MAKALAH_KEMISKINAN

35
1 BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan merupakan keprihatinan global, nasional, dan regional. Hal ini terungkap dalam dokumen-dokumen MDGs, target RJPM dan renstrada pemda provinsi maupun kabupaten/kota. Semua dokumen itu mengekspresikan kehendak bersama untuk menurunkan angka kemiskinan. Tetapi apa kriteria yang perlu digunakan untuk menentukan kemiskinan? Di Indonesia penghitungan angka kemiskinan yang resmi menggunakan hanya satu kriteria atau satu variabel yaitu pengeluaran (sebagai pendekatan untuk pendapatan) sebagaimana yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS). Seseorang dikategorikan miskin jika nilai pengeluarannya lebih kecil dari batas nilai tertentu (threshold) yang dikenal sebagai garis kemiskinan (poverty line). Banyak yang menilai definisi operasional itu terlalu sederhana dan penilaian semacam itu beralasan (justified) mengingat luasnya dimensi kemiskinan. Bahwa kemiskinan menggambarkan kekurangan pendapatan atau daya beli sebagai dampak dari kekurangan aksesibilitas dan atau kepemilikan modal ekonomi jelas dan tak terbantahkan. Tetapi juga tak-terbantahkan bahwa kemiskinan juga merefleksikan kekurangan berbagai modal lainnya termasuk modal sosial, modal manusia dan modal politik.

description

makalah tentang kemiskinan untuk jurusan ekonomi pembangunan

Transcript of MAKALAH_KEMISKINAN

BAB IPENDAHULUANKemiskinan merupakan keprihatinan global, nasional, dan regional. Hal ini terungkap dalam dokumen-dokumen MDGs, target RJPM dan renstrada pemda provinsi maupun kabupaten/kota. Semua dokumen itu mengekspresikan kehendak bersama untuk menurunkan angka kemiskinan. Tetapi apa kriteria yang perlu digunakan untuk menentukan kemiskinan?Di Indonesia penghitungan angka kemiskinan yang resmi menggunakan hanya satu kriteria atau satu variabel yaitu pengeluaran (sebagai pendekatan untuk pendapatan) sebagaimana yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS). Seseorang dikategorikan miskin jika nilai pengeluarannya lebih kecil dari batas nilai tertentu (threshold) yang dikenal sebagai garis kemiskinan (poverty line). Banyak yang menilai definisi operasional itu terlalu sederhana danpenilaian semacam itu beralasan (justified) mengingat luasnya dimensi kemiskinan. Bahwa kemiskinan menggambarkan kekurangan pendapatan atau daya beli sebagai dampak dari kekurangan aksesibilitas dan atau kepemilikan modal ekonomi jelas dan tak terbantahkan.Tetapi juga tak-terbantahkan bahwa kemiskinan juga merefleksikan kekurangan berbagai modal lainnya termasuk modal sosial, modal manusia dan modal politik. Modal sosial, termasuk jejaring sosial yang memampukan mengakses sumberdaya ekonomi dan sumberdaya lainnya Modal manusia, termasuk tingkat terdidik yang memampukan mengakses informasi mengenai peluang peluang ekonomi dan kemudahan-kemudahan publik Modal politik, termasuk jejaring kekuasaan untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan. Singkatnya, kemiskinan berdimensi sangat luas. Selain adanya kemiskinan, permukiman kumuh juga merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya yaitu, pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di lahan-lahan pinggir jalan sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalanan kota. Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai problematika sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi eksistensi kota yang mensejahterahkan.Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan.

BAB IIPEMBAHASANA. Dimensi KemiskinanKemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Definisi-definisi yang terkandung dalam teori kemiskinan tidak selalu lengkap mencakup seluruh aspek. Definisi dibuat tergantung dari latar belakang dan tujuan, juga tergantung dari sudut mana definisi tersebut ditinjaunya, untuk kepentingan apa definisi tersebut dibuat. Biasanya definisi-definisi tersebut akan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya.

