makalah_ompe
-
Upload
bramantya-priambada -
Category
Documents
-
view
5 -
download
1
Transcript of makalah_ompe
![Page 1: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANGA. Obesitas
Obesitas atau kegemukan mempunyai pengertian yang berbeda-beda bagi
setiap orang. Pada kebanyakan wanita dan pria, obesitas berarti kelebihan berat
badan (BB) jauh melebihi berat yang diinginkan.
Terkadang kita sering dibuat bingung dengan pengertian obesitas dan
overweight, padahal kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda.
Obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang
berlebih, sehingga BB seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan
kesehatan. Sementara overweight (kelebihan berat badan) adalah keadaan dimana
BB seseorang melebihi BB normal.
Obesitas kini mulai diterima sebagai salah satu masalah kesehatan serius
di negara-negara berkembang Hal ini terutama karena orang obese cenderung
menderita penyakit jantung, hipertensi, stroke, diabetes melitus, dan jenis kanker
tertentu. Kematian yang disebabkan oleh penyakit-penyakit tersebut meningkat
secara drastis terutama untuk Body Mass Index di atas 30.Terdapat sedikit
pertentangan terhadap sejauh apa peranan obesitas, apakah menjadi penyebab
utama bagi timbulnya penyakit-penyakit tenrtentu, atau semata-mata hanya
sebagai suatu pertanda atau petunjuk bahwa orang bersangkutan mempunyai
resiko tinggi terhadap penyakit yang bersangkutan. Pandangan mengenai obesitas
sebagai sesuatu yang tidak berbahaya, walau bagaimanapun, sudah tidak dapat
diterima lagi, mengingat bukti-bukti yang telah dikumpulkan selama 10 tahun
terakhir memperlihatkan hal sebaliknya.
![Page 2: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/2.jpg)
B. Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kekurangan Energi Protein (KEP) akan terjadi manakala kebutuhan tubuh
akan kalori, protein atau keduanya, tidak tercukupi dengan diet. Kedua bentuk
defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan
ketimbang yang lain. Sindrom kwashiorkor terjelma manakala defisiensi lebih
menampakkan dominasi protein, dan marasmus termanifestasi jika terjadi
kekurangan energy yang parah. Kombinasi kedua bentuk ini, marasmik-
kwasiorkor, juga tidak sedikit, meskipun sulit menentukan kekurangan apa yang
lebih dominan.
Kekurangan energi protein dikelompokkan menjadi KEP primer dan
sekunde. Ketiadaan panganmelatarbelakangi KEP primer yang mengakibatkan
berkurangnya asupan. Penyakit yang mengakibatkan pengurangan asupan,
gangguan serapan dan utilisasi pangan, serta peningkatan kebutuhan (dan/atau
kehilangan) akan zat gizi dikategorikan sebagai KEP sekunder.
Keparahan KEP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau
terlambat tumbuh, sampai ke sindrom klinis yang nyata, dan tidak jarang
berkaitan dengan defisiensi vitamin, serta mineral.
Setidaknya, ada 4 faktor yang melatarbelakangi KEP, yaitu : masalah
sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan. Kemiskinan, salah satu determinan
social-ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang
berjejalan, kumuh dan tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas
kesehatan. Ketidaktahuan, baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan
dengan kemiskinan, menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan
anak yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan bahan pangan
tertentu dan cara member makan anggota keluarga yang sedang sakit. Hal lain
yang juga berpotensi menumbuhsuburkan KEP dikalangan bayi dan anak adalah
penurunan minat dalam member ASI yang kemudian diperparah pula dengan
salah persepsi tentang cara menyapih. Selain, distribusi pangan dalam keluarga
terkesan masih timpang.
![Page 3: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
A. OBESITAS
1. Pengertian Obesitas
Secara umum dapat dikatakan bahwa kegemukan adalah dampak dari konsumsi
energy yang berlebihan, dimana energy yang berlebihan tersebut dapat disimpan
didalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan akan
bertambah berat disamping faktor kelebihan konsumsi energi, faktor keturunan juga
mempunyai andil dalam kegemukan (muchatadi, 2001).
