makalah TR GGA n CKD.docx

44
BAB I PENDAHULUAN Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh / ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen., terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang dimulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebralumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan.13 Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm.. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram. Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua Ginjal terdiri dari bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks 1

description

GGA dan CKD

Transcript of makalah TR GGA n CKD.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan

keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh / ekstraselular.

Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna

merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen., terutama di daerah

lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang

tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat

diperkirakan dari belakang dimulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai

vertebralumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak

hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan.13 Masing-masing ginjal

memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm.. Berat ginjal pada pria

dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram. Ginjal ditutupi oleh kapsul

tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka terlihat permukaan ginjal yang licin

dengan warna merah tua Ginjal terdiri dari bagian dalam, medula, dan bagian luar,

korteks

1

BAB II

ISI

I. GAGAL GINJAL AKUT

A. PENGERTIAN

Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami

penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam

hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat

kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Gagal

ginjal ini dibagi menjadi Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik,

Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan fungsi

ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang

menyebabkan retensi sisa metabolism nitrogen (urea kreatinin) dan non nitrogen

dengan atau tanpa disertai oliguri. Tergantung dari segi keparahan dan lamanya

gangguan fungsi ginjal, retensi sisa metabolism tersebut dapat disertai dengan

gangguan metabolic lainnya seperti asidosis dan hiperkalemia, gangguan

keseimbangan cairan serta danpak terhadap berbagai oragan tubuh lainnya.

B. EPIDEMIOLOGI

Menurut penelitian Ravindra L. Mehta dkk (2002), dari empat rumah sakit

yang ada di California Selatan, penderita GGA yang laki-laki ada sebesar 71,6%

sedangkan perempuan sebesar 28,4%. Berdasarkan ras jumlah penderita yang berkulit

Menurut penelitian Sushrut S.Waikar dkk (2006), di Amerika Serikat, dari

439.192 orang penderita GGA, 80,45% adalah penderita berkulit putih, dimana,70%

dari jumlah tersebut adalah laki-laki. Penderita yang berkulit hitam sebesar 19,5%

dimana 50,3% dari jumlah penderita yang berkulit hitam tersebut adalah lakilaki

2

C. ETIOLOGI

Etiologi GGA dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan pathogenesis

GGA, yakni:

1. penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan

pada parenkim ginjal (GGA prarenal,~55%),

2. penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal

(GGA renal/intrinsik,~40%),

3. penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (GGA pascarenal,~5%).

Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari tempat terjadinya GGA.

D. PATHOGENESIS

GGA akut dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu:

1. GGA Pre Renal,

Penyebabnya adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi dapat disebabkan oleh

hipovalemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada GGA pre renal

integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga prognosis dapat lebih baik

apabila factor penyebab dapat dikoreksi. Apabila upaya perbaikan hipoperfusi

ginjal tidak berhasil maka akan timbul GGA renal berupa Nekrosis tubular akut

(NTA) karena iskemia, keadaan ini akan timbul sebagai akibat bermacam macam

penyakit. Pada kondisi ini fungsi otoregulasi ginjal akan berupaya

mempertahankan tekanan perfusi, melalui mekanisme vasodilatasi internal.

Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan LFG relative konstan, diatur oleh

suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. GGA pre renal disebabkan oleh

hipovolemia, penurunan volume efektif intravaskuler seperti pada sepsis dan

gagal jantung serta disebabkan oleh gangguan hemodinamika intra renal seperti

pada pemakaian anti inflanmasi non steroid, obat yang menghambat angiotensi

dan pada syndrome hepatorenal. Pada keadaan hipovolemia akan terjadi

penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskuler

3

yang selanjutnya mengaktivasi siatem saraf simpatis, system rennin angiotensi

serta merangsang pelepasan vasopressin dan endotelin-1 (ET-1) yang merupakan

mekanisme tubuh untuk mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi

glomerulus(LFG) dengan vasodilatasi arteriol sfferen yang dipengaruhi oleh

reflex miogenik serta prostaglandin dan nitrix oxide (NO) serta vasokontriksi

arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin –II (A-II) dan ET-I.

mekanisme ini untuk mempertahankan homeostasis intrarenal. Pada hipoperfusi

ginjal yang berat (takanan arteri rata rata ,70mmHg) serta berlangsung dalam

jangka waktu yang lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu,

dimana arteriol afferent mengalami vasokontriksi, terjadi vasokontriksi mesangial

dan penigkatan reabsorbsi Na dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau GGA

fungsional dimana belum terjadi kerusakan structural dari ginjal.

