Makalah Urban Renewal #1a

download Makalah Urban Renewal #1a

of 28

Transcript of Makalah Urban Renewal #1a

PL 6106 KEBIJAKAN PERUMAHAN

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PADA KAWASAN KUMUH DI PERKOTAAN

OlehRINA ANGGREANI 25410014 AUDRIE WINNY C 25410019

PL 6106 Kebijakan Perumahan

MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2011

2

PL 6106 Kebijakan Perumahan

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................3 PENDAHULUAN.....................................................................................5Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh...............................5 Penyebab Munculnya Kawasan Kumuh.......................................7

TINJAUAN KEBIJAKAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI INDONESIA........................................................8 PROGRAM-PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERUMAHAN DI INDONESIA.......................................................11Kampoeng Verbetermg ...........................................................12 Kampung Improvement Program (KIP) .....................................12 Comprehensif Kampung Improvement Program (C-KIP).............14 Program Penanggulan Kemiskinan di Perkotaan (P2PK).............16 Neigborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP)......18

EVALUASI KIP KOMPREHENSIF (C-KIP) DI KELURAHAN MENANGGAL SURABAYA............................................................19Evaluasi Kebijakan Publik.........................................................19 Evaluasi Program C-KIP di Kelurahan Menanggal Surabaya........19

1.KESIMPULAN ...................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................27

3

PL 6106 Kebijakan Perumahan

4

PL 6106 Kebijakan Perumahan

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PADA KAWASAN KUMUH DI PERKOTAAN

Makalah ini membahas salah satu kebijakan pemerintah berupa program bantuan perumahan, yaitu peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan kumuh perkotaan. Sebagai salah satu kebijakan publik yang telah dilaksanakan oleh pemerintah, kebijakan ini dibuat untuk mengatasi permasalahan permukiman kumuh di perkotaan. Makalah ini disusun untuk melihat sejauh mana kinerja kebijakan peningkatan kualitas lingkungan tersebut dapat memecahkan masalah mengenai kawasan kumuh. Pembahasan dibagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu (i) Pedahuluan, (ii) Kebijakan Peningkatan Kualitas Lingkungan Perumahan, (iii) Program-program Peningkatan Kualitas Lingkungan Perumahan di Indonesia, (iv) Evaluasi KIP Komprehensif (C-KIP) di Kelurahan Mananggal Surabaya, dan (v) kesimpulan.

Pendahuluan

Permukiman kumuh bukan merupakan suatu fenomena baru yang banyak dihadapi hampir semua kota-kota besar di Indonesia, juga di negara lain. Beberapa istilan permukiman kumuh di negara lain adalah barios (Venezuela), favela (Brazil), katchi abadi (Pakistan), basti (Bangladesh), kampung kumuh (Indonesia), skidrow (UK), sedangkan di Amerika Serikat dikenal istilan ghetto dan shanty town (Winayanti, 2010). Istilah kumuh, menurut Herbert J. Gans (1968), adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah atau dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan. Permukiman kumuh adalah salah satu cara masyarakat miskin mengatasi persoalan perumahan yang terjangkau sesuai kemampuan mereka.

Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Permukiman kumuh atau slum bisasanya digunakan untuk menggambarkan permukiman yang tumbuh secara spontan di perkotaan yang mempunyai kualitas perumahan di bawah standar minimal dalam lingkungan yang kurang sehat dan

5

PL 6106 Kebijakan Perumahan

tidak didukung oleh jasa pelayanan kota seperti air minum, sanitasi, drainase (gorong-gorong), jalur pejalan kaki dan jalan akses darurat (Winayanti ,2010). Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh adalah permukiman tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Kondisi permukiman kumuh pada umumnya terkait dengan kondisi fisik, sosial ekonomi masyarakat yang bermukim di permukiman kumuh dan dampak yang diakibatkan munculnya kawasan kumuh. Kondisi fisik terkait dengan kondisi bangunan dengan kepadatan yang sangat tinggi dengan kualitas konstruksi dan prasarana umum yang sangat rendah sekaligus dengan pola yang tidak teratur. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di kawasan kumuh dikaitkan dengan pendapatan yang masih rendah dan budaya kemiskinan yang mengakibatkan kondisi lingkungan sekitar menjadi buruk. Suparlan (1991) menggambarkan ciri-ciri permukiman kumuh adalah: Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu sebagai sebagai komuniti tunggal dapat berada di tanah milik negara sehingga dapat digolongkan sebagai hunian liar, merupakan bagian dari sebuah Rukun Tetangga (RT) atau sebuah Rukun Warga (RW), sebagai sebuah Rukun Tetangga (RT) atau sebuah Rukun Warga (RW) atau bahkan terwujud sebagai sebuah kelurahan dan bukan hunian liar. Kondisi fasilitas umum yang kurang atau tidak memadai

Adanya kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruangruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruangannya mencerminkan penghuninya kurang mampu atau miskin Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen baik mata pencaharian begitu juga asal muasalnya Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal.

