyur lebih memiliki kualifikasi

dibanding sebelumnya yang belum ada UU yang mengaturnya.

2. Koordinasi dengan pemerintah dalam hal pendidikan agar kuantitas dan kualitas

sarjana teknik bisa meningkat, seiring dengan peningkatan kualitas perguruan tinggi

penyelenggara pendidikan teknik.

3. Kebijakan pemerintah untuk tidak berorientasi pada penjualan hasil mentah atas

sumber daya alam yang diperoleh dari bumi Indonesia dengan tujuan menciptakan

lapangan pekerjaan yang lebih besar bagi sarjana teknik.

17

Page 18: makalai ali emil salim.doc

4. Perlu adanya insentif dari pemerintah kepada profesi insinyur yang telah memperoleh

sertifikat ASEAN. Sebab jika insinyur telah memperoleh sertifikat ASEAN namun tidak

ada penghargaan lebih atau insentif dari pemerintah, maka dorongan bagi insinyur untuk

mengambil sertifikasi ASEAN tidak akan terwujud.

b. Sumberdaya Manusia Kepariwisataan

Permasalahan dan tantangan

Untuk menunjang kesuksesan pariwisata Indonesia selain adanya perbaikan infrastruktur

pendukung, juga perbaikan kualitas sumberdaya manusia bidang pariwisata.Menurut data

yang dipaparkan oleh Asosiasi Pelaku Pariwisata Seluruh Indonesia (APPSI, 2013) daya

sang pariwisata Indonesia termasuk pariwisata bahari menduduki peringkat 74 dunia dan

menduduki peringkat ke empat dibawah Singapua, Malaysia dan Thailand. Menurut

sumber yang sama juga peringkat dalam pilar sumberdaya manusia pariwisata, Indonesia

mendudui peringkat dunia nomor 51 di bawah Singapura ( nomor dua dunia), Malaysia

dan Brunei Darussalam.

Rekomendasi Solusi

Berdasarkan gambaran tersebut, ada beberapa rekomendasi yang dapat diajukan untuk

meningkatkan daya saing tenaga profesional pariwisata di Indonesia, ini juga diletakkan

dalam kerangka AEC 2015:

1. Harmonisasi tata kelola kepariwisataan bahari di Indonesia, misalnya dengan

membentuk layanan “satu pintu” untuk lisensi/perizinan di level nasional dengan

melibatkan pemerintah daerah.

2. Para profesional pariwisata bahari Indonesia sebenarnya berpeluang meningkatkan

daya saing mereka jika mereka mampu memanfaatkan infrastruktur pariwisata dan

pendukung pariwisata di negara lain dengan baik, seperti misalnya membuka bisnis

pariwisata di Singapura atau Malaysia yang peringkatnya lebih baik, lalu diintegrasikan

dengan pariwisata Indonesia (misalnya: Paket Wisata ASEAN),dukungan pemerintah

untuk memetakan peluang di sektor ini di berbagai negara ASEAN yang lain.

3. Perbaikan infrastruktur pariwisata bahari dan infrastruktur pendukung seperti

infrastruktur transportasi darat dan udara.

18

Page 19: makalai ali emil salim.doc

4. Mendorong tenaga profesional pariwisata di Indonesia untuk memiliki sertifikasi.

Karena banyak pelakunya saat ini masih tidak memandang hal tersebut penting,

pemerintah harus pro-aktif dengan tidak menunggu para profesional ini “datang untuk

diuji.” Pemerintah bisa mendatangi tempat-tempat di mana banyak profesional ini

berkumpul dan melakukan proses sertifikasi di tempat tersebut (semacam “Sertifikasi

Profesional Pariwisata Keliling”).

c. Sumberdaya Surveyor Indonesia

Permasalahan dan tantangan

Sektor survei dan pemetaan merupakan bidang yang sangat vital bagi kedaulatan

negara dan oleh sebab itu MRA Framework dalam bidang survei dan pemetaan ini

menempatkan instansi pemerintah, badan nasional, atau kementerian terkait sebagai

pihak yang bertanggung jawab untuk berkoordinasi secara regional dalam konteks

ASEAN.

Mengingat vitalnya sektor surveying, penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan

keunggulan geografis agar mampu menghasilkan tenaga atau pekerja terampil dalam

hal surveying. Jika pemanfaatan keunggulan geografis ini bisa dilaksanakan, maka tidak

mustahil bahwa daya saing atau kekompetitifan Indonesia dalam hal surveying benar

terwujud. Akan tetapi, di dalam sektor pemetaan ini, justru Indonesia belum mampu

memanfaatkan keunggulan yang dimiliki. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya

masalah khususnya kuantitas sumberdaya manusia dengan berlatar belakang ilmu-ilmu

kebumian (earth science), karena masalah kualitas sumberdaya manusia surveyor dari

Indonesia terbukti saat ini bisa bersaing dalam kemampuan (technical skills) tinggi di

lapangan regional maupun internasional . Yang menjadi masalah utama bagi mereka

adalah kurangnya dukungan pemerintah dan sektor usaha untuk membantu melakukan

sertifikasi keahlian surveyor di tingkat iinternasional.

Rekomendasi Solusi

1. Koordinasi intra-sektor yang harus diperjelas, ketidakjelasan mengenai asosiasi

profesi tenaga survei dan kiprah di lapangan membuat absennya wadah bagi profesi

surveyor untuk bisa menyatukan kebutuhannya melalui ikatan profesional. Sekalipun

ternyata ISI merupakan asosiasi profesi surveyor, dalam kaitannya dengan liberalisasi

sektor jasa ASEAN, ISI harus bekerja sama dengan BIG – selaku badan nasional yang

19

Page 20: makalai ali emil salim.doc

ditunjuk untuk menangani MRA dalam bidang surveying – agar terdapat harmonisasi

kebijakan. Harmonisasi kebijakan harusnya juga dilakukan dengan Badan Pertanahan

Nasional sebab badan tersebut yang mengeluarkan lisensi mengenai surveyor di

Indonesia yang resmi dari pemerintah.

2. Kaitannya dengan penyediaan data mengenai tenaga profesi survei dan pemetaan,

perlunya asosiasi yang jelas berguna untuk mengumpulkan data mengenai anggota

yang ada di dalam asosiasi profesi tersebut. Ketersediaan data mengenai anggota

profesi survei dan pemetaan akan membantu menentukan sejauh mana jumlah tenaga

survei di Indonesia telah mencukupi kebutuhan yang diperlukan, atau justru masih

belum mencukupi. Selain itu, penyediaan data juga penting untuk melihat kompetensi

dan kualifikasi anggota profesi agar mampu bersaing baik dalam skala nasional, dan

khususnya untuk menghadapi liberalisasi dalam sektor survei dan pemetaan.

3. Dalam hal pemanfaatan sumber daya manusia, penyerapan lulusan perguruan tinggi

atas sederajat dalam bidang kebumian, geografi, geologi, dan sejenisnya perlu

ditingkatkan mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas, yang diartikan

membutuhkan ahli dalam bidang survei dan pemetaan dalam skala besar .

4. Adanya dukungan pemerintah dan sektor swasta untuk mendorong surveyor muda

Indonesia memiiki sertifiksi surveyor bertaraf internasional yag kerap dipersyaratkan

dalam semua kegiatan surveying.

20

Page 21: makalai ali emil salim.doc

21