2. GGA Renal

GGA renal yang disebabkan oleh kelainan vaskuler seperti vaskulitis, hipertensi

maligna, glomerulus nefritis akut, nekrosis tubular akut dapat disebabkan oleh

berbagai sebab seperti penyakit tropic, gigitan ular(trauma atau crushing

injury/bencana alam,peperangan)toksin lingkungan dan zat zat nefrotoksik.

Dirumah sakit (35-50% di ICU) NTA terutama disebabkan oleh sepsis. Selain itu

pasca operasi dapat terjadi NTA pada 20-25%, hal ini disebabkan karena penyakit

penyeki yang telah ada seperti hipertensi, penyakit jantung, penyakit pembuluh

darah diabetes mielitus ikterusdan usia lanjut. Jenis operasi berat seperti

transplantasi hati, transplantasi jantung.

3. GGA Post Renal

GGA post renal merupakan 10 % dari keseluruhan GGA. GGA post renal

disebabkan oleh obstruksi intra renal dan ektra renal. Obstruksi intra renal terjadi

karena deposisi Kristal (urat, oxalate, sulfonamide) dan protein

(mioglobin,hemoglobin). Obstruksi extra renal terjadi pada pelvis ureter oleh

obstruksi intrinsic ( tumor, batu, hipertropi atau keganasan prostat) dan uretra

(striktura) . GGA post renal terjadi apabila obstruksi akut terjadi pada uretra

4

unilateral, dimaana ginjal satunya tidak berfungsi. Pada fase awal dari obstruksi

total ureter akut terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan peningkatan tekanan

pelvis ginjal, dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin E. pada fase ke 2

setelah 1,5 -2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal, akibat

pengaruh tromboxan A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap mentetapi setelah 5

jam mulai menetap meningkat fase ke 3atau fase kronik, ditandai aliran darah

ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam

beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan

setelah 2 minggu tinggal 20% dari jormal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran

mediator inflamasi dan factor factor pertumbuhan yang akan menyebabkan

fibrosis intertisiel ginjal.

E. MANIFESTASI

1. Manifestasi klinis pada GGA prerenal adalah gejala kehausan dan pusing pada

saat berdiri tegak dan bukti pemeriksaan fisis berupa adanya hipotensi orthostatic

dan tachycardia, penurunan tekanan vena jugularis, penurunan turgor kulit,

membrane mukosa yang kering, dan berkurangnya keringat pada aksiler. Riwayat

adanya penurunan progresif dari produksi urin dan berat badan serta riwayat

penggunaan NSAID, ACE Inhibitor, atau angiotensin reseptor blocker. Dari

pemeriksaan klinis secara seksama akan dapat terlihat stigmata dari penyakit hati

kronis dan hipertensi portal, gagal jantung, sepsis, atau penyebab lain yang

mengurangi volume darah arterial efektif.

2. GGA renal. Nyeri pinggul juga merupakan gejala umum akibat adanya oklusi dari

arteri atau vena ginjal dan dengan penyakit parenkim ginjal yang membuat kapsul

ginjal distensi (glomerulonephritis berat dan pyelonephritis). Nodul subcutaneous,

livedo retikularis, plaq oranye retinal arteriolar, nadi kaki yang teraba merupakan

tanda dari adanya atheroembolization. GGA yang berhubungan dengan oligouria,

edema, hipertensi, dan sediment urin ‘aktif’ (sindrom nefritik) menunjukkan

adanya glomerulonephritis atau vaskulitis. Hipertensi malignan sepertinya juga

penyebab GGA pada pasien dengan hipertensi yang berat dan bukti adanya

5

kerusakan akibat hipertensi pada organ lain (left ventricular hypertrofi, retinopati

hipertensif, papiledema, atau gangguan neurologist). Demam, arthralgia, dan

bercak eritematous yang gatal terjadi setelah paparan obat yang menyebabkan

adanya interstitial nephritis allergic, walaupun tanda dari hipersensitivitas

sistemik biasanya tak muncul

3. GGA postrenal memperlihatkan gejala nyeri pada suprapubik dan pinggul akibat

distensi dari buli-buli dan pada saluran pengumpulan urin di ginjal serta kapsul

ginjal. Nyeri kolik pinggul yang dapat merambat ke pangkal paha menunjukkan

suatu obstruksi akut ureter. Penyakit prostat diduga jika terdapat riwayat nokturia,

frekuensi, dan hesitansi serta pembesaran atau indurasi dari prostate pada

pemeriksaan rectal.

F. DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan fisik

GGA prarenal. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi

ortostatik dan takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan

turgor kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal,

tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan GGA renal iskemia menjadi tinggi

bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki tanda GGA.

Diagnosis GGA renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat

nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam

urat). Diagnosis GGA renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda

yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi

maligna.

GGA pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau

suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih.

Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi

ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan

pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi

akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan

6

pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom (Robert Sinto,

2010).

2. Urinalysis

Anuria memberi informasi adanya sumbatan total namun dapat merupakan

penanda beberapa kasus GGA prerenal dan renal. Output urin yang berfluktuasi

menimbulkan kemungkinan adanya obstruksi intermitten dimana terdapat pasien

dengan obstruksi saluran kemih parsial mengalami poliuria akibat gangguan

mekanisme mengkonsentrasi urin.

Pada GGA prerenal, sediment bersifat aseluler dan mengandung serpihan

hyaline transparan (urin sediment “jinak, “inaktif”, dan “lemah”). Serpihan jyalin

terbentuk pada urin yang tekonsentrasi dari unsur normal pembentuk urin –

utamanya protein Tamm-Horsfall, dimana disekresi oleh sel epithelial dari Loop

of henle.

Terdapat juga GGA postrenal dengan sediment inaktif, walaupun hematuria

dan pyuria umum pada pasien dengan obstruksi intralumen atau penyakit prostat

serpihan berpigmen “coklat lumpur” dan serpihan yang mengandung sel epitel

tubulus adalah tanda dari ATN dan dapat juga menunjukkan adanya

GGA iskemik atau nefrotoksik. Serpihan ini biasanya ditemukan berkaitan

dengan hematuria mikroskopik atau pada proteinuria “tubuler” ringan (<1g/dl).

style=""> serpihan granuler yang umum adalah ciri dari penyakit ginjal kronis dan

kemungkinan menunjukkan adanya fibrosis interstitial dan dilatasi tubulus.

3. Tanda Kegagalan Ginjal

Analisis urin dan kimia darah sangat penting untuk membedakan antara GGA

prerenal dan GGA iskemik dan nephrotoksik yang merupakan GGA renal. Fraksi

eksresi sodium (FENa) paling berguna dalam hal ini. FENa menghubungkan

antara klirens natrium terhadap klirens kreatinin. Natrium banyak direabsorbsi

oleh filtrasi glomerulus pada pasien dengan GGA prerenal sebagai usaha untuk

mempertahankan volume intravaskuler tetapi tidak pada GGA renal akibat adanya

kerusakan dari sel epitel tubulus. Kontrasnya, kreatinin tidak di reabsorbsi pada

7

kedua keadaan tersebut. Konsekuensinya, pasien dengan GGA prerenal biasanya

mempunyai kadar FENa <1%>1% indeks kegagalan ginjal memperlihatkan

perbandingan informasi karena variasi klinis dari konsentrasi natrium serum

relative kurang. Perhatian lebih diberlakukan jika terdapat informasi kimiawi atas

kegagalan ginjal. FENa dapat >1% pada GGA prerenal jika pasien mengkonsumsi

diuretik, bicarbonaturia (bersamaan dengan natrium untuk mempertahankan

electronetralitas), gagal ginjal kronis yang dipersulit oleh natrium wasting, atau

insufisiensi adrenal. Kontrasnya, FENa <1%>

4. Laboratorium

Pengukuran kreatinin serum berulang dapat memberikan informasi penyebab

GGA. GGA prerenal ditandai dengan kadar berfluktuasi yang parallel dengan

perubahan fungsi hemodinamik. Kreatinin meningkat drastis (24 sampai 48 jam)

pada pasien dengan GGA akibat iskemik, atheroembolisasi, dan paparan kontras

radiologik. Kadar kreatinin puncak dapat terlihat setelah 3 sampai 5 hari pada

nephropati kontras dan kembali pada kadar dasar setelah 5 sampai 7 hari.

Sebaliknya, pada GGA iskemik dan penyakit atheroembolic, kadar kreatinin

mencapai puncak setelah 7 sampai 10 hari. Peningkatan awal kreatinin serum

biasanya muncul setelah 2 minggu terapi aminoglikosida dan cisplatin dan

kemungkinan menunjukkan dibutuhkannya akumulasi zat ini dalam sel sebelum

GFR menurun.

