Makalah Tutorial 2 Periodontitis

35
MAKALAH TUTORIAL INSTRUMENTASI & BIOPATOLOGI JARINGAN PERIODONTAL (IBJP) -PERIODONTITIS- Disusun oleh: Kelompok 1 Genap BAGIAN PERIODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Transcript of Makalah Tutorial 2 Periodontitis

MAKALAH TUTORIAL

INSTRUMENTASI

&

BIOPATOLOGI JARINGAN PERIODONTAL

(IBJP)

-PERIODONTITIS-

Disusun oleh:

Kelompok 1 Genap

BAGIAN PERIODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

ANGGOTA

RIFKIFANI S. P. 8439

RINI SISKA SARI 8572

NOVI ATMANIA D. 8574

ANNIS SYARIFAH 8576

IRMA DAMAYANTI S. 8578

FITRI RAHMAWATI 8580

ASTRODITA ADYA S. 8582

NOVIANI DWI R. 8584

CONITA NUGRAHETY 8586

ANGGY NATYA L 8588

ANTENG LARAS P 8590

INTAN KUMALADEWI 8592

RISTA PUTRI S 8594

KIKI SAPUTRI 8596

INTEN PRATIWI 8598

SKENARIO

Seorang pasien laki-laki berusia 42 tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi bawah

kanan bengkak dan sakit. Pemeriksaan obyektif terlihat bahwa terdapat pembengkakan

sebelah bukal gigi M1 bawah kanan dan gigi tersebut goyah derajat 1, OHI jelek,

kedalaman poket 6 mm, gigi tersebut masih vital, dan terdapat karies. Pemeriksaan

rontgen foto terlihat area radiolusen pada lateral akar gigi M1 bawah kanan. Apakah

kemungkinan diagnosa kasus tersebut?

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat

Indonesia karena penyakit tersebut memiliki prevalensi tertinggi kedua setelah karies gigi.

Hal ini dibuktikan dengan survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004), yang

menunjukkan 90% penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut, dan salah

satunya adalah penyakit periodontal.

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang disebabkan adanya infeksi pada

jaringan periodontal. Bakteri plak merupakan penyebab utama terjadinya penyakit

periodontal berupa inflamasi seperti periodontitis kronis. Beberapa faktor lain turut

berperan secara tidak langsung dengan cara memfasilitsasi penumpukan dan

perkembangbiakan bakteri plak seperti Streptococcus mutans, Phorphyromonas

gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans dan Bacteriodes melaninogenicus.

Sebagai contoh adalah kalkulus, gigi yang berjejal (crowded), karies gigi yang berada

dekat tepi gingiva, tambalan yang overhanging, dan tepi restorasi yang tidak baik. Di

samping itu, berperan pula faktor-faktor lain sebagai factor resiko, seperti factor

lingkungan, tingkah laku, dan biologis, yang keberadaannya dapat meningkatkan

kemungkinan sesorang menderita suatu penyakit.

Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, bila tidak terawatt dapat berkembang

menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan periodontal berupa kerusakan

fiber, ligament periodontal dan tulang alveolar. Lesi kronis pada periodontitis dapat

berkembang menjadi suatu abses yang sering disebut abses periodontal. Abses periodontal

merupakan lesi inflamatori yang bersifat akut dan dekstruktif pada jaringan periodontal

yang menimbulkan akumulasi pus di dinding gingiva pada poket periodontal (Topazian, et

al., 2002)

B. Rumusan Masalahan

Permasalahan yang diangkat dalam makalah ini antara lain:

1. Bagaimana mengenali tanda-tanda klinis penyakit periodontal?

2. Bagaimana cara menegakkan diagnosis penyakit periodontal dari suatu skenario

kasus?

C. Tujuan

Tujuan dalam makalah ini antara lain:

1. Untuk mengenali tanda-tanda klinis penyakit periodontal.

2. Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosis penyakit periodontal dari suatu

skenario kasus.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Periodontitis adalah penyakit inflamasi periodontium, yang menyebabkan

kerusakan ligamen periodontal (Brahm, 2008) Periodontitis adalah peradangan atau

infeksi pada jaringan penyangga gigi (= jaringan periodontium). Yang termasuk

jaringan penyangga gigi adalah gusi, tulang yang membentuk kantong tempat gigi

berada, dan ligamen periodontal (selapis tipis jaringan ikat yang memegang gigi

dalam kantongnya dan juga berfungsi sebagai media peredam antara gigi dan tulang).

Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal

dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar (= tulang yang

menyangga gigi) juga mengalami kerusakan. Periodontitis dapat berkembang dari

gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas

dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih

luas pada jaringan periodontal. (Dibar, 2010)

B. Etiologi dan Patogenesis

Periodontitis disebabkan oleh bakteri plak yang terkalsifikasi disekitar gigi yang

selanjurnya membentuk kalkulus. Bakteri plak dapat menghasilkan enzim, kolagen

yang dapat menyebabkan destruksi dari jaringan gingiva dan tulang. Periodontitis

umumnya disebabkan oleh plak.Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung

bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan.Lapisan ini melekat pada permukaan gigi

dan berwarna putih atau putih kekuningan.Plak yang menyebabkan gingivitis dan

periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya

dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah

periodontitis. (Dibar, 2010)

Adanya inflamasi akibat akumulasi bakteri plak dalam mulut dapat menstimulasi

pelepasan sel netrofil (PMNs) menuju bakteri. Tubuh juga melepaskan mediator kimia

sebagai respon dari invasi bakteri seperti cytokin IL1-Beta dan prostaglandin menuju

target bakteri plak dan mencegah infeksi periodontal. Aktifasi berlebih dari mediator

ini dapat menyebabkan destruksi dan kerusakan lebih lanjut terhadap perlekatan tulang

dan jaringan ikat.

Ketika inflamasi terjadi pada gingiva seseorang dan menyebabkan gangguan hanya

pada jaringan gingiva tapi tidak melibatkan kehilangan perlekatan tulang maka kondisi

ini disebut gingivitis. Gingivitis merupakan inisial manifestadi dari penyakit

periodontal, namun tidak selalu berlanjut ke arah periodontitis. Jika gingivitis tidak

dilakukan perawatan, maka gingivitis ini akan menginisiasi kehilangan tulang dan

perlekatan jaringan di sekitar gigi, yang disebut periodontitis. (Brahm, 2008)

C. Prevalensi

Pada orang dewasa, penyakit periodontal yang kronik dan destruktif lebih sering

menjadi penyebab tanggalnya gigi dibandingkan karies dentis, khususnya pada

manula. Namun, prevalensi dan insidensi penyakit periodontal juga tampak menurun

di Amerika Serikat. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering ditemukan

dimulai sebagai inflamasi pada gingiva marginal (gingivitis) yang tidak terasa nyeri,

kendati gingiva dapat berdarah ketika pasien menyikat giginya. Penyakit tersebut

dapat menyebar hingga mengenai ligamentum periodontal dan tulang alveolaris, hal

ini diserap secara perlahan-lahan, pelekatan ligamentum periodontal antara gigi dan

tulang akan menghilang. Jaringan lunak akan terlepas dari permukaan gigi sehingga

terbentuk “kantong” dengan perdarahan ketika disonde atau pada saat mengunyah

makanan. Inflamasi akut dapat menutupi proses yang kronik ini dengan timbulnya pus

dan terbentuknya abses periodontal. Akhirnya, hilangnya tulang secara ekstrim,

mobilitas gigi, dan pembentukan abses rekuren menyebabkan eksfoliasi gigi atau dapat

diperintahkan untuk ekstraksi gigi (Isselbacher, 1999).

Gingivitis dan periodontitis merupakan infeksi yang menyertai penumpukan plak

bakteri dan kemudian mengalami mineralisasi (kalkulus); keadaan ini dapat dicegah

dengen mempertahankan higiene oral yang tepat, termasuk tindakan menyikat gigi,

pemakaian dental floss untuk membershkan sela-sela gigi, kumur mulut dengan

larutan antibakterial dan pengangkatan sisa-sisa makanan yang terselip di sela-sela

gigi. Penggunaan gigi palsu yang jelek atau kurang pas dapat menimbulkan infeksi

tersebut melalui bagian tepinya yang terlalu menonjol atau tidak sesuai, sementara

peranan trauma oklusal masih belum jelas. Terapi keadaan ini ditujukan untuk

mengatasi mikroflora penyebabnya dan terdiri atas pengangkatan plak serta kalkulus,

debridement dinding kantong serta bagian semen yang lapisan superfisialnya

terinfeksi, dan penanganan untuk menghilangkan faktor penyebab lainnya

(Isselbacher, 1999).

Infeksi bakteri periapikal serta periodontal dapat menyebabkan bakteremia sepintas

setelah pencabutan gigi dan bahkan sesudah tindakan profilaksis dental yang rutin.

Keadaan ini dapat menimbulkan endokarditis bakterialis pada pasien-pasien dengan

riwayat demam rematik, penyakit valvuler lainnya, pencangkokan katup jantung atau

penggunaan prostesis jantung atau sendi. Pemberian antibiotik sebagai terapi

profilaksis merupakan tindakan yang tepat untuk menangani kasus-kasus semacam ini

(Isselbacher, 1999).

D. Tanda dan Gejala

1. Kemerahan pada gingiva

2. Bengkak

3. Mudah berdarah pada gingiva

4. Mau mulut

5. Pelebaran gingiva

E. Klasifikasi Periodontitis

1. Chronic periodontitis

2. Aggressive periodontitis

3. Periodontitis associated with systemic disease

4. Necrotazing periodontal disease consisting of necrotizing ulcerative gingivitis

(NUG) and necrotizing ulcerative periodontitis (NUP)

F. Ciri-Ciri

Kadang pasien tidak merasakan rasa sakit ataupun gejala lainnya.Biasanya tanda-

tanda yang dapat diperhatikan adalah :

Gusi berdarah saat menyikat gigi.