Obesitas adalah refleksi ketidakseimbangan konsumsi dan pengeluaran energi,
penyebabnya ada yang bersifat Eksogenetis dan Endogenous. Penyebab Eksogenetis
misalnya kegemaran makan secara berlebihan terutama makanan tinggi kalori tanpa
diimbangi oleh aktivitas fisik yang cukup sehingga surflus energinya disimpan
sebagai lemak tubuh (khomsan, 2004).
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak
tubuh yang berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk
menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya.
Dari segi obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun
dalam jaringan supkutan (bawah kulit) sekitar organ tubuh yang kadang terjadi
peluasan kedalam jaringan organnya, dari segi ilmu gizi obesitas, penimbun
trigliseida yang berlebihan di jaringan-jaringan tubuh.
2. Tipe-tipe Obesitas
Tipe pada obesitas dapat dibedakan menjadi 2 klasifikasi, yaitu Tipe obesitas
berdasarkan bentuk tubuh dan Tipe obesitas berdasarkan keadaan sel lemak.
1. Tipe Obesitas Berdasarkan Bentuk Tubuh
a. Obesitas tipe buah apel (Apple Shape)
![Page 4: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/4.jpg)
Type seperti ini biasanya terdapat pada pria. dimana lemak tertumpuk di
sekitar perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan
tipe buah pear (Gynoid),
b. Obesitas tipe buah pear (Gynoid)
Tipe ini cenderung dimiliki oleh wanita, lemak yang ada disimpan di sekitar
pinggul dan bokong. Resiko terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya
kecil.
c. Tipe Ovid (Bentuk Kotak Buah)
Ciri dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian badan". Tipe Ovid umumnya
terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetik
2. Tipe Obesitas Berdasarkan Keadaan Sel Lemak
a. Obesitas Tipe Hyperplastik
Obesitas terjadi karena jumlah sel lemak yang lebih banyak dibandingkan
keadaan normal.
b. Obesitas Tipe Hypertropik
Obesitas terjadi karena ukuran sel lemak menjadi lebih besar dibandingkan
keadaan normal,tetapi jumlah sel tidak bertambah banyak dari normal.
c. Obesitas Tipe Hyperplastik Dan Hypertropik
Obesitas terjadi karena jumlah dan ukuran sel lemak melebihi normal.
Pembentukan sel lemak baru terjadi segera setelah derajat hypertropi
mencapai maksimal dengan perantaraan suatu sinyal yang dikeluarkan oleh
sel lemak yang mengalami hypertropik.
3. Factor terjadinya Obesitas
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang
diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan
pembakaran kalori ini masih belum jelas.
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor :
a. Faktor Makanan
![Page 5: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/5.jpg)
Jika seseorang mengkonsumsi makanan dengan kandungan energi sesuai yang
dibutuhkan tubuh, maka tidak ada energi yang disimpan.sebaliknya jika
mengkonsumsi makanan dengan energi melebihi yang dibutuhkan tubuh, maka
kelebihan energi akan disimpan, Sebagai cadangan energi terutama sebagai lemak
seperti telah diuraikan diatas.
b. Faktor Keturunan
Penelitian pada manusia maupun hewan menunjukan bahwa obesitas terjadi
karena faktor interaksi gen dan lingkungan.
c. Faktor Hormon
Menurunya hormon tyroid dalam tubuh akibat menurunya fungsi kelenjar tyroid
akan mempengaruhi metabolisme dimana kemampuan menggunakan energi akan
berkurang.
d. Faktor Psikologis
Pada beberapa individu akan makan lebih banyak dari biasa bila merasa
diperlukan suatu kebutuhan khusus untuk keamanan emosional (security food).
e. Gaya Hidup (Life Style) yang Kurang Tepat
Kemajuan sosial ekonomi, teknologi dan informasi yang global telah
menyebabkan perubahan gaya hidup yang meliputi pola pikir dan sikap, yang
terlihat dari pola kebiasaan makan dan beraktifitas fisik.
f. Pemakaian Obat-Obatan
Efek samping beberapa obat dapat menyebabkan meningkatnya berat badan,
misalnya obat kontrasepsi.