5. Penemuan Radiologik

Pencitraan saluran kemih dengan USG sangat berguna menyingkirkan

diagnosis GGA postrenal. CT-Scan dan MRI merupakan modalitas alternative

yang dapat digunakan. Dimana dilatasi pelvicaliceal sering terjadi pada obstruksi

saluran kemih (~98% sensitivitas), dilatasi dapat tidak ditemukan pada permulaan

obstruksi dan pada penekanan diluar sistem ureter (missal pada fibrosis

retriperitoneal dan neoplasia). Retrograde pyelography adalah investigasi yang

lebih definitive pada kasus yang kompleks dan memberikan lokalisasi spesifik

lokasi obstruksi. Foto polos abdomen, dengan tomography jika perlu, adalah

8

teknik skrining awal pada pasien yang dicurigai mempunyai batu saluran kemih.

USG Doppler dan magnetic resonance angiography berguna untuk menilai

keadaan arteri dan vena ginjal pada pasien yang dicurigai adanya obstruksi

vaskulet, bagaimanapun angiographi dengan kontras biasanya dibutuhkan untuk

diagnosis definitif.

6. Biopsi Ginjal

Biopsi hanya dilakukan pada keadaan dimana kemungkinan diagnosis GGA

postrenal dan prerenal telah disingkirkan dan penyebab dari GGA renal belum

diketahui. Biopsi ginjal penting pada saat pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

laboratorium menunjukkan diagnosis selain trauma iskemik atau nephrotoksik

yang kemudian dapat menjadi pedoman terapi khusus untuk penyakit tersebut.

Misalnya glomerulonephritis, vasculitis, sindrom hemolitik-uremik, purpura

thrombotik thrombositopenia, dan interstitial nephritis allergic.

G. PENATALAKSANAAN

Pencegahan

Karena tidak ada terapi spesifik untuk GGA iskemik dan nephrotoksik,

pencegahan merupakan hal yang paling penting. Bayak kasus GGA iskemik dapat

dihindari dengan adanya perhatian lebih tinggi pada fungsi kardiovaskuler, seperti

pada pasien beresiko tinggi seperti lansia dan seseorang yang telah memiliki

insufisiensi renal sebelumnya. Restorasi agresif volume intravaskuler telah

menunjukkan penurunan dramatis terhadap insiden GGA iskemik setelah

terjadinya operasi mayor atau pada trauma berat dan luka bakar. Insiden GGA

nephrotoxic dapat diturunkan dengan penyesuaian obat nephrotoksik terhadap

ukuran badan dan GFR. Sebagai contoh, mengurangi dosis atau frekuensi

pemakian obat pada pasien yang memiliki kerusakan ginjal sebelumnya. Dalam

hal ini, perlu diketahui bahwa kadar kreatinin serum relative kurang sensitive

untuk mengetahui GFR dan dapat terlihat lebih tinggi pada pasien berukuran kecil

atau pada lansia. Untuk tujuan menentukan dosis obat, sangat dianjurkan untuk

9

menggunakan formula Cockcroft-Gault dimana faktor berat badan dan umur

mempengaruhi hasilnya. Menyesuaikan dosis obat berdasarkan kadar obat yang

bersirkulasi juga sepertinya mengurangi resiko cedera di ginjal pada pasien yang

mengkonsumsi antibiotik aminoglycoside, cyclosporine, or tacrolimus. Diuretics,

cyclooxygenase inhibitors, ACE8 inhibitors, angiotensin II receptor blockers, dan

vasodilator lainnya harus digunakan dengan perhatian lebih pada pasien yang

dicurigai memiliki hypovolemia yang nyata atau penyakit renovaskuler karena

zat-zat ini dapat merubah GGA prerenal menjadi GGA iskemik di masa depan.

Allopurinol dan diuresis alkaline berguna sebagai profilaksis pada pasien dengan

beresiko tinggi terkena nephropati asam urat akut (misalnya pada kemoterapi

kanker hematologik) dengan cara membatasi pembentukan asam urat dan

mencegah presipitasi kristal urat pada tubulus ginjal. Provokasi diuresis alkalin

dapat juga mencegah atau mengurangi GGA pada pasien yang mengkonsumsi

methotrexat dosis tinggi atau menderita rhabdomyolisis. N-acetylcysteine

membatasi cedera ginjal yang disebabkan oleh acetaminophen jika diberikan 24

jam pertama setelah asetaminofen dikonsumsi. Ethanol menghambat metabolisme

ethylene glycol menjadi asam oxalic dan hasil metabolit toksik lainnya dan

merupakan tambajan penting pada hemodialisis pada penanganan

kegawatdaruratan intoksikasi ethylene glycol.