Gusi berwarna merah, bengkak, dan lunak.

Terlihat adanya bagian gusi yang turun dan menjauhi gigi.

Terdapat nanah di antara gigi dan gusi.

Gigi goyang.

Suatu keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan

periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar (= tulang

yang menyangga gigi) juga mengalami kerusakan.

G. Macam-Macam Periodontitis

1. Periodontitis Marginalis Kronis

Periodontitis marginalis berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada

gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah bawah gigi sehingga

menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.

Tanda dan gejala periodontitis marginalis kronis diantaranya :

Inflamasi gingiva secara kronis

Plak banyak (etiologi)

Poket

Kerusakan tulang, gigi goyang dan migrasi

Diperparah oleh iritasi faktor lokal seperti kalkulus, restorasi yang buruk dll.

Berhubungan langsung dengan deposit plak dan kalkulus

Keluhan yang disebabkan oleh hipersensitif dentin karena resesi sebagian

besar gigi

Terjadi pada umur lebih dari 40 tahun

Plak banyak karena kerusakan yang terjadi

Inflamasi gingiva (pembesaran, kemerahan dan perdarahan)

Kerusakan hampir merata pada semua gigi, kecuali bila disertai faktor

predisposisi seperti trauma, food impaksi

Loss of attachment disertai poket dan resesi

Trauma karena oklusi

(Ingle, 2008)

Pada klinis terlihat keradangan kronis pada gingiva, poket periodontal dan

hilangnya tulang. Pada kasus lanjut terjadi, migrasi gigi patologis dan gigi goyang.

Penyebab adalah plak gigi. Akumulasi plak dapat disertai oleh iritasi lokal seperti

karang gigi, restorasi yang kurang baik dan impaksi makanan. Berdasarkan pada laju

kerusakan jaringan dari penampakan klinis, periodontitis marginalis dapat di

subklasifikasikan sebagai berikut :

Periodontitis dengan laju perkembangan yang lambat (Slowly Progressing

Periodontitis)

Periodontitis dengan laju perkembangan yang cepat (Rapidly Progressing

Periodontitis)

Refractory periodontitis.

(Dumitrescu, 2010)

·        Periodontitis dengan Laju Perkembangan yang Lambat

Periodontitis ini disebut pula periodontitis tipe dewasa (adult type periodontitis)

dan mempunyai hubungan dengan pengendapan plak gigi dan karang gigi. Stadium

lanjut terjadi pada usia 50 - 60 tahunan. Pada umumnya tidak memberi keluhan rasa

sakit, tetapi kadang-kadang akar gigi yang terbuka (tidak tertutup gingiva) menjadi

sensitif. Gejala akut dapat terjadi karena terbentuknya abses periodontal dan caries

pada akar gigi. Penyakit ini dapat mengenai beberapa gigi atau seluruh gigi dalam

mulut. (Dumitrescu, 2010)

Lesi memberi respon yang baik terhadap bentuk perawatan konvensional. Bila

disertai trauma oklusi, kondisi yang ada disebut compound periodontitis atau traumatic

periodontitis. Terlihat adanya poket nifraboni dengan insiden yang tinggi, kehilangan

tulang lebih banyak bentuk angular daripada horizontal, gigi goyang lebih dini dan

lebih parah. (Ingle, 2008)

·        Periodontitis dengan Laju Perkembangan yang Cepat

Pada periodontitis ini akumulasi plak tidak sepadan dengan keparahan penyakit.

Kondisi penyakit dijelaskan oleh Page dkk, sebagai berikut : “pada umumnya terjadi

pada individu dewasa muda usia dua puluhan tetapi dapat juga terjadi di atas usia 35

tahun”. Tampak keradangan mencolok pada gingiva, marginal gingiva ploriferasi,

eksudasi dan kehilangan tulang sangat cepat (dalam beberapa minggu/bulan).

Sebagian besar penderita mempunyai antibodi untuk berbagai spesies Bacteroides,

Actinobacillus atau keduanya dan menunjukkan defek pada fungsi fagositosis.

Penampakan klinik tipe periodontitis lambat dan cepat kadang-kadang sukar dibedakan

kecuali diobservasi dalam waktu yang lebih lama terhadap laju perkembangan dan

responnya terhadap perawatan.