4. Dampak yang Timbul Akibat Obesitas
Obesitas juga dapat meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit menahun
seperti:
Penyakit Jantung Koroner
Tekanan Darah Tinggi
Diabetes Melitus (tipe 2)
Gangguan Pernapasan
Stroke
![Page 6: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/6.jpg)
5. Penanganan Obesitas
a. Di keluarga/masyarakat
1) Keluarga
Konsumsi buah dan sayur ≥ 5 porsi per hari
Membatasi menonton TV, bermain komputer, game/playstation < 2
jam/hari
Tidak menyediakan TV di kamar anak
Mengurangi makanan dan minuman manis
Mengurangi makanan berlemak dan gorengan
Kurangi makan diluar
Biasakan makan pagi dan membawa makanan bekal ke sekolah
Biasakan makan bersama keluarga minimal 1 x sehari
Makanlah makanan sesuai dengan waktunya
Tingkatkan aktivitas fisik minimal 1 jam/hari
Melibatkan keluarga untuk perbaikan gaya hidup untuk pencegahan gizi
lebih
Target penurunan BB yang sehat
2) Masyarakat
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang obesitas dan
dampaknya terhadap kesehatan; b) memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang pola makan sehat dengan gizi seimbang; c) Pemahaman
tentang aktifitas fisik dan latihan fisik serta manfaatnya.
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pola makan sehat
dengan gizi seimbang;
Pemahaman tentang aktifitas fisik dan latihan fisik serta manfaatnya.
b. Di instansi pelayanan kesehatan
1) Puskesmas
Melakukan identifikasi obesitas,
Memberikan edukasi tentang obesitas, memberikan konseling tentang pola
hidup sehat
Melakukan dampak obesitas terhadap penyakit-penyakit tidak menular
![Page 7: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/7.jpg)
Melakukan rujukan
2) Rumah Sakit
Menerima rujukan medic yang meliputi konseling pasien untuk keperluan
diagnostic;
Pengobatan medikamentosa
Psikoterapi,
Akupuntur serta tindakan operatif untuk obesitas
B. KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)
1. Pengertian Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau
gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP)
apabila berat badanya kurang dari 80 % indek berat badan/umur baku standar,WHO –
NCHS, (DEPKES RI,1997).
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan
penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Kurang
energy protein merupakan keadaan kuang gizi yang disebakan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi (Depkes 1999). KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi
KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis
berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.
Sedangkan menurut Jellife (1966) dalam Supariasa, I.D.Nyoman (2002) dikatakan
bahwa KEP merupakan istilah umum yang meliputi malnutrition, yaitu gizi kurang
dan gizi buruk termasuk marasmus dan kwashiorkor.
2. Penyebab Kekurangan Energi Protein (KEP)
Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Timbulnya KEP
tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang
mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam,
![Page 8: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/8.jpg)
akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya
tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam
keadaan demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan,
dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk.
Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan
pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup
baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan
masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar
dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial.
Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan. Ketiga faktor ini saling berhubungan. Ketiga factor penyebab tidak
langsung saling berkaitan dengan tingkat pendidikan,pengetahuan, dan keterampilan
keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan kemungkinan
makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak,
dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian
juga sebaliknya.
Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil
produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli
keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu ibu
(ASI) adalah makanan bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga yang
mempunyai bayi. Makanan ini seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga tersebut
sehinggatidak perlu dibeli. Namun tidak semua keluarga dapat memberikan ASI
kepada bayinya oleh karena berbagai masalah yang dialami ibu. Akibatnya, bayi tidak
diberikan ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak cukup sehingga harus
diberikan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Timbul masalah apabila
oleh berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan dan atau kemampuan, MP-ASI
yang diberikan tidak memenuhi persyaratan. Dalam keadaan demikian, dapat
![Page 9: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/9.jpg)
dikatakan ketahanan pangan keluarga ini rawan karena tidak mampu memberikan
makanan yang baik bagi bayinya sehingga berisiko tinggi menderita gizi buruk.
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal
kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih
sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal
kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan
keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau
dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat,
dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak.