6

PL 6106 Kebijakan Perumahan

Penyebab Munculnya Kawasan Kumuh

Perkembangan kawasan kumuh di perkotaan secara umum disebabkan oleh dua hal, yaitu pertumbuhan penduduk dan tata kelola pemerintahan (governance). Tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, baik secara alami maupun karena migrasi penduduk dari perdesaan ke perkotaan, menyebabkan persoalan terkait pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat. Namun persoalan tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan perumahan yang layak, khususnya bagi Golongan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (GMBR). Keterbatasan tata kelola pemerintahan/kemampuan pemerintah untuk membiayai kebutuhan dasar masyarakat, khususnya yang terkait dengan prasarana dan sarana dasar permukiman, serta keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan menyebabkan para pendatang tersebut hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota, sehingga muncullan kawasan-kawasan kumuh di perkotaan. Selain itu, munculnya permukiman kumuh juga disebabkan oleh berubahnya pemukiman pedesaan (urbanisasi permukiman pedesaan), dimana permukiman pedesaan yang semula berada di pinggiran kota seiring dengan perkembangan menjadi di dalam atau berdampingan dengan pusat kegiatan kota. Permukiman pedesaan yang secara evolutif tersebut menjadi permukiman kota dan semakin padat, banyak terjadi fragmentasi kepemilikan tanah seperti warisan, pelepasan hak, usaha memaksimalkan penggunaan tanah dengan konstruksi kualitas renda, dan hal tersebut menyebabkan lahan menjadi persil yang lebih kecil dan permukiman menjadi semakin padat. Untuk kasus-kasus tertentu, faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa, gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku juga menjadi penyebab jumlah rumah. Lingkungan permukiman kumuh memberi dampak di berbagai bidang baik terhadap bidang penyelenggaraan pemerintahan, tatanan sosial budaya, lingkungan fisik dan bidang politis. Di bidang penyelenggaraan pemerintahan, keberadaan lingkungan permukiman kumuh memberikan dampak citra ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan bahkan ketidakpedulian pemerintah terhadap pengaturan pelayanan kebutuhan-kebutuhan hidup dan penghidupan warga kota maupun pendatang serta pelayanan untuk mendukung kegiatan sosial budaya, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Terhadap tatanan sosial budaya kemasyarakatan adalah bahwa komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh yang secara ekonomi pada umumnya termasuk golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, seringkali7

PL 6106 Kebijakan Perumahan

dianggap sebagai penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial kemasyarakatan. Di bidang lingkungan, hunian komunitas permukiman kumuh sebagian besar pekerjaan mereka adalah tergolong sebagai pekerjaan sektor informal yang tidak memerlukan keahlian tertentu, sehingga pada umumnya tingkat penghasilan mereka sangat terbatas dan tidak mampu menyisihkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman sehingga mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan. Sedangkan dalam bidang politis adalah karena keberadaan komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh ini akan cenderung menjadi lahan subur bagi kepentingan politis tertentu yang dapat dijadikan sebagai alat negosiasi berbagai kepentingan. Berdasarkan uraian dampak tersebut di atas, maka permukiman kumuh di perkotaan apabila tidak diantisipasi akan menyebabkan permasalahan baru dan kinerja pelayanan kota. Salah satu kebijakan publik dalam mengatasi permukiman kumuh di perkotaan adalah peningkatan kualitas permukiman kumuh.

Tinjauan Kebijakan Peningkatan Permukiman di Indonesia

Kualitas

Lingkungan

Kebijakan peningkatan kualitas lingkungan permukiman di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Undang-undang Dasar 1945

Dalam Undang-undang Dasar 1945 (amandemen keempat, 2002) pasal 28H ayat (1) diamanatkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pemerintah bertanggungjawab terhadap pemenuhan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat, yakni menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Pemerintah daerah mempunyai wewenang menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota dan memfasilitasi

8

PL 6106 Kebijakan Perumahan

peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota dan dalam upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta pola-pola penanganan yang manusiawi, berbudaya, berkeadilan, dan ekonomis. 3. 2025 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-

Visi dari RPJPN 2005-2025 adalah Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur, yang dituangkan dalam delapan misi pembangunan nasional. Salah satu misi pembangunan nasional tersebut adalah mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, yang dituangkan dalam salah satu sasaran pembangunan yaitu terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Untuk mengatasi tantangan bidang sarana prasarana pembangunan jangka panjang nasional yaitu memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, maka pembangunan jangka panjang bidang perumahan dan permukiman tahun 2005-2025 diarahkan pada pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dikendalikan dalam suatu sistem wilayah pembangunan metropolitan yang kompak, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu agendanya adalah perevitalan kawasan kota yang meliputi pengembalian fungsi kawasan melalui pembangunan kembali kawasan; peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik, terutama pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi antarmoda. 4. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 RPJMN periode ini merupakan tahapan pertama dari periode 5 tahunan RPJPN. Permasalahan pembangunan pada awal masa tersebut adalah terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan, hal ini mengakibatkan meningkatnya luasan kawasan kumuh. Pada tahun 1996 luas kawasan kumuh mencapai 40.053 ha dan pada tahun 2000 meningkat menjadi 47.500 Ha yang tersebar di 10.000 lokasi dan dihuni oleh sekitar 17,2 juta jiwa. Luasan kawasan kumuh cenderung9

