MAKALAH_BIOKIMIA_PANGAN

28
MAKALAH BIOKIMIA PANGAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG) DAN UMAMI DALAM MAKANAN Anne Carolina 20504011

description

asam glutamat

Transcript of MAKALAH_BIOKIMIA_PANGAN

MAKALAH BIOKIMIA PANGAN

PAGE

MAKALAH BIOKIMIA PANGAN

MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

DAN UMAMI DALAM MAKANAN

Anne Carolina

20504011

DEPARTEMEN KIMIA

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2005

ABSTRAK

Umami (gurih) adalah kata yang mengidentifikasi rasa suatu zat seperti garam dari L-glutamat.. Umami merupakan unsur rasa yang penting dalam makanan alami. Rasa umami mempunyai kuantitas yang karakteristik, yang membedakannya dari rasa lain, termasuk sinergisme penyedap rasa antara dua komponen utama L-glutamat dan ribonukleotida. Gambaran kualitatif dan kuantitatif yang utama dari umami akan dijelaskan dalam tulisan ini. Penelitian yang berkelanjutan dari rasa umami akan membantu pemahaman kita mengenai proses rasa dan menambah pengetahuan kita mengenai sifat rasa dari makanan sehingga dapat membantu dalam pemilihan makanan dan asupan gizi.

BAB I

PENDAHULUAN

Monosodium glutamat (MSG) merupakan garam natrium dari asam glutamat yang telah lama populer digunakan sebagai penyedap rasa makanan karena rasa umami yang ditimbulkannya. MSG disebut sebagai penyedap rasa bukanlah merupakan suatu zat pengawet. Selain sebagai garam dari asam amino glutamat, MSG ini tidaklah memilki kandungan nutrisi lain.

Sejak penemuannya pertama kali pada tahun 1908, MSG banyak menimbulkan pernyataan positif dan negatif dari berbagai kalangan karena penggunaannya dan reaksi yang ditimbulkannya.

Dalam tulisan ini akan diperlihatkan aspek sejarah dan penggunaan MSG sebagai penyedap rasa serta akan disinggung sedikit mengenai reaksi samping yang ditimbulkan karena penggunaannya.

BAB II

UMAMI DAN KELEZATAN MAKANAN

2.1 Penemuan Umami

Umami pertama dicetuskan di Jepang pada awal abad 20. Saat itu Ikeda menyebutkan suatu rasa yang berbeda dari keempat rasa (manis, asin, asam dan pahit) yang ada, yang terdapat pada makanan yang lezat (palatable). Ikeda meneliti bahwa konstituen yang terdapat pada masakan khas Jepang konbu adalah glutamat. Ia menamakan rasa yang ditimbulkan karena keberadaan glutamat dalam masakan lezat tersebut sebagai umami (dalam bahasa Indonesia biasa disebut gurih).

Kemudian pada tahun 1913, Kodama meneliti keberadaan konstituen dalam katsuobushi yang juga menimbulkan rasa umami, yaitu inosinat. Beberapa tahun berikutnya, pada saat penelitian mengenai produksi ribonukleotida melalui degradasi RNA ragi, Kuninaka mengidentifikasi guanilat sebagai zat pemberi rasa umami lainnya. Guanilat ini terdapat secara alami dalam jamur shitake yang biasa digunakan dalam masakan Jepang dan Cina. Setelah penemuan itu, Kuninaka menjelaskan efek sinergisme antara glutamat dan nukleotida. Ketika glutamat dan 5ribonukleotida dicampurkan, intensitas rasa umami menjadi meningkat.

Jauh sebelum umami diidentifikasi sebagai suatu rasa yang berbeda, makanan yang kaya glutamat telah lama dikonsumsi oleh orang Romawi dan Yunani. Salah satunya adalah saus ikan dan saus kedelai. Efek sinergis antara glutamat dan 5-ribonukleotida juga telah lama diaplikasikan, misalnya di Jepang, pencampuran antara rumput laut dan bonito membuat rasa sup lebih lezat. Di Itali, pencampuran tomat dan makanan laut (seafood) menghasilkan rasa yang lebih lezat. Kombinasi kedua kandungan makanan ini dalam jumlah yang tepat membuat rasa umami lebih terasa.