(Anonim, 2012)

2. Abses Periodontal

Abses periodontal adalah suatu lesi akut mengakibatkan kerusakan pada jaringan

pendukung gigi. Terjadinya abses periodontal akibat adanya infeksi lokal. Bakteri

utama penyebab terjadinya bases periodontal adalah Streptococcus viridans,

Actinobacillus actinomycetemcomitans, dan Spirochetes. Terjadinya lesi abses

periodontal sangat erat kaitannya dengan kondisi periodontitis dan poket periodontal,

baik pada pasien yang melakukan perawatan maupun pada pasien yang tidak

melakukan perawatan. Dalam penelitian diterangkan bahwa 62% abses periodontal

terjadi pada pasien periodontiti namun tidak melakukan perawatan, 14% terjadi pada

pasien yang telah melakukan perawatan periodontal seperti scalling maupun root

planning. Abses periodontal merupakan suatu penyebab utama terjadi hilangnya gigi.

Etiologi

Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:

a. Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis . Hal- hal yang

menyebabkan abses periodontal yang berhubungan dengan periodontitis adalah:

1. Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.

2. Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan perluasan

infeksi ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku

tertutup.

3. Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam

pertahanan host bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam

meningkatkan pengeluaran suppurasi.

4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva pada

pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan pembentukan

abses.

b. Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis Hal-hal yang

menyebabkan abses periodontal yang tidak berhubungan dengan periodontitis

adalah:

1. Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji popcorn, potongan

tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang tidak diketahui.

2. Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik.

3. Infeksi lateral kista.

4. Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat menjadi

predisposisi pembentukan abses periodontal. Adanya cervical cemental tears

dapat memicu pekembangan yang cepat dari periodontitis dan perkembangan

abses.

(Eley, 2004)

Patogenesis dan Histopatologi

Masuknya bakteri kedalam dinding saku jaringan lunak merupakan awal terjadinya

abses periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh faktor kemotaksis yang

dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori akan menyebabkan

destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan memproduksi pus.

Secara histologis, akan ditemukan neutrofil-neutrofil yang utuh mengelilingi

bagian tengah debris jaringan lunak dan destruksi leukosit. Pada tahap berikutnya,

membran piogenik yang terdiri dari makrofag dan neutrofil telah terbentuk. Laju

destruksi abses tergantung pada pertumbuhan bakteri di dalamnya, virulensinya dan

pH lokal. Adanya pH asam akan memberi keuntungan terhadap enzim lisosom.

( Linde, 2006)

Prevalensi

Abses periodontal merupakan kasus darurat penyakit periodontal ke tiga yang

paling sering terjadi mencapai 7-14 % setelah abses dentoalveolar akut (14-25%),

perikoronitis ( 10-11 %) dan 6-7 % kasus abses periodontal pada pasien-pasien di

klinik gigi. Sebagai konsekuensi kasus abses periodontal penting, selain prevalensinya

yang relatif tinggi, abses ini juga mempengaruhi prognosis dari gigi terutama pada

pasien periodontitis. Pada pasien ini abses periodontal lebih mungkin terjadi dalam

saku periodontal yang sudah ada sebelumnya. Dahulu, gigi dengan abses tidak

berhubungan karena terjadinya abses dapat menjadi salah satu alasan utama ekstraksi

gigi selama perawatan periodontal. (Radmila, 2008)

Pada klinis lesi abses periodontal dapat berhubungan dengan adanya poket

periodontal dan tidak dengan disertai poket periodontal yang biasanya berhubungan

dengan adanya benda asing yang terpendam dalam jaringan periodontal maupun

terjadi karena adanya kerusakan dan perubahan morfologi dari akar gigi. Lesi abses

periodontal yang berhubungan dengan adanya poket periodontal dapat disebabkan

oleh beberapa penyebab yang berbeda yaitu seperti periodontitis eksaserbasi, terapi

poket periodontal yang kurang tepat seperti adanya ketidakteapatan pada saat scalling

sehingga memungkinkan adanya sisa kalkulus yang masuk kedalam poket yang lebih

dalam. Abses periodontal dapat pula terjadi akibat adanya terapi antibiotik yang

dilakukan secara sistemik.

Dalam sebuah penelitian menerangkan bahwa pasien yang menderita abses

periodontal 40% mengalami pembengkakan selama 1-4 hari sebelum terbentuknya

abses. 69% lokasi terjadinya abses periodontal terjadi pada daerah gigi molar, 41%

kasus diantaranya terjadi pada daerah molar pertama. (Herrera D, Rolda Jn S, Gonza

Jlez I, Sanz M. 2000)

Tampakan klinis dari lesi abses periodontal hampir sama dengan abses gingiva,

abses periapikal, lesi perio-endo, patahnya akar gigi. Pemeriksaan yang dapat

dilakukan pada lesi abses periodontal diantaranya adalah pemeriksaan umum,

pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan intra oral, tes vitalitas pulpa, tes microbial, dan

pemeriksaan penunjang seperti radiografi.

Terapi yang biasanya dilakukan pada lesi abses periodontal adalah drainase,

menghilangkan penyebab terjadinya abses, pemberian antibiotic seperti

metrinodazole, amoxicillin, clindamicyn, erythromycin, dan doxycycline.