PL 6106 Kebijakan Perumahan

terus meningkat setiap tahunnya selaras dengan pertumbuhan penduduk dan makin tidak terkendalinya pertumbuhan kota utama (primacy city) yang menjadi penarik meningkatnya arus migrasi. Laju pertumbuhan kawasan kumuh baik di pusat kota maupun di tepi kota juga dipicu oleh keterbatasan kemampuan dan ketidakpedulian masyarakat untuk melakukan perbaikan rumah (home improvement). Akibat berkembangnya kawasan kumuh tersebut menyebabkan masalah ketidakharmonisan antara struktur infrastruktur kota juga, khususnya jaringan jalan dengan kawasan permukiman yang terbangun. Hal ini dapat dilihat bahwa di pinggir kota, menimbulkan urban sprawl yang membawa dampak kepada kemacetan (congestion), ketidak-teraturan, yang pada akhirnya menimbulkan ketidakefisienan serta pemborosan energi dan waktu. Berdasarkan keadaaan tersebut, salah satu sasaran pembangunan perumahan RPJMN 2004-2009 adalah penurunan luasan kawasan kumuh sebesar 50 persen dari luas yang ada saat ini pada akhir tahun 2009. Kebijakan pembangunan perumahan diarahkan peningkatan kualitas pelayanan prasarana dan sarana lingkungan pada kawasan kumuh perkotaan dan pesisir/nelayan. Kebijakan tersebut diturunkan dalam program-program pembangunan perumahan pada RPJMN 2004-2009, yaitu Program Pengembangan Perumahan dan Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan. Program yang terkait dengan penanganan kawasan kumuh adalah Program Pemberdayaan Komunitas Perumahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas perumahan melalui penguatan lembaga komunitas dalam rangka pemberdayaan sosial kemasyarakatan agar tercipta masyarakat yang produktif secara ekonomi dan berkemampuan mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang sehat, harmonis dan berkelanjutan. Program tersebut dituangkan dalam kegiatankegiatan pokok antara lain peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan kumuh, desa tradisional, desa nelayan, dan desa eks transmigrasi serta fasilitasi dan bantuan teknis perbaikan rumah pada kawasan kumuh, desa tradisional, desa nelayan, dan desa eks transmigrasi. 5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Arah kebijakan RPJMN 2010-2014 salah satunya yang berkaitan dengan pembangunan perumahan adalah peningkatan aksesibilitas masyarakat berpenghasilan rendah terhadap hunian yang layak dan terjangkau.10

PL 6106 Kebijakan Perumahan

Implementasi kebijakan tersebut dilakukan melalui peningkatan kualitas lingkungan permukiman melalui penyediaan prasarana, sarana dasar, dan utilitas umum yang memadai dan terpadu dengan pengembangan kawasan perumahan dalam rangka mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. 6. Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum 2010-2014

Kementerian Pekerjaan Umum merupakan unit organisasi pemerintah yang memiliki kewenangan dalam penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan dan permukiman. Salah satu program kerja tahun 2010-2014 Kementerian PU adalah Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman yang dituangkan dalam kegiatan Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan dan Penyelenggaraan dalam Pengembangan Permukiman. Indikator dari kegiatan tersebut adalah berkurangnya kawasan-kawasan kumuh di perkotaan setara 414 Ha sebanyak 207 kawasan.

Program-program Peningkatan Kualitas Lingkungan Perumahan di Indonesia

Program-program penanganan permukiman kumuh yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak penjajahan Belanda dahulu. Penanganan perumahan kumuh di Indonesia umumnya meliputi lima aset yang dituangan dalam variabel-variabel dan kegiatan seperti pada tabel berikut ini.

11

PL 6106 Kebijakan Perumahan

Tabel 1. Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia

Sumber: Moser 2004 dalam Brotodewo 2010

Kampoeng Verbetermg Merupakan program penanganan kawasan kumuh pada saat penjajahan Belanda, dilaksanakan dengan alasan politik untuk menanggapi politik etis yang dilancarkan kaum oposisi di Parlemen Belanda dan sekaligus melindungi warga Eropa yang tinggal di dekat kampung dari bahaya epidemik.