2.2 Keberadaan di Alam

Asam glutamat adalah konstituen utama dari protein pangan (tumbuhan dan hewan). Asam glutamat bebas terjadi di alam dalam hampir semua makanan seperti daging, unggas, makanan laut dan sayuran (Tabel 2.1). Dua ribonukleotida yang memberi kontribusi terhadap rasa umami, 5-inosinat dan 5-guanilat juga terdapat dalam beberapa makanan. Inosinat ditemukan terutama pada daging-dagingan sedangkan ribonukleotida terdapat melimpah dalam tumbuhan. Ribonukleotida lain, 5-adenilat terdapat juga pada ikan dan kerang-kerangan (Tabel 2.2).

Tabel 2.1 Asam glutamat bebas dalam makanan

Tabel 2.2 5- ribonukleotida dalam makanan

2.2.1 Proses Pematangan dan Pemasakan

Proses pematangan pada sayuran secara umum membuat rasa sayuran lebih sedap. Sebagai contoh, proses matangnya tomat berkorelasi dengan bertambahnya kandungan alami asam amino bebas (yaitu glutamat), gula dan asam-asam organik dalam tomat.

Okumura et al., (1968) menyiapkan ekstrak sintetik dari tomat yang mengandung asam sitrat, glukosa, kalium hidrogen fosfat, magnesium sulfat, kalsium klorida, glutamat dan aspartat. Rasa ekstrak sintesis ternyata sangat dipengaruhi oleh perbandingan glutamat terhadap aspartat. Rasio dan keberadaan kedua asam amino ini merupakan faktor penting dalam memberikan rasa pada tomat. Ketika glutamat tidak ditambahkan, rasa ekstrak menyerupai rasa tomat hijau atau jeruk. Sulit untuk mengamati secara jelas rasa umami pada tomat, akan tetapi umami merupakan komponen rasa yang penting dalam tomat.

Selama pematangan keju, terjadi pemecahan protein menjadi polipeptida yang lebih kecil dan asam amino penyusunnya. Selain itu terjadi penambahan leusin, glutamat, valin, lisin, fenilalanin dan valin (Weaver & Kroger, 1978). Penambahan kandungan asam amino ini biasanya menjadi faktor yang mendasar untuk menentukan matangnya keju. Selain itu adanya asam-asam amino ini memberi kontribusi pada rasa dan tekstur keju yang dihasilkan. Pertambahan kandungan asam amino bebas juga terjadi selama pematangan daging sapi. Glutamat adalah asam amino bebas yang terdapat melimpah dalam produk akhir.2.2.2 Air Susu Ibu

Dari 20 asam amino bebas yang terdapat pada air susu ibu, asam glutamat adalah yang paling melimpah , yaitu sekitar 50% dari kandungan asam amino total. Keberadaan asam glutamat dalam air susu ibu menyebabkan rasa ASI mudah diterima oleh bayi. Steiner (1980 dan 1983) mengadakan penelitian mengenai hal ini. Bayi yang baru lahir hanya sedikit memberikan respon saat diberikan air tawar. Larutan yang diberi rasa asam, pahit membuat kernyitan di wajah. Berbeda dengan rasa manis membuat kecenderungan untuk terus mengecap. Efek penambahan MSG juga menimbulkan ekspresi yang sama seperti rasa manis. Hasil ini mensugestikan bahwa glutamat merupakan rasa yang lezat yang merangsang bayi untuk meminum ASI-nya.

2.3 Sifat Dasar Zat yang Mengandung Umami

Seperti telah disebutkan diatas, penambahan MSG secara keseluruhan meningkatkan intensitas rasa makanan. Deskripsi yang paling sering disebutkan mengenai peningkatan rasa oleh MSG ini adalah adanya kontinuitas, mouth fullness, impact, mildness dan thickness. Glutamat juga dimungkinkan memiliki reseptor rasa yang berbeda sehingga mekanisme resepsi rasa untuk glutamat juga berbeda.