(Becker W,BergL,Becker, 1984)

Gambaran klinis lesi abses periapikal

Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu:

1. Berdasarkan lokasi abses

a. Abses gingival

Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada marginal

gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang mungkin

timbul dari berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan impaksi

benda asing. Gambaran klinisnya merah, licin, kadang-kadang sangat sakit dan

pembengkakan sering berfluktuasi. (Weinberg, 2006)

b. Abses periodontal

Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding gingiva

pada saku periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen periodontal

dan tulang alveolar. (Newman, 2006)

c. Abses perikoronal

Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan lunak operkulum,

yang menutupi sebagian erupsi gigi. Keadaan ini paling sering terjadi pada gigi

molar tiga rahang atas dan rahang bawah.Sama halnya dengan abses gingiva,

abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari plak mikroba dan impaksi

makanan atau trauma.Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah

terlokalisir, bengkak, lesi yang sakit jika disentuh dan memungkinkan

terbentuknya eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan malaise.

(Martinez, 2005)

2. Berdasarkan jalannya lesi

a. Abses periodontal akut

Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti sakit, edematous,

lunak, pembengkakan, dengan penekanan yang lembut di jumpai adanya pus,

peka terhadap perkusi gigi dan terasa nyeri pada saku, sensitifitas terhadap

palpasi dan kadang disertai demam dan limfadenopati.

b. Abses periodontal kronis

Abses periodontal kronis biasanya berhubungan dengan saluran sinus dan

c. Asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan gejala-gejala ringan.

(Herrera, 2000)

3. Berdasarkan jumlah abses

a. Abses periodontal tunggal

Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktor-faktor lokal

mengakibatkan tertutupnya drainase saku periodontal yang ada.

b. Abses periodontal multipel

Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol,

pasien dengan penyakit sistemik dan pasien dengan periodontitis tidak terawat

setelah terapi antibiotik sistemik untuk masalah non oral. Abses ini juga

ditemukan pada pasien multipel eksternal resopsi akar, dimana faktor lokal

ditemukan pada beberapa gigi.

(Eley BM, 2004)

3. Periodontitis Karena Gingivitis

Penyakit periodontal ditandai dengan gingivitis (gingiva merah dan

bengkak), perdarahan gusi, penyusutan gusi, dan pembentukan rongga antara gigi

dan gusi. Pada penyakit periodontal lanjut, gigi tanggal, dan terdapat pus ketika

gusi ditekan. (Berman, 2009) Gingivitis merupakan proses peradangan didalam

jaringan periodonsium yang terbatas pada gingiva, yang disebabkan oleh

mikroorganisme yaang membentuk suatu koloni serta membentuk plak gigi yang

melekat pada tepi gingival. (Nirmaladewi, 2010)

Gingivitis adalah peradangan gingiva. Pada kondisi ini tidak terjadi

kehilangan perlekatan. Pada pemeriksaan klinis terdapat gambaran kemerahan di

margin gingiva, pembengkakan dengan tingkat yang bervariasi, perdarahan saat

probing dengan tekanan ringan dan perubahan bentuk gingiva. Peradangan gingiva

tidak disertai rasa sakit. (Peter, 2004) Peradangan gingiva disebabkan oleh faktor

plak maupun non-plak. Namun peradangan gingiva tidak selalu disebabkan oleh

akumulasi plak pada permukaan gigi, dan peradangan gingiva yang tidak

disebabkan oleh plak sering memperlihatkan gambaran klinis yang khas. Keadaan

ini dapat disebabkan beberapa penyebab, seperti infeksi bakteri spesifik, infeksi

virus atau jamur yang tidak berhubungan dengan peradangan gingiva yang

berhubungan dengan plak dan peradangan gingiva karena faktor genetik. (Peter,

2004)

Peradangan gingiva yang berasal dari faktor genetik terlihat pada

Hereditary gingival fibromatosis, dan beberapa kelainan mukokutaneus yang

bermanifestasi sebagai peradangan gingiva. Contoh lesi adalah lichen planus,

pemphigoid, pemphigus vulgaris dan erythema multiforme.

Alergi dan trauma merupakan contoh lain dari peradangan gingiva yang

tidak disebabkan oleh faktor non-plak. Peradangan gingiva yang tidak disebabkan

oleh faktor non-plak sangat relevan, penyebab lesi secara umum merupakan

sample penting untuk memahami variasi dari reaksi jaringan yang terdapat pada

periodontium. (Steenberghe, 2005)

Selain faktor plak dan non-plak peradangan gingiva juga disebabkan oleh

karena gangguan sistemik dengan perdarahan spontan atau setelah teriritasi.