Pelayanan kesehatan, adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga
terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi,
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan
kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas,
praktek bidan atau dokter, rumah sakit, dan pesediaan air bersih. Tidak terjangkaunya
pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya
pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga
memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat
berdampak juga pada status gizi anak.
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung penyebab gizi kurang, berkaitan
dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat
nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan
masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga,
ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang tersedia.
![Page 10: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/10.jpg)
3. Jenis-jenis Kekurangan Energi Protein (KEP)
a. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan keadaan kekurangan nutrisi terutama kekurangan
protein. Umumnya keadaan ini terjadi akibat kurangnya asupan gizi yang sering
terjadi di negara berkembang atau pada daerah yang mengalami embargo politik.
Daerah yang sangat terpencil juga merupakan salah satu faktor terjadinya kondisi
kwashiorkor. Individu yang mengalami kwashiorkor dapat mengalam berbagai
macam manifestasi atau gejala antara lain: penurunan berat badan, penurunan
massa otot, diare, lemah lesu, perut buncit, bengkak pada tungkai, perubahan
warna rambut, dan lain-lain. Seperti yang kita ketahui protein berfungsi dalam
pembentukan enzim-enzim penting dalam tubuh. Kurangnya protein
mengakibatkan kurangnya enzim tersebut. Pada anak kecil seringkali terjadi
intoleransi laktosa akibat enzim pencernaan yang kurang dan hal ini
mengakibatkan terjadinya diare pada anak-anak kurang energi protein.
Pada individu yang mengalami keadaan ini, pemberian makanan haruslah
dilakukan.secara bertahap. Zat makanan pertama yang perlu diberikan adalah
karbohidrat karena karbohidrat merupakan sumber utama pembentukan energi
oleh tubuh. Setelah itu barulah lemak dan protein diberikan. Penatalaksanaan
yang baik akan menyelamatkan nyawa anak tersebut namun efek gangguan
perkembangan anak yang telah terjadi belum tentu akan pulih dan umumnya akan
menetap. Keadaan kwashiorkor merupakan suatu keadaan bahaya yang dapat
menyebabkan kematian oleh karena itu usaha promotif dan preventif adalah yang
utama.
Pencegahan agar anak terhindar dari kwashiorkor adalah cukup mudah,
tidak perlu ada obat-obatan yang wajib dikonsumsi. Pemberian makanan dengan
komposisi yang baik sudah dapat “menjamin” bahwa anak tersebut tidak akan
jatuh ke keadaan kwashiorkor. Karbohidrat harus merupakan sumber energi yang
utama selain lemak (10% asupan), dan protein (12%).
b. Marasmus
Kekurangan energi marasmus merupakan suatu keadaan kekurangan
energi protein akibat rendahnya asupan karbohidrat. Keadaan ini acapkali
![Page 11: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/11.jpg)
ditemukan dan angka kejadiannya mencapai 49% pada kurang lebih 10 juta anak
di bawah 5 tahun yang mengalami kematian di negara berkembang, sedangkan di
negara maju angka kejadiannya tidak begitu tinggi.
Adanya kondisi fisik yang tidak baik merupakan salah satu faktor risiko
terjadinya kekurangan karbohidrat pada anak-anak. Kondisi fisik tersebut antara
lain adalah penyakit jantung bawaan, retardasi mental, penyakit kanker, infeksi
kronis, keadaan yang mengharuskan anak dirawat lama di rumah sakit. Anak akan
tampak lesu dan tidak bersemangat, diare kronis, berat badan tidak bertambah.
Pemeriksaan untuk mengetahui apakah anak menderita marasmus dapat
dilakukan melalui pengukuran tebal lipat lemak pada lengan atas, perut.
Pemeriksaan ini memiliki keterbatasan karena rata-rata anak berusia di bawah 5
tahun memiliki tebal lipat lemak pada lengan atas yang tidak jauh berbeda.
Penelitian di Nigeria menunjukkan hal yang menarik dimana kadar
kolesterol anak yang menderita marasmus lebih tinggi daripada anak yang
menderita kwashiorkor. Alasan mengapa hal ini dapat terjadi masih belum dapat
dijelaskan dengan baik.