Kampung Improvement Program (KIP) Program yang dilaksanakan pada masa orde lama, sejak tahun 196. Merupakan program awal dalam perbaikan kampung-kampung perkotaan yang dilaksanakan di DKI Jakarta. Kampung Improvement Program tersebut dikenal dengan proyek Muhammad Husni Thamrin (MHT). Proyek MHT tersebut dilaksanakan bertahap karena keberhasilannya, yaitu: MHT dilaksanakan Pemda DKI Jakarta sebagai pelopor12

PL 6106 Kebijakan Perumahan

perbaikan permukiamn kumuh pada tahun 1969-1974 (Pelita I). Pada proyek ini meliputi luas 2.400 Ha dari 89 kampung dengan penduduk 1,2 juta jiwa MHT I dilaksanakan pada tahun 1974-1982 dilaksanakan pada kawasan dengan luas 15.600 Ha. Pada proyek MHT I ini program peremajaan kawasan kumuh mulai dibantu oleh Bank Dunia. MHT II dilaksanakan pada tahun 1982-1988 meliputi kawasan kumuh seluas 3.000 Ha MHT III dilaksanakan pada tahun 1989-1999, menjangkau 85 dari 267 kelurahan dan telah menerapkan konsep Tri Bina (Bina Ekonomi, Bina Lingkungan, Bina Sosial)

Pada MHT sampai MHT II program pemanfaatan memfokuskan kegiatannya hanya terhadap pembangunan aspek fisik lingkungan saja dengan tujuan mengadakan atau memperbaiki prasarana & utilitas lingkungan sehingga dapat memberikan kemudahan dan pelayanan pada komunitas untuk menjadikan kampung yang berpola. Aspek fisik lingkungan tersebut berupa pembangunan jaringan jalan, drainase, sanitasi, pengadaan air bersih dan fasilitas pengolahan sampah serta di beberapa kampung dibangun bangunan pencegah banjir Dengan pembangunan fisik lingkungan tersebut diharapkan dapat menciptakan kampung yang sehat, nyaman, aman serta kenyaman bagi orang luar untuk mengakses penghuni. Namun timbul persoalan selanjutnya yaitu seperti besarnya biaya pemeliharaan kampung, perbaikan dengan dana pinjaman, kemudian menjadi beban pemerintah kota dan seiring dengan peningkatan kemampuan masyarakat yang menyebabkan kualitas rumahnya meningka menyebabka terjadinya kembali fragmentasi pemilikan sehingga kawasan menjadi semakin padat dan menurunkan kembali kualitas lingkungan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pemerintah beranggapan bahwa perbaikan lingkungan fisik secara implisit juga mengandung perbaikan sosial ekonomi atau peningkatan kualitas hidup masyarakat kampung. Mulailah dikenal dengan konsep Tribina pada MHT III yang menekankan pada aspek sosial (melalui job training) dan ekonomi (melalui skema kredit mikro) selain pembagunan aspek fisik lingkungan. Konsep Tribina bertujuan untuk meningkatkan kapasitas teknis sertas kapasitas finansial komunitas dan mampu meningkatkan kualitas hidupnya sendiri antara lain dengan mengembangkan dan memelihara prasarana pemukimannya yang akan mendorong aktivitas ekonomi, pengembangan usaha, dan akhirnya mampu memelihara prasarana lingkungngannya sendiri.

13

PL 6106 Kebijakan Perumahan

Comprehensif Kampung Improvement Program (C-KIP) Merupakan pendekatan terintegrasi untuk meningkatkan komunitas di kawasan kumuh di Surabaya yang dilaksanakan mulai tahun 1998-2002. Program C-KIP ini merupakan penyempurnaan KIP yang dilaksanakan sejak tahun 1969. Program ini muncul karena adanya kesadaran bahwa program peningkatan lingkungan fisik tidak akan berhasil tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan lingkungan mereka. Tujuan dari program C-KIP ini adalah meningkatkan kondisi fisik lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan kumuh dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan, implementasi, dan pemantauan program. Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatan peran masyarakat dalam proses pembangunan, peningaktan kondisi ekonomi masyarakat dan meningkatkan infrastruktur dan kualitas permukiman. Melalui partisipasi aktif masyarakat akan meningkatkan rasa memiliki dari masyarakat untuk menjaga lingkungan mereka tetap bersih dan sehat. Pemilihan kawasan dalam pelaksanaan program C-KIP ini adalah berdasarkan kriteria: Kondisi infrastruktur, yaitu tersedianya jalan dan drainase umumnya namun kondisi sanitasi masih membutuhkan perbaikan; ketersediaan jaringan supply air minum Kondisi fisik bangunan yang tidak memenuhi standar teknis lahan terkait kepemilikan lahan dan

Kondisi pengelolaan perencanaan guna lahan

Partisipasi masyarakat, yaitu adanya potensi kontribusi finansial dari masyarakat

Komponen-komponen program C-KIP adalah: a. Program Pengembangan Masyarakat berupa informasi publik sepeti kampanye, pertemuan, sosialisasi melalui poster atau brosur, training pengembangan masyarakat, training kesehatan lingkungan serta training bisnis skala kecil/mikro b. Program Manajemen Lahan berupa penyiapan rencana tapak, sertifikasi lahan dan Izin bangunan c. Program Pinjaman Perumahan untuk perbaikan rumah, perbaikan dapur, perbaikan toilet, koneksi supply air dan pengelolaan lahan14

PL 6106 Kebijakan Perumahan

d. Program Pembangunan Fisik berupa perbaikan jalan setapak, perbaikan drainase mikro, pengelolaan limbah padat: tempat sampah, gerobak, pembangunan toilet umum dan fasilitas lainnya