Perdarahannya eksesif dan sulit dikontrol. Adapula karena penggunaan obat

tertentu, alergi, terapi radiasi, siklus menstruasi, dan genetik. (Mustaqimah, 2009)

Keparahan peradangan gingiva akan terus berlanjut akibat penumpukan plak,

apabila kebersihan rongga mulut tidak dipelihara. (Gani, 2007)

Pada gingiva yang mengalami perdarahan, persentase jaringan ikat yang

terkena radang adalah lebih besar, tetapi epitelnya lebih sedikit dan lebih tipis bila

dibandingkan dengan gingiva yang tidak mengalami perdarahan. Ini berarti

terjadinya perdarahan pada gingiva adalah sejalan dengan perubahan

histopatologis yang terjadi pada jaringan ikat periodonsium. (Daliemunthe, 2001)

Gingivitis adalah inflamasi gusi atau gingiva yang biasanya terjadi akibat

iritasi oleh karang dan plak gigi. Gingivitis dapat terjadi pada pemberian secara

sistemik beberapa jenis obat, mis. sodium dilantin atau merkuri, dan dapat

menyertai kehamilan akibat perubahan hormonal. (Hinchliff, 1999)

Hilangnya aspek higienis dalam mulut menyebabkan akumulasi massa

bakteri yang padat (plak gigi) di sekeliling daerah leher gigi pada pinggiran

gingiva (garis gusi). Apabila tidak dibersihkan, plak gigi ini akan mempercepat

respons peradangan gingiva, yaitu gingiva tampak merah dan bengkak, perdarahan

gingiva spontan, dan bau mulut, Tingkat keparahan tanda-tanda klinis ini

bervariasi. Gingivitis dapat bersifat lokal atau menyeluruh; gingivitis dapat

sembuh bila cara-cara higiene mulut yang tepat diterapkan. Apabila tindakan

higiene mulut yang cermat tetap tidak mampu mengatasi gingivitis, maka dokter

gigi perlu mempertimbangkan masalah lain, karena gingivitis tersebut mungkin

merupakan suatu komponen dari penyakit lain (misalnya leukemia nonlimfositik

akut, diabetes mellitus, neutropenia, trombositopenia, skorbut, dan perubahan

hormon akibat pubertas serta kehamilan) (Behrman, 1999).

H. Perawatan

Pembersihan secara menyeluruh atau scaling dan meningkatkan kebersihan mulut

dengan menyikat gigi dan dengan menggunakan dental floss. (Obiechina, 2011)

BAB III

PEMBAHASAN

Skenario

Seorang pasien laki-laki berusia 42 tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi bawah

kanan bengkak dan sakit. Pemeriksaan obyektif terlihat bahwa terdapat pembengkakan

sebelah bukal gigi M1 bawah kanan dan gigi tersebut goyah derajat 1, OHI jelek,

kedalaman poket 6 mm, gigi tersebut masih vital, dan terdapat karies. Pemeriksaan

rontgen foto terlihat area radiolusen pada lateral akar gigi M1 bawah kanan. Apakah

kemungkinan diagnosa kasus tersebut?

Pemeriksaan Subjektif

CC : gigi bawah kanan bengkak dan sakit

PI : masih sakit

PDH : tidak terdapat keterangan mengenai riwayat keadaan gigi

PMH : tidak terdapat keterangan mengenai riwayat medik

FH : tidak terdapat keterangan mengenai riwayat keluarga

Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan umum : Kondisi umum normal.

Pemeriksaan Intraoral : Terdapat pembengkakan sebelah bukal gigi M1 bawah

kanan dan gigi tersebut goyah derajat 1, OHI jelek, kedalaman poket 6 mm, gigi

tersebut masih vital, dan terdapat karies.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rontgen foto terlihat area radiolusen pada lateral akar gigi M1 bawah kanan.

Kemungkinan diagnosis:

Gingivitis

Periodontitis marginalis kronis

Abses periodontal

Gingivitis Periodontitis

marginalis kronis

Abses periodontal

Pembengkakan

sebelah bukal

- -

Sakit -

Kegoyahan -

OHI jelek

Poket kedalaman 6

mm

-

Gigi vital

Radiolusen pada

lateral akar

-

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh temuan klinis dan penunjang yang paling banyak

sesuai dengan keadaan yang ditemukan pada abses periodontal, sehingga diagnosis kerja

yang ditentukan adalah abses periodontal.

Diagnosis kerja

Abses Periodontal

Berdasarkan informasi dari gejala, aspek klinis dan pemeriksaan penunjang yang

didapat dari pasien, diagnosis yang ditetapkan untuk kasus ini adalah abses periodontal.

Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada jaringan

periodonsium. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal lateral atau abses parietal.

Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat dengan cepat merusak jaringan

periodonsium terjadi selama periode waktu yang terbatas serta mudah diketahui gejala

klinis dan tanda-tandanya seperti akumulasi lokal pus dan terletak di dalam saku

periodontal.