Kekurangan energi protein pada anak-anak merupakan suatu keadaan
bahaya yang perlu dilakukan tindakan segera. Kekurangan energi protein ini
mengakibatkan perubahan komposisi tubuh, perubahan anatomi dan metabolisme
tubuh yang bisa permanen jika tidak ditatalaksana dengan segera.
c. Marasmus kwashiorkor
Pada kekurangan energi marasmus kwashiorkor terdapat kekurangan
energi kalori maupun protein. Mengapa ada anak yang jatuh ke dalam keadaan
kwashiorkor, marasmus, atau marasmus kwashiorkor masih belum jelas dan
masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Namun semua bentuk
kekurangan energi protein pada anak-anak ini disebabkan oleh asupan makanan
bergizi yang tidak adekuat atau adanya kondisi fisik tubuh yang mengakibatkan
makanan yang dikonsumsi tidak dapat diserap dan digunakan oleh tubuh selain
adanya keadaan metabolisme yang meningkat yang disebabkan mungkin oleh
penyakit kronis atau penyakit keganasan.
![Page 12: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/12.jpg)
4. Gejala klinis Kekurangan Energi Protein (KEP)
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak
kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai
marasmus, kwashiorkor atau marasmickwashiokor.Tanpa mengukur/melihat BB bila
disertai oudema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe
kwashiorkor.
1) Kwashiokor
a. Oudema,umumnya seluruh tubuh,terutama pada pada punggung kaki (dorsum
pedis )
b. Wajah membulat dan sembab
c. Pandangan mata sayu
d. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit,rontok
e. Perubahan status mental, apatis dan rewel
f. Pembesaran hati
g. Otot mengecil(hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
h. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
i. Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut,anemia dan diare.
2) Marasmus
a. Tampak sangat kurus,tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Cengeng rewel
d. Kulit keriput,jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai
celana longgar )
e. Perut cekung
f. Iga gambang
g. Sering disertai penyakit infeksi( umumnya kronis berulang), diare kronis atau
konstipasi/susah buang air.
![Page 13: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/13.jpg)
3) Marasmik- kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor
dan marasmus, dengan BB/U< 60 % baku median WHO-NCHS disertai oedema
yang tidak mencolok.(DEPKES RI. 1999).
5. Penanganan Kekurangan Energi Protein (KEP)
1) Di keluarga/masyarakat
Pemberian ASI Eklusif untuk bayi usia 0-6 bulan
Pemberian kapsul vitamin A
Memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita keluarga
miskin usia 6-12 bulan
Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
2) Di instansi Pelayanan Kesehatan
Upaya pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di posyandu
Promosi makanan sehat dan bergizi
Rujukan kasus KEP dengan komplokasi pengakit di RSU
Revitalisasi Posyandu
Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Integrasi kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan
kemiskinan dan ketahanan pangan.
![Page 14: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/14.jpg)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Obesitas
`Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak
tubuh yang berlebihan. kegemukan adalah dampak dari konsumsi energy yang
berlebihan, dimana energy yang berlebihan tersebut dapat disimpan didalam tubuh
sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan akan bertambah
berat disamping faktor kelebihan konsumsi energi, faktor keturunan juga
mempunyai andil dalam kegemukan
2. Kekurangan Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari atau gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein
(KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 % indek berat badan/umur baku
standar,WHO –NCHS.
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata buku pedoman Tata Laksana
KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis
ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan
sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP
berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor
dan marasmus-kwashiorkor.
![Page 15: makalah_ompe](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf9050550346703ba4d326/html5/thumbnails/15.jpg)
SARAN
1. Obesitas
Untuk mencegah penyakit ini, maka perlu diseimbangkan antara kelebihan dan
keluaran kalori yang digunakan oleh tubuh karena semua yg berlebihan atau
kekurangan tidak baik, keseimbangan itu yang baik.
2. Kekurangan Energi Protein (KEP)
Mencegah lebih baik daripada mengobati.Istilah ini sudah sangat lumrah di
kalangan kita. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya KEP, maka yang harus
kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur,
dengan memperhatikan gizi yang seimbang serta juga memperhatikan lingkungan
yang sehat sehingga dapat menunjang kedepannya. Jika kita membiasakan hidup
sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.