Definisi kemiskinan dilihat dari beberapa segi :1. Dilihat dari standar kebutuhan hidup yang layak/pemenuhan kebutuhan pokokGolongan ini mengatakan bahwa kemiskinan itu adalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok/dasar disebabkan karena adanya kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk memenuhi standar hidup yang layak. Ini merupakan kemiskinan absolut/ mutlak yakni tidak terpenuhinya standar kebutuhan pokok / dasar.2. Dilihat dari segi pendapatan / income Kemisikinan oleh golongan ini dilukiskan sebagai kurangnya pandapatan/ penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.3. Dilihat dari segi kesempatan / opportunityKemiskinan adalah karena ketidaksamaan kesempatan untuk meraih basis kekuasaan sosial meliputi :a. Ketrampilan yang memadai. b. Informasi/pengetahuan-pengetahuan yang berguna bagi kemajuan hidup.c. Jaringan-jaringan sosial / social network.d. Organisasi-organisasi sosial dan politik. e. Sumber-sumber modal yang diperlukan bagi peningkatan pengembangan kehidupan. 4. Dilihat dari segi keadaan/ kondisi Kemiskinan sebagai suatu kondisi/keadaan yang bisa dicirikan dengan : a. Kelaparan/kekurangan makan dan gizi. b. Pakaian dan perumahan yang tidak memadai. c. Tingkat pendidikan yang rendah. d. Sangat sedikitnya kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang pokok.

5. Dilihat dari segi penguasaan terhadap sumber-sumberMenurut golongan ini kemiskinan merupakan keterlantaran yang disebabkan oleh penyebaran yang tidak merata dan sumber-sumber (malldistribution of resources), termasuk didalamnya pendapatan / income.6. Kemiskinan menurut DrewnowskiDrewnowski (Epi Supiadi:2003) mencoba menggunakan indikator-indiktor sosial untuk mengukur tingkat-tingkat kehidupan (the level of living index). Menurutnya terdapat tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan tingkat kehidupan seseorang :a. Kehidupan fisik dasar (basic fisical needs), yang meliputi gizi/nutrisi, perlindungan/ perumahan (shelter/housing) dan kesehatan. b. Kebutuhan budaya dasar (basic cultural needs), yang meliputi pendidikan, penggunaan waktu luang dan rekreasi dan jaminan sosial (social security). c. High income, yang meliputi pendapatan yang surplus atau melebihi takarannya. Definisi kemiskinan dilihat dari beberapa konsep ialah :1. BAPPENAS Tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermatabat.2. BPSBilamana jumlah rupiah yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori perkapita.3. Bank Dunia Tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan 1,00 dolar AS perhari.4. BKKBN keluarga miskin jika :a. Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut keyakinannya. b. Tidak mampu makan dua kali sehari. c. Tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja atau sekolah dan berpergian. d. Tidak bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah. e. Mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. B. Penyebab KemiskinanAdapun faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan dapat dikategorikan dalam dua hal berikut ini :1. Faktor Internal (dari dalam diri individu) Yaitu berupa kekurangmampuan dalam hal :a. Fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan. b. Intelektual misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan informasi. c. Mental emosional misalnya malas, mudah menyerah, putus asa temperamental.d. Spritual misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin. e. Sosial psikologis misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/ stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan. f. Ketrampilan misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja. g. Asset misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.2. Faktor Eksternal (berada di luar diri individu atau keluarga)Yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain: a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar. b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah. c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal. d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro. e. Belum terciptanya sistim ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak. f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal seperti zakat. g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (structural Adjusment Program/ SAP). h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan. i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material. k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata. l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin. C. Indikator KemiskinanUntuk pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin maka diperlukan indikator yang lebih merefleksikan tingkat kemiskinan yang sesungguhnya di masyarakat. Indikator untuk menentukan fakir miskin tersebut ialah :1. Penghasilan rendah atau berada dibawah garis sangat miskin yang diukur dari tingkat pengeluaran perorangan perbulan berdasarkan standar BPS per wilayah propinsi dan kabupaten/ kota. 2. Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin (seperti zakat/ beras untuk miskin/ santunan sosial). 3. Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga pertahun (hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap perorang pertahun). 4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit.5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya. 6. Tidak memiliki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin.7. Ada anggota keluarga yang meninggal dalam usia muda atau kurang dari 40 tahun akibat tidak mampu mengobati penyakit sejak awal. 8. Ada anggota keluarga usia 15 tahun keatas yang buta huruf. 9. Tinggal dirumah yang tidak layak huni. 10. Luas rumah kurang dari 4 m2. 11. Kesulitan air bersih. 12. Rumah tidak mempunyai sirkulasi udara. 13. Sanitasi lingkungan yang kumuh (tidak sehat). Indikator tersebut sifatnya multidimensi, artinya setiap keluarga fakir miskin dapat berbeda tingkat kedalaman kemiskinannya. Semakin banyak kriteria yang terpenuhi semakin fakir keluarga tersebut dan harus diprioritaskan penanganannya.Menurut Ellis G.P.R yang dikutip oleh ICMI Pusat (1995:31) dimensi-dimensi kemiskinan terkait dengan: 1) Dimensi ekonomi yaitu sandang. Pangan, perumahan, kesehatan;2) Dimensi sosial dan budaya yaitu kantong-kantong kemiskinan, apatis, fatalistik, ketidakberdayaan;3) Dimensi struktural atau politik, yakni tidak memiliki sarana politik, tidak memiliki kekuatan politik dan berada dalam status paling bawah.Menurut David Cox yang dikutip Edi Suharto (2009:1-6) membagi kemiskinan dalam beberapa dimensi:a. Kemiskinan yang diakibatkan oleh globalisasi. Globalisasi melahirkan negara pemenag dan negara kalah. Pemenang umumnya adalah negara-negaramaju. Sedangkan negara-negara berkembang seringkali terpinggirkan oleh persaingan dan pasar beas yang meruakan prasyarat globalisasib. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan sub system (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan perdesaan (kemiskinan akibat peminggiran perdesaan dalam proses pembangunan) kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan pembangunan di perkotaan).c. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas akibat kondisi sosial yang tidak menguntungkan mereka seperti diskriminasi atau eksploitasi ekonomi.d. Kemiskinan konsekuensi. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan, lingkungan dan tingginya jumlah penduduk.Menurut Lembaga penelitian SMERU dan badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK) yang dikutip oleh Departemen Sosial (2003:7-8) yang dimaksudkan dengan dimensi kemiskinan sebagai berikut:a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan)b. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi dan transportasi)c. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga)d. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.e. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam.f. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat.g. Tidak adanya akses terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian yang berkesinambunganh. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.i. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil)Menurut Edi Suharto (2008:15-18) kemiskinan sejatinya menyangkut pula dimensi material, sosial, kultural, institusional, dan struktural. Secara konseptual kemiskinan dapat diakibatkan oleh empat faktor, yakni :