Organisasi pelaksanaan dari C-KIP terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu pengambil keputusan, manajer, serta pelaksana. Gambar 1. Organisasi Pelaksanaan C-KIP

Proses Implementasi dari program ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut: 1) Persiapan I a. Penyiapan anggaran b. Penyusunan petunjuk pelaksanaan: proses dan tahapan kegiatan serta persyaratan administrasi 2) Persiapan II a. Mendirikan Community Development Consultant b. Social marketing kepada masyarakat c. Mendirikan organisasi masyarakat 3) Pelaksanaan a. Survey oleh masyarakat untuk menentukan kebutuhan

15

PL 6106 Kebijakan Perumahan

masyarakat b. Penilaian oleh yayasan masyarakat untuk menganalisis proposal yang diajukan oleh masyarakat c. Pencairan dana diberikan melalui rekening yayasan masyarakat dan kemudian didistribusikan kepada anggota Kelompok Swadaya Masyarakat d. Setiap anggota melakukan kegiatannya sesuai yang disepakati dalam MOA e. Pembayaran oleh masyarakat untuk kemudian digulirkan kembali.

Sistem pemantauan C-KIP ini dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) Monitoring oleh masyarakat, yaitu setiap anggota masyarakat bertanggungjawab dalam pemantauan program, mekanismenya dengan cara melaporkan progres dan persoalan kepada pengurus Yayasan Kampung dan persoalan yang muncul akan diselesaikan dalam suatu pertemuan masyarakat, 2) Monitoring oleh pemerintah daerah, yaitu untuk memastikan pelaksanaan proyek sesuai dengan yang direncanakan dan untuk memastikan terpenuhinya persyaratan dari pemerintah.

Program Penanggulan Kemiskinan di Perkotaan (P2PK) Mulai dilaksanakan tahun 1999 hingga tahun 2004, pada awalnya untuk dilakukan untuk menangggulangi kemiksinan struktural dan dampak krisis ekonomi pada tahun 1997, kemudian dilanjutkan sampai sekarang, merupakan program pengentasan kemiskinan, yang dilakukan dengan pendekatan Tridaya. Program ini memperhatikan aset-aset pro duktif komunitas meliputi aset fisik, aset alam, aset modal sosial, aset modal manusia, dan aset ekonomi untuk membangun komunitas masyarakat mis kin dan menangani kemiskinan perkotaan. Program ini mempunyai visi untuk mewujudkan masyarakat madani, yang berbudaya maju, mandiri dan sejahtera dalam lingkungan permukiman yang sehat, produktif dan lestari dengan melakukan upaya pengokohan kelembagaan masyarakat yang dikenal dengan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Program ini dilaksanakan di 58 darrah kota dan kabupaten di 5 provinsi di Pulau Jawa. Pada tahap I di 1298 kelurahan dengan jumlah 3.88 juta KK dan pada tahap II di 1324 kelurahan dengan penduduk 2.43 juta KK.16

PL 6106 Kebijakan Perumahan

Sasaran P2KP adalah 1) membangun/mengembangkan organisasi masyarakat warga yang aspiratif dan akuntabel memperjuangkan kepentingan masyarakat miskin, 2) mendorong pemerintah daerah agar lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat miskin melalui penguatan kemitraan dengan masyarakat dan 3) meningkatkan pelayanan kepada masyarakat miskin dalam hal akses pelayanan pendanaan, jaminan sosial dan prasarana lingkungan permukiman. Konsep Tridaya dalam P2KP hampir sama dengan Konsep Tribina dalam KIP, yaitu memadukan tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan. Penggambungan ketiga tujuan tersebut adalah: 1) Tujuan Ekonomi adalah untuk mewujudkan komunitas yang produktif 2) Tujuan sosial adalah membangun sosial kapita di masyaraakt untuk mewujudkan komunitas yang efektif. 3) Tujuan Lingkungan adalah mampu menumbuhkan daya pembnaguna di masyarakat untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang sehat, peroduktif dan lestari.

Komponen Proyek P2KP terdiri dari: Bantuan Teknis Pemberdayaan Masyarakat dan pengembangan pemerintah daerah berupa pelatihan, proses pembelajaran, penggalian pengalaman dan lokakarya/rembug masyrakat. Diharapkan melalui halhal tersebut di atas dapat membangun kesadaran, kepeduian dan memotivasi untuk menjalankan perubahan sosial di masyarakat yang dimulai dari dirinya atau lingkungan kerjanya Penyediaan dana bantuan langsung masyarakat (BLM) yang dapat digunakan oleh masyakat kelurahan dengan sasaran sesuai dengan PJM Pronangkis (Program Jangka Menengah Penanggulan Kemiskinan) Penyediaan dana penanggulanan kemiskinan terpadu (PAKET) sebagai stimulan untuk meningkatkan kemitraan masyarakat-pemda Dana dukungan pembangunan lingkungan permukiman kelurahan terpadu untuk mendukung BKM yang sudah mandiri agar dapat lebih berdaya dalam mengakomodir inisiatif dan mandiri dari masyarakat dalam mewujudkan tata kehidupan yang lebih baik dan harmonis