2.3.1 Efek Sinergis

Deteksi ambang batas rasa untuk lima zat rasa ditunjukkan oleh Tabel 2.3. Ambang batas MSG cukup rendah ketika digunakan sebagai bumbu, tetapi tidak serendah asam tartrat dan kuinina sulfat. Deteksi ambang batas MSG makin rendah dengan keberadaan IMP. Hal ini dikarenakan efek sinergis antara IMP dan MSG.

Tabel 2.3 Deteksi ambang batas dari lima zat rasa dasar

Efek sinergis dapat terjadi pula antara zat rasa manis, akan tetapi aksi sinergis yang paling menonjol adalah terlihat pada zat dengan rasa umami. Hubungan antara proporsi IMP dalam campuran MSG dan IMP, dan intensitas rasa campuran diperlihatkan oleh Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Hubungan antara rasio pencampuran Monosodium glutamat (MSG) dan Inosin 5-monofosfat (IMP) terhadap intensitas rasa.

Efek sinergis antara IMP dan MSG dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

y = u + (v,

dimana u dan v adalah konsentrasi masing-masing MSG dan IMP dalam campuan (dalam g/dL), ( adalah suatu konstanta, yaitu 1218, dan y adalah konsentrasi (g/dL) dari MSG yang menimbulkan rasa umami dengan intensitas yang sama seperti halnya campuran MSG-IMP. Walaupun intensitas rasa IMP sendiri lemah, rasa umami yang kuat dapat diinduksi dengan keberadaan MSG. Hal menarik yang perlu diperhatikan adalah karena air liur manusia mengandung sejumlah kecil glutamat (1,5 ppm MSG), rasa umami yang tampak dari IMP mungkin dihasilkan oleh interaksi IMP dengan glutamat dalam liur ini. Karena IMP sendiri tidak mempunyai rasa umami intrinsik, tetapi dapat meningkatkan rasa umami dari glutamat yang secara umum ada dalam mulut.

2.3.2 Efek Zat Umami pada Rasa Makanan

Umami membuat rasa makanan lebih lezat, walaupun umami sendiri tidaklah lezat. Sebagai contoh, larutan MSG sendiri tidak lezat, tetapi ketika MSG ditambahkan ke dalam sup, rasanya menjadi lebih lezat. Efek penambahan MSG pada berbagai jenis makanan telah diteliti oleh beberapa ilmuwan.

2.3.3 Interaksi Umami dan Asin pada Kelezatan

Karena terkadang bukti medis menunjukkan bahwa pengurangan konsumsi garam mengurangi resiko beberapa penyakit (seperti hipertensi), maka perlu dicari penyelesaian untuk masalah yang menyebutkan bahwa penggunaan sedikit garam akan mengurangi kelezatan rasa makanan. Dengan memperhatikan hal ini, maka diperkenalkan penggunaan zat umami bersama garam (NaCl) yang akan memperbaiki penerimaan rasa. Yamaguchi dan Takahashi (1984) menggunakan model sup bening, melaporkan bahwa kelezatan dapat diperoleh dengan mengurangi kandungan NaCl dengan penambahan MSG. Hasil yang sama juga diperoleh dengan menggunakan kaldu ayam (Chi and Chen, 1992). Beberapa penelitian menggunakan beberapa menu yang berbeda, Yamaguchi et al. (1987) menunjukkan bahwa pengurangan 30% dalam penggunaan garam tetapi tanpa penambahan zat umami menurunkan nilai kelezatan. Penambahan zat umami secara signifikan meningkatkan kualitas rasa dan menurunkan keinginan terhadap rasa asin. Akan tetapi harus diingat bahwa penggunaan berlebih MSG dan zat umami lain akan menurunkan kelezatan makanan. Penggunaan MSG ini memiliki batasan sendiri.

2.3.4 Sensitivitas Rasa pada Lidah

Makanan dikunyah dalam mulut dan dicampur dengan air liur selama proses memakan. Berbagai zat rasa larut dalam air atau liur menstimulasi ribuan kuncup rasa yang tersebar pada lidah dan bagian lain dalam rongga mulut (langit-langit atau kerongkongan). Sensitivitas setiap rasa dasar (termasuk umami) diuji dengan selembar kecil kertas saring yang mengandung zat rasa yang dilumurkan langsung ke bagian yang diinginkan. Seperti yang ditunjukkan Gambar 2.2, sensitivitas umami terhadap MSG, IMP dan campurannya secara spesifik terasa tinggi di bagian pangkal dari lidah.