1. Faktor IndividualTekait dengan aspek patologis, termasuk konidisi fisik dan patologis si miskin. Orang miskin oleh perilaku, pilihan atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam menghadapi kehidupan.2. Faktor SosialKondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang menjadi miskin. Misalnya diskriminasi berdasarkan usia, gender, etnis menyebabkan seseorang menjadi miskin keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan kemiskinan antar generasi.3. Faktor KulturalKondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep kemiskinan struktural atau budaya kemiskinan yang menghbungkan kemiskinan dengan dengan kebiasan hidup atau mentalis. 4. Faktor StrukturalMenunjuk pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin. Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia, yakni: Pertama, banyak rumah tangga yang berada disekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan pendapatan perkapita sebesar 1,55 USD per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia. Fakta-fakta tentang dimensi kemiskinan di Indonesia antara lain:1) Banyak Penduduk Indonesia Rentan Terhadap KemiskinanAngka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42% dari seluruh rakyat Indonesia hidup diantara garis kemiskinan 1 hingga 2 USD per hari, suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia. Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara orang miskin dan yang hampir miskin sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pengentasan kemiskinan hendaknya dipusatkan pada perbaikan kesejahteraan mereka yang masuk dalam dua kelompok kuintil berpenghasilan paling rendah. Hal ini juga berarti bahwa kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia. Walaupun hasil survey BPS pada tahun 2004 menunjukkan hanya sebesar 16,7% penduduk Indonesia yang tergolong miskin, namun harus diketahui pula bahwa lebih dari 59% dari mereka pernah jatuh miskin dalam periode satu tahun sebelum survei dilaksanakan. Data terakhir juga mengindikasikan tingkat pergerakan tinggi (masuk dan keluar) kemiskinan selama periode tersebut, lebih dari 38% rumah tangga miskin pada tahun 2004 tidak miskin pada tahun 2003.2) Kemiskinan Dari Segi Non-Pendapatan Adalah Masalah Yang Lebih Serius Dibandingkan Dari Kemiskinan Dari Segi Pendapatan. Apabila kita memperhitungkan semua dimensi kesejahteraan, antara lain: konsumsi yang memadai, kerentanan yang berkurang, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap infrastruktur dasar, maka hampir separuh rakyat Indonesia dapat dianggap telah mengalami paling sedikit satu jenis kemiskinan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memang telah mencapai beberapa kemajuan di bidang pengembangan manusia. Telah terjadi perbaikan nyata pencapaian pendidikan pada tingkat sekolah dasar; perbaikan dalam cakupan pelayanan kesehatan dasar (khususnya dalam hal bantuan persalinan dan imunisasi); dan pengurangan sangat besar dalam angka kematian anak. Akan tetapi, untuk beberapa indikator yang terkait dengan MDGs, Indonesia gagal mencapai kemajuan yang berarti dan tertinggal dari negara-negara lain di kawasan yang sama.