Terapi spesifik

Pada dasarnya, GGA prerenal dapat reversible secara cepat setelah

memperbaiki abnormalitas hemodinamika primer dan GGA postrenal dapat

disembuhkan setelah obstruksi dihilangkan.

Sampai sekarang, tidak ada terapi spesifik untuk GGA renal karena iskemik

atau nephrotoxic. Penanganan terhadap kelainan ini berfokus pada menghilangkan

penyebab abnormalitas hemodinamika, menghindari paparan lanjutan dari toxin,

dan pencegahan serta penanganan komplikasi. Terapi spesifik GGA renal yang

disebabkan oleh keadaan lainnya tergantung patologis penyebab.

10

GGA prerenal.

Komposisi dari terapi penggantian cairan pada GGA prerenal akibat

hipovolemia harus menyesuaikan komposisi cairan yang hilang. Hipovolemi

berat akibat perdarahan sebaiknya diterapi dengan transfuse packed red cells,

dimana saline isotonic hanya tepat untuk terpati penggantian cairan pada

perdarahan ringan atau sedang atau kerusakan plasma (luka bakar,

pankreatitis). Komposisi cairan kemih dan gastrointestinal dapat sangat

bervariasi namun biasanya hipotonik. Larutan hipotonik (mis. Saline 0,45%)

biasanya direkomendasikan sebagai terapi pengganti awal pada GGA prerenal

akibat meningkatnya kehilangan cairan kemih dan gastrointestinal, walaupun

salin isotonic dapat berguna pada kasus yang lebih berat. Terapi

berkesinambungan sebaiknya berdasarkan pada pengukuran kandungan ion

dan volume cairan yang dieksresikan. Kadar potassium serum dan status

asam-basa sebaiknya dimonitor secara seksama. Gagal jantung membutuhkan

penatalaksaan aktif dengan inotropik positif, agen penurun preload dan

afterload, obat antiaritmia, dan alat bantu mekanik seperti balon intraoaortik.

Pengawasan hemodinamika invasif dibutuhkan sebagai pedoman terapi

komplikasi pada pasien yang secara klinis fungsi kardiovaskulernya dan

volume intravaskuler sulit dinilai. Penatalaksanaan cairan biasanya sulit pada

pasien dengan sirosis berkomplikasi asites. Pada keadaan ini, penting untuk

membedakan antara full-blown sindrom hepatorenal, yang dapat membawa

prognosis buruk, dengan GGA reversible yang disebabkan oleh hipovolemia

akibat penggunaan diuretik berlebihan atau sepsis (misal, spontaneous

bacterial peritonitis). Kontribusi hipovolemi terhadap kejadian GGA secara

definitf dapat dinilai hanya dengan pemberian cairan tambahan. Cairan

sebaiknya diberikan secara perlahan dan disesuaikan dengan jugular venous

pressure dan bila perlu, dengan pengukuran CVP (Central venous pressure)

dan PCWP (pulmonary capillary wedge pressure), lingkar perut, dan output

11

urin. Pasien dengan komponen prerenal reversible biasanya memiliki

peningkatan output urin dan penurunan kreatinin serum, dimana tidak

ditemukan pada pasien dengan sindrom hepatorenal dan dapat terjadi

peningkatan pembentukan asites serta gejala pulmoner jika tidak diawasi

dengan baik.

Volume berlebihan asites biasanya dapat didrainase dengan metode

parasentesis tanpa penurunan fungsi ginjal jika albumin intravena diberikan

secara bersamaan. Dikatakan bahwa paracentesis dalam volume besar dapat

memicu peningkatan GFR, kemungkinannya dengan cara menurunkan

tekanan intraabdominal dan memperbaiki aliran vena renalis. Pengalihan

cairan asites dari peritoneum ke vena centralis (peritoneojugular shunt,

LeVeen atau Denver shunts) merupakan pendekatan alternative pada kasus

yang refrakter (sulit diobati) namun belum menunjukkan peningkatan harapan

hidup pada kelompok kontrol. Efek teknik terbaru dengan transjugular

intrahepatic portosystemic shunting (TIPS procedure) sekarang ini masih

dalam penilitian yang serius. Pengalihan juga dapat secara perlahan

memperbaiki GFR dan eksresi natrium, kemungkinan karena peningkatan

volume darah sentral memicu pelepasan atrial natriuretic peptides (ANPs) dan

menghambat sekresi aldosterone dan norepinephrine.

GGA Renal.