Pada klinis lesi abses periodontal dapat berhubungan dengan adanya poket

periodontal dan tidak dengan disertai poket periodontal yang biasanya berhubungan

dengan adanya benda asing yang terpendam dalam jaringan periodontal maupun terjadi

karena adanya kerusakan dan perubahan morfologi dari akar gigi. Lesi abses periodontal

yang berhubungan dengan adanya poket periodontal dapat disebabkan oleh beberapa

penyebab yang berbeda yaitu seperti periodontitis eksaserbasi, terapi poket periodontal

yang kurang tepat seperti adanya ketidakteapatan pada saat scalling sehingga

memungkinkan adanya sisa kalkulus yang masuk kedalam poket yang lebih dalam. Abses

periodontal dapat pula terjadi akibat adanya terapi antibiotik yang dilakukan secara

sistemik.

(Weinberg, dkk., 2006)

Abses periodontal secara khusus ditemukan pada pasien dengan periodontitis yang

tidak dirawat dan berhubungan dengan poket periodontal yang sedang dan dalam,

biasanya terletak diluar daerah mukogingiva. Secara klinisnya terlihat licin,

pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah pembengkakan gingivanya

lunak karena adanya eksudat purulen dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi

sensitif bila diperkusi dan mungkin menjadi mobiliti serta kehilangan perlekatan

periodontal dengan cepat dapat terjadi. Abses periodontal sering muncul sebagai

eksaserbasi akut dari poket periodontal yang ada sebelumnya (Weinberg, dkk., 2006).

Dalam sebuah penelitian diterangkan bahwa pasien yang menderita abses periodontal 40%

mengalami pembengkakan selama 1-4 hari sebeblum terbentuknya abses. 69% lokasi

terjadinya abses periodontal terjadi pada daerah gigi molar, 41% kasus diantaranya terjadi

pada daerah molar pertama (Herrera,dkk., 2000).

Berdasarkan kasus, kemungkinan etiologi terjadinya abses periodontal berhubungan

dengan periodontitis. Hal ini dapat disebabkan adanya poket periodontal yang dalam dan

jika terjadi penutupan marginal poket periodontal dapat mengakibatkan perluasan infeksi

ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam poket tertutup. Perubahan

dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam pertahanan host bisa juga

membuat lumen poket tidak efisien dalam meningkatkan pengeluaran supurasi (Eley dan

Manson, 2004). Masuknya bakteri ke dalam dinding poket merupakan awal terjadinya

abses periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh faktor kemotaksis yang

dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori akan menyebabkan

destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan memproduksi pus (Linde, dkk.,

2006).

Pada pemeriksaan intraoral ditemukan bahwa OHI pasien jelek, hal ini dapat

menyebabkan akumulusi plak yang selanjutnya dapat berperan baik pada terjadinya

kalkulus maupun karies. Akumulasi plak tersebut mengandung tidak hanya glikoprotein

saliva namun juga kumpulan bakteri. Bakteri plak tersebut dapat menginfeksi gingiva

yang jika menginfeksi jaringan pendukung gigi lain menyebabkan periodontitis, dimana

infeksi bakteri berasal dari marginal lalu masuk melalui sulkus gingiva. Periodontitis

menyebabkan ligamen periodontal terpisah dari dasar tulang alveolar. Pemisahan ini

menciptakan suatu celah kecil yang dikenal sebagai poket periodontal, yang sulit untuk

dibersihkan dan menyebabkan bakteri masuk dan menyebar. Abses periodontal dibentuk

oleh bakteri dalam poket periodontal dan dapat menyebabkan kerusakan tulang alveolar

sehingga terjadi gigi goyah. Abses periodontal terbentuk di dasar poket periodontal yang

dalam. Pasien dengan perkiraan diagnosis abses periodontal dapat datang dengan tanda

dan gejala yang sama dengan periodontitis apikal akut atau abses apikal akut. Namun

perbedaan abses apikal akut dengan abses periodontal adalah keadaan gigi yang masih

vital, dikarenakan infeksi bukan berasal dari pulpa yang nekrosis. Biasanya pasien datang

dengan eksaserbasi lokal akut yang diawali dengan poket periodontal yang dalam. Secara

klinis, diagnosis dari abses perioodontal dapat ditegakkan dengan melihat gejala klinis

adanya inflamasi dan infeksi akut. Pemeriksaan radiografi dilakukan sebagai penunjang

untuk menegakkan diagnosis. Kerusakan tulang pada abses periodontal dapat dibedakan

dari penyakit periodontal lain, namun dalam kasus ini tidak terdapat keterangan yang

mendalam mengenai keadaan dari radiolusen pada pemeriksaan radiografi.