Bidang-bidang khusus yang patut diwaspadai adalah:1. Angka gizi buruk (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-tahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan.2. Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama terlihat dari angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, atau bisa dikatakan tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia. Indikator lain adalah fakta bahwa hanya sekitar 72% persalinan dibantu oleh bidan terlatih.3. Lemahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah, khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun pada kuintil termiskin, hanya 55% yang lulus SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89% untuk kohor yang sama.4. Rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya sebanyak 48% yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan adalah sebanyak 78 %.5. Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Sebanyak 80% penduduk miskin di pedesaan dan 59% penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu % dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa.3) Perbedaan antar daerah yang besar di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57 % dari orang miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar: hanya sekitar 50% masyarakat miskin di pedesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80% bagi masyarakat miskin di perkotaan. Tetapi yang penting, dengan melintasi kepulauan Indonesia yang sangat luas, akan ditemui perbedaan dalam kantong-kantong kemiskinan di dalam daerah itu sendiri. Misalnya, angka kemiskinan di Jawa/Bali adalah 15,7%, sedangkan di Papua adalah 38,7%.Pelayanan dasar juga tidak merata antar daerah, karena kurangnya sarana di daerah-daerah terpencil. Di Jawa, rata-rata jarak rumah tangga ke puskesmas terdekat adalah empat km, sedangkan di Papua 32 km. Sementara itu, 66% warga termiskin di Jawa/Bali mempunyai akses terhadap air bersih, sedangkan untuk Kalimantan hanya 35% dan untuk Papua hanya 9%. Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, yakni walaupun tingkat kemiskinan jauh lebih tinggi di Indonesia Bagian Timur dan di daerah-daerah terpencil, tetapi kebanyakan dari rakyat miskin hidup di Indonesia Bagian Barat yang berpenduduk padat. Contohnya, walaupun angka kemiskinan di Jawa/Bali relatif rendah, pulau-pulau tersebut dihuni oleh 57% dari jumlah total rakyat miskin Indonesia, dibandingkan dengan Papua, yang hanya memiliki 3 % dari jumlah total rakyat miskin. D. Pengertian dan Karakteristik Permukiman KumuhPermukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan kata kumuh menurut kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai kotor atau cemar. Jadi, bukan padat, rapat, becek, bau, reyot, atau tidak teraturnya, tetapi justru kotornya yang menjadikan sesuatu dapat dikatakan kumuh. Menurut Johan Silas Permukiman Kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh. Yang menjadi penyebabnya adalah mobilitas sosial ekonomi yang stagnan.

Karakteristik Permukiman Kumuh : (Menurut Johan Silas)1. Keadaan rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-rata 6 m2/orang. Sedangkan fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman yang ada, maka fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya.2. Permukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok, yaitu dekat tempat mencari nafkah (opportunity value) dan harga rumah juga murah (asas keterjangkauan) baik membeli atau menyewa. Manfaat permukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi.Hampir setiap orang tanpa syarat yang bertele-tele pada setiap saat dan tingkat kemampuan membayar apapun, selalu dapat diterima dan berdiam di sana, termasuk masyarakat residu seperti residivis, WTS dan lain-lain. Kriteria Umum Permukiman Kumuh:1. Mandiri dan produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang perlu dibenahi.2. Keadaan fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terbatas, namun masih dapat ditingkatkan.3. Para penghuni lingkungan permukiman kumuh pada umumnya bermata pencaharian tidak tetap dalam usaha non formal dengan tingkat pendidikan rendah.4. Pada umumnya penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang paling bawah, meskipun tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah, kecuali dibuka peluang untuk mendorong mobilitas tersebut.5. Ada kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan program pembangunan kota pada umumnya.6. Kehadirannya perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu, tetapi tidak semua begitu saja dapat dianggap permanen.