Banyak pendekatan yang berbeda telah diteliti kemampuannya dalam

mengurangi cedera atau mempercepat penyembuhan GGA iskemik dan

nephrotoxic. Termasuk ANP, dopamine dosis rendah, antagonis endothelin,

loop diuretics, calcium channel blockers, a-adrenoreceptor blockers, analog

prostaglandin, antioxidants, antibody leukocyte adhesion molecules, dan

insulin-like growth factor type I. Walaupun kebanyakan dari pendekatan ini

bermanfaat pada model penelitian GGA iskemik dan nephrotoxic, namun

tidak memperlihatkan manfaat yang konsisten (hasilnya bervariasi) dan

terbukti tidak efektif pada manusia. GGA renal akibat penyakit intrinsic renal

12

lainnya seperti glomerulonephritis akut atau vaskulitis dapat berespon

terhadap kortikosteroid, alkylating agents, dan/atau plasmapheresis,

tergantung dari patologi primernya. Glucocorticoids juga dapat mempercepat

remisi pada kasus nephritis interstitial allergic. Pengendalian aktif terhadap

tekanan arteri sistemik juga sangat penting dalam mengurangi cedera ginjal

pada malignant hypertensive nephrosclerosis, toxemia pada kehamilan, dan

penyakit vakuler lainnya. Hipertensi dan GGA akibat scleroderma dapat

sangat sensitive dengan pengobatan ACE inhibitors.

Gga Postrenal

Penanganan GGA postrenal membutuhkan kolaborasi mendalam dari

ahli nephrology, urology, dan radiology. Obstruksi urethra atau kandung

kemih biasanya diatasi pertama-tama dengan kateter transurethra, yang akan

memberikan penyembuhan temporer, sementara lesi obstruksi diidentifikasi

dan kemudian diberikan terapi definitive. Mirip dengan itu, obstruksi ureter

dapat diterapi mula-mula dengan katerisasi percutaneous terhadap pelvis

renalis atau ureter yang terdilatasi. Obstruksi biasanya dapat disingkirkan

secara percutaneous (mis, calculus) atau bypass dengan memasukkan stent

ureter (misal, karsinoma). Sebagian besar pasien mengalami diuresis yang

tidak biasanya selama beberapa hari setelah terapi obstruksi. Sekitar 5%

pasien akan mendapatkan sindrom salt-wasting yang memerlukan pemberian

salin intravena untuk menjaga tekanan darah

H. KOMPLIKASI

GGA mengganggu eksresi natrium, kalium, dan air dan merusak homeostasis

divalensi kation serta mekanisme pengasaman urine. Akibatnya, GGA sering

mempersulit volume overload pada intravaskuler, hyponatremia, hyperkalemia,

hyperphosphatemia, hypocalcemia, hypermagnesemia, dan asidosis metabolik.

Sebagai tambahan, pasien tidak dapat mengeskresi produk limbah nitrogen dan

cenderung terkena syndrome uremik. Kecepatan dari perkembangan dan keparahan

13

dari komplikasi ini memperlihatkan derajat kerusakan ginjal dan keadaan katabolisme

dari pasien. Ekspansi volume cairan extraseluler merupakan suatu konsekuensi

mutlak dari berkurangnya eksresi air dan natrium pada pasien anuria atau oligouria.

Dimana bentuk yang lebih ringan ditandai dengan peningkatan berat badan, rales

paru, peningkatan tekanan vena jugular, dan edema. Ekspansi volume berkelanjutan

dapat mempresipitasi edema pulmoner yang berbahaya. Hypervolemia dapat menjadi

dilemma pada pasien yang sedang menjalani pengobatan intravena dan nutrisi enteral

atau parenteral. Pemberian berlebihan air baik dengan cara biasa maupun dengan

nasogastrik tube dan pemberian intravena larutan hipotonik atau larutan dekstrose

isotonic dapat menyebabkan hipoosmolaliti dan hiponatremia, dimana jika parah

dapat menyebabkan edema serebral dan abnormalitas neurologis termasuk kejang.

Hyperkalemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada GGA. Serum kalium

biasanya meningkat 0,5 mmol/L per hari pada pasien anuri/oligouri akibat gangguan

eksresi kalium yang diinfus dan kalium yang dilepaskan dari jaringan yang cedera.

Asidosis metabolik yang telah ada sebelumnya dapat mengeksaserbasi hiperkalemia

karena adanya effluks kalium dari sel. Hyperkalemia dapat menjadi parah, bahkan

pada saat diagnosis pasien rhabdomyolisis, hemolisis, dan tumor lysis syndrome.