Gambar 2.2 Evaluasi penilaian terhadap rasa

Bagian ujung, samping, pangkal lidah sensitif terhadap sukrosa, NaCl, asam tartrat, dan kuinina sulfat. Bagian tengah lidah ditemukan tidak sensitif terhadap rasa. Hal ini dikarenakan tidak ditemukannya kuncup rasa pada daerah ini. Meski demikian, hasilnya berbeda saat subjek disuruh menjilat sedikit larutan uji yang diletakkan pada sebuah sendok dan menunjukan bagian lidah yang menerima rasa tersebut. Subjek merasakan umami pada daerah yang lebih luas dalam lidah, tidak hanya di bagian pangkal. Pernah dilaporkan pula pada bagian tengah lidah. Daerah yang mengecap rasa tidak selalu tepat dengan lokasi sensor rasa yang sebenarnya. Perbedaan ini dapat dijelaskan karena efek ilusi atau sentuhan (Barthosuk, 1993).2.3.5 Sifat Sementara

Pengamatan terhadap rasa adalah suatu dimensi waktu. Intensitas rasa yang tertinggal dapat menunjukkan kualitas dari rasa tersebut. Gambar 2.3 menunjukkan hasil penelitian mengenai waktu dari intensitas rasa yang tertinggal dari MSG, IMP, NaCl dan asam tartrat.

Gambar 2.3 Kurva intensitas rasa terhadap waktu dari MSG, IMP, NaCl dan asam tartrat

Dalam percobaan ini, subjek memasukan 10 mL dari larutan rasa ke dalam mulutnya selama 20 detik, kemudian mengekspeksikan rasa tersebut. Intensitas rasa dievaluasi 100 detik setelahnya. Rasa asam dari asam tartrat menurun drastis setelah ekspektorasi. Rasa asin dari NaCl lebih kuat tertinggal daripada rasa asam. Berbeda halnya dengan MSG dan IMP, intensitas rasa yang tertinggal meningkat setelah ekspektorasi. Hasil yang sama diperoleh pada saat subjek menelan larutan.

2.3.6 Reseptor Rasa Umami

Pengikatan asam amino, termasuk asam glutamat, terjadi pada G-Protein Coupled Receptors (GPCRs) yang tergabung pada subunit protein heterodimer yaitu T1R1 dan T1R3. GPCRs adalah protein transmembran yang membentuk 7 kumparan yang menuju plasma membran. Sisi pengikatan membran terpapar ke luar permukaan sel. Sisi efektor terbentang menuju sitosol. Selain protein dan asam amino, hormon peptida, serotonin dan GABA, merupakan ligan yang terikat oleh GPCRs.

Mekanisme ekspresi gen dengan GPCRs dapat dijelaskan sebagai berikut:

Ligan terikat pada sisi bagian ekstraseluler dari reseptor, yang dapat mengaktifkan G-protein yang terhubung dengan terminal C-sitoplasma. Pengikatan ini kemudian memulai produksi second messenger, yaitu cAMP (cyclic AMP) yang dihasilkan oleh adenil siklase dan inositol 1,4,5-trifosfat (IP3). Second messenger ini kemudian mengaktifkan rangkaian kegiatan intraseluler, seperti fosforilasi dan aktivasi enzim, pelepasan Ca2+ ke sitosol dari penyimpanan dalam retikulum endoplasma. Perubahan enzimatik ini mengaktivasi faktor transkripsi CREB (cAMP Response Element Binding Protein), mengikatnya ke unsur respon 5TGACGTCA3 dalam gen promotor yang mampu merespon ligan, mengaktivasi CREB sehingga terjadi transkripsi gen. Sel mulai menghasilkan produk gen yang sesuai dengan sinyal yang diterima di permukaan. GPCRs meregulasi juga pengaruh langsung dalam sel yang tidak melibatkan ekspresi gen.