17

PL 6106 Kebijakan Perumahan

Neigborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) NUSSP dilakukan pada tahun 2004-2010 berupa program permukiman kumuh yang berbasis pada masyarakat miskin. Program ini memberikan perhatian terhadap pembentukan aset fisik, aset alam, aset modal sosial, aset modal manusia, dan aset ekonomi dalam penataan permukiman kumuh. Tujuan dari NUSSP adalah help improve living conditions of the urban poor, who will participate in, and benefit from, improved shelter development, management, and financing processes that will increase their assets and improve their well being atau untuk memperbaiki kawasan kumuh, perbaikan perumahan, dan menyediakan perumahan baru dengan melibatkan partisipasi masyarakt untuk membangun lingkungannya sendiri. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan perencanaan penampungan lokal dan sistem penyediaan untuk merespon secara efisien dan secara berkelanjutan untuk kebutuhan kaum miskin kota. NUSPP menerapkan prinsip Community Driven Development (CDD) dalam membangun kapasitas masyarakat dan pemerintah daerah meningkatkan kualitas permukiman. Program dimulai pada September 2005 dan berakhir pada tahun 2010 di 32 lokasi di seluruh Indonesia dengan biaya $88.6 juta dari dana Asian Development Bank (ADB). Selama lima tahun itu NUSSP telah berkontribusi mengurangi kekumuhan di 803 kelurahan di Indonesia dan secara nasional, pertumbuhan kawasan kumuh di perkotaan Insonesia tiap tahunnya mencapai 1,37%. Lingkup Proyek NUSPP adalah: Komponen A, yaitu perbaikan perencanaan dan sistem manajemen untuk meningkatkan kawasan permukiman dan membangun yang baru bagi masyarakat miskin perkotaan Komponen B, yaitu memberikan akses untuk membiayai tempat penampungan masyarakat miskin melalui lembaga keuangan pusat dan lembaga keuangan lokal dan cabangnya Komponen C, yaitu meningkatkan pengembangan pemukiman baru lingkungan miskin dan

Komponen D, yaitu penguatan lembaga-lembaga sektor untuk menjalankan program.

18

PL 6106 Kebijakan Perumahan

Evaluasi KIP Komprehensif (C-KIP) di Kelurahan Menanggal Surabaya

Evaluasi Kebijakan Publik

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.04/2007, kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak. Untuk mengetahui apakah suatu kebijakan publik berhasil atau gagal mengatasi persoalan tertentu, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja kebijakan publik. Evaluasi kinerja kebijakan adalah suatu kegiatan atau proses yang mencakup penilaian suatu kebijakan publik yang telah berjalan dalam kurun waktu tertentu, yang mencakup evaluasi pada kinerja formulasi kebijakan, kinerja implementasi kebijakan, kinerja hasil atau manfaat yang dirasakan oleh publik, dengan memerhatikan faktor lingkungan kebijakan yang bersangkutan (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.04/2007).

Evaluasi Program C-KIP di Kelurahan Menanggal Surabaya Program C-KIP telah dilaksanakan di beberapa kawasan di Kota Surabaya, salah satunya di Kelurahan Menanggal pada tahun 2004. Program ini merupakan program pembangunan di bidang fisik lingkungan permukiman dan juga melaksanakan pembangunan di bidang sosial-ekonomi masyarakat melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya menggalang sinergi semua kekuatan masyarakat yang diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan permukiman. Tujuan Program C-KIP ini adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berorientasi pada pembangunan fisik dan non fisik yang dilaksanakan melalui: Program pengembangan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup warga masyarakat, diantaranya: peningkatan keterampilan/usaha kecil dan kesehatan Program pinjaman rumah tangga, yaitu: pinjaman perbaikan sarana tempat tinggal, perbaikan fasilitas rumah seperti pembuatan septi tank, perbaikan dapur dan penyelesaian air bersih, dan dapat19

PL 6106 Kebijakan Perumahan

pula digunakan untuk usaha ekonomis, seperti: warung dan usaha rumah tangga Program perbaikan fisik lingkungan, yaitu: bantuan murni untuk memperbaiki fisik lingkungan kampung, meliputi: jalan setapak, selokan, MCK, dan persampahan Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksaan program C-KIP untuk mendukung keberlanjutan program C-KIP. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai program ini adalah memperbaiki tempat tinggal, memperbaiki fisik lingkungan, meningkatkan keterampilan, serta memperoleh kredit usaha. Program C-KIP di Kota Surabaya merupakan program yang dibiayai oleh Pemerintah Kota Surabaya dengan dana yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU). Dana implementasi ini dimanfaatkan dalam 2 pola, yaitu Dana Hibah (30%) dan Dana Bergulir (70%). Jumlah dana yang diberikan untuk 1 kawasan sebesar Rp 275.000.000,- dengan rincian: Dana bergulir (Rp 192.500.000,-) diberikan pada koperasi untuk pemberian kredit lunak untuk modal usaha. Sisa dana C-KIP sekitar 22,5% dari dana ke masing-masing RW untuk perbaikan sarana dan prasarna umum, dan sisanya lagi sekitar 7,5 % digunakan program pegembangan manajemen organisasi sosial dan kepemudaan (YK, KSU, dan KSW) Dalam pelaksanaan KIP-K terbentuklah kepengurusan C-KIP yang terdiri dari Yayasan Kampung (YK) yang menangani perbaikan kampung berkerja sama dengan koperasi serba usaha (KSU) yang menangani pembangunan.