Hyperkalemia ringan (<6.0>) Metabolisme dari asupan protein memberikan 50

hingga 100 mmol/hari asam nonvotil yang secara normal dieksresi oleh ginjal.

Konsekuensinya GGA juga biasanya disertai dengan komplikasi asidosis metabolik,

sering dengan peningkatan serum anion gap. Asidosis dapat menjadi parah jika

produksi endogen dari ion hidrogen meningkat akibat mekanisme lainnya (misalnya

ketoasidosis diabetik, laktat asidosis akibat hipoperfusi jaringan, penyakit hati, sepsis,

atau metabolisme ethylene glycol dan methanol. Hiperphospatemia ringan adalah

komplikasi tersering dari GGA. Hiperphospatemia berat dapat berkembang pada

pasien dengan katabolisme tinggi atau setelah rhabdomyolysis, hemolysis, atau tumor

lysis. Deposisi metastatik dari kalsium fosfatase dapat menyebabkan hipocalcemia,

terlebih jika kadar konsenstrasi kalsium dan fosfat melebihi 70 mg/dL. Faktor lainnya

yang berkontribusi pada hipocalcemia termasuk resistensi jaringan terhadap pengaruh

14

hormon paratirhoid dan penurunan kadar 1,25-dihydroxyvitamin D. Hypocalcemia

biasanya asimptomatis namun dapat menyebabkan paresthesia perioral, keram otot,

kejang, halusinasi, dan perubahan berkepanjangan dari T-wave serta QT interval pada

pemeriksaan EKG. Anemia berkembang secara cepat pada GGA dan umumnya

ringan serta terjadi akibat banyak faktor. Faktor yang berkontribusi yaitu gangguan

eritropoesis, hemolisis, perdarahan, hemodilusi, dan menurunnya umur sel darah

merah. Memanjangnya waktu perdarahan dan leukositosis juga umum. Infeksi

merupakan komplikasi berat dan umum GGA yang terjadi pada 50 hingga 90% kasus

GGA dan 75% menyebabkan kematian. Belum jelas apakah pasien dengan GGA

memiliki defek klinis signifikan pada respon imun atau adanya peningkatan insidens

infeksi akibat adanya kerusakan berulang pada barier mukokutan (contoh pada kanul

intravena, ventilasi mekanik, kateter saluran kemih. Komplikasi kardiopulmoner pada

GGA termasuk arrhythmias, myocardial infarction, pericarditis dan efusi pericardial,

edema pulmoner, dan emboli pulmoner. Perdarahan gastrointestinal ringan juga dapat

ditemukan (10 sampai 30% ) dan biasanya akibat stress ulser pada mukosa lambung

atau usus halus. GGA berat yang berkepanjangan akan dapat berkembang menjadi

sindrom uremik Diuresis aktif dapat terjadi selama fase penyembuhan GGA, dapat

juga, pada beberapa keadaan, menyebabkan penurunan volume intravaskuler dan

lambatnya penyembuhan GFR. Hipernatremia dapat juga menjadi komplikasi pada

fase penyembuhan jika pengeluaran cairan melalui urin hipotonik tidak digantikan

secara tepat dengan larutan saline hipertonik. Hypokalemia, hypomagnesemia,

hypophosphatemia, dan hypocalcemia adalah komplikasi metabolik yang lebih jarang

pada fase ini

I. PROGNOSIS

Nilai mortalitas pada pasien dengan GGA sekitar 50% dan telah berkurang

sedikit selama 30 tahun terakhir. Perlu ditekankan, bagaimanapun, pasien biasanya

meninggal akibat sekuele dari penyakit primer yang mencetuskan GGA dan bukan

karena GGA itu sendiri. Dikatakan bahwa ginjal adalah salah satu dari sedikit organ

yang fungsinya dapat digantikan oleh mesin (dialysis) untuk periode waktu yang

15

cukup lama. Sesuai dengan interpretasi ini, jumlah mortalitas sangat bervariasi

tergantung pada penyebab GGA, dan ~15% pasien kebidanan, ~30% GGA akibat

toksin, and ~60% setelah trauma atau operasi besar. Oliguria (<400 style=""> >265

umol/L (>3 mg/dL) berprognosis buruk dan kemungkinan memperlihatkan keparahan

dari cedera ginjal atau dari penyakit primer. Jumlah mortalitas lebih tinggi pada

pasien lanjut usia dan pada pasien dengan kegagalan multiorgan. Kebanyakan pasien

yang melewati episode GGA dapat sembuh dengan fungsi ginjal semula dan dapat

melanjutkan hidup seperti biasanya. Namun, 50% kasus memiliki gangguan fungsi

ginjal subklinis atau dapat ditemukan bekas luka residual pada biopsy ginjal. Sekitar