Kriteria Khusus Permukiman Kumuh:1. Berada di lokasi tidak legal2. Dengan keadaan fisik yang substandar, penghasilan penghuninya amat rendah (miskin)3. Tidak dapat dilayani berbagai fasilitas kota4. Tidak diingini kehadirannya oleh umum, (kecuali yang berkepentingan)5. Permukiman kumuh selalu menempati lahan dekat pasar kerja (non formal), ada sistem angkutan yang memadai dan dapat dimanfaatkan secara umum walau tidak selalu murah.E. Sebab dan Proses Terbentuknya Permukiman Kumuha. Sebab Terbentuknya Permukiman Kumuh Dalam perkembangan suatu kota, sangat erat kaitannya dengan mobilitas penduduknya. Masyarakat yang mampu, cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota. Kelompok masyarakat inilah yang karena tidak tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong mereka serta kebutuhan akan akses ke tempat usaha, menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan. Latar belakang lain yang erat kaitannya dengan tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. Faktor-faktor Penyebab Adanya Perkampungan Kumuh Adanya perkampungan kumuh di tengah perkotaan disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Mobilitas PendudukMasyarakat yang mampu, cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota. Kelompok masyarakat inilah yang karena tidak tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong mereka serta kebutuhan akan akses ke tempat usaha, menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan.2. Ledakan Penduduk di Kota-Kota BesarHal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota.3. Fenomena InundasiInundasi di kota-kota besar tidak hanya disebabkan oleh bentuk lahan yang relatif rendah, tetapi juga direklamasinya daerah kantong-kantong air. Terbentuknya genangan air di pinggiran kota, lebih disebabkan akibatnya adanya reklamasi penimbunan rawa dan sungai. Hal itu berdampak pengaturan arus sungai menjadi kurang lancar. Saat musim hujan, airnya akan mengalir kemana-mana hingga menuju ke pemukiman yang membangun rumah di daerah reklamasi ini dan menyebabkan pemukiman menjadi kumuh.4. UrbanisasiPenduduk yang menempati pemukiman kumuh di kota-kota besar adalah kaum migran yang pada umumnya berpenghasilan rendah yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya di daerah asal. Dari keadaan ekonomi yang buruk, masyarakat desa terdorong untuk datang kekota-kota terdekat dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan dalam rangka usaha melakukan perbaikan kualitas hidupnya. Sasaran tempat tinggal para pendatang pada umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi pengangguran. Sehingga tanggung jawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan kurang diperhatikan.5. Tata-kelola Pemerintahan (Governance)Tata-kelola pemerintah yang kurang baik dapat memicu pertumbuhan permukiman kumuh. Pemerintah seringkali tidak mengakui hak masyarakat miskin dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan. Hal ini justru mendukung pertumbuhan permukiman kumuh. Respon pemerintah yang lamban dalam menanggapi urbanisasi juga memicu pertumbuhan kumuh. Urbanisasi membutuhkan perumahan yang terjangkau yang justru tidak mampu disediakan pemerintah atau swasta. Karena ketidaktersediaan hunian terjangkau, masyarakat miskin mencari peluang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya akan hunian dengan menempati tanah dan membangun gubuknya, atau menyewa rumah petak yang ada tanpa mempedulikan status tanahnya. Sikap pemerintah terhadap urbanisasi bervariasi ada yang membuat kebijakan kota tertutup (seperti Jakarta di tahun 1970-an), ada yang menggusur masyarakat miskin di permukiman liar (masih terjadi di Indonesia), ada pula yang pasif dan cenderung mendiamkan pertumbuhan permukiman spontan karena tidak mempunyai instrumen untuk menanganinya. Catatan statistik terkait penghuni permukiman kumuh yang berstatus liar (squatter) belum jelas atau kadang-kadang tidak ada karena pencatatan penduduk oleh pemerintah dianggap oleh para penghuni liar sebagai salah satu bentuk pengakuan pemerintah terhadap keberadaan mereka di kota.b. Proses Terbentuknya Permukiman Kumuh Dimulai dengan dibangunnya perumahan oleh sektor non-formal, baik secara perorangan maupun dibangunkan oleh orang lain. Pada proses pembangunan oleh sektor non-formal tersebut mengakibatkan munculnya lingkungan perumahan kumuh, yang padat, tidak teratur dan tidak memiliki prasarana dan sarana lingkungan yang memenuhi standar teknis dan kesehatan.F. Masalah-masalah yang Timbul Akibat Permukiman KumuhPerumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi pemerintahan, pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat. Sementara pada dampak sosial, dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal ini ternyata mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis, berjudi, mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.Mereka pada umumnya tidak cukup memiliki kamampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha, tempat tinggal tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut untuk hidup seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan.Permukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah kerja keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan kurang diperhatikan.Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari golongan-golongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak sedikit menjadi pengangguran, gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan, baik antar penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat lingkungan sekitanya. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia, juga turut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut. Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour) ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau kelompokya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat.Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada permukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian besar anggota masyarakat. Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat. Kecuali itu, juga termasuk perbuatan menghindari pajak, tidak memiliki KTP dan menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong-royong dan kegiatan sosial lainnya. Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan umum, memutar blue film, begadang dan berjoget di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret tembok/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain. Akibat lebih lanjut perilaku menyimpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan kejahatan / kriminal seperti pencurian, pemerkosaan, penipuan, penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya.Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut:a) Masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah permukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya perilaku menyimpang;b) Masalah adanya kekaburan norma pada masyarakat migran di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota;c) Masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan. Disamping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan pemukiman-pemukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.Masalah yang terjadi akibat adanya permukiman kumuh ini, khususnya dikota-kota besar diantaranya wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi penertiban bangunan sukar dijalankan, banjir, penyakit menular dan kebakaran sering melanda permukiman ini. Disisi lain bahwa kehidupan penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial kehidupan mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan (Sri Soewasti Susanto, 1974) Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah:1. Ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni2. Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran3. Sarana jalan yang sempit dan tidak memadai4. Tidak tersedianya jaringan drainase5. Kurangnya pasokan air bersih6. Jaringan listrik yang semrawut7. Fasilitas MCK yang tidak memadaiG. Upaya Mengatasi Permukiman Kumuh Cara Mengatasi Permukiman Kumuh:1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.Yang di usahakan adalah: perkembangan ekonomi makro, pembangunan ekonomi, pembangunan prasarana, pembangunan sumber daya manusia, pembangunan regional dan sumber daya alam, pembangunan hukum, penerangan, politik, hankam dan administrasi negara, kerja sama luar negeri, pembiayaan dalam bidang pembangunan, pusat data dan informasi perencanaan pembangunan, pusat pembinaan pendidikan dan pelatihan perencanaan pembangunan (pusbindiklatren), program pembangunan nasional (propenas), badan koordinasi tata ruang nasional, landasan/acuan/dokumen pembangunan nasional, hubungan eksternal.