Abses periodontal pada kasus ini kemungkinan bentuk akut atau kelanjutan dari

periodontitis marginalis kronis. Pada periodontitis marginalis kronis dan abses periodontal

terbentuk poket serta terdapat cairan yang keluar dari gingiva. Namun pada periodontitis

marginalis kronis tidak ditemukan keluhan sampai sakit ringan, tidak seperti pada abses

periodontal dimana pasien mengeluhkan sakit terutama saat makan atau menggigit. Rasa

sakit pada abses periodontal dapat konstan terus menerus, berlokasi dalam, berdenyut,

tajam dan menyebar. Gigi terasa goyah pada dua kondisi tersebut, namun pada abses

periodontal gigi terasa sakit bila dikatupkan, serta rasa sakit juga dirasakan dan bengkak

pada mukosa di regio yang sakit. Pada pemeriksaan penunjang radiografi, pada

periodontitis marginalis kronis radiolusen tampak berupa pola resorbsi tulang alveolar,

sedangkan pada abses periodontal berupa gambaran radiolusen yang ireguler dan tidak

berbatas tegas.

Treatment Planning

Terapi yang biasanya dilakukan pada abses periodontal adalah drainase,

menghilangkan penyebab terjadinya abses, pemberian antibiotik seperti metrinodazole,

amoxicillin, clindamicyn, erythromycin, dan doxycycline (Becker, dkk., 1984).

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasien menderita abses periodontal dengan perawatan drainase, penghilangan

penyebab terjadinya abses, dan pemberian antibiotik.

B. Saran

Perlu diberikan penjelasan yang lebih detail pada perawatan / treatment planning.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Penyakit Periodontal.diunduh dari http://carasiip.blogspot.com/2012/04/penyakit-periodontal.html. Diakses pada 11/05/2013

BeckerW, BergL, BeckerBE. 1984.The longterm evaluation of periodontal treatment and maintenance in 95 patients. Int J Periodontics Restor- ative Dent 1984;2: 55–70.

Behrman, Richard E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 2. Jakarta: EGC.

Berman, Audrey, dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Jakarta: EGC.

Brahm U., Pendit, Dwi Widiarti, 2008, Ensiklopedia Keperawatan, Jakarta: EGC

Daliemunthe SH. 2001. Perdarahan Gingiva Untuk Mendeteksi Penyakit Periodontal Secara Dini dan Memotivasi Pasien. Dentika Dental Journal 2001 ; 6 (2) : 278 -283.

Dumitrescu A.L. 2010. Etiology and Pathogenesis of Periodontal Disease. Heidelberg : Springer.

Eley BM, Manson JD. 2004. Periodontics, fifth edition. Philadelphia: Elsivier, 2004: 328-31.

Gani A. 2007. Bahan Kemoterapeutik Sebagai Pengontrol Plak dan Gingivitis. Jurnal Dentofasial 2007 Okt ; 6 (1) : 9 - 15.

Herrera D, Rolda Jn S, Gonza Jlez I, Sanz M. 2000. The periodontal abscess (I). Clinical and microbiological findings. J ClinPeriodontol 2000; 27: 387–394. C Munks- gaard.

Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta: EGC.

Ingle, J.I., Bakland L.K., Baumgartner J.C. 2008. Endodontics 6th Edition. Hamilton : Decker Inc.

Isselbacher, Kurt J. 1999. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.

Linde J, Karring T, Lang NP. 2006. Clininical periodontology and implant dentistry, 4th

edition. USA: Blackwell Publishing Company, 2006: 260-66.

Mueller, HP.,2005. Periodontology : The Essentials. Thieme : Germany

Mustaqimah DN. 2009. Inflamasi gingiva dan penanggulangan praktisnya. Cakradonya Dental Journal 1st ed. 2009 : 1 – 12.

Newman MG, Takei HH, Kiokkevold PR. 2006. Clinical Periodontology, Tenth Edition. China: Saunders Elsevier, 2006: 714-20

Nirmaladewi A, Handajani J, Tandelilin RTC. 2010. Status Saliva dan Gingivitis Pada Penderita Gingivitis Setelah Kumur Epigaloca Techingallate (EGCG) Dari Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis). Bagian Biologi Mulut FKG UGM.

Obiechina Nkem, 2011, Understanding Periodontitis, USA: AuthorHouse

Peter F Fedi Jr DDS MS, Vernino RA, Gray JL, 2004. The Periodontic Syllabus. 4th ed. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.

Radmila OR, Draginja KB, Vesna BR. 2008. The therapy of periodontal abscess. Acta Stomatologica Naissi, 2008: vol 24, no.5: 775-780.

ScholarlyBrief. 2011. Periodontitis: Advances in Research and Treatment. Edition: ScholarlyBrief. 2011

Serge Dibar.2010. Practical Periodontal Diagnosis and Treatment Planning.

Steenberghe V, Berglundh DT, and Lindhe J. 2005. Clinical Periodontology and Implant Dentistry fourth edition. Section 1 : Blackwell, Munksgaard 2005. p : 269 – 275.

Topazian, Richard G., Goldberg, Morton H., Hupp, James R., 2002, Oral and Maxillofacial Infections 4th edition.WB. Saunders Company : Philadelphia

Weinberg MA, Westphal C, Froum SJ, Palat M. 2006. Comprehensive Periodontics for the dental hygienist,second edtion. New York: Pearson Prentice Hall, 2006: 196-99.