5% pasien tidak pernah kembali fungsi ginjalnya dan membutuhkan penggantian

fungsi ginjal jangka panjang dengan dialysis atau transplantasi. Sebagai tambahan 5%

kasus mengalami penurunan GFR progressif, setelah melalui fase awal penyembuhan,

kemungkinan akibat stress hemodynamic dan sclerosis glomeruli yang tersisa.

II. GAGAL GINJAL KRONIK

A. PENGERTIAN

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3

bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti

proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik

ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m²,

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh

nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju

filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal

kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal

yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang

ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal,

stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5

adalah gagal ginjal (Perazella, 2005).

16

B. ETIOLOGI

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal

Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai

berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal

polikistik (10%) (Roesli, 2008).

a) Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang

etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran

histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber

terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder.

Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri

sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat

penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),

mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan

secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan

darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis

(Sukandar, 2006).

b) Diabetes Melitus

Diabetes melituMenurut American Diabetes Association (2003) dalam

Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great

imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan

menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes

melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan

adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil

lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat

17

berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke

dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).

c) Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer,

2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu

hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau

idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar,

1998).

d) Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau

material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat

ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di

medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai

keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang

paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit

ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian

besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat

ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal.

lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono,

1998).

C. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus

atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu

dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam

keluarga (National Kidney Foundation, 2009).

D. PATOFISIOLOGI

18

Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun

penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya

mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang

berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya

mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada

penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan

adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan

pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian

seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal

ginjal terminal (Noer, 2006).

E. GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat

kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,

saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan

kardiovaskular (Sukandar, 2006).

Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering

ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi

bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml

per menit.

Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal

ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah

masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora

usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau

rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini

akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

Kelainan Mata

19

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien

gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat

pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan

saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan

retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering

dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam

kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan

hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal

ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

Kelainan Kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan

diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan

segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan

bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan

dinamakan urea frost

Kelainan Selaput Serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada

gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa

merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

Kelainan Neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan

depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental bera

tseperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering

dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai

pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar

kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan Kardiovaskular

20

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat

kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi

sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada

stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

F. DIAGNOSIS

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:

a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

d. Menentukan strategi terapi rasional

e. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan

pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik

diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006).

1) Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang

berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,

perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal

(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan

laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan

tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

2) Pemeriksaan Laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat

penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan

penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.

Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

21

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup

memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan

imunodiagnosis.

Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan

pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal

(LFG).

G. PENCEGAHAN

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai

dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang

telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu

pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan

fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok,

peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan (National Kidney

Foundation, 2009).

kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah,

anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan

(National Kidney Foundation, 2009).

H. PENATALAKSANAAN

Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara

progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit (Sukandar, 2006).

1) Peranan diet

22

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan

terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan

tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,

memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah

diuresis mencapai 2 L per hari.

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari

LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

Terapi Simtomatik

a. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat

diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera

diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

b. Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu

pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah

harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama

(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah

23

ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus

dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

e. Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis

reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

f. Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

g. Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang

diderita.

Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu

pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,

dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik

azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada

pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.

Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,

ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang

tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan

Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi

elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,

dan astenia berat (Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada

tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit

rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya

24

adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas

hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai

sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo,

2006).

Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis

(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,

yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-

pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien

yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,

kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal

ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati

diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu

keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri

(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

Transplantasi ginjal. Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal

(anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal

ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal

alamiah , Kualitas hidup normal kembali, Masa hidup (survival rate) lebih

lama Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan

obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan, Biaya lebih murah dan

dapat dibatasi

BAB III

25

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penjalasan diatas gagal ginjal akut dan kronis suatu

penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga

akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan

pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat

kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi

urine.

DAFTAR PUSTAKA

26

1. Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,

E/11. Jakarta: EGC.

2. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Penerbit EGC : Jakarta

3. Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, E/5. Jakarta:Interna Publishing

4. Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Jakarta:Media Aeskulapius

5. Baron.2000. Kapita Selekta Patologi Klinik. Penerbit EGC : Jakarta 6. Price, Sylvia A, dkk. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

27