Gambar 2.4 Pengikatan asam amino dalam G-Protein Coupled Receptors (GPRCs)

BAB III

SINDROM RESTORAN CINA

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa keberadaan MSG dalam masakan Cina memicu timbulnya sindrom restoran Cina. Reaksi hipersensitif terhadap MSG muncul pada sebagian orang, setelah beberapa saat mengkonsumsi masakan Cina. Reaksi yang ditimbulkan karena sensitif MSG sangat bervariasi, dari yang sederhana, gatal pada kulit sampai depresi dan beberapa kondisi fisik yang mengancam hidup. Satu atau dua reaksi dapat terjadi bersamaan atau saling menyusul. Jumlah MSG yang dicerna menentukan jenis dan intensitas reaksi samping yang terjadi. Sindrom yang biasa dijumpai pada hipersensitif MSG mirip dengan alergi, tetapi lebih merupakan reaksi terhadap obat, diantaranya adalah: sakit kepala, migrain, pusing, astma, nyeri dada, jantung berdebar kencang, lelah, insomnia, gejala neurologis, halusinasi, banyak berkeringat, bengkak dan wajah memerah.

Setiap organ utama manusia mengandung reeptor glutamat. Stimulasi berlebih dari reseptor ini, di otak atau bagian lainnya, dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Beberapa ahli saraf menjelaskan bahwa MSG menyerang pembatas antara otak dan darah dalam sel otak, yang pada keadaan normal melindungi dan meregulasi adanya perubahan kimia dalam sel. Perubahan kimia ini secara cermat diseimbangkan dan ketika semuanya berfungsi baik, otak dan sistem kekebalan mengatasi semua jenis polutan, stress, dan penyakit. MSG disebutkan sebagai excitoxin yaitu zat yang dalam jumlah kecil dapat menyebabkan sel otak bereaksi berlebih sehingga mengakibatkan kelelahan dan kematian. MSG disebutkan dapat merusak bagian otak yang mengatur banyak sistem dalam tubuh. Kerusakan ini nampak sebagai ketidakteraturan dalam sistem saraf autonom dan sistem endokrin, yang dimanifestasikan dalam kekacuan pola tidur, selera makan, lapar terus-menerus, yang berakibat pada obesitas.

Diagnosis terhadap sensitivitas MSG sendiri sulit dilakukan, karena beberapa hal:

1. Gejala dari keracunan MSG tidak hanya secara khusus diakibatkan oleh konsumsi MSG. Kebanyakan, disebabkan oleh berbagai kondisi fisik seperti halnya oleh bahan tambahan makanan lain.

2. Beberapa orang mengkonsumsi MSG dan bereaksi langsung. Beberapa orang bereaksi setelah 48 jam setelah konsumsi MSG.

3. Reaksi yang ditimbulkan berhubungan dengan dosis yang dikonsumsi. Beberapa orang tidak dapat mentolerir meski hanya sejumlah kecil MSG, tetapi yang lain dapat mentolerir beberapa gram tanpa menunjukkan adanya reaksi.

4. Efek samping yang ditimbulkan dari pencernaan MSG ini bersifat kumulatif. Beberapa orang dilaporkan memakan produk yang mengandung sejumlah kecil MSG selama seminggu tanpa menunjukkan reaksi samping, sementara yang lain bereaksi setelah dua atau tiga hari mengkonsumsi MSG.

5. Penggunaan MSG dalam makanan biasanya disembunyikan, sehingga menyulitkan untuk mengenal reaksi samping yang timbul.

Berbagai penelitian masih terus dilakukan untuk terus mengetahui efek samping dari MSG.

BAB IV

KESIMPULAN

Glutamat sebagai penyedap rasa telah sejak lama diketahui dan penemuan zat umami ini memberikan kontribusi terhadap kepuasaan menikmati hidangan di seluruh dunia. Informasi ini akan membantu penggunaan zat umami untuk memperbaiki kelezatan hidangan. Reaksi hipersensitif terhadap MSG muncul pada sebagian orang dan masih perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui reaksi samping tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, D. H. 1991. Monosodium glutamate. In Metcalfe, D.D., Sampson, H.A., Simon, R.A..Food allergy: adverse reactions to food and food additives. Blackwell Scientific Pub., Boston

Yamaguchi, S., and Ninomiya, K. 2000. The use and utility of glutamate as flavoring agents in food. J. Nutr. 130: 921S-926S