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanKemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.Tumbuhnya permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, baik karena urbanisasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Lebih lanjut, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota. Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya. Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah: ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standard untuk bangunan layak huni, rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran, sarana jalan yang sempit dan tidak memadai, tidak tersedianya jaringan drainase, kurangnya suplai air bersih, jaringan listrik yang semrawut, dan fasilitas MCK yang tidak memadai.Cara Mengatasi Permukiman Kumuh:1. Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.B. SaranPemerintah selain memberikan program rumah susun dan pembangunan sanitasi gratis bagi masyarakat miskin, juga harus memberikan lapangan pekerjaan ataupun memberikan pelatihan keterampilan kerja serta modal usaha seperti kredit mikro bagi mereka yang belum punya pekerjaan agar mereka bisa membuka tempat usaha sendiri sehingga dapat mengurangi pengangguran. Selain itu pemerintah juga sebaiknya menerapkan pengelolaan kampung entrepreneur bagi daerah-daerah yang selama ini dianggap sebagai kantong-kantong kemiskinan, sehingga selain warga-warga di daerah tersebut dibina untuk menjadi entrepreneur, kampung tersebut pun dapat dijadikan sebagai tempat wisata edukatif sehingga dapat memberikan pemasukkan bagi pemerintah daerahnya masing-masing.

2