Untuk mengukur keberhasilan program, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap program tersebut. Evaluasi terhadap program C-KIP di Kelurahan Menanggal Surabaya dilakukan dengan menggunakan metode formal evaluation. Metode ini mengevaluasi hasil kebijakan berdasarkan tujuan program kebijakan yang diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator progam. Sedangkan berdasarkan waktunya, evaluasi yang dilakukan merupakan evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan (ex-post). Evaluasi ex-post diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan terhadap kriteria kecukupan (adequacy), yang berkenaan dengan seberapa jauh pencapaian hasil/tujuan yang diinginkan dapat memecahkan masalah yang ada (Dunn, 2008). Kriteria ini diukur berdasarkan 320

PL 6106 Kebijakan Perumahan

indikator yaitu perbaikan fisik lingkungan, peningkatan pendapatan masyarakat, serta peningkatan peran masyarakat. Tolak ukur dari indikator-indikator tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2 Kriteria Penentuan dan Tolak Ukur Keberhasilan ProgramNo 1 Indikator T olakUkur

Perbaikanfisik Berhasil, jikakondisi infrastruktursetelah lingkungan adaprogrammasihdalamkondisi baik danterawat TidakBerhasil, jikakondisiinfrastruktur tidakterawat danrusak Peningkatan pendapatan masyarakat Peningkatan peran masyarakat Berhasil, jikadanamasihadadan berkembang Tidakberhasil, danatidak berkembang/tidakadadanabergulir Berhasil, jikalembagaataukoperasi masihadadanberoperasional Tidakberhasil, jikalembagaatau koperasitidakberkembang/tidakadalagi

2

3

Hasil evaluasi berdasarkan indikator-indikator tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

21

PL 6106 Kebijakan Perumahan

Tabel 3 Hasil Evaluasi Program C-KIP di Kelurahan Menanggal No 1 Indikator/ Komponen Perbaikan Fisik Lingkungan Hasil Evaluasi Keterangan infrastruktur cukup

Berdasarkan hasil evaluasi, Program C-KIP di Kelurahan Menanggal dalam Perbaikan perbaikan infratruktur mayoritas berhasil, yang ditunjukkan dengan 4 perumahan infrastruktur masih dalam kondisi terawat dan 2 dalam kondisi yang tidak berhasil terawat.

a.

Kondisi Jalan Kampung dalam kondisi an baik (tidak berlubang) dan masih (Pemasangan terawat, hal ini ditunjang oleh paving di Jalan keberadaan dana bergulir yang Menanggal IV) masih ada dan berjalan untuk biaya perawatan

Jal

Evaluasi: Berhasil

b.

Pe Penghijauan masih terawat dengan baik nghijauan di sepanjang jalan Menanggal VII

Evaluasi: Berhasil

22

PL 6106 Kebijakan Perumahan

No

Indikator/ Komponen c.

Hasil Evaluasi

Keterangan

Sal Kondisi saluran air sudah tidak terawat uran Air di RT lagi dan terhambat oleh sampah 2 RW 1

Evaluasi: Tidak Berhasil

d.

Ge walaupun gerobak bak sampah dari robak dan Bak dana C-KIP tinggal sedikit, tetapi bak Sampak sampah masih dapat digunakan dengan baik. begitu pula, dengan bak sampah masih terawat dengan baik

Evaluasi: Berhasil

23

PL 6106 Kebijakan Perumahan

No

Indikator/ Komponen

Hasil Evaluasi

Keterangan

e.

Per fungsi MCK sendiri telah berubah dari baikan MCK kamar mandi umum menjadi kamar terdapat di mandi pribadi untuk penjaga balai RW balai RW III Per kondisi Balai RW ini masih terawat baikan Balai sampai saat ini RW IV dan RW V

(tidak ada foto)

Evaluasi: Tidak Berhasil

f.

Evaluasi: Berhasil

24

PL 6106 Kebijakan Perumahan

No 2

Indikator/ Komponen Peningkatan Pendapatan Masyarakat

Hasil Evaluasi Dengan adanya dana bergulir yang dipinjamkan dari koperasi SIDO MAKMUR ini sebagai modal usaha para anggotanya sangat terbantu dalam usaha yang sedang mereka jalani sehingga usaha mereka sampai saat ini menjadi lebih berkembang.

Keterangan

perbaikan ekonomi masyarakat berhasil yang ditandai dengan masih adanya dana bergulir dan masih ada dan kemudahan dalam peminjaman di koperasi SIDO MAKMUR ini berkembangnya jenis selain membuat usaha para anggotanya berkembang usaha Pelayanan koperasi yang disiplin, cepat dan tanggap dalam menangani kebutuhan anggotanya Evaluasi peningkatan peran masyarakat dilihat melalui operasional lembaga/yayasan yang dibentuk melalui Program C-KIP, yaitu Yayasan Kampung (YK) serta Koperasi Serba Usaha (KSU). Konsep partisipasi masyarakat adalah dengan pelibatan masyarakat secara penuh. pelibatan peran serta masyarakat di Kelurahan Menanggal masih aktif. Dengan demikian, program ini berhasil Hasil evaluasi menunjukkan bahwa keberadaan YK dan KSU Kelurahan meningkatkan perlibatan Menanggal masih berkembang. YK di kelurahan tersebut masih aktif dalam masyarakat dalam kegiatan pengurusan, pengelolaan dan pelaksanaan program C-KIP yang keberlanjutan program Cbekerja sama dengan KSU. KIP KSU dengan nama Koperasi SIDO MAKMUR ini biasa mengadakan rapat dua kali setahun yaitu Rapat Anggota Tahunan (RAT) dengan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) pada para anggota koperasi dan Rapat Anggaran Pembelanjaan.

3

Peningkatan Peran Masyarakat

25

PL 6106 Kebijakan Perumahan

26

PL 6106 Kebijakan Perumahan

1. Kesimpulan

Evaluasi terhadap program-program peningkatan kualitas lingkungan perumahan dapat diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Dalam hal ini, program-program peningkatan kualitas lingkungan perumahan bertujuan untuk menangani persoalan perumahan kumuh di perkotaan. Program-program peningkatan lingkungan permukiman harus dapat memberikan dampak yang siginifikan untuk membangun komunitas seperti: 1) Pembangunan aset dan pengelolaan aset merupakan intervensi yang tepat untuk penanganan masalah permukiman kumuh terhadap pengurangan kemiskinan perkotaan 2) Tidak hanya berhenti sampai pembangunan fisik saja, tetapi hingga aset-aset yang dibangun mampu dikelola dengan baik oleh komunitas tersebut sehingga dapat berkelanjutan. 3) Diperlukan peran aktif/partisipasi masyarakat untuk mendukung keberhasilan program peningkatan lingkungan permukiman.

DAFTAR PUSTAKA

Brotodewo, Nicolas. 2010. Penanganan Permukiman Kumuh Melalui Aset-aset Produktif Komunitas. Buletin Cipta Karya Edisi 12/Tahun VIII/Desember 2010 Kementerian Pekerjaan Umum Dhakal, Shobhakar. 2002. Comprehensive Kampung Improvement Program in Surabaya as a Model of Community Participation. Working Paper Urban Environmental Management Project, Institute for Global Environmental Strategies (IGES). Kitakyushu Japan Kurniasih. Sri. ___. Usaha Perbaikan Permukiman Kumuh di Petukangan Jakarta Selatan. Teknik Arsitektur Universitas Budi Luhur Kuswartojo, Tjuk. Dkk 2005. Bandung. Penerbit ITB. Perumahan dan Permukiman di Indonesia.

Purwantiasning, A.W. 2011. Pola dan Strategi Perbaikan Permukiman Kumuh di Perkotaan. Jurnal NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011: 53-70 Winayanti, Lina. 2010. Menuju Kota Bebas Kumuh. Buletin Penataan Ruang27

PL 6106 Kebijakan Perumahan

Edisi Mei-Juni 2010. Kementerian Pekerjaan Umum. Supalan, Supardi. 1991. Segi Sosial dan Ekonomi Pemukiman Kumuh. ____._____ ________, Gender in Community Driven Development Project: Implications for PNPM Strategy. Working Paper on the Findings of Joint Donor and Government Mission. ________, 2006. The worlds first slum upgrading progrmme. Canada. World Urban Forum III. UN-HABITAT

Peraturan dan Perundangan Undang-Undang Dasar 1945 UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2005-2009 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 Kementerian Pekerjaan Umum. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum 2010-2014

Lain-lain: Sani. 2011. Evaluasi Program KIP-K 2004 di kelurahan Menanggal Surabaya. http://sanimerdeka.blogspot.com/2011/06/evaluasi-program-kip-k-2004di_19.html Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2009. Menggali Semangat KIP di Tengah Perkembangan Kota. http://ciptakarya.pu.go.id/v2/?act=vin&nid=471 Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2011. NUSSP Berhasil Terapkan CDD. http://ciptakarya.pu.go.id/v2/?act=vin&nid=919 Silaban, Togar A. 2007. Comprehensive Kampung Improvement Program. http://www.togarsilaban.com/2007/03/22/comprehensive-kampungimprovement-program/ Massachusetts Institute of Technology. Kampung Improvement Project III. http://web.mit.edu/urbanupgrading/upgrading/case-examples/ce-IO-jak.html28